• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapkas Honk Fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapkas Honk Fix"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 BAB 1

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada diabetes melitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan diabetes melitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik. komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik. Status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) merupakan gangguan metabolik akut Status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) merupakan gangguan metabolik akut yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus, yang ditandai dengan yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Krisis hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain infeksi, mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain infeksi,  penyakit vaskular

 penyakit vaskular akut, takut, trauma, luka rauma, luka bakar, bakar, kelainan kelainan gastrointestinal gastrointestinal (pankreatitis(pankreatitis akut, kholesistitis akut), obat-obatan.Patofisiologi SHH ditandai dengan defisiensi akut, kholesistitis akut), obat-obatan.Patofisiologi SHH ditandai dengan defisiensi konsentrasi insulin yang relatif, namun cukup adekuat untuk menghambat konsentrasi insulin yang relatif, namun cukup adekuat untuk menghambat terjadinya lipolisis dan ketogenesis. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis terjadinya lipolisis dan ketogenesis. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis  poliuria,

 poliuria, polidipsi polidipsi dan dan penurunan penurunan berat berat badan badan berlangsung berlangsung beberapa beberapa hari hari hinggahingga  beberapa minggu.

 beberapa minggu. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik fisik biasanya pasbiasanya pasien dengan ien dengan status status mental mental stuporstupor atau koma disertai dengan dehidrasi sangat berat dan pada pemeriksaan penunjang atau koma disertai dengan dehidrasi sangat berat dan pada pemeriksaan penunjang dijumpai glukosa plasma lebih dari 600 mg/dL, pH arteri lebih dai 7,3, keton urine dijumpai glukosa plasma lebih dari 600 mg/dL, pH arteri lebih dai 7,3, keton urine ringan dengan osmolalitas serum melebihi 320 mOsm/kg. Tujuan dari terapi SHH ringan dengan osmolalitas serum melebihi 320 mOsm/kg. Tujuan dari terapi SHH adalah untuk memastikan volume sirkulasi dan sirkulasi jaringan, penurunan adalah untuk memastikan volume sirkulasi dan sirkulasi jaringan, penurunan secara bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas plasma, koreksi secara bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas plasma, koreksi ketidakseimbangan elektrolit, mengatasi faktor pencetus dan melakukan ketidakseimbangan elektrolit, mengatasi faktor pencetus dan melakukan monitoring serta intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal monitoring serta intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan susunan saraf pusat. Komplikasi pada krisis hiperglikemik akibat SHH oleh dan susunan saraf pusat. Komplikasi pada krisis hiperglikemik akibat SHH oleh karena efek samping proses pengobatan adalah hipoglikemia dalam kaitanya karena efek samping proses pengobatan adalah hipoglikemia dalam kaitanya dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan  pemberian insulin.

 pemberian insulin. Edema serEdema serebral ebral adalah komplikasi adalah komplikasi SHH yang SHH yang ditandai ditandai dengandengan  penurunan tingkat kesadaran, namp

(2)

Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetikum Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetikum (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. Ketoasidosis diabetikum adalah keadaan yang elemen kedua keadaan diatas. Ketoasidosis diabetikum adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni.

serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni.1,21,2  Salah satu kendala dalam  Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epidemiologi dan angka kematian KAD

laporan mengenai insidensi, epidemiologi dan angka kematian KAD adalah belumadalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini mengandung trias ditemukannya kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini mengandung trias yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus diantara para ahli yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus diantara para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial kurang dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial kurang dari 7,3, kadar bikarbonat kurang dari 15 mEq/L, dan kadar glukosa darah lebih dari 7,3, kadar bikarbonat kurang dari 15 mEq/L, dan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria sedang.

dari 250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria sedang.33  Status hiperglikemik  Status hiperglikemik hiperosmolar pertama kali dilaporkan oleh Sament dan

hiperosmolar pertama kali dilaporkan oleh Sament dan Schwartz pada tahun 1957.Schwartz pada tahun 1957. Status hiperosmolar hiperglikemik didefinisikan sebagai hiperglikemia ekstrim, Status hiperosmolar hiperglikemik didefinisikan sebagai hiperglikemia ekstrim, osmolalitas serum yang tinggi dan dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang osmolalitas serum yang tinggi dan dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang signifikan. Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan metoda signifikan. Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan metoda nitroprusid pada dilusi 1 berbanding 2, bikarbonat serum lebih

nitroprusid pada dilusi 1 berbanding 2, bikarbonat serum lebih dari 20 mEq/L, dandari 20 mEq/L, dan  pH arterial

 pH arterial lebih dari 7,3. lebih dari 7,3. Hiperglikemia pada SHH biasanHiperglikemia pada SHH biasanya lebih berat dya lebih berat dari padaari pada KAD, kadar glukosa darah lebih dari 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai kriteria KAD, kadar glukosa darah lebih dari 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai kriteria diagnostik. Status hiperosmolar hiperglikemik lebih sering terjadi pada usia tua diagnostik. Status hiperosmolar hiperglikemik lebih sering terjadi pada usia tua atau pada mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat. atau pada mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat.2,32,3

Data di Amerika menunjukkan bahwa insidens HONK sebesar 17,5 per Data di Amerika menunjukkan bahwa insidens HONK sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. Insidens ini sedikit lebih tinggi dibanding insiden KAD. 100.000 penduduk. Insidens ini sedikit lebih tinggi dibanding insiden KAD. HHNK lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki.

(3)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Status hipersomolar hiperglikemik merupakan gangguan metabolik akut yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Istilah SHH merupakan istilah yang sekarang digunakan untuk menggantikan KHH (Koma Hiperosmolar Hiperglikemik) dan HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik) karena koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat ditemukan pada pasien dengan SHH.1,4

2.2 ETIOLOGI

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain infeksi (pneumonia, infeksi saluran kencing, sepsis), penyakit vaskular akut (penyakit serebrovaskular, infark miokard akut, emboli paru), trauma, luka bakar, hematom subdural, kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut, kholesistitis akut, obstruksi intestinal), obatobatan (diuretika, steroid, agen antipsikotik atipikal, glukagon, interferon, agen simpatomimetik seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan terbutalin).5

Hiperosmolar hipergligemik non ketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. HHNK biasanya terjadi pada

(4)

orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori: infeksi, pengobatan, noncompliance, DM tidak terdiagnosis,  penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta (Tabel 2). Infeksi merupakan  penyebab tersering (57,1%). Compliance yang buruk terhadap pengobatan DM  juga sering menyebabkan HHNK (21%).4,5

2.3 EPIDEMIOLOGI

Data di Amerika menunjukkan bahwa insidens HONK sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. Insidens ini sedikit lebih tinggi dibanding insiden KAD. HHNK lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki. HHNK lebih sering ditemukan pada orang lanjut usia, dengan rata-rata usia onset pada dekade ketujuh. Angka mortalitas pada kasus HHNK cukup tinggi, sekitar 10-20%.3,4

(5)

Status hiperosmolar hiperglikemik ditandai dengan defisiensi konsentrasi insulin yang relatif, namun cukup adekuat untuk menghambat terjadinya lipolisis dan ketogenesis. Beberapa studi mengenai perbedaan respon hormon kontra regulator pada KAD dan SHH memperlihatkan hasil bahwa pada SHH pasien memiliki kadar insulin yang cukup tinggi, dan konsentrasi asam lemak bebas, kortisol, hormon pertumbuhan, dan glukagon yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien KAD.5  Walaupun patogenesis terjadinya KAD dan SHH serupa, namun keduanya memiliki perbedaan. Pada SHH akan terjadi keadaan dehidrasi yang lebih berat, kadar insulin yang cukup untuk mencegah lipolisis besar -besaran dan kadar hormon kontra regulator yang bervariasi.6

Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa diatas ambang  batas tertentu. Namun demikian, penurunan volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerulus, menyebabkan konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin.3

Tidak seperti pasien dengan KAD, pasien HHNK tidak mengalami ketoasidosis, namun tidak diketehui dengan jelas alasannya. Faktor yang diduga ikut berpengaruh adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan hiperosmolar, konsentrasi asam lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untuk mencegah heperglikemi , dan resistensi hati terhadap glukagon.

Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya hiperklikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termasuk oleh sel otot dan sellemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen pada otot dan hati, dan stimulasi glukagon pada sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya kosentrasi glukosa darah. Pada keadaan dimana insulin tidak

(6)

mencukupi, maka besarnya keanaikan konsentrasi glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan masukan karbohidrat oral.

Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya diuresis osmotik, dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vaskular, dimana glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah glukosa, kehilangan cairan akan samakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar. Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormone anti diuretik. Keadaan hiperosmolar ini juga akan memicu timbulnya rasa haus. Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan kemudain hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatu stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi.3,4

2.4 DIAGNOSIS KLINIS

Diagnosis secara klinis untuk membedakan antara KAD dan SHH tidaklah mudah. Gejala yang dialami oleh pasien dapat serupa. Anamnesis manifestasi klinis dari KAD biasanya berlangsung dalam waktu singkat, dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan dapat  berlangsung selama beberapa hari, sebelum terjadinya ketoasidosis, muntah dan

nyeri perut. Nyeri perut yang menyerupai gejala akut abdomen, dilaporkan terjadi  pada 40-75% kasus KAD. Dalam suatu penelitian, didapatkan hasil bahwa

kemunculan nyeri perut dapat dikaitkan dengan kondisi asidosis metabolik, namun bukan karena hiperglikemia atau dehidrasi. Untuk SHH, manifestasi klinis dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu. Pasien dapat mengalami poliuria, polidipsia, dan penurunan kesadaran yang progresif akibat osmolalitas darah yang sangat tinggi. Nyeri perut juga jarang dialami oleh pasien

(7)

SHH. Dari pemeriksaan fisik didapatkan dehidrasi sangat berat, bau nafas keton tidak ada, status mental sampai koma. 6

Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai DM, dan pasien DM tipe:2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah, misalnya diuretik. Keluhan pasien HHNK ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang,  pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi,

hemiparesis, kejang atau koma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung,  perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat  pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat. Perubahan pada status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang ditemukan  pada 25 persen pasien, dan dapat berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik.

Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit cairan. Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila hasil laboratorium seperti kadar glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada hasilnya.

Berikut di bawah ini adalah beberapa gejala dan tanda sebagai pegangan :

 Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin

muda semakin berkurang, dan pada anak belum pernah ditemukan.

 Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa

(8)

 Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap

 penyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit Cushing

 Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain tiazid, furosemid, manitol,

digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan haloperidol (neuroleptik).

 Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular,

aritmia, pendarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatik dan operasi.10

2.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Walaupun diagnosis KAD dan SHH dapat ditegakkan dari klinis, namun konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan. Hasil laboratorium yang dapat ditemukan adalah glukosa plasma lebih dari 600 mg/dL, pH arteri lebih dari 7,3, bikarbonat serum lebih dari 15 mEq/L, keton urin derajat ringan, keton serum derajat ringan, osmolalitas serum lebih dari 320 mOsm/kg.6,9

2.6 DIAGNOSA BANDING

Ada pun yang menjadi diagnosa banding dari HHNK adalah KAD. Dibawah ini merupakan perbedaan antara HHNK dan KAD.

2.6 TATALAKSANA

Tujuan dari terapi KAD dan SHH adalah penggantian volume sirkulasi dan  perfusi jaringan, penurunan secara bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas  plasma, koreksi ketidakseimbangan elektrolit, perbaikan keadaan ketoasidosis

(9)

 pada KAD, mengatasi faktor pencetus, melakukan monitoring dan melakukan intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan susunan saraf pusat.8  Terapi cairan Pasien dengan SHH memerlukan rehidrasi dengan estimasi cairan yang diperlukan 100 ml/kgBB. Terapi cairan awal bertujuan mencukupi volume intravaskular dan restorasi perfusi ginjal. Terapi cairan saja dapat menurunkan kadar glukosa darah. Salin normal (NaCl 0,9%) dimasukkan secara intravena dengan kecepatan 500 sampai dengan 1000 ml/jam selama dua  jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak boleh lebih dari 3 mOsm/jam. Namun jika pasien mengalami syok hipovolemik, maka cairan isotonik ketiga atau keempat dapat digunakan untuk memberikan tekanan darah yang stabil dan perfusi jaringan yang baik .8-10

a. Terapi insulin

Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko terjadinya hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan produksi glukosa oleh hati sehingga dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah . Selain itu, insulin juga berguna untuk menghambat keluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan mengurangi ketogenesis.8,9  Pada pasien dengan klinis yang sangat berat, insulin reguler diberikan secara kontinyu intravena. Bolus insulin reguler intravena diberikan dengan dosis 0,15 U/kgBB, diikuti dengan infus insulen regular dengan dosis 0,1 U/kg BB/jam (5-10 U/jam). Hal ini dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kecepatan 65-125 mg/jam. Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL pada SHH, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kg BB/jam (3-5 U/jam) dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa 5- 10% secara intravena. Pemberian insulin tetap diberikan untuk mempertahankan glukosa darah pada nilai tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan hiperosmolalitas teratasi.8- 10 Ketika protokol KAD atau SHH berjalan, evaluasi terhadap glukosa darah kapiler dijalankan setiap 1-2 jam dan darah diambil untuk evaluasi elektrolit serum, glukosa, BUN, kreatinin, magnesium, fosfos, dan pH darah setiap 2-4  jam.8-10

(10)

 b. Terapi kalium

Secara umum, tubuh dapat mengalami defisit kalium sebesar 3-5 mEq/kg BB.  Namun kadar kalium juga bisa terdapat pada kisaran yang normal atau bahkan meningkat. Peningkatan kadar kalium ini bisa dikarenakan kondisi asidosis, defisiensi insulin dan hipertonisitas. Dengan terapi insulin dan koreksi keadaan asidosis, kadar kalium yang meningkat ini dapat terkoreksi karena kalium akan masuk ke intraseluler. Untuk mencegah terjadinya hipokalemia, pemberian kalium secara intravena dapat diberikan. Pemberian kalium intravena (2/3 dalam KCl dan 1/3 dalam KPO4) bisa diberikan jika kadar kalium darah kurang dari 5 mEq/L.7,10 Pada pasien hiperglikemia dengan defisit kalium yang  berat, pemberian insulin dapat memicu terjadinya hipokalemia dan memicu

terjadinya aritmia atau kelemahan otot pernafasan. Oleh karena itu, jika kadar kalium kurang dari 3,3 mEq/L, maka pemberian kalium intravena harus segera diberikan dan terapi insulin ditunda sampai kadarnya lebih atau sama dengan 3,3 mEq/L.7,10

c. Terapi bikarbonat

Pemberian bikarbonat pada pasien SHH tidak diperlukan, penggunaan larutan  bikarbonat pada KAD masih merupakan kontroversi. Pada pH lebih dari 7,0, aktifitas insulin memblok lipolisis dan ketoasidosis dapat hilang tanpa  penambahan bikarbonat. Beberapa penelitian prospektif gagal membuktikan adanya keuntungan atau perbaikan pada angka morbiditas dan mortalitas dengan pemberian bikarbonat pada penderita KAD dengan pH antara 6,9 dan 7,1. Pemberian bikarbonat dapat diberikan secara bolus atau intravena dalam cairan isotonik dengan dosis 1-2 mEq/kg BB.3,4

d. Terapi fosfat

Pada KAD serum fosfat biasanya normal atau meningkat. Konsentrasi fosfat  berkurang dengan pemberian terapi insulin. Beberapa penelitian prospektif gagal membuktikan adanya keuntungan dengan penggantian fosfat pada KAD, dan pemberian fosfat yang berlebihan dapat menyebabkan hipokalsemia yang  berat tanpa adanya gejala tetani. Bagaimanapun, untuk menghindari kelainan

(11)

 jantung dan kelemahan otot dan depresi pernapasan oleh karena hipofosfatemia,  penggantian fosfat kadang kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan  jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan konsentrasi fosfat serum kurang dari 1,0 mg/dL. Bila diperlukan, 20-30 mEq/L kalium fosfat dapat ditambahkan ke larutan pengganti. Tidak ada studi mengenai  penggunaan fosfat dalam HHS.3,4

2.7 KOMPLIKASI

Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD dan SHH adalah komplikasi akibat pengobatan. Penyulit KAD dan SHH yang paling sering adalah hipoglikemia dalam kaitan dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan pemberian insulin dan terapi asidosis dengan  bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat penghentian insulin intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan yang cukup dengan insulin subkutan. Edema serebral adalah suatu kejadian yang jarang tetapi merupakan komplikasi KAD yang fatal, dan terjadi 0,7-1,0% pada anak-anak dengan KAD. Umumnya terjadi  pada anakanak dengan DM yang baru didiagnosis, tetapi juga dilaporkan pada

anak-anak yang telah diketahui DM dan pada orang-orang umur dua puluhan. Kasus yang fatal dari edema serebral ini telah pula dilaporkan pada SHH. Secara klinis, edema serebral ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran, dengan letargi, dan sakit kepala. Gangguan neurologi mungkin terjadi secara cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan gagal nafas. Gejala ini makin menghebat jika terjadi herniasi batang otak. Perburukan ini terjadi sangat cepat walaupun papil edema tidak ditemukan. Bila terjadi gejala klinis selain dari kelesuan dan perubahan tingkah laku, angka kematian lebih dari 70% dengan hanya 7-14% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun mekanisme dari edema cerebral tidak diketahui diduga diakibatkan oleh  perubahan osmolaritas dari air pada sistem saraf pusat dimana terjadi penurunan

osmolaritas dengan cepat pada terapi KAD atau SHH. Pencegahan yang mungkin dapat mengurangi resiko edema serebral pada pasien dengan resiko tinggi adalah dengan penggantian defisit air dan natrium berangsur-angsur dengan perlahan

(12)

 pada pasien yang hiperosmolar.5,6,10  Pada SHH kadar glukosa darah harus dipertahankan antara 250-300 mg/dL sampai keadaan hiperosmolrr dan status mental mengalami perbaikan, dan pasien menjadi stabil. Hipoksemia dan edema  paru yang nonkardiogenik dapat terjadi saat terapi KAD.

Hipoksemia disebabkan oleh suatu pengurangan dalam tekanan osmotik koloid yang mengakibatkan penambahan cairan dalam paru-paru dan penurunan komplain paruparu. Pasien dengan KAD yang mempunyai suatu gradien oksigen alveoloarteriolar yang lebar pada saat pengukuran analisa gas darah awal atau ditemukannya ronkhi saat pemeriksaan fisik berisiko lebih tinggi untuk terjadinya edema paru.5,6

2.7 PROGNOSIS

Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya. Angka kematian berkisar antara 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju, angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12 persen.7

(13)

BAB 3

STATUS PASIEN

3.1. Identitas Pasien

 Nama : RH

Umur : 63 tahun 2 bulan 27 hari

Suku : Batak

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

Alamat : Padang Sidempuan

Tanggal Masuk : 16 Juli 2017 (Pukul 10.00) Berat Badan : 60 kg

Tinggi Badan : 167 cm

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 1 hari ini. Riwayat DM tipe 2 dijumpai sejak tahun 2012 dan OS tidak rutin mengkonsumsi obat anti diabetes (OAD). Luka dijumpai pada kaki kiri dan bokong. Demam dijumpai sejak 1 hari ini. Mual dan muntah tidak dijumpai. BAK dan BAB dalam batas normal. Riwayat hipertensi tidak dijumpai.

RPO : Tidak jelas

(14)

3.3.

Time Sequences

3.4.

Primary Survey

di IGD RSUP HAM (29 Juni 2017)

A ( Airway )

 Clear 

 Snoring (-) / Gargling (-) / Crowing (-)  C-Spine stabil

B (Breathing)

 Inspeksi

 Nafas spontan, pergerakan thoraks kiri dan kanan simetris, tidak terlihat ketinggalan bernafas, retraksi (-)

 Palpasi

Stem fremitus kanan = kiri

 Perkusi

Sonor pada lapangan paru

 Auskultasi

SP: vesikuler pada kedua lapangan paru; ST:

-Tanggal 16 Juli 2017 Pukul 10.05 WIB Pasien masuk ke line merah IGD RSUP HAM dan merupakan pasien

interna Tanggal 16 Juli 2017 Pukul 11.50 WIB Pasien di konsulkan ke anastesi untuk perawatan bersama di icu/hcu, pasien dipindahkan ke hcu pada

pukul 13.00 Tanggal 17 Juli 2017 Pukul 13.00 pasien dipindahkan ke ruangan ra1 Tanggal 18 Juli 2017 Pukul 14.30 WIB Pasien meninggal

(15)

RR: 40 x/menit SaO2: 99%

C (Circulation)

 TD: 85/25 mmHg

 HR: 108 x/menit, reguler, t/v: cukup/kuat  Akral Hangat/Merah/Kering, CRT < 2 detik   Perdarahan: tidak ada

D (Disability )  Kesadaran: Somnolen  AVPU: Pain  Pupil:isokor, Ø: 3 mm / 3 mm, RC (+/+) E (E xposure)  Temperatur: 39ºC  Fraktur (-)  Edema (-)

 Deformitas pada kaki kiri (+)

3.5.

 Secondary Survey

di IGD RSUP HAM (15 Juni 2017)

B1 ( Breath) :  Airway clear ; RR: 40 x/menit; SP: vesikuler/vesikuler; ST: -/-; S/G/C: -/-/-; SaO2: 99%

B2 ( Blood ) : Akral: hangat, merah, kering; TD: 85/25 mmHg; HR: 108x/menit, reguler, t/v: cukup/kuat; CRT < 2 detik; Temperatur: 39,3°C

B3 ( Brain) : Sensorium: somnolen; pupil: isokor; Ø: ± 3 mm / 3 mm; RC +/+

B4 ( Bladder ) : UOP (+); kateter urin tidak terpasang, pampers (+)

B5 ( Bowel ) : Abdomen: simetris (+); soepel; timpani; peristaltik (+) normal

B6 ( Bone) : Fraktur (-); edema (-) deformitas (+) pada kaki kiri

3.6. Riwayat

(16)

Medication : Tidak jelas Past Illness : DM Tipe 2

Last Meal : 07.00 WIB (16 Juli 2017) Edema : Tidak ada

3.8. Penatalaksanaan di IGD RSUP HAM

  Bed rest 

 Beri oksigen 2-4 L/i via nasal canul

 Pasang monitor untuk memantau hemodinamik pasien

 Memasang IV line ukuran 16 G dan threeway serta pastikan lancar   Loading IVFD NaCl 0,9% 2 flash (rehidrasi)

 Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam /iv  Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 12 jam/ iv

 Drip Ciprofloxacine 400 mg/ 12 jam /iv  Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam/iv  Paracetamol drips 1 flash

 Clindamicin 4 x 300 mg tab

 Drip 50 unit insulin dalam 50 cc NaCl 0,9% via syringe pump

(dengan penyesuaian dosis) -> KGD = 604 -> insulin 5 cc/ jam

3.9. Pemeriksaan Penunjang

3.9.1. Pemeriksaan Laboratorium IGD RSUP HAM (16 Juli 2017)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

HEMATOLOGI Hemoglobin (HGB) Eritrosit 10 g/dL 3,5 jt/ µL 13 –  16 g/dL 4,10-510 jt/ µL Leukosit (WBC) 22.700 /µL 4,0 –  11,0 x 103/µL Hematokrit 28% 39 –  54 % Trombosit (PLT) 340.000/µL 150 –  450 x 103/µL HITUNG JENIS

(17)

 Neutrofil 90,80% 50 –  70% Limfosit 4,40% 20 –  40% Monosit 4,70% 2 –  8% Eosinofil 0,0% 1 –  3% Basofil 0,10% 0 –  1% ELEKTROLIT

 Natrium (Na) 118 mEq/L 135 –  155 mEq/L Kalium (K) 5,5 mEq/L 3,6 –  5,5 mEq/L Klorida (Cl) 90 mEq/L 96 –  106 mEq/L

METABOLISME KARBOHIDRAT (16 Juli 2017)

Glukosa Darah Sewaktu (11:00)

Glukosa Darah Sewaktu (12:45)

Glukosa Darah Sewaktu (17:00)

Glukosa Darah Sewaktu (18:10)

Glukosa Darah Sewaktu (19:20)

Glukosa Darah Sewaktu (24:00)

Glukosa Darah Sewaktu (17-7-2017 Jam 03:00) Glukosa Darah Sewaktu (06:00)

Glukosa Darah Sewaktu (08:50) 604 mg/dL 519 mg/dL 381 mg/dL 331 mg/dL 240 mg/dL 213 mg/dL 148 mg/dL 140 mg/dL 143 mg/dL < 200 mg/dL < 200 mg/dL < 200 mg/dL < 200 mg/dL < 200 mg/dL < 200 mg/dL < 200 mg/dL < 200 mg/dL < 200 mg/dL

ANALISA GAS DARAH

WAKTU PROTOMBIN

(18)

  pCO2   pO2  HCO3  Total CO2  BE  Saturasi O2 14,0 mmHg 193 U/L 7,7 U/L 8,1 U/L -15,2 U/L 100 % 38 –  42 mmHg 85 –  100 U/L 22 –  26 U/L 19 –  25 U/L -2 - +2 U/L 95 –  100 % GINJAL  BUN  Ureum  Kreatinin 85 mg/dL 182 mg/ dL 5.41 mg/dL 8 –  26mg/dL 18 –  56mg/dL 0,7 –  1,3mg/dL PCT (16-7-2017) 25,83 ng/mL DIPSTIK URINE Keton: -3.9.2. Foto Thorax

(19)

3.10. Diagnosis

 Penurunan Kesadaran ec HHNK dd KAD

 Sepsis ec ulkus diabetikum grade IV + DM Tipe 2  Tindakan : Resusitasi

3.11. Rencana

(20)

BAB 4 DISKUSI

Teori Kasus

Epidemiologi :

 Data di Amerika menunjukkan

 bahwa insidens HHNK sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. Insiden ini sedikit lebih tinggi dibanding insiden KAD.

 HHNK lebih sering ditemukan

 pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

 HHNK lebih sering ditemukan

 pada orang lanjut usia, dengan rata-rata usia onset pada dekade ketujuh. Angka mortalitas pada kasus HHNK cukup tinggi, sekitar 10-20%.

Pasien RH, merupakan seorang  perempuan berusia 63 tahun, penderita

DM tipe 2.

Etiologi dan Faktor Pencetus :

 HHNK biasanya terjadi pada

orang tua dengan DM, yang

mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori: infeksi,

 pengobatan, noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan  penyakit penyerta. Infeksi merupakan

Pada pasien ini faktor pencetus HHNK

diduga dari

ulkusdiabetikumsertapngobatan

(21)

 penyebab tersering(57,1%). Compliance yang buruk terhadap  pengobatan DM juga sering

menyebabkan HHNK (21%).

Gejala Klinis :

Keluhan pasien HHNK ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Kadang, pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan

ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat.

Perubahan pada status mental dapat  berkisar dari disorientasi sampai koma.

Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum

Gejala klinis pada pasien berupa :

 PenurunanKesadaran  Dehidrasi

 Takikardi  Hipotensi 

(22)

mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang ditemukan  pada 25 persen pasien, dan dapat  berupa kejang umum, lokal, maupun

mioklonik. Dapat juga terjadi

hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit cairan.

Secara klinis HHNK akan sulit

dibedakan dengan KAD terutama bila hasil laboratorium seperti kadar

glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada hasilnya.

Berikut di bawah ini adalah beberapa gejala dan tanda sebagai pegangan :

 Sering ditemukan pada usia

lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin  berkurang, dan pada anak  belum pernah ditemukan.

 Hampir separuh pasientidak

mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin.

 Mempunyai penyakit dasar

lain, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah

ditemukan penyakit

(23)

 penyakit Cushing

 Sering disebabkan oleh

obat-obatan, antara lain tiazid, furosemid, manitol, digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin,

simetidindan haloperidol (neuroleptik).

 Mempunyai faktor pencetus

misalnya infeksi,

 penyakitkardiovaskular,

aritmia, pendarahan, gangguan keseimbangan cairan,

 pankreatitis, koma hepatik dan operasi.

Diagnosis :

 Penegakan diagnosis dilakukan

melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik dan sistematis.

Temuan laboratorium awal pada  pasien dengan HHNK adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi (lebih dari 600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi ( lebih dari 320 mOsm per kg air [normal: 290 kurang lebih 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.

 Pada anamnesa, didapatkan bahwa

 pasien mengalami penurunan kesadaran sejak ± 1 hari yang lalu. Pasien merupakan penderita DM 2 dengan pengobatan tidak teratur.

 Pada pemeriksaan fisik, dijumpai

 penurunan kesadaran,dehidrasi, takikardi, hipotensi.

 Pada pemeriksaan laboratorium,

dijumpai trias biokimia : Hiperglikemia : 604 mg/dL  pH : 7.35

Bikarbonat : 7.7 U/L Keton :

(24)

-Separuh pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan onion gap yang ringan ( 10 - l2). Jika anion gapnya berat (lebih dari 12), harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau  penyebab lain. Muntah dan  penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat menutupi tingkat

keparahan asidosis.

Kadar kalium dapat meningkat atau normal. Kadar keatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir selalu meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan berbagai macam elektrolit:

Kadar natrium harus dikoreksi jika kadar glukosa darah pasien sangat meningkat.

Ureum : 182 Kreatinin : 5,41

Tatalaksana :

Tujuan dari terapi KAD dan SHH adalah penggantian volume sirkulasi dan perfusi jaringan, penurunan secara  bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas plasma, koreksi ketidakseimbangan elektrolit,  perbaikan keadaan ketoasidosis pada

 Pada saat pasien sampai ke

RSUP HAM, kembali dilakukan  primary survey dengan protokol ABCDE, serta dilakukan pemantauan dengan monitor, pemasangan

(25)

KAD, mengatasi faktor pencetus, melakukan monitoring dan melakukan intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan susunan saraf pusat.8 Terapi cairan Pasien dengan SHH memerlukan rehidrasi dengan estimasi cairan yang diperlukan 100 ml/kgBB. Terapi cairan awal bertujuan mencukupi volume intravaskular dan restorasi perfusi ginjal. Terapi cairan saja dapat menurunkan kadar glukosa darah. Salin normal (NaCl 0,9%) dimasukkan secara intravena dengan kecepatan 500 sampai dengan 1000 ml/jam selama dua jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak boleh lebih dari 3 mOsm/jam. Namun jika pasien mengalami syok hipovolemik, maka cairan isotonik ketiga atau keempat dapat digunakan untuk memberikan tekanan darah yang stabil dan perfusi  jaringan yang baik.8-10

Selain itu, diberikan juga :

 Terapi Insulin  Terapi Elektrolit

kateter urin.

 Resusitasi dilakukan dengan

 pemberian NaCl 0,9% 2000cc dalam 1 jam. Setelah itu dilanjutkan NaCl 0,9% cc 30 gtt/I makro.

  Bed rest 

 Beri oksigen 2-4 L/i via nasal

canul 

 Pasang monitor untuk

memantau hemodinamik pasien

 Memasang IV line ukuran 16 G

dan threeway  serta pastikan lancar 

 Loading IVFD NaCl 0,9% 2

flash (rehidrasi)

 Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam

/iv

 Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 12 jam/ iv  Drip Ciprofloxacine 400 mg/

12 jam /iv

 Inj. Metronidazole 500 mg/8

 jam/iv

 Paracetamol drips 1 flash  Clindamicin 4 x 300 mg tab  Drip 50 unit insulin dalam 50

cc NaCl 0,9% via syringe pump (dengan penyesuaian dosis) -> KGD = 531 -> insulin 5 cc/ jam

(26)

BAB 5 KESIMPULAN

Diabetes melitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Diabetes melitus dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan  berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang

tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Karena itu, jelas  bahwa DM bisa menjadi penyebab terjadinya komplikasi baik yang akut maupun kronis. Status hiperosmolar hiperglikemik terjadi sebagai akibat dari kombinasi  penurunan fungsi insulin dan peningkatan kontra regulatori hormon, seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan yang ditandai dengan sindrom SHH yaitu dehidrasi, hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Hal ini menyebabkan peningkatan glukoneogenesis dihati dan produksi insulin di ginjal serta gangguan penggunaan insulin pada jaringan perifer, yang  pada akhirnya dapat menyebabkan hiperglikemi dan hiperosmolar pada ruang ekstraseluler tanpa ketosis karena pada SHH insulin plasma tidak adekuat untuk memfasilitasi penggunaan glukosa oleh jaringan akan tetapi sangat adekuat untuk mencegah lipolisis dan ketogenesis lewat mekanisme yang belum diketahui. Status hiperosmolar hiperglikemik biasanya terjadi pada orang tua dengan DM,  penyakit penyerta, infeksi, efek pengobatan dan penyalahgunaan obat.1-10 Daftar  pustaka

(27)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus. American Diabetes Association. Diabetes Carevol 27 supplement; 2006.

2. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar syndrome. [serial online] 2006 [diakses 20 Mei 2009]. Diunduh dari: URL: http://spectrum.diabet esjournals.org/cgi/con tent/full/ 15/1/28

3. Sergot PB. Hyperosmolar hyperglycemic states. Emedicine. [serial online] 2008 [diakses 20 Mei 2009]. Diunduh dari: URL: http://emedicine.meds cape.com/ article/766804- overview

4. Kitabchi AE, Fisher JN. Hyperglycemic crises diabetic ketoacidosis (DKA) and hyperglycemic hyperosmolar state (HHS). Dalam: Berghe GV. ed. Contemporary Endocrinology: Acute Cause to Consequence. Edisi ke-23. New York 2013: Humana Press 2013. h. 119-47.

5. Syahputra MHD. Diabetik ketoasidosis. [serial online] 2006. [diakses 23 Maret 2014]. Diunduh dari: URL: http://library.usu.ac.id /download/fk/biokimi a-syahputra2.pdf

6. Dixon T. Potassium balance. [serial online] 2007. [diakses 23 Maret 2014]. Diunduh dari: URL: http//www.uhmc.suny sb.edu/internalmed/ne  phro/webpages /Part_D.htm

7. Rucker DW. Diabetic Ketoacidosis. Emedicine. [serial online] 2008. [diakses 20 Mei 2009]. Diunduh dari: URL:http://emedicine .medscape.com/articl e/ 766275-overview

8. Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ. Acute hyperglycemic crisis elderly. Med CliNAm. Edisi ke-88. Philadelphia 2005. h. 1063-84.

9. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB, Rumbak MJ. Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus; 2010

10. Kahn CR, Weir GC, Eds. Diabetic ketoacidosis and the hyperglicemic hyperosmolar. Philadelphia: Lea & Febiger.1998. h.738- 70

(28)

11. PAPDI. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Hiperosmolar Hiperglikemia Non Ketoasidosis. hal. 2382-2385 . Jakarta : EGC

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya teori yang sudah ada yang berhubungan dengan kontribusi konformitas pada teman sebaya terhadap kepercayaan diri siswa

3 Şubat 2010, Devlet Bakanı ve Başbakan Yardımcısı Bülent Arınç: (TBMM Başkanvekili Güldal.. Mumcu’nun odasını basma tartışmaları için): Gazeteci

Penelitian lain yang mendukung adalah terdapat pengaruh pemberian pendidikan kesehatan dengan media audio visual terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam

Measures. Liberalization and Capital Accumulation in the GTAP Model. GTAP Technical Paper No. Center for Global Trade Analysis. Purdue University, Purdue. Macroeconomics : Theories

Akan tetapi akan timbul masalah apabila ada anggota dari Koperasi Unit Desa yang mengundurkan diri atau menjual kepersertaannya sehingga sebenarnya bagaimana

Bab ini merupakan bagian inti dari kajian ini yang menjelaskan mengenai model pengembangan transmigrasi local yang dapat diterapkan di Kabupaten Bandung Barat, prosedur

Dengan berbagai alasan dan pandangan masyarakat itu maka dapat dilihat bahwa yang melatarbelakangi judi togel tetap bertahan di Kecamatan Tobelo diantaranya yaitu

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, menunjukkan bahwa pembelajaran dribbling dengan menggunakan media audio visual berpengaruh secara berarti terhadap