• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KECUBUNG (Datura metel. Linn) SEBAGAI BAHAN ANTISTRES DALAM PROSES TRANSPORTASI TERHADAP PERFORMA DOMBA GARUT JANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KECUBUNG (Datura metel. Linn) SEBAGAI BAHAN ANTISTRES DALAM PROSES TRANSPORTASI TERHADAP PERFORMA DOMBA GARUT JANTAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KECUBUNG

(Datura metel. Linn) SEBAGAI BAHAN ANTISTRES DALAM PROSES

TRANSPORTASI TERHADAP PERFORMA DOMBA GARUT

JANTAN

An An Nurmeidiansyah

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung – Sumedang KM 21 e-mail :nurmeidiansyah@gmail.com

ABSTRAK

Proses transportasi ternak merupakan salah satu hal yang penting dalam tata niaga ternak. Domba Garut merupakan salah satu komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi di Jawa Barat. Proses distribusi Domba Garut dari sentra produsen ke sentra konsumen dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar akibat dampak negatif dalam proses transportasi. Ekstrak Daun Kecubung (EDK) dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi kerugian ekonomi tersebut. Penelitian mengenai dampak pemberian EDK (Datura metel. Linn) sebagai bahan antistres dalam proses transportasi terhadap performa Domba Garut jantan dilaksanakan pada Tanggal 7 sampai dengan 29 Maret 2014, di Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. Tujuan penelitian ini mengetahui adanya interaksi antara dosis EDK dan lama transportasi terhadap performa Domba Garut jantan yang ditransportasikan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial 3x4, yang menjadi faktor A yaitu dosis EDK yang terdiri dari empat level perlakuan, sedangkan faktor B yaitu lama transportasi yang terdiri dari tiga level perlakuan. Parameter yang digunakan dalam penelitian, antara lain: denyut jantung, respirasi, suhu tubuh, jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, rasio N : L, dan susut tubuh domba selama proses transportasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara dosis EDK dan lama transportasi terhadap susut tubuh serta nilai hematologi Domba Garut jantan yang ditransportasikan. Namun tidak terdapat interaksi antara dosis EDK dan lama transportasi terhadap status faali. Pemberian dosis EDK berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap penurunan denyut jantung, respirasi, rasio N : L, dan susut tubuh Domba Garut jantan, sedangkan lama transportasi berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap penurunan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit, tetapi akan meningkatkan frekuensi respirasi dan memperbesar persentase susut tubuh Domba Garut jantan yang ditransportasikan.

Kata kunci : EDK, Lama Transportasi, Domba Garut Jantan, Susut Tubuh

EFFECT OF KECUBUNG LEAF EXTRACT (Datura metel. Linn) TREATMENT AS ANTISTRESS SUBSTANCE IN TRANSPORTATION PROCESS

ON GARUT’S MALE SHEEP PERFORMANCE An An Nurmeidiansyah

ABSTRACT

Transportation process is an important element in sheep distribution. Garut’s sheep is concerned as high economical commodity in West Java. Distribution process of Garut’s sheep from production source to the consumer could make a high economic disadvantage due to negative impact of transportation process. Kecubung leaf extract (KLE) is predicted as alternative problem solving to minimize negative economic effect of that. Research of kecubung leaf extract (Datura metel. Linn) treatment effect as antistress substance in transportation process on Garut’s male sheep performance was conducted on 7 to 29 March 2014 at Padjadjaran University, Jatinangor. The aim of the research is defining the interaction

(2)

of dosage of KLE and time travel on transported Garut’s male sheep. Completely Randomized Design was used as an experimental design with 3x4 factorial method, the first factor (A) was dosage of KLE which was divided to four levels of treatment, and the second factor (B) was a length of transportation time (time travel) which was divided to three levels of treatment. Dependent variable of measurements consisted of pulses, respiration rate, body temperature, amount of eritrosit, hematocrit value, amount of hemoglobin, N:L ratio, shrinkage body of sheep while transportation process. Result of the research showed the existance of interaction between KLE dosage and time travel on body shrinkage and hematology value of transported Garut’s male sheep. However there is no interaction between KLE dosage and time travel on faali status. KLE treatment gave significant effect (P>0,05) on heart beat frequency, respiration rate, N:L ratio and body shrinkage of Garut’s male sheep, and transportation time gave significant effect (P>0,05) on respiration rate, amount of eritrosit, amount of hemoglobin, hematocrit value, and body shrinkage of Garut’s male sheep.

Keywords : KLE, Transportation time, Garut’s male sheep, Weight loss PENDAHULUAN

Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dibudidayakan di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Budaya beternak domba sudah menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial masyarakat Jawa Barat. Jenis domba yang ada di Jawa Barat sangat beragam, contohnya mulai dari Domba Lokal, Domba Komposit serta Domba Garut. Populasi yang cukup besar yaitu total sebanyak 6.275.299 ekor yang terbagi menjadi 2.396.446 ekor untuk domba jantan, dan 3.878.853 ekor domba betina (Statistik Peternakan, 2011).

Domba Garut jantan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di Jawa Barat, karena merupakan salah satu Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) khas Jawa Barat yang dapat dijadikan sebagai ternak penghasil daging serta sebagai ternak fancy (domba tangkas). Kebutuhan Domba Garut jantan yang cukup besar saat ini baik untuk ternak potong, atau pun untuk pasar spesifik lainnya (hewan qurban dan aqiqah) membuat distribusi ternak ini menjadi meningkat. Perubahan sistem jual beli domba dari sistem taksir menjadi sistem timbang hidup yang mulai dipakai oleh konsumen pasar spesifik, menuntut perbaikan proses distribusi yang baik agar peternak tidak mengalami kerugian yang cukup besar akibat susut tubuh pada saat proses transportasi.

Proses distribusi domba tidak dapat dipisahkan dengan transportasi, baik cara maupun alat yang digunakan untuk proses transportasi tersebut. Proses transportasi harus dilakukan secara optimum, hal ini dikarenakan dalam proses tersebut, domba akan mengalami stres yang akan mengakibatkan berbagai macam kerugian bagi pelaku bisnis di bidang peternakan.

Domba Garut merupakan salah satu komoditas ternak yang menjadi sumber ekonomi kerakyatan di Jawa Barat. Pengiriman Domba Garut dari sentra produksi ke sentra konsumen yang tersebar di wilayah Jawa Barat, akan menimbulkan kerugian yang besar. Faktor jarak serta lama transportasi dalam proses distribusi Domba Garut, akan mengakibatkan terjadinya stres transportasi yang pada akhirnya akan berdampak terhadap susut tubuh domba.

(3)

Upaya yang dilakukan untuk meminimumkan tingkat stres di perjalanan dalam proses transportasi dapat dilakukan dengan memodifikasi alat transportasi dengan berbagai cara agar membuat ternak lebih nyaman. Pembuatan sekat kayu pada setiap sarana transportasi domba dinilai dapat membuat domba lebih nyaman dalam proses transportasi, namun hal tersebut cenderung akan membutuhkan biaya yang besar, sehingga dikhawatirkan akan menambah biaya produksi yang cukup besar yang akan mengakibatkan kenaikan harga jual domba tersebut.

Cara lainnya dapat dilakukan pula dengan cara menyuntikkan berbagai obat penenang pada domba, seperti PCP (Phencyclidine) dan Amphetamin, namun metode ini mendapat kendala karena obat penenang untuk domba belum dijual bebas sehingga sulit untuk mendapatkannya terutama untuk peternak-peternak skala kecil yang hidup di pedesaan, di samping itu diperlukan keahlian khusus untuk menyuntikkan obat penenang dan membuat dosis obat dalam metode ini, sehingga diperlukan obat penenang alternatif tradisional (herbal). Tanaman kecubung telah dikenal sejak dahulu digunakan sebagai obat penenang tradisional, tanaman ini dapat hidup di dataran rendah hingga dataran tinggi terutama pada ketinggian 800 dpl, dengan cara penanaman secara terbuka maupun sedikit terlindung pada tanah yang subur dan gembur. Sering tumbuh liar sebagai semak di hutan kecil atau bekas kebun. Untuk pengembangbiakannya cukup mudah yaitu dengan cara buah yang sudah tua dipetik dan bijinya dikeringkan. Biji ini selanjutnya disemai lalu ditanam. Tumbuhan ini mengandung beberapa zat aktif yaitu alkaloid, scopolamine, hyoscymine, dan antropin. (Dalimartha, 2011)

Potensi stressor sangat erat kaitannya dengan kerja saraf pada domba, salah satu cara untuk meminimumkan tingkat stres pada domba adalah dengan memberikan zat penenang salah satunya dengan memberikan daun kecubung. Ketinggian daerah Jawa Barat dan kondisi tanah yang subur membuat kecenderungan ketersediaan kecubung cukup banyak, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat penenang domba yang murah dan mudah didapatkan. Kemudahan dalam pembudidayaannya diharapkan dapat menjadi jaminan untuk ketersediaannya di masa mendatang sebagai salah satu alternatif obat penenang herbal yang dapat meminimumkan tingkat stres pada domba dalam proses transportasi.

Berdasarkan informasi yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Dampak Pemberian Ekstrak Daun Kecubung (Datura metel. Linn) Sebagai Bahan Antistres dalam Proses Transportasi terhadap Performa Domba Garut Jantan”.

OBJEK DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian

Domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah Domba Garut jantan yang berumur di bawah 1 tahun, atau yang belum mengalami pergantian gigi seri. Jumlah domba yang

(4)

dijadikan sampel dalam penelitian sebanyak 36 ekor, dengan bobot badan berkisar antara 20 - 25 kg.

2. Metode Penelitian a. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga minggu, dimulai pada Tanggal 7 Maret sampai dengan 29 Maret 2014. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah persiapan. Pada tahap ini, domba yang dijadikan sampel dipelihara selama dua minggu di kandang domba Fapet Unpad dan diberikan pakan yang seragam berupa rumput lapangan. Tahap kedua adalah pengangkutan (proses transportasi). Pengangkutan menggunakan mobil bak terbuka dengan lama perjalanan yang bervariasi, yaitu dua, empat, dan enam jam. Rute yang diambil dalam penelitian ini yaitu di sekitar lingkungan kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor dengan pertimbangan bahwa kondisi jalan yang dilalui sudah cukup mewakili kondisi riil di lapangan, karena rute ini memiliki jalan lurus, tikungan tajam, tanjakan, turunan, dan jalan rusak yang cukup ekstrim.

3. Peubah yang diamati 1) Susut Tubuh (%)

Dilakukan dengan menghitung selisih antara bobot badan akhir dan bobot awal (dinyatakan dalam satuan %) menggunakan rumus :

Susut tubuh (%) X 100 % Keterangan :

B1 : Bobot badan awal (kg)

B2: Bobot badan akhir (kg)

2) Denyut Jantung (X/menit)

Denyut jantung diukur dengan menggunakan stetoskop. Ujung stetoskop diletakkan pada daerah rongga dada sebelah kiri, kemudian dihitung banyaknya detak jantung untuk setiap menit. Pengukuran denyut jantung pratransportasi dilakukan pada Pukul 06.00 – 07.00 WIB, sedangkan pengukuran pascatransportasi dilakukan segera setelah tiba dari perjalanan.

3) Frekuensi Pernapasan (X/menit)

Menghitung frekuensi pernapasan dilakukan dengan menggunakan stetoskop yang diletakan pada bagian thorax. Kemudian dihitung berapa gerakan atau frekuensi pernafasan selama 1 menit.

4) Suhu Tubuh (oC)

Pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer laser merk IR 36 dengan cara mengarahkan titik laser ke bagian paha, abdomen dan leher, secara otomatis nilai suhu tubuh langsung akan terbaca pada LCD termometer dan kemudian dirata-ratakan.

(5)

Selain itu juga dengan menggunakan termometer tubuh yang telah bersih dan kering serta telah distandarisasi pada temperatur 36oC, dengan mengangkat ekor ternak secara hati-hati ke atas kemudian masukkan ujung termometer (1 per 3 bagian) ke dalam rektum selama 1 menit, kemudian amati berapa temperatur tubuh domba.

5) Jumlah Sel Darah Merah/Eritrosit (jumlah sel/ml)

Sampel darah diaduk secara perlahan-lahan selama 6 menit kemudian diambil dengan pipet sebanyak 20 microliter. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan hayem sebanyak 4 ml. Kemudian diaduk secara perlahan-lahan, didiamkan selama ± 10 menit. Cairan diambil dengan pipet, diteteskan di atas gelas Hemocytometer yang telah ditutup dengan cover glass. Penghitungan jumlah sel darah merah dilakukan di bawah mikroskop, dinyatakan dalam satuan juta sel per ml.

6) Nilai Hemaktokrit Darah (%)

Nilai hematokrit diukur dengan menggunakan hematokrit capiler yang disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan hasilnya dibaca pada hematocrit reader. Kadar hematokrit merupakan rasio antara tinggi sel darah (warna merah pada tabung) (mm) dengan tinggi seluruh darah (mm), hasilnya dinyatakan dalam satuan % (persen).

7) Kadar Hemoglobin (g/100ml)

Kadar hemoglobin diukur menggunakan metode Sahli berprinsip pada pelarutan hematin. Warna darah akan berubah sesuai standar Sahli karena hemoglobin akan berubah menjadi asam hematin karena pengaruh asam hipokrat, hasilnya dinyatakan dalam satuan gram per 100 ml darah.

8) Jumlah Leukosit/ Rasio N : L (jumlah sel/100ml)

Sampel darah dikocok perlahan-lahan selama 6 menit, lalu diambil sebanyak 20 microliter. Sampel dimasukkan ke dalam tabung yang telah mengandung 0,38 ml cairan Turk. Campuran dikocok secara perlahan-lahan dan didiamkan selama ± 10 menit. Cairan tersebut diambil dengan pipet, lalu diteteskan di atas kamar hitung yang telah ditutup terlebih dahulu dengan cover glass. Penghitungan jumlah sel darah putih dilakukan di bawah mikroskop. Jumlah leukosit dinyatakan dalam satuan ribu sel per 100 ml.

4. Rancangan Percobaan

Rancangan dasar yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 3 x 4 dengan tiga kali ulangan. Faktor perlakuan yang diberikan adalah:

1. Faktor A adalah dosis EDKyang terdiri atas empat level : A0 = tanpa pemberian EDK

A1 = pemberian EDK dengan konsentrasi 5% A2 = pemberian EDK dengan konsentrasi 10% A3 = pemberian EDK dengan konsentrasi 20%

(6)

2. Faktor B adalah lama perjalanan yang terdiri atas tiga level : B1 = lama perjalanan 2 jam

B2 = lama perjalanan 4 jam B3 = lama perjalanan 6 jam

Berdasarkan perlakuan tersebut, maka diperoleh 12 perlakuan, dan setiap perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Domba Garut yang berjumlah 36 ekor kemudian diacak untuk menentukan dosis EDK yang akan diberikan pada saat proses transportasi, namun sebelum dilakukan pengacakan domba tersebut diberikan nomor dari nomor 1 sampai dengan 36.

5. Analisis Statistik a. Analisis Deskriptif

Model statistik untuk percobaan faktorial yang terdiri atas dua faktor (lama perjalanan dan konsentrasi EDK) menggunakan rancangan dasar RAL dengan model statistik sebagai berikut Gasperz (1991) :

Yijk = µ+ i + βj +(β)ij + ϵijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi

perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B µ = Nilai tengah populasi (rata-rata sesungguhnya)

i = Pengaruh faktor lama perjalanan pada taraf ke-i

βj = Pengaruh faktor pemberian EDK pada taraf ke-j

(β)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

єijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi

perlakuan ij i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3, 4 k = 1, 2, 3, 4

Prosedur analisisnya melalui beberapa tahap sesuai petunjuk Gaspersz, (1991) adalah sebagai berikut :

(1) Menghitung FK, JKT, JKP dan JKG seperti pada prosedur RAL, jika r, a dan b masing-masing adalah banyaknya ulangan, banyaknya taraf faktor A dan banyaknya taraf faktor B maka :

FK = 𝑟𝑎𝑏𝑦2 = (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙)

2

𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛

JKT = ∑𝑖𝑗𝑘 𝑌𝑖𝑗𝑘2 - FK = Jumlah kuadrat nilai pengamatan - FK

𝑖𝑗 𝑌𝑖𝑗2 (Total Perlakuan)2

JKP = --- - FK = ∑ --- - FK r r

JKG = JKT - JKP

(2) Menentukan derajat bebas masing – masing perlakuan : db perlakuan = ab – 1.

(7)

db galat = ab ( r - 1 ). db total = r a b - 1.

(3) Menghitung besarnya pengaruh utama perlakuan dan interaksi dengan cara sebagai berikut : 𝐽𝐾 (𝐴) = ∑ (𝑎𝑖 𝑖)2 𝑟𝑏 − 𝐹𝐾 = ∑(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑟𝑎𝑓 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐴) 2 𝑟𝑏 − 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝐽𝐾 (𝐵) =∑ 𝑏𝑗𝑗 2 𝑟𝑎 − 𝐹𝐾 = ∑(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑟𝑎𝑓 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐵)2 𝑟𝑎 − 𝐹𝐾 JK (AB) = JKP - JK (A) - JK (B).

(4) Menentukan derajat bebas dari pengaruh utama serta interaksi adalah sebagai berikut : db faktor A = a – 1.

db faktor B = b - 1.

db interaksi ( AB ) = ( a - 1 ) ( b - 1 ).

(5) Menentukan nilai tengah dari masing – masing faktor dengan jalan : KT (A ) = JK (A ) ( a - 1 ).

KT (B ) = JK (B ) ( b - 1 ).

KT (AB ) = JK (AB) ( a - 1) ( b - 1 ).

(6) Menganalisis ragam faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu dengan menggunakan analisis sidik ragam

Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Untuk RAL Faktorial

Sumber Keragaman DB JK KT Perlakuan ab - 1 JKP KTP A a - 1 JK ( A ) KT ( A ) B b - 1 JK ( B ) KT ( B ) AB (a - 1) ( b - 1) JK ( AB ) KT ( AB ) Galat ab ( r - 1 ) JKG KTG Total r a b - 1 JKT - Keterangan : t = Perlakuan (1, 2, 3, 4). r = Ulangan (1, 2, 3, 4, 5, 6). db = Derajat Bebas. JK = Jumlah Kuadrat. KT = Kuadrat Tengah.

JKP = Jumlah Kuadrat Perlakuan JKG = Jumlah Kuadrat Galat JKT = Jumlah Kuadrat Total KTP = Kuadrat Tengah Perlakuan KTG = Kuadrat Tengah Galat

(8)

Kaidah keputusan :

Bila, Fhitung ≤ F0,05  terima H0, berarti setiap perlakuan tidak berbeda nyata (non significant).

Fhitung > F0,05  tolak H0, berarti paling sedikit ada satu perlakuan yang berbeda nyata

(significant).

Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Duncan dengan rumus sebagai berikut :

LSR = SSR.Sx

𝑆𝑥 = √𝐾𝑇𝐺

𝑟 Keterangan :

LSR = Least Significant Range SSR = Student Significant Range Sx = Galat Baku

KTG = Kuadrat Tengah Galat r = Ulangan

Beda selisih antar perlakuan (d) dibandingkan dengan LSR, kaidah keputusannya sebagai berikut :

Kaidah Keputusan :

1. Bila d ≤ LSR, tidak berbeda nyata 2. Bila d > LSR, berbeda nyata Keterangan :

d = Selisih antara rata-rata dua perlakuan HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Pemberian EDK dan Lama Perjalanan Terhadap Status Faali Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Denyut jantung

Pengaruh pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap denyut jantung domba yang ditransportasikan, pada tingkat dosis EDK 0%, 5%, 10%, serta 20% dengan lama perjalanan dua, empat, dan enam jam dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Rata–rata Selisih Denyut Jantung Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK Lama Perjalanan (Jam) Rerata

2 4 6 ... kali / menit ... 0 18,33 10,67 12,33 13,78 5 9,67 12,33 10,00 10,67 10 5,67 4,33 10,00 6,67 20 -6,67 -2,00 -2,67 -3,78 Rerata 6,75 6,33 7,41

(9)

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa rerata selisih denyut jantung Domba Garut jantan yang tidak diberikan EDK mengalami peningkatan sebanyak 13,78 kali/menit, sedangkan rerata selisih denyut jantung pada domba yang diberikan dosis EDK 5 dan 10% mengalami peningkatan sebanyak 10,67 dan 6,67 kali/menit. Peningkatan denyut jantung tidak terjadi pada Domba Garut jantan yang diberikan dosis EDK 20%, bahkan pada domba yang diberikan perlakuan ini terjadi penurunan denyut jantung rata-rata sebanyak 3,78 kali/menit.

Hal ini sejalan dengan pendapat Das et al., (2001) yang disitir dalam Ambore (2009) bahwa selama transportasi, perubahan fisiologis menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit tubuh, peningkatan frekuensi respirasi, denyut jantung, dehidrasi serta kekurangan energi. Penurunan denyut jantung pada domba yang diberikan dosis EDK 20%, membuktikan bahwa dengan diberikannya EDK pada domba yang melakukan proses transportasi dapat mencegah peningkatan denyut jantung sehingga efek perubahan fisiologis ternak dapat diminimumkan.

Rerata selisih denyut jantung pada faktor lama perjalanan menunjukkan bahwa dalam semua perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perjalanan dua jam dapat meningkatkan rerata selisih denyut jantung domba yang ditransportasikan sebanyak 6,75 kali/menit, sedangkan pada lama perjalanan empat jam jumlah peningkatan rerata selisih denyut jantung sebesar 6,33 kali/menit. Peningkatan rerata selisih denyut jantung yang terbesar terjadi pada lama perjalanan enam jam yaitu sebesar 7,41 kali/menit.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tidak adanya pengaruh lama perjalanan terhadap peningkatan denyut jantung. Berdasarkan pendapat Chambers dan Grandin (2001), waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan merupakan faktor yang mempengaruhi proses transportasi ternak. Lama perjalanan lebih dari 6 jam dapat menyebabkan gangguan pada ternak karena perubahan lingkungan dan dapat menyebabkan efek lingkungan seperti panas dan dingin. Tidak adanya perbedaan dalam rerata selisih denyut jantung pada lama perjalanan dua, empat, dan enam jam membuktikan pendapat tersebut sejalan dengan hasil penelitian penulis.

Hasil analisis sidik ragam perbedaan denyut jantung Domba Garut jantan yang ditransportasikan, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis Sidik Ragam Perbedaan Denyut Jantung Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 11 1579,89 137,18 7,76 A (Dosis EDK) 3 1579,89 526,63 18,92* 3,01 B (Lama Perjalanan) 2 7,17 3,58 0,13 ns 3,40 Interaksi (A+B) 6 193,94 32,32 1,16 ns 2,51 Galat 24 668 27,83 Total 35 2449

(10)

Hasil analisis sidik ragam perbedaan denyut jantung Domba Garut jantan yang ditransportasikan menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara dosis EDK dengan lama perjalanan.

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa dosis EDK mempengaruhi denyut jantung domba yang ditransportasikan, sedangkan lama perjalanan tidak berpengaruh terhadap perubahan denyut jantung domba yang ditransportasikan.

Domba yang diberikan dosis EDK 20% tidak mengalami peningkatan denyut jantung. Hal ini sejalan dengan pendapat Mutschler (1991) yang menyatakan efek perifer dari kandungan alkaloid dalam kecubung terutama antropin dapat mempengaruhi frekuensi jantung, namun meskipun dapat menurunkan denyut jantung domba, dosis pemberian EDK tetap harus diperhatikan secara seksama. Hal ini dikarenakan zat aktif yang terkandung dalam kecubung dapat menimbulkan efek halusinasi bagi pemakainya, dan bila dipergunakan secara berlebihan dapat menimbulkan efek samping negatif yang pada akhirnya bisa menimbulkan kematian (Dalimartha, 2011).

Respirasi

Pengaruh pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap respirasi domba yang ditransportasikan, pada tingkat dosis EDK 0%, 5%, 10%, serta 20% dengan lama perjalanan dua, empat, dan enam jam dapat dilihat pada Tabel 6 :

Tabel 6.Rata-rata Selisih Respirasi Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK Lama Perjalanan (Jam) Rerata

2 4 6 ... kali / menit ... 0 11,67 10,33 13 11,67 5 6,33 12,67 11 10 10 2,33 3,33 11,33 5,67 20 -7 0,67 -3,33 -3,22 R 3,33 6,75 8

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa rerata selisih respirasi pada Domba Garut yang tidak diberikan EDK meningkat sebanyak 11.67 kali/menit. Dosis EDK 5% yang diberikan pada Domba Garut yang ditransportasikan, menghasilkan peningkatan rerata selisih respirasi sebanyak 10 kali/menit. Peningkatan rerata selisih respirasi terkecil terjadi pada Domba Garut yang diberikan dosis EDK 10% yaitu hanya meningkat sebanyak 6,67 kali/menit. Dosis EDK 20% tidak menyebabkan peningkatan rerata selisih respirasi, justru dosis ini dapat menurunkan rerata selisih respirasi sebanyak 3,22 kali/menit. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis EDK akan menurunkan rerata selisih respirasi Domba Garut jantan yang ditransportasikan.

(11)

Peningkatan rerata selisih respirasi terkecil pada faktor lama perjalanan, terjadi pada lama transportasi dua jam. Domba Garut jantan yang ditransportasikan selama dua jam mengalami peningkatan rerata selisih respirasi sebanyak 3,33 kali/menit. Rerata selisih respirasi kemudian meningkat pada lama perjalanan empat dan enam jam. Lama perjalanan empat jam menyebabkan kenaikan rerata selisih respirasi sebanyak 6,7 kali/menit, sedangkan lama perjalanan enam jam menyebabkan rerata selisih respirasi meningkat sebanyak 8 kali/menit.

Peningkatan nilai rerata selisih respirasi pada lama perjalanan empat dan enam jam, kemungkinan besar disebabkan oleh adanya perubahan kenaikan suhu lingkungan yang menyebabkan adanya respon fisiologis terhadap panas. Respon fisiologis terhadap panas melibatkan perubahan pada respirasi dan pH darah, konsentrasi ion plasma, fungsi kardiovaskuler dan perubahan hormonal (Silinakove, 2000 dalam Marai, 2007).

Hasil analisis sidik ragam perbedaan frekuensi respirasi Domba Garut jantan yang ditransportasikan, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Sidik Ragam Perbedaan Respirasi Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 11 1579,89 137,18 7,76 A (Dosis EDK) 3 1579,89 526,63 18,92* 3,01 B (Lama Perjalanan) 2 7,17 3,58 0,13 ns 3,40 Interaksi (A+B) 6 193,94 32,32 1,16 ns 2,51 Galat 24 668 27,83 Total 35 2449

Keterangan : ns : tidak berbeda nyata ; *)berbeda nyata

Hasil analisis sidik ragam perbedaan respirasi Domba Garut jantan yang ditransportasikan menunjukkan tidak terdapat interaksi antara dosis EDK dengan lama perjalanan.

Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa dosis EDK dan lama perjalanan dapat mempengaruhi denyut jantung domba yang ditransportasikan. Semakin banyak dosis EDK yang diberikan maka dapat menurunkan frekuensi respirasi, sedangkan pada faktor lama perjalanan semakin lama perjalanan akan menyebabkan semakin tingginya respirasi pada domba yang ditransportasikan. Hal ini menunjukkan bahwa efek mandiri dari Dosis EDK terhadap respirasi berbanding terbalik dengan efek mandiri dari lama perjalanan.

Suhu Tubuh

Pengaruh pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap suhu tubuh domba yang ditransportasikan, pada tingkat dosis EDK 0%, 5%, 10%, serta 20% dengan lama perjalanan dua, empat, dan enam jam dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini :

(12)

Tabel 8.Rata-rata Selisih Suhu Tubuh Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK Lama Perjalanan (Jam) Rerata

2 4 6 ... 0C ... 0 0,83 1,33 1,17 1,11 5 0,5 1,33 1,17 1 10 1 1 1,33 1,11 20 0,83 0,67 1,17 0,89 Rerata 0,79 1,08 1,21

Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa semua rerata selisih suhu tubuh Domba Garut jantan, baik yang diberikan perlakuan dosis EDK maupun yang tidak diberikan perlakuan, mengalami peningkatan suhu tubuh. Pada domba yang tidak diberikan perlakuan EDK dan domba yang diberikan dosis EDK sebesar 10% mempunyai rerata selisih peningkatan suhu tubuh yang sama setelah ditransportasikan yaitu sebesar 1,110C. Rerata nilai selisih suhu tubuh pada domba yang diberikan dosis EDK 5% mengalami peningkatan sebesar 10C, sedangkan rerata nilai selisih peningkatan suhu tubuh yang terendah terjadi pada domba yang diberikan dosis EDK 20% yaitu 0,890C.

Perlakuan transportasi Domba Garut selama dua jam mempunyai rerata peningkatan suhu tubuh

yang paling kecil yaitu sebesar 0,790C, kemudian diikuti oleh rerata peningkatan suhu tubuh dengan

lama perjalanan empat jam yang mengalami peningkatan menjadi 1,080C. Rerata selisih suhu tubuh

tertinggi terdapat pada lama transportasi enam jam, yaitu sebesar 1,210C.

Kenaikan suhu tersebut diperkirakan karena proses homeostasis tubuh yang berusaha beradaptasi. Stres adalah tanggapan tubuh terhadap rangsangan asing yang mengganggu keseimbangan fisiologis atau homeostasis (Khansari, 1998 dalam Adenkola dan Ayo, 2010). Faktor yang menyebabkan stres pada ternak sehingga menggangu keadaan fisik dan produksi ternak adalah faktor iklim, terutama suhu lingkungan setempat (Adenkola dan Ayo, 2010). Proses transportasi domba pada penelitian ini dilakukan pada Pukul 8.00 s/d 14.00 WIB, ini mengakibatkan adanya perbedaan suhu lingkungan setempat yang tidak bisa dihindari. Kenaikan suhu lingkungan setempat diyakini menyebabkan terjadinya adanya perbedaan rerata selisih suhu tubuh pada lama perjalanan dua, empat, dan enam jam.

Menurut Santosa (1995) faktor yang perlu diperhatikan dalam mengangkut ternak agar dapat mengurangi stres dan penyusutan bobot badan yakni : Saat pengangkutan dilakukan pada musim kemarau, serta perjalanan dilakukan pada waktu subuh atau sore hari, pengangkutan pada musim hujan harus diusahakan agar tubuh ternak tidak basah, jangan mencampurkan dengan ternak asing dalam satu alat angkut dan jarak pengangkutan jangan lebih dari 24 jam perjalanan, jika jarak angkut lebih dari 24 jam ternak terlebih dahulu diistirahatkan selama 5 jam. Kaidah-kaidah tersebut dapat diminimumkan efeknya dengan dipeliharanya domba selama dua minggu di kandang yang sama sehingga diharapkan ternak

(13)

tersebut tidak merasa asing satu sama lain. Lama pengangkutan yang dilakukan tidak lebih dari 24 jam, sehingga ternak tidak perlu diistirahatkan terlebih dahulu.

Pertimbangan waktu pengangkutan dua, empat, dan enam jam yang dimulai pada Pukul 08.00 s/d 14.00 WIB, disesuaikan dengan kondisi faktual di lapangan terutama proses distribusi domba dari pasar hewan. Berdasarkan kondisi di lapangan, distribusi Domba Garut mayoritas dilakukan hanya di sekitar wilayah Jawa Barat dan Banten, yang hanya memerlukan waktu kurang dari enam jam bila perjalanan berjalan normal tanpa ada hambatan yang berarti. Namun perubahan suhu lingkungan tidak dapat dihindari, oleh karena itu pada lama perjalanan terlihat masih adanya kenaikan suhu tubuh pada domba yang ditransportasikan.

Stres panas terjadi apabila temperatur lingkungan berubah menjadi lebih tinggi di atas zona temperatur netral, pada kondisi ini toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga ternak mengalami cekaman. (Yousef, 1984 dalam Kannan, 2000). Besar kecilnya tingkat pengaruh stres pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : bangsa ternak, jenis kelamin dan umur ternak. Pada beberapa spesies hewan, penyebab utama stres adalah perubahan suhu lingkungan yang mungkin terjadi secara bersamaan dengan tinggi atau rendahnya kelembaban (Rajesh, 2003 dalam Adenkola dan Ayo, 2010).

Hasil analisis sidik ragam perbedaan suhu tubuh Domba Garut jantan yang ditransportasikan, dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Sidik Ragam Perbedaan Suhu Tubuh Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 11 2,47 0,22 1,08 A (Dosis EDK) 3 0,30 0,20 0,49ns 3,01 B (Lama Perjalanan) 2 1,09 0,55 2,60ns 3,40 Interaksi (A+B) 6 1,06 178 0,87ns 2,51 Galat 24 5,00 208 Total 35 0,45

Keterangan : ns : tidak berbeda nyata ; *)berbeda nyata

Hasil analisis sidik ragam perbedaan suhu tubuh Domba Garut jantan yang ditransportasikan menunjukkan tidak terdapat interaksi antara dosis EDK dengan lama perjalanan.

Berdasarkan Tabel 9, efek mandiri dari dosis EDK dan lama perjalanan tidak mempengaruhi denyut jantung domba yang ditransportasikan. Pada faktor lama perjalanan menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh secara nyata pada suhu tubuh domba yang ditransportasikan, walaupun pada lama perjalanan suhu tubuh domba semakin meningkat seiring dengan bertambahnya lama perjalanan. Suhu tubuh domba yang ditransportasikan masih dalam kisaran normal.

(14)

2. Pengaruh Pemberian EDK dan Lama Perjalanan Terhadap Hematologi Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Eritrosit

Pengaruh pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap eritrosit domba yang ditransportasikan, pada tingkat dosis EDK 0%, 5%, 10 %, serta 20% dengan lama perjalanan dua, empat, dan enam jam dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata Selisih Jumlah Eritrosit Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK Lama Perjalanan (jam) Rerata

2 4 6 ... juta / mm3... 0 0,84 -0,86 -0,53 -0,18 5 - 0,58 0,76 -0,67 -0,16 10 -0,32 -0,44 -0,33 -0,36 20 -0.36 -0,31 -0,54 -0,40 Rerata -0,10 -0,21 -0,52

Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa rerata selisih jumlah eritrosit pada Domba Garut yang ditransportasikan secara umum mengalami penurunan, walaupun terlihat adanya variasi data di dalam nilai rata-rata selisih jumlah eritrosit domba yang ditransportasikan. Terdapat peningkatan rerata selisih jumlah eritrosit sebanyak 0,84% pada domba yang tidak diberikan EDK dengan lama perjalanan dua jam, namun kembali menurun setelah melakukan perjalanan selama empat jam. Peningkatan nilai rata-rata selisih jumlah eritrosit juga terjadi pada domba yang diberikan Dosis EDK 5% dengan lama perjalanan empat jam, yang kembali menurun setelah melakukan lama perjalanan enam jam. Penurunan nilai rerata selisih jumlah eritrosit domba yang terendah terjadi pada domba yang diberikan EDK dengan dosis 5% yaitu sebesar – 0,16 juta/mm3.

Nilai rerata selisih jumlah eritrosit Domba Garut jantan yang ditransportasikan selama dua jam

mengalami penurunan jumlah eritrosit sebesar - 0,10 juta/mm3, hasil ini lebih kecil bila dibandingkan

dengan domba yang ditransportasikan selama empat jam. Penurunan rerata selisih jumlah eritrosit

terbesar terjadi pada domba yang melakukan lama perjalanan enam jam yaitu - 0,52 juta/mm3.

Penurunan nilai rerata selisih jumlah eritrosit pada Domba Garut jantan yang ditransportasikan berbanding lurus dengan lama perjalanan yang ditempuh.

Pada Tabel 10, terlihat bahwa ada beberapa rata-rata eritrosit yang mengalami kenaikan, yaitu pada perlakuan pemberian dosis EDK 0% dengan lama perjalanan 2 jam dan pada perlakuan pemberian dosis EDK 5% dengan lama perjalanan 4 jam. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan ternak tersebut mengalami stres karena menurut Swenson (1984), ketika hewan ketakutan maka epinefrin meningkatkan kontraksi limpa, sehingga sel darah merah pada sirkulasi darah menjadi sangat kuat dan akhirnya meningkatkan nilai hematokrit. Nilai hematokrit akan meningkat bila nilai eritrosit juga meningkat.

(15)

Hasil analisis sidik ragam perbedaan eritrosit Domba Garut jantan yang ditransportasikan, dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisis Sidik Ragam Perbedaan Jumlah Eritrosit Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 11 9,21 0,84 8,03 A (Dosis EDK) 3 0,40 2,79 1,28ns 3,01 B (Lama Perjalanan) 2 1,10 0,13 5,25* 3,40 Interaksi (A+B) 6 7,72 0,55 12,33* 2,51 Galat 24 2,50 1,29 Total 35 14,51

Keterangan : ns : tidak berbeda nyata ; *)berbeda nyata

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perbedaan jumlah eritrosit Domba Garut jantan yang ditransportasikan menunjukkan terdapat interaksi antara dosis EDK dengan lama perjalanan. Hasil yang optimum terdapat pada perlakuan pemberian dosis EDK 20% dengan lama perjalanan empat jam. Pengujian lebih lanjut dilakukan terhadap efek mandiri dosis EDK dan lama perjalanan dengan uji jarak berganda Duncan untuk mengetahui pengaruh efek mandiri dosis EDK dan lama perjalanan terhadap jumlah eritrosit Domba Garut Jantan yang ditransportasikan.

Tabel 12. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Dosis EDK Terhadap Jumlah Eritrosit Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan Lama Perjalanan (Jam) Rerata Eritrosit (juta/mm3) Signifikansi (0,05)

5 -0,16 A

0 -0,18 A

10 -0,36 A

20 -0,40 A

Keterangan : huruf yang sama ke arah baris menunjukkan tidak berbeda nyata

Pada Tabel 12, terlihat bahwa dosis EDK tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa besaran dosis pemberian EDK tidak berpengaruh secara nyata (P > 0,05) terhadap jumlah eritrosit domba yang ditransportasikan. Hasil uji jarak berganda Duncan untuk pengaruh lama perjalanan terhadap jumlah eritrosit Domba Garut Jantan yang ditransportasikan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Lama Perjalanan Terhadap Jumlah Eritrosit Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Lama Perjalanan (Jam) Rerata Eritrosit (juta/mm3) Signifikansi (0,05)

2 -0,10 B

4 -0,21 B

6 -0,52 A

(16)

Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa lama perjalanan dua jam mempunyai rerata penurunan eritrosit terendah yaitu sebesar -0,10 juta/mm3 dan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan lama perjalanan enam jam. Rerata eritrosit pada lama perjalanan empat jam mengalami penurunan sebesar -0,21 juta/mm3 dan tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan domba yang mengalami lama perjalanan dua jam.

Hal ini membuktikan bahwa adanya perbedaan jumlah eritrosit dalam faktor lama perjalanan, semakin lama perjalanan maka semakin menurun jumlah eritrositnya. Penurunan jumlah eritrosit tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu diantaranya adalah faktor perubahan suhu lingkungan sekitar. Menurut Swenson (1984), bahwa penurunan jumlah eritrosit pada temperatur lingkungan yang lebih tinggi dari sebelumnya akan menurunkan nilai hematokrit bila volume darah tetap, sebaliknya bila temperatur lingkungan yang lebih rendah daripada sebelumnya akan menaikkan nilai hematokrit sebagai akibat dari bertambahnya eritrosit (Swenson, 1984). Berdasarkan pendapat tersebut maka penurunan jumlah eritrosit terbesar akan terjadi pada lama perjalanan enam jam, karena temperatur lingkungan yang tertinggi terdapat pada lama perjalanan enam jam.

Hemoglobin

Pengaruh pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap kadar hemoglobin domba yang ditransportasikan, pada tingkat dosis EDK 0%, 5%, 10%, serta 20% dengan lama perjalanan dua, empat, dan enam jam dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14.Rata-rata Selisih Kadar Hemoglobin Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK Lama Perjalanan (Jam) Rerata

2 4 6 ... gr/ mm3... 0 1,07 -0,73 -0,87 -0,18 5 -0,53 0,97 -0,8 -0,12 10 -0,43 -0,47 -0,18 -0,36 20 -0,40 -0,23 -0,67 -0,43 Rerata -0,07 -0,11 -0,63

Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa nilai rerata selisih kadar hemoglobin pada Domba Garut yang ditransportasikan mengalami penurunan secara umum. Penurunan selisih nilai rerata kadar hemoglobin domba yang terendah terjadi pada domba yang diberikan dosis EDK 5% yaitu sebesar -0,12 gr/mm3, sedangkan penurunan selisih kadar hemoglobin yang tertinggi terdapat pada domba yang diberikan dosis EDK 20% yaitu sebesar -0,43 gr/mm3. Penurunan nilai rerata selisih kadar hemoglobin domba yang tidak diberikan EDK menunjukkan hasil yang lebih kecil, bila dibandingkan dengan hasil penurunan nilai rerata selisih kadar hemoglobin domba yang diberikan EDK dosis 10% yaitu sebesar -0,18 gr/mm3.

Kondisi ini sejalan dengan pendapat Guyton dan Hall (1997), yang menyatakan bahwa pada hewan normal kadar hemoglobin sebanding dengan jumlah eritrosit. Pada Tabel 10, terlihat bahwa terdapat beberapa perubahan jumlah eritrosit, hal ini sejalan dengan perubahan

(17)

kadar hemoglobin yang terdapat pada Tabel 14. Ketika jumlah eritrosit mengalami kenaikan, maka kadar hemoglobin juga bertambah, begitu pula sebaliknya ketika jumlah eritrosit menurun maka kadar hemoglobin pun mengalami penurunan.

Hasil analisis sidik ragam perbedaan kadar hemoglobin Domba Garut jantan yang ditransportasikan, dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Analisis Sidik Ragam Perbedaan Kadar Hemoglobin Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan SK DB JK KT F hitung F table Perlakuan 11 13,46 1,22 17,05 A (Dosis EDK) 3 0,59 2,69 2,73 ns 3,01 B (Lama Perjalanan) 2 2,29 0,20 15,93* 3,40 Interaksi (A+B) 6 10,58 1,14 24,59* 2,51 Galat 24 1,72 1,76 Total 35 17,872

Keterangan : ns : tidak berbeda nyata ; *)berbeda nyata

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perbedaan kadar hemoglobin Domba Garut jantan yang ditransportasikan menunjukkan terdapat interaksi antara dosis EDK dengan lama perjalanan. Hasil yang optimum terdapat pada perlakuan pemberian Dosis EDK 10% dengan lama perjalanan enam jam. Pengujian lebih lanjut dilakukan terhadap efek mandiri dosis EDK dan lama perjalanan dengan uji berganda Duncan untuk mengetahui pengaruh efek mandiri dosis EDK dan lama perjalanan terhadap eritrosit Domba Garut Jantan yang ditransportasikan. Tabel 16. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Dosis EDK

Terhadap Kadar Hemoglobin Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan Dosis EDK (%) Rerata Hemoglobin (gr/ mm3) Signifikansi (0,05)

5 -0,12 B

0 -0,18 Ab

10 -0,36 Ab

20 -0,43 A

Keterangan : huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 16, terlihat bahwa pemberian dosis EDK 5% mempunyai rerata selisih penurunan kadar hemoglobin terendah yaitu sebesar -0,12 gr/mm3 dan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan pemberian dosis EDK 20%. Rerata selisih hemoglobin pada dosis EDK 10% dengan lama perjalanan empat jam mengalami penurunan sebesar -0,36% gr/mm3 dan tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan domba yang diberikan tidak diberikan dosis EDK.

(18)

Tabel 17. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Lama Perjalanan Terhadap Kadar Hemoglobin Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Lama Perjalanan (Jam) Rerata Hemoglobin (gr/ mm3) Signifikansi (0,05)

2 -0,07 B

4 -0,11 B

6 -0,63 A

Keterangan : huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 17, terlihat bahwa lama perjalanan dua jam mempunyai rerata selisih penurunan kadar hemoglobin terendah yaitu sebesar -0,07 gr/mm3 dan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan lama perjalanan enam jam. Rerata selisih kadar hemoglobin pada lama perjalanan empat jam mengalami penurunan sebesar -0,11 gr/mm3 dan tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan domba yang mengalami lama perjalanan dua jam. Hematokrit

Pengaruh pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap nilai hematokrit domba yang ditransportasikan, pada tingkat dosis EDK 0%, 5%, 10%, serta 20% dengan lama perjalanan dua, empat, dan enam jam dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Rata-rata Selisih Nilai Hematokrit Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK Lama Perjalanan (Jam) Rerata

2 4 6 ... % ... 0 2,03 -0,83 -0,97 0,08 5 -0,60 1,27 -0,77 -0,03 10 -0,40 -0,47 -0,27 -0,38 20 -0,37 -0,33 -0,47 -0,39 Rerata 0,17 -0,09 -0,62

Berdasarkan Tabel 18, menunjukkan bahwa rata-rata selisih nilai hematokrit mengalami variasi pada beberapa perlakuan. Terdapat penurunan dan kenaikan rata-rata selisih nilai hematokrit dalam beberapa perlakuan, namun secara umum rerata selisih nilai hematokrit domba yang ditransportasikan mengalami penurunan. Penurunan rerata selisih nilai hematokrit terkecil terdapat pada domba yang diberikan dosis EDK 5% yaitu sebesar -0,03 %. Rerata selisih nilai hematokrit domba yang diberikan dosis EDK 10% dan 20%, menunjukkan penurunan selisih nilai hematokrit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan domba yang diberikan dosis EDK 5%. Pada domba yang diberikan dosis EDK 10% perubahan rerata selisih nilai hematokritnya sebesar -0,38%, penurunan rerata selisih nilai hematokrit domba yang terendah terjadi pada domba yang diberikan dosis EDK 20% yaitu sebesar - 0,39 %. Kenaikan rerata selisih nilai hematokrit terjadi pada domba yang tidak diberikan EDK, yaitu naik sebesar 0,08%.

(19)

Penurunan rerata selisih nilai hematokrit yang terkecil terjadi pada lama perjalanan empat jam yaitu sebesar -0,09%, sedangkan pada domba dengan lama perjalanan enam jam penurunan rerata selisih nilai hematokrit sebesar -0,62 %. Domba yang ditransportasikan selama dua jam justru tidak mengalami mengalami penurunan rerata selisih nilai hematokrit, pada Domba Garut jantan yang ditransportasikan selama dua jam terlihat bahwa rerata selisih nilai hematokrit meningkat sebesar 0,17%.

Kenaikan selisih nilai hematokrit yang terjadi pada Domba Garut jantan yang tidak diberikan EDK serta Domba Garut jantan yang ditransportasikan selama dua jam, merupakan salah satu tanda stres akibat transportasi yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor. Ketika hewan ketakutan, maka epinefrin meningkatkan kontraksi limpa, sehingga sel darah merah pada sirkulasi darah menjadi sangat kuat dan akhirnya meningkatkan nilai hematokrit (Swenson, 1984). Pada domba yang tidak diberikan EDK diduga kenaikan nilai hematokrit terjadi akibat stres pada awal dari proses perjalanan.

Hal yang sama diungkapkan pula oleh Kannan (2000), yang menyatakan bahwa ruminansia kecil menunjukkan bahwa respon stres karena transportasi mulai menurun dalam waktu 3 jam setelah transportasi. Pada rerata selisih nilai hematokrit domba yang diberikan dosis EDK 5% tidak terlihat adanya peningkatan rerata selisih nilai hematokrit pada lama perjalanan dua jam, hal ini dimungkinkan karena masih bekerjanya zat aktif dari EDK tersebut, namun setelah mengalami perjalanan selama empat jam terlihat adanya kenaikan rerata selisih hematokrit pada domba yang diberikan dosis EDK 5%, ini menunjukkan kemungkinan bahwa dosis EDK dengan konsentrasi 5% hanya bertahan untuk lama perjalanan dua jam. Hasil analisis sidik ragam perbedaan hematokrit Domba Garut jantan yang ditransportasikan, dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Analisis Sidik Ragam Perbedaan Nilai Hematokrit Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 11 26,51 2,4 7,69 A (Dosis EDK) 3 1,54 0,51 1,63 ns 3,01 B (Lama Perjalanan) 2 3,82 1,91 6,10* 3,40 Interaksi (A+B) 6 21,15 3,53 11,24* 2,51 Galat 24 7,53 0,31 Total 35 35,210

Keterangan : ns : tidak berbeda nyata ; *)berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 19, terlihat bahwa terdapat interaksi antara dosis EDK dengan lama perjalanan terhadap nilai hematokrit Domba Garut jantan yang ditransportasikan. Hasil optimum terdapat pada perlakuan pemberian dosis EDK 10% dengan lama perjalanan enam jam. Hal ini seiring dengan hasil optimum pada parameter hemoglobin. Pengujian lebih lanjut dilakukan terhadap efek mandiri dosis EDK dan lama perjalanan terhadap hematokrit Domba Garut Jantan yang ditransportasikan.

(20)

Tabel 20. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Dosis EDK Terhadap Nilai Hematokrit Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan Dosis EDK (%) Rerata Hematokrit (%) Signifikansi (0,05)

0 0,08 A

5 -0,03 A

10 -0,38 A

20 -0,39 A

Keterangan : huruf yang sama ke arah baris menunjukkan tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 20, terlihat bahwa penurunan rerata selisih nilai hematokrit terendah terdapat pada dosis EDK 5% dan tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan seluruh dosis EDK yang lain.

Tabel 21. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Lama Perjalanan Terhadap Nilai Hematokrit Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Lama Perjalanan (Jam) Rerata Hematokrit (%) Signifikansi (0,05)

2 0,17 B

4 -0,09 B

6 -0,62 A

Keterangan : huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 21, terlihat bahwa lama perjalanan dua jam meningkatkan rerata selisih nilai hematokrit sebesar 0,17 % dan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan lama perjalanan enam jam. Rerata kadar hematokrit pada lama perjalanan empat jam mengalami penurunan sebesar -0,09% dan tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan domba yang mengalami lama perjalanan dua jam.

Rasio Neutrofil : Limfosit (N : L)

Pengaruh pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap rasio N : L domba yang ditransportasikan, pada tingkat dosis EDK 0%, 5%, 10%, serta 20% dengan lama perjalanan dua, empat, dan enam jam dapat dilihat pada Tabel 22.

Rerata selisih rasio N : L pada Tabel 22 menunjukkan bahwa seluruh selisih rasio N : L pada semua perlakuan mengalami kenaikan. Pada Domba Garut jantan yang tidak diberikan EDK, selisih rasio N:L menunjukkan hasil yang terbesar yaitu 0,29%, sedangkan rerata pada domba yang diberikan dosis EDK 5% dan 10% memperlihatkan hasil yang lebih kecil. Rerata selisih rasio N : L terendah terdapat pada pada Domba Garut jantan yang diberikan dosis EDK 20%, yaitu sebesar 0,05%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar dosis EDK yang diberikan maka semakin kecil rasio N : L yang dihasilkan.

(21)

Tabel 22. Rata-rata Selisih Rasio N:L Domba Garut yang Ditransportasikan

Dosis EDK Lama Perjalanan (Jam) Rerata

2 4 6 ... % ... 0 0,34 0,29 0,23 0,29 5 0,06 0,40 0,16 0,21 10 0,07 0,11 0,31 0,16 20 0,04 0,06 0,04 0,05 Rerata 0,13 0,21 0,18

Rerata selisih Rasio N : L pada lama perjalanan menunjukkan hasil yang bervariasi. Pada lama perjalanan dua jam menunjukkan hasil yang terkecil yaitu 0,13%, kemudian diikuti oleh lama perjalanan enam jam yaitu sebesar 0,18%. Rerata selisih rasio N : L terbesar terjadi pada lama perjalanan empat jam, dengan rerata selisih rasio N : L sebesar 0,21%.

Pada domba yang tidak diberikan dosis EDK terlihat bahwa rata-rata selisih rasio N : L tertinggi terjadi pada lama perjalanan dua jam, sedangkan pada domba yang diberikan dosis EDK 5% terlihat bahwa rata-rata selisih rasio N : L tertinggi terjadi pada lama perjalanan empat jam. Rata-rata rasio N : L tertinggi untuk dosis EDK 10% justru terjadi pada lama perjalanan enam jam, hal ini dimungkinkan oleh adanya pengaruh dari zat aktif yang terkandung dalam EDK karena ketika memasuki lama perjalanan empat jam efek dari kandungan zat aktif dari EDK dengan konsentrasi 5% telah berangsur-angsur hilang sehingga ternak mengalami stres yang ditandai oleh tingginya rasio N : L. Asumsi yang sama juga terjadi pada domba yang diberikan EDK dengan konsentrasi 10%, yang baru merasakan stres pada lama perjalanan enam jam. Pemberian dosis EDK 20% menunjukkan respon yang cukup baik, ini bisa terlihat dari rendahnya rasio N : L bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kannan et al. (2000), yang melaporkan bahwa indeks stres dapat ditentukan dari perbandingan antara persentase neutrofil dan persentase limfosit (N : L ratio). Hewan yang mengalami stres transportasi selalu mempunyai Rasio N : L lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan normal, selain itu ada pendapat yang menyatakan bahwa transportasi menyebabkan peningkatan secara dramatis rasio neutrofil limfosit dan konsentrasi glukosa plasma (Rajion et al. 2001).

Hasil analisis sidik ragam perbedaan rasio N : L tubuh Domba Garut jantan yang ditransportasikan, dapat dilihat pada Tabel 23.

Berdasarkan Tabel 23, terlihat bahwa terdapat interaksi antara dosis EDK dengan lama perjalanan terhadap rasio N : L Domba Garut jantan yang ditransportasikan. Hasil optimum terdapat pada dua perlakuan sekaligus, yaitu pada domba yang diberikan dosis EDK 20% dengan lama perjalanan dua dan enam jam. Pengujian lebih lanjut dilakukan terhadap efek mandiri dosis EDK dan lama perjalanan terhadap rasio N : L Domba Garut Jantan yang

(22)

ditransportasikan dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan.

Tabel 23. Analisis Sidik Ragam Perbedaan Rasio N : L Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 11 0,57 2,4 5,56 A (Dosis EDK) 3 0,27 0,51 9,66* 3,01 B (Lama Perjalanan) 2 0,04 1,91 2,34 ns 3,40 Interaksi (A+B) 6 0,25 3,53 4,58* 2,51 Galat 24 0,22 0,31 Total 35 35,210

Keterangan : ns : tidak berbeda nyata ; *)berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 24, terlihat bahwa pemberian dosis EDK 5% mempunyai rerata rasio N : L terendah yaitu sebesar 0,05 % dan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan domba yang tidak diberikan dosis EDK. Nilai rerata rasio N : L pada dosis EDK 5% adalah sebesar 0,21 dan tidak berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan domba yang diberikan dosis EDK 10 dan 20%. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, dapat diketahui bahwa domba yang diberikan dosis EDK 0%, 10%, dan 20% berbeda nyata (P < 0,05) satu sama lain, sedangkan domba yang diberikan dosis EDK 5% hanya berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan domba yang tidak diberikan dosis EDK.

Tabel 24. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Dosis EDK Terhadap Rasio N : L Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK (%) Rerata Rasio N:L (%) Signifikansi (0,05)

0 0,29 C

5 0,21 Ab

10 0,16 B

20 0,05 A

Keterangan : huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 25, hasil uji jarak berganda Duncan memperlihatkan bahwa dari ketiga jenis lama perjalanan tidak berbeda secara nyata (P < 0,05) terhadap Rasio N : L.

Tabel 25. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Lama Perjalanan Terhadap Rasio N : L Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Lama Perjalanan (Jam) Rerata Rasio N : L (%) Signifikansi (0,05)

2 0,22 A

4 0,19 A

6 0,13 A

(23)

3. Pengaruh Pemberian EDK dan Lama Perjalanan Terhadap Susut Tubuh Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Pengaruh pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap susut tubuh domba yang ditransportasikan, pada tingkat dosis EDK 0%, 5%, 10%, serta 20% dengan lama perjalanan dua, empat, dan enam jam, disajikan dalam Tabel 26.

Tabel 26. Rata–rata Susut Tubuh Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK Lama Perjalanan (jam) Rerata

2 4 6 ...%... 0 4,65 4,47 5,49 4,87 5 2,29 5,26 4,67 4,07 10 1,54 3,09 5,35 3,25 20 1,26 1,36 2,78 1,89 Rerata 2,44 3,55 4,57

Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata susut tubuh Domba Garut jantan pada domba yang tidak diberikan perlakuan EDK mengalami penyusutan terbesar yaitu sebesar 4,87%. Pada domba yang diberikan dosis EDK 5%, bobot badan menyusut sebesar 4,07%, diikuti oleh susut tubuh pada domba yang diberikan dosis EDK 10% mengalami susut tubuh sebanyak 3,25%. Susut Tubuh terkecil terdapat pada Domba Garut jantan yang diberikan dosis EDK 20%, yaitu sebesar 1,89%.

Berdasarkan Tabel 26, bahwa domba yang diberikan perlakuan dosis EDK 20% menunjukkan hasil yang sangat baik, hal ini terlihat dari nilai persentase susut tubuh yang sangat kecil bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Menurut Kadim (2007), bahwa rata-rata penyusutan bobot hidup pada domba berkisar antara 0,09 - 0,34% per jam perjalanan. Kehilangan bobot badan selama transportasi yang paling mungkin karena kehilangan air (dehidrasi) dan kekurangan pakan. Suhu tinggi (37,5°C) selama transportasi kemungkinan besar dapat menyebabkan penurunan bobot badan melalui hilangnya kelembaban dari saluran pernapasan (Warris,1993 dalam Kadim, 2007).

Knowles (1999) dalam Kannan et al (2000) melaporkan bahwa transportasi selama 2 jam, yang dikombinasikan dengan 18 jam pemuasaan, mengakibatkan sekitar 10% penyusutan bobot badan. Pada semua Domba Garut jantan yang ditransportasikan selama dua jam, susut tubuh yang diperoleh masih di bawah hasil penelitian sebelumnya, hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : domba telah dipelihara terlebih dahulu selama dua minggu di dalam satu lokasi kandang sehingga kemungkinan adanya stres akibat pencampuran dengan ternak asing dalam satu alat angkut dapat dihindari, cuaca dan kelembaban tidak terlalu ekstrim selama proses transportasi, jarak pengangkutan tidak lebih dari 24 jam, pada alat angkut (mobil bak terbuka) digunakan alas berupa karpet karet agar ternak lebih nyaman, mobil bak terbuka disekat dengan luas 0,28 m2/sekat sehingga meminimumkan kontak fisik antara ternak satu dengan yang lainnya, pengemudi kendaraan

(24)

(sopir) merupakan orang yang telah terbiasa melakukan transportasi ternak, proses penaikan dan penurunan domba (loading) dilakukan secara hati-hati dan tidak kasar.

Pada domba yang tidak diberikan perlakuan EDK terlihat bahwa penyusutan pada lama perjalanan dua dan empat jam lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Pada lama perjalanan dua jam dan empat jam, ternak mengalami penyusutan bobot badan berturut-turut sebesar sebesar 4,65 % dan 4,47%, hal ini lebih besar bila dibandingkan dengan pendapat Santosa (2002), yang menyatakan bahwa ternak mengalami penyusutan bobot badan 1% per jam selama 3 sampai dengan 4 jam pertama transportasi, tetapi berkurang sebesar 0,1% per jam setelah 10 jam atau lebih. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tingkah laku domba yang tidak diberikan EDK pada saat transportasi cenderung lebih aktif bila dibandingkan dengan domba yang diberikan EDK, hal ini dapat menyebabkan susut tubuh yang lebih besar karena energi yang dipakai oleh domba yang lebih aktif akan jauh lebih besar daripada domba yang relatif lebih tenang.

Pemberian dosis EDK 20% dengan lama perjalanan dua jam dapat menekan persentase susut tubuh domba hingga 1,26%. Knowles (1999) dalam Kannan et al (2000) menyatakan bahwa proses transportasi selama dua jam dapat menyebabkan susut tubuh sebesar 10%, maka selisih susut tubuh yang diperoleh dengan pemberian EDK 20% dengan lama transportasi yang sama adalah sebesar 8,74% atau setara dengan 2,19 kg (bobot hidup domba 25 kg). Bila diasumsikan harga bobot hidup Domba Garut jantan sebesar Rp. 70.000 per kg, maka dengan pemberian dosis EDK 20% dalam untuk domba yang akan ditransportasikan selama dua jam dapat mengurangi kerugian hingga sebesar Rp. 153.300,-/per ekor. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dibayangkan besarnya kerugian yang dapat dihindari dalam proses distribusi Domba Garut dalam kurun waktu satu tahun di wilayah Jawa Barat.

Hasil analisis sidik ragam susut tubuh Domba Garut jantan yang ditransportasikan, dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Analisis Sidik Ragam Susut Tubuh Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 11 8,66 7,87 10,87 2,18 A (Dosis EDK) 3 43,74 14,58 20,15* 3,01 B (Lama Perjalanan) 2 27,35 13,67 18,89* 3.40 Interaksi (A+B) 6 15,47 2,58 3,56* 2.51 Galat 24 17,37 0,72 Total 35 550,12

Keterangan : ns : tidak berbeda nyata ; *)berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 27, terlihat bahwa terdapat interaksi antara dosis EDK dengan lama perjalanan terhadap susut tubuh Domba Garut jantan yang ditransportasikan. Hasil optimum terdapat pada domba yang diberikan Dosis EDK 20% dengan lama perjalanan dua jam.

(25)

Pengujian lebih lanjut dilakukan terhadap efek mandiri dosis EDK dan lama perjalanan terhadap susut tubuh Domba Garut Jantan yang ditransportasikan dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan.

Tabel 28. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Dosis EDK Terhadap Susut Tubuh Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK (%) Rerata Susut Tubuh (%) Signifikansi (0,05)

0 4,87 c

5 4,07 bc

10 3,25 b

20 1,89 a

Keterangan : huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 28, terlihat bahwa pemberian dosis EDK 20% mempunyai rerata susut tubuh terkecil yaitu sebesar 1,89 % dan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan domba yang tidak diberikan dosis EDK. Nilai rerata susut tubuh pada dosis EDK 5% adalah sebesar 4,07% dan tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan domba yang tidak diberikan EDK, selanjutnya nilai rerata susut tubuh pada dosis 10% adalah sebesar 3,25% dan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan domba yang diberikan dosis EDK 20%. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, dapat diketahui bahwa domba yang diberikan dosis EDK 0%, 5%, dan 10% tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan domba yang dosis EDK 20%.

Tabel 29. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Untuk Pengaruh Perlakuan Lama Perjalanan Terhadap Susut Tubuh Domba Garut Jantan yang Ditransportasikan

Dosis EDK (%) Rerata Susut Tubuh (%) Signifikansi (0,05)

0 4,87 c

5 4,07 bc

10 3,25 b

20 1,89 a

Keterangan : huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata

Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa ketiga jenis perlakuan untuk faktor lama perjalanan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Semakin lama perjalanan maka akan menyebabkan semakin besar susut tubuh yang dialaminya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan, bahwa terdapat interaksi antara dosis EDK dan lama perjalanan terhadap susut tubuh serta nilai hematologi Domba Garut jantan yang ditransportasikan. Namun tidak terdapat interaksi antara dosis EDK dan lama perjalanan terhadap status faali. Hal ini diperkuat oleh hasil-hasil sebagai berikut :

(26)

1. Pemberian dosis EDK 20% berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap penurunan denyut jantung, respirasi, rasio N : L, dan susut tubuh Domba Garut jantan yang ditransportasikan. 2. Semakin lama perjalanan maka akan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap penurunan

jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin, namun akan meningkatkan frekuensi respirasi dan susut tubuh Domba Garut jantan yang ditransportasikan.

SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, maka dapat di sarankan :

1. Dosis EDK 20% dapat diberikan pada domba yang akan ditransportasikan selama dua jam untuk mendapatkan hasil optimum pada penyusutan bobot badan

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai dampak pemberian EDK dan lama perjalanan terhadap kualitas karkas Domba Garut yang ditransportasikan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Ketua Program Studi Magister Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan, serta Sahri Fihananto, S.Pt., Rizky Prasetiady, S.Pt., Riexi Maulana, S.Pt., dan Mochamad Indra Kurniawan, S.Pt., atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Adenkola, A.Y., & Ayo, J.O.2010. Review Physiological and behavioural responses of Livestock to road transportation stress. Department of Physiology and Pharmacology, College of Veterinary Medicine, University of Agriculture, Makurdi,Nigeria African Journal of Biotechnology Vol. 9 (31), pp.4845-4856

Ambore B, Ravikanth K., Maini S., & Rekhe D.S. 2009. Haematological Profile and Growth Performance of Goats under Transportation Stress. Department of Veterinary Medicine, KNP College of Veterinary & Animal Sciences, Dist. Satara, Maharashtra, India. Veterinary World Vol.2, No.5, May 2009.

Borrel, E.H. 2001. The Biology of Stress and Its Application to Livestock Housing and Transportation. Assesment. Journal of Animal Science.

http://www.jas.fass.org. Tanggal akses 29 Juli 2014.

Broom, D.M. 2003. Causes of Poor Welfare in Large Animal During Transport. Veterinary Res. Comm. 27:515-518.

Canadian Agri-Food Research Council. 2001. Transportation, Recommended Code of Practice for the Care and Handling of Farm Animal. Canadian Agri-Food Research Council (CARC). Canadian Federation of Human Societies.Ontario. http://www.carccrac.ca/common/code%20of%20Practice%20Transport%20/%20Code %204%20English.PDF. Tanggal akses 5 Juli 2014.

Chastain, C.B. dan V.K. Ganjam. 1986. Clinical Endocrinology of Companion Animals. Lea & Febigen. Philadelpia

(27)

Chambers, P.G. & Grandin, T. 2001. Guidelines for Human Handling, Transport and Slaughter of Livestock. Chapter 6. Food and Agriculture Organization of The United

Nation Regional Office for Asia and the Pacific.

http://www.fao.org/DOCREP/003/X6909e/x6909e08.htm. Tanggal akses 5 Juli 2014. Dalimartha, S. 2001. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Trubus Agriwidya. Jakarta De Padua, L.S., & Bunyapraphatsara, N. 1999. Plant Resources of South East Asia. Medical

and Poisonous Plants. 1 : 229-233. Prosea No.12 (1). Bogor.

Dharma, A.P. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Balai Pustaka.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011. CV. Karya Cemerlang. Jakarta

Duke. J. A., & Ayensu. E. S. 1985. Details of over 1,200 medicinal plants of China and brief details of their uses. Often includes an analysis, or at least a list of constituents. Heavy going if you are not into the subject. Medicinal Plants of China Reference Publications, Inc. ISBN 0-917256-20-4

Emboden. W. 1979. A lot of details about the history, chemistry and use of narcotic plants, including hallucinogens, stimulants, inebriants and hypnotics. Narcotic Plants Studio Vista ISBN 0-289-70864-8.

Fernandez, X., G Monim, J. Cuholi, L Isabele., & Quilichini. 1996. Effect of Duration of Feed with Drawl and Transportation Time on Muscle Characteristic and Quality in Friesian Holstein Calves. J. Anim. Sci. 74:1576-1583.

Foster. S., & Duke. J. A. 1990. A Concise Book Dealing with Almost 500 species. A Line Drawing of Each Plant is Included Plus Colour Photographs of about 100 species. A Field Guide to Medicinal Plants. Eastern and Central N. America. Houghton Mifflin Co. ISBN 0395467225

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-Ilmu Teknik, Biologi. Armico. Bandung

Gortel, K, AL. Schaefer, BA Young., & SC Kawamoto. 1992. Effects of Transport and Electrolyte Supplementattion on Body Fluids and Weights of Bulls. Canadian-Journals of Animal Science. 72 (3):547-553.

Greenwood, P.L., May, T.J. & Finn J.A. 1993. Pre-Slaughter Management of Goat. Development of Objective Method for Marketting and Promotion of Goat Meat (MRC/NSW Agriculture Final Report for Meat Research Corporation. http://acga.org.au//goatnotes/H004.php. Tanggal akses 28 Mei 2014.

Guyton AC & Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-9. Alih bahasa ; Irawati Setiawan dkk. Jakarta: EGC.

Hariyanto, S.E., F. Sinung Pranata., Yuniarti Aida., 2008. Pemanfaatan Ekstrak Daun Kecubung (Datura metel L.) Sebagai Pembius Ikan Koi (Cyprinus carpio L.) Pada Saat Pengangkutan. J. Biota Vol. 13 (1): 24-30, Februari 2008 ISSN 0853-8670.

Heriyadi, D., D.C. Budinuryanto., M. H. Hadiana., 2002. Standarisasi Mutu Bibit Domba Garut. Kerjasama Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Gambar

Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Untuk RAL Faktorial

Referensi

Dokumen terkait

Pada pelaksanaannya, hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat di Indonesia berdasarkan Undang- Undang Dasar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada hipotesis pertama independensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pemerintah dengan nilai sebesar 0,006, hasil

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah corporate governance index , kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan sebagai variabel

Mulut yang senantiasa mengucapkan kata-kata indah bukan kata-kata kotor, kata-kata yang menyejukkan bukan yang menyakiti, kata-kata yang menenangkan bukan

Then, the researcher uses the first and second type of anxiety which is reality and neurotic anxiety since the character, Juliette Ferrars, experiences them in Ignite Me... High

Sebelumnya, perusahaan menggunakan sistem akuntansi biaya yang konvensional, karena dipandang dapat memenuhi kebutuhan manajemen akan informasi harga pokok produk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dipentingkan oleh konsumen dalam memilih jasa sablon plastik, untuk mengetahui kinerja apa saja

Menurutnya,berpengaruh positif karena setiap peningkatan kurs rupiah akan mengakhibatkan peningkatan pembiayaan bermasalah (non performing financing) perbankan syariah