• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi penduduk yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi penduduk yang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi penduduk yang besar. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia hingga tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.326 juta jiwa (www.bps.go.id, 2014). Dengan jumlah penduduk sebanyak itu Indonesia menyandang peringkat keempat sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, setelah Negara Cina, India, dan Amerika Serikat (Purnomo, dalam finance.detik.com, 2014). Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia harus terus berusaha untuk memajukan kesejahteraan masyarakatnya. Menurut Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (dalam Lembaga Keuangan Mikro syariah, 2014) suatu keadaan sejahtera merupakan suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya, dimana salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi adalah tesedianya lapangan pekerjaan. Banyak lapangan pekerjaan yang telah dibuka di Indonesia, baik dalam bidang pertanian, pertambangan, industri, konstruksi, perdagangan, transportasi, lembaga keuangan, dan jasa kemasyarakatan. Salah satu jenis pekerjaan yang paling banyak diminati oleh masyarakat Indonesia adalah Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara) secara tetap oleh pejabat Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan (UU RI Nomor 5 tahun 2014). Hingga tahun 2013, tercatat sebanyak 4.362.805 juta penduduk Indonesia berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jumah PNS wanita sebanyak 2.102.197 orang dan PNS pria sebanyak 2.260.608 orang (www.bps.go.id, 2014).

(2)

Dari sisi pendidikan, PNS lulusan SD masih tercatat sebanyak 70.531 orang (1,5%), lulusan SMP 108.348 orang (2,4%), SMA sebanyak 1.374.851 orang (30,7%), DI sebanyak 66.595 orang (1,49%), DII sebanyak 611.397 orang (13,68%), DIII sebanyak 432.299 orang (9,47%), DIV sebanyak 23.687 orang (0,53%), S1 sebanyak 1.637.716 orang (36,65%), S2 sebanyak 142.296 orang (3,18%), dan S3 sebanyak 9.262 orang (0,2%) (Suhendra dalam finance.detik.com, 2014). Dari data-data tersebut dapat dilihat bahwa PNS di Indonesia berasal dari berbagai kalangan masyarakat dan merupakan pekerjaan yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Menurut Herman Suryatman sebagai Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik, terhitung hingga pertengahan Oktober 2014 sudah terdapat 2.603.780 orang yang mendaftarkan diri menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) (Wahyuni dalam bisnis.liputan6.com, 2014). Bagi seorang job seeker, pekerjaan sebagai PNS sangat menjanjikan untuk masa depannya. Pekerjaan sebagai PNS menjanjikan keamanan sosial di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit, seperti dengan adanya dana pensiun juga tunjangan anak, istri, dan jabatan. Menjadi PNS juga merupakan kebanggaan tersendiri bagi banyak orang karena merasa memiliki power dan status yang dikenal masyarakat. Selain itu PNS juga sulit untuk dipecat kecuali melakukan tindak kriminal (birokrasi.kompasiana.com, 2015). Pemerintah juga memberikan banyak kemudahan bagi PNS, seperti bantuan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum) yakni bantuan bagi PNS dalam proses membangun atau kredit kepemilikan rumah dimana bantuan ini memiliki jumlah berbeda bagi setiap golongan (bkd.slemankab.go.id, 2014), Tabungan Asuransi Pegawai Negeri Sipil (TASPEN) yang dibentuk untuk memberikan jaminan pada masa pensiun atau asuransi kematian (Barus dalam dionbarus.com, 2014). Bukan hanya itu PNS juga mendapatkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dipotong langsung melalui gaji bulanan yang mereka terima, yakni

(3)

potongan sebesar 4% dari gaji untuk pemberi kerja dan potongan sebesar 1% dari gaji bagi peserta (Syarifah dalam health.liputan6.com, 2014).

PNS merupakan salah satu sarana yang dimiliki oleh negara untuk melayani kebutuhan masyarakat. PNS tersebar untuk melayani di bidang kesehatan, pendidikan, keamanan, hukum dan masih banyak bidang lainnya. Sebagai agen untuk melayani kebutuhan masyarakat PNS diharapkan sekaligus dituntut untuk memiliki produktifitas kerja yang baik. Berdasarkan data ILO pada tahun 2009, produktifitas kerja karyawan Indonesia berada pada posisi 83 dari 124 negara (Jannatin & Hadi, 2012). Menurut Kaligis (2013) banyak masalah yang terjadi pada PNS di Indonesia, seperti jumlah pegawai yang terlalu banyak dibandingkan dengan beban pekerjaan yang ada, sehingga para karyawan menjadi tidak terlalu produktif. Pegawai kurang diberdayakan, dimana dalam organisasi tersebut terdapat cukup banyak pegawai namun hanya sedikit yang diberdayakan. Disisi lain pegawai yang minim beban kerja tidak diberdayakan dan tidak ada upaya peningkatan kualitas pegawai, sehingga pada akhirnya pegawai tersebut hanya akan menjadi beban organisasi. Banyak hal yang berdampak pada produktifitas suatu organisasi, salah satunya adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB merupakan salah satu bentuk perilaku produktif, secara umum OCB bukanlah pekerjaan formal seorang karyawan dan perilaku ini juga tidak memiliki imbalan secara formal (Jex, 2002). OCB mengacu pada perilaku-perilaku karyawan yang dilakukan secara sukarela dimana perilaku-perilaku tersebut dapat meningkatkan efektivitas organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan. OCB adalah perilaku atau pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan yang melebihi kewajiban mereka, dimana perilaku tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, kesatuan dan keterpaduan di tempat kerja mereka (Hodson; Bateman & Organ, dalam Rezai & Sabzikaran, 2012). Menurut Organ (dalam Vazifeh, Rahmana, Lotfi & Dorosti, 2013) OCB adalah perilaku yang sepenuhnya dilakukan secara sukarela oleh karyawan dan tidak

(4)

dapat diidentifikasi dengan sistem pembayaran baik secara eksplisit maupun implisit, namun perilaku ini dapat meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. OCB dapat tercermin dari perilaku datang tepat waktu di tempat kerja, mengikuti peraturan di tempat kerja, juga membantu teman yang sedang kesulitan di tempat kerja. Seorang karyawan dikatakan telah menunjukkan perilaku OCB saat mereka membantu rekan kerjanya bila mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya (Ranjbar, Zamani, & Amiri, 2014).

Namun dalam kenyataannya belum semua PNS memiliki OCB di dalam diri mereka. Hal ini terlihat dari masih banyaknya permasalahan mengenai pelayanan publik yang terjadi. Permasalahan di sektor pelayanan publik yang paling sering terjadi adalah mengenai diskriminasi, adanya pungutan liar, dan ketidakpastian informasi yang diberikan, sehingga memicu terjadinya korupsi dan kolusi. Berdasarkan hasil survei KPK mengenai Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2014, diperoleh hasil bahwa indeks rata-rata tingkat upaya anti korupsi (5,93) dan mekanisme pengaduan masyarakat (5,77) masih rendah, selain itu indeks keterbukaan informasi (6,49), pemanfaatan teknologi (6,73), dan perilaku pengguna layanan (6,90) masih harus ditingkatkan (acch.kpk.go.id, 2014). Dalam survei yang dilakukan juga ditemukan bahwa masih terdapat kasus masyarakat yang membayar biaya tambahan dalam proses layanan, yakni sebesar (11,76%), selain itu masih terdapat kasus diskriminasi yakni sebesar (7,82%) dalam proses pelayanan publik. Kasus mengenai keterbukaan informasipun masih terjadi dimana sebanyak 6,50% tidak ada keterbukaan informasi mengenai biaya, 5,76% tidak ada keterbukaan mengenai informasi waktu, 2,96% tidak ada keterbukaan mengenai informasi persyaratan, dan sebanyak 2,63% menyatakan tidak ada keterbukaan mengenai prosedur yang akan dilakukan (acch.kpk.go.id, 2014). Menurut Ombudsman, di tahun 2014 lalu banyak keluhan mengenai buruknya pelayanan pemerintah daerah. Sebanyak 6.180 laporan yang masuk

(5)

43,7% diantaranya adalah keluhan terhadap pemerintah daerah. Lembaga survei internasional dan organisasi nonpemerintah juga menemukan bahwa Indonesia berada di posisi bawah dalam hal pelayanan publik, yakni peringkat ke-121 dari 125 negara (metrotvnews.com, 2014). Masih terdapat diskriminasi dalam melakukan pelayanan terhadap publik. Dalam sebuah sidak yang dilakukan ketua KPK di Rumah Sakit Sardjito terkait jamkesda menemukan bahwa pelayanan jaminan kesehatan masyakat ternyata tidak maksimal, dimana seorang ibu yang merupakan pasien miskin memerlukan biaya sebesar Rp. 1,2 juta namun Jamkesmas hanya menanggung dana sebesar Rp. 200 ribu bagi pasien tersebut (www.tempo.com, 2009). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oelh seorang mahasiswa UGM menemukan bahwa terdapat diskriminasi layanan publik di sebuah rumah sakit umum di Yogyakarta, dimana pasien dengan jaminan kesehatan sosial akan dilayani terakhir meski dating lebih awal, informasi yang diberikan pada pasien miskin juga sering berbeda antara perawat dengan dokter, pelayanan yang diberikanpun lebih baik kepada pasien kelas atas dibandingkan kelas bawah (health.kompas.com, 2012). Dalam sidak ke BPN juga ditemukan tidak adanya informasi yang jelas mengenai tarif atau waktu yang dibutuhkan, sehingga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kolusi dan korupsi (www.tempo.com, 2009). Selain itu banyak juga keluhan mengenai pelayanan publik bidang pendidikan di Yogyakarta, dimana sebanyak 32 aduan mengenai buruknya pelayanan di bidang pendidikan yang terjadi di sekolah negeri, swasta, ataupun sekolah-sekolah berbasis agama. Keluhan ini berupa adanya pungutan liar ataupun penahanan ijazah juga rapor siswa (joglosemar.co, 2014). Kasus-kasus diatas menunjukkan bahwa OCB belum tertanam kuat dalam diri PNS, dimana OCB yang merupakan perilaku menolong secara sukarela dalam diri PNS dapat dilihat dari kualitas pelayanan PNS kepada masyarakat.

(6)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ranjbar, Zamani, dan Amiri (2014) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara OCB dan produktivitas organisasi, yakni dalam dimensi megnaninity, social etiquette, work ethics, organizarional commitment, self-satisfaction, dan altruism. OCB memiliki dampak yang positif dan juga besar terhadap produktivitas, dimana OCB dapat mempengaruhi produktivitas kerja hingga sebesar 91% (Rezai dan Sabzikaran, 2012). Salah satu cara untuk menumbuhkan dan mempertahankan perilaku OCB pada karyawan di sebuah organisasi adalah dengan menciptakan dan mempertahankan Quality of Work Life (QWL) di lingkungan kerja karyawan tersebut. QWL adalah kualitas hubungan antara karyawan dengan lingkungan kerjanya secara keseluruhan (Nair, 2013). Menurut Robbins (dalam Kaur & Randhawa, 2012) QWL adalah sebuah proses dimana organisasi memberikan respon terhadap kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme dimana para karyawan dapat secara penuh mengambil keputusan untuk merancang kehidupan dunia kerja mereka. Dalam prinsip QWL, individu dianggap sebagai sumber daya yang penting bagi organisasi dan harus diperlakukan dengan layak (Straw dan Heckscher dalam Kaur dan Randhawa, 2012). Menurut Nair (2013) terdapat hubungan yang signifikan antara QWL dengan OCB, yakni pada dimensi altruism dan conscientiousness. Menurut Helmiatin (2014) QWL memiliki hubungan yang positif dengan OCB, dimana seorang pegawai yang memiliki kualitas kehidpan kerja yang baik akan selalu berusaha mendapatkan informasi yang lengkap mengenai perkembangan dari organisasi tempat ia bekerja. Hal ini sesuai dengan salah satu aspek dari OCB, yakni courtesy dimana pegawai mengikuti perubahan dan perkembangan organisasi. Menurut Vazifeh, Rahmana dan Dorosti (2013) QWL memiliki dampak secara langsung terhadap OCB, dimana QWL seseorang dicerminkan dengan adanya sistem pembayaran yang adil dan memadai, kondisi kerja yang aman dan memberikan kesempatan karyawan atau pegawai untuk berkembang, adanya kebebasan

(7)

untuk mengemukakan pendapat di lingkungan kerja, dan adanya keseimbangan antara kehidupan kerja karyawan dengan kehidupan pribadinya. Jika suatu pekerjaan dapat menyediakan hal-hal tersebut, maka QWL seorang karyawan akan mengingkat yang nantinya akan berdampak pada peningkatan OCB.

Dari penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa QWL memiliki peranan yang penting dalam dunia pekerjaan. Dengan adanya QWL yang baik pada diri karyawan maka akan tercipta pula perilaku extra-role yang tercermin dari OCB pada karyawan dalam sebuah organisasi, dimana perilaku ini nantinya dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas kinerja organisasi. Selain dipengaruhi oleh QWL, OCB juga dapat dipengaruhi oleh iklim organisasi dan motivasi kerja intrinsik karyawan.

Iklim organisasi adalah persepsi yang dimiliki oleh anggota organisasi mengenai organisasi mereka dan lingkungan kerja mereka (Robbins dan Judge, 2013). Penelitian Waspodo dan Minadaniati (2012) serta Maamari dan Messarra (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan OCB. Farooqui (2012) juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dan OCB, dimana karakteristik peran, kepemimpinan, hubungan di tempat kerja, sistem organisasi, dan karakteristik pekerjaan dapat mempengaruhi OCB. Hal ini senada dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ahmadizadeh, Heydarinejad, Farzam, dan Boshehri (2012) dimana iklim organisasi yang positif akan mendorong karyawan untuk menunjukkan OCB yang tinggi. Iklim organisasi yang sehat memiliki pengaruh yang positif terhadap hubungan profesional antar staf, dan dengan adanya iklim yang sehat akan terbentuk hubungan yang akrab antar staf, selain itu para staf juga akan merasa lebih puas, lebih termotivasi dan lebih bertanggung jawab sehingga pada akhirnya para staf akan menunjukkan OCB (Suresh et al., 2010; Duff, 2007; dalam Ahmadizadeh et al., 2012).

(8)

Selanjutnya motivasi kerja intrinsik juga dapat mempengaruhi OCB. Menurut Robbins dan Judge (2013) motivasi kerja adalah proses yang mempengaruhi intensitas, arah, dan ketekunan individu untuk melakukan usaha demi mencapai tujuan organisasi. Motivasi kerja seorang karyawan dapat berasal dari dalam diri (intrinsic motivation) maupun dari luar (extrinsic motivation). Orang yang termotivasi secara intrinsik dalam mengerjakan perkerjaan mereka, akan memiliki ketertarikan yang lebih besar, kegembiraan, kesenangan, dan keyakinan yang mengarah pada peningkatan kinerja, kreativitas, ketekunan, semangat, kesejahteraan umum, dan harga diri (Ryan & Deci dalam Wilson, diperoleh dari www.abcbodybuilding.com, 2014). Antonio dan Sutanto (2014) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan OCB, dimana karyawan yang berusaha berprilaku dengan baik menunjukkan bahwa adanya motivasi dari dalam diri sendiri untuk memperbaiki dirinya. Karyawan yang termotivasi secara intrinsik akan berpartisipasi aktif dalam lingkungan kerjanya dan berusaha menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi diri mereka dan bagi rekan-rekan kerjanya (Rodriguez, 2010).

Selain dapat mempengaruhi OCB, iklim organisasi dan motivasi kerja intrinsik juga dapat mempengaruhi QWL seseorang. Menurut Gunaraja dan Venkatramaraju (2013) terdapat hubungan antara iklim organisasi dan QWL. Senada dengan penelitian tersebut, Jewell dan Siegel yang mengungkapkan bahwa baik tidaknya QWL seorang karyawan mengacu pada situasi kerja secara keseluruhan (Aryansah & Kusumaputri, 2013). Menurut Aryansah dan Kusumaputri (2013) terdapat hubungan positif yang signifikan antara iklim organisasi dan QWL karyawan, namun perbedaan persepsi karyawan terhadap iklim organisasi dapat mempengaruhi QWL karyawan tersebut. Selain iklim organisasi, motivasi kerja intrinsik seorang karyawan juga mempengaruhi QWL karyawan tersebut. Menurut Blais, Briere, Lachance, Riddle, dan Vallerand (dalam Fernet, 2013) Autonomous

(9)

motivation memiliki hubungan yang positif dengan psychological well-being seorang karyawan, dimana autonomous motivation ini mengacu pada tindakan yang dilakukan atas kemauan diri mereka sendiri, seperti saat seorang karyawan melakukan pekerjaan demi kesenangan dan kepuasan mereka sendiri juga karena merasa pekerjaan tersebut penting bagi diri mereka. Dari penjabaran diatas dapat ditarik benang merah dimana iklim organisasi yang baik dan motivasi kerja intrinsik yang tinggi dalam diri seorang karyawan dapat meningkatkan QWL dan dengan meningkatnya QWL diharapkan perilaku OCB pada karyawan tersebut akan meningkat pula, sehingga dapat membantu organisasi untuk lebih produktif.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami dinamika hubungan antara motivasi kerja intrinsik, iklim organisasi, dan Quality of Work Life (QWL) dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) secara langsung maupun tidak langsung.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah : a. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai dinamika hubungan antara motivasi kerja intrinsik, iklim organisasi, dan Quality of Work Life (QWL) dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Pegawai Negeri Sipil. Selain itu dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri Organisasi mengenai motivasi kerja intrinsik, iklim organisasi, Quality of Work Life (QWL), dan Organizational Citizenship Behavior (OCB).

(10)

b. Manfaat praktis

Sebagai bahan pertimbangan bagi organisasi untuk merancang suasana kerja yang lebih baik bagi pegawainya dan mengefektifkan perencanaan target kerja juga penilaian kerja berdasarkan prestasi sehingga dapat meningkatkan iklim organisasi, motivasi kerja juga QWL pada pegawai. Diharapkan hal tesebut akan mendorong munculnya OCB yang tinggi pada PNS. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan landasan bagi peneliti lain dalam ranah penilian yang sama.

Referensi

Dokumen terkait

Sehati Gas dalam hal pengarsipan dan pencatatan penjualan dan produksi tabung.Sistem pengarsipan dan pencatatan sebelumnya menggunakan sistem manual sehingga

Tahap 3a: Peta Strategi  Perspektif Pelanggan  Perspektif Keuangan  Perspektif proses layanan  Perspektif pembelajaran & pertumbuhan Tujuan Akhir.. Tahap 3b: Perspektif

Ayam buras milik peternakan rakyat dari 5 kecamatan di Kota Palangka Raya yang memiliki titer antibodi positif terhadap virus Avian influenza hanya 3 kecamatan yakni

Pentingnya pemahaman konsep reproduksi virus yang bertujuan agar siswa mampu mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-harinya tanpa miskonsepsi dan gambar

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada tahun 2010, jumlah gaji yang diperoleh TKI

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh nyata varietas tanaman yang diuji terhadap tinggi tanaman, namun tidak terdapat pengaruh nyata

Sebagian dari mereka mungkin akan menyuarakan ketidak puasan dengan mengajukan keluhan (complain), tetapi tidak sedikit pula dari mereka yang memilih untuk diam. Namun ada hal yang

2 Penilaian yang digunakan Global Islamic Economy tersebut adalah dengan mengakumulaksikan skor sesuai sub-sektor ekonomi Islam, seperti makan dan minuman halal, keuangan