• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1. Latar Belakang Masalah

Wakaf merupakan salah satu anjuran agama Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtimaiyah (ibadah sosial) karena wakaf adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari keridhaan-Nya. (Anshori, 2005, 1) Persoalan wakaf adalah persoalan

pemindahan hak milik yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. (Dahlan, 1997: 6)

Harta benda wakaf tidak semata-mata untuk sarana ibadah dan sosial akan tetapi harus diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalamarti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah.

Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memerankan peran yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu, keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dengan berbagai sarana danprasarana yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah. Berbagai bukti menunjukkan, sumber-sumber wakaf tidak saja digunakan untuk membangun perpustakaan ruang- ruang belajar, tetapi juga untuk membangun perumahan siswa, riset, jasa-jasa foto copy, pusat seni dan lain-lain.( Nasution,2006, 10)

Mewakafkan harta benda adalah salah satu amal jariyah yang sangat dianjurkan dalam agama Islam.Namun pada dasarnya wakaf merupakan tindakan sukarela untuk medermakan kekayaan.Kendatipun

(2)

tidak secara jelas dan tegas disebutkan dalam al-Qur'an, beberapa ayat yang memeritahkan manusia berbuat baik di pandang oleh para ahli sebagai landasan perwakafan. Allah SWT. Berfirman dalam Surat al-Baqarah ayat 267:





























































“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Depag RI, 1981: 75)

Begitu juga dalan hadist yang dijadikan landasan perwakafan, Rasulullah SAW. Bersabda :

Artinya: "Dari Abu Hurairah RA: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Ketika manusia meninggal dunia maka amalnya putus darinya, kecuali karena tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya. "(Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, 2006, 119)

(3)

Para ahli Fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka berbeda pula dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:

1.1 Madzhab Hanafi

Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan defenisi itu maka pemilikan hata wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan iadibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya.Jadi timbul dari wakaf hanyalah "menyumbangkan manfaat". Karena itu Mazhab Hanafi mendefenisikan wakaf adalah: "Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang".(Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam,2006, 1-2)

1.2 Mazhab Maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebutkepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq, walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang.Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari pengguna secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk

(4)

tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenannya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya). (Kementerian Agarna Republik Indonesia 2006, 1)

1.3 Mazhab Syafi'iyyah dan Hanabilah

Syafi'i dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti: perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. (Kementerian Agama Republik Indonesia 2006, 1)

Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf'alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakiftidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut.Apabila wakif melarangnya, maka qadli berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf'alaih. Karena itu mazhab Syafi'i mendefenisikan wakaf adalah: "Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang bersatus sebagai milik Allah Swt, dengan

menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial). ( Kementerian Agarna Republik Indonesia 2006, 2)

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemilikanharta wakaf menurut Abu Hanifah dan Imam Malik masih dalam penguasaan si wakif.Sedangkan menurut Syafi'i dan Hanbali kepemilikan harta wakaf terlepas harta dari si wakif.Sedangkan peruntukan harta wakaf tidak terdapat perbedaan, yaitu untuk jalan kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.Jadi wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya, yang dapat diambil

(5)

manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan. ( Sulaiman Rasjid, 2008, 339)

Dewasa ini perkembangan wakaf semakin pesat terutama di Indonesia.Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Hukum Positif Indonesia yang melahirkan undang-undang tentang perwakafan yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 1 Ayat (I) menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah. . (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004, Ayat 1)

Terkait sebelumnya wakaf telah diatur dalam PP 28/1977 dan KHI Pasal 215 Inpres No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) dinyatakan : "wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian benda miliknya dan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam.( Kompilasi Hukum Islam Pasal 215 ayat 1)

Selanjutnya tata cara wakaf diatur dalam UU Mengenai pendaftaran tanah wakaf pada sub Direktorat Agraria (sekarang Kantor Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 UU No. 41 Tahun 2004, PP No. 28 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977

Ada tiga prosedur yang harus diperhatikan dalam rangka pendaftaran tanah wakaf.Ketiga prosedur ini tergantung dari status tanah yang akan diwakafkan.

(6)

prosedur ini calon wakif sudah mempunyai sertipikat Hak Milik atas nama wakif. Pada tahapan pertama yang dilakukan adalah proses penerbitan Akta Ikrar Wakaf di Kantor KUA Kecamatan setempat yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Setelah Akta Ikrar Wakaf diterbitkan, maka langkah berikutnyapermohonan penerbitan sertifikat tanah wakaf oleh PPAIW Kecamatan atas nama nazhir yang diajukan kepada Kepala Pertanahan (BPN) Kabupaten/Kota, sebagaimana ketentuan dalam pasal 32 sampai 35 UU No. 41 Tahun 2004.

3.2 Untuk hak atas tanah yang belum bersertipikat. Pada tahapan ini tanah milik calon wakif belum mempunyai Sertipikat Hak Milik. Bagi tanah milik yang demikian dokumen dan prosesnya lebih rumit dan panjang termasuk pembiayaan yang lebih besar. Ada tiga proses yang harus dilakukan : yang pertama penerbitan sertifikat hak milik atas nama wakif dulu, kedua penerbitan Akta Ikrar Wakaf oleh PPAIW, dan yang ketiga permohonan penerbitan sertifikat tanah wakaf oleh PPAIW atas nama nazhir yang diajukan kepada Kepala Pertanahan Kabupaten/Kota. Perbedaan yang utama dalam tahapan ini yaitu tanah yang akan diwakafkan harus bersertifikat hak milik atas nama wakif dulu, baru prosedur berikutnya sama dengan tahapan pada tanah yang telah bersertifikat. Proses yang demikian inilah yang sering menjadikan kendala dan problem. Ada keengganan dari nazhir karena harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dan rumitnya proses penerbitan sertifikat hak milik. Hal ini yang kemudian nazhir mencukupkan, bilamana wakif sudah menyatakan melepaskan hak atas tanahnya untuk diwakafkan. Akibatnya tanah yang diwakafkan tersebut belum mempunyai kepastian hukum bahwa tanah tersebut sudah diwakafkan oleh si Wakif.

(7)

3.3 Yaitu proses tanah wakaf yang masih berstatus bukan hak milik artinya tanah tersebut masih berstatus Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atau hak lain, karena dalam obyek Tanah Wakaf wajib berstatus Hak Milik, maka ada tiga langkah yang hares diperhatikan: pertama hak atas tanah tersebut (baik yang masih berstatus Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atau hak lain) harus dilakukan peningkatan Hak atau penegasan hak atas tanah agar dapat menjadi Hak Milik terlebih dahulu, langkah kedua, baru dibuatkan atau penerbitan Akta Ikrar Wakaf oleh PPAIW Kecamatan, dan yang ketiga permohonan penerbitan sertifikat tanah wakaf oleh PPAIW mewakili nazhir yang diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pada prosedur ini memang agak rumit sedikit dibandingkan dengan tanah yang sudah bersertifikat Hak Milik, akan tetapi lebih ringan dibandingkan dengan tanah yang belum bersertipikat dan biayanya juga tidak terlampau tinggi.

Selain berkaitan dengan status tanah wakaf yang menjadi kendala dalam jaminan kepastian hukum tanah wakaf, kendala yang lain terletak pada ketidak pahaman pihak-pihak dalam menjalankan prosedur wakaf. Peranan dari PPAIW sangat tinggi dalam rangka penerbitan Sertifikat Wakaf sehingga Tanah Wakaf tersebut mempunyai jaminan kepastian hukum.Dapat dilihat pada Pasal 32 UU No. 41 Tahun 2004, yang menyebutkan bahwa "PPAIW atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang berwenang paling lambat 7(tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani".PPAIW bukan saja menyiapkan dokumen atau kelengkapan administrasi saja sebagai kelengkapan untuk mengajukan permohonan pendaftaran sertipikat wakat tetapi pejabat yang dianggap mempunyai kompetensi dan kapabel untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum.

(8)

Begitu pula nazhir, tidak semua nazhir adalah orang-orang yang paham tentang ketentuan ataupun prosedur wakaf. Begitu si nazhir menerima harta wakaf, yang dipahami hanya mengelola begitu saja. Bisa jadi nazhir juga tidak faham antara hak dan kewajiban, ketentuan yang dibolehkan dan dilarang.Sedangkan penentuan nazhir adalah hak mutlak dari wakif, kepada siapa penerima dan pengelola obyek wakaf tersebut dipercayakan.

Penulis yang tinggal di Nagari Rao-Rao sejak kecil hingga sekarang dan telah mengenal Nagari tersebut, merasakan adanya kesenjangan antara keadaan masyarakat Rao-Rao yang agamis di satu sisi dengan penyimpangan praktek wakaf yang tidak sesuai dengan hukum Islam yaitu wakaf yang dilakukan, bisa ditarik kembali oleh ahli warisnya dengan mudah dikarenakan belum adanya bukti tertulis dari proses wakaf tersebut. Pasangan Bapak Amin dan Ibu Karti mempunyai dua orang anak.Semuanya laki-laki.Kehidupan keluarga tersebut sangat sederhana, sehari-harinya menjual pakaian bekas.Suatu saat dia membeli sawah tahunan yang ditanami coklat dan kentang.Hasilnya sangat bagus dan harga coklatnyasangat tinggi.Dari hasil tersebut dia dapat menyekolahkan kedua putranya sampai lulus sarjana. Memang, nasib yang beruntung, putra pertama ( Bagus ) menjadi pengusaha sukses dan putra kedua (Bagas ) menjadi PNS yang punya jabatan.Sebelum Bapak Amin dan Ibu Karti meninggal, mereka mewariskan sebagian tanah kepada kedua orang putranya dan sebagian diwakafkan.Bagus sangat lancarmenjalankan usahanya.Tetapi setelah beberapa tahun kemudian mengalami kebangkrutan.Sehingga semakin lama sebagian harta yang dimiliki mulai habis dan kondisi badannya sakit-sakitan. Biaya untuk berobat sangat mahal, harta kekayaannya sudah habis terjual dan dia tinggal bersama anaknya.

(9)

Karena keadaan yang sangat mendesak ( untuk berobat ), akhirnya tanah yang sudah diwakafkan oleh orang tuanya ke masjid ditarik pada tahun 2004kembali untuk dijual. Dalam melaksanakan perwakafan tanahnyaseluas 250m ( sebelah timur rumah Bapak Mutakin, barat ramah Bapak Syahroni, selatan rumah Bapak Hanzari dan utara jalan raya ) dengan panjang 25m dan lebar l0 m, Bapak Amin hanya melalui pembicaraan saja. Hanya diserahkan kepada salah satu pengurus masjid ( Bapak Subagio ). Dalam penyerahan wakaf tersebut tidak ada saksi.Setelah pembicaraan itu selesai pengurus masjid menunjuk Bapak Yumanto sebagai nazhir.Tetapi karena belum adanya bukti tertulis dari pemberi wakaf maka nazhir masih ragu-ragu dalam menjalankan tugasnya.Yang sebetulnya tanah tersebut perlu segera mendapatkan penanganan secepatnya karena ditumbuhi oleh pohon-pohon liar. Sedangkan tujuan wakaf tersebut akan dipergunakan sebagai saranapendidikan ( Taman Kanak-Kanak dan tempat ibadah ).

dapat disimpulkan bahwa dalam judul skripsi ini tentang Penarikan Tanah Wakaf di Nagari Rao-Rao Kecamatan Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar.

2. Pertanyaan Penelitian

Dari paparan latar belakang masalah tersebut di atas, masalah yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah :

2.1 Kenapa pelaaksanan wakaf tanah di Nagari Rao-Rao Kecamatan Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar tersebut?

2.2 Bagaimana tinjauan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terhadap penarikan wakaf tanah yang sudah diwakafkan tersebut ?

(10)

3. Signifikasi Penelitian

3.1 Mengetahui prosedur pengurusan wakaf tanah.

3.2 Mengetahui faktor-faktor penyebab penarikan tanah wakaf di Nagari Rao-Rao Kecamatan Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar.

3.3 Mengetahui tinjauan hukum Islam ( fiqih ) dan undang-undang di Indonesia terhadap perilaku penarikan tanah wakaf tersebut.

4. Telas pustaka

4.1 Bagi akademik diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan mengenai tata cara perwakafan yang terjadi di dalam masyarakat.

4.2 Bagi aparat pemeratas terkait dapatmemberikan gambaran nyata mengenai latar belakang dan proses terjadinya praktek wakaf di Nagari Rao-rao sehingga dapat merencanakanpenyuluhan agama dan perbaikan sistem kepengurusan wakaf secara lebih intensif.

5. Kerangka teori

Agar terdapat kejelasan pengertian dalam penelitian ini dan supaya terhindar dari kerancuan atau kesalahan penafsiran istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis merasa perlu untuk memberikan penjelasan dan penegasan istilah sebagai berikut:

Penarikan

Mempunyai pengertian hal (perbuatan, cara) Yang saya maksud dengan penarikan disini adalah mengambil kembali.

Wakaf

Dalam penelitian ini penulis mengambil pengertian wakaf menurut Imam Syafi'i dan Ahmad adalah melepaskan harta dari kepemilikan pribadi.Setelah harta tersebut diwakafkan maka wakif tidak berhak lagi dengan harta yang diwakafkan, harta tersebut juga tidak boleti diambil kembali atau diwariskan karena harta tersebut sudah menjadi milik Allah SWT.

(11)

Ahli Waris

Adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris ( KHI, 1998: 81).

Jadi dari penegasan istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam judul skripsi ini tentang Penarikan Tanah Wakaf di Nagari Rao-Rao Kecamatan Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar.

6. Metode Penelitian 6.1 Jenis Penelitian

Penelitian lapangan ini merupakan studi kasus dengan metode deskriptif kualitatif, yakni sebuah metode penelitian di mana peneliti menjelaskan kenyataan yang didapatkan dari kasus -kasus di lapangan sekaligus berusaha untuk mengungkapkan hal -hal yang tidak nampak dari luar agar khalayak dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

6.2 Teknik Pengumpulan Data Wawancara

Data dikumpulkan dengan mewawancarai ahli waris, tokoh agama, tokoh masyarakat sekitar, yang menerima wakaf, dan instansi terkait.Selain itu wawancara juga dilakukan kepada masyarakat setempat.Sebagai data penunjang sekaligus untuk mengetahui tanggapan masyarakat.

6.3 Metode Analisis Data 6.3.1 Deduktif

Apa saja yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam suatu kelas antar jenis, berlaku juga untuk semua peristiwa yang termasuk dalam kelas/jenis itu. Dalam arti apa yang berlaku pada suatu yang

(12)

bersifat umum berlaku juga pada sesuatu yang sejenis . 6.3.2 Komparatif

Cara pembahasan dengan mengadakan analisis perbandingan antara beberapa pendapat, kemudian diambil suatu pengertian atau kesimpulan yang memiliki faktor-faktor yang ada hubungannya dengan situasi yang diselidiki dan dibandingkan antara suatu faktor dengan faktor lain.

7. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, meliputi uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Wakaf menurut hukum Islam dan peraturan wakaf di Indonesia,penguraikan pengetian dan dasar hukum wakaf,macam –macam wakaf,aturan tentang wakaf menurut UU 41 tahun 2004

Bab III Tinjauan UU No 41/2004 tentang wakaf terhadap peraturan tanah wakaf oleh ahli waris di Nagari Rao-Rao,Kondisi

Geografis, Ekonomi, dan Sosial Budaya, dan Pelaksanaan dan Penarikan tanah Wakaf yang terjadi di Nagar Rao-Rao.

Bab lV Penutup, merupakan bagian terakhir penulisan skripsi ini. Pada bab ini akan disimpulkan keseluruhan isi skripsi mengenai hasil penelitian penarikan wakaf tanah oleh ahli warisnya, serta berisi saran terhadap akademik iain padang, khususnya terhadap program studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah (AS ).

Referensi

Dokumen terkait

1. Kecemasan keluarga pedagang pasar terhadap belajar daring di era covid- 19 di Desa arungkeke pallantikang Kab Jeneponto yakni, 1) Kurangnya pemahaman dan minat belajar

Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting pengaruhnya pada motivasi karyawan, hal ini dapat memberikan dorongan terhadap karyawan agar dapat berkerja memenuhi

Menurut Suyanto (1999) dalam Dwiyono (2004), pakan yang akan digunakan untuk pembesaran ikan lele ini relatif mudah didapat karena beberapa perusahan pakan telah

angka keluaran hongkong tahun 2004 sampai dengan thn 2005, arsip data paito result pasaran togel dan pengeluran togel hkg pools.. 2.1 Aset 2.2 Liabiliti 2.3 Ekuiti Pemilik 2.4 Hasil

Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah daun seledri pada media tanam tanah entisol yang terpapar pupuk limbah cair nanas satu kali maupun dua kali tidak terdapat

dan mereka itu tidak nampak yang ia adalah satu gerakan atau pertubuhan

Atribut-atribut tersebut adalah kualitas grafis, tidak sering crash,tidak sering hang, tidak sering lag, kapasitas baterai, kualitas gambar yang ditangkap/diambil,

Gambar 8 FluktuasiTingkat Pelayanan Ruas Jalan di Lokasi Penelitian Tingkat pelayanan ruas jalan lajur kiri terburuk terjadi di Jalan Utama Gerbang Depan dengan