• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. Oleh: NOVIKA VITRIA NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. Oleh: NOVIKA VITRIA NIM."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS DAN AKTIVITAS SISWA

KELAS VIII SMP N 3 KECAMATAN

PAYAKUMBUH

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Jurusan Tadris Matematika

Oleh:

NOVIKA VITRIA NIM. 15300500044

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMUKEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

i

VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh”. Jurusan Pendidikan Matematika

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh masih tergolong rendah. Hal ini ditandai dengan siswa belum mampu untuk menjelaskan ide, situasi dengan benda nyata dan gambar, menghubungkan benda nyata, gambar ke dalam ide matematika, dan menyatakan peristiwa yang dikemukakan. Selain kemampuan komunikasi matematis siswa yang masih rendah, aktivitas belajar siswa juga masih rendah, seperti kurangnya aktivitas memperhatikan proses pembelajaran, mengeluarkan pendapat, menyimak, mencatat, mengkomunikasikan masalah, dan semangat belajar siswa. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya siswa bermalas-malasan dalam belajar, menyalin latihan teman, dan sedikit siswa yang bertanya, agar kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas tidak rendah maka diperlukan adanya sebuah pembelajaran yang memiliki konstribusi besar dan mampu mengatasi permasalah ini adalah pembelajaran CORE. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas siswa selama belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran CORE dan untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran

CORE ini lebih baik dari pada yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh Tahun Ajaran 2019/2020 yang terdiri dari 4 kelas. Pengambilan sampel yang digunakan adalah cara simple random sampling, sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen dan VIII.2 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas siswa dan tes kemampuan komunikasi matematis. Data aktivitas siswa menggunakan persentase, sedangkan data tes kemampuan komunikasi matematis dianalisis menggunakan Uji- .

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh rata-rata persentase aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen pertemuan pertama dengan kategori sedang, pertemuan kedua dengan kategori tinggi, pertemuan ketiga dengan kategori sangat tinggi. Adapun rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen adalah sedangkan pada kelas kontrol adalah . Diperoleh , maka ditolak. Hal ini berarti kemampuan komunikasi matematis siswa pada penerapan model pembelajaran CORE lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: CORE, Kemampuan Komunikasi Matematis, Aktivitas Belajar Siswa

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas keistimewaan dalam rangkulan cinta, kasih dan sayang-Nya untuk kita sebagai umat nabiyallah Muhammad saw. sehingga penelitidapat menyelesaikan skripsiini dengan judul

“PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING (CORE) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN AKTIVITAS SISWA KELAS VIII SMP N 3 KECAMATAN PAYAKUMBUH”. Shalawat beserta salam

senantiasa kita mohonkan kepada Allah agar selalu tercurah untuk quduwah, uswah kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjasa mewariskan Al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi petunjuk kepada jalan yang benar dan diridhoi Allah SWT.

Skripsi ini buat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program Sarjana Pendidikan (Tadris) Matematika di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar. Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitan yang peneliti lakukan di SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota.

Selama penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan uluran tangan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ika Metiza Maris, M.Si selaku dosen penasehat akademik.

2. Nola Nari, S.Si, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah membimbing peneliti selama penulisan skripsi ini.

3. Vivi Ramdhani, M.Si selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan arahan.

4. Jumrawarsi selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan arahan.

5. DR. H. Kasmuri Selamat, M.A selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

(7)

iii

8. Septia Rita, S.Pd selaku kepala sekolah SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh yang telah memberi izin peneliti untuk melaksanakan penelitian di SMP yang dipimpin.

9. Syafniati, S.Pd selaku guru matematika di SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh 10. Seluruh siswa/i SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh terutama kelas VIII yang

telah membantu menjadi responden dalam penelitian ini.

11. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Tadris Matematika angkatan 2015. 12. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

Semoga bantuan dan bimbingan yang diberikan menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT, amiin. Dalam penulisan Skripsi ini, peneliti yakin apa yang peneniti sampaikan dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan laporan ini. Atas kritik dan saran yang diberikan peneliti ucapkan terima kasih.

Batusangkar, September 2019

Peneliti,

NOVIKA VITRIA NIM. 15300500044

(8)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 8 C. Batasan Masalah... 8 D. Rumusan Masalah... 8 E. Tujuan Penelitian... 9 F. Manfaat Penelitian... 9 G. Definisi Operasional... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori... 13

1. Pembelajaran Matematika... 13

2. Kemampuan Komunikasi Matematis... 15

3. Aktivitas Belajar Siswa... 19

4. Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, Extending (CORE)... 22

(9)

v

7. Hubungan Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, Extending (CORE) Untuk Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Matematis... 28

8. Hubungan Kemampuan Komunikasi Matematis dengan Aktivitas Siswa... 29

B. Kajian Penelitian yang Relevan... 29

C. Kerangka Konseptual... 31

D. Hipotesis Penelitian... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 33

C. Rancangan Penelitian... 33

D. Populasi dan Sampel... 34

E. Variabel dan Data... 40

F. Prosedur Penelitian... 41

G. Instrumen Penelitian... 45

H. Teknik Pengumpulan Data... 55

I. Teknik Analisis Data... 56

(10)

vi

A. Deskripsi Data... 60 B. Analisis Data... 63 C. Pembahasan... 66

1. Pembahasan tentang Aktivitas Siswa dengan Menerapkan Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, Extending

(CORE)... 66 2. Pembahasan tentang Kemampuan Komunikasi Matematis dengan

Menerapkan Model Pembelajaran Connecting, Organizing,

Reflecting, Extending (CORE)... 75 D. Kendala Dalam Penelitian dan Solusi... 80

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 82 B. Saran... 83

(11)

vii

Tabel 2.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa... 18

Tabel 2.2 Jenis-jenis Aktivitas Siswa beserta Indikator... 20

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Randomized Control Group Only... 34

Tabel 3.2 Jumlah Siswa Kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh Tahun 2019-2020... 34

Tabel 3.3 Hasil Uji Normalitas Populasi Kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh... 36

Tabel 3.4 Uji Anava Kelas Populasi... 39

Tabel 3.5 Tabel Bantu Uji Kesamaan Rata-Rata... 39

Tabel 3.6 Revisi Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 41

Tabel 3.7 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 42

Tabel 3.8 Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 42

Tabel 3.9 Revisi Validasi Lembar Obsevasi... 46

Tabel 3.10 Jenis-Jenis Aktivitas Siswa Beserta Indikator... 46

Tabel 3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r... 50

Tabel 3.12 Hasil Validitas Butir Soal Setelah Dilakukan Uji Coba Tes... 50

(12)

viii

Tabel 3.14 Kriteria Indeks Kesukaran Soal... 52

Tabel 3.15 Hasil Indeks Kesukaran Soal Setelah Dilakukan Uji Coba Tes... 53

Tabel 3.16 Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Dilakukan Uji Coba Tes... 54

Tabel 3.17 Klasifikasi Soal... 55

Tabel 3.18 Jenis-jenis Aktivitas Siswa beserta Indikator... 56

Tabel 3.19 Kriteria Aktivitas Siswa... 57

Tabel 4.1 Persentase Aktivitas Siswa... 61

Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Kemampuan Komunikasi Matematis... 63

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Kelas Sampel... 64

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Kelas Sampel... 65

Tabel 4.5 Hasil Uji Hipotesis Kelas Sampel... 65

Tabel 4.6 Rata-Rata Persentase Oral Activities... 72

(13)

ix

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian... 32

Gambar 4.1 Siswa Diskusi Kelompok Membahas LKK... 68

Gambar 4.2 Membimbing Siswa Diskusi Kelompok... 69

Gambar 4.3 Siswa Menampilkan Hasil Diskusi... 70

Gambar 4.4 Siswa Menampilkan Hasil Peta Pemikiran... 70

Gambar 4.5 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen... 77

Gambar 4.6 Jawaban Siswa Kelas Kontrol... 77

Gambar 4.7 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen... 78

Gambar 4.8 Jawaban Siswa Kelas Kontrol... 78

Gambar 4.9 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen... 79

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi pengembangan siswa agar kelak menjadi sumber daya manusia berkualitas. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan masalah kehidupan yang dihadapinya. Salah satu pendidikan yang dapat dilakukan adalah pendidikan di sekolah mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi dengan segala aspeknya kurikulum, metode, pendekatan, strategi dan model yang sesuai, fasilitas yang memadai dan sumber daya manusia yang profesional adalah aspek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang direncanakan.

Menurut James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geomatri. Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefenisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol, lebih berupa bahasa simbol mengenai bahasa yang digunakan. (Suherman, 2003:16)

Mengingat penting dan sangat dibutuhkannya ilmu matematika di dalam kehidupan, maka ilmu matematika sangat perlu diajarkan kepada siswa. Sekarang ini, pembelajaran matematika sudah mulai dipelajari di jenjang pendidikan. Pelajaran matematika termasuk kepada mata pelajaran

(15)

yang diujikan pada saat Ujian Nasional (UN), maka pelajaran matematika sangat penting untuk dipelari.

Pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya digunakan sebagai Ujian Nasional (UN) saja, tetapi pembelajaran matematika bertujuan agar siswa mampu mengembangkan beberapa kompetensi, diantaranya:

1. Pemahaman konsep matematika yang dipelajari yaitu kemampuan menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram atau media lain untuk memperjelas keaadaan atau masalah. 3. Kemampuan menggunakan penalaran dalam pola atau sifat serta

kemampuan melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

4. Kemampuan merancang atau membuat model, menyelesaikan model dan menafsiran solusi yang diperoleh dalam pemecahan masalah. 5. Sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu: rasa

ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006: 46)

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa adalah komunikasi matematis. Saragih (2013:176) menyatakan bahwa komunikasi matematis memiliki peran penting bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika, investasi siswa terhadap penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika, dan sarana bagi siswa dalam berkomunikasi untuk memperoleh informasi, membagi ide dan penemuan selain itu kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan, di mana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Jadi, dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis penting dimiliki oleh siswa, karena kemampuan ini meminta siswa untuk mengungkapkan pikiran atau

(16)

3

gagasan dengan menggunakan bahasa matematis baik secara tulisan maupun lisan.

Kemampuan komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab malalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berpikir matematikanya dan siswa dapat mengekplorasi ide-ide matematika. Siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna baginya. Untuk itu peneliti melakukan observasi dan wawancara di SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh kelas VII untuk melihat kemampuan komunikasi matematisnya.

Berdasarkan hasil sudi dokumen yang peneliti lakukan pada kelas VII di SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 1.1 Persentasi Nilai Ketuntasan Ujian Semester Ganjil Matematika Siswa Kelas VII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh

Kelas Jumlah siswa

Rata-rata Tuntas Tidak Tuntas

Jumlah % Jumlah %

VII.1 33 59,5 10 24,7 23 75,3

VII.2 33 60 7 17,3 26 82,8

VII.3 32 50,65 5 16,7 27 83,3

VII.4 31 51,2 7 20,0 24 80,0

Sumber: Guru bidang studi matematika SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di kelas VII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh diperoleh informasi bahwa sekolah tersebut sdah menerapkan Kurikulum 2013, akan tetapi belum diaplikasikan sebagaimana mestinya. Selanjutnya, peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan guru pada tanggal 04 Februari 2019, diperoleh informasi bahwa guru matematika masih menerapkan model pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran yang lebih banyak didominasi oleh guru sebagai pemberi ilmu,

(17)

sementara siswa lebih pasif sebagai penerima ilmu. Hasil pengamatan di kelas siswa belum berperan aktif dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Hal ini terlihat saat guru selesai menerangkan, tidak ada siswa yang bertanya mengenai materi tersebut. Sehingga siswa kurang dapat mengungkapkan ide yang mereka punya. Pada kenyataannya guru lebih berperan dominan dibandingkan siswa, termasuk pada saat mengkoneksikan pengetahuan baru siswa dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini terlihat saat guru memulai pelajaran, guru tidak meminta siswa untuk mengungkapkan ide yang mereka punya terlebih dahulu untuk melatih kemampuan komunikasi matematis, melainkan guru langsung menjelaskan materi pelajaran. Dengan begitu, siswa belum mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Rendahnya kemampuan komunikasi siswa juga bisa dilihat dari bagaimana cara siswa mengerjakan soal matematika yang diberikan oleh guru yang mana soalnya yaitu : Pak Amin mempunyai 20 ekor ayam, 16 ekor itik, dan 12 ekor angsa. Pak Amin akan memasukkan ternak ini kedalam beberapa kandang dengan jumlah masing-masing ternak dalam tiap kandang sama. Berapa kandang yang harus Pak Amin buat?

Gambar 1.1 Jawaban siswa 1

Berdasarkan gambar 1.1 terlihat bahwa pada soal tersebut mengandung indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu indikator yang kedua, menghubungkan benda nyata ke dalam ide matematika. Siswa belum mampu menjawab soal yang diberikan dengan benar. Siswa tidak

(18)

5

membuat apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal. Pada soal di atas menanyakan berapa kandang yang harus dibuat, tetapi siswa tersebut malah membaginya dengan 2 keseluruhannya, sehingga hasil didapatkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan komunikasi matematis siswa menghubungkan benda nyata ke dalam ide matematika, sebelum menjawab soal siswa harus memahami soal yang diberikan.

Gambar 1.2 Jawaban siswa 2

Berdasarkan gambar 1.2 terlihat bahwa pada soal tersebut mengandung indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu indikator yang kedua, menghubungkan benda nyata ke dalam ide matematika. Siswa sudah membuat apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal, tetapi siswa tersebut kurang memahami maksud dari soal, terlihat siswa menjumlahkan keseluruhan dari angka-angka tersebut dan membaginya dengan tiga. Sehingga jawaban yang didapatkan tidak tepat. Ini menunjukkan kurangnya kemampuan siswa dalam menghubungkan benda nyata ke dalam ide matematika dari suatu permasalahan yang diberikan.

Dari analisis hasil dari soal yag diberikan dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Kondisi tersebut terjadi karena guru cenderung menggunakan metode ceramah pada saat proses pembelajaran berlangsung. Terlihat bahwa pembelajaran belum berpusat pada siswa (student centered). Siswa hanya menerima materi yang

(19)

disampaikan oleh guru, mencatat, tanpa ada satupun siswa yang mengajukan pendapat atau bertanya terkait dengan materi.

Menurut Abdi (2018:1688) kemampuan komunikasi matematis siswa tidak terlepas dari faktor aktivitas belajar. Adanya aktivitas akan menyebabkan ketekunan pada diri seseorang dan melahirkan prestasi yang baik pula, sehingga intensitas aktivitas belajar siswalah yang akan menentukan tingkah pencapaian komunikasi matematis siswa. Pada saat observasi aktivitas yang paling sering dilakukan oleh guru biasanya adalah dengan metode pembelajaran dimana guru memberikan materi maka aktivitas siswa mendengarkan. Kemudian, guru menjelaskan contoh soal latihan maka aktivitas siswa melihat. Peneliti juga melihat pada saat guru memberikan soal latihan atau tugas siswa banyak melakukan aktivitas-aktivitas yang lain dalam proses pembelajaran. Dalam menyelesaikan soal latihan atau tugas tersebut hanya beberapa siswa yang langsung mengerjakan soal latihan atau tugas tersebut. Sangat sedikit siswa yang mau bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Kurangnya aktivitas belajar inilah yang menyebabkan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa.

Menurut Sirajuddin (2013 : 92) faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa ialah adanya faktor internal yang berasal dari diri sendiri yaitu kurangnya minat belajar siswa dan kemampuan belajar yang berkurang dan dengan adanya faktor eksternal yaitu faktor dari luar siswa yaitu pergaulan antar siswa, pembawaan sikap guru yang membeda-bedakan siswa, penggunaan metode ceramah, dan kurangnya penerapan materi terhadap lingkungan masyarakat. Sehingga dari berbagai faktor-faktor diatas dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa.

Menurut Herdian (dalam Ulfah dan Afriansyah, 2016:143) kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran matematika dikarenakan kurangnya pemahaman dan ketertarikan siswa pada pelajaran matematika.. salah satu satu faktor penyebabnya adalah karena adanya suatu kondisi kelas yang pasif,

(20)

7

dimana siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran, serta sebagian siswa terlanjur menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Sehingga kecenderungan kelas menjadi tegang, siswa menjadi enggan untuk belajar matematika. Hal ini akan berpengaruh pada rendahnya kemampuan yang dimiliki siswa dalam matematika, dan salah satunya adalah kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan pengamatan Tahir (2012) dalam proses pembelajaran pada pembelajaran matematika, didapati masih rendahnya aktivitas belajar siswa. Ini disebabkan bukan hanya kesalahan dari siswa saja mungkin saja dari pihak guru umpamanya pembelajaran terlalu monoton.

Pada saat observasi, yang paling dominan mempengaruhi rendahnya kemampuan komunikasi matematis dan kurangnya bervariasinya aktivitas belajar siswa adalah model pembelajaran yang diterapkan yaitu masih berpusat pada guru. Dalam hal ini, yang harus dilakukan oleh guru adalah menerapkan sebuah model untuk mengatasi permasalahan siswa dalam kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas siswa dalam belajar matematika agar mendapatkan hasil belajar matematika yang memuaskan. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas belajar siswa salah satunya adalah model pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE), dimana dengan model ini akan membuat siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan cara menghubungkan (connecting) dan mengorganisasikan

(organizing) pengetahuan baru dengan pengetahuan lama kemudian

memikirkan konsep yang sedang dipelajari (reflecting) serta siswa dapat memperluas pengetahuan mereka selama proses belajar mengajar berlansgsung (extending).

Menurut Deswita (2018: 36) Tahap connecting yaitu tahap siswa diajak untuk menghubungkan pengetahuan baru yang akan dipelajari dengan pengetahuan terdahulu, dengan cara memberikan siswa pertanyaan-pertanyaan. Hal ini akan membangun ide-ide siswa mengenai materi yang akan disampaikan. Selama tahap organizing, siswa mengambil kembali

(21)

ide-ide mereka. Siswa secara aktif mengatur atau mengorganisasikan kembali pengetahuan mereka. Pada tahap reflecting, siswa memikirkan secara mendalam terhadap konsep yang dipelajarinya. Selanjutnya pada tahap

extending yaitu tahap siswa memperluas pengetahuan yang mereka peroleh

selama proses belajar mengajar berlangsung dengan cara mengomunikasikan gagasannya dan mendengarkan pendapat dari orang lain. Hal ini berarti, pada tahap extending siswa dilatih untuk mengomunikasikan ide mereka. Tahapan model CORE ini dapat membantu siswa dalam memecahkan suatu persoalan atau masalah, sehingga melalui pembelajaran tersebut dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas siswa.

Dengan demikian model pembelajaran Connecting Organizing

Reflecting Extending (CORE) adalah model pembelajaran yang mampu

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas siswa untuk lebih aktif dalam mengungkapkan pendapatnya di dalam kelas. Berkait dengan hal itu maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul“Pengaruh Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting

Extending (CORE) Terhadap Komunikasi Matematis dan Aktivitas Siswa Kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh”.

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII di SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh selama proses pembelajaran matematika masih relatif rendah.

2. Pembelajaran matematika di kelas masih bersifat Teacher Centered belum

Student Centered sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

3. Sebagian besar siswa masih sulit untuk bertanya, mengungkapkan pendapat maupun menyanggah suatu pendapat.

(22)

9

C. Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka adanya perlu pembatasan masalah melihat luasnya ruang lingkup masalah yang teridentifikasi dibandingkan dengan waktu dan kemampuan peneliti, maka agar lebih terfokus dan terarah, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran CORE.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah aktivitas siswa selama menerapkan model pembelajaran

CORE?

2. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran CORE lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional pada Kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran CORE.

2. Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran CORE lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional pada Kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh.

(23)

F. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sebagai calon guru matematika nantinya, agar dapat menggunakan dan mengembangkan model ini untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas belajar siswa.

2. Bagi siswa, untuk dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas belajar, sehingga memperoleh hasil belajar yang lebih baik. 3. Bagi guru, sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat

dipilih untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas belajar siswa.

4. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan.

5. Bagi mahasiswa matematika, sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran yang ingin membahas masalah penelitian ini lebih lanjut.

G. Defenisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap judul penelitian, maka perlu diberikan penjelasan beberapa istilah yaitu sebagai berikut:

Model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting dan Extending) adalah model pembelajaran yang mengharapkan siswa untuk

dapat mengkontruksi pengetahuannya sendiri dengan cara menghubungkan dan mengorganisasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama kemudian memikirkan konsep yang sedang dipelajari serta di harapkan siswa dapat memperluas pengetahuan mereka selama proses belajar mengajar berlangsung.

Adapun langkah-langkah pembelajarannya yaitu:

1. Guru mengawali pembelajaran dengan hal-hal yang menarik.

2. Guru menyampaikan materi prasarat atau materi yang pernah dipelajari dan akan dihubungkan dengan materi yang akan dipelajari.

(24)

11

3. Siswa mengorganisasikan ide-ide untuk memahami konsep baru dengan guru.

4. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dalam setiap kelompoknya.

5. Siswa memikirkan kembali, mendalami dan menggali informasi yang sudah didapat saat belajar berkelompok.

6. Siswa mengembangkan, memperluas, menggunakan pengetahuan dalam tugas individu yang diberikan.

Kemampuan Komunikasi Matematis adalah kemampuan pengungkapan pikiran atau gagasan matematis dengan menggunakan bahasa matematis secara tertulis.

Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika dengan benda nyata, gambar, grafik, tabel, dan aljabar.

2. Menghubungkan benda nyata, gambar, diagram, dan tabel ke dalam ide matematika.

3. Menyatakan peristiwa yang dikemukakan dalam bahasa atau simbol matematika.

Aktivitas Siswa adalah serangkaian kegiatan fisik atau jasmani

maupun mental yang saling berkaitan sehingga tercipta belajar yang optimal selama proses pembelajaran yang berlangsung. Aktivitas yang dimaksud di sini antara lain:

1. Visual activities

a. Siswa memperhatikan penjelasan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.

b. Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.

2. Oral activities

a. Siswa menghubungkan suatu konsep, mengemukakan suatu fakta atau prinsip, atau menghubungkan suatu kejadian.

b. Siswa mendiskusikan informasi yang diperoleh pada permasalahan di LKK.

(25)

c. Siwa bekerjasama untuk menyelesaikan masalah. d. Siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.

e. Siswa mengkomunikasikan hasil diskusi kelompoknya jika jawaban berbeda.

f. Siswa bertanya jika ada yang belum paham. 3. Listening activities

a. Siswa mendengarkan presentasi dari kelompok penyaji.

b. Memberikan tanggapan kepada kelompok yang lain dalam diskusi kelas.

4. Writing activities

a. Siswa menuliskan hasil diskusi pada LKK di papan tulis. b. Siswa mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru.

c. Siswa menyiapkan hasil laporan diskusi kelompok berupa hasil jawaban perkelompok secara rapi, rinci, dan sistematis.

d. Siswa menulis kesimpulan atau catatan. 5. Mental activities

Mengingat kembali penjelasan yang diberikan oleh guru dan memecahkan masalah.

6. Emotional Activities

Siswa bersemangat dalam berdiskusi, berani dalam menyampaikan pendapat, dan tenang dalam berdiskusi.

Pembelajaran Konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru di kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh dimana guru mengajar dengan menggunakan metode ceramah, menuliskan materi di papan tulis dan siswa mencatat pada buku catatan masing-masing.

(26)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran matematika menekankan pada upaya untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam menggali pengetahuan dengan kemampuannya sendiri. Tujuan dari pembelajaran matematika adalah melatih bertindak atau dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, serta mempersiapkan peserta didik agar dapat menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Suherman, 2003:58).

Dalam pembelajaran matematika dibutuhkan model pembelajaran yang tepat supaya tercapainya tujuan pembelajaran. Makin baik model pembelajaran, makin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam kenyataannya, model pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan informasi berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, mengajar di dalam kelas, efektifitas suatu metoda dipengaruhi faktor tujuan, faktor tujuan, faktor siswa, faktor situasi dan faktor guru itu sendiri.

Pembelajaran matematika di sekolah berfungsi pertama alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita, atau soal-soal uraian matematika lainnya. Kedua matematika merupakan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian. Ketiga matematika merupakan ilmu atau pengetahuan dan tentunya pengajaran matematika di sekolah harus diwarnai dengan ilmu pengetahuan.

(27)

14

Matematika memiliki nilai-nilai pendidikan yang akan menuntun siswa kepada tujuan pembelajaran. Adapun tujuan pembelajaran matematika menurut Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dalam (Suherman, 2003:58) tujuan khusus pengajaran Matematika SLTP adalah agar:

a. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika;

b. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melajutkan ke pendidikan menengah;

c. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari;

d. Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika. Adapun tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas No. 22 tahun 2006, pendidikan matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

b. Menggunakan penalaran pada pola sifat, membuat generalisasi, penyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Dalam belajar matematika siswa dibantu untuk mengkontruksi sendiri pemahamannya mengenai konsep-konsep matematika. Dengan demikian, dalam pembelajaran matematika guru harus dapat mengusahakan sistem pembelajaran yang membantu siswa mengkontruksi sendiri pemahamannya, sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai secara optimal.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses komunikasi antara siswa dengan guru serta siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa. Agar siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilkinya dan tercapainya tujuan pembelajaran matematika sesuai dengan kurikulum agar proses pembelajaran berjalan dengan maksimal.

(28)

15

15 2. Kemampuan Komunikasi Matematis

a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari

kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata yang berarti sama. Maka komunikasi akan terjadi selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dibicarakan. Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan, maupun melalui media (Ubaidah, 2016:63). Oleh sebab itu saat berkomunikasi harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan kepada orang lain dapat dengan mudah dipahami. Menurut Elida (Ubaidah, 2016:63) berpendapat bahwa komnikasi dimaknai sebagai proses penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan melalui saluran tertentu untuk tujuan tertentu. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, siswa dapat dibimbing dalam berkomunikasi dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis. Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika. Siswa mampu mengekspresikan ide-ide matematika yang berasal dari argumennya kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Komunikasi matematik juga merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika dan menjadi salah satu standar kompetensi lulusan siswa sekolah dari pendidikan dasar sampai menengah. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang SISDIKNAS no.22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan dalam bidang matematika yang secara lengkap sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

(29)

16

Dalam matematika, berkomunikasi mencakup keterampilan atau kemampuan untuk membaca, menulis, menelaah dan merespon suatu informasi. Komunikasi adalah suatu hal yang penting dalam pembelajaran matematika sebab komunikasi merupakan cara berbagi ide dan dapat memperjelas pemahaman. Dalam hal komunikasi matematis merupakan: 1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan model matematika; 2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika; 3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, berbagi fikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain (Saragih, 2013:178).

Dalam penelitian ini peneliti mengartikan kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan menyampaikan suatu gagasan/ide matematis, baik secara lisan maupun tulisan serta kemampuan memahami dan menerima gagasan/ide matematis orang lain secara cermat, analitis, kritis, dan evaluatif untuk mempertajam pemahaman siswa. Kemampuan komunikasi matematis memiliki peran penting dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan ide-ide pemikiran matematis mereka. Melalui komunikasi, guru sebagai pemberi informasi dalam proses belajar mengajar adalah materi pelajaran, sedangkan siswa sebagai penerima informasi yaitu siswa dengan menggunakan simbol-simbol baik lisan, tulisan, dan bahasa yang tidak verbal.

b. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator kemampuan komunikasi matematis tertulis sebagai berikut:

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui tulisan. 2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi

ide-ide matematis secara tertulis.

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi (Ubaidah, 2016:65).

Indikator-indikator dari kemampuan komunikasi matematis (Sumarmo, 2013:5), adalah sebagai berikut:

1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide matematika.

2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan maupun tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

(30)

17

17

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. 5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis. 6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan defenisi dan

generalisasi.

7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Indikator yang menunjukan kemampuan penalaran dan komunikasi (Depdiknas dalam buku Susi Herawati, 2012:21), adalah:

1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram.

2) Mengajukan dugaan.

3) Melakukan manipulasi matematika.

4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa soal.

5) Menarik kesimpulan dari pernyataan. 6) Memeriksa kesahihan suatu argument.

7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Selanjutnya indikator penilaian kemampuan komunikasi matematis (Fauzan, 2010:26) yaitu:

1) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika dengan benda nyata, gambar, grafik, tabel, dan aljabar.

2) Menghubungkan benda nyata, gambar, diagram, dan tabel ke dalam ide matematika.

3) Menyatakan peristiwa yang dikemukakan dalam bahasa atau simbol matematika.

Berdasarkan indikator yang sudah dikemukakan para ahli di atas sebagai alat ukur untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa, jika dikaitkan dengan model pembelajaran CORE dalam penelitian ini, maka indikator yang digunakan oleh peneliti yaitu indikator menurut Fauzan yaitu sebagai berikut:

1) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika dengan benda nyata, gambar, grafik, tabel, dan aljabar.

2) Menghubungkan benda nyata, gambar, diagram, dan tabel ke dalam ide matematika.

3) Menyatakan peristiwa yang dikemukakan dalam bahasa atau simbol matematika.

(31)

18

Tabel 2.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi

Pemberian skor terhadap jawaban siswa (Fauzan, 2010:57):

Indikator Respon Siswa Skor

1. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika dengan benda nyata, gambar, grafik, tabel, dan aljabar.

Jawaban benar, mampu menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika dengan benda nyata, gambar, grafik, tabel, dan aljabar.

4

Jawaban benar, sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3 Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan

sebagian besar criteria.

2 Jawaban ada tetapi sama sekali tidak

sesuai dengan criteria.

1

Jawaban tidak ada. 0

2. Menghubung kan benda nyata, gambar, diagram dan tabel ke dalam ide matematika.

Jawaban benar, mampu menghubungkan benda nyata, gambar, diagram dan tabel ke dalam ide matematika.

4

Jawaban benar, sesuai dengan criteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3 Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan

sebagian besar criteria.

2 Jawaban ada tetapi sama sekali tidak

sesuai dengan criteria.

1

Jawaban tidak ada. 0

3. Menyatakan peristiwa yang dikemukakan dalam bahasa atau simbol matematika.

Jawaban benar, mampu menyatakan peristiwa yang dikemukakan dalam bahasa atau simbol matematika.

4

Jawaban benar,sesuai dengan criteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3 Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan

sebagian besar criteria.

2 Jawaban ada tetapi sama sekali tidak

sesuai dengan criteria.

1

Jawaban tidak ada. 0

Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas, maka kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan menyampaikan ide atau gagasan baik, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari informasi yang diperoleh, dengan kemampuan komunikasi matematika siswa mengekspresikan ide matematika dengan menulis,

(32)

19

19

mendemonstrasikan dengan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika.

3. Aktivitas Belajar Siswa

a. Pengertian Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam proses belajar kedua aktivitas itu harus saling berkaitan. Lebih lanjut lagi piaget menerangkan bahwa jika seseorang anak itu berfikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berfikir. Oleh karena itu, agar anak berfikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. (Sardiman, 2011: 100)

Widodo (2013:34) menjelaskan prinsip belajar merupakan berbuat untuk merubah tingkah laku melalui perbuatan. Ada atau tidaknya belajar dicerminkan dari ada atau tidaknya aktivitas. Tanpa ada aktivitas, belajar tidak mungkin terjadi. Sehingga dalam interaksi belajar-mengajar aktivitas merupakan prinsip yang penting.

Dengan demikian, dalam belajar sangat dibutuhkan adanya aktivitas, dikarenakan tanpa adanya aktivitas proses belajar tidak berlangsung dengan baik. Pada proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek siswa, baik jasmani maupun rohanisehingga perubahan perilakunya dapat merubah dengan cepat, tepat, mudah dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif mapun psikomotor.

Paul B. Diedrich (Sardiman, 2011:100) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa dalam pembelajaran yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Kegiatan-kegiatan visual (visual activities), yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

2) Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara diskusi dan interupsi

(33)

20

3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities), yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, atau mendengarkan radio.

4) Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities), yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau rangkuman, dan mengerjakan tes serta mengisi angket. 5) Kegiatan-kegiatan menggambar (drawing activities), yaitu

menggambar, membuat grafik, diagram, peta dan pola.

6) Kegiatan-kegiatan motorik (motor activities), yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, serta menari dan berkebun. 7) Kegiatan-kegiatan mental (mental activities), yaitu merenungkan

mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

8) Kegiatan-kegiatan emosional (emotional activities), yaitu minat, membedakan, berani, tenang, merasa bosan dan gugup.

Tabel 2.2 Indikator Pengamatan Aktivitas Siswa No Aktivitas yang

Diamati

Keterangan

1. Visual activities Siswa memperhatikan penjelasan guru dalam menyampaikan materi

pembelajaran.

Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam menyampaikan materi

pembelajaran.

2. Oral activities Siswa menghubungkan suatu konsep, mengemukakan suatu fakta atau prinsip, atau menghubungkan suatu kejadian.

Siswa mendiskusikan informasi yang diperoleh pada permasalahan di LKK. Siswa bekerjasama untuk

menyelesaikan masalah.

Siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.

Siswa mengkomunikasikan hasil diskusi kelompoknya jika jawaban berbeda. Siswa bertanya jika ada yang belum paham.

(34)

21

21

kelompok penyaji.

Memberikan tanggapan kepada kelompok yang lain dalam diskusi kelas.

4. Writing Activities Siswa menuliskan hasil diskusi pada LKK di papan tulis.

Siswa mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru.

Siswa menyiapkan hasil laporan diskusi kelompok berupa hasil jawaban

perkelompok secara rapi, rinci, dan sistematis.

Siswa menulis kesimpulan atau catatan. 5. Mental activities Mengingat kembali penjelasan yang

diberikan oleh guru dan memecahkan masalah.

6. Emotional activities Siswa bersemangat dalam berdiskusi, berani dalam menyampaikan pendapat, dan tenang dalam berdiskusi.

Berdasarkan jenis-jenis aktivitas di atas peneliti hanya mengamati enam aktivitas diantaranya Visual activities, Oral activities, Listening

activities, Writing activities, Mental activities, dan Emotional activities.

Karena peneliti hanya menemukan enam jenis aktivitas tersebut yang bermasalah, pertama siswa tidak memperhatikan guru saat menerangkan pelajaran, kedua siswa tidak bisa menghubungkan antara konsep yang lama dengan konsep yang baru, ketiga siswa tidak bisa membuat uraian dan interaksi siswa kurang terhadap guru, keempat siswa jarang menulis catatan yang diberikan oleh guru dan malas mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan, kelima mental aktivitas siswa kurang untuk menanggapi apa yang di sampaikan guru dan siswa susah mengingat pelajaran yang di berikan guru serta siswa susah memecahkan soal

(35)

22

matematika, yang keenam minat siswa dalam belajar matematika kurang, siswa cepat bosan dalam belajar matematika.

4. Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, Extending (CORE)

a. Pengertian Model Pembelajaran CORE

CORE merupakan singkatan dari empat kata yang memiliki

kesatuan fungsi dalam proses pembelajaran, yaitu connecting,

organizing, relflecting, dan extending. Model pembelajaran CORE

menggunakan metode diskusi yang dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan berpikir reflektif dengan melibatkan siswa yang memiliki empat tahapan pengajaran yaitu connecting, organizing,

reflecting, dan extending. Model pembelajaran CORE adalah model

pembelajaran alternatif yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. (Anggraini, 2015:3)

1) Connecting

Connecting berarti menghubungkan. Seperti yang dikemukakan

oleh Dymock (2005) bahwa:”An effective lesson connects students to the topic. Connectedness is the link between what the reader knows and what is being learned. Teachers should connect students to the content and the text structure”. Hal ini perlu diterapkan kepada siswa, karena dengan adanya koneksi yang baik, maka siswa akan mengingat informasi dan menggunakan pengetahuan metakognitifnya untuk menghubungkan dan menyusun ide-idenya. Sesuai dengan apa yang dipaparkan Novak (Susanna, 2003) bahwa dalam belajar orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi sebelumnya. (Kumalasari, 2011:223)

(36)

23

23

2) Organizing

Organizing digunakan oleh siswa untuk mengorganisasikan

informasi-informasi yang diperolehnya. Untuk membantu proses pengorganisasian informasi yang didapat siswa bisa dilakukan dengan cara diskusi kelompok. (Kumalasari, 2011:224)

3) Reflecting

Reflecting merupakan tahap saat siswa memikirkan secara

mendalam terhadap konsep yang dipelajarinya. Menurut Sagala (Tamelane, 2010) refleksi adalah cara berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan dalam hal belajar di masa lalu. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dymock (2005) bahwa:

“Reflect is where students explain or critique content, structures, and strategies”. Jadi siswa mengendapkan apa yang baru

dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Siswa menyimpulkan dengan bahasa sendiri tentang apa yang mereka peroleh dari pembelajaran ini. Dengan proses ini dapat dilihat bahwa kemampuan siswa menjelaskan informasi yang telah mereka peroleh dan akan terlihat bahwa tidak setiap siswa memiliki kemampuan yang sama. (Kumalasari, 2011:223-224)

4) Extending

Extending adalah tahap saat siswa dapat menggeneralisasikan

pengetahuan yang mereka peroleh selama proses belajar mengajar berlangsung. Sedangkan untuk perluasan pengetahuan tersebut disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan siswa. Pengetahuan deklaratif dan procedural siswa diperluas dengan cepat sehingga mereka meneliti tentang jawaban atas pertanyaan yang mereka melakukan strategi berdiskusi untuk memperoleh informasi sesama temannya dan guru serta mencoba untuk menjelaskan temuannya kepada teman-temannya di kelas. (Kumalasari, 2011:224)

(37)

24

Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran CORE adalah model pembelajaran yang mengharapkan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya sendiri dengan cara menghubungkan dan mengorganisasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama kemudian memikirkan konsep yang sedang dipelajari serta di harapkan siswa dapat memperluas pengetahuan mereka selama proses belajar mengajar berlangsung.

b. Langkah-Langkah Model CORE

Menurut Shoimin (2016:39) langkah-langkah pembelajaran dengan model CORE adalah sebagai berikut :

1) Guru mengawali pembelajaran dengan hal-hal yang menarik.

2) Guru menyampaikan materi prasarat atau materi yang pernah dipelajari dan akan dihubungkan dengan materi yang akan dipelajari. 3) Siswa mengorganisasikan ide-ide untuk memahami konsep baru

dengan guru.

4) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dalam setiap kelompoknya.

5) Siswa memikirkan kembali, mendalami dan menggali informasi yang sudah didapat saat belajar berkelompok.

6) Siswa mengembangkan, memperluas, menggunakan pengetahuan dalam tugas individu yang diberikan.

Suaida dalam (Sholehawati, 2017:43) juga langkah-langkah pembelajaran dengan model CORE adalah sebagai berikut :

1) Menyampaikan tujuan pembelajaran, mempersiapkan siswa, dan memberikan motivasi.

2) Guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok.

3) Melalui serangkaian pertanyaan dari guru, siswa melakukan apersepsi untuk mengingat materi prasyarat (Connecting).

4) Siswa berdiskusi menggunakan pengetahuannya untuk memahami materi (Organizing).

5) Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan satu orang menerangkan di depan kelas (Reflecting).

6) Siswa mengerjakan soal latihan untuk memperluas pengetahuannya

(Extending).

7) Siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan bersama guru.

(38)

25

25

Menurut Khafidhoh (dalam Konita, 2019:614), model pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut:

1) Siswa aktif dalam belajar

2) Melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep/ informasi 3) Melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah

4) Memberikan kepada siswa kegiatan pembelajaran yang bermakna Menurut Artasari (dalam Konita, 2019:614), kekurangan

Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) adalah sebagai

berikut:

1) Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini

2) Menuntut siswa untuk terus berpikir 3) Memerlukan banyak waktu

4) Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model pembelajaran CORE

Berdasarkan pendapat di atas untuk menutupi kelemahan dari model pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending

(CORE) dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran CORE

yang akan digunakan peneliti ialah yang dikemukakan oleh Shoimin (2016:39) langkah pertama guru membuka pembelajaran dengan kegiatan yang menarik sehingga siswa akan lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran yang diajarkan misalkan bercerita yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Kedua, guru menyampaikan materi lama yang dihubungkan dengan materi baru oleh guru kepada siswa. Ketiga, setelah itu pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Keempat, guru membagi kelompok secara heterogen/campur antara siswa pandai, sedang, dan kurang. Kelima, siswa diberi kesempatan untuk memikirkan kembali apakah hasil diskusi/hasil kerja kelompoknya pada tahap organizing sudah benar atau masih terdapat kesalahan yang perlu diperbaiki, selanjutnya yang terakhir siswa dapat memperluas pengetahuan mereka tentang apa yang sudah diperoleh selama proses belajar mengajar berlangsung. Dalam langkah-langkah ini siswa dapat memahami hasil pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajar.

(39)

26 5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran tradisional atau yang sering juga disebut metode ceramah. Dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan.

Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran di mana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Hubungan antara guru dan anak didik banyak menggunakan bahasa lisan. Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta membuat catatan tentang pokok persoalan yang diterangkan oleh guru. (Tambak, 2014:377)

Jadi pada pembelajaran konvensional yang ditemukan di sekolah, masalah yang sering muncul dalam proses belajar mengajar matematika adalah penggunaan dan penerapan model pembelajran yaitu penyampaian materi ajar oleh guru yang cendrung menggunakan metode ceramah dan latihan soal. Begitu pula dengan apa yang terjadi, diawal pelajaran guru membuka pelajaran dan membimbing siswa berdo’a setelah itu baru dibuka pelajaran dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Setelah diberitahukannya tujuan pembelajaran barulah guru mulai menjelaskan materi di depan kelas, memberikan beberapa contoh untuk materi yang berkaitan kemudian memberikan penugasan. Dalam proses pembelajaran untuk beberapa materi guru ada menggunakan media infocus. Sedangkan untuk bahan ajar atau sumber yang digunakan dalam pembelajaran guru menggunakan buku yang telah disediakan oleh sekolah. Model pembelajaran seperti ini membuat siswa menjadi pasif dan menjadikan siswa merasa bosan dan jenuh untuk mengikuti proses belajar tersebut.

(40)

27

27

6. Hubungan Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) dengan Aktivitas Siswa

Model pembelajaran kooperatif tipe Connecting Organizing Reflecting

Extending (CORE) yaitu model pembelajaran yang mencakup empat aspek

kegiatan yaitu Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending. Pembelajaran CORE ini menekankan pada kemampuan berpikir siswa untuk menghubungkan, mengorganisasikan, mendalami, mengelola, dan mengembangkan informasi yang didapat. Dalam model ini aktivitas berpikir sangat ditekankan kepada siswa. Siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis terhadap informasi yang didapatnya. Dalam kegiatan mengoneksikan konsep lama dan baru, siswa di latih untuk mengingat informasi lama dan menggunakan informasi/ konsep lama tersebut untuk digunakan dalam informasi/ konsep baru. Kegiatan mengorganisasikan ide-ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola informasi yang telah dimilikinya. Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan memperdalam, menggagli informasi untuk memperkuat konsep yang telah dimiliki. (Wardika, 2015:25)

Menurut Hamalik dalam Wardika (2015:25), aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang diberikan kepada pembelajar dalam situasi belajar mengajar. Aktivitas ini didesain agar memungkinkan siswa memperoleh muatan yang ditentukan, sehingga sebagai tujuan yang ditentukan terutama maksud dan tujuan kurikulum dapat tercapai. Pada penggunaan aktivitas dalam proses belajar mengajar itu merupakan hal yang terpenting karena pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri.

Model pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending

(CORE) dapat meningkatkan aktivitas siswa. Pada model pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) terdapat

langkah-langkah yang dapat menunjang aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Langkah-langkah tersebut menuntut siswa untuk aktif dalam

(41)

28

pembelajaran karena siswa tidak hanya dilibatkan dalam pelaksanaan saja tetapi juga saat perencanaan pembelajaran (Nasution, 2018: 220).

7. Hubungan Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis

Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran alternatif yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Melalui Connecting yaitu siswa diajak untuk menghubungkan pengetahuan baru yang akan dipelajari dengan pengetahuan terdahulu, dengan cara memberikan siswa pertanyaan-pertanyaan. Hal ini akan membangun ide-ide siswa mengenai materi yang akan disampaikan. Selama tahap organizing, siswa mengambil kembali ide-ide mereka. Siswa secara aktif mengatur atau mengorganisasikan kembali pengetahuan mereka. Pada tahap reflecting, siswa memikirkan secara mendalam terhadap konsep yang dipelajarinya. Selanjutnya pada tahap

extending yaitu tahap siswa memperluas pengetahuan yang mereka peroleh

selama proses belajar mengajar berlangsung dengan cara mengomunikasikan gagasannya dan mendengarkan pendapat dari orang lain. Hal ini berarti, pada tahap extending siswa dilatih untuk mengomunikasikan ide mereka (Deswita, 2018:36).

Menurut Hariyanto (2016:40) mengatakan bahwa penggunaan model

CORE ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa dengan

terlibat aktif dalam pembelajaran, dengan terlibat aktif siswa di dalam pembelajaran siswa mampu memahami pengetahuan dan materi yand dipelajari.

Senada dengan itu Saragih (2013:17) keaktifan belajar berhubungan erat dengan kemampuan komunikasi siswa. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis mengakibatkan siswa sulit untuk memahami soal-soal yang diberikan sehingga siswa sulit dalam memecahkan masalah. Seorang siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik dapat

(42)

29

29

dengan mudah mengambil suatu langkah untuk menyelesaikan sebuah persoalan.

8. Hubungan Kemampuan Komunikasi Matematis dengan Aktivitas Siswa

Menurut Abdi (2018:1688) aktivitas sangat berhubungan erat dengan tujuan yang ingin dicapai, sehingga aktivitas juga mempengaruhi kegiatan yang akan dilakukan. Adanya aktivitas belajar, memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat lebih memahami materi yang sedang dipelajari. Aktivitas belajar diperlukan, sebab ciri belajar yaitu ditandai dengan adanya aktivitas pada proses pembelajaran. Dengan kata lain, adanya aktivitas akan menyebabkan ketekunan pada diri seseorang dan melahirkan prestasi yang baik pula, sehingga intensitas aktivitas belajar siswalah yang akan menentukan tingkah pencapaian komunikasi matematis siswa.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dan pernah membahas model pembelajaran

CORE adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Diki Rahman pada tahun 2018 dengan judul penelitian“Penerapan Model Pembelajaran Connecting,

Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE) Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas X IPA Di SMA N 1 Sungayang”. Berdasarkan

hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa model pembelajaran

Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE) dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X di SMA N 1 Sungayang. Persamaan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Connecting,

Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE). Perbedaan penelitian yang

akan dilakukan peneliti dengan Diki Rahman adalah terletak pada variabel yang ditingkatkan. Peneliti terdahulu meningkatkan kemampuan berpikir

(43)

30

kritis matematis siswa, sedangkan peneliti akan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Iwan Setiawan Nasution pada tahun 2018 yang berjudul “Model Pembelajaran Connecting, Organizing,

Reflecting, dan Extending (CORE) Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Di SMK Muhammadiyah 13 Sibolga”. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan bahwa kreativitas siswa meningkat dalam setiap kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran Connecting,

Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE). Disini peneliti juga akan

menggunakan model yang sama bedanya penelitian yang akan dilakukan peneliti dengan Iwan Setiawan adalah terletak pada variabel yang ditingkatkan. Peneliti terdahulu meningkatkan kreativitas siswa, sedangkan peneliti tidak hanya saja akan meningkatkan kreativitas siswa melainkan juga untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Ria Deswita pada tahun 2018 yang

berjudul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

melalui Model Pembelajaran CORE dengan Pendekatan Scientific”.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Disini peneliti juga akan menggunakan model yang sama bedanya penelitian yang akan dilakukan peneliti dengan Ria Deswita adalah terletak pada variabel yang ditingkatkan. Peneliti terdahulu menggunakan model CORE untuk meningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, sedangkan peneliti menggunakan model

CORE tidak hanya saja akan meningkatkan komunikasi matematis siswa

(44)

31

31 C. Kerangka Konseptual

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika adalah menciptakan suasana yang mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Guru harus bisa menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa.

Salah satu model yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika adalah model pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting,

dan Extending (CORE).

Secara sederhana, kerangka dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:

(45)

32

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa pada penerapan model pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending

(CORE) lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa pada

pembelajaran konvensional di kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh. Siswa Kelas VIII SMP N 3 Kecamatan Payakumbuh

Proses Pembelajaran Konvensional Proses Pembelajaran dengan Model

Pembelajaran CORE

Penentuan Kelas Penelitian

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Aktivitas Siswa Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Dibandingkan

Gambar

Tabel  1.1  Persentasi  Nilai  Ketuntasan  Ujian  Semester  Ganjil  Matematika  Siswa  Kelas  VII  SMP  N  3  Kecamatan  Payakumbuh
Tabel 2.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi   Pemberian skor terhadap jawaban siswa (Fauzan, 2010:57):
Tabel 2.2 Indikator Pengamatan Aktivitas Siswa  No  Aktivitas yang
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Tugas Akhir dengan judul “Perancangan dan

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun wungu (Graptophyllum pictum (Linn) Griff) dengan

Sasaran transportasi adalah mengalokasikan produk yang ada pada sumber asal sedemikian rupa hingga terpenuhi semua kebutuhan pada tempat tujuan, sedangkan

Tetapi hari ini saya sedar, bukan mak dan ayah saya yang tidak mampu berikan lebih banyak lagi wang kepada saya kerana ayah saya bekerja sebagai juruteknik Jabatan Parit dan Tali

positivisme, digunakan untuk meneliti dalam kondisi obyek yang alamiah, (seperti lawannnya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,

Karena berkat rahmat, taufiq, dan hidayah, serta bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul : Pengaruh Inklusi

DHARMA KUSUMAH NO.. PLERED

Ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan hasil penelitian yaitu (1) Penilaian autentik memiliki hubungan yang signifikan dengan pemahaman siswa,