• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PENDERITA TB PARU DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PENDERITA TB PARU DENGAN MASALAH KEPERAWATAN "

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PENDERITA TB PARU DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

KETIDAKPATUHAN DI DESA KARANG PANDAN

Oleh :

UMMUL KHABIBAH NIM. 1801137

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO

2021

(2)

ii

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PENDERITA TB PARU DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

KETIDAKPATUHAN DI DESA KARANG PANDAN

Sebagai prasyarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep) Di Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia Sidoarjo

OLEH:

UMMUL KHABIBAH NIM. 1801137

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA

SIDOARJO

2021

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi MOTTO

‘’Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya...(QS. Al-Baqarah : 286)”

Orang bilang halangan, kita bilang tantangan. Orang bilang hutan rimba, kita bilang jalan raya. Orang bilang nekat, kita bilang nikmat. Orang bilang jalan

buntu, kita bilang mainan baru.

(7)

vii

(8)

viii DAFTAR ISI

COVER LUAR ... i

COVER DALAM ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Study Kasus ... 3

1.5 Metode Penulisan ... 4

1.5.1 Metode ... 4

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 4

1.5.3 Sumber Data ... 5

1.5.4 Studi Kepustakaan ... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

1.6.1 Bagian Awal ... 5

1.6.2 Bagian Inti ... 5

1.6.3 Bagian Akhir ... 6

BAB II KONSEP PENYAKIT ... 7

2.1 Konsep Tuberculosi Paru ... 7

2.1.1 Definisi ... 7

2.1.2 Etiologi ... 7

2.1.3 Patofisiologi ... 8

2.1.4 Gejala klinis ... 9

2.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis Paru ... 11

2.1.6 Penatalaksanaan ... 11

2.2 Konsep Dasar Keluarga ... 18

2.2.1 Definisi ... 18

2.2.2 Tipe Atau Bentuk Keluarga ... 19

2.2.3 Struktur Keluarga... 22

2.2.4 Fungsi Keluarga ... 23

2.2.5 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan ... 24

2.2.6 Tahap perkembangan Keluarga ... 25

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga ... 27

2.3.1 Definisi ... 27

2.3.2 Pengkajian ... 27

2.3.3 Diagnosa keperawatan ... 32

2.3.4 Analisa Data ... 34

(9)

ix

2.3.5 Intervensi ... 34

2.3.6 Implementasi ... 36

2.3.7 Evaluasi ... 37

BAB 3 STUDY KASUS ... 38

3.1 Pengkajian ... 38

3.2 Analisa data ... 48

3.3 Diagnosa ... 49

3.4 Perencanaan ... 51

3.5 Implementasi ... 52

3.6 Evaluasi... 54

BAB 4 PEMBAHASAN ... 57

4.1Pengkajian ... 57

4.2 Diagnosa keperawatan ... 58

4.3 Intervensi ... 59

4.4 Implementasi ... 60

4.5 Evaluasi... 61

BAB 5 PENUTUP ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 67

(10)

x

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Tabel Halaman

2.3 2.3 3.1 3.1 3.2 3.3 3.3 3.4 3.5 3.6

Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan keluarga Intervensi Keperawatan Keluarga

Komposisi Keluarga

Pemeriksaan Fisik Keluarga Analisa Data

Skoring Prioritas Masalah Ketidak patuhan Skoring Prioritas Masalah Defisit Pengetahuan Perencanaan Keperawatan

Implementasi Evaluasi

33 34 38 46 48 49 50 51 52 54

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

3. 1 Genongrram Keluarga Tn. F 39

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Lampiran Halaman

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4

Surat izin pengambilan study kasus Lembar informed consent

Lembar konsultasi pembimbing 1 Lembar konsultasi pembimbing 2

67 68 69 70

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tubercolusis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang pada paru-paru. TB Paru merupakan penyakit yang sangat cepat ditularkan. Cara penularan TB Paru yaitu melalui percikan dahak (droplet nuclei) pada saat pasien batuk atau bersin terutama pada orang disekitar penderita, seperti keluarga yang tinggal serumah dengan pasien. Perilaku keluarga dalam pencegahan TB Paru sangat berperan penting dalam mengurangi resiko penularan.

Salah satu penyebab tingginya angka kejadian TB Paru disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan dan ketidakpatuhan penderita dalam menjaga kesehatannya dalam keluarga maupun masyarakat (Kemenkes Republik Indonesia 2015).

Unit pelayanan kesehatan banyak menemukan kasus TB Paru dan kejadian drop out (DO). Berdasarkan data Dinkes Kota Pasuruan pada tahun 2020 ada 581 kasus TB Paru. Data tersebut menyebut Kecamatan Panggungrejo adalah kasus TB Paru tertinggi yaitu 221 kasus, dibandingkan 4 kecamatan lain, yaitu purworejo dengan 67 kasus, Gadingrejo 32 kasus, Bugul Kidul 20 kasus, dan Rejoso 15 kasus. Dari data tersebut terdapat 75% menyatakan bahwa tidak kebali berobat karena merasa keluhannya sudah membaik, 25% penderita menyatakan bahwa keluarga tidak mengingatkan untuk datang berobat, dan 87% penderita menyatakan sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk mengambil obat, selain itu 75% penderita tidak teratur menjalani pengobatan dengan alasan penyakitnya

(14)

sudah sembuh sehingga pasien tidak melanjutkan pengobatannya (Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan).

Tuberculosis Paru melibatkan inhalasi Mycobacterium Tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi ada beberapa kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung dari bakteri Tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktiv. Selanjutnya, kemampuan basil tahan asam ini untuk bertahan berpoliferasi dalam sel makrofag paru menjadikan organisme ini mampu untuk menginfasi parenkim, nodus-nodus limfatikus lokal, trakea, bronkus (Intrapulmonary TB), dan menyebar keluar jaringan paru (Extrapulmonary TB). Apabila terjadi keterlibatan multi organ, maka TB paru akan memerlukan pengobatan yang lebih lama. Konsekuensinya biasanya terhadap ketidakpatuhan penderita terhadap tatalaksana pengobatan TB, atau keterlambatan diagnosis (Nurarif, 2015).

Konsekuensinya jika penderita tidak teratur dalam menjalani pengobatannya atau dengan kata lain menghentikan pengobatannya akan berlanjut pada kegagalan yang berkepanjangan dan multi drug resistence (MDR) atau resistensi obat.

Pengobatan TB Paru membutuhkan waktu 6 sampai 8 bulan untuk mencapai kesembuhannya. Jika tidak teratur dalam menjalani pengobatan tersebut menyebabkan pengobatan yang sudah dilakukan diulang lagi dari awal sehingga menyebabkan proses penyembuhannya menjadi lebih lama dan dapat menimbulkan kasus Multy Drug Resistence (MDR) maupun Xaviere Drug Resistence (XDR), (Dinas Kesehatan Repuplik Indonesia).

Untuk mengatasi masalah selama masa pengobatan, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah maupun mengatasi ketidakpatuhan

(15)

penderita tuberkulosis, antara lain menjaga komitmen pengobatan, adanya dukungan keluarga, pendekatan „peer educator’ atau teman sebaya dan penggunaan alat bantu demi peningkatan kepatuhan berobat (Cahyani, M).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan keluarga pada penderita TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan di desa Karang Pandan ?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum

Menggambarkan Asuhan Keperawatan Keluarga pada penderita TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan di desa Karang Pandan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menggambarkan pengkajian keluarga pada penderita TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan di desa Karang Pandan

2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada penderita TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan di desa Karang Pandan

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada penderita TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan di desa Karang Pandan

4. Melaksanakan intervensi keperawatan pada penderita TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan di desa Karang Pandan

5. Mengevaluasi pada keluarga penderita TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan di desa Karang Pandan

1.4 Manfaat Study Kasus

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat:

(16)

1) Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan Kesehatan agar dapat melakukan asuhan keperawatan TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan dengan baik.

2) bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan

3) bagi profesi Kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan.

1.5 Metode Penulisan 1.5.1 Metode

Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan proses keperawatan dengan Langkah-langkah pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data 1 Wawancara

Data diperoleh melalui percakapan baik dengan klien, keluarga maupun tim Kesehatan lainnya

(17)

2 Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan kepada klien 3 Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang menegakkan diagnosa dan penanganan selanjutnya.

1.5.3 Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari klien.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang terdekat klien, dan hasil-hasil pemeriksaan.

3. Studi Kepustakaan

4. Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan.

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami studi kasus ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1.6.1

Bagian Awal

Memuat halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan, kata pengantar, daftar isi.

1.6.2 Bagian Inti

Bagian ini terdiri dari dua bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab berikut ini:

(18)

a. Bab 1: Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan studi kasus.

b. Bab 2: tinjauan Pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis dan asuhan keperawatan klien dengan diagnose pneumonia, serta kerangka masalah.

1.6.3

Bagian Akhir

Terdiri dari daftar pustakan dan lampiran.

(19)

7 BAB II

TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Penyakit TB Paru

2.1.1 Definisi

Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama perenkim paru-paru yang disebabkan oleh kuman yaitu Mycobacterium tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi. (Majampoh, Boki, &

dkk, 2013).Tuberculosis Paru merupakan contoh lain infeksi saluran nafas bawah.

Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet) dari suatu individu ke individu lainnya.

Tuberkulosis sebagai infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit Tuberkulosis ini biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain (Isselbacher, 2015).

2.1.2 Etiologi

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium antara lain :M tuberculosis, M africanum, M.

bovis, M. leprea dan sebagainya. Yang juga dikenal sebagi Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium tuberculosis yang bias menimbulkan gangguan pada saluran napas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis yang

(20)

pengobatan TB. Untuk itu pemeriksann bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap Mycobacterium Tuberculosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB Secara umum sifat kuman TB. (Subuh & Priohutomo, 2014). Merupakan jenis kuman berbentuk batang berukurang panjangg 1 -4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium tubercolosis adalah berupa lemak/ lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis. Basil TB sangat rentang terhadap sinar matahari sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultra-violet. Basil TB juga rentang terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100ºC. Basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol 5% (Imam, 2008).

2.1.3 Patofisiologi

Kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan.

Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat di pindahkan melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat

(21)

dalam alveoli yang dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajaman.

Massa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag dan membentuk dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dari fibrosa ini disebut tuberkel. Bakteri dan makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.

Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit taktif karena penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Turbekel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi. Tuberkel yang pecah menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya bronchopneumonia lebih lanjut (Manurung, 2013).

2.1.4 Gejala klinis

Gejala Klinis Keluahan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam- macam atau malah banyak pasien TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

1. Demam Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi kadang- kadang panas dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitlah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh

(22)

daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

2. Batuk / batuk darah Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk ini deperlukan untuk mebuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya brongkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru dan setelah penyakit berkembang dalam jariang paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktoif) kemudian setalah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi terdapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3. Sesak napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) sebelum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjud, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

4. Nyeri dada Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

5. Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupan anoreksia tidak nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepela, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Bahar &

Amin, 2011).

(23)

2.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis Paru 1. Tuberculosis Paru.

Tuberculosis Paru adalah kuman mikrobakterium tuberkuloso yang menyerang jaringan paru-paru. Tuberculosis paru dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Tuberculosis paru BTA posistif (sangat menular).

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif.

2) Satu periksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukan Tuberkulosis aktif.

b. Tuberculosis Paru BTA negative Pemeriksaan dahak positif negative/ foto rontgen dada menunjukan Tuberkulosis aktif. Positif negative yang dimaksudkan disini adalah “hasilnya meragukan”, jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif.

2. Tuberculosis ekstra paru.

Tuberculosis ekstara paru adalah kuman mikrobakterium tuberkulosa yang menyerang organ tubuh lain selain paru-paru, misal selaput paru, selaput otak, selaput jantung, kelenjar getah bening, tulang, persendian kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan lain-lain (Laban, 2008)

2.1.6 Penatalaksanaan

Petalaksanaan pasien dengan Tuberkulosis paru dibagi menjadi 2 yaitu farmakologis dan non farmakologis, sebagia berikut:

(24)

1. Penatalaksana non farmakologis

a. Penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada pada pasien TB paru yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas mampu meningkatkan pengeluaran sekret. Disarankan untuk menerapkan latihan batuk efektif dan fisioterapi dada bagi pasien TB Paru dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebagai tindakan mandiri keperawatan (Sitorus, Lubis, & dkk, 2018).

b. Pemberian posisi semi fowler pada pasien TB paru telah dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Posisi yang tepat bagi pasien dengan penyekit kardiopulmonari adalah diberikan posisi semi fowler denagn derajat kemiringan 30-45º. Tujuan untuk diketahui pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas pada pasien TB paru (Majampoh, et al., 2013).

c. Pemberian terapi Vitamin A dan Vitamin D diteliti berfungsi sebagai imunomodulator yang terlibat dalam aktivasi makrofag melawan patogen.

Metabolit aktif akan memodulasi respon pejamu terhadap infeksi mikrobakteria sehingga terjadi pengeluaran cathelicidin yang berfungsi sebagai antimikroba untuk menginduksi autofagi. Defisiensi vitamin D merupakan salah satu faktor risiko terpapar TB dan berhubungan erat dengan sistem imun yang menurun. Penelitian sebelumnya menyatakan vitamin D mampu meningkatkan respon inflamasi penderita TB sehingga terjadi perbaikan klinis yang cukup signifikan (Sugiarti, Ramadhian, & dkk, 2018). Menurut (Greenhalgh & Butler, 2017)terapi sinar matahari / vitamin D dimulai pada musim panas antara pukul 05.00- 06.00 pagi sampai tengah

(25)

hari. Klien di perkenankan untuk berjemur selama 15 hari. Pada hari pertama kaki terkena sinar matahari selama 5 menit, pada hari kedua 10 menit dan kaki bagian bawah selama selama 5 menit. Dengan demikian turus berlanjut selama 15 hari secara bertahap. Vitamin D telah terbukti dalam meningkatkan kekebalan orang-orang yang berhubungan dengan TB.

Pengobatan TB akan tampak bahwa vitamin D bukan obat tetapi tambahan berharga untuk menghilangkan patogen oleh sistem kekebalan tubuh dan antibiotic.

d. Penatalaksaan diet makanan Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Tingkat kecukupan energi responden tuberkulosis mayoritas berada pada kategori kurang, baik tuberkulosis dengan sputum BTA (+) maupun sputum BTA (-).

Hal ini disebabkan karena mayoritas responden tuberkulosis tidak menjalankan diet tepat yaitu Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Asupan energi diperoleh dari konsumsi makanan seseorang sehari-hari untuk menutupi pengeluaran energi, baik orang sakit maupun orang sehat, konsumsi pangan harus mengandung energi yang cukup sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan energi mengalami penurunan 5% setiap 10 tahun (Lauzilfa, Wirjatmadi, & dkk, 2016).

e. Serta dukungan utama keluarga dapat mengembangkan respon koping yang efektif untuk beradaptasi dengan baik dalam menangani stresor yang dihadapi terkait penyakitnya baik fisik, psikologis maupun sosial. Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk pasien TB paru terbanyak adalah keluarga (Suami, istri, orangtua, anak, menantu) yaitu sebanyak 93%, sebanyak 4,7%

petugas kesehatan. Secara fungsional dukungan mencakup emosional

(26)

berupa adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau informasi, dan pemberian bantuan material. Dukungan juga terdiri atas pemberian informasi secara verbal atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran keluarga mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima(Hasanah, Makhfudli, & dkk, 2018).

2. Penatalaksana farmakologis

a. Tujuan pengobatan Tuberkulosis adalah :

1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup.

2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena Tuberkulosis Paru atau dampak buruk selanjudnya.

3) Mencegah terjadinya kekambuhan Tuberkulosis Paru.

4) Menurunkan penularan Tuberkulosis Paru

5) Mencegah terjadinya dan penularan Tuberkulosis Paru resistant.

b. Prinsip pengobatan Tuberkulosis Paru

Obat Anti Tuberculosis (OAT) adalah komponen penting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB Paru adalah merupakan salah satu upaya penting efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman Micobacterium Tuberculosa.

Pengobatan yang adekuat harus memahami prinsip (Kesehatan R. , 2014) :

1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam oabat untuk mencegah terjadinya resistensi.

2) Diberikan dalam dosis yang tepat.

(27)

3) Ditelan secara teratur dan diawasi seraca langsung oleh POM (Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.

4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup lama terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjud untuk mencegah kekambuhan.

3. Pengobatan tuberculosis

Pengobatan Tuberculosis terbagi menjadi 2 fase:fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Jenis obat anti tuberculosis yaitu :

c. jenis obat utama yang digunakan adalah : 1) Rifampisin

2) INH

3) Pirazinamid 4) Steptomisin 5) Etambutol

d. Kombinasi dosis tetap.

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat antituberkulosis yaitu rifamsinin, INH, pirazinamid dan etambutol dan 3 obat antituberkulosis, yaitu rifampisin, INH dan pirazinamid.

e. Jenis obat tambahan lainnya.

1) Kanamisin 2) Kuinolon

3) Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amaksilin, asam klavulanat.

4) Deviyat rimfampisin dan INH 4. Dosis OAT

a. Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x / minggu atau

(28)

BB > 60 kg : 600 mg BB 40-60 kg : 450 mg

BB < 40 kg : 300 mg Dosis intermiten 600 mg/ kali.

b. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg 10 mg/kg BB 3 x seminggu,

15 mg/kg BB 2 x seminggu 300 mg/hari untuk dewasa.

Intermiten : 600 mg / kali.

c. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x seminggu, 50 mg/kg BB 2 x seminggu atau :

BB > 60 Kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg

d. Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutkan 15 mg/kgBB, 30 mg/kg BB 3 x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:

BB > 60 kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg

e. Streptomisin : 15 mg/kg BB/kali BB > 60 kg : 1000 mg

BB 40-60 kg : 750 mg BB < 40 kg : sesuai BB f. Kombinasi dosis tetap

(29)

5. Efek samping OAT a. Insoniazid (INH)

1) Efek samping ringan : tanda-tanda keracunan pada syarat tepi, kesemuta rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.

Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).

2) Efek samping berat: hepatitis. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

b. Rimfapisin

1) Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah :

a) Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang b) Sindrom perut

c) Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan 2) Efek samping yang berat namun jarang :

a) Hepatitis

b) Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gatal ginjal

c) Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat. Air mata, air liur karena proses metabolisme obat.

c. Pirazinamid

Efek samping utama: hepatitis, Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)

(30)

dan kadang-kadang dapat menyebabkan sarangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbuhan asam urat.

Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

d. Etambutol

Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

e. Streptomisin

Efek samping utama: kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Gejala efekya samping yang terlibat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikanpada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

2.2 Konsep Dasar Keluarga 2.2.1 Definisi

Banyak pengertian keluarga salah satunya menurut Duvall, Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum

(31)

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Mubarak, 2011). Bailon dan Maglaya (1997) dalam Susanto (2012) mengatakan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

Stanhope dan Lancester (1996) dalam Susanto (2012) mengatakan keluarga adalah dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang berbeda dari saling mengikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.

2.2.2 Tipe Atau Bentuk Keluarga

Friedman, Bowden dan Jones (2003) dalam Susanto (2012) tipe keluarga adalah:

1. Tradisional

a. The Nuclear Family (Keluarga Inti)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.

b. The Dyad Family (Keluarga tanpa anak).

c. Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.

d. Keluarga Usila

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak sudah

(32)

memisahkan diri.

e. The Childless Family

Keluarga tanpa anak karena keterlambatan menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karir atau pendidikan yang terjadi pada wanita.

f. The Extended Family

Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai paman, tante, orang tua (kakek nenek) dan keponakan.

g. Commuter Family

Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota biasa berkumpul dengan anggota keluarga pada saat akhir pekan atau pada waktu- waktu tertentu.

h. The Single Parent Family

Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak.

i. Multigenerational Family

Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.

j. Kin-network Family

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama.

Contoh: Dapur, kamar mandi, telepon dan lain-lain.

(33)

k. Blended Family

Duda atau janda karena perceraian yang menikah kembali dan membesarkan anak dari hasil perkawinan atau hasil perkawinan sebelumnya.

l. The Single Adult Family

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti: perceraian atau ditinggal mati.

2. Non Tradisional

a. The Unmarried Teenage Mother

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa menikah.

b. The Step-parent Family

Keluarga dengan orang tua tiri.

c. Commune Family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah. Sosialisasi anak dengan aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.

d. The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family

Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

e. Gay and Lesbian Family

Seseorang yang mempunyai persamaan orientasi seksual hidup bersama sebagaimana ‘marital partners’.

f. Cohabitating Family

Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan karena

(34)

beberapa alasan tertentu.

g. Group Network Family

Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-nilai hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.

h. Foster Family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara sementara waktu, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga aslinya.

i. Homeless Family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang

permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

j. Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

2.2.3 Struktur Keluarga

Friedman (1998) dalam Harmoko (2012) menyatakan struktur keluarga antara lain:

1. Struktur Peran Keluarga

Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat

(35)

memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain yang menyangkut peran-peran tersebut.

2. Sistem Nilai dalam Keluarga.

Nilai-nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide, sikap dan

kepercayaan tentang nilai suatu keseluruhan atau konsep yang secara sadar maupun tidak sadar mengikat bersama-sama seluruh anggota keluarga dalam suatu budaya yang lazim.

3. Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga.

4. Struktur Kekuasaan dalam Keluarga

Kekuasaan keluarga sebagai sebuah karakteristik dari sistem keluarga adalah kemampuan, baik potensial maupun aktual dari seorang individu untuk mengubah tingkah laku anggota keluarga.

2.2.4 Fungsi Keluarga

Menurut Friedman, Bowden & Jones (2003) dalam Susanto (2012):

1. Afektif Dan Koping

Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.

2. Sosialisasi

Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap dan mekanisme koping; memberikan feedback dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.

(36)

3. Reproduksi

Keluarga melahirkan anaknya.

4. Ekonomi

Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat.

5. Fisik Atau Perawatan Kesehatan

Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

2.2.5 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan.

Menurut Freeman (1981) dalam Setyawan (2012) sesuai dengan fungsi keluarga dalam pemeliharaan kesehatan, maka keluarga juga mempunyai tugas dalam bidang kesehatan, yang antara lain adalah:

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, oleh karena itu perlu mencatat dan memperhatikan segala perubahan yang terjadi dalam keluarga.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

3. Memberikan perawatan kepada anggota keluaraganya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri.

4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

(37)

2.2.6 Tahap Perkembangan Keluarga

1. Tahap pertama keluarga baru (beginning family) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.

b. Menetapkan tujuan bersama.

c. Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok sosial.

2. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Persiapan menjadi orang tua.

b. Membagi peran dan tanggung jawab.

c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangkan.

d. Mempersiapkan biaya atau dana child beearing.

3. Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman.

b. Membantu anak untuk bersosialisasi.

c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi.

4. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with children) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan semangat belajar.

(38)

b. Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan.

c. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.

5. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.

b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.

c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan, kecurigaan dan permusahan.

6. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center families )

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

b. Mempertahankan keintiman pasangan.

c. Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.

7. Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan ( middle age families ) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Mempertahankan kesehatan.

b. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial dan waktu santai.

c. Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua.

d. Keakraban dengan pasangan.

(39)

8. Tahap kedelapan keluarga usia lanjut

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan.

c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.

d. Mempertahankan hubungan anak dan sosial masyarakat (Harmoko, 2012).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Penderita TB Dengan Ketidakpatuhan.

2.3.1 Definisi

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan pendekatan sistemik untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota keluarga.

2.3.2 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data, verifikasi serta komunikasi data yang mengenai pasien secara sistematis. Pada fase ini meliputi pengumpulan data dari sumber primer (pasien), sekunder (keluarga pasien, tenaga kesehtana), dan analisis data sebagai dasar perumusan diagnose keperawatan (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Fokus pengkajian keperawatan pada kasus Tuberkulosis paru (Abdul, 2013) :

1. Data Pasien

Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan hampir sama anatar laki-laki dengan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di

(40)

daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim. Tuberculosis pada anak dapat terjadi di usia berapapun, namun usia yang paling umum apada usia dalah antara 1-4 tahun.

Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) disbanding TB paru-paru yaitu dengan perbandingan 3:1. Tuberculosis luar paru- paru adalah tuberculosis berat yang terutama ditemukan pada usia < 3 tahun.

Angka kejadian atau prevalensi TB paru-paru pada usia 5-12 tahun ckup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa.

2. Riwayat kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain :

a. Demam : subfebris, febris (40-41º) biasanya hilang timbul.

b. Batuk : biasanya terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini terjadi untuk membuang atau mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan sputum).

c. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-paru.

d. Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai

e. ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic.

f. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.

g. Sianosis, sesak nafas, kolaps : merupakan gejala atelectasis. Bagian dada pasien

(41)

h. tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit.

Pada

i. foto thoraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menunjol ke atas. Perlu ditanya dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan namun merupakan penyakit infeksi menular.

3. Riwayat penyakit sebelumnya :

a. Pernah menderita batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

c. Pernah berobat namun tidak teratur.

d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.

e. Daya tahan tubuh yang menurun.

f. Riwayat vaksinasi yang tidak tertaur.

4. Riwayat pengobatan sebelumnya :

a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.

b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum

c. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakit.

d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

5. Riwayat Sosial Ekonomi :

a. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja dan jumlah penghasilan.

b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang

(42)

lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan atau pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

6. Factor pendukung a. Riwayat lingkungan.

b. Pola hidup : nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.

c. Tingkat pengetahuan atau pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit TBC, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir penyakit.

b. Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi dalam 48-72 jam).

c. Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.

Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

d. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.

e. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

f. Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

8. Pemeriksaan fisik

a. Pada tahap dini sulit diketahui.

b. Ronchi basah, kasar, nyaring.

(43)

c. Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara umforik.

d. Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi intercostal, dan fibrosis.

e. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memverikan suara pekak).

9. Pola kebiasaan sehari-hari a. Pola aktivitas dan istirahat

1) Subjektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak nafas (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.

2) Objektif : takikardi, takipnea/dyspnea saat kerja, irritable, sesak (tahap lanjut ; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41 ºC) yang terjadi hilang timbul.

b. Pola nutrisi

1) Subjektif :anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

2) Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.

c. Respirasi

1) Subjektif : batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada.

2) Objektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mucoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipnea (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura), perkusi

(44)

pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

d. Rasa nyaman/nyeri

1) Subjektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

2) Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

e. Integritas ego

1) Subjektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.

2) Objektif : menyangkal (selama tahan dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

2.3.3 Diagnosa Keperawatan keluarga

Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan dimana merupakan penialain klinis terhadap kondisi individu, keluarga, atau komunitas baik yang bersifat actual, resiko, atau masih merupakan gejala.

Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

berlangsung actual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Penilaian ini berdasarkan pada hasil analisis data pengkajian dengan cara berpikir kritis. Diagnosa yang ditegakkan dalam masalah ini ialah ketidakpatuhan

pengobatan (Debora, 2017).Berikut diagnosa yang terkait dengan penyakit tuberculosis adalah :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru

3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi

(45)

4. Deficit pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan Deficit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor psikologis

5. Risiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, secret yang menetap

6. Ketidakpatuhan Program Pengobatan berhubungan dengan program terapi kompleks dan atau lama.

Tabel 2.3 Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan keluarga

No. Kriteria Skor Bobot

1. Sifat masalah Skala : Wellness Aktual Risiko Potensial

3 3 2 1

1

2. Kemungkinan masalah dapat diubah

Skala : Mudah Sebagian Tidak dapat

2 1 0

2

3. Potensi masalah untuk dicegah Skala :

Tinggi Cukup Rendah

3 2 1

1 4. Menonjolnya masalah

Skala : Segera Tidak perlu Tidak dirasakan

2 1 0

1 a) Tentukan skor untuk setiap kriteria.

b) Skor dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan dengan bobot. Skor x bobot angka tertinggi.

c) Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5, sama dengan bobot.

(46)

2.3.4 Analisa data

Analisa data merupakan kemampuan konitif dalam pengembangan gaya berfikir dan penalaran yang dipergaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan. Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berfikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan. Dalam melakukan Analisa data, diperlukan kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah Kesehatan dan keperawatan klien.

2.3.5 Intervensi

Intervensi Keperawatan adalah semua penanganan (treatment) yang di dasarkan pada penilaian dan keilmuan pada tatanan klinik, dimana perawat melakukan tindakan untuk meningkatkan hasil atau outcome penderita (Bulechek, Butcher, Dochterman, 2017). Perencanaa untuk masalah Ketidakpatuhan pada penderita TB Paru.

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

SLKI SIKI

Kode Diagnosa Intervensi

1 D.0014 Ketidakpatuhan minum obat pada penderita TB Paru berhubungan dengan

ketidakadekuatan pemahaman

Luaran Utama : Tingkat kepatuhan Luaran Tambahan :

1. dukungan keluarga 2. Kontrol gejala 3. Status koping

keluarga

4. Tingkat ansietas 5. Tingkat depresi

Tingkat

Intervensi Utama : Dukungan promosi keluarga

Observasi :

1. Identifikasi kebutuhan dan harapan anggota keluarga

2. Identifikasi stressor situasional anggota keluarga lainnya

3. Identifikasi sumber daya fisik emosional dan pendidikan keluarga

(47)

pengetahuan 4. Identifikasi gejala fisik akibat stres (mis. mual muntah

ketidakmampuan) 5. Identifikasi persepsi

tentang situasi, pemicu kejadian perasaan dan perilaku pasien Terapeutik

1. Sediakan lingkungan yang nyaman

2. Fasilitasi program perawatan dan

pengobatan yang dijalani anggota keluarga

3. Diskusikan anggota keluarga yang akan dilibatkan dalam perawatan

4. Diskusikan kemampuan dan perencanaan

keluarga dalam perawatan 5. Diskusikan cara

mengatasi kesulitan dalam perawatan

6. Dukung anggota keluarga untuk menjaga atau

mempertahankan hubungan keluarga

7. Hargai keputusan yang dibutuhkan keluarga Edukasi

 Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan dan pengobatan yang dijalani pasien

 Anjurkan keluarga bersikap asertif

 Anjurkan meningkatkan aspek positif dari situasi yang dijalani pasien.

Dukungan kepatuhan program pengobatan Obsevasi

Identifikasi kepatuhan menjalani program

(48)

pengobatan Terapeutik 1. Buat komitmen

menjalani program pengobatan dengan baik 2. Buat jadwal

pendampingan keluarga untuk bergantian

menemani pasien selama menjalani program pengobatan Jika perlu 3. Libatkan keluarga untuk

mendukung program pengobatan yang jalani 4. Dokumentasikan

aktivitas selama menjalani proses pengobatan Edukasi

 Informasikan program pengobatan yang harus dijalani

 Informasikan manfaat yang akan diperoleh jika teratur menjalani program pengobatan

 Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan merawat pasien selama menjalani program pengobatan

 Anjurkan pasien dan keluarga melakukan konsultasi ke pelayanan kesehatan terdekat, jika perlu.

2.3.6 Implementasi

Implementasi merupakan tindakkan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakkan keperawatan mencakup tindakkan mandiri (independent), saling ketergantungan/kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan/ketergantungan (dependent)(Tarwoto, 2017).

(49)

2.3.7 Evaluasi

Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil atau perbuatan dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat, sejauh mana tujuan tercapai (Potter & Perry, 2011).

Untuk evaluasi yang dicapai pada klien yang menderita TB Paru dengan masalah ketidakpatuhan berobat adalah :

1. Pasien dan keluarga dapat mengerti atau memahami tentang penyakit TB Paru.

2. Pasien dan keluarga juga sudah bisa mengerti akan bahaya jika pengobatan tidak tuntas atau tidak teratur.

3. Pasien dan keluarga saling mengingatkan waktu minum obat sampai tuntas Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun menggunakan SOAP.

(50)

38 BAB III

STUDY KASUS

3.1 Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada 28 Februari 2021 pukul 09.00 WIB di rumah keluarga Tn. F desa Karang Pandan, dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi keperawatan.

I. Data Umum

1. Kepala Keluarga (KK) : Tn. F

2. Alamat dan telepon : Desa Karang Pandan, kecamatan Rejoso,

Kabupaten Pasuruan.

3. Pekerjaan KK : Petani 4. Pendidikan KK : Tamat SD 5. Komposisi keluarga :

Tabel 3.1 Komposisi Keluarga dengan masalah ketidakpatuhan pada penderita TB Paru

No. Nama L/P Umur Pendidikan Pekerjaan

1. Tn. F L 43 tahun SD Petani

2. Ny. U P 38 tahun MTS Pedagang

3. An. L P 22 Tahun SMA Mahasiswi

4. An. J L 18 Tahun SMA Pelajar

Sumber keluarga Tn. F

(51)

6. Genogram

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Tn. F 7. Tipe Keluarga :

The Nuclear Family (Keluarga Inti) terdiri dari Tn. F berusia 43 tahun, Ny.U berusia 38 tahun, dan kedua anaknya yaitu An. Lberusia 22 TahunTahun dan An. J berusia18 Tahun.

8. Suku bangsa :

Tn. F dan Ny. U beserta kedua anaknya berasal dari suku Jawa.

9. Agama :

Keluarga Tn. F beserta anggota keluarga menganut agama Islam. Tn. F dan keluarganya rutin beribadah setiap hari. Tn. F dan keluarga juga selalu mengikuti aturan serta anjuran dalam ajaran agama Islam .

10. Status sosial ekonomi keluarga : a. Jumlah pendapatan perbulan :

petani(Rp. 2.500.000/bulan) + dagang(Rp. 500.000/bulan) = Rp. 3.000.000 b. Sumber pendapatan perbulan : Bertani dan Berdagang

c. Jumlah pengeluaran perbulan : Rp. 2.000.000

Ket :

: perempuan : Laki-laki : meninggal : tinggal serumah :garis perkawinan

: garis keturunan : klien

NyU Tn

.R

NyS

Tn .M

NyH Tn

.S

Tn.

N

Ny R

NyA

An L

An .J

(52)

11. Aktivitas rekreasi keluarga :

Kegiatan yang dilakukan keluarga untuk rekreasi atau menghilangkan stress dengan menonton tv, olahraga, ke sawah dan memancing ikan di Tambak.

II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga 1. Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah keluarga dengan anak dewasa dan remaja, pada anak pertama telah memasuki usia 22 tahun dan anak kedua usia 18 tahun. Untuk tugas tahap perkembangan keluarga yaitu memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat otonomi keluarga yang sudah meningkat, serta mempertahankan komunikasi terbuka antar anak dengan orang tua untuk menghindari kecurigaan, perdebatan, dan permusuhan.

2. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi pada keluarga Tn. F yaiu mendorong kemandirian anak dalam memperluas fungsi ekonomi secara mandiri.

3. Riwayat kesehatan keluarga inti

Tn. F menderita TB Paru yang bukan merupakan penyakit keturunan dari keluarga. Tn. F baru terdeteksi memiliki riwayat penyakit TB Paru ini pada bulan November 2020. Sebelumnya Tn. F maupun keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit seriu dan belum pernah dirawat di rumah sakit.

4. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya

Dari hasil pengkajian didapatkan bahwa keluarga Tn. F tidak pernah

(53)

mengalami riwayat penyakit TB Paru. Sejak bulan September 2020, Tn. F mengeluh batuk kurang lebih 3 bulan,sesak nafas, nyeri dada sebelah kiri.

Kemudian pada bulan November 2020, Tn. F dibawa dan di rawat di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan untuk menjalani pengobatan. Dari hasil pemeriksaan Tn. F terinfeksi TB Paru. Tn. F mendapatkan terapi obat jalan selama 6 atau 8 bulan. Sampai sekarang Tn. F masih dalam tahap pengobatan awal. Selama 3 bulan (November-Januari) Tn. F masih teratur minum obat, tapi Sejak pertengahan bulan Januari Tn. F tidak teratur minum obat, karena setiap Tn. F sudah minum obat Tn. F mengeluh sakit kepala, merasa tiba-tiba detak jantunganya berdetak cepat, Tn. F juga mengeluh mual dan muntah. Sehingga Tn. F memutuskan untuk putus obat TB Paru.

Sejak Tn. F mengalami keluhan tersebut, Tn. F tidak melakukan kosultasi atau kontrol ke Puskesmas, melainkan periksa ke Bidan praktek mandiri yang ada di desanya, tetapi Tn. F tidak menceritakan riwayat penyakit sebelumnya, Tn. F hanya menceritakan keluhan yang dirasakan saat ini..

Seharusnya Tn. F melakukan konsultasi ke puskesmas dan menceritakan riwayat penyakit sebelumnya serta keluhan yang dialami saat ini. Supaya Tn. F mendapatkan solusi obat tambahan atau obat pengganti.

III. Data lingkungan 1. Karakteristik rumah

Keluarga Tn. F tinggal di rumah milik sendiri dengan luas bangunan rumah 6m x 11m (66 m 2 ) dan ada pekarangan seluas 66 m 2 . Jenis bangunan rumah permanen lantai semen kasar, terdapat 1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 dapur dan 1 kamar mandi + wc. Kondisi rumah kurang

(54)

bersih, Terdapat jendela disetiap ruangan dan rumah terdapat ventilasi dantetapi rumah belum di pasang flafon sehingga, dan berdebuh.Pencahayaan rumah di siang hari cukup dan pada malam hari penerangan memakai listik dengan bola lampu neon sebanyak 2 buah didalam rumah untuk penerangan. Mempunyai saluran pembuangan air limbah. Keluarga menggunakan air bersih dari PAM tertutup untuk kebutuhan sehari-hari, jamban keluarga memenuhi syarat berjenis kloset.

Keluarga tidak mempunyai tempat pembuangan sampah sehingga sampah langsung di bakar dibelakang rumah.

2. Karakteristik tetangga dan komunitasnya

Hubungan Tn. F dengan tetangga baik, keluarga juga ikut aktif dalam kegiatan rohani dan kegiatan RT dalam kelompok masyarakat, Tn, tetapi setiap berkumpul dengan tetangga Tn. F tidak memakai masker sehingga beresiko penularan TB Paru.

3. Mobilitas geografis keluarga

Tn. F menempati rumah tersebut sejak 24 tahun yang lalu.

4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dalam masyarakat

Tn. F aktif berinteraksi dengan masyarakat sekitar, aktif dalam ibadah kelompok, dan selalu ikut dalam kegiatan yang di laksanakan di RT/RW seperti kerja bakti.

5. Sistem pendukung keluarga

Anggota keluarga lain dalam keluarga saling mendukung bila ada masalah.

Keluarga tidak memiliki tabungan di Bank dan semua anggota keluarga memiliki kartu BPJS untuk keperluan kesehatan

(55)

IV. Struktur keluarga 1. Struktur peran

Tn. F melakukan peran keluarga dengan sangat baik, sebagai kepala keluarga, beliau selalu membantu dan mendukung anak dan istrinya.

2. Nilai atau norma keluarga

Dalam keluarga terdiri dari satu agama, dan tidak ada nilai-nilai tertentu dan nilai agama yang bertentangan dengan kesehatan karena menurut keluarga kesehatan merupakan hal yang penting.

3. Pola komunikasi keluarga

Pola komunikasi keluarga terutama Tn. F terhadap keluarga beliau tidak terbuka sepenuhnya. Menurut istrinya, Tn. F adalah karakter yang keras kepala. Sehingga Ny. U susah mengingatkan Tn. F untuk minum obat.

Dalam keadaan emosi keluarga Tn. F menggunakan kalimat positif, setiap masalah dalam keluarga selalu dirembukkan dan mencari jalan keluarnya dengan cara musyawarah keluarga.

4. Struktur kekuatan keluarga

Keluarga Tn. F bukan orang terpandang, beliau merupakan orang sederhana dengan perekonomian yang pas-pasan. Tn. F banyak dikenal suka menolong dan ramah terhadap tetangga maupun saudara.

V. Fungsi keluarga 1. Fungsi afektif

Keluarga telah menjalankan fungsi kasih sayang dengan baik, saling memperhatikan dan membantu satu sama lain. Keluarga tidak membedakan kasih sayang diantara anggota keluarga.

(56)

2. Fungsi pendidikan

Dalam keluarga Tn. F orang yang sangat tegas dalam mendidik anaknya.

Tn. F selalu menasehati anaknya, dan selalu memberikan ajaran yang positif Pada anaknya, Tn. F juga selalu menegur jika anaknya melakukan kesalahan. Tn. F juga selalu mengingatkan anaknya supaya tidak terjerumus pada pergaulan bebas.

3. Fungsi ekonomi

Yang mengatur keuangan dalam keluarga adalah istri Tn. F dengan penghasilan yang pas-pasan istrinya mampu mengatur keuangan supaya tercukupi kebutuhan pokok keluarga

4. Fungsi sosialisasi

Keluarga aktif bersosilisasi dengan tetangga disekitar rumah atau jika ada tetangga yang datang kerumah. Interaksi keluarga Tn. F dan Ny. U dengan anaknya terjalin sangat baik dan terlihat harmonis, namun Tn. F tidak sepenuhnya terbuka pada istrinya. Menurut istrinya Tn. F merupakan orang yang keras kepala, tetapi dalam mengambil keputusan Tn. F memiliki peran yang besar namun selalu adil kepada keluarganya. Tn. F dan Ny. U aktif dalam kegiatan kemasyarakatanseperti arisan, pengajian dan siskamling 5. Fungsi pemenuhan kesehatan

Keluarga Tn. F mengatakan tahu tentang penyakit TB tetapi tidak terlalu rinci hanya sekedar tahu. Keluarga mampu mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi bila ada anggota keluarga yang sakit. Namun keluarga terutama Tn. F tidak mampu mengambil keputusan yang tepat jika mengalami masalah kesehatanya. Jika ada anggotakeluarga yang sakit

(57)

dengan membawanya ke bidan praktek mandiri yang ada di desanya.

Keluarga belum mampu memodifikasi lingkungan yang tepat untuk menunjang kesehatan keluarga. Keluarga juga belum mampu memanfaatkan layanan fasilitas kesehatan dengan tepat.

6. Fungsi rekreasi

Tn. F menjalankan fungsi rekreasi dengan cara rileks sambil menonton TV di rumah, sedangkan aktivitas rekreasi bersama di luar rumah jarang dilakukan karena alasan kesibukan masing-masing anggota keluarga biasannya hanya sesekali pergi bersilaturahmi ke rumah saudara.

7. Fungsi reproduksi

Istri Tn. F menggunakan pill KB Elzsayang mengandung 2 mgCyproterone Acetate (hormon progesteron) dan 0,035 mg Ethinylestradiol (hormon estrogen), untuk membatasi kehamilannya.

Menurut riset,Pil KB Elzsayang diproduksi mengandung kadar hormon yang jauh lebih rendah dibandingkan pil KB yang lain mengandung tingginya kadar hormon esterogen. Jadi pil KB Elzsaini tidak ada efek samping dan bagus untuk ibu sehat yang tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan tidak merokok.

VI. Stress dan koping keluarga 1. Stressor jangka pendek dan panjang

Stressor jangka pendek : Keluarga Tn. F khawatir dengan penghasilannya yang paspasan sedangkan kebutuhan makin meningkat.

Jangka Panjang : Khawatir dengan biaya dan kebutuhan sekolah dan kuliah anaknya, takut nanti tidak mampu memenuhinya sehingga anaknya

Gambar

Tabel 2.3 Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan keluarga
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan
Tabel 3.1 Komposisi Keluarga dengan masalah ketidakpatuhan pada penderita TB Paru
Gambar 3.1 Genogram Keluarga Tn. F  7.  Tipe Keluarga    :
+6

Referensi

Dokumen terkait

simulated severe accident environments Kyungha Ryua, Inyoung Song b, Taehyun Leea, Sanghyuk Leea, Youngjoong Kima, Ji Hyun Kimb,* aResearch Division of Environmental and Energy

Pertama, rencana pelaksanaan pembelajaran RPP yang digunakan guru dalam pembelajaran memproduksi teks eksplanasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 4 Gorontalo belum sepenuhnya sesuai