• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang paling sering digunakan (Toyang dan Verpoorte, 2013). Daun Afrika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang paling sering digunakan (Toyang dan Verpoorte, 2013). Daun Afrika"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

Vernonia amygdalina merupakan salah satu jenis dari genus Vernonia yang paling sering digunakan (Toyang dan Verpoorte, 2013). Daun Afrika ternyata sudah dikenal sejak dulu oleh masyarakat di Cina sebagai tanaman obat yang sangat mujarab. Mereka menyebutnya Nan Fei Shu dan di sebagian daratan Cina ada yang menyebut Nan Hui Ye. Konon tanaman ini digunakan oleh kalangan petinggi di lingkungan kekaisaran Cina sebagai obat untuk berbagai penyakit (Anonim, 2010). Daun Afrika dapat juga ditemukan di rumah-rumah maupun desa-desa sebagai tanaman pagar dan pot (Akpaso, et al., 2011).

2.1.1 Habitat

Daun Afrika tumbuh di beberapa bagian Afrika, termasuk daerah tropis dan terutama Afrika Selatan, Zimbabwe, dan Nigeria (Gresham, et al., 2008). Daun Afrika juga dapat tumbuh liar ataupun ditanam sepanjang sub-saharan Afrika (Akpaso, et al., 2011).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile), umumnya dikenal sebagai daun yang pahit, merupakan semak yang tinggi puncaknya sekitar 3 meter (Gresham, et al., 2008). Batang tegak, bulat, berkayu, dan berwarna coklat kotor. Daun majemuk , anak daun berhadapan, panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, tebal 7-10 mm, berbentuk seperti ujung tombak, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua (Ibrahim, et al., 2004; Ijeh dan Chukwunonso, 2010).

(2)

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Menurut Yeap, et al., (2010), sistematika dari tumbuhan daun Afrika adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Asterales Suku : Asteraceae Marga : Vernonia Spesies : V. Amygdalina 2.1.4 Nama asing

South Africa leaf (Malaysia), bitter leaf (English), akpa gbo (Afrika), Suwaaka (Cameroon), Ikaruga Chrysanthemum tonsils (China), Etidod (Nigeria), Olulusia dan South Africa Leaf (Kenya), Awonoo (Ghana), dan Musikavakadzi (Zimbabwe) (Yeap, et al., 2010).

2.1.5 Kandungan kimia dan kegunaan

Daun Afrika mengandung senyawa golongan saponin, flavonoid, sesquiterpen lakton, dan glikosida steroid (Ijeh dan Chukwunonso, 2010). Selain itu juga terdapat sesquiterpen lakton seperti vernodalin dan vernoamygdalin dan glikosida steroid seperti vernonioside B1 dan vernoniol B1 (Ojiako dan Nwanjo, 2006).

Daun Afrika memiliki khasiat antara lain sebagai antioksidan (Pinem, 2012), antimutagenik (Ginting, 2012), antikanker (Oyugi, et al., 2009; Gresham,

(3)

et al., 2008) antidiabetes (Atangwho, et al.,2007; Nwanjo dan Nwokoro, 2004; Setiawan, 2012), dan analgetik (Njan, et al., 2008).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan dengan pelarut yang sesuai. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu(Harborne, 1987).

Hasil ekstraksi disebut ekstrak, yaitu sediaan kental atau cair yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan pelarut yang sesuai kemudian menguapkan semua atau hampir semua pelarut yang digunakan pada ekstraksi (Depkes RI., 1995).

Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan. Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes RI., 2000).

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:

a. Cara dingin

Maserasi

Maserasi adalah penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar.Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasikinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah

(4)

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebutremaserasi.

Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.

b. Cara panas

Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

(5)

Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Kontraksi Jantung

Kontraksi sel otot jantung dipicu oleh potensial aksi yang akan menyebar ke seluruh membran sel. Terdapat dua jenis sel otot jantung :

a. Sel kontraktil, yang membentu 99% dari sel-sel otot jantung, melakukan kerja mekanis memompa jantung. Sel-sel ini dalam keadaan normal tidak membentuk sendiri potensial aksinya.

b. Sel otoritmik, tidak berkontraksi tetapi khusus memulai dan menghantarkan potensial aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil (Sherwood, 2011).

Sel-sel jantung non-kontraktil yang mampu melakukan otoritmisitas terletak di tempat-tempat berikut :

a. Sinoatrial node (SA node), terletak di atrium kanan dekat tempat masuknya vena cava superior.

b. Atrioventricular node (AV node), suatu berkas kecil sel-sel otot jantung khusus yang terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas pertemuan atrium dan ventrikel.

c. Bundle of His, bercabang dua di septum yaitu left bundle branch (LBB) dan right bundle branch (RBB). LBB aktivasi ke ventrikel kiri dan RBB aktivasi ke ventrikel kanan.

(6)

Impuls jantung berasal dari nodus SA, yaitu pemacu jantung yang memiliki kecepatan tertinggi. Setelah terbentuk, potensial aksi menyebar ke seluruh atrium kanan dan kiri. Impuls berjalan dari atrium ke dalam ventrikel melalui nodus AV. Impuls kemudian merambat cepat menuju berkas His dan menyebar ke seluruh miokardium melalui serat Purkinje (Sherwood, 2011).

Sarkomer merupakan unit kontraktil dasar miokardium, tersusun oleh dua miofilamen yang saling tumpang tindih: filamen tebal miosin dan filamen tipis aktin. Filamen aktin tersusun atas tiga komponen protein: aktin, tropomiosin, dan troponin. Kontraksi otot terjadi bila tempat aktif pada filamen aktin berikatan dengan jembatan penghubung miosin, menyebabkan filamen aktin tertarik ke pusat ke pusat filamen miosin, dan terjadi pemendekan sarkomer.

Kalsium berperan penting dalam ikatan aktin-miosin. Bila tidak terdapat kalsium, tropomiosin dan troponin melindungi tempat aktif pada filamen aktin, sehingga mencegah ikatan dengan miosin. Hal ini menghasilkan relaksasi otot jantung. Bila terdapat kalsium, efek inhibisi tropomiosin dan troponin dapat dihambat sendiri sehingga tempat aktif pada filamen aktin dapt berikatan dengan jembatan penghubung miosin. Hal ini menyebabkan pemendekan sarkomer dan terjadilah kontraksi jantung (DeBeasi, 2003).

Kalsium yang penting dalam ikatan aktin-miosin tersedia selama stimulasi listrik sel jantung, yaitu saat timbul potensial aksi. Begitu dihasilkan potensial aksi melewati membran sel, saluran kalsium lambat pada membran sel menjadi teraktivasi. Hal ini menimbulkan periode plateau pada potensal aksi. Kalsium berpindah melewati sarkolema (membran sel) dan tubulus transversa (perluasan membran sel). Perpindahan kalsium ke bagian dalam sel menyebabkan lepasnya

(7)

sejumlah besar kalsium yang tersimpan dari retikulum sarkoplasma. Kalsium kemudian menghambat efek inhibisi tropomiosin-troponin, menyebabkan terjadinya ikatan aktin-miosin, pemendekan sarkomer, dan menyebabkan kontraksi miokardium. Energi yang dibutuhkan untuk proses kontraksi berasal dari degradasi adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP) (DeBeasi, 2003).

2.4 Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung diartikan sebagai keadaan fungsi jantung yang abnormal, dimana jantung gagal memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Definisi gagal jantung menurut American Heart Association (AHA) adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh kelainan struktural atau fungsi jantung dimana terjadi gangguan kemampuan jantung baik untuk pengisian darah ke ventrikel ataupun pemompaan darah (Majid, 2005).

Manifestasi gagal jantung yang utama adalah (1) sesak napas dan rasa lelah, yang membatasi kemampuan melakukan kegiatan fisik; dan (2) retensi cairan, yang menyebabkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua abnormalitas tersebut menganggu kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien, tetapi tidak selalu ditemukan bersama pada seorang pasien. Ada pasien dengan aktivitas fisik terbatas tanpa retensi cairan, tetapi ada juga pasien dengan edema tanpa sesak napas atau rasa lelah (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Klasifikasi gagal jantung berdasarkan abnormalitas struktural jantung (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA) adalah sebagai berikut (Imaligy, 2014).

(8)

Tabel 2.1 Klasifikasi gagal jantung

ACC/AHA NYHA

Stadium A

Memiliki resiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung. Tidak terdapat gangguan struktural dan fungsional jantung., tidak terdapat tanda dan gejala

Kelas I

Tidak terdapat batasan melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak napas

Stadium B

Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan gagal jantung. Tidak terdapat tanda dan gejala.

Kelas II

Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak napas

Stadium C

Gagal jantung asimptomatis yang berhubungan dengan penyakit struktural jantung yang mendasari

Kelas III

Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak

Stadium D

Penyakit jantung struktural jantung yang lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal.

Kelas IV

Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.

ACC: American College of Cardiology, AHA: American Heart Association, NYHA: New York Heart Association

Pada kebanyakan pasien dengan gagal jantung, disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik, relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Berkurangnya curah jantung inilah yang menimbulkan gejala-gejala gagal jantung, sebagai akibat langsung dan/atau kompensasinya (Arini dan Nafrialdi, 2011).

(9)

Kompensasi pada gagal jantung sistolik terjadi melalui 2 mekanisme utama, yaitu sistem simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Aktivasi sistem simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap penurunan curah jantung yang dipersepsi oleh baroreseptor. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan peningkatan kontraksi otot jantung dan frekuensi denyut jantung melalui stimulasi reseptor adrenergik β1 di jantung. Akibatnya terjadi peningkatan curah

jantung sebagai kompensasi terhadap penurunan curah jantung pada gagal jantung sistolik (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Aktivasi sistem RAA dimulai dengan sekresi renin oleh sel jukstaglomerular di ginjal melalui stimulasi reseptor adrenergik β1 dan sebagai

reaksi terhadap berkurangnya perfusi ke ginjal. Sekresi renin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang memiliki 2 efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokontriksi oleh aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban hulu (preload) dan beban hilir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung (menurut hubungan Frank-Starling) sebagai mekanisme kompensasi (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Mekanisme kompensasi yang terjadi tidak berjalan lama, karena dengan berjalannya waktu, mekanisme kompensasi tersebut justru memperburuk disfungsi miokard. Dengan tujuan untuk tetap meningkatkan curah jantung yang kurang, terjadilah perubahan-perubahan maladaptif berupa hipertrofi dinding ventrikel (untuk meningkatkan kontraktilitas miokard) dan ekspansi volume

(10)

ventrikel (untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel sehingga meningkatkan kontraktilitas miokard). Akan tetapi perubahan-perubahan maladaptif tersebut, terutama peningkatan dinding ventrikel yang berlebihan, akan menyebabkan apoptosis sel jantung dan proliferasi jaringan ikat (fibrosis), sehingga kontraktilitas miokard akan menurun. Proses yang menghasilkan perubahan-perubahan maladaptif dalam struktur dan fungsi jantung ini disebut proses remodelling jantung. Proses remodelling yang progresif menyebabkan kontraktilitas miokard menurun, sehingga curah jantung akan semakin menurun pula. Di samping itu peningkatan afterload jantung juga akan menurunkan curah jantung. Akibatnya terjadi dekompensasi jantung (Arini dan Nafrialdi, 2011).

2.5 Pengobatan Gagal Jantung 2.5.1 Terapi non-farmakologi

Terapi non-farmakologi terdiri atas :

a. Diet : pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g/hari, atau <2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk gagal jantung berat.

b. Merokok : harus dihentikan.

c. Aktivitas fisik : olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien.

(11)

e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau lembab, dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek (Arini dan Nafrialdi, 2011).

2.5.2 Terapi farmakologi 2.5.2.1 Vasodilator

Dalam gagal jantung kongestif, gangguan fungsi kontraksi jantung diperberat oleh peningkatan kompensasi pada preload dan afterload. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama diastol. Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebihan. Afterload adalah tekanan yang harus diatasi jantung ketika memompa darah ke sistem arterial. Peningkatan afterload menyebabkan jantung bekerja lebih kuat memompa darah ke sistem arterial. Vasodilator berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan. Dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena; dilatasi arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload (Mycek, dkk., 2001).

a. Penghambat ACE

Penghambat ACE menghambat konversi angiotensin I (Ang I) menjadi angiotensin II (Ang II). Kebanyakan efek biologik Ang II diperantarai oleh reseptor angiotensin tipe I (AT1). Stimulasi reseptor AT1 menyebabkan

vasokonstriksi, stimulasi dan penglepasan aldosteron, peningkatan aktivitas simpatis dan hipertrofi miokard. Aldosteron menyebabkan reabsorpsi Na dan air di tubulus ginjal, sedangkan aktivitas simpatis menyebabkan sekresi renin dari sel jukstaglomerular di ginjal. Reseptor AT2 memperantarai stimulasi apoptosis dan

(12)

menghambat aktivitas Ang II di reseptor AT1maupun AT2. Pengurangan hipertrofi

miokard dan penurunan preload jantung akan menghambat progresi remodelling jantung. Di samping itu, penurunan neurohormonal endogen (Ang II, aldosteron) akan mengurangi efek langsungnya dalam menstimulasi remodelling jantung. Enzim ACE adalah kininase II, maka penghambat ACE akan menghambat degradasi bradikinin sehingga kadar bradikinin yang terbentuk lokal di endotel vaskular akan meningkat. Bradikinin bekerja lokal pada resptor BK2 di sel endotel

dan menghasilkan nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2), keduanya merupakan

vasodilator, antiagregasi trombosit, dan antiproliferasi (Arini dan Nafrialdi, 2011). Penghambat ACE merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun, yakni dengan fraksi ejeksi di bawah normal (<40-45%), dengan atau tanpa gejala. Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan angiodema. Pasien yang tidak dapat mentoleransi obat ini karena batuk dapat menggunakan AT1

-bloker sebagai alternatif yang efektif. Contoh obat penghambat ACE adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan lain-lain (Arini dan Nafrialdi, 2011).

b. Vasodilator lain

Pasien yang intoleransi terhadap inhibitor ACE, biasa digunakan kombinasi hidralazin dan isosorbid dinitrat (Mycek, dkk., 2001). Nitrat organik (isosorbid dinitrat) : efek utamanya adalah penurunan preload karena peningkatan kapasitas vena perifer. Pada gagal jantung, hidralazin mengurangi afterload ventrikel kiri dan kanan dengan mengurangi resistensi pembuluh sistemik dan pulmonal (Henry dan Wilson, 2007).

(13)

Natrium nitroprusid (iv) merupakan prodrug dari nitric oxide (NO), suatu vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun vena, sehingga menurunkan afterload dan preload jantung. Mula kerjanya cepat (2-5 menit) karena cepat dimetabolisme membentuk NO yang aktif (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Nitrogliserin (iv), obat ini juga prodrug dari NO. Pada kecepatan infus yang rendah, obat ini hanya mendilatasi vena dan dengan demikian hanya menurunkan preload jantung (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Nesiritid (iv), merupakan rekombinan dari peptida natriuretik otak (BNP) manusia, dan diindikasikan untuk gagal jantung akut dengan sesak napas saat istirahat dengan aktivitas minimal. Mekanisme kerjanya melalui peningkatan siklik GMP menyebabkan dilatasi vena dan arteri. Pada pasien gagal jantung, nesiritid mengantagonisasi efek angiotensin dan norefineprin dengan menimbulkan vasodilatasi, natriuresis dan diuresis (Arini dan Nafrialdi, 2011).

2.5.2.2 Antagonis angiotensin II (AT1- bloker)

Antagonis angiotensin II (Ang II) menghambat aktivitas Ang II hanya di reseptor AT1 dan tidak di reseptor AT2, maka disebut juga AT1-bloker. Tidak

adanya hambatan kininase II menyebabkan bradikinin dipecah menjadi kinin inaktif,sehingga vasodilator NO dan PGI2 tidak terbentuk. Karena itu AT1- bloker

tidak menimbulkan efek samping batuk kering (Arini dan Nafrialdi, 2011).

2.5.2.3 Diuretik

Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. Pada pasien-pasien ini diuretik mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, alir balik

(14)

vena, dan tekanan pengisian ventrikel (preload). Dengan demikian, edema perifer dan kongesti paru akan berkurang/hilang, sedangkan curah jantung tidak berkurang. Pada mereka ini, diuretik diberikan sampai etrjadi diuresis yang cukup untuk mencapai euvolemia, dan mempertahankannya (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Untuk tujuan ini, biasanya diberikan diuretik kuat, misalnya furosemid. Dosis awal yang lebih tinggi mungkin diperlukan pada gagal jantung lanjut atau yang disertai dengan gagal ginjal. Setelah euvolemia tercapai, dosis diuretik harus diturunkan sampai dosis minimal yang diperlukan untuk mempertahankan euvolemia. Hipokalemia dapat dikoreksi dengan suplemen kalium atau penambahan diuretik hemat kalium. Oleh karena penggunaan diuretik tidak mengurangi mortalitas pada gagal jantung (kecuali spironolakton), maka diuretik harus selalu diberikan dalam kombinasi dengan penghambat ACE (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Diuretik tiazid pada pengobatan gagal jantung tidak pernah diberikan sendiri (karena efek diuresisnya lemah), tetapi dalam kombinasi dengan diuretik kuat (akan menunjukkan efek sinergistik). Diuretik hemat kalium : triamteren, amilorid. Pada pengobatan gagal jantung, obat-obat ini hanya digunakan jika hipokalemia menetap setelah awal terapi dengan penghambat ACE dan diuretik (Arini dan Nafrialdi, 2011).

2.5.2.4 Antagonis aldosteron

Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosteron meningkat (akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), bisa sampai 20 kali kadar normal. Aldosteron menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg. Retensi Na dan air menyebabkan edema dan peningkatan preload jantung. Karena itu

(15)

antagonisasi aldosteron akan mengurangi progresi remodelling jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat gagal jantung. Pada saat ini ada 2 antagonis aldosteron, yakni spironolakton dan eplerenon (Arini dan Nafrialdi, 2011).

2.5.2.5 Obat-obat inotropik

Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi jantung dan meningkatkan curah jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda, dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat peningkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang memacu kontraksi jantung (Mycek, dkk., 2001).

a. Glikosida jantung

Glikosida jantung sering disebut sebagai digitalis atau glikosida digitalis karena obat-obat ini pada umumnya berasal dari tanaman digitalis. Glikosida digitalis memperlihatkan perbedaan yang kecil antara dosis efektif terapi dan dosis toksis atau yang menyebabkan kematian. Karena itu, obat-obat ini mempunyai indeks terapi rendah. Glikosida digitalis antara lain digitoksin, dan obat yang paling banyak digunakan digoksin (Mycek, dkk., 2001).

Saat ini hanya digoksin yang digunakan untuk terapi gagal jantung. Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung: (1) inotropik positif, (b) kronotropik negatif (mengurangi frekuensi denyut ventrikel dan takikardia atau fibrilasi atrium), dan (c) mengurangi aktivitas saraf simpatis (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Efek inotropik positif. Ion Na+ dan Ca2+ masuk ke dalam sel otot jantung pada tiap siklus depolarisasi dan repolarisasi. Ca2+ yang memasuki sel melalui saluran Ca2+ tipe L selama depolarisasi memicu pelepasan Ca2+ lain ke dalam

(16)

sitosol dari suatu kompartemen, yaitu retikulum sarkoplasma (RS). Semakin banyak jumlah Ca2+ yang mengaktivasi, maka semakin kuat kontraksinya. Selama repolarisasi dan relaksasi otot jantung, Ca2+ dipompa kembali ke RS oleh Ca2+ -ATPase dan juga dikeluarkan dari dalam sel oleh protein penukar ion Na+-Ca2+ dan oleh Ca2+-ATPase sarkolema (Henry dan Wilson, 2007).

Digoksin menghambat pompa Na-K-ATPase pada membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar Na+ intrasel, dan ini menyebabkan berkurangnya pertukaran Na+-Ca2+ selama repolarisasi dan relaksasi otot jantung sehingga Ca2+ tertahan di dalam sel, kadar Ca2+ intrasel meningkat, dan ambilan Ca2+ ke dalam retikulum sarkoplamik (RS) meningkat. Dengan demikian, Ca2+ yang tersedia dalam RS untuk dilepaskan ke dalam sitosol untuk kontraksi meningkat, sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Peningkatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi (fraksi ejeksi meningkat). Akibat sirkulasi yang sudah baik itu terus menimbulkan aktivitas simpatik berkurang yang selanjutnya menurunkan resistensi perifer. Bersamaan dengan itu, efek-efek ini menyebabkan reduksi kecepatan jantung (Mycek, dkk., 2001)

b. Agonis β-adrenergik

Stimulasi β-adrenergik memperbaiki kemampuan jantung dengan efek inotropik spesifik dalam fase dilatasi. Dobutamin (iv), adalah obat inotropik yang paling banyak digunakan selain digitalis. Dobutamin menyebabkan peningkatan siklik-AMP intrasel, yang menyebabkan aktivasi protein kinase. Saluran kalsium lambat merupakan tempat penting fosforilasi protein kinase. Jika difosforilasi,

(17)

masuknya ion kalsium ke dalam sel miokardium meningkat, sehingga meningkatkan pula kontraksi (Mycek, dkk., 2001).

c. Penghambat fosfodiesterase

Inamrinon (dulu disebut amrinon) dan milrinon merupakan penghambat fosfodiesterase kelas III (PDE3) yang digunakan sebagai penunjang sirkulasi jangka pendek pada gagal jantung yang parah. Akan tetapi, pada penggunaan jangka panjang, obat-obat ini meningkatkan mortalitas (mempercepat kematian). Karena itu indikasinya hanya untuk penggunaan jangka pendek pada gagal jantung tahap akhir dengan gejala-gejala refrakter terhadap obat-obat lain (Arini dan Nafrialdi, 2011).

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi gagal jantung

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini juga diperlukan adanya perhatian dari Kepala Kantor Pentanahan Kabupaten Pangandaran dalam memberikan motivasi kepada para pegawai dengan

Kajian ini bertujuan memahami jangkaan awal ke atas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi oleh syarikat Unit Amanah (SUA) di Malaysia yang

Ayam bekisar, kampung, bangkok, kate, dan G.varius memiliki waveform yang terdiri atas 2 elemen yaitu suara depan (I st waveform) dan suara belakang (2 nd waveform) yang

1) Neraca konsolidasi, perhitungan laba rugi dan saldo laba konsolidasi, komitmen dan kontinjensi konsolidasi telah disusun berdasarkan laporan keuangan konsolidasi yang berakhir

Untuk dapat melihat efek dari pemberian tegangan tinggi ini pada celah terminal elektroda di dalam tabung ozonizer terhadap ruangan yang akan diterapi, penulis melakukan

Puji syukur kepada Tuhan yang penuh berkat dan rahmat atas perkenanNya serta dukungan dari pimpinan Universitas Kristen Indonesia Seminar Nasional dan call for paper

dalam kedudukan mereka sebagai ahli waris para nabi sesuai dengan Alquran yakni?. Quraish

Beban kerja rendah pada operator lini pengemasan pabrik Personal Care dikarenakan calory expenditure untuk aktivitas value added dan semi value added tidak lebih