• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan plasma nutfah sapi asli Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan plasma nutfah sapi asli Indonesia"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Bali

Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan plasma nutfah sapi asli Indonesia yang perlu dijaga kelestariannya. Sapi bali merupakan hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng (Bos javanicus) yang diperkirakan terjadi pada sekitar 3.500 tahun sebelum masehi (Ardika et al., 2012). Beberapa ahli meyakini bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi bali.

Menurut Williamson dan Payne (1993), sapi bali memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut:

Phylum : Chordata Sub-phylum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Sub-ordo : Ruminantia Family : Bovidae Genus : Bos

Species : Bos sondaicus

Kelebihan yang dimiliki oleh sapi bali, di antaranya terletak pada kemampuan reproduksinya yang tinggi, mampu menghasilkan kualitas daging dan karkas yang baik. Dengan manajemen pemeliharaan yang baik, pertambahan berat badannya bisa mencapai 0,7 kg/hari (Antara dan Sweken, 2012). Menurut Guntoro (2002), bila dibandingkan dengan sapi lokal Indonesia lainnya, sapi bali memiliki karkas yang kompak dan persentasenya lebih tinggi. Persentase produksi karkas yang tinggi menyebabkan cocok untuk dikembangkan sebagai sapi potong. Sebagai ternak penghasil daging, sapi bali tahan terhadap cuaca panas dan

(2)

adaptasi sapi bali terhadap lingkungan tropis (heat tolerance) sangat baik. Menurut Yupardi (2009), sapi bali memiliki daya cerna unsur nitrogen dalam hijauan bergizi rendah lebih tinggi dibandingkan sapi jenis lainnya, karena kadar urea darah sapi bali relatif tinggi.

Karakteristik fisik dari sapi bali diantaranya adalah memiliki ukuran badan sedang, berdada dalam, tidak berpunuk, kulitnya berwarna merah bata, cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam, kaki-kakinya ramping pada bagian bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor. Sapi bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi bali betina. Warna bulu sapi bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin (Williamson dan Payne, 1993).

2.2 Taenia Saginata 2.2.1 Gambaran Umum

Taenia saginata adalah cacing pita besar yang menyebabkan infeksi yang disebut taeniasis. T. saginata umumnya dikenal sebagai cacing pita daging sapi, telah diketahui sejak dahulu; akan tetapi identifikasi cacing tersebut baru menjadi jelas setelah tahun 1782, karena karya Goeze dan Leuckart (Gandahusada et al., 1988; Dharmawan, 1995).

(3)

Menurut Noble dan Noble (1989) taksonomi dari T. saginata adalah sebagai berikut: Filum : Platyhelminthes Kelas : Cestoidea Subkelas : Cestoda Ordo : Cyclophyllidea Famili : Taeniidae Genus : Taenia Spesies : saginata

Inang definitif dari cacing pita T. saginata adalah manusia, sedangkan hewan memamah biak dari keluarga bovidae, seperti sapi, kerbau dan lainnya adalah inang perantaranya. Nama penyakitnya disebut taeniasis saginata (Gandahusada et al., 1988).

2.2.2 Morfologi

Morfologi T. saginata dapat dilihat pada Gambar 2.1. T. saginata memiliki panjang 5-10 meter atau lebih. Terdiri atas kepala (skoleks), leher dan strobila. Skoleks mempunyai empat batil isap dengan otot-otot yang kuat tanpa kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan didalamnya tidak terlihat struktur tertentu. Strobila merupakan rangkaian ruas-ruas proglotid sebanyak 1000–2000 buah yang terdiri atas rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur), proglotid yang dewasa (matur) dan proglotid yang mengandung telur (gravid) (Soulsby, 1982; Noble dan Noble, 1989).

Segmen atau proglotid cacing ini dapat mencapai 2000 buah. Proglotid matur mempunyai ukuran panjang 3-4 kali ukuran lebar. Proglotid gravid paling ujung berukuran 0,5 cm x 2 cm. Lubang genital terletak di dekat ujung posterior

(4)

proglotid. Uterus pada proglotid gravid berbentuk batang memanjang di pertengahan proglotid, mempunyai 15–30 cabang di setiap sisinya. Proglotid gravid dilepaskan satu demi satu, dan tiap proglotid gravid dapat bergerak sendiri keluar anus (CFSPH, 2005). Menurut Zhongdao et al. (2009) ada sekitar 6 proglotid T. saginata yang masing-masing mengandung 80.000 – 100.000 telur keluar setiap hari melalui anus.

Telur cacing T. saginata berbentuk bulat, memiliki ukuran 30-40 µm, kulit sangat tebal, halus, dengan garis-garis silang. Warna kulit kuning gelap kecoklatan, isi terang abu-abu. Berisi masa bulat bergranula yang diliputi dengan membran yang halus, dengan tiga pasang kait berbentuk lanset yang membias, kadang-kadang telur berada mengambang didalam kantung yang transparan (Soeharsono, 2002). Kista Cysticercus bovis panjangnya berukuran 6 sampai 9 mm, dan diameternya sekitar 5 mm ketika sudah berkembang sempurna. Kista paling sering dijumpai pada otot masseter, jantung, dan pillar dari diafragma, walaupun mungkin pada hewan yang berat terinfeksi mungkin ditemukan pada otot skeletal (Soedarto, 2008).

Gambar 2.1. Morfologi T. saginata dan kista Cysticercus bovis (Zhongdao et al.,2009; Dasanayake,2011).

(5)

2.2.3 Siklus Hidup

Siklus hidup T. saginata dapat dilihat pada Gambar 2.2. Manusia terinfeksi karena makan daging sapi mentah atau kurang masak, yang mengandung larva sistiserkus. Di dalam usus manusia, skoleks akan mengadakan eksvaginasi dan melekatkan diri dengan alat isapnya pada dinding usus, lalu tumbuh menjadi cacing dewasa dan kemudian membentuk strobila. Dalam waktu 5-12 minggu atau 3 bulan, cacing T. saginata menjadi dewasa dan mampu memproduksi telur. Seekor cacing T. saginata dapat memproduksi 50.000 sampai 60.000 telur setiap hari.

(6)

Cacing dewasa hidup di dalam tubuh manusia pada usus halus. Cacing dewasa melepaskan segmen gravid paling ujung yang akan pecah di dalam usus sehingga telur cacing dapat dijumpai pada feses penderita. Apabila telur cacing yang matur mengkontaminasi tanaman rumput atau pun peternakan dan termakan oleh sapi, telur akan pecah di dalam usus hospes perantara dan mengakibatkan lepasnya onkosfer. Onkosfer menembus dinding usus, masuk ke dalam aliran darah, lalu menyebar ke organ-organ tubuh sapi, terutama otot lidah, leher, otot jantung, dan otot gerak. Dalam waktu 60 - 70 hari pasca infeksi, onkosfer berubah menjadi larva sistiserkus yang infeksius (Ideham dan Pusarawati, 2007; Zhongdao et al., 2009).

2.2.4 Pathogenesis dan Gejala Klinis

Infeksi T. saginata melalui oral karena memakan daging sapi yang mentah atau setengah matang dan mengandung larva C. bovis. Di dalam usus halus, larva itu menjadi dewasa dan dapat menyebabkan gejala gasterointestinal. Kebanyakan penderita taeniasis tidak menunjukkan gejala atau kalau ada hanya berupa keluhan ringan. Hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang yang terinfeksi T. saginata adalah keluarnya potongan proglotid dari anus. Oleh karena proglotid T. saginata motil (bergerak aktif), penderita merasakan adanya rangsangan di sekitar anus seperti ada cacing yang bergerak (Wittner et al., 2011). Selanjutnya dinyatakan bahwa symptom lain yang dikaitkan dengan infeksi taeniasis adalah rasa sakit pada abdomen, nausea, kelemahan, hilangnya nafsu atau meningkatnya nafsu

(7)

makan, sakit kepala, pusing, konstipasi, diare dan pruritis ani (Dharmawan, 1995; Wittner et al., 2011).

Gejala klinis taeniasis tergantung lokasi dari kista. Jika kista kecil dan tidak menekan organ tidak menunjukkan gejala klinis. Dalam kondisi alami kehadiran Cysticercus bovis pada otot sapi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda klinis. Begitu juga yang terjadi pada anak sapi yang diinfeksi telur T. saginata tidak menunjukkan tanda-tanda klinis (Urquhart, 1985). Namun, menurut Ofukwu (2009) pada sapi yang terinfeksi Cysticercus bovis dapat menyebabkan kekakuan otot, lelah, gejala saraf, kondisi tubuh menurun dan berdampak buruk pada karkas.

2.2.5 Epidemiologi

Kejadian taeniasis paling tinggi terjadi di negara Afrika, Asia Tenggara dan negara-negara di Eropa Timur. Di Indonesia terdapat tiga provinsi yang berstatus endemis taeniasis/sistiserkosis yaitu Sumatera Utara, Papua dan Bali (Simanjunak et al., 1997; Margono et al., 2001; Ito et al., 2004). Kasus taeniasis juga pernah dilaporkan terjadi di Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, NTT dan Kalimantan Barat.

Indonesia termasuk daerah endemis taeniais. Menurut Wandra et al., (2007) kasus taeniasis dilaporkan di empat kabupaten di Bali (Gianyar, Badung, Denpasar, Karangasem) sejak tahun 2002-2005. Dari 540 orang yang disurvei, prevalensi taeniasis T. saginata berkisar antara 1,1%-27,5%. Prevalensi taeniasis T. saginata meningkat secara drastis di Gianyar. Prevalensinya pada tahun 2002

(8)

(25,6%) dan tahun 2005 (23,8%), meningkat dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya pada tahun 1977 (2,1%) dan 1999 (1,3%) (Simanjuntak et al., 1997; Sutisna et al., 2000). Sementara itu, hasil survei yang dilakukan di Bali pada tahun 2002-2009, dilaporkan ada 80 kasus taeniasis T. saginata dari 660 orang yang diperiksa (Wandra et al., 2006; 2007; 2011).

2.2.6 Diagnosis

Di setiap Negara memiliki peraturan yang berbeda mengenai pemeriksaan karkas. Menurut Urquhart (1985), predileksi Cysticercus bovis yang paling umum terdapat pada otot pipi, lidah, hati, diafragma, otot trisep dan otot-otot intercostal.

Telur berbentuk bulat, dengan ukuran 30-40 µm dan tertutup oleh cangkang yang tebal. Biasanya, proglotid berwarna kekuningan dan menyerupai mie yang didalamnya mengandung telur. Proglotid juga dapat ditemukan di pakaian dalam, dan bisa muncul dari anus tanpa disadari oleh pasien. Dalam kebanyakan kasus, proglotid ditemukan sebagai segmen tunggal (Krauss, 2003) Pada T. saginata memiliki cabang uterus 15-30 buah pada setiap sisi dari batang sentral, berbeda dengan T. solium yang memiliki cabang uterus hanya 7-12 buah pada setiap sisi dari batang sentral (Urquhart, 1985).

2.3 Leukosit

Leukosit atau sel darah putih berasal dari bahasa Yunani leuco artinya putih dan cyte artinya sel (Dharmawan, 2002). Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini dibentuk sebagian di

(9)

sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe yang kemudian diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan (Guyton, 1997). Leukosit memiliki bentuk yang khas. Pada keadaan tertentu inti, sitoplasma, dan organelnya mampu bergerak. Kalau eritrosit bersifat pasif dan melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah, leukosit mampu keluar dari pembuluh darah menuju jaringan dalam melakukan fungsinya. Masa hidup leukosit bervariasi. Jumlah seluruh leukosit jauh dibawah eritrosit dan bervariasi tergantung jenis hewannya. Fluktuasi jumlah leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu , seperti : stres, aktivitas fisiologi, gizi, dan umur ( Dharmawan, 2002).

Leukosit dibagi kedalam dua kelas berdasarkan penampakan histologis yaitu granulosit dan agranulosit. Leukosit granulosit mempunyai nukleus tidak berlobus dan tidak mempunyai granul sitoplasma. Leukosit agranulosit mempunyai nukleus tidak berlobus dan tidak mempunyai granul sitoplasma. Leukosit granulosit terdiri dari neutrofil, basofil, dan eosinofil. Leukosit agranulosit meliputi monosit dan limfosit. Leukosit yang granulosit dan monosit dibentuk di sumsum tulang, sedangkan limfosit di produksi dalam berbagai organ limfogen. Semua sel-sel ini bekerja bersama-sama melalui dua cara untuk mencegah penyakit : 1) dengan benar-benar merusak bahan yang menyerbu melalui proses fagositosis dan 2) dengan membentuk antibodi dan limfosit yang peka, salah satu atau keduanya dapat menghancurkan atau membuat penyerbu tidak aktif ( Guyton, 1997)

(10)

2.3.1 Neutrofil

Neutrofil merupakan leukosit polymorphonuklear pseudoesinophilic granulosit (Sturkie and Grimminger, 1976). Granul dari neutrofil berbentuk batang ataupun kumparan. Leukosit ini intinya terkadang jelas berwarna merah tua dan granul seperti bola (Bacha and Linda, 2000). Neutrofil ini cenderung bulat dengan sitoplasma yang berwarna lebih muda yaitu eosinofilik. Neutrofil mempunyai inti berlobus (biasanya dua atau tiga lobus) yang kasar, kromatin berumpun yang berwarna ungu. Inti neutrofil hampir sebagian tertutupi oleh granul sitoplasma (Campbell, 1995). Menurut Samuelson (2007) intinya bersifat polimorfonuklear dimana mempunyai paling banyak lima lobus. Fungsi utama dari sel ini adalah penghancur bahan asing melalui proses yang disebut fagositosis. Sel leukosit ini tertarik pada perbagai produk bakteri, berbagai produk yang dilepaskan oleh sel yang rusak dan berbagai produk reaksi kekebalan. Neutrofil memiliki sediaan cadangan energi yang terbatas, yang tidak dapat diisi kembali. Karena itu, walaupun neutrofil dapat sangat aktif segera, akan cepat lelah dan hanya mampu berbuat sejumlah batas peristiwa fagositosis (Tizard, 1988). Neutrofil dikenal sebagai “first line defense” yaitu sebagai sistem pertahanan pertama (Dharmawan, 2002).

Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2010), neutrofil kadang disebut “Soldiers of The Body” karena merupakan sel pertama yang dikerahkan ke tempat bakteri masuk dan berkembang dalam tubuh. Neutrofil merupakan sebagian besar dari leukosit dalam sirkulasi. Biasanya hanya berada dalam sirkulasi kurang dari

(11)

7-10 jam sebelum bermigrasi ke jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam jaringan.

Menurut Dharmawan (2002), neutrofil pada sapi pada membran inti terdapat satu atau lebih lekukan, tanpa filament dan granula-granulanya kurang jelas dengan warna sitoplasmanya orange. (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Neutrofil pada sapi

2.3.2 Eosinofil

Eosinofil adalah granulosit polimorfonuklear eosinofilik dengan ukuran yang hampir sama dengan neutrofil. Granulosit berbentuk bulat dan relatif luas (Sturkie and Grimminger, 1976). Inti eosinofil lebih sedikit jika dibandingkan dengan neutrofil (Samuelson, 2007) dan lobulasinya lebih kasar dan kromatinnya berumpun berwarna ungu terkadang juga terlihat berwarna sedikit biru serta lebih terlihat jika dibanding neutrofil. Diameter dari eosinofil kira-kira 7 μm (Aughey and Fredric, 2001). Sitoplasmanya warnanya lebih bersih, biru pucat sedangkan granulnya bentuknya lebih terang dan cendrung kurang berada ditengah

(12)

dibandingkan dengan neutrofil (Campbell, 1995). Jumlah eosinofil dalam aliran darah berkisar antara 2 sampai 8 % dari jumlah leukosit. Sel ini berkembang dalam sumsum tulang sebelum bermigrasi ke dalam aliran darah (Tizard, 1988).

Jangka hidup sel ini 3 sampai 5 hari. Eosinofil ini berperan aktif dalam mengatur proses alergi akut dan proses perdarahan, mengatur infestasi parasit, dan memfagositosis bakteri, antigen-antibodi komplek, dan mikoplasma. Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2010), eosinofil juga dapat berfungsi sebagai fagosit. Eosinofil dapat pula dirangsang untuk degranulasi, imunitas parasit dan memiliki berbagai reseptor.

Menurut Tizard (1988) eosinofil memiliki 2 fungsi istimewa pertama mampu menyerang dan menghancurkan larva cacing (parasit) yang menyusup, kedua enzim eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil pada proses hipersensivitas tipe 1.

Menurut Dharmawan (2002), jumlah eosinofil akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama stres berkepanjangan. Selain itu eosinofil juga membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi. Eosinofil pada sapi kecil dan bulat, memenuhi sel dan warnanya orange terang (Gambar 2.4).

(13)

Gambar 2.4. Eosinofil pada sapi

2.3.3 Basofil

Basofil adalah granulosit yang bersifat polymorphonuklear basofilik yang bentuk dan ukurannya hampir sama dengan neutrofil (Sturkie and Grimminger, 1976). Granulosit ini cenderung menjadi sel yang bulat dengan sebuah inti bulat ditengah. Intinya berwarna biru dan sering ditutupi oleh granul sitoplasmik (Campbell, 1995). Basofil lebih mudah dibedakan dari dua tipe sebelumnya (Samuelson, 2007) karena intinya biasanya tidak ada lobulasi (Bacha and Linda, 2000). Basofil adalah leukosit yang jumlahnya paling rendah sekitar 0,5 – 1,5% dari seluruh leukosit dalam aliran darah. Diameter basofil adalah 10 -12 μm (Dharmawan, 2002).

Sel leukosit ini mengandung heparin, histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotaktik. Heparin berfungsi untuk mencegah pembekuan darah, sedangkan histamin berfungsi untuk menarik eosinofil. Basofil berperan sebagai mediator untuk aktifitas pembarahan dan alergi, memiliki reseptor immunoglobulin E (IgE) dan immunoglobulin G (IgG)

(14)

yang menyebabkan degranulasi dan membangkitkan reaksi hipersensitif dengan sekresi yang bersifat vasoaktif (Dharmawan, 2002).

Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna kuat dengan zat warna yang bersifat basofili seperti hematoksilin. Diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm. Basofil berfungsi untuk membangkitkan perdarahan akut pada tepat deposisi antigen. Basofil juga berperan dalam respon alergi. (Tizard, 1988). Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2010), basofil diduga juga dapat berfungsi sebagai fagosit, tetapi yang jelas sel terinfeksi melepas mediator inflamasi. Menurut Dharmawan (2002), basofil pada sapi granulanya berwarna ungu. ( Gambar 2.5)

(15)

2.3.4 Monosit

Monosit merupakan leukosit yang terbesar yang berdiameter 15 – 20 μm dan jumlahnya 3–9 % dari seluruh leukosit (Dharmawan, 2002). Inti kromatinnya cenderung lebih meyatu. Dan pada sitoplasma terlihat adanya vakuola (Bacha and Linda, 2000) dan seperti berbusa (Samuelson, 2007).

Monosit berperan sebagai prekusor untuk makrofag dimana sel ini akan mencerna dan membaca antigen (Samuelson, 2007). Aktivitas fagositosis dari monosit tergantung pada bahan yang akan difagosit (Tizard, 1988). Monosit berperan sebagai APC (Antigen Presenting Cell), mengenal, menyerang mikroba dan sel kanker dan juga memproduksi sitokin, mengerahkan pertahanan sebagai respon terhadap infeksi. Monosit juga berperan dalam remodeling dan perbaikan jaringan. Sel-sel imun non spesifik ada dalam darah untuk 10 jam sampai dua hari sebelum meninggalkan sirkulasi darah. Selanjutnya monosit bermigrasi ke tempat tujuan di berbagai jaringan untuk berdiferensiasi sebagai makrofag jaringan spesifik dengan berbagai fungsi ( Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

Menurut Dharmawan (2002), monosit darah tidak pernah mencapai dewasa penuh sampai bermigrasi ke luar pembuluh darah dan masuk ke jaringan. Dan kemudian menjadi sel ini menjadi makrofag tetap (fixed macrophage) dalam jaringan seperti sinusoid hati, sumsum tulang, alveoli paru -paru, dan jaringan limfoid. Monosit lebih sering terletak dekat pembuluh darah. Monosit pada sapi sitoplasmanya berwarna abu-abu kebiruan dan terdapat vacuola-vacuola pada sitoplasma dan terlihat dengan jelas (Gambar 2.6).

(16)

Gambar 2.6. Monosit pada sapi

2.3.5 Limfosit

Limfosit adalah leukosit yang ukurannya bervariasi dari yang kecil sampai yang besar seperti pada mamalia (Bacha and Linda, 2000). Sel Ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu kecil, sedang dan besar tetapi yang banyak di peredaran darah adalah yang berukuran kecil dan sedang (Campbell, 1995). Intinya bulat dan beberapa tepinya berlekuk (Samuelson, 2007). Pola kromatinnya cukup kasar dan menyatu (Bacha and Linda, 2000). Sitoplasmanya merupakan kurang basofilik dan pada salah satu sisi tepi nukleusnya menepi (Sturkie and Grimminger, 1976). Menurut Guyton (1997), limfosit dibentuk di jaringan limfoid seperti daun payer, limpa, tonsil, timus dan bursa fabricius.

Menurut Dharmawan (2002), pada preparat ulas darah yang diwarnai, dapat dibedakan limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit besar merupakan bentuk yang belum dewasa dan sering disebut dengan prolimfosit atau sel blast besar. Populasi dari limfosit dalam darah ada 2 tipe sel yaitu sel T dan sel B. Limfosit T diperkirakan proporsinya adalah 70-75% dari seluruh jumlah limfosit

(17)

sedangkan jumlahnya antara 10–20% dari jumlah seluruh limfosit. Limfosit B berfungsi sebagai imunitas humoral yang mampu menyerang agen penyerbu. Limfosit T berperan sebagai imunitas sel yang diperoleh dari pembentukan limfosit teraktivasi yang mampu menghancurkan benda asing (Guyton, 1997).

Menurut Dharmawan (2002), limfosit pada sapi sitoplasma berwarna sedikit kebiruan, intinya bulat dengan kromatin bergerombol dan jelas (Gambar 2.7).

Gambar

Gambar 2.1. Morfologi T. saginata dan kista Cysticercus bovis   (Zhongdao et al.,2009; Dasanayake,2011)
Gambar 2.3 Neutrofil pada sapi
Gambar 2.4. Eosinofil pada sapi
Gambar 2.6. Monosit pada sapi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penulis tertarik untuk menerjemahkan beberapa peribahasa yang berhubungan dengan angka atau jumlah yang ada dalam Doraemon no

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No KEP-117/M- MBU/2002 Pasal 1, Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN

Dari gambar di atas juga bisa dilihat semakin besar nilai asymmetric factor maka semakin kecil ujung profil roda gigi yang dibentuk, sedangkan pada bagian akar

Akta pemberitahuan permintaan banding yang dibuat dan ditanda tangani oleh Wakil Panitera Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor : 68/Akta.Pid/2011/ PN-Rap yang menerangkan

Setiap aktifitas memiliki masing-masing tujuan yang pada intinya bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa melalui pendekatan PMR pada materi bangun

Dengan kata lain, yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah rumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari oleh

Oleh karena itu, bahasa lain selain bahasa pertama disebut bahasa kedua atau juga disebut sebagai bahasa target untuk membedakan antara bahasa kedua dan bahasa

3) Daftar Nilai Hasil Ujian Akhir Sekolah Berstandart Nasional yang selanjutnya disebut dengan DNHUASBN, adalah daftar nilai mata pelajaran yang didapat dari hasil Ujian Akhir