PEMBENTUKAN PORTOFOLIO ASET YANG OPTIMAL MENGGUNAKAN METODE CONSTANT CORRELATION MODEL (Studi Kasus PT. Batavia Prosperindo Sekuritas pada Saham Blue Chips)
Syafnides Winda .S1, Dr. Lienda Noviyanti, M.Si2, Achmad Zanbar Soleh, M.Si2 1
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran 2Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran
Abstrak. Diversifikasi dalam portofolio dapat mengurangi tingkat risiko dan pada saat waktu yang sama dapat mengoptimalkan tingkat pengembalian yang diharapkan. Metode CCM digunakan ketika terdapat korelasi antar saham yang satu dengan saham lainnya dalam suatu portofolio. CCM hanya mengkorelasikan saham yang satu dengan saham lainnya tanpa melibatkan indeks pasar. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga penutupan saham blue chips harian pada periode Januari–September 2013. Portofolio optimal yang dibentuk dengan metode CCM pada saham blue chips yang diperdagangkan oleh BPS (PT. Batavia Prosperindo Sekuritas) menghasilkan nilai slope sebesar 6.7767%. Sedangkan portofolio yang dibentuk dari saham blue chips tahun 2013 menghasilkan nilai slope sebesar 12.4611%. Nilai slope yang paling tinggi merupakan portofolio yang memberikan return maksimal dengan risiko minimal terbaik. Dalam pemilihan saham, diharapkan korelasi antar saham-saham yang masuk dalam portofolio memberikan nilai korelasi yang kecil sehingga dapat memperkecil risiko.
Kata kunci : Portofolio Optimal, Nilai Slope, Metode Constant Correlation Model
Abstract. Diversification in a portfolio can reduce the rate of risk and at the same time optimize the rate of expected return . CCM method can be used when there is a correlation between the stock with other stocks in a portfolio . CCM only shares correlate with each other without involving the stock market index . The data used in this research is the closing price of the daily blue-chip stocks from January-September 2013. Optimal portfolio is formed by the method of CCM on blue chip stocks traded by BPS (PT Batavia Prosperindo Securities ) producing slope value of 6.7767%. While the portfolio formed from blue chip stocks 2013 produce the slope value of 12.4611 % . The highest slope value is the best portfolio that provides maximum return with minimal risk. In selecting stocks , the expected correlation between the stocks included in the portfolio give small correlation values that can reduce the rate of risk .
Keywords: Optimal Portfolio, Slope Coefficient, Method of Constant Correlation Model PENDAHULUAN
Diversifikasi risiko dapat dilakukan dengan membeli beberapa jenis saham dalam suatu portofolio. Diversifikasi bertujuan untuk menyebarkan risiko. Penentuan portofolio optimal penting bagi kalangan investor dalam menghasilkan return portofolio maksimal dengan risiko minimal. Portofolio optimal merupakan bagian dari portofolio efisien yakni portofolio yang menawarkan tingkat return yang besar dengan risiko yang kecil.
Batavia Prosperindo Sekuritas (BPS) merupakan institusi yang bergerak dalam bidang investasi aset berisiko (produk Equity Brokerage) dan bebas risiko (produk Fixed Income). Dalam perdagangan aset berisiko, BPS memprioritaskan saham-saham blue chips. Blue chips adalah
saham-saham perusahaan besar yang telah terbukti memiliki reputasi baik dan secara historis memiliki catatan pertumbuhan keuntungan (profit growth) dari tahun ke tahun. Saham-saham blue chips bergerak dalam berbagai sektor. Portofolio yang ditawarkan oleh BPS terdiri dari aset bebas risiko dan saham-saham blue chips pada sektor finansial, properti, dan infrastruktur selama tahun 2013.
Pembentukan portofolio dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah Constant Correlation Model (CCM). CCM identik dengan SIM, tetapi yang membedakan kedua metode ini adalah formulasi kovariansinya. Berdasarkan formulasi kovariansi tersebut, pada SIM terdapat korelasi antara saham dengan indeks pasarnya, tetapi pada CCM hanya mengkorelasikan saham yang satu dengan saham
lainnya tanpa melibatkan indeks pasar. Dalam pembentukan portofolio optimal, SIM memfokuskan kepada penggunaan ERB (Excess Return to Beta), akibatnya SIM digunakan untuk memprediksi risiko portofolio berdasarkan varians indeks pasar. Sedangkan CCM memfokuskan pada penggunaan ERS (Excess Return to Standard Deviation), akibatnya CCM digunakan untuk memprediksi risiko portofolio berdasarkan koefisien korelasi antar saham. CCM lebih tepat digunakan ketika investor memiliki dugaan bahwa terdapat hubungan antara saham yang satu dengan saham lainnya. Pada CCM, terlebih dahulu dilakukan pemilihan saham yang memang berkorelasi secara signifikan. CCM memiliki tujuan yaitu menentukan portofolio yang optimal dengan proporsi tertentu untuk memaksimumkan return dengan meminimalkan risiko.
Portofolio optimal adalah portofolio yang memberikan ekspektasi return yang tinggi dan risiko minimum. Return adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan sedangkan risiko adalah ukuran yang mengukur tingkat kerugian. Portofolio yang dibentuk tentu memiliki kendala, diantaranya adalah regulasi dan ketidakpastian harga saham sehingga portofolio yang dibentuk sulit untuk dioptimalkan. Dalam konteks manajemen portofolio, semakin banyak jumlah saham dalam portofolio, semakin besar manfaat pengurangan risiko. Hal ini disebabkan oleh, jika return suatu saham mengalami penurunan maka akan dapat ditutupi dengan saham lainnya.Asumsi-asumsi yang digunakan pada metode CCM :
1. Koefisien korelasi antar aset konstan
Nilai konstan yang digunakan adalah nilai rata-rata dari koefisien korelasi antar aset. 2. Tersedia aset bebas risiko (risk free asset)
Dalam penelitian ini, aset bebas risiko yang digunakan adalah Surat Utang Negara (SUN). SUN adalah salah satu jenis obligasi jangka pendek yang memiliki kinerja relatif kuat terhadap gejolak inflasi. SUN merupakan obligasi pemerintah atau korporasi.
3. Short sales tidak diijinkan
Short sales adalah meminjam sekuritas yang tidak dimiliki dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penurunan harga. Short sales merupakan suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham dimana investor meminjam dana (on margin) untuk menjual saham (yang belum dimiliki) dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli
kembali dan mengembalikan pinjaman saham ke pialang pada saat saham turun. Jadi, ketika asumsi short sales tidak diijinkan, maka sekuritas yang akan diperjualbelikan hanya sekuritas yang ada dalam portofolio yang seluruh bobotnya bernilai positif.
4. Distribusi return saham
Return saham diasumsikan berdistribusi normal.
5. Tidak terdapat autokorelasi antar return saham.
Pemodelan return portofolio pada CCM tidak melibatkan periode waktu.
METODE PENELITIAN
Tahapan analisis data akan diawali dengan menghitung nilai ekspektasi dan varians dari rate of return masing-masing saham, kemudian dilanjutkan dengan seleksi saham yang akan masuk dalam portofolio optimal, menghitung bobot setiap saham terpilih, menghitung return dan risiko portofolio optimal aset berisiko dan bebas risiko, dan terakhir menghitung nilai slope menggunakan metode CCM.
2.1 Return Saham 2.1.1 Realized Return
Realized return adalah return yang sesungguhnya terjadi atau didapatkan oleh investor. ( ) ( 1) ( ) ( 1) 1, 2,..., ; 1, 2,..., i j i j i j i j P P i n R j m P
2.1.2 Expected Return Saham
Expected return adalah return yang diharapkan akan didapat oleh investor di masa depan. Jika return setiap saham berdistribusi normal ( ), dan apabila yang digunakan adalah data sampel, maka tingkat keuntungan ini dapat ditaksir dengan rumus :
( ) 1 1, 2,..., 1 ; 1, 2,..., m i i j j i n R R j m m
2.2 Risiko SahamRisiko investasi merupakan terjadinya kerugian dalam suatu investasi. Varians merupakan salah satu alat statistik yang digunakan untuk mengukur penyimpangan dari nilai ekspektasi, oleh karena itu varians dapat digunakan untuk mengukur risiko. Jika return setiap saham berdistribusi normal ( ) maka tingkat kerugian ini dapat dihitung dengan rumus :
(1)
2 2 ( ) ( ) 1 1, 2,..., 1 ˆ ; 1, 2,..., 1 m i j i i j j i n R R j m m
2.3 Seleksi Saham untuk Portofolio Optimal 2.3.1 Seleksi Saham
Menurut Elton dan Gruber (1994) terdapat tiga prosedur seleksi saham berdasarkan CCM yaitu menghitung ERS dan melakukan perankingan saham, menentukan korelasi konstan antar saham, menentukan cut-off rate (C*), dan menentukan bobot optimal setiap saham.
2.3.2 Menghitung ERS (Excess Return to Standard Deviation)
ERS adalah kelebihan return relatif terhadap satu unit risiko yang tidak dapat didiversifikasikan yang diukur dengan standar deviasi (Elton dan Gruber, 1994). Rasio ERS ini juga menunjukkan hubungan antara dua faktor penentu dalam investasi, yaitu return dan risiko. Dalam bentuk matematis rasio tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
; 1,..., . i F i i E R R ERS i n 2.3.1.2 Perankingan SahamSaham-saham diurutkan dari nilai ERS tertinggi sampai nilai ERS yang terendah. Saham dengan nilai ERS negatif dikeluarkan sebagai calon kandidat. Maka sekuritas yang tadinya berjumlah n, setelah
dilakukan perangkingan dan penyisihan sekuritas yang ERS-nya negatif, didapatkanlah sekuritas sejumlah n* dengan syarat
n*n
.2.3.2 Menghitung Cut-Off Rate 2.3.2.1 Korelasi Antar 2 Saham
Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel disertai dengan perubahan variabel lainnya, baik dalam arah yang sama ataupun arah sebaliknya. Koefisien korelasi return saham bersifat simetris
ij
, artinya tidak membedakan peran darireturn saham yang terlibat. Korelasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
* * * * 1 1 1 1 2 2 * * * * 2 2 1 1 1 1 * ˆ . * * n n n n i j i j i j i j ij n n n n i i j j i i j j n R R R R n R R n R R
Dalam konteks diversifikasi, korelasi antar saham akan menjelaskan sejauh mana return dari suatu sekuritas terkait satu dengan yang lainnya. Semakin rendah koefisien korelasi antar return saham, semakin efektif mengurangi risiko portofolio.
2.3.2.2 Korelasi Konstan
Nilai korelasi konstan yang digunakan adalah nilai rata-rata dari koefisien korelasi antar aset yang dirumuskan sebagai berikut:
1 1 ˆ , N N ij i j i j c N
dengan banyaknya
(
ˆ
ij)
yang perlu dihitung adalah: * ( * 1) . 2 n n N 2.3.2.3 Formulasi Cut-off Rate
Portofolio yang optimal akan terisi dengan saham-saham yang memiliki nilai rasio ERS yang tinggi. Saham-saham dengan rasio ERS yang rendah tidak akan dimasukkan ke dalam portofolio optimal. Dengan demikian diperlukan sebuah nilai cut-off rate yang menentukan batas nilai ERS berapa yang dikatakan tinggi. Untuk mendapatkan nilai cut-off rate dapat digunakan rumus seperti berikut :
1 . ; 1, 2,..., * 1 i j F c i j c c j E R R C i n i
Nilai Ci dicari dengan tujuan memisahkan
saham-saham yang akan masuk dan yang akan dikeluarkan dari portofolio optimal.
2.3.3 Tahap Seleksi Saham
Dari nilai-nilai Ci akan didapat nilai cut-off
rate (C*). Nilai cut-off rate (C*) adalah nilai Ci
dimana nilai ERSi terakhir yang masih lebih besar
dari nilai Ci (Elton & Gruber, 1994).
Jika ERSiC*, ;i1, 2,..., *n
maka saham tersebut masuk dalam portofolio optimal. Saham yang tadinya berjumlah n*, setelah dilakukan seleksi saham didapatkanlah saham sejumlah s dengan syarat
sn*
. 2.4 Portofolio Optimal2.4.1 Menentukan Bobot Optimal tiap Saham Setelah saham-saham yang terpilih untuk membentuk portofolio optimal telah didapatkan tahap selanjutnya adalah menentukan bobot masing-masing saham. Bobot saham digunakan (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
untuk membentuk portofolio optimal. Berikut ini adalah persamaan investasi relatif untuk masing-masing saham:
1 1
* ; 1,..., , i F i c i i E R R z C i s
maka untuk menentukan bobot saham ke-i dihitung dengan rumus berikut :
1 . ; 1,..., , i i s i i z w i s z
Setelah didapatkan bobot optimal pada masing-masing saham yang terpilih selanjutnya dapat dihitung return dan risiko portofolio.
2.4.2 Menentukan Bobot pada Aset Berisiko dan Aset Bebas Risiko
Untuk menghitung bobot pada aset berisiko dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
2,
0.01
ar F ar arE R
R
w
A
sedangkan untuk proporsi optimal aset bebas risiko adalah sebesar (1war).
2.4.3 Return Portofolio
Pada CCM, terdapat aset berisiko dan aset bebas risiko, maka ntuk menghitung return portofolio dapat digunakan rumus :
1 . s p F i i F i E R R w E R R
3.4.4 Risiko PortofolioRisiko portofolio dipengaruhi oleh korelasi dan standar deviasi antar saham yang ada dalam portofolio. Formulasi risiko portofolio adalah :
2 2 2 1 1 1 . s s s p i i i j i j ij i i j j i w w w
3.5 Fungsi Slope (Fungsi Objektif)
Prinsip metode CCM adalah memaksimumkan koefisien slope sehingga diperoleh return portofolio yang maksimum dengan risiko yang minimum. Koefisien slope yang paling besar merupakan portofolio yang paling optimal. Berikut formulasi dari fungsi slope :
. p F p E R R
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang akan dianalisis berupa harga penutupan saham harian blue chips yang terdiri dari sektor finansial (4 saham), infrastruktur (3 saham), dan properti (4 saham) yang diperdagangkan oleh BPS serta semua saham blue chips di berbagai sektor (29 saham) yang terdaftar pada tahun 2013 sebagai pembanding. Berikut akan disajikan data expected return setiap saham :
Tabel 1. Data Expected Return, Variansi, dan Standar Deviasi Masing-MasingSaham Blue Chips yang diperdagangkan oleh BPS Periode Januari – September
2013
Saham Blue Chips yang Diperdagangkan oleh BPS Kode Saham PTPP 0.002537 0.001890 0.043480 WIKA 0.002054 0.001515 0.038926 BSDE 0.001924 0.001093 0.033067 TLKM 0.001119 0.000593 0.024353 PGAS 0.001111 0.000675 0.025971 LPKR 0.000933 0.000981 0.031327 BBNI 0.000791 0.000734 0.027096 BBCA 0.000674 0.000493 0.022198 BBRI 0.000551 0.000670 0.025884 BMRI 0.000456 0.000727 0.026962 JSMR -0.000107 0.000458 0.021410
Sumber : Pengolahan Data.
Pada Gambar 2, return terbaik diberikan oleh saham PTPP, tetapi saham ini juga memiliki risiko yang paling besar. Lalu diikuti oleh saham WIKA, BSDE, TLKM, dan lain-lain. Akan tetapi, kombinasi return dan risiko yang paling tidak baik adalah saham JSMR, karena saham ini memberikan return yang bernilai negatif walaupun dengan risiko terkecil dibandingkan dengan saham-saham lainnya. Dugaan sementara, saham-saham terkuat yang menjadi kandidat portofolio optimal adalah PTPP, WIKA, dan BSDE karena ketiga saham ini memiliki karakteristik yang sama yaitu memberikan return yang tinggi dengan risiko yang tinggi pula. Pada Gambar 3, dugaan sementara, kandidat terkuat yang akan menjadi bagian dari portofolio optimal adalah saham MYOR, UNVR, BSDE, WIKA, dan PTPP. Kelima saham ini memberikan karakteristik yang sama yaitu memberikan return paling tinggi di antara saham-saham lainnya sehingga terletak dalam satu klaster. Perlu diingat bahwa, saham yang memliliki return negatif dikeluarkan dari calon kandidat portofolio optimal (saham yang diberi highlighting).
(10) (11) (12) (13) (14) (15) i
R
ˆi2 ˆiGambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Teoritis
Ya ( ) ( ) 1,..., ; * 1,..., j i i s R s n j m Closing Price dan RF
( ) 1, 2,..., ; 1, 2,..., i j i n P j m Realized Return ( ) 1, 2,..., ; 1, 2,..., i j i n R j m
Expected Return / Risk
2; 1, 2,...,
i i
E R dan i n
Hitung ERS Saham ke-i
; 1,..., i ERS i n ; i j ERS ERS ij ( )i ; ( ) 1,..., ERS i n ( )i ; ( ) 1,..., ERS i 0 n i
ERS Saham dikeluarkan
Tidak
( *)i ; ( *) 1,..., *
ERS i n
( )i ; ( ) 1,...,
ERS i n
Hitung korelasi antar saham
, 1,..., * ˆ ;ij i j n i j Saham terpilih
( )i max i ERS CHitung korelasi konstan
c
Hitung cut off rate ke-i
; 1,..., * i C i n Ya ( )i , ( )i ; 1,..., ; * E R i s sn Hitung
2 , , , i i ar ar z w E R Hitung bobot optimal
,
ar F
w
w
Hitung return portofolio
1 ( ) n p F i p F i E R R w E R R
Hitung risiko portofolio
2 2 2 1 1 1 n n n p i i i j ij i i j j i w w w
Perangkingan saham Tidak Pilih saham-saham yang berkorelasi signifikanHitung nilai slope
p F p E R R MULAI SELESAI
Tabel 2. Data Expected Return, Variansi, dan Standar Deviasi Masing-MasingSaham Blue Chips Periode
Januari – September 2013 Saham Blue Chips 2013 Kode Saham MYOR 0.002723 0.000503 0.022425 PTPP 0.002537 0.001890 0.043480 UNVR 0.002234 0.000856 0.029253 WIKA 0.002054 0.001515 0.038926 BSDE 0.001924 0.001093 0.033067 INDF 0.001278 0.000636 0.025227 MNCN 0.001233 0.001357 0.036837 JPFA 0.001152 0.000968 0.031113 TLKM 0.001119 0.000593 0.024353 PGAS 0.001111 0.000675 0.025971 KLBF 0.001075 0.000752 0.027431 LPKR 0.000933 0.000981 0.031327 ANTM 0.000930 0.000807 0.028414 BBNI 0.000791 0.000734 0.027096 BBCA 0.000674 0.000493 0.022198 CPIN 0.000585 0.001470 0.038338 BBRI 0.000551 0.000670 0.025884 BMRI 0.000456 0.000727 0.026962 AKRA 0.000421 0.000965 0.031065 AALI 0.000419 0.000639 0.025286 INCO 0.000408 0.001175 0.034274 JSMR -0.000107 0.000458 0.021410 PTBA -0.000298 0.001099 0.033158 ASII -0.000508 0.000617 0.024832 UNTR -0.000574 0.000751 0.027403 SMGR -0.000608 0.000730 0.027027 INTP -0.000825 0.000725 0.026929 ITMG -0.001997 0.000675 0.025984 LSIP -0.002447 0.001024 0.032002
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa nilai ERS tertinggi pada saham blue chips yang diperdagangkan oleh BPS terdapat pada saham PTPP, artinya return saham PTPP 5,30% lebih
tinggi dibandingkan dengan risikonya. Sedangkan pada Tabel 4 nilai ERS tertinggi terdapat pada saham MYOR, artinya return saham MYOR 11,10% lebih tinggi dibandingkan dengan risikonya, begitupun dengan saham-saham lainnya.
Korelasi konstan antar saham dihitung untuk melihat seberapa besar hubungan antara saham yang satu dengan saham lainnya. Dalam CCM, korelasi antar saham diasumsikan konstan. Koefisien korelasi konstan akan digunakan untuk menghitung nilai cut off rate. Korelasi konstan untuk saham blue chips terpilih yang diperdagangkan oleh BPS adalah sebesar 0,4701 untuk 10 saham, sedangkan korelasi konstan untuk saham blue chips terpilih di tahun 2013 adalah sebesar 0,3431 untuk 21 saham. Karena terdapat korelasi antar saham-saham tersebut, maka metode CCM dapat digunakan.
Tujuan penentuan C* (nilai cut-off rate) adalah untuk memisahkan saham-saham yang akan masuk dan yang akan keluar dari portofolio optimal. C* diperoleh dari nilai Ci dimana nilai
ERSi terakhir yang masih lebih besar dari nilai Ci.
Saham-saham yang masuk dalam portofolio optimal akan memenuhi syarat pada Persamaan (9). Tabel 3 memperlihatkan saham-saham blue chips yang masuk dalam portofolio optimal (saham yang diberi highlighting). Dari Tabel 3 hanya terdapat 3 (tiga) saham blue chips yang diperdagangkan oleh BPS yang masuk portofolio optimal, yaitu saham PT. PP Persero Tbk (PTPP), PT. Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), Gambar 2. Grafik Expected Return dan Risiko dari 11 Saham Blue Chips yang
diperdagangkan oleh BPS
i
R
ˆ2i
ˆi
Gambar 3. Grafik Expected Return dan Risiko Setiap Saham dari 29 Saham Blue Chips
Tabel 3. Data Saham Blue Chips Terpilih yang diperdagangkan BPS
Saham Blue Chips yang Diperdagangkan oleh BPS
Saham ERSi Ci Keterangan
PTPP 5.2985% 2.4909% Masuk Portofolio BSDE 5.1117% 3.3289% Masuk Portofolio WIKA 4.6768% 3.6555% C* Masuk Portofolio
TLKM 3.6361% 3.6517% Tidak Masuk Portofolio
PGAS 3.3803% 3.6074% Tidak Masuk Portofolio
LPKR 2.2325% 3.4145% Tidak Masuk Portofolio
BBNI 2.0566% 3.2474% Tidak Masuk Portofolio
BBCA 1.9852% 3.1091% Tidak Masuk Portofolio
BBRI 1.2255% 2.9231% Tidak Masuk Portofolio
BMRI 0.8261% 2.7347% Tidak Masuk Portofolio
Tabel 4. Data Saham Blue Chips Terpilih Periode Januari – September 2013
Saham Blue Chips 2013
Saham ERSi Ci Keterangan
MYOR 11.1036% 3.8081% Masuk Portofolio UNVR 6.8376% 4.5818% Masuk Portofolio PTPP 5.2985% 4.7276% Masuk Portofolio BSDE 5.1117% 4.7925% C* Masuk Portofolio
WIKA 4.6768% 4.7758% Tidak Masuk Portofolio
INDF 4.1410% 4.6956% Tidak Masuk Portofolio
TLKM 3.6361% 4.5768% Tidak Masuk Portofolio
PGAS 3.3803% 4.4561% Tidak Masuk Portofolio
KLBF 3.0681% 4.3289% Tidak Masuk Portofolio
JPFA 2.9531% 4.2135% Tidak Masuk Portofolio
MNCN 2.7129% 4.0973% Tidak Masuk Portofolio
ANTM 2.4508% 3.9790% Tidak Masuk Portofolio
LPKR 2.2325% 3.8619% Tidak Masuk Portofolio
BBNI 2.0566% 3.7485% Tidak Masuk Portofolio
BBCA 1.9852% 3.6442% Tidak Masuk Portofolio
BBRI 1.2255% 3.5092% Tidak Masuk Portofolio
CPIN 0.9185% 3.3723% Tidak Masuk Portofolio
BMRI 0.8261% 3.2444% Tidak Masuk Portofolio
AALI 0.7339% 3.1244% Tidak Masuk Portofolio
AKRA 0.6053% 3.0094% Tidak Masuk Portofolio
INCO 0.5091% 2.9003% Tidak Masuk Portofolio
dan PT. Wijaya Karya Persero Tbk (WIKA). Ketiga saham ini bergerak di sektor properti. Jadi, pada rentang periode Januari-September 2013 saham-saham pada sektor properti memberikan return yang baik. Sedangkan pada Tabel 4 untuk saham blue chips tahun 2013 hanya terdapat 4 (empat) saham yang termasuk portofolio optimal, Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT. PP Persero Tbk (PTPP), dan PT. Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). MYOR dan UNVR bergerak dalam sektor manufaktur, sedangkan PTPP dan BSDE terdapat pada kedua portofolio, tetapi jika seluruh saham blue chips digunakan untuk membentuk portofolio maka saham MYOR dan UNVR patut diperhitungkan.
Tabel 5. Bobot, Return, dan Risiko Aset Berisiko
Saham
Saham Blue Chips yang Diperdagangkan
oleh BPS (Portofolio 1)
Saham Blue Chips 2013 (Portofolio 2) BSDE 40.75% 2.59% MYOR 75.53% PTPP 34.97% 3.12% UNVR 18.76% WIKA 24.28% ar R 0.2170% 0.2605% ˆar 2.8566% 1.9032%
Sumber : Pengolahan Data.
Saham terpilih yang diperdagangkan oleh BPS, yaitu PTPP, BSDE, dan WIKA. Saham BSDE memiliki bobot terbesar yaitu sebesar 40,75% lalu diikuti dengan saham PTPP sebesar 34,97%, dan terakhir saham WIKA dengan bobot 24,28% dengan expected return sebesar 0,2170% per hari dengan risiko sebesar 2,8566% per hari. Sedangkan untuk saham terpilih dari saham blue chips di berbagai sektor pada tahun 2013, yaitu MYOR, UNVR, PTPP, dan BSDE, bobot terbesar terdapat pada saham MYOR sebesar 75,53%. Kemudian diikuti dengan saham UNVR dengan bobot 18,76%, PTPP dengan bobot 3,12%, dan terakhir diikuti dengan saham BSDE sebesar 2,59% dengan expected return sebesar 0,2605% per hari dengan risiko sebesar 1,9032% per hari. Pada CCM, portofolio yang terbentuk terdiri dari aset berisiko dan aset bebas risiko. Dalam penelitian ini, aset bebas risiko yang digunakan adalah SUN (Surat Utang Negara). SUN merupakan salah satu jenis obligasi yang memiliki kinerja relative kuat terhadap gejolak inflasi. Untuk menghitung proporsi aset berisiko dapat
menggunakan Persamaan (12). Pada Tabel 6 diperlihatkan simulasi perbandingan portofolio
optimal dengan bobot aset berisiko dan aset bebas risiko yang berbeda-beda.
Tabel 6. Simulasi Perbandingan Portofolio Optimal Saham Blue Chips dengan Metode Constant Correlation Model
Saham Blue Chips yang Diperdagangkan oleh BPS
Simulasi war wF PTPP BSDE WIKA Return Risiko Slope
1 79.05% 20.95% 27.64% 32.22% 19.19% 0.1764% 2.2589% 6.7767%
2 70% 30% 24.48% 28.53% 17.00% 0.1589% 2.0000% 6.7767%
3 80% 20% 27.97% 32.60% 19.42% 0.1782% 2.2860% 6.7767%
4 90% 10% 31.47% 36.68% 21.85% 0.1976% 2.5717% 6.7767%
5 100% 0% 34.97% 40.75% 24.28% 0.2170% 2.8574% 6.7767%
Saham Blue Chips 2013
Simulasi war wF MYOR UNVR PTPP BSDE Return Risiko Slope
1 93.54% 6.46% 70.65% 17.55% 2.92% 2.42% 0.2452% 1.7802% 12.4611%
2 70% 30% 52.87% 13.13% 2.19% 1.81% 0.1893% 1.3322% 12.4611%
3 80% 20% 60.42% 15.01% 2.50% 2.07& 0.2131% 1.5225% 12.4611%
4 90% 10% 67.97% 16.88% 2.81% 2.33% 0.2368% 1.7128% 12.4611%
5 100% 0% 75.53% 18.76% 3.12% 2.59% 0.2605% 1.9032% 12.4611%
Sumber :Pengolahan Data.
Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa dengan bobot aset berisiko dan aset bebas risiko yang berbeda akan mampu memberikan return yang maksimum dan risiko yang minimum. Untuk membandingkan kedua hal ini dapat diselidiki dengan fungsi slope yang terdapat pada Persamaan (15). Portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan kombinasi seluruh saham blue chips tahun 2013 di berbagai sektor memberikan nilai slope yang tinggi yaitu sebesar 12,4611% dibandingkan dengan portofolio optimal yang dibentuk oleh saham blue chips yang diperdagangkan oleh BPS selama kurun waktu Januari – September 2013 yang hanya menghasilkan nilai slope sebesar 6,7767%. Terlihat bahwa kedua portofolio ini memberikan risiko yang hampir sama, tetapi portofolio menggunakan saham blue chips pada berbagai sektor memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham blue chips pada ketiga sektor (sektor finansial, infrastruktur, dan properti) yang diperdagangkan oleh BPS. Pada portofolio yang pertama hanya berisikan saham-saham blue chips (PTPP, BSDE, dan WIKA), dimana saham-saham ini bergerak pada sektor yang sama yaitu properti. Sedangkan pada portofolio kedua berisikan saham-saham blue chips (MYOR, UNVR, BSDE, dan WIKA) , dimana saham-saham ini bergerak pada sektor manufaktur (MYOR & UNVR) dan sektor properti (BSDE & WIKA).
KESIMPULAN
Metode Constant Correlation Model digunakan untuk membentuk portofolio optimal jika antar aset-aset yang tergabung dalam portofolio tersebut memiliki korelasi. Dari analisis pemilihan saham menggunakan metode Constant Correlation Model, masing-masing portofolio memiliki aset bebas risiko berupa Surat Utang Negara (SUN) dan berbagai macam jenis saham. Portofolio optimal yang dibentuk dari saham blue chips yang diperdagangkan oleh BPS (Portofolio 1) terdiri dari saham PT PP (Persero) Tbk, PT Bumi Serpong Damai Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan SUN dengan nilai slope sebesar 6,7767% dimana ketiga saham pada Portofolio 1 hanya bergerak pada sektor properti saja. Sedangkan portofolio yang dibentuk dari saham blue chips tahun 2013 (Portofolio 2) terdiri dari saham PT Mayora Indah Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk, PT PP (Persero) Tbk, dan PT. Bumi Serpong Damai Tbk dan SUN dengan nilai slope sebesar 12,4611%. Portofolio 2 ini berisikan saham-saham di sektor manufaktur dan properti. Portofolio yang memberikan keoptimalan yang paling baik adalah portofolio dengan nilai slope tertinggi. Setiap aset yang tergabung dalam portofolio diharapkan memiliki korelasi yang rendah dengan aset lainnya, sehingga dapat memperkecil risiko.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2013. “BI-Rate (Berdasarkan hasil dari Rapat Dewan Gubernur).”
(www.bi.go.id, diakses 29 September
2013)
Bodie. Z, A. Kane, dan J.Marcus. 2009. Investments (Eight Edition). Boston : McGraw-Hill Education.
Dewa, Chandra Kusuma. 2010. Aplikasi Manajemen Portofolio Menggunakan Model Mean Absolute Deviation dan Algoritma Titik Interior. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
E. Copeland, Thomas. 1998. Corporate Finance : How much is flexibility worth. McKinsey Quarterly.
Eko, Umanto. 2008. Analisis dan Penilaian Kinerja Portofolio Optimal Saham-Saham LQ-45. Depok : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Elton Edwin J., Martin J.Gruber. 1994. Modern
Portfolio Theory and Investment Analysis. New York University : John & Wiley Inc.
Elton Edwin, J., Martin J. Gruber, and Manfred Padreberg. 1976. Simple Criteria for Optimal Portfolio Selection, The Journal of Finance, Vol.31, No.5.
Galeri Saham. 2013 .“Memperkirakan Potensi Pergerakan IHSG Tahun 2013 Berdasarkan Analisis Sektoral.” (www.galerisaham.com, diakses 9 September 2013).
Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi (Edisi III). Yogyakarta : BPFE.
Hei-Yan Leung, Angela. 2009. Portfolio Selection and Risk Management : An Introduction, Empirical Demonstration and R-Application for Stock Portfolios, Thesis Master of Science in Statistics. Los Angeles : University of California. Investor Daily Indonesia. 2013. “Menjaga
Kesinambungan”.
(http://www.investor.co.id/home/menjaga -kesinambungan/60188, diakses 9 September 2013).
Kam, Kathy. 2006. Portfolio Selection Methods : An Empirical Investigation, Thesis Master of Science in Statistics. Los Angeles : University of California.
Kirana, Dahliana Sasih. 2010. Portofolio Optimal pada Bisnis Asuransi dengan Pendekatan Mean-Variance. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Markowitz, Harry M. 1952. Portfolio Selection. Journal of Finance.
Muslimah, Arsyika. 2012. Menentukan Portofolio Optimal pada Unit Link PRUSyariah dengan Menggunakan Single Index Model. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Saham OK. 2013. “Saham Blue Chips 2013”.
(www.sahamok.com, diakses 29
September 2013).
Saragih, Ferdinand D. 2005. Menjelaskan Perilaku Imbal Hasil Saham dari Prospektif Model Asset Pricing: Suatu Studi Literatur Bagi Peneliti di Bidang Keuangan dan Investasi. Jurnal Ilmu Administrasi Organisasi, Bisnis dan Birokrasi, Vol. 13, No.3 (September).
Sharpe, William F. 1963. A Simplified Model for Portfolio Analysis, Management Science Journal, Vol. 9, No.2 (Januari).
Tandelilin, E. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio (Edisi I). Yogyakarta : BPFE.
Wijayanto, A. 2008. “Analisis Korelasi Produk
Moment”. Universitas
Diponegoro.Semarang.
(http://eprints.undip.ac.id/6608/1/Korelas
i_Product_ Moment.pdf, diakses 25