K3 KONSTRUKSI DALAM
DOKUMEN PERENCANAAN KONSTRUKSI
Emir Suryo Guritno*
Banyak pihak yang mempertanyakan kenapa pelaksana konstruksi kurang memperhatikan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
5/PRT/M/2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum telah menyatakan bahwa pada tahap pra konstruksi, pengguna jasa sudah diharapkan untuk
menyediakan informasi/telaah aspek K3 pada dokumen perencanaan konstruksi. Pernyataan ini merupakan dasar bagi para perencana anggaran dilingkungan pengguna jasa untuk memasukkan tenaga ahli K3 Konstruksi khususnya untuk dokumen perencana konstruksi yang akan disediakan oleh penyedia jasa konsultansi sehingga dengan adanya
unsur tenaga ahli K3 Konstruksi ini telaah aspek K3 Konstruksi dapat tersedia dalam dokumen perencanaan konstruksi.
A. PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan konstruksi
banyak pihak mempertanyakan kenapa
pelaksana konstruksi kurang
memperhatikan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), mengingat para
pekerja konstruksi paling rentan
mengalami kecelakaan kerja. Banyak pihak khususnya pengguna jasa yang kurang memahami akan pentingnya K3 ini dan tulisan ini akan mengemukakan apa saja yang harus disediakan oleh pengguna jasa agar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dapat di
implementasikan sebagaimana mestinya.
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian normatif atau kajian terhadap peraturan perundang
undangan yang berlaku khususnya
mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
C. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi K3 adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada
pekerjaan konstruksi1.
1
Pasal 1 angka 1 PermenPU No 5/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
Dalam pelaksanaan konstruksi, K3 diterapkan berdasarkan potensi bahaya yaitu sebagai berikut :
1. Potensi bahaya tinggi2, apabila
pekerjaan bersifat berbahaya
dan/atau mempekerjakan tenaga
kerja paling sedikit 100 orang dan/atau nilai kontrak diatas Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah);
Gambar : Kantor Pelaksana Pembangunan Bendungan Raknamo, di Kab. Kupang, NTT
2. Potensi bahaya rendah, apabila pekerjaan bersifat tidak berbahaya
dan/atau mempekerjakan tenaga
kerja kurang dari 100 orang dan/atau
nilai kontrak dibawah Rp.
100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah)3.
Untuk potensi bahaya tinggi,
pelaksana konstruksi harus melibatkan
2
Potensi bahaya adalah kondisi atau keadaan
baik pada orang, peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja, proses produksi dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran dan penyakit akibat kerja. (Pasal 1 angka 6 PermenPU No 5/PRT/M/2014)
Ahli K3 Konstruksi4 sedangkan untuk
potensi bahaya rendah cukup melibatkan
Petugas K3 Konstruksi5.
Selain Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5/PRT/M/2014, terdapat pula Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep
20/DJPPK/VI/2004 tentang Sertifikasi
Kompetensi K3 Bidang Konstruksi
Bangunan yang berisikan antara lain: 1. Setiap proyek konstruksi bangunan
yang mempekerjakan tenaga kerja
lebih 100 orang, atau
penyelenggaraan proyek diatas 6
(enam) bulan, harus memiliki
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
4 Ahli K3 Konstruksi adalah tenaga teknis yang
mempunyai kompetensi khusus di bidang K3 Konstruksi dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi SMK3 Konstruksi yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan dan kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga atau instansi yang berwenang sesuai dengan Undang-Undang. (Pasal 1 angka 4 PermenPU No 5/PRT/M/2014)
5
Petugas K3 Konstruksi adalah petugas di dalam organisasi Pengguna Jasa dan/atau organisasi Penyedia Jasa yang telah mengikuti pelatihan/bimbingan teknis SMK3 Konstruksi Bidang PU, dibuktikan dengan surat keterangan mengikuti pelatihan/bimbingan teknis SMK3 Konstruksi Bidang PU. (Pasal 1 angka 5 PermenPU No
Ahli Utama K3 Konstruksi, 1 (satu) orang Ahli Madya K3 Konstruksi dan 2 (dua) orang Ahli Muda K3 Konstruksi.
2. Setiap proyek konstruksi bangunan yang mempekerjakan tenaga kerja
kurang 100 orang, atau
penyelenggaraan proyek dibawah 6
(enam) bulan, harus memiliki
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Ahli Madya K3 Konstruksi, 1 (satu) orang Ahli Muda K3 Konstruksi.
3. Setiap proyek konstruksi bangunan yang mempekerjakan tenaga kerja
kurang 25 orang, atau
penyelenggaraan proyek dibawah 3 (tiga) bulan, harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Ahli Muda K3 Konstruksi.
4. Setiap tenaga kerja yang serahi tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan
pemasangan, perawatan,
pemeliharaan dan pembongkaran perancah harus memenuhi syarat kompetensi K3 Perancah.
Pasal 7 Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No 5/PRT/M/2014 telah
menjelaskan pentahapan agar penerapan K3 dapat berjalan, antara lain:
a. Tahap Pra Konstruksi
b. Tahap Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa
c. Tahap Pelaksanaan Konstruksi
d. Tahap Penyerahan Hasil Akhir
Pekerjaan
Tahap Pra Konstruksi merupakan tahapan paling krusial karena pada tahap ini pengguna jasa menyiapkan dokumen perencanaan yang akan menjadi dasar
bagi pelaksanaan konstruksi serta
pegangan bagi Unit Layanan Pengadaan
(ULP)/Bagian Purchasing/Pembelian
Pengadaan Barang/Jasa untuk
melakukan pemilihan penyedia
barang/jasa. Dokumen Perencanaan ini oleh pengguna jasa dapat disediakan
oleh pengguna jasa itu sendiri
(swakelola) atau disediakan oleh
penyedia jasa konsultansi perencana
terpilih dan Dokumen Perencanaan
setidaknya memenuhi hal sebagai
berikut:
a. Rancangan Konseptual (Studi
Kelayakan, Survei dan Investigasi) wajib memuat telaahan aspek K3. b. Penyusunan Detailed Engineering
Desain (DED) wajib:
i. mengidentifikasi bahaya, menilai
Risiko K3 serta pengendaliannya
pada penetapan kriteria
perancangan dan pemilihan
material, pelaksanaan konstruksi, serta Operasi dan Pemeliharaan;
ii. mengidentifikasi dan
menganalisis Tingkat Risiko K3 dari kegiatan/proyek yang akan dilaksanakan.
c. Penyusunan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa wajib memuat: i. potensi bahaya, jenis bahaya dan identifikasi bahaya K3 Konstruksi
yang ditetapkan oleh PPK
berdasarkan Dokumen
Perencanaan atau dari sumber lainnya;
ii. kriteria evaluasi untuk menilai
pemenuhan persyaratan K3
Konstruksi termasuk kriteria
penilaian dokumen RK3K6.
D. PEMBAHASAN
Pada tahap implementasi,
penyusunan dokumen perencanaan
konstruksi yang disediakan secara
mandiri (swakelola)7 oleh pengguna jasa
dilakukan dengan cara membentuk tim yang anggotanya merupakan pegawai internal yang mempunyai kompetesi untuk menyusun dokumen perencanaan konstruksi (misal : pegawai dengan latar
belakang arsitektur/disain interior/
6 RK3K adalah dokumen lengkap rencana
penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen kontrak suatu pekerjaan konstruksi, yang dbuat oleh penyedia jasa dan disetujui oleh Pengguna Jasa, untuk selanjutnya dijadikan sarana interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU. (Pasal 1 angka 11 PermenPU No 5/PRT/M/2014)
7
Swakelola adalah pengadaan barang/ jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan atau diawasi sendiri olehKementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi lainnya sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/ atau kelompok masyarakat. (Menurut Pasal 1 angka 20 Perpres No 54/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres
lansekap/teknik sipil), dari dokumen perencana konstruksi ini nanti akan menjadi pedoman bagi tim lain yaitu Unit
Layanan Pengadaan (ULP)/Bagian
Purchasing/Pembelian untuk melakukan pemilihan penyedia jasa konstruksi. Namun dengan alasan keterbatasan pegawai, tidak semua pengguna jasa
dapat menyediakan dokumen
perencanaan konstruksi secara
swakelola.
Untuk dokumen perencana yang disediakan oleh konsultan perencana, pengguna jasa hanya menyediakan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan RAB yang nantinya akan menjadi pedoman bagi tim lain yaitu Unit Layanan
Pengadaan (ULP)/Bagian
Purchasing/Pembelian untuk melakukan pemilihan penyedia jasa konsultansi. Namun banyak pula banyak penyusun KAK yang lupa memasukkan unsur akan pentingnya telaah aspek K3, identifikasi
bahaya, menilai Risiko K3 serta
menyusunan rencana pengendalian pada dokumen perencanaan konstruksi yang akan menjadi output KAK tersebut.
Selain memasukkan telaah aspek K3 dan hal lain yang terkait dengan K3,
penyusun KAK diharapkan juga
memasukkan unsur tenaga ahli yang mempunyai klasifikasi8 dan kualifikasi9 di
8
Klasifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk
bidang K3, karena tidak semua tenaga ahli perencana mempunyai kemampuan untuk menyusun telaah aspek K3 dan hal lain yang terkait dengan K3, kecuali penyusun KAK tahu bahwa ada tenaga
ahli perencana yang memiliki
kemampuan bidang K3, misal: tenaga
ahli perencana selain mempunyai SKA10
Arsitektur/Ahli Disain Interior/Ahli
Arsitektur Lansekap mempunyai juga SKA bidang K3. Dengan lengkapnya KAK tersebut akan sangat membantu Unit
Layanan Pengadaan (ULP)/Bagian
Purchasing/Pembelian untuk melakukan
proses pemilihan penyedia jasa
konsultansi.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi, bisa menjadi pedoman
atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut dan/atau keterampilan tertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian masing masing. (Pasal 1 angka 6, PermenPU No 08/PRT/M/2011)
9
Kualifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat kedalaman kompetensi dan kemampuan usaha, atau penggolongan profesi dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan kemampuan profesi dan keahlian. (Pasal 1 angka 7, PermenPU No 08/PRT/M/2011) Kedalaman kompetensi dan kemampuan usaha di wujudkan dalam bentuk: usaha besar; usaha menengah; dan usaha kecil, sedangkan untuk penggolongan profesi dan keahlian kerja orang perseorangan diwujudkan dalam bentuk: Pemula, Muda, Madya, Utama.
10
Sertifikat Keahlian Kerja yang selanjutnya disebut SKA adalah Sertifikat yang diterbitkan LPJK dan diberikan kepada tenaga ahli konstruksi yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan disiplin keilmuan, kefungsian dan/atau keahlian tertentu; (Pasal 1 angka 8 Perlem LPJK No 4 Tahun 2011 sebagaimana diubah terakhir dengan Perlem LPJK No 8 Tahun 2014)
bagi penyusun KAK untuk menentukan jenis SKA bidang K3 apa yang sesuai mengingat dalam lampiran peraturan ini telah membagi tenaga ahli dibidang K3 menjadi 2 (dua) jenis yaitu:
a. Ahli Keselamatan Jalan (Kode 204), yang khusus untuk merancang, dan menilai seluruh aspek keselamatan jalan; dan
b. Ahli K3 Konstruksi (Kode 603), yang secara umum membuat menyusun program dan perencanaan K3 proyek
konstruksi dan melakukan
pengawasan atas penerapan sistem, program dan perencanaan K3 dalam pelaksanaan proyek konstruksi selain jalan.
E. KESIMPULAN
Melihat Pasal 7 PermenPU No 5/PRT/M/2014 yang telah dikemukakan diatas, menyebutkan arti penting dari tahap pra konstruksi, dimana dari tahapan ini akan muncul dokumen perencanaan konstruksi yang diharapkan terdapat telaah aspek K3, identifikasi
bahaya, menilai Risiko K3 serta
menyusunan rencana pengendalian pada setiap tahapan pekerjaan konstruksi.
Penyusunan dokumen perecanaan konstruksi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu 1) Swakelola; 2) melalui pemilihan penyedia jasa konsultan.
Pelaksanaan swakelola
mensyaratkan pegawai dilingkungan
pengguna jasa selain mempunyai
kompetensi untuk menyusun dokumen
perencanaan konstruksi juga harus
mempunyai kompetensi untuk menyusun telaah aspek K3, identifikasi bahaya, menilai Risiko K3 serta menyusunan
rencana pengendalian pada setiap
tahapan pekerjaan konstruksi.
Jika pengguna jasa lebih memilih, agar dokumen perencanaan konstruksi disediakan oleh konsultan perencana,
maka dalam menyusun rencana
anggaran biaya pengguna jasa harus
menambahkan Tenaga Ahli K3
Konstruksi selain Tenaga Ahli Perencana atau Tenaga Ahli Lainnya, hal ini
diperlukan agar setiap dokumen
perencana yang akan dihasilkan oleh konsultan perencana tersebut terdapat telaah aspek K3, identifikasi bahaya, penilaian Risiko K3 serta rencana
pengendalian pada setiap tahapan
pekerjaan konstruksi.
Tabel : Contoh RAB Paket Jasa Konsultansi
No Uraian Volume Hasat Jumlah
A. Biaya Personil
1 Tenaga Ahli ... ... OB ... ... 2 Tenaga Ahli K3
Konstruksi
... OB ... ...
Jumlah Biaya Personil ( A ) ...
B. Biaya Non Personil
1 ... ... ... ... 2 ... ... ... ... A + B ( C ) ... PPN ( D ) ... TOTAL ( C + D ) ... F. SARAN 1. Memberikan pemahaman
(sosialisasi) akan pentingnya K3 kepada pegawai di level pengambil kebijakan/keputusan di lingkungan pengguna jasa.
2. Memberikan pelatihan dan sertifikasi K3 Konstruksi kepada pegawai yang terkait dengan bidang perencanaan dan pegawai lapangan.
3. Diperlakukan kajian lebih lanjut
mengenai biaya biaya apa saja yang terkait dengan K3, khususnya dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Presiden No. 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 .
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 08/PRT/M/2011 tentang
Pembagian Subklasifikasi dan
Subkualifikasi Usaha Jasa
Konstruksi.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
4. Keputusan Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan No. Kep
20/DJPPK/VI/2004 tentang Sertifikasi Kompetensi K3 Bidang Konstruksi Bangunan.
5. Peraturan LPJK No. 4 Tahun 2011 tentang Tata Cara Registrasi Ulang, Perpanjangan Masa Berlaku Dan Permohonan Baru Sertifikat Tenaga Kerja Ahli Konstruksi sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan LPJK No. 8 Tahun 2014.
_______________________ * emirsuryoguritno@gmail.com