• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP 5.1. PENGANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PENUTUP 5.1. PENGANTAR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

142 BAB V PENUTUP 5.1. PENGANTAR

Tesis ini berisi tentang manajemen pasca konflik yang terjadi di Lampung Timur. Penelitian ini berawal dari adanya rekomendasi dari Komnas HAM terkait penyelesaian konflik yang cukup baik dilakukan saat konflik antar desa Negara Nabung dan Taman Asri di Kabupaten Lampung Timur. Oleh karena itu penulis melihat, apakah manajemen konflik yang dikatakan baik tersebut hanya sebatas pada perwujudan perdamaian saja, bagaimana terkait manajemen pasca konflik yang dilakukan selanjutnya, dalam mewujudkan perdamaian jangka panjang, dalam tataran yang lebih luas, tidak hanya mengacu pada kasus konflik kedua desa.

Berdasarkan uraian data-data dan berbagai analisis yang dilakukan guna menjawab pertanyaan penelitian terkait manajemen pasca konflik sosial yang ada di Lampung Timur, terutama terkait bagaimana mewujudkan perdamaian jangka panjang di Lampung Timur khususnta. Untuk menguak dan menganalisis berbagai kejadian dan persoalan yang terjadi antar kedua desa tersebut penulis menggunakan teori konflik dan Resolusi Konflik dari Johan Galtung.

5.2. KESIMPULAN

Berbagai konflik yang hadir di tengah masyarakat Lampung Timur sejak era orde Baru hingga saat ini dapat diklasifikasikan menjadi dua type yaitu bersifat horizontal dan Vertical. Kecenderungan konflik yang terus tereproduksi di Lampung Timur memiliki ciri khas masing-masing, mulai dari penyebab hingga latar belakang konflik. Tiga konflik yang menjadi sorotan dalam tesis ini memiliki karakteristik masing-masing. Mulai dari konflik di Desa Talang Sari yang melibatkan warga jama’ah (Warsidi) dengan aparat keamanan. Dari ciri-ciri dan klasifikasi yang dibahas konflik yang terjadi di tahun 1989 merupakan konflik Vertical yang mengakibatkan ratusan korban jiwa, ratusan orang diadili dengan tidak adil, hingga penganiayaan yang tidak berprikemanusiaan.

(2)

143

Selain konflik vertical saat ini Lampung Timur seringkali didera konflik yang bersifat Horizontal. Konflik yang seringkali terjadi di Lampung Timur seringkali disebabkan oleh persoalan-persolan kecil, namun, pada akhirnya akan membesar dan melibatkan kelompok-kelompok tertentu. Sama halnya dengan apa yang terjadi pada Dua desa yang bertetangga yang menjadi case dalam study ini ini memiliki sisi historis konflik yang kerap kali muncul, hal tersebut terbukti dengan catatan, bahwa sudah ada dua kali perselisihan yang melibatkan warga Desa Negara Nabung dan Taman Asri. Walaupun perselisihan yang terjadi sebelumnya belum sampai pada taraf konflik dengan intensitas yang tinggi. Namun hal tersebut sudah menjadi catatan buruk interaksi sosial antar kedua desa. Namun, berbeda halnya dengan dengan apa yang terjadi di awal tahun 2015. Perselisihan yang terjadi antara kedua desa mengakibatkan konflik besar yang menimbulkan jatuhnya korban luka dan banyak kerugian materil yang dirasakan warga kedua desa. Hal tersebut menggambarkan bahwa Intensitas perselisihan yang cukup sering terjadi antara kedua desa mengindikasikan bahwa ada masalah mendalam/laten yang belum terselesaikan dalam perselisihan sebelumnya, sehingga masalah tersebut berlarut hingga mengakibatkan masalah baru dikemudian hari.

Konflik horizontal yang terjadi saat ini lebih mudah muncul dipermukaan, dengan dinamika konflik yang dinamis, dalam kurun waktu yang cukup singkat terjadi pasang surut keadaan yang terjadi. Dinamika konflik terus berlangsung di tengah masyarakat, dengan hal tersebut suasana mencekam tidak dapat dihindarkan. Ditambah dengan adanya upaya mobilisasi masa dari aktor-aktor luar grup yang sesungguhnya tidak memiliki kepentingan dalam konflik yang terjadi, membuat suasana semakin keruh. Ketika trigger konflik tidak dapat segera diatasi, masalah lain akan dengan cepat membuntuti dibelakangnya seperti adanya mobilizing factors( faktor yang memobilisasi) dari pihak luar, dan terbukti banyak pihak yang berasal dari luar kedua desa ikut ambil bagian dalam konflik tersebut, dengan berbagai alasan yang melatarbelakangi dengan kepentingan dan tujuan masing-masing. Hal tersebut terus bergulir dan muncul masalah tambahan seperti

(3)

144

aggravating factors( faktor yang memperburuk). Terbukti dengan adanya pembakaran rumah, penjarahan dll.

Terwujudnya perdamaian dalam tata kelola konflik sosial pada konteks konflik di Lampung Timur, terlihat dari apa yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perjanjian damai merupakan salah satu perwujudan dari peace making. Ketika perjanjian damai telah disepakati, dapat dipastikan bahwa salah satu tahap krusial dalam mewujudkan perdamaian negatif telah terwujud. Dalam proses mewujudkan perdamaian dalam setiap konflik di Lampung Timur tidak semudah membalikan telapak tangan, banyak proses yang harus dilalui. Secara umum dalam mewujudkan perdamaian konflik di Lampung Timur, para pihak-pihak tersebut melalui tiga tahap yaitu, litigasi, non litigasi(negosiasi dan mediasi), rekonsiliasi dan coercive. Tahap negosiasi merupakan tahap awal yang digagas untuk sesegera mungkin mewujudkan perdamaian, tahap ini murni diprakarsaai oleh tokoh masyarakat kedua desa dan hanya dihadiri oleh perwakilan kedua desa yang yang terdiri dari tokoh masyarakat kedua desa, dan ditambah beberapa warga. Dalam proses ini belum efektif untuk mewujudkan perdamaian, karena kedua belah pihak sedang dalam posisi panas dan tidak stabil. Pada akhirnya muncul inisiatif dari pihak pemerintahan mulai dari Bupati, Ketua DPRD, Kapolres hingga Dandim dihadirkan sebagai saksi dan pemberi jalan tengah atas kebuntuan negosiasi. Aktor-aktor yang menjadi mediator lebih banyak berasal dari pemerintahan, karna apa, hal tersebut melalui pertimbangan bahwa salah satu syarat sebagai mediator harus berasal dari pihak yang netral (Fisher,2001:117) dan harus dapat diterima oleh kedua belah pihak, dalam mewujudkan perjanjian yang dapat diterima oleh semua pihak. Disamping hal tersebut ada cara lain yang dilakukan berbagai pihak guna menyelesaikan konflik secara menyeluruh. Selain itu adanya upaya rekonsiliasi yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah demi mencari titik tengah dalam penyelesaian dendam konflik yang sudah puluhan tahun tidak terselesaiakan. Selain upaya preventif, pemerintahpun melakukan upaya represif, seperti tindakan coercive/kekerasan digunakan pihak berwajib ketika adanya saling serang antar kedua desa, hal tersebut digunakan untuk memukul mundur masyarakat agar tidak menambah

(4)

145

korban dari kedua belah pihak. Kemudian adalah cara litigasi, cara tersebut tetap digunakan dalam proses pengusutan secara menyeluruh, karena pada dasarnya konflik yang terjadi ini disebabkan oleh kasus kriminalitas dan aksi main hakim sendiri, sehingga permaslahan kriminal, harus diselesaikan dengan cara hukum yang berlaku.

Setelah damai tercipta dengan adanya kesepakatan perjanjian damai yang harus diterapkan dan dijalankan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Maka hal selanjutnya adalah bagaimana mengimplementasikan point-point tersebut. Karena hal tersebut merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses peace keeping, karena pada dasarnya proses ini merupakan proses simultan yang harus terus berkelanjutan. Menyoroti kesepakatan damai yang telah diimpelementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Pada dasarnya apa yang terlihat sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, telah tercipta situasi damai dan indahnya hidup berdampingan di tengah perbedaan. Hal tersebut merupakan salah satu hasil dari penerapan kesepakatan damai, mulai dari bagaimana mengusut segala permasalahan hukum yang menjadi isu sampingan,. Namun pada kasus yang berbeda justru, segala macam permalsahan hukum yang menjadi isu sampingan disepakati untuk tidak diusut, tentu dengan berbagai pertimbangan. Selain itu ada upaya memberdayakan nilai lokal “seangakanan” sebagai salah satu faktor penunjang peace keeping. Karena, ketika proses fasilitasi juga harus menghormati dan menghargai prakarsa, kebutuhan, kepemilikan dan legitimasi lokal, untuk menumbuhkan kapasitas lokal untuk perdamaian (local capacity for peace), (Trijono,2007:66).

Implementasi perjanjian damai yang berhasil dilakukan sebagai salah satu elemen penentu berhasil tidaknya peace keeping dinilai telah berjalan dengan baik, dengan berbagai bukti yang telah dijabarkan. Operasionalisasi perjanjian damai yang cukup berhasil tidak dipungkiri merupakan hasil kerja keras dari berbagai aktor yang aktif dalam proses manajemen pasca konflik. Penelusuran dan identifikasi berbagai aktor yang berperan aktif dalam proses menjaga perdamaian mendapati bahwa ada dua aktor yang cukup berperan signifikan dalam proses menjaga perdamaian pasca konflik. Signifikasi peran yang terlihat

(5)

146

dimainkan oleh TNI dan Pihak kecamatan Probolinggo, kedua pihak terus berperan aktif dalam proses menjaga perdamaian, mulai dari proses implementasi perjanjian damai hingga melakukan improvisasi berbagai cara agar semua dapat berjalan dengan harmonis. Ketika menilik bahwa peran TNI yang begitu signifikan dalam proses menjaga perdamaian, merupakan salah satu hal yang biasa, karena menurut Galtung, operasioinalisasi peacekeeping berada dibawah tanggung jawab militer selain itu pada dasarnya tugas pokok dari TNI adalah menjaga kestabilan Negara. Sedangkan dari hasil rekonsiliasi disepakati oleh para warga Talang Sari dan Aktor negara menyepakati untuk memaafkan segala cerita kelam masa lalu, dan sesegera mungkin untuk merehabilitasi masyarakat korban Talang Sari, dan pada saat ini semua sudah kembali ke kehidupan mereka masing-masing.

Ketika damai dirasa telah stabil, proses panjang selanjutnya perlu dilakukan, terutama dalam proses mewujudkan perdamaian jangka panjang. Oleh karena itu, perlu adanaya penerapan Peace building terutama di daerah-daerah yang memiliki kerentanan konflik. Peace building berorientasi pada pembangunan segala bidang dan semua sektor guna menanggulangi segala macam potensi konflik. Dalam konteks proses pembangunan perdamaian pasca konflik di Lampung Timur memulai segalanya dengan membuat skenario atau rencana kedepan, skenario dibuat dan dihadirkan dalam bentuk Visi dan Misi Kabupaten Lampung Timur, baik jangka pendek hingga jangka panjang.

Visi dan misi yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lampung Timur Tahun 2005-2025. Visi dan Misi yang tertuang Dalam peraturan daerah yang mencakup berbagai macam tujuan yang berisi element-element penting yang dapat mewujudkan perdamaian jangka panjang di Lampung Timur. Secara garis besar, rencana panjang pemerintah daerah yang tertuang dalam peraturan daerah sudah cukup baik sistematis dan jelas. Karena setiap tujuan yang ingin dicapai telah dituangkan dalam peraturan daerah, maka ada kewajiban dari semua stakeholders untuk menuruti dan menerapkan segala peraturan dalam keadaan sehari hari. Tujuan akhir dari

(6)

147

peraturan daerah dalam hal perwujudan Visi dan Misi merupakan bingkai yang akan tetap terus menuntun setiap stakeholders dalam perjalanan pembuatan kebijakan-kebijakan kedepannya akan tetap dalam koridor yang telah dicanangkan sebelumnya.

Penguatan semua sektor kehidupan masyarakat merupakan target jangka panjang yang ingin dicapai. Namun, ada tiga target prioritas yang ingin diwujudkan dalam proses mengatasi berbagai akar masalah yang menjadi sumber konflik belakangan ini. Ketiga sektor yang menjadi fokus utama adalah, peningkatan sektor ekonomi, peningkatan kuantitas pendidikan serta didalamnya mencakup pemaksimalan pengajaran budaya lokal masyarakat serta peningkatan budaya sadar hukum dari masyarakat. Intensifitas pembangunan ke tiga sektor yang diterapkan di Lampung Timur merupakan upaya maksimal guna menghilangkan akar konflik secara menyeluruh. Karena mayoritas akar konflik yang selama ini menerpa, dikarenakan faktor struktural, seperti faktor ekonomi, keamananan dll.

Pemerintah Kabupaten Lampung Timur menyadari ketika penyelesaian akar konflik telah dicanangkan dalam proses jangka panjang. Mereka juga mengambil langkah cepat dan responsif terkait mengatasi konflik yang berbau SARA di Lampung Timur. Pembentukan lembaga yang khusus difokuskan pada pemeliharaan perdamaian terutama dalam hal mencegah sejak dini dan mengatasi segala kemungkinan ataupun dapat lebih baik mendeteksi segala potensi konflik yang berbau SARA merupakan langkah cepat dan tepat bila melihat apa yang sering terjadi di Lampung Timur. Dalam hal ini pembentukan (FKUB ), FKDM dan FPK diharapkan sangat efektif hadir dalam kehidupan masyarakat, lembaga tersebut dapat disebut sebagai community policing yang dimana menurut (Susan,2012:98) komunitas-komunitas dibentuk untuk ikut aktif menjaga keamanan sosial, melalui model community policing pihak berwajib akan dibantu oleh masyarakat untuk mengidentifikasi “provokator” atau individu yang cenderung berpotensi memobilisasi kekerasan kolektif.

Segala macam yang sudah dilakukan, pemerintah daerah maupun nasional dalam penangan konflik sosial, pasti berorientasi dengan suatu aturan. Dalam hal

(7)

148

ini Penanganan konflik sosial yang ada di Indonesia berpedoman pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan Konflik sosial serta tetap menggunakan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang Nomor 23 /Prp/1959 tentang Penanggulangan Keadaan Bahaya. Dalam Undang-Undang tersebut secara spesifik berisi terkait berbagai aturan penanganan konflik di era desentralisasi ini. Ada beberapa aspek yang berubah cukup signifikan seperti Dari Sentralisitik ke Desentralistik Dari Pendekatan Keamanan ke Pendekatan Kesejahteraan Dari Dominasi Negara/Pemerintah (Government Driven) menjadi urusan banyak orang, ada beberapa aspek yang sudah benar diterapkan dalam konflik di Lampung Timur, seperti desentralisasi penanganan konflik berada di pemerintah kabupaten, kemudian pendekatan perdamaian yang digunakan lebih cenderung ke persuasif. Namun ada satu aspek yang belum berubah secara penuh, dimana peran negara dalam hal penanganan konflik masih cukup dominan, dan belum sadarnya pemerintah untuk melibatkan masyarakat, ataupun adanya inisiatif masyarakat sendiri untuk melibatkan dalam perwujudan perdamaian jangka panjang.

Semua program yang sudah dijalankan ataupun sedang sedang dalam perencanaan jangka panjang telah berada dalam koridor yang tepat. Semua landasan yang dibangun berorientasi pada perubahan signifikan di tengah masyarakat, perubahan kualitas hidup masyarakat merupakan tujuan utama, perbaikan kualitas hidup masyarakat yang menjadi goal nya tentu merupakan improvisasi dari keadaan yang lebih baik dimasa depan. Tinggal bagaimana harapan besar yang ada dalam benak masyarakat akan benar-benar diwujudkan dengan pemaksimalan semua aktor dan segala aspek yang dapat mendorong dalam perwujudan pembangunan perdamaian. Dalam hal ini, aktor negara masih menjadi garda terdepan dalam proses mencapai kemakmuran perdamaian, karena semua kebijakan dan proses implementasi masih berada di kendali tangan negara. Dapat dilihat bahwa, peran masyarakat masih sangat minim dalam aksi lanjutan dalam perwujudan perdamaian jangka panjang, karena masyarakat tidak dilibatkan dalam merumuskan suatu kebijakan. Yang seharusnya semua

(8)

149

stakeholders harus dilibatkan dalam semua proses perdamaian, demi menampung seluruh aspirasi dan penanganan dapat dilakukan secara komprehensif.

Menurut Galtung, peran negara memang sangat dibutuhkan dalam proses perwujudan perdamaian jangka panjang, walaupun harus dengan menggunakan kekerasan/coercive. Namun, hal tersebut tidak dapat sepenuhnya diterapkan di Indonesia, terutama bila dibenturkan dengan sistem demokrasi yang dianut Indonesia, yang saat ini tidak lagi menganut sistem otoriter yang mana peran negara tidak lagi mutlak harus hadir di setiap sendi kehidupan masyarakat. Saat ini, peran yang lebih disarankan adalah memperkuat perdan civil society akan semakin memperkuat perdamaian serta adanya peran NGO yang lebih aktif

Pada akhirnya, temuan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut, manajemen pasca konflik yang dilakukan guna memutus rantai konflik di Lampung Timur, sudah terencana dan berjalan dengan baik, dimulai dari proses peace making, peace keeping dan peace building semua tahap tersebut telah tercermin dari setiap langkah yang diimplementasikan hingga saat ini. Dari keseluruhan proses manajemen pasca konflik dapat dikatakan bahwa negara masih menjadi aktor dominan (Government Driven) pada proses manajemen pasca konflik, hal tersebut dikarenakan negara merupakan pihak yang memiliki wewenang dan otoritas dalam membuat kebijakan dari suatu rencana kedepan. Namun, yang patut disayangkan adalah kurang signifikannya peran masyarakat yang dilibatkan/melibatkan diri dalam proses manajemen pasca konflik. Masyarakat masih dipandang hanya sebagai objek tujuan proses implementasi suatu kebijakan, bukan sebagai aktor penting yang harus diberdayakan dengan cara dimintai pertimbangannya, hal tersebut menjadi salah satu kekurangan yang ditemukan. Karena membangun suatu perdamaian seharusnya melibatkan semua pihak/multistakeholders dalam setiap tahap proses yang dilalui guna mewujudkan perdamaian jangka panjang.

5.3. SARAN

Dari serangkaian anlysis terhadap manajemen pasca konflik yang telah dilakukan di Kabupaten Lampung Timur, terutama terhadap studi kasus beberapa konflik konflik di Lampung Timur. Penulis dapat memberikan saran pada tataran

(9)

150

praktis terutama pada Pemerintah Kabupaten Lampung Timur. Konflik yang cukup sering terjadi di Lampung Timur seharusnya menjadi pelajaran berharga kedepannya terutama bagaimana langkah antisipatif sebelum munculnya konflik dipermukaan. Karena selama ini, konflik yang muncul seharusnya tidak sampai membesar dan dapat dicegah. Peran-peran intelejen daerah seharusnya dimaksimalkan masuk kedalam jejaring kehidupan masyarakat, sehingga potensi konflik dapat diredam terlebih dahulu.

Terkait perdamaian yang telah terwujud antara desa Negara Nabung dan Taman Asri, dapat dijaga keberlangsungannya, dengan cara mengutamakan koordinasi yang terus dibangun antara semua pihak. Mulai dari stakeholders pemerintahan yang terus bersinergi dan tidak lupa untuk tetap memaksimalkan peran masyarakat, karena selama ini, peran masyarakat tidak dimaksimalkan dalam proses manajemen pasca konflik. Karena melihat pentingnya sinergitas dari semua pihak dalam proses menjaga perdamaian yang diharapkan akan selalu langgeng dalam jangka waktu yang panjang.

Dalam tataran teoritik, masih banyak celah yang dapat dilihat dalam penelitian ini karena keterbatasan akses yang didapat peneliti. dan hal tersebut merupakan peluang untuk para peneliti kedepannya yang ingin konsen terhadap berbagai masalah konflik, terutama pada tahap pasca konflik terjadi. Limitasi tersebut dapat menjadi acuan ketika terkait peluang adanya penggunaan nilai lokal yang dapat dimaksimalkan dalam manajemen pasca konflik. Kemudian, penelitian selanjutnya dapat intensif terhadap kajian berbagai kebijakan yang mendorong proses perwujudan perdamaian jangka panjang. Terutama mengkaji bagaimana efektifitas penerapan kebijakan dalam masyarakat, karena dalam rentang waktu selama satu tahun pasca konflik terjadi, ada keterbatasan dan kesan terburu-buru apabila ingin menilai keberhasilan atau kegagalan dari sebuah program yang dicanangkan dalam jangka waktu yang panjang.

Referensi

Dokumen terkait

,"0 Setiap okter ang iterima sebagai staf meis rumah sakit iberikan kewenangan klinik oleh Direktur setelah memperhatikan rekomenasi ari Komite

Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 1 g ektrak kulit

5.3 Had Pindah Kredit Secara Vertikal yang boleh diberikan hendaklah tidak melebihi 30% (atau mengikut peratusan yang ditetapkan oleh Badan Profesional berkaitan) daripada

Berfungsi untuk memfasilitasi transmisi informasi, dimana perlengkapan komunikasi terdiri dari modem yang memfasilitasi transmisi data lewat jaringan telefon pada processor

profesional, saya rasa di Gorontalo belum ada peternakan sapi yang dikelola secara profesional oleh pemiliknya, Bagaimana peran Pemda dan Perbankan agar satu kata dalam

Oleh karena itu dalam program pelepasliaran burung kakatua hasil penyerahan masyarakat perlu dilakukan identifikasi secara morfologi dan teknik DNA molekuler untuk

Maka dari model regresi ini dapat disimpul- kan bahwa corporate governance (kepemilikan institusional, kualitas audit, komisaris independen, komite audit), profitabilitas

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kondisi operasi pembuatan sol-gel yaitu konsentrasi silika dalam sol terhadap diameter pori lapisan sol gel silika