• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulat Api (Setothosea asigna)

2.1.1 Klasifikasi ulat api (Setothosea asigna) Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insekta Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae Genus : Setothosea

Species : Setothosea asigna van Eecke

Hama ulat api merupakan salah satu hama penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies ulat api yang sering dijumpai pada berbagai daerah di Indonesia antara lain adalah Setothosea asigna, setora

nitens, setothosea bisura, Setothose asigma, Darna dicuta, dan Darna trima, jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea veatusa, Susica palida,

dan Birthamula chara.

Ulat dari hama ini menyerang daun nomor 9 - 25 yaitu daun yang memang dalam keadaan aktif dan merupakan hama yang utama di Sumatera Utara. Kupu-kupunya berwarna coklat dengan garis-garis pada sayap depan. Rentangan sayap 20 - 30 mm, telurnya berwarna kekuningan diletakkan berderet (3-4 deretan) pada daun sebanyak 40 butir pada setiap peletakkan telur. Ulat dewasa mencapai 35 mm. Kokon berbentuk oval berwarna hitam dengan diameter 15 - 20 mm ( Lubis, 2008).

Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2 - 3 ulat memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Setothosea asigna, selama perkembangannya, ulat

(2)

berganti kulit 7 - 8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400cm (PPKS, 2006).

2.1.2 Siklus hidup ulat api (Setothosea asigna) a. Telur

Pada gambar 2.1 kita dapat melihat telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat berukuran tipis dan transparan. Telur diletakkan ber deret 3 - 4 baris sejajar pada permukaan daun bagian bawah, biasanya pada pelepah daun ke-6 dan ke-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 300 - 400 butir. Telur menetas 4 - 8 hari setelah diletakkan (Susanto dkk, 2012).

Gambar 2.1 Telur S. asigna (Sumber : Jurnal USU) b. Larva

Jelas kita lihat pada Gambar 2.2 Larva berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokoh di bagian punggung dan bercak bersambung sepanjang punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubah-ubah sesuai dengan instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap. Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila sampai instar ke-8 ukurannya sedikit lebih kecil. Menjelang berpupa, ulat menjatuhkan diri ke tanah. Stadia larva ini berlangsung selama 49 - 50, 3 hari (Susanto dkk, 2012).

(3)

Gambar 2.2 Larva Ulat Api S. asigna (Sumber : Tanjung, 2018) c. Pupa

Seperti pada Gambar 2.3 Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna cokelat gelap, terdapat di bagian tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan pupa betina masing-masing berukuran berlangsung selama ± 39,7 hari (Susanto dkk, 2012).

Gambar 2.3 Pupa S. asigna (Sumber : Tanjung, 2018)

d. Imago

Pada Gambar 2.4 adalah gambaran ngengat dimana mempunyai periode hidup yang pendek yaitu 7 hari. Waktu yang pendek tersebut hanya digunakan untuk kawin dan bertelur dengan produksi telur antara 300 - 400 butir/induk.

(4)

Gambar 2.4 Ngengat Ulat Api S. asigna

Siklus hidup hama pemakan daun kelapa sawit melalui empat stadium yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Laju perkembangan populasi didukung oleh kemampuan berkembang biak dan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan siklus hidup. Semakin tinggi daya berbiak dan semakin pendek siklus hidup semakin cepat laju pertumbuhan populasi semakin tinggi kemampuan hama untuk merusak, toleransi tingkat batas kritis populasi menjadi rendah (Eliakim, 2014).

Dengan demikian perkembangan dari telur sampai dengan ngengat berkisar antara 92,7 – 98 hari, tetapi ada keadaan kurang menguntungkan dapat mencapai 115 hari (Susanto dkk, 2012). Lebar rentangan sayap serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing 41 mm dan 51 mm. sayap depannya berwarna cokelat kemerahan dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna cokelat muda. Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup 106 - 138 hari. Siklus hidup tergantung pada lokasi dan lingkungan (Susanto dkk, 2012).

2.1.3 Gejala serangan

Gejala serangan dari ulat api hampir sama yaitu melidinya daun kelapa sawit apabila serangan berat. Serangan S. asigna di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk

(5)

seperti melidi tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat (Susanto dkk, 2012).

Umumnya gejala serangan di mulai dari daun bagian bawah seperti gambar 2.5 hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanyalah tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm² daun sawit perhari. Tingkat populasi 5 - 10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut di lapangan dan harusnya segera diambil pengendalian (Susanto dkk, 2012).

Gambar 2.5 Tanaman Sawit Terserang Ulat Api S. asigna (Sumber : Tanjung, 2018)

2.1.4 Pengendalian Hama Ulat Api a. Pengendalian Secara Mekanik

Dilakukan dengan cara pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan pada tanaman muda umur 1- 3 tahun.

b. Pengendalian Secara Hayati

Dilakukan dengan menggunakan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa Eucanthecona sp, penggunaan virus seperti Granulosis Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro Virus) dan jamur

Bacillus thuringiensis. Selain itu dilakukan penanaman bunga pukul

delapan (Turnera subulata) sebagai habitat dari organisme parasitoid, yang dikarenakan memiliki madu (nectar) sebagai sumber makanan dari parasitoid tersebut

(6)

c. Dengan Cara Kimiawi

Pengendalian ulat secara kimiawi yakni menggunakan insektisida anjuran. Penggunaan insektisida dapat di laksanakan apabila keadaan mendesak mengingat bahan ini berbahaya terhadap keseimbangan alam (Soehardjo,dkk,1999).

Pemberantasan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif delta metrin 25 g/l, triazofos 242 g/l, karbaril 85% dan klorfirifos 200 g/l. Beberapa contoh insektisida tersebutadalah Decis 2,5 EC, Hostation 25 ULV, Sevin 85 ES (Fauzi,dkk, 2008).

d. Pengendalian Hama Terpadu

Dalam sistem ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran di Perlukan sebagai penyusunan strategi pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi hama dilapangan, dan hanya di lakukan apabila padat populasi kritis yang di tentukan, serta mengutamanakan pelestarian dan pemanfaataan musuh alami yang ada dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit (Prawirosukarto, 2002).

Pengendalian hama terpadu (PHT) yang apabila penggunaan pestisida disarankan seminimal mungkin dan menjadi pilihan terakhir, jika cara lain tidak dapat menghentikan laju populasi lama. Meskipun demikian sampai saat ini dalam prakteknya penggunaan pestisida sangat dominan. Oleh sebab itu pengetahuan mengenai pestisida dan cara aplikasinya sangat penting bagi perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk menjaga kelestarian agroekosistem pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan (Susanto, 2008).

2.2 Pestisida nabati

Pestisida adalah zat yang dapat bersifat racun, menghambat perkembangan/pertumbuhan, tingkah laku, perkembang biakan, kesehatan,

(7)

mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktifitas lainnya yang mempengaruhi OPT. Pestisida nabati adalah produk alam yang berasal dari tanaman yang mempuyai kelompok metabolisme sekunder yang mengandung senyawa bio aktif. (Kardinan, 2002).

Pengaruh atau daya kerja pestisida nabati terhadap hama secara spesifik adalah sebagai berikut :

a. Mencegah hama memakan tanaman b. Menghalau larva dan serangga

c. Mengganggu atau menghambat perkembangan telur, larva, pupa dan serangga.

d. Mencegah terjadinya panggantian kulit larva ataunimfa. e. Mengurangi produksi telur pada serangga betina.

f. Mengganggu perkawinan

g. Mengganggu komunikasi seksual

h. Mencegah serangga betina untuk bertelur (Kardinan, 2002). 2.2.1 Kelebihan dari pestisida nabati

a. penguraian yang cepat oleh sinar matahari, udara, kelembaban dan dapat mengurangi resiko pencemaran tanah dan air.

b. Memiliki reaksi yang tergolong cepat dalam menghentikan nafsu makan OPT, mencegah OPT merusak lebih banyak.

c. Toksisitas (daya racun) umumnya rendah terhadap mamalia, sehingga relatif lebih aman bagi manusia dan hewan ternak.

d. Tidak merusak tanaman.

e. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal terhadap pestisida sintesis.

f. Bersifat selektif. Racun yang dihasilkan merupakan racun lambung dan saraf, pengaruh pestisida nabati hanya terlihat pada serangga perusak tanaman, sehingga terhadap serangga yang menguntungkan dampaknya sangat kecil (Novizan, 2002).

(8)

2.2.2 Kelemahan dari pestisida nabati dan hal-hal yang harus dilakukan untuk mengatasinya

a. Lebih sering dilakukan pengaplikasian, karena kurang selectif dalam pengendalian hama. Residu yang cepat hilang dianggap kurang efektif. Untuk menunjang keberhasilan pestisida nabati, siklus hidup dan masa aktif hama sasaran perlu diketahui.

b. Beberapa jenis pestisida nabati bahkan lebih beracun dibandingkan dengan pestisida sintesis. Karenanya, pada saat pengaplikasian pestisida nabati, aturan keselamatan kerja harus tetap di perhatikan.

c. Bahan baku yang tidak mencukupi, kandungan metabolic sekunder didalam bagian tanaman umumnya sangat kecil, sehingga untuk mengumpulkannya dalam jumlah yang sangat besar diperlukan pasokan bahan baku yang sangat besar pula.

d. Saat ini petani masih menginginkan pestisida yang pengaruhnya segera terlihat mematikan hama, sehingga umumnya pengaruh pestisida nabati baru terlihat setelah berhari- hari (Novizan, 2002).

Tumbuhan sesungguhnya memiliki bahan-bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap serangan organisme penggangu. Beberapa tumbuhan yang mengandung senyawa sekunder yaitu :

a. Bunga krisan (Chrysantbenum cinerariaetolium) yang telah dikeringkan mengandung piterum dan piretrin bekerja dengan cara menggangu jaringan saraf serangga.

b. Tuba (Derris eliptica), rotenon yang terkandung diakar merupakan penghambat respirasi sel, berdampak pada jaringan saraf dan sel otot yang menyebabkan serangga berhenti makan.

c. Tembakau (Nicotinia tabacum), daun kering tembakau mengandung nikotin 2 sampai 8%, kandungan terbesar terdapat pada ranting dan tulang daun, Nikotin merupakan racun saraf bereaksi sangat cepat.

d. Nimba (Azadiracha indica), mengandung senyawa aktif azadirachtin dan salanin menjadi bahan aktif sebagai pencegah makan serangga,

(9)

membuat serangga mandul karena dapat mengganggu hormon produksi dan pertumbuhan serangga.

e. Lombok (Capsicum annuum L.), pestisida nabati lombok efektif untuk mengendalikan beberapa jenis hama tanaman. Namun, harus diingat bahwa dosis yang terlalu tinggi dapat menghanguskan tanaman (terutama untuk tanaman sayuran).

f. Bawang Putih, pestisida bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga yang efektif.

g. Daun pepaya (Cacarica papaya L.), pestisida nabati daun pepaya efektip untuk mengendalikan ulat dan hama pengisap dan mengandung bahan aktif Papain, papayotin, kautsyuk, karpain, karposit (Novizan, 2002).

Oleh karena itu apabila kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida maka akan sangat membantu dalam memberikan informasi kepada petani untuk mengembangkan pengedalian serangan hama yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat disekitarnya (Kardinan, 2001).

2.3 Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum L.)

Tembakau adalah bahan baku pembuatan rokok yang sangat digemari orang indonesia. Tembakau di indonesia diekspor ke berbagai negara di dunia, karena tembakau di indonesia merupakan tembakau dengan kualitas terbaik. Distribusi geografis tanaman tembakau di indonesia adalah daerah Deli (Sumatera Utara), Temanggung (Jawa Tengah), Madura, Boyolali, Klaten, Jamber dan Lombok Timur.

(10)

2.3.1 Klasifikasi Tanaman Tembakau

Tanaman tembakau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Supdivisio : Angiospermae Classis : Dicotyledonae Ordo : Solanales Familia : Solanaceace Genus : Nicotiana

Spesies : Nicotiana Tabacum L. 2.3.2 Morfologi Tanaman Tembakau

Tanaman tembakau mempunyai bagian–bagian sebagai berikut: a. Akar

Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam tanah sampai kedalaman 50–75 cm, sedangkan akar kecilnya menyebar ke samping. Tanaman tembakau juga memiliki bulu akar. Perakaran tanaman tembakau dapat tumbuh dan berkembang baik dalam tanah yang gembur, mudah menyerap air dan subur.

b. Batang

Batang tanaman tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun, dan batang tanaman tidak bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh tunas ketiak daun, dengan diameter batang 5 cm. Fungsi dari batang adalah tempat tumbuh daun dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara dari akar ke daun, dan sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke seluruh bagian tanaman. c. Daun

Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing, tulang daun yang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai melekat pada batang, kedudukan daun mendatar atau tegak.

(11)

Ukuran dan ketebalan daun tergantung varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun atas lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman berkisar 28–32 helai, tumbuh berselang–seling mengelilingi batang tanaman.

d. Bunga

Bunga tanaman tembakau merupakan bunga majemuk yang terdiri dari beber apa tandan dan setiap tandan berisi sampai 15 bunga. Bunga berbentuk terompet dan panjang. Warna bunga merah jambu sampai merah tua pada bagian atasnya, sedang bagian lain berwarna putih. Kelopak memiliki lima pancung, benang sari berjumlah lima tetapi yang satu lebih pendek dan melekat pada mahkota bunga. Kepala putik atau tangkai putik terletak di atas bakal buah di dalam tabung bunga. Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan kedudukan sama tinggi.

e. Buah

Buah tembakau akan tumbuh setelah tiga minggu penyerbukan. Buah tembakau berbentuk lonjong dan berukuran kecil berisi biji yang sangat ringan. Biji dapat digunakan untuk perkembangbiakan tanaman (Abdullah, 1982).

2.3.3 Kandungan Tembakau

Tembakau mengandung bahan beracun yang disebut nikotin, konsentrasi nikotin tertinggi terdapat pada ranting dan tulang daun. Tembakau dapat bersifat refellent (penolak serangga), fungisida, dan akarisida yang bekerja sebagai racun kontak, perut, dan pernafasan, serta bersifat sistemik (Kardinan, 2002).

Pada tanaman tembakau ada beberapa macam nikotin yang dapat di manfaatkan sebagai insektisida diantaranya adalah Alkaloid. Senyawa kimia

(12)

pada tanaman tembakau yang dapat di ekstraksi mengunakan air yaitu alkolaid, saponim, flavonoid, terpenoid, dan inulin.

a. Alkaloid

Senyawa yang bersifat mengadung satu atau lebih atom nitrogen disebut senyawa alkaloid. Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen dan oksigen. Senyawa alkaloid terdapat dalam akar, biji, kayu maupun dau dari tumbuhan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari sitesis protein pada tumbuh- tumbuhan. Alkaloid mempunyai efek fisiologis. Estraksi alkaloid dari tumbuhan dilakukan dengan cara dikeringkan kemudian di haluskan.sifat senyawa alkaloid adalah tidak mudah menguap, larut dalam air, berupa kristal padat atau berwujud cair dan bersifat basa (Tobing, 1989). b. Saponim

Saponim merupakan senyawa aktif permukaan glikosida triterpenoid ataupun glikosida steroida yag bersifat seperti sabun ( Harborne, 1987). Saponim daat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Saponim merupakan senyawa yang memiliki rasa pahit dan bersifat racun ( Harborne, 1987).

c. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa fenolik yang terdapat pada jaringan tumbuhan dan berperan sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid berperan sebagai antiosidan dengan cara mendonasikan atom hitrogennya ( Abdi, 2010). senyawa isoflavonoid merupakan salah satu kelompok dari flavonoid yang dimanfaatkan sebagai boinsektisida ( Herborne 1987).

d. Terpenoid

Terpenoid merupakan komponen tumbuhan yang diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bungan pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana. Penentuan struktur tersebut dilakukan dengan perbandingan atom karbon dari senyawa terpenoid yaitu 8:5. Dengan adanya perbandingan dapat diketahui

(13)

bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid. Senyawa ini berstruktur siklik, berupa alkohol, aldehida atau asam karbosilat. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrida asetat H2SO4 pekat). Jika kandungan tritepena dan sterol banyak maka akan ditandai dengan adanya warna hijau biru. Senyawa ini terdapat dalam lapisan malam daun dan dalam buah, seperti apel dan pear, berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba. Triterpena terdapat juga dalam damar, kulit batang, dan getah (Harborne, 1987).

Selain nikotin dan zat- zat beracun lainnya, tembakau juga mengandung tar dan CO yang merupakan racun utama pada tembakau. Selain itu, dalam sebatang tembakau terdapat zat- zat beracun yang terdapat dalam tembakau antara lain nikotin, tar, kadmium, formaldehid asam sianida, amoniak, pridin, eugenol, metanol, dan nitrogen oksida (Gondodiputro dkk, 2007).

e. Formaldehid

Formaldehin merupakan suatu gas yang memiliki bau yang tajam formaldehin digunakan sebagai pengawet atau pembasmi hama. Gas ini sangat beracun bagi semua organisme hidup, maka tembakau dapat dijadikan sebagai insektisida (Susilowati, 2006).

f. Piridin

Piridin merupakan cairan yang tidak berwarna dan memilki bau yang tajam. Zat ini dimanfaatkan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan Pembunuh hama (Gondodiputro dkk, 2007).

2.3.4 Bagian tembakau yang dimanfaatkan untuk mengendalikan hama Bagian tanaman tembakau yang digunakan untuk pengendalian hama ataupun penyakit adalah daun dan batangnya. Hal tersebut disebabkan karena pada daun dan batang terdapat kandungan nikotin yang tinggi, terutama pada bagian dari tanaman tembakau memiliki kandungan nikotin, namun yang biasanya digunakan untuk pengendalian hama adalah bagian daun dan

(14)

batangnya. Umum yang digunakan adalah daunnya, tetapi agar lebih praktis dalam pengelolannya banyak petani yang mengunakan batangnya juga. Daun dapat digunakan langsung dalam keadaan segar dengan menghaluskan terlebih dahulu. Cara lainnya adalah dengan mengeringkannya terlebih dahulu lalu dihaluskan menjadi bentuk tepung (Kardinan, 2000).

Gambar

Gambar 2.1 Telur S. asigna (Sumber : Jurnal USU)
Gambar 2.2 Larva Ulat Api S. asigna (Sumber : Tanjung, 2018)
Gambar 2.5 Tanaman Sawit Terserang Ulat Api S. asigna  (Sumber : Tanjung, 2018)

Referensi

Dokumen terkait

Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti

Ekstrak Etanol / Metanol / kloroform / heksana yang diperoleh dari bagian yang berbeda dari tanaman seperti bagian aerial, daun, batang, akar, polong telah ditemukan

Nitrogen berperan dalam hal: (1) mempertinggi pertumbuhan vegetatif terutama daun, (2) pengisian biji berjalan lebih baik pada tanaman biji-bijian, (3) mempertinggi kandungan

Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, daun

Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, Dalam pengobatan, bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari batang, daun, dan umbi yang menempel

Minyak atsiri merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam bagian tanaman seperti daun, bunga, rimpang, batang, buah dan biji.. Pemanenan yang tepat akan

Warna tangkai daun bervariasi, dapat berwarna hijau atau dengan pigmen ungu yang terdapat pada bagian yang berhubungan dengan helaian daun atau batang,

Tembakau ini adalah jenis Besuki yang ramping, ketinggiannya sedang hingga tinggi, daunnya oval, kedudukan daun pada batang agak tegak, jarak daun satu dengan