BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,1999).
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi daripada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Mengingat masih sedikitnya pemahaman mahasiswa mengenai ketoasidosis diabetik dan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik Hiperglikemia. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai asuhan keperawatan yang perlu dilakukan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada KAHONK ialah:
a. Apa yang dimaksud dengan Hiperosmolar Non Ketotik (KAHONK)? b. Bagaimana konsep teori dari Hiperosmolar Non Ketotik (KAHONK)?
1.3 TUJUAN Tujuan umum
1) Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien (HHNK) hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Tujuan khusus
1) Diharapkan mahasiswa mengetahui pengertian Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
2) Diharapkan mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
3) Diharapkan mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
4) Diharapkan mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
5) Diharapkan mahasiswa mengetahui tindakan kritis pada pasien dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
6) Diharapkan mahasiswa mengetahui penatalaksaan medis Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 DEFINISI
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Koma diabeticum adalah suatu keadaan penurunan kesadaran yang terjadi pada seorang penderita yang tak menunjukkan reaksi atau hanya reaksi refleks terhadap rangsangan nyeri sebagai akibat komplikasi diabetes mellitus ( Greenberg, 1985 )
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.
2.2 ETIOLOGI
Hyperosmolar Nonketotic Coma (HONK)
1) Lansia dengan riwayat DM tipe 2 (NIDDM) atau tanpa DM 2) Dehidrasi akibat hiperglikemia
3) Insulin tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia tetapi cukup untuk mencegah ketoasidosis signifikan
4) sakit berat atau stres fisiologis pada pasien usia lanjut 2.3 MANIFESTASI KLINIS
1) Pasien khas : lansia
2) Malaise, kelemahan, mialgia 3) Dehidrasi
5) Tachikardi
a) Perubahan neurologis : 1) Perubahan sensori 2) Kejang
3) Hemiparesis
4) Nyeri perut, mual dan muntah
5) Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas aseton 2.4 PATHWAY
Mekanisme terjadinya koma hioperglikemia hipersomolar non ketotik hamper serupa dengan ketoasidosis diabetic.
DIABETES MELLITUS ( ± Precipitating Acute illness )
Skema Patogenesis Ketoasidosis Diabetik
diabetes Berat Dehidrasi
Patogenesis Koma Diabetik Hiperosmolar Non Ketotik *FFA : asam lemak bebas
**SSP : susunan saraf pusat ***GH : Growth Hormon
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG Hyperosmolar Nonketotic Coma (HONK)
1) Hiperglikemia parah (BSL> 20mmol / L)
Plasma hiperosmolalitas> 320mmol / L; dapat menyebabkan gejala neurologis 2) Osmolalitas plasma = 2 x (Na + K) + glukosa (mmol / L) + urea (mmol /)
a) Ditandai defisit air bebas 6-18 liter (urea: rasio kreatinin meningkat) b) Glikosuria sekunder
c) Tidak adanya ketoasidosis signifikan : metabolik asidosis tidak ada atau ringan
d) HypoNa / hyerpNa e) HypoNa + / hyperNa + 2.6 PENATALAKSANAAN
1) Cairan NACL
Bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.Gklukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
2) Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
3) Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
4) Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
2.7 KOMPLIKASI 1) Koma.
3) Gagal ginjal. 4) Gangguan hati.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN Primery Survey
1) Air way
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas snoring dan gargling , terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
2) Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen. 3) Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
4) Disability
Sekunder Survey
Bilamana managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to toe
neurologist, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
Tersier Survey
Persepsi-managemen kesehatan a. Riwayat DM tipe II
b. Riwayat keluarga DM
c. Gejala timbul beberapa hari, minggu. d. Nutrisi – metabolik
e. Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus. f. Anorexia
g. Berat badan turun.
h. Eliminasi
i. Poliuria, nocturia. j. Diarhe atau konstipasi. k. Aktivitas – exercise l. lelah, lemah.
m. Kognitif
n. Kepala pusing, hipotensi orthostatik. o. Penglihatan kabur.
r. Serum glukosa: 800-3000 mg/dl. s. Gas darah arteri: biasanya normal.
t. Elektrolit biasanya rendah karena diuresis.
u. BUN dan creatinin serum meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan renal. v. Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
w. pH > 7,3.
x. Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
y. Sel darah putih meningkat pada keadaan infeksi.
z. Hemoglobin dan hematokrit meningkat karena dehidrasi. aa. EKG mungkin aritmia karena penurunan potasium serum. bb. Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun atau tidak ada.
2. Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada nafas kusmaul.
3. Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
4. Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia 5. Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak elastis, Mata
3.2ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1 DS:
-DO: ku/ lemah, bunyi nafas tambahan adanya snoring dan gurgling, RR 30x/menit, nafas tidak bau aseton, TD 130/80 mmHg, Nadi 90 x/menit, suhu 35◦C, kesadaran letargi GCS 222, pemeriksaan penunjang GDA 700 mg/Dl
kompensasi asidosis metabolik anemis, Suhu 35 ◦C, RR 30x/ menit, kesadaran letargi GCS 222, pemeriksaan penunjang GDA 700 mg/Dl
peningkatan osmolaritas sekunder terhadap
a. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit berhubungan dengan peningkatan
osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
3.4Intervensi
NOC NIC
Respiratori status : ventilation Respiratori status : airway patency Vital sign status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih , tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal). Tanda tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan).
Airway Management
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan secret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara kassa basah NaCL lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2 Oxygen
Therapy
Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi Vital sign monitoring
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Edisi revisi. Jilid 1. Yogyakarta : MediAction Soewondo dkk. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan