• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN ANTARNEGARA. tujuan-tujuan kehidupannya. Dengan kata lain manusia berfikir untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN ANTARNEGARA. tujuan-tujuan kehidupannya. Dengan kata lain manusia berfikir untuk"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM HUBUNGAN ANTARNEGARA

2.1 Perkembangan Lalu Lintas Manusia

Sebagaimana filsuf Yunani Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon yang berarti manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi tujuan-tujuan kehidupannya. Dengan kata lain manusia berfikir untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui usaha-usaha yang mengikutsertakan keberadaan orang lain.

Sejak zaman prasejarah manusia sudah hidup dengan cara nomaden yaitu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya demi pemenuhan kebutuhan hidupnya. Jika di daerah asalnya sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhannya maka dia akan berpindah ke tempat lain sehingga kebutuhannya terpenuhi. Awalnya adalah kebutuhan dasar; sandang, pangan dan papan. Namun seiring dengan bertambahnya jumlah manusia dipandang perlu juga untuk menguasai manusia yang lain.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, oleh karenanya sejak awal manusia hidup secara berkelompok, mulai dari kelompok kecil ( keluarga satu kaum ) berkembang menjadi komunitas yang lebih besar dengan urutan sebagai berikut : individu, keluarga, kaum, suku, bangsa dan negara. Hubungan antarnegara inilah yang merupakan pokok pembahasan dalam hubungan internasional.

(2)

Hubungan antarnegara terbukti sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini dapat ditelusuri lewat peninggalan sejarah, baik berupa tulisan maupun bangunan baik yang tersimpan dalam museum maupun yang terhampar di beberapa bagian dunia. Seiring dengan adanya hubungan antarbangsa tersebut, berkembang pula kebiasaan kebiasaan ataupun aturan-aturan hukum yang merupakan kesepakatan bersama. Kesepakatan yang mengatur hubungan antarbangsa termasuk dalam disiplin hukum internasional.1

Berikut ini adalah sejarah perkembangan hubungan internasional dari zaman ke zaman2, yaitu:

2.1.1. Zaman Kuno

Pada zaman kuno (prasejarah – berakhirnya Imperium Romawi ) manusia tidak dibatasi oleh ruang atau wilayah untuk berpindah – pindah sampai terbentuknya sistem kekuasaan politik berupa kerajaan kuno sampai kepada negara kota. Ketika dimulai zaman kerajaan kuno dan negara kota manusia terbagi menjadi penduduk kerajaan tertentu atau negara kota tertentu. Pada zaman tersebut sudah ada batas – batas teritorial dari suatu kerajaan atau negara kota.

Pada zaman ini kita mengenal kerajaan Mesir kuno, peradaban Indus, Yunani kuno, Romawi kuno sampai kepada zaman pertengahan. Hubungan antar individu lintas negara ini umumnya terbentuk karena adanya hubungan perdagangan dan komersial. Pada zaman Yunani kuno pertama kali dikenal istilah negara kota (polis). Pada awalnya polis merupakan benteng di sebuah bukit yang

1

A. Masyhur Effendi, 1993, Hukum Diplomatik Internasional, Cet.pertama, Usaha Nasional, Surabaya, h. 12.

2

Sumarsono Mestoko, 1988, Indonesia dan Hubungan Antarbangsa, Cet.ketiga, Sinar Harapan, Jakarta, h. 19-24.

(3)

makin lama makin diperkuat. Kemudian orang-orang lain yang juga ingin hidup dengan aman, ikut menggabungkan diri dengan bertempat tinggal di sekeliling benteng tersebut dan meminta perlindungan keamanan sehingga benteng tersebut memiliki pengaruh kepada penduduk yang tinggal di sekelilingnya sehingga mereka tunduk kepada peraturan yang berlaku di benteng tersebut. Kelompok masyarakat inilah yang kemudian disebut polis.3

2.1.2. Abad Pertengahan

Abad Pertengahan dimulai dari berakhirnya imperium romawi kuno sekitar tahun 400M ditandai dengan jatuhnya kota Roma kepada Gereja Katholik Roma dan berpindahnya kekaisaran romawi ke Byzantium (Konstantinopel atau Istanbul sekarang) sehingga mendapat sebutan Imperium Romawi Timur sampai abad keenam belas.

Pada masa ini gereja katholik Roma yang dipimpin Paus memiliki peranan yang sangat kuat dalam bidang agama, politik, ekonomi dan budaya. Pada akhir masa inilah penjelajahan dunia mulai dilakukan oleh para pelaut dari Portugis, Spanyol, Italia, Inggris, Belanda dan negara Eropa lainnya untuk menemukan daratan baru yang tentunya tujuan akhirnya adalah untuk memperluas wilayah kekuasannya.

2.1.3. Zaman antar Negara Modern

Periode ini dimulai pada akhir abad kelima belas atau awal abad keenam belas sampai akhir abad kesembilan belas. Masa ini disebut juga masa renaissance yaitu masa pencerahan/kebangkitan Eropa dimana perkembangan

3

(4)

ilmu kesenian dan ilmu pengetahuan mencapai puncaknya. Zaman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pembentukan negara-negara besar

Negara-negara besar Eropa mulai berkembang pada zaman ini. Dimulai oleh Charlemagne yang membentuk imperium yang berpusat di Perancis kemudian muncul Imperium Jerman yang mencapai masa kejayaannya pada masa Raja Frederick III. Raja-raja di Eropa tidak tunduk lagi kepada gereja, sehingga timbul peperangan antar kerajaan selama 30 tahun. Peperangan tersebut diakhiri dengan suatu perjanjanjian damai yang disebut Perjanjian Westphalia pada tahun 1648.

2. Gagasan mengenai asas kedaulatan

Dengan munculnya kerajaan-kerajaan di Eropa yang tidak lagi tunduk kepada gereja, maka terciptalah doktrin kedaulatan (souvereignity). Doktrin ini memperkenalkan adanya suatu asas bahwa seorang penguasa mempunyai kedaulatan dan kekuasaan yang mutlak di daerah atau negaranya masing-masing, sehingga dengan demikian bangsa dan negara lain harus menghargai dan menghormati integritas bangsa dan negara tersebut, salah satu penganjurnya adalah Jean Bodein.

3. Munculnya pelopor hubungan internasional

Salah satu ahli hukum pelopor hubungan internasional yang muncul pada masa ini adalah Hugo de Groot (Grootius). Ia dilahirkan di Belanda dan diakui sebagai peletak dasar dari hukum dan hubungan internasional modern. Dia juga yang pertama kali mengungkapkan konsep laut bebas.

(5)

2.1.4. Periode Abad ke-20

Periode ini merupakan periode revolusioner dalam hubungan antar bangsa. Dua konferensi perdamaian di Den Haag (Belanda) pada tahun 1899 dan 1907 merupakan tonggak dari konsep-konsep pergaulan dunia yang baru dan puncak perkembangan hubungan internasional ditandai dengan lahirnya Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang hubungan konsuler. 4

2.2 Perkembangan Hubungan Antar Negara

Setelah terbentuknya negara – negara modern maka berkembang pula hubungan antar negara yang meliputi :

2.2.1. Hubungan Diplomatik dan Konsuler

Hubungan antar negara di bidang politik ditandai dengan adanya hubungan diplomatik dan hubungan konsuler. Hubungan diplomatik dilakukan oleh perwakilan suatu negara di negara yang lain yang diketuai oleh seorang duta besar, sementara hubungan konsuler adalah hubungan dengan menempatkan perwakilan suatau negara di negara lain yang dipimpin oleh konsulat jenderal.

Fungsi perwakilan diplomatik berdasarkan Konvensi Wina 1961 adalah sebagai berikut:5

1. Mewakili negaranya di negara penerima.

2. Melindungi kepentingan negara pengirim di negara penerima dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum internasional.

4

Setyo Widagdo, Hanif Nur Widhyanti, 2008, Hukum Diplomatik dan Konsuler, Bayu Media, Malang, h.12

5

(6)

3. Mengadakan perundingan-perundingan dengan pemerintah di mana mereka diakreditasikan.

4. Memberikan laporan kepada negara pengirim mengenai keadaan-keadaan dan perkembangan-perkembangan di negara penerima dengan cara-cara yang dapat dibenarkan oleh hukum.

5. Meningkatkan hubungan persahabatan antarnegara, terutama dengan negara pengirim dan negara penerima serta mengembangkan dan memperluas hubungan-hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan antarmereka. Fungsi perwakilan konsuler berdasarkan Konvensi Wina 1963 adalah sebagai berikut:6

1. Melindungi kepentingan-kepentingan negara pengirim dan warga negara-warga negaranya di wilayah negara penerima, baik secara individu maupun terhadap badan-badan usahanya dalam batas-batas yang diperkenankan oleh ukum internasional.

2. Meningkatkan pengembangan hubungan-hubungan perdagangan, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan antara negara pengirim dan negara penerima sesuai ketentuan-ketentuan konvensi tersebut.

3. Mencari dan memberikan informasi kepada negara pengirim mengenai keadaan-keadaan dan perkembangan-perkembangan yang terjadi di negara penerima. Semua itu dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

6

(7)

4. Mengeluarkan paspor dan dokumen-dokumen perjalanan bagi warga negara pengirim dan visa bagi orang-orang setempat yang akan pergi mengunjungi atau bepergian ke negara penerima.

5. Membantu dan mendampingi warga negara pengirim, baik secara individual maupun badan-badan usaha warga negara pengirim di negara penerima.

6. Berusaha melindungi kepentingan-kepentingan warga negaranya baik secara individual maupun badan usaha apabila terjadi pergantian yang timbul dari “mortis cause” di wilayah negara penerima sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku di negara penerima.

2.2.2. Hubungan Regional

Hubungan regional adalah hubungan antar negara yang berdasarkan letak geografis dari negara-negara anggotanya. Contoh hubungan regional adalah ASEAN (Assosiation South East Asia Nations) atau asosiasi negara-negara di Asia Tenggara yang berdiri tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. Saat ini ASEAN beranggotakan 10 anggota yaitu: Brunai Darussalam, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Contoh lainnya adalah Masyarakat Ekonomi Eropa (Euroupean Economic Community) yang berdiri tanggal 25 Maret 1957.

2.2.3. Hubungan Bilateral dan Multilateral

Hubungan Bilateral adalah hubungan antara 2 negara baik di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya maupun di bidang pertahanan dan keamanan. Contohnya adalah kerjasama antara negara Indonesia dan negara Malaysia terkait pemulangan tenaga kerja Indonesia ilegal. Sementara hubungan

(8)

multilateral atau hubungan internasional adalah hubungan antara 3 negara atau lebih yang tidak dibatasi oleh jarak dan letak teritorial negara anggotanya. Contoh adalah hubungan di bidang ekonomi (WTO) dan hubungan di bidang politik (PBB).

2.3 Perkembangan Hukum Keimigrasian Indonesia Terkait Lalu Lintas Orang Asing Di Indonesia

Pada pokok bahasan di atas yang membahas hubungan antar negara dengan subyek negara sebagai individu sebagaimana yang dimaksud dalam subyek hukum internasional. Hubungan antar negara memandang negara sebagai satu organisasi yang berhubungan dengan negara lain yang terorganisir pula. Sementara keimigrasian memandang lalu lintas orang per orang yang melintasi batas negara dan tinggal di wilayah yang bukan negaranya.

Jika seseorang ingin memasuki wilayah negara lain maka dia harus tunduk kepada hukum keimigrasian yang berlaku di negara tersebut yang bersumber dari ada tidaknya hubungan dari negara yang bersangkutan dan negara yang dituju.

Di Indonesia pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada saat itu, terdapat badan pemerintah kolonial Belanda bernama Immigratie Dienst yang bertugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan Hindia Belanda.7

7

Abdullah Sfahriful, 2005, Memperkenalkan Hukum Keimigrasian, Grafika Indonesia, Jakarta, h. 50.

(9)

Hukum keimigrasian di Indonesia berkembang dari zaman ke zaman8. Pada zaman penjajahan (1913-1945), bidang keimigrasian dijalankan oleh Kantor Sekretaris Komisi Imigrasi pada tahun 1913. Komisi ini dibentuk untuk mengatur arus kedatangan warga negara asing yang akan masuk ke wilayah Hindia Belanda dalam rangka mengembangkan bisnis perdagangan komoditas perkebunan. Namun karena tugas dan fungsinya yang semakin berkembang pada tahun 1921 Kantor Sekretaris Komisi Imigrasi diubah menjadi Immigratie Dients (Dinas imigrasi). Dinas Imigrasi pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda berada di bawah Direktur Yustisi. Kebijakan keimigrasian ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda. Struktur organisasi Dinas Imigrasi pemerintah Hindia Belanda relatif masih sederhana karena lalu lintas kedatangan dan keberangkatan orang asing masih sedikit. Bidang keimigrasian yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda hanya 3, yaitu bidang perizinan masuk dan tinggal orang, bidang kependudukan orang asing dan bidang kewarganegaraan.

Pada zaman revolusi kemerdekaan (1945-1949) ada empat peristiwa penting terkait dengan keimigrasian yaitu :

1. Repatriasi APWI dan serdadu Jepang, dalam peristiwa ini ditandai dengan pengangkutan eks-APWI dan pelucutan serta pengangkutan serdadu Jepang

8

(10)

khususnya yang berada di Jawa Tengah, kemudian di wilayah lain di Pulau Jawa dan terakhir di wilayah lain di seluruh Indonesia.

2. Kegiatan barter, pembelian senjata dan pesawat terbang. Pada masa ini pula para pejuang sering bepergian ke luar negeri terutama ke Singapura dan Malaysia masih tanpa paspor.

3. Perjuangan diplomasi, diawali dengan penyelenggaran Inter Asian Conference di New Delhi. Dalam kesempatan itu Kementrian Luar Negeri Indonesia akhirnya berhasil mengeluarkan “Surat Keterangan dianggap sebagai paspor” sebagai dokumen perjalanan antar negara yang pertama setelah kemerdekaan bagi misi pemerintah Indonesia yang sah dalam konferensi tersebut. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh H. Agus Salim ikut memperkenalkan “paspor diplomatik” pemerintah Indonesia kepada dunia internasional.

4. Keimigrasian di Aceh, sejak tahun 1945 telah didirikan kantor imigrasi di 5 kota yang dipimpin oleh Amirudin.

Peristiwa cukup penting pada masa ini adalah jawatan imigrasi yang semula berada di bawah Departemen Kehakiman, pada tahun 1947 beralih menjadi di bawah Departemen Luar Negeri.

Zaman Republik Indonesia Serikat (1949-1950) merupakan momen puncak dari sejarah pembentukan lembaga keimigrasian Indonesia. Pada era inilah Dinas Imigrasi produk Hindia Belanda diserahterimakan kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 26 Januari 1950. Struktur organisasi dan tata kerja serta beberapa produk hukum pemerintah Hindia Belanda terkait keimigrasian masih

(11)

dipergunakan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa Indonesia. Kepala Jawatan Imigrasi untuk pertama kalinya dipegang oleh orang asli Indonesia yaitu Mr. H.J. Adiwinata. Struktur organiasi jawatan imigrasi masih sederhana dan berada di bawah koordinasi Menteri Kehakiman. Pada periode transisi ini jawatan imigrasi masih menggunakan pegawai berkebangsaan Belanda. Dari 459 orang yang bekerja di jawatan imigrasi di seluruh Indonesia, 160 orang adalah orang Belanda. Dalam masa yang relatif singkat ini jawatan imigrasi telah menerbitkan tiga produk hukum yaitu :

1. Keputusan Menteri Kehakiman RIS Nomor JZ/239/12 tanggal 12 Juli 1950 yang mengatur mengenai pelaporan penumpang kepada pimpinan bea cukai apabila mendarat di pelabuhan yang belum ditetapkan secara resmi sebagai pelabuhan pendaratan.

2. Undang-Undang Darurat RIS Nomor 40 tahun 1950 tentang surat perjalanan Republik Indonesia.

3. Undang-Undang Darurat RIS Nomor 42 tahun 1950 tentang bea imigrasi. Era demokrasi parlementer (1950-1960). Pada era ini pemerintah Indonesia mengakhiri kontrak kerja pegawai keturunan Belanda pada akhir tahun 1952. Pada masa ini juga jawatan imigrasi berusaha membuka kantor-kantor dan kantor cabang imigrasi, serta penunjukan pelabuhan-pelabuhan pendaratan yang baru. Pada tanggal 26 Januari 1960 jawatan imgrasi telah berhasil mengembangkan organisasinya dengan pembentukan Kantor Pusat Jawatan Imigrasi di Jakarta, 26 kantor imigrasi daerah, 3 kantor cabang imigrasi, 1 kantor inspektorat imigrasi dan 7 pos imigrasi di luar negeri dengan jumlah total pegawai

(12)

jawatan imigrasi sebanyak 1256 orang yang kesemuanya adalah putra-putri Indonesia. Mulai periode inilah kebijakan keimigrasian terkait orang asing berubah dari kebijakan opendeur politiek pada zaman kolonial menjadi kebijakan yang bersifat selektif (selective policy). Kebijakan selektif ini didasarkan pada perlindungan kepentingan nasional dan lebih menekankan prinsip pemberian perlindungan yang lebih besar kepada warga negara Indonesia. Produk hukum yang dikeluarkan pun semakin banyak.

Era orde baru (1960-1998). Pada masa ini tepatnya pada tanggal 3 November 1966 Direktorat Imigrasi yang sebelumnya adalah salah satu pelaksana utama di Departemen Kehakiman menjadi Direktorat Jenderal Imigrasi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Imigrasi. Pada awal tahun 1978 untuk pertama kalinya dibangunlah sistem komputerisasi di Direktorat Jenderal Imigrasi sedangkan penggunaan komputer pada sistem informasi keimigrasian dimulai tanggal 1 Januari 1979. Pada masa ini juga lahirlah Undang-Undang Keimigrasian yang baru yaitu Undang-Undang nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang diikuti dengan penetapan peraturan pemerintah diantaranya :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan orang Asing dan Tindakan Keimigrasian.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian.

(13)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia.

Pada era reformasi (1998-sekarang) Direktorat Jenderal Imigrasi telah melakukan beberapa program kerja sebagai berikut :

a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian disempurnakan menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Jika sebelumnya paradigma fungsi keimigrasian lebih menekankan efisiensi pelayanan dan kurang memperhatikan fungsi penegakan hukum dan fungsi keamanan negara maka pada undang-undang yang baru ini funsi kemananan dan penegakan hukum diperkuat dengan ancaman hukuman yang berat demi menimbulkan efek jera.

b. Kelembagaan

Sampai dengan saat ini, Direktorat Jenderal Imigrasi telah memiliki:

1. 115 kantor imigrasi, yang terdiri dari 7 kantor imigrasi kelas I khusus, 38 kantor imigrasi kelas I, 60 kantor imigrasi kelas II, dan 10 kantor imigrasi kelas III.

2. 17 kantor detensi imigrasi.

3. 33 tempat pemeriksaan imigrasi di bandar udara, 79 di pelabuhan laut, pos lintas batas dan 19 atase/konsul imigrasi pada perwakilan RI.

c. Pengaturan keimigrasian

Direktorat Jenderal Imigrasi telah melakukan beberapa pengaturan mengenai masalah keimigrasian antara lain :

(14)

1. Pengaturan bebas visa secara resiprokal dan pengaturan Visa on arrival (VOA).

2. Pengaturan visa khusus bagi turis lanjut usia (lansia). 3. Pengaturan fasilitas APEC bussiness travel card (ABTC). 4. Pengawasan, penangkalan dan penindakan orang asing. 5. Visa stiker.

6. Kerja sama keimigrasian baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 7. Pendeportasian imigran gelap.

8. Kasus pemalsuan paspor untuk TKI. 9. Pencegahan dan penangkalan.

10. Clearance House (CH), yaitu forum koordinasi dengan anggota yang terdiri dari instansi yang menangani orang asing untuk mlakukan penelitian dalam rangka memberikan persetujuan visa bagi negara-negara tertentu yang dikategorikan sebagai negara-negara rawan dari sisi ipoleksosbudhankamnas serta keimigrasian.

Saat ini hukum keimigrasian yang berlaku di Indonesia adalah Undang – Undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Berdasarkan Undang – undang nomo 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian pasal 1 butir 1 menyebutkan : “keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara.“. Pasal 1 butir 3 menyatakan bahwa Fungsi Keimigrasian adalah bagian dari urusan pemerintahan negara dalam memberikan pelayanan keimigrasian,

(15)

penegakan hukum, keamanan negara dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Seseorang yang akan melakukan perjalanan lintas negara harus memiliki izin untuk memasuki wilayah negara tertentu setelah mendapatkan persetujuan dari perwakilan negara yang dituju. Perwakilan negara inilah yang mengeluarkan izin tertulis berupa visa kepada seseorang yang hendak memasuki wilayah negaranya. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian pasal 1 angka 18 menyatakan Visa Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat berwenang di perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian izin tinggal.

Setelah seseorang mendapatkan visa untuk memasuki wilayah negara Indonesia barulah yang bersangkutan diperolehkan untuk memasuki wilayah Indonesia melalui tempat pemeriksaan imigrasi ( TPI ) yang terbagi dalam tiga bentuk yaitu TPI laut, udara dan darat ( pos lintas batas ). Pada saat pemeriksaan di tempat pemeriksaan imigrasi inilah orang tersebut mendapatkan izin masuk berupa cap atau stempel yang diterakan oleh petugas imigrasi di surat perjalanan orang tersebut sesuai dengan visa yang dimilikinya.

Jenis – jenis visa adalah sebagai berikut : 1. Visa Diplomatik

(16)

3. Visa Kunjungan 4. Visa Tinggal Terbatas

Jika seseorang masuk ke Indonesia dengan menggunakan visa diplomatik, visa dinas dan visa kunjungan maka izin masuk yang diterakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sekaligus berlaku sebagai izin tinggal yang batas waktunya akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang tertera pada visa tersebut.

Jika seseorang memasuki Indonesia dengan menggunakan visa tinggal terbatas maka izin masuk yang diterakan adalah izin tinggal sementara sampai dengan 30 hari yang mana dalam kurun waktu tersebut dia harus mengajukan permohonan alih status keimigrasian dari izin tinggal sementara menjadi izin tinggal terbatas ke Kantor Imigrasi yang sesuai dengan domisilinya selama di Indonesia.

Izin tinggal yang diberikan kepada orang asing harus sesuai dengan visa yang dimilikinya. Izin tinggal terdiri atas :

a. Izin tinggal diplomatik b. izin tinggal dinas c. Izin tinggal kunjungan d. Izin tinggal terbatas e. Izin tinggal tetap

Izin tinggal diplomatik dan izin tinggal dinas serta perpanjangannya diberikan oleh Menteri Luar Negeri, sementara izin tinggal kunjungan, izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM atau pejabat imigrasi yang ditunjuk.

(17)

Dalam hal tertentu orang asing dapat dibebaskan dari kewajiban memiliki visa. Kriteria orang asing yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa untuk masuk ke wilayah Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 43 ayat (2), yaitu:

a. warga negara dari negara tertentu yang ditetapkan berdasarkan peraturan presiden dengan memperhatikan asas timbal balik dan asas manfaat;

b. warga negara asing pemegang izin tinggal yang memiliki izin masuk kembali yang masih berlaku;

c. nakhoda, kapten pilot, atau awak yang sedang bertugas di alat angkut;

d. nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas kapal laut atau alat apung yang datang langsung dengan alat angkutnya untuk beroperasi di perairan Nusantara, laut teritorial, landas kontinen, dan/atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Dasar hukum pemberian bebas visa yang pertama kali adalah Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2003 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2003. Berdasarkan Keppres yang terakhir tersebut, jumlah negara yang menjadi subyek bebas visa kunjungan singkat menjadi 15 dengan rincian sebagai berikut:

1. Thailand 2. Malaysia 3. Singapura

(18)

4. Brunei Darussalam 5. Philipina

6. Hongkong Special Administration Region (Hongkong SAR) 7. Macao Special Administration Region (Macao SAR)

8. Chili 9. Maroko 10. Peru 11. Vietnam 12. Ekuador 13. Kamboja 14. Laos 15. Myanmar

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pasal 43 ayat (2) huruf a dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “pembebasan visa” dalam ketentuan ini misalnya untuk kepentingan pariwisata yang membawa manfaat bagi perkembangan pembangunan nasional dengan memperhatikan asas timbal balik, yaitu pembebasan visa hanya diberikan kepada orang asing dari negara yang juga memberikan pembebasan visa kepada warga negara Indonesia.

Seiring dengan perkembangan hubungan internasional yang dilakukan oleh negara Indonesia dengan negara lainnya dan demi meningkatkan jumlah wisatawan asing yang akan datang ke Indonesia maka pemerintah mengeluarkan peraturan terbaru terkait dengan pemberian bebas visa kunjungan dalam rangka

(19)

wisata yang disatukan dengan bebas visa kunjungan singkat untuk 15 negara awal ditambah dengan 30 negara baru yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa dalam rangka wisata sehingga secara keseluruhan ada 45 negara yang diberikan kebijakan bebas visa kunjungan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan yang diundangkan pada tanggal 9 Juni 2015.

Sesuai dengan lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan peraturan presiden ini ditetapkan 30 negara baru sebagai subyek bebas visa kunjungan yaitu:

1. Republik Rakyat Tiongkok 2. Rusia 3. Korea Selatan 4. Jepang 5. Amerika Serikat 6. Kanada 7. Selandia Baru 8. Meksiko 9. Inggris 10. Jerman 11. Perancis 12. Belanda 13. Italia 14. Spanyol 15. Swiss

(20)

16. Belgia 17. Swedia 18. Austria 19. Denmark 20. Norwegia 21. Finlandia 22. Polandia 23. Hungaria 24. Ceko 25. Qatar

26. Uni Emirat Arab 27. Kuwait

28. Bahrain

29. Oman

30. Afrika Selatan

2.4. Ruang Lingkup dan Kedudukan Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Nasional

2.4.1. Ruang Lingkup Keimigrasian

Paradigma lama hanya melihat esensi keimigrasian sebatas hal-ihwal orang asing, sehingga muncul pendapat seolah-olah masalah keimigrasian sebatas masalah yang berporos pada atau paling tidak bertalian dengan negara asing. Sebaliknya, paradigma baru melihat bahwa keimigrasian itu bersifat

(21)

multidimensional, baik itu dalam tatanan nasional maupun internasional. Hal ini lebih disebabkan karena dunia telah menjadi semakin kecil dan bahwa subjek masalah keimigrasian adalah manusia yang bersifat dinamis. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:9

1. Bidang Politik

Ada berbagai pendapat yang menyatakan di mana sebenarnya fungsi keimigrasian itu berada. Di satu sisi sebagai bagian dari sistem hukum administrasi negara, hukum keimigrasian sering disertai dengan sanksi pidana yang kadangkala terasa janggal. Di sisi lain, hukum keimigrasian juga mengatur kewarganegaraan seseorang. Di samping itu hukum keimigrasian mempunyai kaitan yang sangat erat dengan hubungan internasional. Berbagai pendapat tersebut ada benarnya karena segalanya bergantung pada cara memandang fungsi keimigrasian itu. Di bidang politik sering fungsi keimigrasian ditempatkan pada hubungan-hubungan internasional, disisi lain hak seseorang untuk melintasi batas negara dan bertempat tinggal di suatu negara dilihat sebagai hak asasi manusia. Meskipun demikian, kedaulatan negara penerima juga tidak dapat di abaikan. Berbagai konvensi internasional, seperti United Nations Convention Concerning of Refugees Status 1951 (selanjutnya disebut konvensi PBB Tahun 1951) menyebutkan hak-hak seorang pengungsi serta kewajiban negara penerima. Pencari suaka politik (asylum seekers) akan mendapatkan hak-hak hidupnya dan perlindungan atas dirinya di negara terakhir ia berada. Itu berarti bahwa ia mendapatkan suatu perlakuan

9

Bagir Manan, 2000, Hukum Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Nasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 30.

(22)

khusus di bidang keimigrasian. Seorang warga negara asing dapat bertempat tinggal di suatu negara tanpa mengikuti ketentuan umum mengenai keimigrasian. Pada kesempatan ini sering hukum keimigrasian digunakan untuk melindungi kepentingan politik suatu negara, seperti yang menyangkut masalah sentimen ras, agama, dan sebagainya.

2. Bidang Ekonomi

Di bidang ekonomi tampak jelas sekali keterkaitan fungsi imigrasi dalam rangka melaksanakan politik perekonomian suatu negara. Hal itu terkait dalam kerangka pertumbuhan dan perkembangan perekonomian global yang ditandai dengan peningkatan arus investasi sehingga menciptakan lapangan kerja, mengalirkan teknologi baru, dan akan meningkatkan arus manusia ke kawasan tersebut, atau dengan kata lain, kemana investasi ditanam kesana pula arus manusia mengikutinya. Di dalam kaitan ini sangatlah jelas bahwa jasa keimigrsian di suatu negara merupakan bagaian yang tidak dapat dipisahkan dari kepentingan ekonominya sektor perekonomian membutuhkan jasa infrastruktur lain, seperti jasa fasilitas tranportasi, jasa fasilitas komunikasi, jasa fasilitas pengelolaan sumber daya alam dan manusia serta jasa fasilitas perbankan. Maka, sudah dapat dipastikan bahwa kini jasa fasilitas keimigrasian merupakan bagian dari infrastruktur perekonomian. Pemberian fasilitas jasa keimigrasian seperti pemberian izin masuk, izin masuk kembali (re-entry permit), izin masuk beberapa kali perjalanan (multiple re-entry permit) serta bermacam-macam izin tinggal (izin singgah, izin kunjungan, izin tinggal terbatas, izin tinggal tetap) merupakan bagian dari infrastruktur perekonomian.

(23)

Begitu pula dengan aspek pengawasan orang asing, termasuk pembatasan yang diberlakukan terhadap seorang asing untuk memperoleh izin atau tinggal di suatu negara baik sebagai pencari kerja maupun investor, yang dimaksudkau untuk melindungi warga negaranya dari sisi perekonomian dalam menghadapi persaingan hidup. Sebagai infrastruktur perekonomian, pembentukan pola-pola keimigrasian dengan alasan perekonomian dalam memberikan izin masuk dan bertempat tinggal bagi warga negara asing ke negaranya, tentu saja memiliki persyaratan yang ketat dan menguntungkan negara tersebut. Begitu pula negara yang termasuk dalam kategori migrant country. Sebagai contoh, Australia, dengan alasan perekonomian, mensyaratkan bahwa orang asing yang mengajukan permohonan untuk masuk dan bertempat tinggal disana harus memiliki rumah dan dana dalam jumlah tertentu sebagai modal kerja yang ditanam dalam suatu perusahaan. Kemudian, kinerja perusahaan akan dinilai setiap tahun sebelum pihak imigrasi Australia memutuskan untuk memberikan izin tinggal tetap bagi orang asing tersebut.

3. Bidang Sosial Budaya

Pergerakan dan perpindahan manusia sebagai individu atau kelompok akan mempunyai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif pada individu atau kelompok penerima. Pengaruh sosial dan budaya terjadi karena ada interaksi diantara mereka, baik di lingkungan pendatang maupun penerima. Negara berkepentingan, melalui fungsi keimigrasian, untuk tetap menjaga kondisi sosial dan budaya yang ada di dalam masyarakat agar pengaruh dari luar tidak merusak straktur sosial budaya masyarakatnya. Fungsi keimigrasian,

(24)

melalui kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah, harus mampu menyaring serta mengatur hal-hal dimaksud di atas.

4. Bidang Keamanan

Permasalahan yang timbul dan berkaitan dengan aspek politis, ekonomis, sosial dan budaya pada masyarakat akan sangat berpengaruh pada stabilitas keamanan negara tersebut. Fungsi keimigrasian yang mengatur serta mengawasi keberadaan orang di negara tersebut akan memiliki peran yang signifikan. Secara universal imigrasi dijadikan sebagai penjuru (vocal point). Kebijakan yang salah atau tidak tepat di dalam menangani masalah ini akan mempunyai dampak yang sangat besar pada bidang lain. Sebagai contoh, kebijakan keimigrasian untuk mengatasi kejahatan terorganisasi lintas negara, harus dapat menjangkau juga bidang lain seperti politik, ekonomi sosial, dan budaya, baik yang berskala nasional, regional, maupun internasional. Oleh karena itu, kebijakan keimigrasian mempunyai keterkaitan substansial yang berdampak beruntun (multiplier effect).

2.4.2. Kedudukan Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional

Dalam ilmu hukum terdapat beberapa ilmu hukum positif sebagai induk, yaitu ilmu hukum kepidanaan, ilmu hukum keperdataan, ilmu hukum kenegaraan, dan ilmu hukum internasional.10 Sejalan dengan perkembangan zaman, telah tumbuh pula berbagai cabang ilmu hukum sebagai disiplin hukum baru, seperti hukum administrasi negara, hukum agraria, hukum pajak, hukum lingkungan, hukum ekonomi, dan hukum keimigrasian. Jika dikaitkan dengan ilmu hukum

10

A. Ridwan Halim, Flora Limau Mangestu, 1992, Persoalan Praktis Filsafat Hukum dalam

(25)

yang menjadi induknya, hukum keimigrasian adalah bagian dari ilmu hukum kenegaraan, khususnya merupakan ilmu dari hukum adminisitari negara.11Hal itu terlihat dari fungsi keimigrasian yang dilaksanakannya, yaitu fungsi penyelenggara pemerintahan atau administrasi negara (bestuur) dan pelayanan masyarakat (publiek dienst), bukan pembentuk undang-undang (wetgever) dan bukan juga fungsi peradilan (rechtspraak).

Dengan demikian, keimigrasian dapat dilihat dalam persfektif hukum administrasi negara. Sesungguhnya, masalah keimigrasian justru merupakan sebagian kebijakan organ administrasi negara yang melaksanakan kegiatan pemerintahan (administrasi negara). Kebijakan yang dimaksud adalah gambaran dari perbuatan hukum pemerintah (overheads handeling). Contoh kewenangan imigrasi untuk menangkal dan mencegah orang yang hendak masuk atau keluar wilayah Indonesia.12 Dalam ilmu pengetahuan hukum dikenal istilah pembidangan hukum yang secara khusus terbagi menurut fungsi pengaturannya. Pembidangan hukum tersebut dalam praktiknya dapat dijabarkan sebagai berikut:13

1. Bidang hukum materil, terdiri atas:

1. Hukum negara yang mencakup: hukum tata negara, dan hukum administrasi Negara.

11

M. Iman Santoso, 2004, Prespektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan

Nasional, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, h.39.

12

Lili Rasjidi, 2001, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remadja Rosdakarya, Bandung, h. 86 13

Pumadi Pubacaraka, 1987, Penggarapan Disiplin Hukum Dan Filsafat Hukum Bagi Pendidikan

(26)

2. Hukum perdata yang mencakup: hukum pribadi, hukum benda, hukum perjanjian, hukum keluarga, hukum waris, hukum objek immaterial, dan hukum penyelewengan perdata dan sikap tindak lain.

3. Hukum pidana. 2. Bidang hukum formil

1. Hukum tata negara formil atau hukum acara tata Negara

2. Hukum administrasi negara formil atau hukum acara administrasi negara 3. Hukum perdata formil atau hukum acara perdata

4. Hukum pidana formil atau hukum acara pidana

3. Bidang Hukum Hubungan Antar Tata Hukum (HATAH), khusus mengatur penyelesaian perkara yang mengandung pertemuan antara dua atau lebih sistem hukum (HATAH intern dan HATAH ekstern).

Berhubung hukum keimigrasian harus mengikuti dan tunduk pada asas-asas dan kaidah hukum administrasi negara umum (algemene administratiefrecht), terdapat dua asas umum yang harus diterapkan dalam setiap implementasi peran keimigrasian, yaitu :14

1. Asas-asas umum penyelengaraan administrasi yang baik (general principles of good administration) yang mencakup asas persamaan perlakuan, asas dapat dipercaya, asas kepastian hukum, asas motivasi yang benar, asas larangan melampaui wewenang, asas tidak sewenang-wenang, asas keseimbangan, dan asas keterbukaan. Oleh karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dijadikan dasar tuntutan

14

Wahyudin Ukun, 2004, Deportasi sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan

(27)

bagi koreksi dan pelaksanaan kewajiban hukum aparatur keimigrasian atau ganti rugi apabila sudah tidak mungkin lagi dipulihkan. Setiap keputusan yang bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dijadikan dasar tuntutan atau pembatalan, disertai ganti rugi.

2. Asas legalitas, yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara dilaksanakan menurut ukuran hukum yang berlaku mencakup ukuran kewenangan, ukuran isi tindakan atau isi keputusan, ukuran tata cara melakukan tindakan atau membuat keputusan, sebab tindakan atau keputusan yang bertentangan dengan asas legalitas dapat mengakibatkan tindakan atau keputusan yang bersangkutan batal demi hukum. Dalam perspektif yang lebih besar lagi, dapat dikatakan bahwa hukum keimigrasian merupakan bagian dari hukum ekonomi. Dalam perspektif pembangunan nasional, hukum mempunyai peranan yang penting bagi keberhasilan pembangunan ekonomi, sebab melalui hukum, selain ditetapkan hak dan kewajiban, proses, serta kelembagaan dari setiap kegiatan interaksi ekonomi, jugs diberikan kepastian mengenai subjek dan objek hukum dalam setiap kegiatan ekonomi. Karena semakin banyak peraturan yang mengatur bidang perekonomian dengan menggunakan kaidah hukum administrasi negara ini, terbentuklah bidang hukum baru yang disebut hukum ekonomi dalam arti sempit, yang diberi nama droit economique.15

Hal yang membuktikan bahwa kaidah hukum keimigrasian merupakan bagian dari hukum ekonomi dalam arti sempit adalah ketika kepemilikan hak orang asing atas satuan rumah susun (apartemen dan kondominium) di Indonesia

15

(28)

hanya diberikan apabila orang asing tersebut adalah pemegang KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas). KITAS ini merupakan produk administrasi negara yang berasal dari kaidah keimigrasian. Demikian pula dengan pemberian izin keimigrasian, seperti izin kunjungan, izin tinggal terbatas ataupun tetap, yang dikaitkan dengan investasi pekerjaan, aktivitas padagangam dan pembicaraan transaksi bisnis. 16

16

Referensi

Dokumen terkait

Palača Patačić u Varaždinu iznimno je ostvarenje reprezen- tativne stambene arhitekture kontinentalne Hrvatske 17. Prostorne i oblikovne značajke svih faza njezina povijesnog

Jenis penelitian ini kualitatif yaitu penelitian yang berusaha menangkap gejala secara holistik kontekstual melalui pengumpulan data dari subyek yang diteliti sebagai sumber

Penandaan Kosmetika sediaan pemutih gigi mengandung dan/atau melepaskan Hydrogen peroxide harus sesuai dengan penandaan Kosmetika sebagaimana dimaksud dalam

mengutarakan hal tersebut kepada Aisyah. Ketika Nabi datang, Aisyah menyampaikan hal tersebut kepadanya. Kemudian Nabi mendatangi kami, dan kami telah masuk kamar untuk tidur.

Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya

Penggunaan aplikasi kalkulator dengan menggunakan bahasa assembly sesuai dengan kode program yang terlampir membutuhkan operand-operand dalam bentuk

Jika informasi mengenai peraturan lainnya yang berlaku belum tersedia di bagian lain dalam lembaran data keselamatan bahan ini, maka hal ini akan dijelaskan dalam bagian ini.

Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) sebelum diterapkan ke desa dapat dilakukan peningkatan kapasitas pemerintah desa terutama bendahara desa atau operator desa