• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Kecombrang (Etlingera elatior)

Berdasarkan taksonominya, tumbuhan kecombrang termasuk dalam:

Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Etlingera

Species : Etlingera elatior

Etlingera elatior dikenal sebagai ‘jahe obor’ atau ‘jahe merah’ yang termasuk dalam

family Zingiberaceae dan merupakan tumbuhan herba yang tumbuh hampir di seluruh daratan Asia Tenggara. Disebut sebagai kecombrang atau honje di Indonesia, dan kantan di Malaysia (Chan, 2007).

Ada beberapa manfaat dari tumbuhan kecombrang antara lain : kelopak bunga kecombrang dijadikan lalap atau direbus lalu dimakan bersama sambal di Jawa Barat. Kadang-kadang kelopak bunganya juga dijadikan bagian dari pecal. Di tanah karo, buah kecombrang muda disebut asam cekala, kuncup bunga serta bijinya menjadi bagian pokok dari sayur asam Karo, juga menjadi peredam bau amis sewaktu memasak ikan masakan Batak popular (arsik ikan mas) juga menggunakan asam cekala ini. Di Malaysia dan Singapura kecombrang menjadi unsur penting dalam pembuatan makanan laksa (Anonym, 2009).

Selain itu buah dari tanaman kecombrang telah digunakan sebagai bahan untuk mengobati telinga dan dan daunnya diekstrak kemudian digunakan untuk membersihkan luka oleh suatu komunitas suku di Malaysia (Habsah, 2005). Bunga yang masih muda

(2)

mengandung senyawa yang bersifat sebagai antimikroba, sitotoksin dan anti tumor (Haleagrahara, 2005).

Adapun morfologi dari tanaman kecombrang: a. Batang

Tanaman kecombrang (Etlingera elatior) mempunyai batang berbentuk semu bulat membesar dipangkalanya. Tumbuh tegak dan banyak. Batang saling berdekat-dekatan membentuk rumpun.

Gambar 2.1 Batang Tanaman Kecombrang b. Akar

Tanaman Kecombrang mempunyai akar berbentuk serabut dan berwarna kuning gelap.

c. Daun

Tanaman kecombrang mempunyai daun 15-30 helai tersusun dalam dua baris berselang-seling, di batang semu helaian daun berbentuk lonjong dengan ukuran 20-90 cm x 10-20 cm dengan pangkal dengan pangkal membulat atau membentuk jantung. Tepinya bergelombang dan ujungnya meruncing pendek gundul namun dengan bintik-bintik halus dan rapat berwarna hijau mengkilap sering dengan sisi bawah yang keunguan ketika muda.

d. Bunga

Tanaman kecombrang mempunyai bunga dalam karangan berbentuk gasing bertangkai panjang dengan ukuran 0,5-2,5 m x 1,5-2,5 cm, dengan pelindung berbentuk jorong 7-18 cm x 1-7 cm berwarna merah jambu hingga merah terang berdaging. Ketika

(3)

bunga mekar maka bunga tersebut akan melengkung dan membalik. Kelopak berbentuk tabung berwarna merah jambu berukuran 4 cm.

Berdasarkan hasil penelitian, kecombrang bermanfaat sebagai antimikroba. Antimikroba adalah bahan yang bisa mencegah pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir pada makanan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak bunga kecombrang dari etil asetat dan etanol yang telah mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri bunga kecombrang antara lain pH, garam dan pemanasan. Pada pH asam aktivitas anti bakteri bunga kecombrang lebih ampuh dibandingkan pH basa. Penambahan garam dalam jumlah tertentu akan meningkatkan aktivitas antibakterinya dan meskipun dipanaskan pada suhu 100oC sampai 30 menit antibakteri pada kecombrang masih aktif. Bunga kecombrang juga dapat digunakan sebagai pengawet alami untuk makanan tetapi masih memerlukan penelitiaan yang lebih lanjut (Naufalin, 2005).

Gambar 2.2. Bunga Kecombrang e. Buah

Tanaman Kecombrang mempunyai buah berjejalan dalam bongkol hampir bulat berdiameter 10-20 cm, masing-masing butir besarnya 2-2,5 cm, berambut halus dan pendek di bagian luar, berwarna hijau dan ketika masak warnanya menjadi merah.

(4)

Gambar 2. 3 Buah Kecombrang f. Biji

Tanaman kecombrang mempunyai biji banyak berwarna coklat kehitaman dan diselubungi selaput biji (arilus) berwarna putih bening atau kemerahan yang berasa asam (wikipedia, 2008).

Gambar 2.4 Biji Kecombrang

2.1.1 Sifat Antioksidan

Menurut Hudson (1990) definisi antioksidan secara umum adalah suatu senyawa yang dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses oksidasi. Antioksidan dapat menghambat laju oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas. Secara alami beberapa jenis tumbuhan merupakan sumber antioksidan, hal ini dapat ditemukan pada beberapa jenis sayuran, buah-buahan segar, beberapa jenis tumbuhan dan rempah-rempah (Dalimarta dan Soedibyo, 1998).

Selain itu antioksidan juga dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron sehingga tidak reaktif lagi (Kosasih et al, 2004).

Tubuh manusia sebenarnya memproduksi beberapa jenis enzim antioksidan yaitu superperoksida dimutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Enzim-enzim antioksidan ini sangat ampuh menetralisir berbagai tipe penyakit yang muncul karena adanya serangan radikal bebas (Kosasih et al, 2004).

(5)

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat reaktif karena mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif karena kehilangan satu atau lebih elektron yang bermuatan listrik, dan untuk mengembalikan keseimbangannya maka radikal bebas berusaha mendapatkan elektron dari molekul lain atau melepas elektron yang tidak berpasangan tersebut. Radikal bebas dalam jumlah berlebih di dalam tubuh sangat berbahaya karena menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein dan jaringan lemak. Radikal bebas terbentuk di dalam tubuh akibat produk sampingan proses metabolisme ataupun karena tubuh terpapar radikal bebas melalui pernafasan (Dalimartha dan Soedibyo, 1998).

Radikal bebas ialah atom atau molekul dengan susunan elektron tidak lengkap atau tidak berpasangan sehingga bersifat tidak stabil dan kecenderungan kuat untuk berpasangan. Radikal bebas bertendensi kuat memperoleh elektron dari atom lain, sehingga atom lain yang kekurangan satu elektron ini menjadi radikal bebas pula yang disebut radikal bebas sekunder. Proses ini akan berlangsung secara berantai dan menyebabkan kerusakan biologik. radikal bebas dapat terbentuk akibat hilangnya maupun penambahan elektron di lintasannya pada saat terputusnya ikatan kovalen atom dan molekul bersangkutan sehingga menyebabkan instabilitas dan bersifat sangat reaktif. Susunan elekton yang tidak lengkap menyebabkan atom atau molekul sangat terpengaruh oleh medan magnet. Energi untuk memutuskan ikatan kovalen berasal dari panas, radiasi elektromagnetik atau reaksi redoks berlebihan. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain menyebabkan terjadinya radikal bebas baru dan mengakibatkan perubahan dramatis secara fisik dan kimiawi pada tubuh manusia. Mula-mula dirangsang (initiation) terjadinya radikal bebas, kemudian radikal bebas cenderung bertambah banyak membentuk (propagasi) rantai reaksi dengan molekul lain. Senyawa reaksi berantai ini mempunyai massa paruh yang lebih panjang dan potensial menyebabkan kerusakkan sel. Fase inisiasi dan propagasi dapat dinetralisir oleh antioksidan yang berasal dari endogen maupun eksogen (Kosasih et al, 2004).

Ketika radikal bebas menempel pada molekul yang berpasangan, yang dilakukannya hanyalah merusak DNA sel-sel molekul tersebut untuk membentuk keseimbangan elektron agar proses metabolism tubuh berjalan normal. Tetapi ketika dua radikal bebas yang mencari pasangan bertemu, mereka akan menciptakan hubungan yang stabil (Siagian, 2012).

(6)

Berdasarkan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam tiga tipe antioksidan, yaitu:

1. Primary Antioxidants (Antioksidan Utama / Antioksidan Primer) Termasuk di sini:

- SOD (Superoxide Dismutase) - GPx (Glutathion Peroxidase)

- Metalbinding protein seperti Ferritin atau Ceruloplasmin.

Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Ia mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh Antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas.

2. Secondary Antioxidants (Antioksidan Kedua/ Antioksidan Sekunder)

Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh: antioksidan sekunder : vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin.

3. Tertiary antioxidants (Antioksidan Ketiga / Antioksidan Tersier)

Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan

reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit

misalnya kanker (Kosasih et al, 2004).

Pengujian antiradikal bebas senyawa-senyawa bahan alam atau hasil sintesis secara UV-Tampak dapat dilakukan secara kimia menggunakan DPPH (difenilpikril hidrazil). DPPH berfungsi sebagai senyawa radikal bebas stabil yang ditetapkan secara spektrofotometri melalui persen peredaman absorbansi. Peredaman warna ungu merah pada panjang gelombang (λ) 517 nm dikaitkan dengan kemampuan minyak atsiri sebagai antiradikal bebas. Kereaktifan dari golongan senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antiradikal bebas ditentukan adanya gugus fungsi –OH (hidroksil) bebas dan ikatan rangkap karbon-karbon, seperti flavon, flavanon, skualen, tokoferol, β-karoten, Vitamin C dan lain-lain (Rahmawati, 2004).

Beberapa nilai IC50 untuk senyawa antioksidan (mg/mL)

(7)

Alpa-tokoferol : 7,3 +/- 0,308

Sayur-sayuran : 4,7

Gamma oryzanol : 50 +/-0,408 Pohon pinus OPC : 4,0 – 13,5

Quercetin : 2,457 +/-0,192

Asam Ferulat (FRAC) : 31,3 +/-0,327

Hesperidin : >500 (Ronald, 2004).

Penggunaan senyawa alami sebagai antioksidan sudah sangat lama. Hal itu meliputi pengasapan dan pembumbuan untuk pengawetan daging, ikan, dan makanan lain yang kaya lemak. Perlakuan tersebut diakui dapat memberi efek penghambat tengik. Hal ini tidak lazim untuk mencoba mendefenisikan antioksidan alami dapat mempengaruhi zat yang terbentuk sebagai konsekuensi dari memasak atau pengolahan bahan nabati atau hewani untuk makanan. Antioksidan alami hampir ditemukan pada semua mikroorganisme, jamur, dan bahkan di jaringan hewan dan tumbuhan ini sebagian besar adalah senyawa fenolik dan yang merupakan beberapa dari kelompok antioksidan alami adalah flavonoid, asam fenolik dan minyak atsiri (Pokornya, 2001).

Kebanyakan komponen minyak atsiri merupakan kelompok besar dari terpen (Hamid, 2011). Terpen yang juga dikenal sebagai terpenoid atau isoprenoid membentuk kelompok terbesar dari produk tanaman alam. Dalam ilmu medis, terpen biasanya digunakan sebagai agen antiseptik, anti-flamasi, untuk penyakit kanker dan malaria serta antioksidan (Degenhardt, 2003).

Komponen senyawa yang tidak jenuh dan teroksigenasi lebih stabil dalam melawan pengaruh oksidasi dibandingkan komponen lainnya, yakni golongan monoterpen dan seskui terpen (Handa, 2008). Monoterpen juga merupakan komponen primer dari minyak atsiri dan mempunyai pengaruh medis didalamnya. Beberapa komponen senyawa yang mempunyai yaitu karvakrol, timol, α-terpinen (Bakkali, 2008), α-pinen, α-tujon, kamfor, 1,8-sineol, β-tujon dan borneol (Kadri, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang berperan sebagai antioksidan (Naufalin, 2005).

(8)

Jafar et al., (2007) mengatakan kecombrang mengandung minyak esensial yang bersifat bioaktif (daun 0,0735%; bunga 0,0334%; batang 0,0029% dan rhizome 0,0021%).

2.1.2 Sifat Antimikroba

Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan (Buckle, 2007). Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopi). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1mikron = 10-3 mm). Itu berarti pula bahwa jasad renik ini tipis sekali sehingga tembus cahaya. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat bagian-bagiannya. Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan ini disebut pengecatan bakteri.

Cat yang umum dipakai adalah cat Gram. Diantara bermacam-macam bakteri yang dicat, ada yang dapat menahan zat warna ungu dalam tubuhnya meskipun telah didekolorisasi dengan alkohol atau aseton. Dengan demikian tubuh bakteri itu tetap berwarna ungu meskipun disertai dengan pengecatan oleh zat warna kontras, warna ungu itu tetap dipertahankan. Bakteri yang memberi reaksi semacam ini dinamakan bakteri Gram positif. Sebaliknya , bakteri yang tidak dapat menahan zat warna setelah didekolorisasi dengan alkohol akan kembali menjadi tidak berwarna dan bila diberikan pengecatan dengan zat warna kontras, akan berwarna sesuai dengan zat warna kontras. Bakteri yang memperlihatkan reaksi semacam ini dinamakan bakteri Gram negatif (Irianto, 2006).

Naufalin et al (2005) melaporkan bahwa zat antibakteri dari ekstrak etanol dan etil asetat dari bunga kecombrang dapat menghambat berbagai bakteri seperti Bacillus cereus,

P.aeroginosa, S.typhimurium, E.coli, L.monocytogenes, S. aureus dan A.hydrophilia.Sedangkan ekstrak airnya bersifat antibakteri terhadap S. aureus dan E.coli

(Hudaya, 2010).

Berdasarkan hasil uji in planta penggunaan bunga kecombrang pada konsentrasi 50 % terlihat cukup efektif dalam mencegah perkembangan penyakit busuk buah salak yang disebabkan jamur Chalaropsis sp. Pada penerapan di tingkat lapang, aplikasi bunga kecombrang dapat dilarutkan dalam air yang bersifat polar dengan konsentrasi maksimum 50 % untuk selanjutnya diaplikasikan pada buah salak baik yang masih menempel pada tandan,

(9)

maupun yang sudah lepas tandan. Untuk lebih efektifnya, aplikasi ekstrak bunga kecombrang dengan air dapat disemprotkan pada buah salak yang masih menempel pada tanaman sebelum Dipanen (Pramoto, 2011).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, buah, daun, biji maupun bunga dengan cara penyulingan dengan uap. Meskipun kenyataannya minyak atsiri juga dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik maupun dengan cara dipres atau dikempa dan secara enzimatik. Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk-produk lain. Biasanya komponen utama yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan bertingkat atau dengan proses kimia sederhana. Pada saat isolasi dengan penyulingan bertingkat selalu dilakukan dalam keadaan vakum. Hal ini dikerjakan untuk menghindari terjadinya isomerisasi, polimerisasi atau penguraian. Kelompok kedua adalah minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya. Lazimnya minyak atsiri tersebut langsung digunakan, tanpa diisolasi komponen-komponennya sebagai pewangi berbagai produk (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak atsiri adalah zat yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak essensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah essensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen udara, ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan, 2004).

(10)

Minyak atsiri merupakan salah satu senyawa organik yang banyak ditemukan di alam dan berasal dari jaringan tumbuhan. Minyak atsiri merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatile) dan bukan merupakan senyawa murni tetapi tersusun atas beberapa komponen yang mayoritas berasal dari golongan terpenoid (Guenther,2006).

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman. Bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Sudaryani.1990).

Minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atsiri mampu bertindak sebagai bahan terapi (aromaterapi) atau bahan obat suatu jenis penyakit. Fungsi minyak atsiri sebagai bahan obat tersebut disebabkan adanya bahan aktif sebagai contoh bahan anti radang, hepatoprotektor, analgetik, anestetik, antiseptik, psikoaktif dan anti bakteri (Agusta,200).

2.2.1 Metode Isolasi

Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut :

1. Metode Destilasi

Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim dilakukan adalah metode destilasi. Beberapa metode destilasi yang popular dilakukan di berbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain sebagai berikut :

a. Metode destilasi kering (langsung dari bahannya tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau dan warna saat dipanaskan).

b. Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air dan destilasi uap air langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakkan dapat rusak akibat panas

(11)

kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan :

- Bahan tanaman langsung direbus dalam air.

- Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tidak direbus. Dari bawah dialirkan uap air panas.

- Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang.

- Bahan tanaman ditaruh di dalam bejana tanpa air dan disemburkan uap air dari luar bejana (Gunawan, 2004).

2. Metode penyarian

Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan seperti cendana. Kebanyakkan dipilih metode ini karena kadar minyaknya di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain, minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut organik non polar (Gunawan, 2004).

Ekstraksi digunakan untuk mengisolasi produk reaksi kimia organik . sebagai contoh, sejumlah campuran senyawa organik yang larut dalam air dan beberapa garam anorganik yang semuanya larut dalam air. Untuk mengisolasi senyawa organik tersebut, maka campuran diatas dituang dalm corong pisah dan dengan menambahkan pelarut organik, misalnya eter. Lalu dikocok sehingga senyawa-senyawa organik akan terdistribusi pada eter karena lebih mudah larut dalam eter dibandingkan dalam air. Sementara garam anorganik berada pada lapisan air karena tidak larut dalam eter. Dengan demikian sudah terjadi pemisahan dan eter dapat dibebaskan dengan penguapan (Williamson, 1987).

3. Metode Pengepresan dan Pemerasan

Metode pemerasan/pengepresan dilakukan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak stabil dan tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk (citrus). Juga terhadap minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut

(12)

penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemennya relatif besar (Gunawan, 2004).

4. Metode Enfleurage

Metode enfleurage adalah metode penarikan bau minyak atsiri yang dilekatkan pada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, misalnya bunga melati, jasminum

sambac, sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara

langsung (Gunawan, 2004).

Pada proses ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada suhu rendah (keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini masih diterapkan di daerah grasse di Perancis selatan dengan peralatan sederhana, praktis dan berkapasitas kecil (Ketaren, 1985).

Adapun metode- metode penyulingan minyak atsiri dapat dibagi menjadi : 1. Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.

2. Penyulingan dengan uap

Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada pronsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap lewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.

3. Penyulingan dengan uap dan air

Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air

(13)

sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 1994).

2.2.2 Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya perbedaan minyak atsiri komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu : 1) Hidrokarbon yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.

1. Golongan hidrokarbon yang terdiri dari persenyawaan Terpen

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen ( 2 unit isoprene), sesquiterpen ( 3 unit isoprene), diterpen ( 4 unit isoprene) dan politerpen.

2. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter, dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua (Ketaren, 1985).

(14)

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000). Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasai isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.

Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarbosilasi, dan sebagainya

(15)

CH3 C SCoA O CH3 C SCoA O + CH3 C O CH2 C O SCoA CH3 C SCoA O

Asetil koenzim A Asetoasetil koenzim A

CH3 C OH CH2 C O SCoA CH2 C SCoA O H CH3 C OH CH2 CH2 OH CH2 C O OH CH3 C OPP CH2 C O O -Asam mevalonat CH2 CH2 OH - OPP - CO2 CH3 C CH CH2 H CH2 OPP

Isopentenil pirofosfat (IPP)

CH3 C

CH3

CH CH2 OPP

Dimetilalil pirofosfat (DMAPP)

OPP OPP H IPP DMAPP OPP Monoterpen Geranil pirofosfat OPP H OPP Farnesil pirofosfat Seskuiterpen 2 X Triterpen OPP H OPP Diterpen 2 X Tetraterpen Geranil-geranil pirofosfat

(16)

Untuk menjelaskan hal diatas dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol dan linalool dari yang satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal. Berikut ini adalah contoh perubahan senyawa monoterpen

CH2OH Geraniol (trans) Mirsen OH Linalool CHO Sitronelal CH2OH Nerol (cis) CHO Sitral - H2O O H , O

Gambar 2.6. Perubahan senyawa monoterpen

(Achmad, 1986).

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan trans-farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer trans-farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geraniol dan nerol. Perubahan farnesil pirofosfat menjadi seskuiterpen terlihat pada contoh sebagai berikut

(17)

OH Farnesol OPP CH2 Humulen OPP H2C Trans-Farnesil pirofosfat cis-Farnesil pirofosfat - H+ - H+ Bisabolen

Gambar 2.7. Reaksi biogenetik beberapa seskuiterpena

2.3 Analisa Komponen Kimia Minyak atsiri

2.3.1 Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (GCMS)

GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu Kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan Spektrometri Massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit.

Gas kromatografi merupakan salah satu tehnik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.

(18)

Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam.

Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan keduanya dapat menghasilkan data lebih akurat dalam mengidentifikasi senyawa yang dilengkapi dengan struktur molekulnya.

Kromatografi gas ini juga mirip dengan destilasi fraksinasi, karena kedua proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan titik didih atau tekanan uap. Namun destilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala besar sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang lebih kecil (Pavia, 2006).

Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium. Kromatografi gas merupakan kunci dari suatu teknik anlitik dalam pemisahan komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah. Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan indentitas atau struktur untuk setiap puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem tidak bagus (Mcnair, 2009).

Adapun prinsip kerja dari alat GC-MS adalah sebagai berikut a. Kromatografi Gas

(19)

Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks. Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak atau mobile phase adalah sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reaktif seperti gas nitrogen. Fasa diam atau stationary phase merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari system pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Instrument yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas chromatograph (Fowlis,1998).

Instrumentasi dari alat GC antara lain : a. Gas Pembawa

Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering digunakan adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N), Hidrogen (H), dan karbon dioksida (CO2) (Agusta, 2000).

b. Injeksi Sampel

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntikk melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter et al,1991).

c. Kolom

Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas. Tipe pertama, tube panjang dan tipis berisi material padatan. Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase diam yang berikatan dengan bagian dalam permukaannya. Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:

(20)

1. Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.

2. Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam. 3. Molekul dapat tetap pada fase gas.

b. Spektoskopi Massa

Gambar 2.9 Skema Alat Spektroskopi Massa

Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan.

Spektroskopi massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji, memilah ion tersebut menjadi spektrum yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan merekam kelimpahan relative tiap jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion negative yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit (Pavia, 2006).

Adapun instrumentasi dari alat spektroskopi massa sebagai berikut : a. Sumber Ion

setelah melewati rangkaian kromatografi gas, sampel gas yang akan diuji dilanjutkan melalui rangkaian spektroskopi massa. Molekul-molekul yang melewati sumber ion ini diserang untuk melewati filter, partikel-partikel sampel haruslah bermuatan.

(21)

b. Filter

Selama ion melalui rangkaian spektroskopi massa, ion-ion ini melalui rangkaian elektromagnetik yang menyaring ion berdasarkan perbedaan massa. Para ilmuwan memisahkan komponen-komponen massa untuk kemudian dipilih yang mana yang boleh melanjutkan yang mana yang tidak (prinsip penyaringan). Filter ini terus menyaring ion-ion yang berasal dari sumber ion untuk kemudian diteruskan ke detektor.

c. Detektor

Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa organik merupakan hal yang sangat kompleks. Selama proses, sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam nyala. Kehadiran ion dan elektron dapat dideteksi. Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih panas disbanding dengan temperatur kolom. Hal ini menghentikan kondensasi dalam detektor.

Hasil detektor akan direkam sebagai urutan puncak-puncak, setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor.

Pada metode analisis GCMS (Gas Chromatography Mass Spectroscopy) adalah dengan membaca spektra yang terdapat pada kedua metode yang digabung tersebut. Pada spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel mengandung banyak senyawa, terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut. Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa apa saja yang ada dalam sampel.

Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke dalam instrument spektroskopi massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu kegunaan dari kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu sampel. Setelah itu, didapat hasil dari spektra spektroskopi massa pada grafik yang berbeda.

Informasi yang diperoleh dari kedua tehnik ini yang digabung dalam instrument GCMS adalah hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS bisa diperoleh informasi mengenai massa molekul relative dari senyawa sampel

(22)

2.3.2 Spektroskopi Inframerah

Alat instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada pelbagai panjang gelombang absorpsi masing-masing gugus fungsi disebut Spektroskopi

inframerah. Suatu spektrum inframerah ialah suatu grafik dari panjang gelombang atau

frekuensi, yang secara berkesinambungan berubah sepanjang suatu daerah sempit dari spektrum elektromagnetik, versus transmisi-persen (%T) atau absorbansi (A) (Fessenden, 1986). Spektroskopi inframerah digunakan untuk penentuan gugus fungsi, khususnya senyawa organik dan juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Spektrum inframerah memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak minimumnya (Khopkar, 2003). Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Creswell, 2005).

Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang daripada 100 cm-1 diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan ini tercatu dan dengan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri (Silverstein, 1981).

Spektrum inframerah dapat diperoleh dari gas, cairan atau padatan. Spektrum gas atau cairan yang mudah menguap dapat diperoleh dengan memuaikan cuplikan kedalam suatu sel yang telah dikosongkan. Teknik fase uap ini terbatas karena secara nisibi sejumlah besar senyawa tidak mempunyai tekanan uap cukup tinggi agar menghasilkan spektrum yang dapat dimanfaatkan (Silverstein, 1981). Ada beberapa metode yang dilakukan untuk menangani sampel dalam bentuk padatan antara lain dengan mencampurkan padatan sampel dengan serbuk KBr, kemudian campuran tersebut dipress dengan tekanan tinggi. Dibawah tekanan ini KBr akan melebur dan akan membentuk matrix (Pavia, 2001).

Gambar

Gambar 2.1 Batang Tanaman Kecombrang  b.  Akar
Gambar 2.2. Bunga Kecombrang  e.  Buah
Gambar 2. 3 Buah Kecombrang  f.  Biji
Gambar 2.5. Biosintesis Terpenoid
+5

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) apakah ada pengaruh latihan passing bawah dengan bantuan tembok metode langsung dan tidak langsung terhadap kemampuan pass bawah

Pada proses khrom keras ini diperlukan pengaturan rapat arus dan pengaturan waktu proses yang tepat untuk hasil pelapisan permukaan dengan ketebalan yang

kawasan mangrove di Kecamatan Singkawang Barat Kota Singkawang Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan analisa SWOT yang didasarkan pada situasi lingkungan

pencapaian tujuan tersebut setiap kegiatan ini terlihat bahwa rasio efektivitas rata-rata telah mencapai persentasi maksimal 100%, tahun 2017 rasio efektivitas mencapai

Rosenthal’in asabiyyet’i (MR) çe­ virisi boyunca, "grup duygusu” (group feeling) olarak karşılanması yeterli ve hattâ doğru sayılmamalıdır. Çünkü,

“Bagaimana Komunikasi Perawat Dengan Pasien Dirumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Dalam Terapi Musik Diruang Rehabilitasi”.6.

Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah (Risalah Rapat Paripurna ke‐5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan Dan Kompilasi Tanpa

Perkembangan diperngaruhi oleh faktor kematangan dan belajar apabila anak sudah menunjukkan masa peka ( kematangan ) untuk berhitung maka orang tua dan Guru di TK harus tanggap