• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), Lean Six Sigma, Root Cause Analysis (RCA), Value Engineering, Waste

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), Lean Six Sigma, Root Cause Analysis (RCA), Value Engineering, Waste"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak bidang-bidang industri baru yang bermunculan. Hal ini sangat baik untuk mendukung inovasi-inovasi atau ide dari anak bangsa dengan memunculkan banyak industri yang bergerak di berbagai bidang. Bidang industri metal works dan engineering merupakan salah satu bidang yang banyak dibutuhkan oleh perusahaan lain sebagai pemasok untuk membuat komponen. PT Barata Indonesia merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang metal works dan engineering. Salah satu mitra dari PT Barata yang rutin melakukan order adalah perusahaan pabrik gula untuk memesan roll gilingan tebu baru untuk mengganti roll gilingan yang telah rusak. Roll gilingan terdiri atas dua komponen yaitu poros dan mantel. Namun dalam proses produksinya terdapat beberapa masalah pemborosan seperti jumlah defect yang cukup tinggi berupa keropos dan crack pada mantel. Dan jika terjadi defect keropos yang sangat parah (hingga mencapai 75%) maka mantel akan dilebur kembali untuk dijadikan bahan baku atau melakukan pembuatan ulang mantel yang akan memakan waktu lama hingga siap untuk dilakukan proses assembly dengan poros. Untuk menyelesaikan masalah pemborosan yang terjadi pada proses produksi roll gilingan tersebut dilakukan penelitian dengan menggunakan konsep six sigma untuk mengetahui penyebab permasalahan yang terjadi dan bagaimana cara mencari solusi untuk permasalahan tersebut. Metode yang digunakan antara lain Root Cause Analysis untuk mencari akar permasalahan yang kemudian digunakan metode Failure Mode and Effect Analysis untuk menentukan alternatif perbaikan yang dapat dilakukan. Setelah itu alternatif-alternatif yang telah disusun dicari alternatif terbaik dengan menggunakan value engineering.

Kata Kunci Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), Lean Six Sigma, Root Cause Analysis (RCA), Value Engineering, Waste

I. PENDAHULUAN

NDUSTRI metal works dan engineering merupakan salah satu bidang yang banyak dibutuhkan oleh perusahaan lain sebagai pemasok untuk membuat komponen dari besi dan baja yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh perusahaan tersebut. Saat ini mulai banyak perusahaan pada bidang metal works dan engineering di Indonesia baik perusahaan BUMN maupun swasta.

Salah satu BUMN yang sudah cukup lama bergerak dalam bidang metal works dan engineering adalah PT. Barata Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1971 dengan nama PT. Barata Metalworks &Engineering yang merupakan marger dari beberapa perusahaan yang bergerak pada bidang yang

sama sehingga dapat mendukung berdirinya suatu perusahaan yang bergerak di bidang metal works dan engineering yang mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang lebih dulu bergerak pada bidang yang sama di Indonesia. Barata Indonesia saat ini memiliki empat buah workshop dengan fungsi yang berbeda. Workshop 1 dikhususkan untuk pengecoran, sedangkan workshop 2 digunakan secara kondisional tergantung pada proyek yang sedang dikerjakan sesuai permintaan, workshop 3 merupakan bagian yang dikhususkan untuk pengerjaan proyek dengan bahan baku berupa plat baja, dan workshop 4 dikhususkan untuk pengerjaan proyek yang diterima dari pabrik gula yaitu untuk pembuatan roll gilingan tebu yang rutin mendapat pesanan setiap periode.

Gambar 1 Penggunaan Bahan Baku di Barata

Dalam satu periode produksi roll gilingan pada umumnya terdapat hingga seratus atau lebih order pembuatan roll gilingan dari berbagai pabrik gula di Indonesia, dan perusahaan yang mampu melakukan produksi roll gilingan atau memperbaiki hanya ada dua yaitu PT. Boma Bisma Indra (BBI) dan PT. Barata Indonesia. Namun untuk kapasitas pembuatannya PT. Barata masih lebih tinggi karena dalam satu periode produksi, PT. BBI hanya mampu memproduksi 80-90 buah roll gilingan dari kebutuhan nasional hingga 230. Artinya, PT. BBI hanya mampu memproduksi 35% dari kebutuhan roll gilingan tebu dan PT. Barata Indonesia menutupi sisanya yaitu mencapai 65%.

Proses inti yang dilakukan untuk pembuatan roll gilingan adalah proses pengecoran. Proses pengecoran dilakukan oleh untuk membuat mantel dari roll gilingan. Pada proses pengecoran ini dilakukan pada workshop 1 dan

Hysmi Ramadan Adi Nugroho, dan H. Hari Supriyanto

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: hysmi@yahoo.com dan hariqive@ie.its.ac.id

Reduksi Waste Dan Peningkatan Kualitas Pada Proses

Produksi Roll Gilingan Tebu Dengan Pendekatan

Metodologi Lean Six Sigma

(2)

Customer Supplier Poros Inventory Material Felting Pendinginan Proses Pengecoran Pembuatan Model & Cetak

Fabrikasi (mantel) Assembly Production

Control

Inventory Raw Material Pengecoran Customer Order Supplier Material Pengecoran Order Inventory Poros (Workshop 4)

Inventory Finish Product

CT = 20 Hours 1 shift 1 orang Daily Schedule 14 days 8 days Supervisor CT = 22 Hours 1 shift 2 orang CT = 168 Hours 1 shift 1 orang CT = 2 Jam 1 shift 1 orang CT = 172 Jam 1 shift 3 orang CT = 10 Jam 1 shift 2 orang Shipping Inventory poros CT = 121 Jam 1 shift 1 orang Fabrikasi (poros) 20 hours 8 days 22 hours 1 day 168 hours 1 day 2 hours 7 days 172 hours 1 day 10 hours 8 days

Total Process Time 394 hours Total Lead Time

27 days 1 day 121 hors

14 days

Tota Process Time 121 hours Total Lead Time

20 days 6 days membutuhkan waktu yang lama yaitu hingga hampir mencapai

10 hari. Dan pada proses pengecoran ini terdapat beberapa cacat atau defect yang terjadi yang digambarkan pada gambar 1.3. Dalam proses produksi mantel untuk roll gilingan tebu tidak hanya dilakukan proses pengecoran saja, namun juga dilakukan proses fabrikasi yang terletak di workshop 4. Pada proses fabrikasi terdapat inspeksi yang dilakukan yakni inspeksi untuk cacat crack pada mantel. Jika Crack tersebut masih di bawah batas toleransi yaitu 20% maka proses produksi akan dilanjutkan, namun jika crack mencapai 80% atau lebih maka akan dilebur dan dijadikan bahan baku pengecoran dan membuat ulang mantel yang rusak tersebut. Hal ini tentu akan merugikan perusahaan karena dalam satu periode kegagalan tersebut bisa terjadi hingga dua kali. Jika terjadi crack di atas 20%, maka akan dilakukan rework.

Gambar 2 Prosesntase Defect Berdasarkan Jenisnya

Proses pengecoran merupakan proses utama dalam proses produksi roll gilingan tebu ini, maka diperlukan prosess pengecoran yang baik untuk meminimalisir terjadinya kesalahan-kesalahan atau kegagalan produk yang pada akhirnya memerlukan rework seperti pemopokan dan lain sebagainya. Usaha-usaha improvisasi serta perbaikan kualitas telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan beberapa metode. Penggunaan metode Lean Six Sigma dirasa tepat dalam mengatasi permasalahan yang dialami oleh PT. Barata Indonesia. Dengan pendekatan Lean untuk menetapkan waste apa saja yang terjadi pada PT. Barata Indonesia yang kemudian dilakukan penentuan waste kritis. Selain itu juga dilakukan klasifikasi aktivitas untuk mencari non value added activity selama berejalannya proses produksi. Dan terakhir dilakukan analisis untuk menentukan alternatif improve yang sesuai.

II. METODE PENELITIAN A. Define

1) Current State Value Stream

Gambar 3 Current State Value Stream

Value Stream mapping digunakan untuk menggambarkan lead time produksi dari perusahaan serta menggambarkan bagaimana hubungan antara konsumen terhadap perusahaan serta supplier. Dari analisis VSM ini akan dapat ditemukan mana proses kritis yang perlu dilakukan perbaikan atau improvement. Pada analisis VSM dapat dilihat bahwa proses pengecoran atau melting sering mengalami gangguan atau berpotensi menimbulkan waste.

2) Activity Classification

Berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan selama berjalannya proses produksi terdapat total value added activity sebanyak 15 (31,3%) aktivitas, total necessary non value added sebanyak 28 (58,3%) aktivitas, dan non value added sebanyak 5 (10,4%) aktivitas. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat non value added activity selama proses produksi berlangsung. Selain itu besarnya jumlah aktivitas necessary non value added dapat menimbulkan berbagai kemungkinan, bisa menjadi value added activity atau bahkan bisa menjadi non value added activity

3) Identifikasi Waste

Pada penelitian ini waste yang diidentifikasi adalah sembilan waste yaitu DOWNTIME. Di mana E-DOWNTIME adalah Environmental, Safety, and Health (EHS) waste, Defect, Over Production, Waiting, Not utilizing employee, Transportation, Inventory, Motion, dan Excess processing. Selama proses identifikasi dapat diketahui jika waste yang muncul hanya defect, waiting, dan excessive processing. Rincian masing-masing waste dapat dilihat pada tabel 1, tabel 2, tabel 3, dan tabel 4.

Tabel 1 Jumlah Defect yang Terjadi Pada Mantel Periode Jumlah Defect Produksi Jumlah %

1 39 150 26,00 2 30 130 23,08 3 22 100 22,00 4 27 125 21,60 5 34 133 25,56 Total 152 638 23,82

(3)

Tabel 2 Data Waktu Downtime Dalam Lima Periode

Periode Downtime (jam) Operasi (jam) Waktu %

1 4972 45450 10,94% 2 3766 39390 9,56% 3 2839 30300 9,37% 4 4833 37875 12,76% 5 5165 40299 12,82% TOTAL 21575 193314 11,16%

Tabel 3 Jumlah dan Jenis Rework Pada Mantel

Tabel 4 Jumlah dan Jenis Rework Pada Proses Assembly Jenis defect Periode Jenis Rework 1 2 3 4 5 Mantel

Pecah 3 2 1 3 3 Lebur Kembali

B. Measure

1) Waste Measurement

Dalam proses produksi roll gilingan, defect merupakan masalah bagi perusahaan karena jumlah defect yang cukup besar. Berdasarkan data 5 periode terakhir (2008-2012) terdapat jumlah yang cukup besar setiap periodenya, hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5 Jumlah Defect Mantel

Defect yang terjadi pada mantel ada dua yaitu terjadi keropos dan terjadi crack. Berdasarkan jumlah pada tabel 6 berikut adalah frekuensi terjadinya dua jenis defect tersebut.

Tabel 6 Jenis Dan Frekuensi Defect Pada Mantel

Bedasarkan jumlah defect yang terjadi di atas, dilakukan penentuan CTQ dengan menggunakan Pareto Chart untuk mencari defect kritis yang terjadi pada roll gilingan.

Gambar 4 CTQ Waste Defect

Berdasarkan hasil dari Pareto Chart dari defect yang terjadi, maka CTQ untuk defect adalah keropos dan Crack. Dari jumlah defect keropos dan crack yang terjadi selama lima periode dalam proses produksi roll gilingan selanjutnya dalah melakukan penghitungan nilai sigma dari waste defect pada tabel 7.

Tabel 7 Nilai Sigma Waste Defect

Keterangan Nilai

Jumlah produk yang diproduksi 638 Jumlah produk yang cacat / defect 152

Defect per Unit 0,2382

Jumlah CTQ 2

Peluang tingkat kegagalan per

karakteristik CTQ 0,1191

DPMO 119122

Nilai Sigma 2,69

Tabel 8 Baya Rework Mantel Defect

Untuk tingkat keropos antara 75-90% membutuhkan biaya yang sangat mahal karena biaya yang harus dikeluarkan adalah sama dengan harga pembuatan mantel baru karena memulai proses dari awal. Begitu juga jika terjadi mantel pecah ketika proses assembly. Untuk itu kerugian yang diterima oleh perusahaan dalam 5 periode tersebut dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 9 Kerugian Perusahaan akibat Terjadinya Defect

Keropos Periode Jenis Rework

1 2 3 4 5 20-40% 20 15 16 12 22 Las 41-60% 12 5 2 6 4 Las 61-75% 0 1 0 0 2 Las 75-90% 2 3 1 2 1 Lebur Kembali Total 34 24 19 20 29

Periode Jumlah Defect Jumlah Produksi % Nilai Sigma

1 42 150 26,00 2,83

2 32 130 23,08 2,86

3 23 100 22,00 2,94

4 30 125 21,60 2,91

5 37 133 25,56 2,83

Jenis defect Periode

1 2 3 4 5 Keropos 34 24 19 20 29 Crack 5 6 3 7 5 Mantel Pecah 3 2 1 3 3 Total 42 32 23 30 37 Jumlah Produksi 150 130 100 125 133

Defect Jenis Rework Biaya

Keropos 20-40% Las Rp 2.000.000 41-60% Las Rp 2.000.000-4.000.000 61-75% Las Rp 4.000.000-6.000.000 75-90% Lebur Kembali Rp 200.000.000 Crack Las Rp 2.000.000

Defect Periode Total Biaya Total

1 2 3 4 5 Keropos 20-40% 20 15 16 12 22 85 Rp 170.000.000 41-60% 12 5 2 6 4 29 Rp 116.000.000 61-75% 0 1 0 0 2 3 Rp 45.000.000 75-90% 2 3 1 2 1 9 Rp 1.800.000.000 Crack 5 6 3 7 5 26 Rp 52.000.000 TOTAL Rp 2.183.000.000

(4)

Indikator utama terjadinya waste waiting adalah terjadinya downtime pada mesin selama proses produksi. Downtime yang dimaksud meliputi terjadinya kerusakan mesin, dan downtime lain yang tidak direncanakan. Berikut adalah lamanya downtime dari produksi roll gilingan setiap periode.

Tabel 10 Downtime Yang Terjadi Setiap Periode

Periode Downtime(jam) Operasi (jam) Waktu %

1 4972 50422 9,86% 2 3766 43156 8,73% 3 2839 33139 8,57% 4 4833 42708 11,32% 5 5165 45464 11,36% TOTAL 21575 214889 10,04%

Dari waktu downtime pada tabel 10, maka dapat diketahui lamanya downtime total dalam lima periode yaitu mencapai 11,16% dari waktu operasi normalnya.

Tabel 11 Nilai Sigma Dari Waste Waiting

Keterangan Nilai

Jumlah produk yang diproduksi 214889 Jumlah produk yang cacat / defect 21575

Defect per Unit 0,2382

Jumlah CTQ 1

Peluang tingkat kegagalan per

karakteristik CTQ 0,1191

DPMO 119122

Nilai Sigma 2,79

Kemudian untuk menghitung besarnya biaya yang ditanggung perusahaan akibat terjadinya defect waiting adalah dari segi gaji tenaga kerja atau operator dari mesin yang mengalami downtime. Operator yang menoperasikan mesin di perusahaan bekerja dengan sistem shift, di mana satu shiftnya adalah 8 jam. Berarti dalam satu bulan operator bekerja 24 shift dengan gaji per bulan dengan UMR 1.257.000. Dan gaji tiap jam untuk operator adalah Rp 6.547 Untuk itu biaya tenaga kerja selama 5 periode yang harus dikeluarkan adalah sebesar

Rp 6.547 x 21575 jam x 9 operator = Rp 1.271.239.454 Selain biaya tenaga kerja, komponen biaya lain adalah biaya pembelian sparepart yang rusak selama 5 periode. Berdasarkan data yang dimiliki perusahaan, total biaya sparepart selama 5 periode adalah sebesar Rp 703.685.000. sehingga biaya total adalah

Rp 1.271.239.454 + Rp 703.685.000 = Rp 1.882.925.454 Excess processing terjadi dikarenakan adanya proses berlebih yang dilakukan terhadap suatu produk. Indikator yang dapat digunakan adalah terjadinya rework. Rework dapat terjadi untuk defect seperti keropos, crack, dan mantel pecah ketika proses assembly. Waste ini merupakan efek dari waste

lain yaitu defect karena jika terjadi defect pada mantel, maka bisa dipastikan akan terjadi rework.

Tabel 12 Frekuensi Defect

Defect Frekuensi % Keropos 20-40% 85 13,32% 41-60% 29 4,55% 61-75% 3 0,47% 75-90% 9 1,41% Crack 26 4,08% Mantel Pecah 12 1,88% Jumla Produksi 638

Total rework yang terjadi adalah 25,71% dari jumlah total yang diproduksi dengan total keseluruhan defect yang dapat dilakukan rework sebanyak 164. Berikut ini adalah perhitungan nilai sigma dari excess processing berdasarkan jumlah rework yang terjadi.

Tabel 13 Nilai Sigma Waste Excess Processing

Dengan menggunakan biaya yang telah diketahui sebelumnya, dilakukan perhitungan biaya rework untuk semua jenis defect yang dapat dilakukan proses rework. Berikut ini adalah defect yang terjadi serta rework yang dilakukan untuk memperbaiki mantel hingga siap dilakukan proses lanjutan. Berikut adalah biaya rework total yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

Tabel 14 Biaya Rework Mantel Untuk 5 Periode

Rework Frekuensi Biaya

Las 143 Rp 383.000.000

Lebur Kembali 21 Rp 4.200.000.000 Biaya Total Rp 4.583.000.000 2) Penentuan waste kritis

Untuk menentukan waste yang akan dianalisis dan menjadi fokusan dalam perbaikan dilakukan pemilihan waste berdasarkan dampak financial atau biaya yang terbesar bagi perusahaan. Berikut ini adalah waste yang memberikan dampak financial bagi perusahaan.

Excess Processing Rp 4.583.000.000

Defect Rp 2.183.000.000

Waiting Rp 1.882.925.454

Keterangan Nilai

Jumlah produk yang diproduksi 638

Jumlah produk yang cacat / defect 164

Defect per Unit 0,2382

Jumlah CTQ 3

Peluang tingkat kegagalan per

karakteristik CTQ 0,1191

DPMO 119122

(5)

Ketiga waste tersebut memberikan dampak finansial yang besar bagi perusahaan. Untuk itu pada bahasan selanjutnya dilakukan analisa terhadap waste excess processing, defect, dan waiting.

Selanjutnya dilakukan pembobotan dengan metode borda, pertama yang dilakukan adalah membuat kuisioner yang diberikan kepada lima orang responden dari pihak perusahaan. Berikut adalah hasil rekap data kuisioner yang telah diberikan kepada perusahaan dan telah diurutkan berdasarkan bobot yang didapatkan dengan menggunakan metode Borda.

Tabel 15 Rekap data hasil kuisioner

Berdasarkan hasil kuisioner yang telah dibobotkan dengan menggunakan metode Borda didapatkan bahwa terdapat tiga waste kritis pada proses produksi roll gilingan PT Barata Indonesia yaitu excess processing, defect, dan waiting.

III. HASIL DAN DISKUSI

Dari ketiga waste kritis yang telah ditentukan kemudian dicari alternatif-alternatif solusi yang akan digunakan sebagai improvement bagi perusahaan yang diambil dari otput root cause analysis (RCA) serta failure mode and effect analysis (FMEA) dengan menggunakan nilai RPN tertinggi sebagai input alternatif solusi perbaikan di mana alternatif yang diberikan yaitu:

 Membuat atau melakukan penjadwalan ulang maintenance mesin induction furnace dan crane

 Perbaikan SOP

 Membuat perencanaan produksi untuk proses pengecoran

Dari alternatif tersebut perusahaan diberikan pilihan mana yang akan digunakan sebagai alternatif perbaikan berdasarkan value yang paling besar atau preferensi dari perusahaan sendiri untuk memberikan bobot.

IV. KESIMPULAN

1. Terdapat tiga waste kritis yang memiliki pengaruh terhadap proses produksi roll gilingan tebu PT Barata Indonesia yaitu defect yang cukup tinggi yaitu hingga 23,82% dengan defect kritis berupa keropos dan crack,

waiting yang terjadi dengan waktu downtime hingga 10,04% dan excess processing berupa rework karena terjadi defect mencapai 25,71% dengan rework berupa pengelasan untuk keropos 20-75% dan crack dan melebur kembali mantel yang dikarenakan keropos diatas 75% dan kegagalan proses assembly.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan pada PT. Barata Indonesia yang telah bersedia untuk bekerja sama selama proses pengerjaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Apel, W., 2007. Value Stream Mapping for Lean Manufacturing Implementation. Huazhong: Huazhong University of Science and Technology.

[2] Atarogen, C. & Chouseinoglou, O., 2014. A Case Study in Defect Measurement and Root Cause Analysis in a Turkish Software Organization. Software Engineering Research, Management and Applications, Springer, pp. 55-72.

[3] Garspersz, V., 2006. Continnuous cost reduction through lean-sigma approach: strategi dramatik reduksi biaya dan pemborosan menggunakan pendekatan lean-sigma. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

[4] Hammond, C. & Charles, J., 2008. Lean six sigma. 9 ed. s.l.:Drug Discovery.

[5] KPP BUMN, 2008. Departemen Keuangan Republik Indonesia. [Online]

Available at:

http://www.kppbumn.depkeu.go.id/Industrial_Profile/PK 4/Profil%20Tebu-1_files/page0011.htm

[Accessed 7 Mei 2014].

[6] KPP BUMN, 2008. Departemen Keuangan Republik Indonesia. [Online]

Available at:

http://www.kppbumn.depkeu.go.id/Industrial_Profile/PK 4/Profil%20Tebu-1_files/page0011.htm

[Accessed 6 Mei 2014].

[7] Sitorus, P. M. T., 2011. Quality planning improvement with lean six sigma approach and economic valuation with willingness to pay: Case in PT Telekomunikasi Indonesua. s.l., IEEE International Summer Conference of Asia Pacific.

[8] Sondalini, M., 2004. Understanding How to Use the 5-whys gor Root Cause Analysis. Lifetime Reliability.

Waste Peringkat Bobot Ranking

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Excess Processing 2 2 1 0 0 0 0 0 0 36 0,2 Defect 3 0 1 1 0 0 0 0 0 35 0,19444 Waiting 0 3 1 0 0 0 1 0 0 29 0,16111 Inventory 0 0 2 1 1 0 1 0 0 23 0,12778 Transportation 0 0 0 1 2 1 0 1 0 17 0,09444 Motion 0 0 0 1 1 0 2 1 0 14 0,07778 EHS 0 0 0 1 0 1 1 0 2 10 0,05556 Overproduction 0 0 0 0 0 2 0 3 0 9 0,05 Non utilizing employee 0 0 0 0 1 1 0 0 3 7 0,03889 Bobot 8 7 6 5 4 3 2 1 0 180 1

(6)

[9] Subramaniyam, P. & Srinivasan, K., 2011. An Innovative Lean Six Sigma Approach for Engineering Design.

[10] Sugartech, 2009. Sugartech's Website. [Online] Available at: http://www.sugartech.in/Product-Suite-Sample/default.asp

[Accessed 7 Mei 2014].

[11] Wijaya, R. H. & Rahardjo, J., 2013. Penurunan TIngkat Kecacatan Produk di CV Omega Plastics. Jurnal Titra, 1(2), pp. 141-148.

[12] Womack, J. P. & Jones, D. T., 2007. The Machine that changed the world: the story of lean production-Toyota's secret weapon in the global car wars that is now

Gambar

Gambar 1 Penggunaan Bahan Baku di Barata
Gambar 2 Prosesntase Defect Berdasarkan Jenisnya
Tabel 10 Downtime Yang Terjadi Setiap Periode    Periode  Downtime  (jam)  Waktu  Operasi (jam)  %  1  4972  50422  9,86%  2  3766  43156  8,73%  3  2839  33139  8,57%  4  4833  42708  11,32%  5  5165  45464  11,36%  TOTAL  21575  214889  10,04%
Tabel 15 Rekap data hasil kuisioner

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menyatakan keberadaan calo atau pengepul gula kelapa juga sempat ada, tetapi karena harga beli yang murah para petani penderes lebih memilih menjual gula kelapanya

[r]

Sistem antrian pada klinik ini memiliki kecepatan kedatangan pelayanan anamnesa rata-rata menit 1 orang pasien datang, kecepatan kedatangan pelayanan pemeriksaan

!. -eba&ai moti*ator dan 1asilitator pemban&unan kesehatan mas#arakat dalam "ila#ah kerja puskesmas 3"ila#ah administrati1 ke/amatan baru&a) melalui

Prinsip partisipatif yang responsive gender dalam pengelolaan irigasi akan dilakukan dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan

Penelitian ini berjudul Pendidikan Hidup Berkeluarga: Studi tentang Penyelenggaraan Pendidikan Pranikah di Klasis Kota Ambon Gereja Protestan Maluku. Tujuan dari

ingin diketahui yaitu perbedaan jumlah koloni jamur Candida albicans yang terdapat pada Sabouraud Agar Slant berdasarkan faktor perlakuan pemberian ekstrak etanol

Desain awal antena satu elemen peradiasi pencatu tidak langsung Setelah dilakukan simulasi dan dilakukan beberapa kali iterasi dengan perangkat lunak diperoleh nilai