Referat
Gangguan Somatoform
Disusun Oleh :
Putu Aryuda Bagus Hanggara
Dokter Pembimbing
Dr. Laila Sylvia Sari, Sp.KJ
Kepanitraan Klinik Senior
SMF Ilmu Penyakit Jiwa
RSUD Embung Fatimah Batam
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat, anugrah, dan karunianya sehingga saya bisa menyelesaikan referat ini dengang baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Laila Sylvia Sari, Sp.KJ selaku pembimbing di SMF Ilmu Penyakit Jiwa RSUD Embung Fatimah Batam.
Saya menyadari bahwa penulisan referat saya masih kurang sempurna. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya saya dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan saya.
Saya Berharap agar referat yang saya tulis ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih
Batam, Oktober 2013
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2 BAB 2 PEMBAHASAN ... 32.1. Definisi Gangguan Somatoform ... 3
2.2. Etiologi ... 3
2.3. Manifestasi Klinis ... 4
2.4. Klasifikasi dan Diagnosis ... 6
2.5. Pedoman Diagnostik Gangguan Somatoform ... 7
2.6. Tatalaksana ... 9
2.7. OBAT ANTI – ANXIETAS ... 10
2.8. OBAT ANTI – DEPRESI ... 10
2.9. Prognosis ... 11
BAB 3 KESIMPULAN ... 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik ini cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.1,2
Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita
somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalah diagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak
menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 5 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi, gangguan dismorfik tubuh dan gangguan nyeri somatoform.1
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.3
2
1.2. Tujuan
Makalah ini ditulis sebagai salah satu prasyarat untuk mengikuti aktivitas koasisten di Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran. Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai somatoform sehingga pembaca dapat lebih mengenal tentang gangguan ini dan lebih akurat dalam mendiagnosanya.
Pemahaman tentang diagnosis somatoform yang baik diharapkan dapat memberikan potensi untuk prognosis yang lebih baik dengan diagnosis dini, mencegah terjadinya kesalahan diagnosis, mencegah terjadinya kesalahan pengobatan, dan memungkinkan untuk mencegah penyakit berlarut-larut.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Gangguan Somatoform
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.1
Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.1,
2.2. Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan.1
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut:1
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).
b. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (contoh: nyeri pada usus seseorang).
4
2.3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.1,2
Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.1,4
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.3
Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.1
Gambaran keluhan gejala somatoform: Neuropsikiatri:
- “Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik”; - “Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya” Kardiopulmonal:
5
Gastrointestinal:
- “Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya”
Genitourinaria:
- “Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”
Musculoskeletal:
- “Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”
Sensoris:
- “Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu”
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
6
2.4. Klasifikasi dan Diagnosis F45 Gangguan Somatoform
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi:3 F.45.0 gangguan somatisasi
F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci F.45.2 gangguan hipokondriasis
F.45.3 disfungsi otonomik somatoform F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap F.45.5 gangguan somatoform lainnya F.45.6 gangguan somatoform YTT
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.
Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial:
Aksis I : Gangguan somatoform, somatisasi Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV : Masalah dengan keluarga
7
2.5. Pedoman Diagnostik Gangguan Somatoform3
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negative dan kelainan yang menjadi dasar keluhan.
F45.0 Gangguan Somatisasi
PedomanDiagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a) Ada banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun.
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari bebarapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya dimasyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluha-keluhannya dan dampak dari prilakunya
F45.1 Gangguan Somatoform Tak Terinci
Pedoman Diagnostik:
a) Ada banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun.
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari bebarapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya dimasyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluha-keluhannya dan dampak dari prilakunya
F45.2 Gangguan Hipokondrik
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
a) Keyakinan yg menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yg serius yg melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemerikasaan yg berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yg memadai, ataupun
8
adanya peokupasi yg menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya ( tidak sampai waham);
b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari bebearap dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yg melandasi keluhan.
F45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti, memerlukan semua hal berikut:
a) Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/”flushing”, yg menetap dan mengganggu;
b) Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau orgab tertentu (gejala tidak khas);
c) Preokupasi dengan dan penderitaan (disterss) mengenai kemungkinan
adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau
organ tertentu, yg tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari para dokter;
d) Tidak terbukti adanya gangguan yg cukup berarti para struktur/fungsi dari sistem atau organ yg dimaksud.
F45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Pedoman diagnostik
a) Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik.
b) Nyeri timbul dalam hbungan dengan adanya konflik emosional atau
problem psikososial yg cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam
mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.
c) Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis, untuk yang bersangkutan.
9
F45.8 Gangguan Somatoform lainnya
Pedoman diagnostik
• Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom,
dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini
sangat berbeda dengan gangguan Somatisasi (F45.0) dan Gangguan Somatoform Tak Terinci (F45.1) yg menunjukkan keluhan yg banyak dan berganti-ganti
• Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan. • Gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:
a) “globus hystericus” (perasaan ada benjolan di kerongkongan yg menyebabkan disfagia) dan bentuk disfagia lainnya.
b) Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya (kecuali sindrom Tourette);
c) Pruritus psikogenik; d) Dismenore psikogenik; e) “teet grinding”
F45.8 Gangguan Somatoform YTT
2.6. Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata).
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu.
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi).
10
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke
masalah sosial.
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Anti anxietas dan antidepressant.
2.7. OBAT ANTI – ANXIETAS
1. Golongan Benzodiazepin
Diazepam (Lovium, Mentalium, Valium dll.)
Chlordiazepoxide ( Cetabrium, Tensinyl, dll.)
Bromazepam (Lexotan)
Lorazepam (Ativan, Renaquil, Merlopan)
Alprazolam (Xanax, Alganax, Calmlet, dll.)
Clobazam (Frisium) 2. Golongan Non- Benzodiazepin
Buspirone (Buspar, Tran-Q, Xiety)
Sulpiride (Dogmatil-50)
Hydroxyzine (Iterax)
2.8. OBAT ANTI – DEPRESI
1. Golongan Tricyclic Compound
Amitriptyline (Amitriptyline)
Imipramine (Tofrani)
Clomipramine (Anafranil)
11
2. Golongan Tetracyclic Compound
Maprotiline (Ludiomil)
Mianserin (Tolvon)
Amoxapine (asendin)
3. Golongan Mono-Amine-Oxydase Inhibitor (MAOI)- Reversible
Moclobemide (Aurorix)
4. Golongan Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor (SSRI)
Sertraline (Zoloft)
Paroxetine (Seroxat)
Fluvoxamine (Luvox)
Fluoxetine (Prozac, Nopres)
Citalopram (Cipram)
5. Golongan atypical Antidepresants
Trazodone (Trazone)
Mirtazapine (Remeron)
2.9. Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.
12
BAB 3
KESIMPULAN
1. Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.
2. Sebagai Dokter wajib mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata).
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.I., Saddock, B.J., dan Grebb J.A., 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Binanupa
Aksara
2. Mansjoer, A., dkk (editor), 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Penerbit Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura 3. Departemen Kesehatan R.I., 1995. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI
4. Elvira, S. D., dkk (editor), 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia