• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab Dua Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab Dua Tinjauan Pustaka"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Bab Dua

Tinjauan Pustaka

Pengantar

Dalam bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang dipakai sebagai landasan pemikiran teoritis mengenai partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Selanjutnya konsep pemikiran teoritis yang telah dikembangkan dari literatur-literatur tersebut akan membantu penulis menganalisa hasil penelitian mengenai keterlibatan masyarakat dalam rencana pembangunan PLTP di Desa Idamdehe, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa konsep yang dianggap relevan, yaitu teori tentang partisipasi, persepsi, sikap, resistensi, dan konsep pembangunan berkelanjutan.

Partisipasi

Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat lokal dalam menetapkan dan melaksanakan agenda mereka, sehingga kontrol berada pada masyarakat lokal. Dalam aksinya, masyarakat lokal melakukan aksi kolektif (Nemarundwe dan Richards, 2002: 169). Menurut Uphoff dan Cohen (dalam Ife, 2008: 296), partisipasi menekankan pada peran rakyat dalam pengambilan keputusan. Sejalan dengan pemikiran Uphoff dan Cohen, Kartasasmita1 mengatakan bahwa peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya merupakan unsur yang sungguh penting, Pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa agar pembangunan dapat berhasil, partisipasi masyarakat amat

(2)

diperlukan. Partisipasi harus dilandasi oleh kesadaran, bukan karena paksaan.

Kerstan, (dalam Nemarundwe dan Richards, 2002 : 170-171), memaparkan ada tingkatan-tingkatan yang harus dilalui untuk mencapai aksi kolektif dalam kegiatan pasrtisipasi atau lebih dikenal dengan sebutan “The Ladder Of Participation”. Berikut merupakan ilustrasi gambar tentang “The Ladder Of Participation”, yaitu:

Sumber: Kerstan, (dalam Nemarundwe dan Richards, 2002)

Berdasarkan gambar di atas dapat disampaikan sebagai berikut: Tangga pertama, partisipasi pasif, yaitu dalam tahapan ini respon masyarakat terhadap tingkatan berpartisipasi masih menerima informasi. Tangga kedua, berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan, yaitu masyarakat berpartisipasi disebabkan adanya manfaat yang akan diterima jika mereka berpartisipasi. Tangga ketiga, kerjasama, yaitu respon masyarakat positif sehingga adanya kerjasama yang dihasilkan. Tangga keempat, konsultasi, yaitu masyarakat membutuhkan konsultasi terhadap kegiatan yang akan diambil/buat. Tangga kelima, kolaborasi. Kolaborasi adalah adanya kerja sama antara

(3)

aksi kolektif atau aksi bersama, yaitu tingkatan partisipasi yang mengikutsertakan masyarakat secara bersama-sama dengan pihak luar dalam perencanaan serta pengambilan keputusan. Dalam tulisan Nemarundwe dan Richards (2002), tentang “The Ladder Of Participation”, partisipasi dipahami sebagai dinamika yang menuju arah positif, karena konsep pendekatan pembangunan yang digunakan adalah Bottom Up. Partisipasi masyarakat dalam penelitian Nemarundwe dan Richards, tegas karena masyarakat lokal dapat memetakan kebutuhan mereka sendiri tanpa adanya intervensi dari pihak luar, sehingga pembangunan dan program yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal.

Akan tetapi menurut Syahdan (dalam Riansyah, 2012: 33), dia mengingatkan dalam tulisannya bahwa perlunya bersikap hati-hati terhadap konsep partisipasi. Ada beberapa hal yang perlu dicermati tentang pemaknaan partisipasi, yaitu: a). Partisipasi bukan mobilisasi dan sosialisasi. Artinya partisipasi sering dianggap sebagai kehadiran masyarakat secara massal atau menggerakan orang untuk berkumpul dan melakukan sesuatu (mobilisasi), kebijakan publik dianggap sudah partisipatif tatkala publik berkumpul bukan pada forum permusyawaratan, akan tetapi pada forum sosialisasi. b). Partisipasi tidak terhenti pada kerangka keterwakilan formal prosedural. Meski partisipasi harus diwadahi dalam berbagai prosedur komunikasi, bukan berarti mekanisme pengorganisasian opini publik hanya berada dalam prosedur formal. Ruang partisipasi seharusnya diperlebar sampai batas terluar dari kekuasaan komunikatif, yakni suara-suara bawah, media massa, serta berbagai aspirasi dan opini publik di forum warga. Keterwakilan dalam proses komunikasi publik dalam masyarakat majemuk harus terbuka secara kritis. c). Partisipasi sebagai agama baru. Paradigma partisipatif pada hakikatnya menggeser bandul orientasi perbincangan tentang pembangunan dari negara dan pasar kepada civil society. Namun bukan berarti semua yang dari masyarakat adalah benar dan sahih. Dalam pencapaian konsesus pembangunan tidak bisa dianggap bahwa kepentingan masyarakat selalu menjadi premis mayor dalam proses diskursif dan sementara kepentingan negara dianggap premis minor. d). Partisipasi bukan hanya vote, tapi juga voice.

(4)

Demokrasi deliberatif memang lekat dengan dihasilkannya konsesus-konsesus bersama. Namun bukan berarti proses mewujudkannya dilakukan dengan pendekatan efektif dan efisien seperti dalam logika produksi. Partisipasi bukan hanya masalah keterlibatan publik untuk memberikan pilihan (vote) namun lebih menekankan pada penyampaian aspirasi (voice) dan mendiskursifkannya secara berkualitas. Sebuah kesepakatan perencanaan pembangunan lebih baik tertunda karena alasan belum maksimal proses diskursifnya, dari pada dihasilkan secara efektif dan efisien namun berpotensi merugikan banyak kelompok kepentingan.

Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Nemarundwe dan Richards (2002) tentang “The Ladder Of Participation” dan menurut pemikiran Arnstein (dalam Ife, 2008, 299: 300), tentang “Jenjang Partisipasi Warga Negara”. Arstein (1969),

Dari topologi ini, jelaskan bahwa apa yang mungkin dikatakan sebagai partispasi dapat berkisar dari manipulasi oleh pemegang kekuasaan sampai kepada warga negara yang memiliki kontrol terhadap keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka, yang bervariasi menurut tingkat kontrol.

Kontrol warga negara Manipulasi Kekuasaan didelegasikan Kemitraan menenangkan konsultasi menginformasikan terapi Derajat kekuatan warga negara Derajat tokenisme Non- partisipasi

(5)

Persepsi

Menurut Liliweri (1997:138), kata persepsi seringkali dimaknai dengan pendapat, sikap, penilaian, perasaan dan lain-lain. Yang pasti, tindakan persepsi, penilaian, perasaan, bahkan sikap selalu berhadapan dengan suatu objek atau suatu peristiwa tertentu. Persepsi selalu menggambarkan pengalaman manusia tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi atau menafsirkan pesan tentang objek tersebut.

Persepsi individu tidak hadir sendiri tetapi terdiri dari beberapa bagian, yakni sensasi, atensi, ekspektasi atau harapan, motivasi dan memori. Berikut ini merupakan pembahasannya, yaitu :  Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, tidak

memerlukan uraian verbal, simbolis atau konseptual yang berhubungan dengan kegiatan indera. Sensasi berkaitan erat dengan cara indera manusia yang menangkap stimulus atau rangsangan dari objek atau dunia empiris.

 Atensi merupakan dampak dari sensasi yang mempengaruhi cara berpikir berdasarkan objek yang diterima oleh indera. Atensi selalu fokus pada indera mata, dan mengesampingkan peran indera lainnya untuk menangkap stimulus.

 Ekspektasi sama dengan harapan. Ekspektasi sering timbul setelah kita menangkap stimulus atau sering mengharapkan apa yang bakal terjadi setelah indera menangkap stimulus.

 Motivasi adalah dorongan batin internal untuk mewujudkan harapan.

 Memori adalah dicatat dalam ingatan semua stimulus mulai dari sensasi, atensi, ekspektasi atau harapan dan motivasi. Akhirnya persepsi hanya sampai pada tahap menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

(6)

Persepsi (perception) adalah proses individu mengatur dan menginterpertasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul (Robbins dan Judge. 2008 : 175)

Sering timbulnya perbedaan persepsi tersebut di pengaruhi oleh faktor-faktor yang terletak dalam pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan atau dalam konteks situasai di mana persepsi tersebut dibuat. Berikut merupakan tabel tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.

Sumber : Robbins dan Judge, 2008:176

Gambar 2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Faktor-faktor dalam diri si pengarti :

 Sikap-sikap  Motif-motif  Minat-minat  Pengalaman  Harapan-harapan Faktor-faktor dalam situasi  waktu  keadaann kerja  keadaan sosial

Faktor-faktor dalam diri target :

 Sesuatu yang baru

 Gerakan  Suara  Ukuran  Latar belakang  Kedekatan  kemiripan Persepsi

(7)

Dalam tabel di atas dapat dipahami bahwa banyak faktor yang dapat membentuk dan terkadang mengubah persepsi. Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu self factor, situation dan faktor-faktor dalam diri target. Hal tersebut yang akhirnya membuat persepsi masing-masing individu terhadap objek menjadi berbeda satu dengan yang lainnya, walaupun individu melihat objek yang sama.

Sikap

Menurut Sarwono dan Meinarno (2009), Sikap berasal dari bahasa Latin aptus, yang berarti dalam keadaan sehat dan siap melakukan aksi/tindakan. Secara harfiah, sikap dipandang sebagai kesiapan raga yang dapat diamati. Menurut Allport (dalam Sarwono dan Meinarno, 2009: 81) sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang bersama dengan pengalaman individual masing-masing, mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi.

Makna sikap, lebih dari sekedar menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Liliweri (1997:140), sikap adalah sebuah penilaian yang relatif bertahan. Penilaian itu bisa bersifat positif atau negatif yang berkaitan dengan kepercayaan, perasaan atau emosi, dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Sikap merupakan konsep yang dibentuk oleh 3 komponen, yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Ketiga komponen tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut :

 Komponen kognitif berisi tentang semua pemikiran serta ide-ide yang berkenaan dengan objek sikap. Isi pemikiran seseorang meliputi hal-hal yang diketahuinya mengenai objek sikap, yaitu dapat berupa tanggapan atau keyakinan, kesan dan penilaian terhadap objek sikap tadi.

(8)

 Komponen afektif meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap objek sikap. Adanya komponen afeksi dari sikap dapat diketahui melalui perasaan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang atau objek sikap. Isi perasaan atau emosi pada penilaian seseorang terhadap objek sikap inilah yang menjadi suatu pendorong atau kekuatan untuk bertindak.

 Komponen perilaku dapat diketahui melalui respon subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respon tersebut dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati, dan dapat berupa intensi2 atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek sikap. Jika intensinya positif maka respon yang diberikan pun akan positif. Sebagai contoh adanya partisipasi dan dukungan yang diberikan dalam suatu kegiatan. Sedangkan jika intensinya negatif maka respon yang di berikan pun akan negatif karena adanya kecenderungan untuk menjauhi atau tidak berpartisipasi dan memberikan dukungan terhadap suatu kegiatan.

Menurut Farhati (1995), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap yang diberikan terhadap lingkungan, yaitu :  Faktor kepribadian

Respon yang dilakukan biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan individu terhadap objek, serta adanya intervensi pengetahuan yang berasal dari pengalaman orang lain. Hal inilah yang akan menentukan sikap seseorang terhadap lingkungannya.

 Faktor demografis

Respon yang diberikan terhadap lingkungan akan bersifat positif karena adanya pengetahuan yang dimiliki oleh individu, biasanya hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan individu yang tinggi. Sebaliknya respon yang diberikan akan bersifat negatif untuk individu yang memiliki ciri sebaliknya.

(9)

 Faktor sistem nilai

Perbedaan nilai yang dianut seseorang akan mempengaruhi penilaian seseorang terhadap sesuatu. Nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh orang tua tentang bagaimana berinteraksi dengan lingkungan, akan mempengaruhi pandangan dan tindakan seseorang, terhadap lingkungan sekitarnya.

Resistensi

Definisi resistensi

Menurut Hujatnikajenong (dalam Adlin, 2006:176), resistensi merupakan konsep yang sangat luas, walaupun demikian pada dasarnya ingin menjelaskan terjadinya perlawanan yang dilakukan subaltern atau mereka yang tertindas, karena ketidakadilan dan sebagainya. Resistensi juga dapat dilihat sebagai materialisasi atau perwujudan yang paling aktual dari hasrat untuk menolak dominasi pengetahuan atau kekuasaan.

Menurut Barnard dan Jonathan (Suriadi, 2008), resistensi merupakan suatu perlawanan ataupun penolakan untuk memprotes perubahan-perubahan yang terjadi dan yang tidak sesuai.

Lebih jauh Piderit (2000), menambahkan bahwa resistensi merupakan sebagai respon negatif ketika menghadapi perubahan yang berasal dari tiga dimensi, yaitu komponen afektif, komponen kognitif dan komponen perilaku. Komponen afektif melihat bagaimana perasaan ketika terjadi perubahan, kemudian komponen kognitif mengarah pada pikiran ketika terjadi perubahan, dan komponen perilaku yang mencakup tindakan yang memberi respon pada perubahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa resistensi adalah kecenderungan individu untuk menghindari atau menolak perubahan yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu: komponen kognitif, afektif, dan perilaku yang direpresentasikan melalui serangkaian respon negatif terhadap perubahan.

(10)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resistensi

Menurut Suriadi (2008), resistensi dapat diakibatkan oleh tiga faktor. Pertama, faktor sosio-psikologis yakni keadaan sosial yang mempengaruhi psikologis, Kedua, faktor sistem budaya yang sudah tidak sesuai lagi tatanan nilai dan norma. Ketiga, faktor struktural yakni adanya kondisi struktural (sosial politik).

Smelser (dalam Sihbudi dan Nurhasim, 2001) menyatakan bahwa gerakan sosial seperti perlawanan ataupun resistensi ditentukan oleh lima faktor. Pertama, daya dukung (structural condusiveness) yaitu suatu perlawanan akan mudah terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang berpotensi untuk melakukan suatu gerakan massa secara spontan dan berkesinambungan (seperti lingkungan kampus, buruh, petani, dan sebagainya). Kedua, adanya tekanan-tekanan struktural (struktural strain) akan mempercepat orang untuk melakukan gerakan massa secara spontan karena keinginan mereka untuk melepaskan diri dari situasi yang menyengsarakan. Ketiga, menyebarkan informasi yang dipercayai oleh masyarakat luas untuk membangun perasaan kebersamaan dan juga dapat menimbulkan kegelisahan kolektif akan situasi yang dapat menguntungkan tersebut. Keempat, faktor yang dapat memancing tindakan massa karena emosi yang tidak terkendali (triggering incidence), seperti adanya rumor atau isu-isu yang bisa membangkitkan kesadaran kolektif untuk melakukan perlawanan. Kelima, upaya mobilisasi orang-orang untuk melakukan tindakan yang telah direncanakan (mobilization for actions).

Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Hardjosoemantri (2000)3, Konsep pembangunan berkelanjutan dipopulerkan melalui laporan WCED4 berjudul “Our Common Future” (Hari depan kita bersama) yang diterbitkan pada

(11)

tahun 1987. Laporan ini mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan mengenal tiga pilar utama, yaitu: ekonomi, lingkungan dan sosial. Menurut Djajadiningrat (2005), pembangunan yang berkelanjutan harus memperhatikan aspek keberlanjutannya, yaitu: keberlanjutan ekologi, keberlanjutan di bidang ekonomi, keberlanjutan sosial dan budaya, keberlanjutan politik dan keberlanjutan pertahanan keamanan.

Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan maka berdasarkan Deklarasi Rio pada tahun 1992, PBB menawarkan 27 principle of rio declaration. Diantaranya yaitu : (principle 1), Human beings and the environment. (principle 2) Prevention. (principle 3) From a right to development to intergenerational equity. (principle 4) Sustainable development through integration. (principle 5) Poverty eradication. (principle 6) Special situation of developing countries. (principle 7) Common but differentiated responbilities. (principle 8) Sustainable patterns of production and comsumption and demographic policies. (principle 9) Science and technology. (principle 10) Public participation. (principle 11 ) Environmental legislation. (principle 12) The environmental and trade. (principle 13) Liability and compensation. (principle 14) Dangerous activities and substances. (principle 15) Precaution. (principle 16) The polluter-pays principles. (principle 17) Environmental impact assessment. (principle 18) Notification and assistance in case of emergency. (principle 19) Notification and consultation on activities with transboundary impact. (principle 20) The role of woman. (principle 21) The role of youth. (principle 22) Indigenous people and sustainable development. (principle 23) The enviroment of oppresed peoples. (principle 24) The enviroment in armed conflict. (principle 25) Peace, development and

(12)

environmental protection. (principle 26) International environmental dispute settlement. (principle 27) Cooperation in a spirit of global parthership.

Gambar

Gambar 2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Faktor-faktor dalam diri si pengarti :

Referensi

Dokumen terkait

fluida yang dihasilkan prototype turbin pelton Dari gambar grafik hubungan diatas, diperoleh debit aliran fluida yang bervariasi dari ketiga penggunaan nozzle dan

PCA = pelvic caudal space, diukur mulai dari bagian pangkal belakang sirip perut tengah sampai bagian pangkal depan ekor bawah (Gambar 2).. VCL = vent caudal

Prioritas utama strategi pengembangan agribisnis jeruk pamelo bageng taji di Kabupaten Pati adalah potensi lahan yang dimiliki dengan menggunakan varitas unggul nasional

Dalam penelitian ini, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa berapa besar kombinasi variabel independen yang terdiri dari profitabilitas, ukuran

Berdasarkan hasil penelitan tentang peningkatan aktivitas belajar peserta didik pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan menggunakan diskusi kelompok

Pada penelitian ini responden dalam memberikan porsi MP-ASI tidak sesuai.Ini disebabkan karena pengetahuan ibu tentang pola pemberian MP-ASI yang masih kurang,

Segmentasi pasar adalah prosoes menempatkan konsumen dalam subkelompok di pasar produk, sehingga para pembali memiliki tanggapan yang hampir sama dengan strategi

langsung menyajikan informasi tentang biaya tenaga kerja langsung yang harus dikeluarkan dalam satu periode anggaran untuk menunjang proses kegiatan produksi perusahaan.. Biaya