• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nilam (Pogostemon cablin Benth)

Nilam atau dilem wangi (Jawa) merupakan tanaman perdu (herba), tanaman ini berbau harum dengan batang hampir seluruhnya berbentuk segi empat. Cabang sisi dan daun kebanyakan melintang berhadapan, sering juga dijumpai berkarang.Daun tanaman nilam tanpa daun penumpu dan bunga dalam anak payung yang rapat, biasanya berhadapan dan kadang-kadang bunga dalam bongkol. Bunga kebanyakan berkelamin 2 dan zigomorf. Kelopak berdaun lekat, sering bergigi 5, berlekuk 5 dan kadang-kadang berbibir 2. Mahkota hampir seluruhnya berjumlah 5 dan berbibir 2. Memiliki benang sari yang berjumlah 4. Bakal buah beruang 2, dengan 2 bakal biji tiap ruang, kemudian beruang 4 dan berbagi 4 dengan tangkai putik antara bagian itu. Buah belah terpecah dalam 4 bagian yang berbiji 1 (van Steenis, 2008).

Tanaman nilam memiliki daun yang kasar halus seperti beludru apabila diraba dengan tangan, tepi daunya bergerigi, bentuk daunnya agak membulat lonjong seperti jantung, dengan panjang daun 10 cm – 12 cm. Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus. Batangnya berkayu dengan diameter 10 – 20 mm, batang terbentuk padat, bengkak pada bagian simpul. Duri palsu 2,5 cm -14 cm, kelopak 5 – 6,5 cm, corolla 6 – 9 cm,

(2)

bercak putih berwarna violet pada semua segmen, vilamen berwarna violet (Backer dan van den Brink, 1965).

Tanaman nilam memiliki umur tumbuh yang cukup panjang, yaitu sekitar tiga tahun. Panen perdana dapat dilakukan pada bulan ke 6–7 dan seterusnya setiap 2-3 bulan tergantung pemeliharaan dan pola tanam, kemudian dapat diremajakan kembali dari hasil tanaman melalui pesemaian atau pembibitan berupa setek (Daniel, 2012)

Tanaman nilam banyak ditanam untuk diambil minyaknya, bagian tanaman nilam yang biasa diambil minyaknya yaitu daun. Selain daun, bagian tanaman lain yang dapat dipetik untuk disuling yaitu ranting, batang dan akar, tetapi kandungan minyak yang dimilikinya relatif lebih sedikit (Mauludi dan Asman, 2005). Dalam prakteknya semua bagian tanaman disuling dalam keadaan bercampur.

Ada beberapa jenis tanaman nilam di Indonesia, yang paling utama adalah nilam Sidikalang, nilam Lhokseumawe, dan nilam Tapaktuan. Masing-masing tanaman nilam tersebut memiliki karakteristik fisik dan kandungan kimiawi yang berbeda, namun yang banyak dibudidayakan yaitu tanaman nilam Aceh (Sidikalang) karena kadar minyak dan kualitas minyaknya lebih tinggi (Nuryani, 2006)

(3)

Klasifikasi tanaman nilam yaitu: Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Lamiales Familia : Lamiaceae Genus : Pogostemon

Species : Pogostemon cablin Beth (Cronquist, 1981)

(4)

Tabel 2.1. Tabel Perbedaan 3 jenis Tanaman Nilam (Nuryani; 2006)

Varietas Tapak Tuan Lhokseumawe Sidikalang

Asal

Tinggi tan.(cm) Warna batang muda Warna batang tua Bentuk batang Percabangan Jumlah cab. primer Jumlah cab. sekunder Cabang primer (cm) Cabang sekunder (cm) Bentuk daun Pertulangan daun Warna daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Tebal daun (mm) Tangkai daun (cm)

Jumlah daun / cabang primer Ujung daun

Pangkal daun Tepi daun Bulu daun

Terna segar (ton/ha) Minyak (kg/ha) Kadar minyak (%) Patchouli alkohol (%) Ketahanan Meloidogyneincognita Pratylenchusbracyurus Radhopolussimilis Ralstonia solanacearum Tapaktuan(NAD) 50,57-82,28 Ungu Hijau keunguan Persegi Lateral 7,30-24,48 18,80-25,70 46,24-65,98 19,80-45,31 Delta, bulat telur Menyirip Hijau 6,47-7,52 5,22-6,39 0,31-0,78 2,67-4,13 35,37-157,84 Runcing Rata, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 41,51-103,05 234,89-583,26 2,07-3,87 28,69-35,90 Sangat rentan Sangat rentan Rentan Rentan Lhokseumawe(NAD) 61,07-65,97 Ungu Ungu kehijauan Persegi Lateral 7,00-19,76 11,42-25,72 38,40-63,12 18,96-35,06 Delta, bulat telur Menyirip Hijau 6,23-6,75 5,16-6,36 0,31-0,81 2,66-4,28 48,05-118,62 Runcing Datar, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 42,59-64,67 273,49-415,05 2,00-4,14 29,11-34,46 Rentan Agakrentan Rentan Rentan Sidikalang(Sumut) 70,70-75,69 Ungu Ungu kehijauan Persegi Lateral 8,00-15,64 17,37-20,70 43,01-61,69 25,80-34,15 Delta, bulat telur Menyirip Hijau keunguan 6,30-6,45 4,88-6,26 0,30-4,25 2,71-3,34 58,07-130,43 Runcing Rata, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 31,19-80,37 176,47-464,42 2,23-4,23 30,21-35,20 Agak rentan Agak rentan Agak rentan Toleran

(5)

2.1.1 Syarat Tumbuh Tanaman Nilam

1. Tinggi Tempat

Nilam dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai pada dataran tinggi yang mempunyai ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut. Akan tetapi, nilam akan tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada ketinggian tempat antara 50-400 m dpl . Pada dataran rendah kadar minyak lebih tinggi tetapi kadar patchouli alcohol lebih rendah, sebaliknya pada dataran tinggi kadar minyak rendah, kadar patchouli alkohol (Pa) tinggi (Nuryani, dkk, 2005).

2. Jenis Tanah dan Keasaman tanah (pH)

Tanah yang subur dan gembur, kaya akan humus dan tidak tergenang merupakan tanah yang sangat sesuai untuk tanaman nilam. Jenis tanah yang paling sesuai adalah tanah yang subur mempunyai tekstur halus, kaya lumut, dan dapat diolah seperti Andosol atau Latosol dengan kemiringan kurang dari 15° (Nuryani, 2006).

Tanaman nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti tanaman herba lainnya, namun untuk memperoleh produksi yang maksimal diperlukan kondisi ekologi yang sesuai untuk pertumbuhannya. Nilam dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH antara 6–7 (Nuryani, 2006).

(6)

3. Suhu, Iklim dan Kelembaban

Kondisi ekologi yang sesuai dengan janis tanaman, akan menyebabkan tanaman tumbuh secara maksimal. Tanaman nilam sendiri menghendaki iklim sedang dengan suhu yang panas dan lembab. Suhu optimum untuk tanaman nilam adalah 24-28° C dengan kelembaban relatif antara 70-90 % (Nuryani, 2006).

4. Curah Hujan dan Intensitas Cahaya Matahari

Nilam menghendaki intensitas cahaya matahari antara 75-100% dan apabila tanaman kurang mendapat sinarmatahari (ternaungi), maka kadar minyak nantinya akan rendah. Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya adalah sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, penumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas tanaman.Tanaman nilam membutuhkan curah hujan relatif tinggi yaituantara 2.000–3500 mm per tahun dan penyebarannya merata sepanjang tahun (Nuryani, 2006).

2.2 Pemupukan

Pemupukan dilakukan bertujuan untuk menambahkan unsur hara dalam tanah. Karena apabila tanah kekurangan unsur hara maka akan mempengaruhi

(7)

pertumbuhan tanaman nilam dikarenakan jumlah penyerapan unsur hara berkurang. Oleh karena itu penambahan unsur hara dan usaha memlihara kesuburan tanah perlu dilakukan.( Anonim : 2006 )

Pupuk kandang dan pupuk anorganik (Urea, SP-36 dan KCl) diberikan sesuai standar operasional prosedur (SOP) tanaman nilam (gambar2.1).

Tabel 2.2 Jenis dan Dosis Pemupukan (Anonim : 2006)

NO

Umur Tanaman

(bulan)

Pemupukan Jenis dan Dosis per Ha (kg) Ke Waktu Kandang Urea SP-36 KCL

1 0 Dasar 1-2 minggu sebelum tanam 20.000 2 1 1 - 70 100 150 3 3 2 - 130 - - 4 5-6 3 Setelah panen 1 100 50 150 5 10 4 Setelah panen 2 20.000 100 50 75 6 14 5 Setelah panen 3 100 50 75 7 18 - Setelah panen 4 - - - Jumlah 40.000 500 250 450

2.3 Penyakit Layu Bakteri dan Budog

2.3.1 Penyakit Layu Bakteri

Penyakit layu disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum (Nasrun, dkk, 2004). Penyakit ini dilaporkan menyebabkan kerugian sebesar 60-95% pada tanaman nilam di Sumatera. Penyakit ini dapat manjangkiti suatu tanaman apabila daerah tanaman nilam tersebut tumbuh berada pada temperature antara 350C-370C dan kelembapanya ialah RH 80%. Kondisi tersebut menyebabkan bakteri Ralstonia

(8)

solanacearum dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dewasa ini

penyakit tersebut sudah ditemukan pula di pertanaman nilam di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan daerah lainnya. Gejala serangan yang ditimbulkan berupa kelayuan pada tanaman muda maupun tua, dan dalam waktu singkat menimbulkan kematian tanaman (Nasrun, 2005).

Gambar 2.1. Serangan Penyakit Layu pada Batang dan Daun

Nilam (Nuryani, 2005)

Gejala serangan penyakit layu bakteri adalah sebagai berikut: Kelayuan terjadi pada tanaman yang masih muda terutama menyerang batang nilam. Tanaman ini mengalami kelayuan dalam waktu 2–5 hari setelah terinfeksi. Pada saat bersamaam ada cabang yang layu dan sehat, pada perkembangan lebih lanjut seluruh bagian tanaman layu dan mati.Pada tanaman berumur 1-3 bulan kematian terjadi 6 hari setelah terlihat gejala serangan. Pada tanaman berumur 4-5 bulan kematian terjadi 1-2 minggu setelah gejala terlihat.Jaringan batang dan akar tanaman yang terserang membusuk sedang kulit akar sekundernya mengelupas.Irisan melintang batang terserang memperlihatkan warna

(9)

hitam sepanjang jaringan yang layu sampai kambium. Bila cabang yang layu dipotong akan tampak lendir seperti susu, begitu pula bila direndam di dalam air bersih ( Anonim, 2013 ).

Penanggulangan penyakit layu pada tanaman nilam dapat dilakukan secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan berbagai komponen pengendalian mulai dari penyiapan bahan tanaman atau bibit unggul (bebas penyakit), perlakuan persemaian atau pembibitan, penanaman di lapang dan pemeliharaan tanaman yang rutin dari mulai tanam sampai panen. Pengendalian penyakit layu pada nilam untuk menurunkan intensitas serangannya bisa dilakukanyaitu dengan perlakuan penggunaan pupuk organik, mulsa, pestisida nabati, agensia hayati atau musuh alami dan pestisida kimia sebagai alternatif terakhir (Soekamto, 2009).

2.3.2 Penyakit budog

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Synchytrium sp (Wahyuno,

dkk, 2011). Gejala penyakit ditandai dengan terjadinya pembengkakkan

atau terbentuk kutil berupa benjolan kecil-kecil pada pangkal batang, cabang atau ranting yang dekat dengan permukaan tanah. Gejala tersebut berkembang ke batang, cabang, ranting, dan tulang daun sehingga permukaannya kelihatan kasar dengan warna hitam kecokelatan. Daun yang baru terbentuk berukuran kecil-kecil, kaku, keriting, tebal berwarna merah keunguan (Nurmansyah, 2011)

(10)

Gambar 2.2. Serangan Penyakit Budog pada Batang dan Daun

Nilam (Sumber; pribadi)

Sampai saat ini belum ditemukan bahan kimia yang efektif untuk mengendalikan penyakit budog dan belum ada varietas nilam yang tahan terhadap penyakit ini. Diduga penyebaran penyakit oleh serangga, oleh karena itu tindakan budidaya perlu diperhatikan antara lain penyemprotan dengan insektisida untuk mematikan serangga atau vektor, pergiliran tanaman, sanitasi kebun dan yang terpenting adalah menggunakan benih sehat. Tanaman yang sudah terserang penyakit tidak boleh diambil seteknya untuk perbanyakan (Santoso, 1997)

2.4 Bakteri Corynebacterium

Bakteri Corynebacterium merupakan mikroorganisme anaerob fakultatif dan Gram positif karena dengan pewarnaan diferensial dengan larutan ungu kristal, sel bakteri berwarna ungu, tetapi ketika ditambahkan larutan safranin warna merah sel bakteri tidak menyerap larutan safranin

(11)

sehingga tetap berwarna ungu. Bakteri gram positif pada umumnya bersifat non patogenik (Pelczar dan Chan, 2005).

Ciri bakteri Corynebacterium ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, tak bergerak dan berbentuk batang (lurus agak sedikit membengkok) ukuran 0,5–0,9 X 1,5–4 μm (Pelczar dan Chan, 2005).

Klasifikasi dari bakteri Corynebacterium yaitu: Kingdom : Procaryotae (Bakteria)

Divisio : Fimicutes Clasis : Thallobacteria Familia : Streptomytaceae Genus : Corynebacterium Spesies : Corynebacterium sp (Agrios, 1997)

Bakteri Corynebacterium merupakan salah satu agens hayati yang bersifat antagonis yang dapat mengendalikan beberapa jenis organisme perusak tanaman (OPT). Adapun OPT lain yang dapat dikendalikan oleh agens antagonis Corynebacterium sp antara lain adalah penyakit layu, penyakit bercak daun pada jagung, penyakit bengkak akar pada kubis, penyakit layu bakteri pisang, dan penyakit blast pada padi (Anonim, 2008).

Beberapa penelitian pernah dilakukan dengan menggunakan

Corynebacterium sp. Salah satunya penelitian Nurmasita Ismail, Luice A.

Taulu dan Bahtiar (2011) menggunakan dosis 5 cc Corynebacterium untuk dicampurkan dalam 1 liter air dengan rentang penyemprotan 14 hst, 28 hst, 42

(12)

hst (setiap 2 minggu) mampu menekan perkembangan penyakit blast, hal ini ditunjukan dengan intensitas serangan yang rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa menggunakan Corynebacterium (Nurmasita Ismail, dkk. 2011).

Kesadaran baru di bidang pertanian saat ini adalah penerapan system pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu memaksimalkan penerapan berbagai metode pengendalian hama secara komprensif dan mengurangi penggunaan bahan kimia. Salah satu komponen PHT tersebut adalah penegndalian hayati dengan memanfaatkan bakteri antagonis, salah satunya adalah bakteri

Corynebacterium. Bakteri-bakteri antagonis selain dapat menghasilkan

antibiotik juga bisa berperan sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi patogen tanaman. Pemanfaatan bakteri-bakteri antagonis di masa depan akan menjadi salah satu pilihan bijak dalam usaha meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian hayati untuk menunjang budi daya pertanian selanjutnya (Banjarnohar, 2010).

2.5 Streptomycin Sulfate

Plantomycin 7 SP merupakan salah satu nama dagang pestisida sintetik yang mengandung bahan aktif Streptomysin sulfate, yang berbentuk bubuk berwarna kehijauan yang dapat disuspensikan dalam air untuk mngendalikan penyakit seperti hawar daun bakteri Xanthomonas oryzae, layu bakteri pada tanaman tomat, tembakau dan kentang yang disebabkan oleh bakteri

(13)

sangat efektif pada dosis 0,7 - 1 gr per liter, artinya plantomycin ini bisa digunakan sebelum dan sesudah tanaman terkena serangan atau terjadi infeksi penyakit namun sebelum terjadi gejala serangan muncul (Djojosumarto, 2008)

Streptomisin merupakan antibiotik glukopiranosil yang diisolasi sebagai sesquisulfat dari Streptomyces griseus. Sreptomisin Sulfate ini merupakan fungisida sistemik dengan efek tambahan sebagai bakterisida (Djojosumarto, 2008).

Menurut Djojosumarto, cara kerja dari fungisida sistemik ini diabsorbsikan oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainya lewat saluran pembuluh angkut tanaman. Kebanyakan fungisida sistemik ini didistribusikan ke atas, yaitu dari akar ke daun (akropetal), namun ada beberapa dari fungisida sistemik yang didistribusikan ke bawah, yaitu dari daun ke akar (basipetal).

Gambar

Tabel 2.1.  Tabel Perbedaan 3 jenis Tanaman Nilam (Nuryani; 2006)
Tabel 2.2 Jenis dan Dosis Pemupukan (Anonim : 2006)  NO
Gambar  2.1.  Serangan  Penyakit  Layu  pada  Batang  dan  Daun  Nilam (Nuryani, 2005)
Gambar 2.2. Serangan Penyakit Budog pada Batang dan Daun  Nilam (Sumber; pribadi)

Referensi

Dokumen terkait

Sayur adalah bagian dari tumbuhan yang dapat.. dimakan termasuk batang, akar, daun, bunga

Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, Dalam pengobatan, bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari batang, daun, dan umbi yang menempel

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) memiliki kemampuan ekonomi dan ekologi, yaitu menghasilkan minyak esensial mudah menguap yang disuling dari akar dan sudah

Minyak atsiri merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam bagian tanaman seperti daun, bunga, rimpang, batang, buah dan biji.. Pemanenan yang tepat akan

Pengeringan untuk menurunkan kandungan golongan metabolit sekunder seperti glikosida, alkaloid, flavonoid pada bagian tanaman kulit, tangkai, batang dan akar dapat

Komponen utama yang mendukung morfologi pertumbuhan yang optimal pada tanaman kedelai adalah: akar, daun, batang, bunga, polong, dan biji.. Biji kedelai terbagi

Suhirman (1990) menyebutkan bahwa tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian tumbuhannya (akar, batang, daun, umbi, buah, biji dan getah) mempunyai khasiat sebagai obat dan

Untuk mengetahui kondisi status hara di dalam jaringan tanaman secara pasti digunakan analisis jaringan tanaman dengan mengambil bagian tanaman, seperti daun, batang atau