• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet

Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar bahkan Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibas negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri (Soetedjo R, 1979). Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak 1876. Henry A. Wickham memasukkan beberapa biji karet ke kebun percobaan pertanian di Bogor, dan kemudian disusul pemasukan bibit-bibit karet berikutnya tahun 1890, 1896, dan 1898. Walaupun demikian, memerlukan waktu yang cukup lama untuk membudidayakan tanaman ini

Mula-mula karet berkembang pesat di Malaysia dan Ceylon. Di Indonesia perkebunan besar karet baru di mulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa 1906. sejak saat itulah perkebunan karet mengalami perluasan yang cepat walaupun terjadi pula masa suram. Disamping berkembangnya perkebunan besar yang diusahakan oleh para pengusaha perkebunan, berkembang pula perkebunan-perkebunan karet yang diusahakan oleh rakyat (petani karet) terutama di luar Jawa, yang masih banyak tanah ladang yang mudah di jadikan perkebunan-perkebunan besar karet dapat memperbaiki kembali perkebunannya. Pada tahun 1941, perkebunan karet rakyat di Indonesia berhasil mencapai jumlah produksi 350.000 ton dan

(2)

perkebunan besar mencapai produksi 300.000 ton. Dewasa ini, karet merupakan bahan baku yang mengahasilkan lebih dari 50.000 jenis barang. Dari produksi karet alam, 46 % digunakan untuk pembuatan ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu dan dan beribu-ribu jenis barang lainnya ( Setyamidjaja, D,. 1993 ).

Untuk melihat luas areal, produksi dari produktifitas perkebunan karet rakyat di Kabupaten Madina dapat dilihat pada Tabel 2.1. di bawah ini :

Tabel 2.1 Daftar Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Karet Rakyat Kabupaten Madina Tahun 2008

Luas Areal (Ha) Produksi Produktifitas No

Kecamatan TBM TM TTM Jumlah (Ton) (Kg/Ha/thn)

1 Siabu 307 1082 739 2128 1001 0,92 2 Bukit Malintang 480 2206 82 2768 2052 0,930 3 Pyb. Utara 732 3337 466 4535 2970 0,890 4 Pyb. Kota 775 7865 328 8968 6607 0,840 5 Pyb. Timur 694 2890 1113 4697 1907 0,659 6 Pyb. Barat 302 1131 794 2227 961 0,849 7 Pyb. Selatan 322 1106 751 2179 951 0,859 8 Lembah Sorik Marapi 179 577 401 1157 387 0,670

9 Tambangan 598 2631 1712 4941 1763 0,670 10 Kotanopan 688 2355 1599 4642 1437 0,610 11 Uta Pungkut 72 276 179 527 127 0,460 12 Muarasipongi 88 323 212 623 152 0,470 13 Batang Natal 1309 5396 3580 10285 4101 0,760 14 Lingga Bayu 1380 3525 2605 7510 3208 0,910 15 Batahan 227 893 608 1728 723 0,809 16 Natal 176 480 351 1007 379 0,789 17 Muara BT. Gadis 1264 5116 3458 9838 4042 0,790 Jumlah 9593 41189 18978 69760 35886 12,885

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Madina Ket : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan

TM = Tanaman Menghasilkan TTM = Tanaman Tidak Menghasilkan

Tanaman karet, Hevea brasiliensis Muell. Agr, adalah anggota famili Euphorbiaceae. Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung

(3)

banyak getah susu. Tanaman karet mengalami gugur daun sekali setahun pada musim kemarau, di Sumatera Utara terjadi pada bulan Februari-Maret. Setelah gugur daun, terbentuk bunga bila tanaman karet telah berumur 5-7 tahun, tergantung pada tinggi tempat di atas permukaan laut. Masa produktif tanaman karet adalah 25-30 tahun (Sianturi, 2001).

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15  LS dan 15  LU, curah hujan yang cocok tidak kurang dari 2000 mm. Optimal 2500-4000 mm/tahun. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yaitu pada ketinggian 200 m dpl sampai 600 m dpl dengan suhu 25-35  C (Setyamidjaja, D, 1993).

2.2. Teori Produksi

Biaya kesempatan adalah nilai sumber daya dalam penggunaan yang terbaik. Biaya kesempatan perlu dipertimbangkan dalam mengukur seluruh biaya produksi. Biaya eksplisit adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang berbentuk kas, sedangkan biaya implisit adalah biaya dikeluarkan dalam proses produksi dalam bentuk nonkas. Keuntungan ekonomi adalah penerimaan dikurangi semua biaya, tercakup di dalamnya pengembalian normal untuk manajemen dan modal. Biaya marjinal adalah perubahan biaya total yang berkaitan dengan perubahan satu unit output. Sedangkan, biaya inkremental dapat diartikan sebagai tambahan biaya total dari penerapan keputusan manajerial (P.Sofa, 2008 )

(4)

Fungsi biaya rata-rata atau unit-1 kadang-kadang lebih berguna dari fungsi biaya total dalam pengambilan keputusan suatu usaha di sektor pertanian. Fungsi biaya rata-rata dapat diperoleh dengan membagi fungsi biaya total yang relevan dengan output. Biaya marjinal adalah perubahan biaya total yang berkaitan dengan perubahan output (output). Fungsi biaya marjinal berpotongan dengan fungsi biaya total rata-rata dan fungsi biaya variabel rata-rata di titik minimum ke dua fungsi tersebut.

Fungsi biaya rata-rata jangka panjang akan:

(a) Menurun, apabila skala pengembalian dalam produksi adalah meningkat, (b) Konstan, apabila skala pengembalian dalam produksi adalah konstan, dan (c) Meningkat, apabila skala pengembalian dalam produksi adalah menurun.

Fungsi biaya rata-rata jangka panjang adalah merupakan kurva amplop dari sejumlah kurva biaya rata-rata jangka pendek. Pada tingkat output yang hasilnya di spesifikasi tingkat keuntungan ekonomi diperoleh dengan membagi keuntungan ditambah biaya tetap total dengan kontribusi keuntungan.

Analisis titik impas adalah spesial pada kasus analisis keuntungan di mana keuntungan diharuskan sama dengan nol. Suatu usaha dapat dikatakan tinggi tingkat pengungkitannya apabila biaya tetap adalah relatif lebih besar (tinggi) dari pada biaya variabel. Pada umumnya, penggunaan analisis pengungkitan operasi menyatakan secara tidak langsung tingginya tingkat risiko keuntungan sepanjang waktu. Dalam arti kata, peningkatan nilai pengungkitan operasi menyatakan lebih bervariasinya keuntungan sepanjang waktu, oleh karena itu tinggi tingkat risikonya (Wildan, 2008).

(5)

Menurut Kay (dalam Prayitno, 1986), faktor produksi tenaga kerja terdiri dari dua unsur yaitu jumlah dan kualitas. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan dapat dipenuhi dari tenaga kerja keluarga yang tersedia maupun dari luar keluarga. Sedangkan kualitas yang mencirikan produktivitas tenaga kerja tergantung dari keterampilan, kondisi fisik, pengalaman dan latihan.

Dalam kasus petani miskin, rendahnya produktivitas tenaga kerja erat kaitannya dengan kualitas manusianya itu sendiri. Tingkat pendidikan yang rendah, kekurangan gizi, dan keterbatasan-keterbatasan yang lain merupakan penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja, lambatnya adopsi teknologi baru, kurangnya kreatifitas dan rasionalisasi berusaha.

Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu hasil pertanian. Modal usahatani terdiri dari modal tetap dan modal kerja untuk pembelian input variabel yang digunakan dalam proses produksi. Selain tanah, modal merupakan faktor produksi yang langka bagi petani miskin. Oleh karena itu, rumah tangga golongan ini diduga hanya mampu mengerjakan jenis-jenis pekerjaan yang mengandalkan tenaga dan atau sedikit modal.

Petani adalah pemimpin atau manager dalam usahataninya yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan. Ia memutuskan berapa banyak pupuk yang dibeli dan digunakan, berapa kali tanah dibajak dan diratakan, berapa kali rumput disiangi, bahkan dia juga memutuskan apakah akan dipakai tenaga kerja dari luar

(6)

disamping tenaga kerja dari keluarga sendiri. Berkaitan dengan itu, maka tingkat keterampilan petani mempunyai peranan yang sangat penting. Keterampilan manajemen dari petani dapat diukur dari tingkat pendidikan atau latihan yang pernah diperoleh.

Keempat faktor produksi tersebut diatas saling berkaitan satu sama lain dalam mempengaruhi produksi dan pendapatan petani. Untuk menganalisis pengaruh faktor produksi tersebut terhadap produksi dan pendapatan petani miskin dapat digunakan fungsi produksi.

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat/kombinasi penggunaan input-input. Analisis dan estimasi hubungan tersebut dikenal sebagai Analisis Fungsi Produksi.

Analisis Fungsi produksi yang paling umum digunakan dalam bidang pertanian dan lebih dikenal dibandingkan dengan fungsi lainnya. adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Keunggulan fungsi ini adalah pangkat dari fungsi atau koefisien βi (i = 1,2 …n) merupakan elastisitas produksi (Ep) yang dapat digunakan secara langsung dan penjumlahan dari koefisien tersebut dapat menduga bentuk skala usaha (return to scale) atau tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Dengan skala usaha akan dapat diketahui apakah kegiatan suatu usaha tani yang diteliti dapat mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale.

Untuk menduga skala usaha atau tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dapat digunakan elastisitas produksi. Elastisitas produksi didefinisikan sebagai perubahan produk dibagi dengan persentase perubahan masukan. Hasil

(7)

pendugaan parameter dengan menggunakan model Cobb-Douglas adalah merupakan elastisitas produksi.

Dalam analisis fungsi produksi, hubungan output dan input biasanya ditunjukkan dalam bentuk hubungan fungsi sebagai berikut :

Q = f (X1, X2, X3, … Xn)

i Keterangan:

Q = tingkat output/produksi (dependent variable)

X1, X2, X3, … Xn = Faktor produksi atau input (independent variable).

Dari fungsi produksi tersebut dapat dirobah kedalam beberapa bentuk atau model matematik. Dalam fungsi produksi pertanian pada umumnya hubungan antara output dan input menunjukkan hubungan yang non linier. Salah satu bentuk fungsi produksi sederhana yang sering digunakan dalam analisis fungsi produksi pertanian adalah bentuk fungsi produksi eksponensial yang biasa ditulis :

Q = b0. X1b1. X2b2…. Xnbn. Q = produksi

X1, X2, … Xn = Faktor produksi

b1, b2, … bn = Koefisien elastisitas produksi

Menurut Hayami-Ruttan (dalam Prayitno, 1986), fungsi eksponensial dapat dirobah menjadi fungsi produksi linier “ double log “ dengan transformasi logaritma sebagai berikut :

(8)

Keistimewaan bentuk fungsi produksi ini karena mudah interpretasinya yaitu koefisien dari fungsi produksi sekaligus menunjukkan elastisitas produksi dari faktor produksi yang bersangkutan, dan koefisien itu juga dapat menunjukkan seberapa besar hubungan antara tiap faktor produksi terhadap produksi.

Besarnya koefisien elastisitas produksi menunjukkan apakah petani berproduksi pada tahap yang rasional atau tidak rasional dilihat dari efisiensi tehnis. Menurut Mubyarto (1979), tahap produksi rasional apabila elastisitas produksi antara 0 < Ep < 1. Apabila elastisitas produksi lebih besar dari satu, maka masih ada kesempatan bagi petani untuk mengatur kembali kombinasi dan penggunaan faktor produksi sedemikian rupa sehingga dengan jumlah faktor produksi yang sama dapat menghasilkan produksi total yang lebih besar. Dalam keadaan demikian, produksi disebut belum efisien sehingga tidak rasional. Sebaliknya apabila elastisitas produksi lebih kecil dari nol, maka produksi total sudah mulai menurun dan produksi marjinal sudah negatif. Keadaan ini disebut tidak rasional karena penambahan penggunaan faktor produksi justru mengakibatkan produksi total menurun.

Adanya ketiga tahap produksi tersebut, menurut Kay adalah karena adanya sifat dari fungsi produksi yang dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut “ The Law of Diminishing Return “. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam input ditambah penggunaannya sedangkan input lain tetap, maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan mulai menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input terus ditambah. Tambahan output

(9)

yang dihasilkan dari penambahan satu unit variabel tersebut disebut Marginal Physical Product (MPP) dari input tersebut.

2.3. Modal

Dalam pengertian ekonomi modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Karena modal menghasilkan barang-barang baru atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan maka akan menciptakan dorongan dan minat untuk menyisihkan kekayaannya maupun hasil produksi dengan maksud yang produktif dan tidak untuk maksud keperluan yang konsumtif.

Dalam pengertian sehari-hari modal diartikan sebagai tabungan masyarakat yang setiap saat dapat digunakan untuk membeli saham perusahaan atau obligasi pemerintah ataupun untuk untuk dipinjamkan kepada orang lain. Modal dinyatakan nilainya dalam bentuk uang yang merupakan sebagai alat pengukur nilai dari modal tersebut.

Menurut Suryana (2000), akumulasi modal merupakan keharusan bagi kegiatan/pembangunan ekonomi suatu negara terlebih bagi negara-negara berkembang, karena pembangunan itu sendiri memerlukan modal. Meskipun demikian dapat disadari bahwa modal bukanlah satu-satunya yang penting dalam menggerakkan pembangunan, karena ada beberapa faktor lainnya seperti skill, enterpreuner, sistem pemerintahan yang efisien, kesanggupan untuk menciptakan dan menggunakan teknologi, dan corak sikap masyarakat.

(10)

Modal diharapkan dapat diciptakan untuk menahan diri dalam bentuk konsumsi, dengan tujuan pendapatannya akan dapat lebih besar lagi di masa yang akan datang. Pengembangan pembangunan ekonomi akan terlaksana bila pembentukan modal berjalan baik. Oleh sebab itu pembangunan yang berhasil akan tetap berusaha meningkatkan modalnya.

2.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan resources, tepatnya human resources atau sumber daya manusia yang berperan dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap perkembangan ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi kepada sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.

Menurut Suryana (2000), bahwa penduduk dapat berperan sebagai sumber tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan, dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk memimpin dan menciptakan kegiatan pembangunan ekonomi. Dengan demikian penduduk bukan merupakan salah satu faktor produksi saja, tetapi juga yang paling penting merupakan sumber daya yang menciptakan dan mengembangkan teknologi serta yang mengorganisir penggunaan berbagai faktor produksi.

Selanjutnya Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Tiap-tiap negara memberikan batasan umur berbeda. Misalnya, India menggunakan batasan umur 14 sampai 60 tahun. Jadi tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 14 sampai 60 tahun. Sedangkan

(11)

orang yang berumur dibawah 14 tahun atau diatas 60 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja.

Menurut Sukirno (2000), bahwa golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15-64 tahun, kecuali: (i) ibu rumah tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah atau universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, (iv) pengangguran sukarela-yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan.

Selanjutnya Dumairy (1997), mengatakan tenaga kerja dipilah ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar dan mahasiswa), mengurus rumah tangga, serta menerima pendapatan tetapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya

Pengertian tenaga kerja dalam (www.nakertrans.go.id) adalah: Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (UU Pokok Ketenagakerjaan No, 14 Tahun 1969). Dalam hubungan ini maka pembinaan

(12)

tenaga kerja merupakan peningkatan kemampuan efektivitas tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan.

Pengertian bekerja menurut indikator ketenagakerjaan adalah: “Jika telah melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit satu jam secara tidak terputus selama satu minggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi”.

Menurut BPS (2001) membagi tenaga kerja (employed) atas 3 (tiga) macam, yaitu:

a) Tenaga kerja penuh (full employed), adalah tenaga kerja yang mempunyai jumlah jam kerja ≥ 35 jam dalam seminggu dengan hasil kerja tertentu sesuai dengan uraian tugas.

b) Tenaga kerja tidak penuh atau setengah pengangguran (under employed), adalah tenaga kerja dengan jam kerja < 35 jam dalam seminggu.

c) Tenaga kerja yang belum bekerja atau sementara tidak bekerja (unemployed), adalah tenaga kerja dengan jam kerja ≤ 1 jam per minggu.

Simanjuntak (1998) menyatakan Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dan: (1) golongan yang bekerja, (2) golongan yang menganggur atau mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari: (1) golongan bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3) golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat

(13)

menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu kelompok ini sering juga dinamakan potential labor force.

Transformasi dari bukan angkatan kerja ke angkatan kerja (terutama bagi tenaga kerja wanita) sangat ditentukan oleh banyak faktor, antara lain:

a) Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin besar keinginannya untuk masuk dalam pasar kerja.

b) Tingkat sosial yang lebih tinggi, mempunyai perasaan rendah diri apabila tidak bekerja.

c) Kondisi ekonomi rumah tangga yang mengharuskan wanita bekerja. d) Semakin panjang usia harapan hidup.

e) Adanya fasilitas atau kemudahan-kemudahan lain yang tersedia menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus rumah tangga berkurang sehingga peluang untuk bekerja diluar rumah sangat besar.

f) Banyak terbuka lapangan kerja baru.

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja di Indonesia adalah penduduk yang telah berusia 15 tahun ke atas yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

2.5. Luas Lahan

Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usaha tani, karena luas lahan yang diusahai berpengaruh terhadap hasil produksi.

(14)

Hakim (1986), mengatakan bahwa pengertian lahan (land) tidak sama dengan tanah (soil). Lahan (land) mencakup pengertian yang lebih luas yaitu meliputi seluruh kondisi lingkungan seperti iklim, sumber air, tanah, tofografi, dan sebagainya. Sedangkan tanah (soil) merupakan benda alam yang mempunyai sifat fisik, kimia dan biologi tertentu, berdimensi tiga dan merupakan bagian dari lapisan bumi terluar. Jadi lahan dapat mencakup berbagai jenis tanah.

Menurut Rayes (2007), dalam kaitan sumberdaya alam dikenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya sering rancu. Dikatakan bahwa pengertian lahan lebih luas dari tanah, dimana sumberdaya lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batas-batas tertetu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Dengan demikian dalam pengertian lahan tanah termasuk di dalamnya.

Nuhung (2006), menyebutkan lahan sebagai faktor produksi utama dan merupakan barometer untuk mengukur kemajuan petani selaku pelaku utama pembangunan pertanian.

Rayes (2007) permasalahan utama yang berhubungan dengan usaha pertanian adalah tersedianya luas lahan yang relatif tetap. Sementara dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan pangan yang diproduksi dari lahan tersebut, menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap lahan. Lahan merupakan faktor produksi yang tidak dapat digantikan dengan media lain. Berdasarkan hal tersebut, sangatlah penting mengetahui tingkat kesesuaian dan faktor-faktor pembatasnya untuk penggunaan lahan tersebut.

(15)

Suparmoko (1997), berpendapat bahwa manusia umumnya mulai mengolah tanah dari yang paling subur terlebih dahulu, kemudian kalau tanah yang paling subur itu sudah langka adanya, maka manusia beralih ke tanah yang tingkat kesuburannya lebih rendah yang produktivitas lahannya semakin merosot. Sebagian besar petani mengusahakan lahan pertanian dengan luas lahan yang sempit sehingga tidak mampu mengangkat kesejahteraan petani, sementara masih banyak lahan marginal yang dapat diolah ataupun diusahai.

Danarti (1999), bahwa dalam situasi krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi akhir-akhir ini, lahan tidur ibarat tambang emas yang dincar banyak orang. Dari lahan tersebut dapat dihasilkan komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan peluang pasar cukup baik.

Menurut Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian (2008), bahwa banyak terdapat lahan-lahan pertanian terlantar atau lahan yang sementara belum diusahakan secara optimal yang apabila diberikan sentuhan teknologi maka lahan dimaksud dapat menghasilkan produksi yang optimal pula. Upaya dimaksud disebut sebagai lahan optimasi lahan.

Kegiatan optimasi lahan merupakan usaha meningkatkan pemanfaatan sumberdaya lahan menjadi lahan usaha tani baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perternakan melalui upaya perbaikan dan peningkatan daya dukung lahan sehingga dapat menjadi lahan usaha tani yang lebih produktif. Kegiatan optimasi lahan diarahkan untuk memenuhi kriteria lahan usaha tani dari aspek tehnis

(16)

tentang lahan, perbaikan fisik dan kimia tanah bahkan kepada peningkatan infrastruktur usaha tani yang diperlukan.

Hakim (2002), mengemukakan bahwa sumberdaya lahan yang semakin langka mendorong perilaku persaingan masyarakat ekonomi ke arah yang semakin tidak sehat dan cenderung merusak. Konsentrasi penguasaan sumberdaya lahan pada pihak-pihak tertentu semakin memperbesar porsi masyarakat yang terperdayakan karena kehilangan akses terhadap sumberdaya dasarnya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam konteks agribisnis, aspek pokok yang akan ditelaah terutama adalah menyangkut pemilikan/penguasaan lahan serta pola penggunaan lahan. Perlu dilihat sejauh mana aspek-aspek ini menentukan kinerja sistem, dan selanjutnya ditentukan langkah-langkah kebijaksanaan yang bagaimana yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan kondisi riil pola pemilikan/ penguasaan serta pengguna lahan yang ada sehingga kinerja sistem semakin meningkat.

Rahmawaty (2002), mengatakan bahwa upaya pemanfaatan lahan dalam rangka pembangunan pertanian khususnya pertanian tanaman pangan tidak hanya terbatas pada upaya peningkatan produksi dengan menggunakan lahan subur, tetapi juga diarahkan pada pamanfaatan lahan marginal dan harus mempertimbangkan keberlanjutan yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan.

Menurut Rossiter (1994), penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan potensinya akan mengakibatkan produktivitas menurun, degradasi kualitas lahan dan tidak berkelanjutan. Guna menghindari hal tersebut, maka diperlukan adanya evaluasi lahan

(17)

untuk mendukung perencanaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya lahan perlu disesuaikan dengan kondisi agroekologinya, agar usaha pertanian tersebut dapat berkesinambungan.

Menurut Barlowe (1986), faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan.

2.6. Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Menurut Sumodiningrat (1997), pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun potensi dengan mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

Selanjutnya Mas"oed (1993), mendefinisikan pemberdayaan rakyat sebagai upaya memberi daya atau kekuatan kepada rakyat. Pemberdayaan ekonomi rakyat harus dipandang sebagai sebuah pemacu untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan 3 jalur.

1. Menciptakan suasana atau lklim yang memungkinkan potensi rakyat dapat berkembang.

(18)

3. Pemberdayaan bermakna pula melindungi, artinya dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi semakin lemah.

Pemberdayaan ekonomi rakyat harus disertai dengan menciptakan peluang-peluang bagi masyarakat lapisan bawah yang ada untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan demikian daerah mampu mengatasi keterbelakangan masyarakatnya dan memperkuat posisi daya saing mereka dalam bidang ekonomi. Secara sederhana, pembangunan daerah dapat diartikan sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh anggota masyarakat suatu daerah ke arah yang lebih baik secara terus menerus. Dalam upaya itu, kebijakan umumnya terfokus pada pengembangan aspek-aspek ekonomi dari kehidupan manusia, sehingga pembangunan daerah seringkali disebut juga sebagai pembangunan ekonomi daerah.

Pembangunan ekonomi masyarakat dipahami sebagai perubahan struktur dan upaya peningkatan kemampuan masyarakat, penguasaan teknologi, dan pembentukan modal (capital accumulation). Perubahan tersebut merupakan kunci dari pengembangan ekonomi masyarakat yang tumbuh berkembang.

Peningkatan kualitas hidup seluruh anggota masyarakat suatu daerah bukan merupakan tanggungjawab aparat daerah saja. Dalam pemberdayaan pembangunan ekonomi masyarakat, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Pemerintah harus proaktif, secara terus menerus melakukan tindakan-tindakan pemberdayaan ekonomi masyarakat didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (potensi sumberdaya manusia, potensi sumber daya alam, kelembagaan dan sarana/prasarana lainnya) untuk kesejahteraan semua warganya. Orientasi ini diarahkan kepada

(19)

pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat.

Menurut Sumodiningrat (1997), setiap anggota masyarakat disyaratkan berperan serta dalam proses pembangunan (full employment), mempunyai kemampuan yang sama (equal productivity) dan bertindak rasional (efficient).

Selanjutnya menurut Tjiptoherijanto (1999), bahwa kelompok usaha produktif hanya akan tumbuh dan berkembang jika ada: a) Potensi penduduk yang berbakat dan memiliki kemampuan berusaha atau berwiraswasta, b) Rangsangan untuk melakukan inovasi, dan c) Iklim yang memungkinkan realisasi potensi kewirausahaan atau kewiraswastaan.

2.7. Konsep Pembangunan Wilayah

Peningkatan produksi memang merupakan salah satu ciri produk dalam proses pembangunan, selain segi peningkatan produksi secara kuantitatif, proses pembangunan mencakup perubahan komposisi produksi, perubahan pada pola pengguflaan (alokasi), sumberdaya produksi (productive resources) diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola pembagian (distribusi), kekayaan dan pendapatan diberbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan (institusional framework) dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

(20)

Wilayah sebagai suatu kesatuan geografis memiliki potensi bagi dijalankannya suatu aktifitas pembangunan dan pengembangan wilayah. Dan wilayah (region) juga merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dan itu meliputi aspek-aspek lain seperti, ekonomi, biologi, sosial dan budaya (Wibowo dan Soetriono, 2004).

Pembangunan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Kegiatan pembangunan ekonomi selalu dipandang sebagian dan keseluruhan usaha pembangunan yang dijalankan oleh suatu masyarakat. Pembangunan ekonomi meliputi suatu usaha masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi, mempertinggi tingkat pendapatan masyarakatnya dan keseluruhan usaha-usaha pembangunan juga meliputi pembangunan social, politik dan kebudayaan.

Dengan demikian pengertian pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Todaro, 2000). Dengan demikian pembangunan ekonomi mempunyai 3 sifat penting yaitu:

1. Suatu proses yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus. 2. Usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita.

3. Kenaikan pendapatan perkapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang. Suatu perekonomian baru dapat dikatakan berkembang apabila pendapatan perkapita rnenunjukkan kecenderungan jangka panjang meningkat. mi tidak berarti

(21)

bahwa pendapatan perkapita harus mengalami kenaikan terus menerus Menurut Todaro (2000) kekacauan politik dan kemunduran sektor ekspor, misalnya dapat mengakibatkan kemunduran suatu perekonomian dalam tingkat kegiatan ekonominya.

Pembangunan wilayah pada kondisi demikian, memerlukan adanya penanggulangan yang terkoordinasi. Cara pemecahannya yaitu melalui upaya penggalian dan pembangunan potensi-potensi yang secara terkoordinasi atau terpadu. Hal inilah yang menyebabkan perlu adanya konsep pembangunan yang bersifat regional.

Menurut Tarigan (2003) setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor atau komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk sector yang memiliki keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang, sehingga perekonomian daerah dapat berkembang dan stabil.

Pertumbuhan ekonomi biasanya diulas dalam bentuk total barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh warga atau masyarakat pada suatu wilayah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat wilayahnya, dan bahkan dapat mengekspor barang dan jasa tersebut. Ini menunjukkan semakin baiknya pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk maupun lasa ke luar wilayah, baik keluar wilayah dalam Negara itu maupun ke luar negeri. Tenaga kerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh

(22)

uang dan wilayah lain, termasuk dalam penghasilan ekspor. Kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dan dan luar wilayah (Tarigan,2003).

Pertumbuhan ekonomi yang baik dan terarah secara berkelanjutan akan mampu meningkatkan kemampuan wilayah tertentu untuk berkembang, dimana perkembangan wilayah tersebut salah satu pilar utamanya adalah perkembangan ekonomi wilayah. Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah.

Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah bersangkutan (Riyadi, 2002).

Demikian halnya Hartshorne dalam Fadillah (2001) memformulasikan wilayah sebagai suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu berbeda dengan area lain. Unit area ini adalah merupakan obyek yang konkrit dengan kerakteristik yang unik.

Demikian halnya pengembangan wilayah tersebut harus menselaraskan penggunaan potensi daerah secara baik dan benar, hal mi sesuai dengan pendapat Miraza (2000) bahwa pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakan secara fully dan efficientcy agar pemanfaatan potensi dimaksud benar-benar berdampak pada

(23)

kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Dalam hal ni perlunya dititik beratkan adanya pelaksanaan secara eficiency yang artinya pengembangan dan pembangunan tersebut harus diarahkan secara tepat guna untuk kepentingan bersama.

Tujuan utama dan pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan (Riyadi, 2002).

2.8. Pembangunan Ekonomi Wilayah

Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah (Darwanto, 2008).

Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi pengembangan ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk

(24)

bangun ekonomi daerah yang dicita-citakan. Dengan pembangunan ekonomi daerah yang terencana, pembayar pajak dan penanam modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan peningkatan ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap, misalnya, akan membuat pengusaha dapat melihat ada peluang untuk peningkatan produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan efisiensi pola kerja pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi tidak naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada tahun depan.

Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi wilayah yang perlu diperhatikan adalah:

1. Mengenali ekonomi wilayah

2. Merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.

(Darwanto, 2008)

2.9. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman karet, menunjukkan bahwa perkembangan produksi tanaman karet masih sangat layak untuk dikembangkan, sehingga produksi karet di Indonesia dapat ditingkatkan kembali, beberapa penelitian karet yang telah dilakukan adalah:

(25)

Hutagalung, (1993) melakukan peneletin terdahulu berjudul ”Beberapa Masalah Tata Produksi Dan Pemasaran Karet Rakyat di Kecamatan Padang Sidempuan Kabupaten Tapanuli Selatan “. Menunjukkan bahwa penambahan luas tanah garapan dan penggunaan input biaya produksi dalam usaha petani karet masih dapat menaikkan produksi dan pendapatan petani. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pendapatan petani karet masih dapat ditingkatkan lagi dengan pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya yang mereka miliki baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Perlunya pemerintah mengadakan perbaikan sistem pemasaran berupa mempersingkat saluran tata niaga yaitu dengan memanfaatkan lembaga koperasi, kebijakan perpajakan, ekspor, dan lain-lain. Kurangnya peremajaan petani terhadap karet yang sudah tua, akhirnya pendapatan petani merosot.

Sitepu (2007) melakukan peneletin terdahulu berjudul ”Analisis Produksi Karet Alam (Havea Brasiliensis) Kaitannya Dengan Pengembangan Wilayah”. Karet merupakan komoditi yang memiliki pasar yang cukup besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Produksi Indonesia banyak ditunjang oleh adanya perkebunan karet rakyat akan memiliki arti yang penting sekali didalam upaya peningkatan pendapatan kesejahteraan petani serta upaya peningkatan devisa serta prekonomian Indonesia pada umumnya. Berkaitan dengan pengembangan budidaya tanaman karet diwilayah Sumatera Utara, penlitian ini di fokuskan pada pengaruh permintaan pasar, harga karet, dan tenaga kerja terhadap luas lahan dan produksi karet.

Subjek penelitian ini adalah keseluruhan perkebunan karet di Sumatera Utara. Penelitian ini difokuskan pada pengaruh permintaan pasar, harga karet serta terhadap

(26)

luas lahan dan produksi karet. Objek Penelitian ini adalah luas lahan dan produksi karet Sumatera Utara sebagai indikator pengembangan perkebunan karet di Sumatera Utara. Pengujian hipotesa penelitian menggunakan metode analisis statistik dengan regresi ganda. Memperhatikan pengaruh pasar terhadap pengembangan wilayah di Sumatera Utara, maka disarankan a) Perlu dibuat beberapa kebijakan oleh pemerintah Propinsi Sumatera Utara maupun pengelola perdagangan karet alam untuk meningkatkan perkebunan karet, melalui pemberian modal usaha serta pengaturan sistem perdagangan karet alam yang memberikan keuntungan bagi petani, b) Perlu diupayakan kebijakan yang menyangkut pengembangan industri produk turunan karet alam.

Rahmanto (2004) melakukan penelitian dengan judul ” Dampak Liberalisasi Perdagangan Global dan Perubahan Kondisi Ekonomi-Politik Domestik Terhadap Dinamika Perdagangan Luar Negeri Kelompok Komoditas Berbasis Pertanian di Indonesia”. Pengaruh periode krisis ekonomi (1997-2002) terhadap kelompok komoditas hasil perkebunan seperti karet yang tadinya mengalami kondisi defisit cenderung bersifat positif atau berdampak mengurangi defisit, kecuali untuk kelompok komoditas gula masih berpengaruh meningkatkan defisit, meskipun tidak nyata secara statistik. Kondisi yang demikian diperkirakan disebabkan oleh penurunan volume impor yang cukup signifikan sebagai akibat schock depresiasi rupiah terhadap Dollar Amerika yang tajam dan berfluktuasi, sedangkan pengaruh periode krisis ekonomi terhadap kelompok komoditas yang tadinya mengalami kondisi surplus bervariasi dan sebagian besar tidak nyata secara statistik kecuali

(27)

untuk kelompok komoditas karet dan hasil olahannya berpengaruh sangat nyata menurunkan surplus, sedangkan untuk kelompok komoditas lemak dan minyak nabati/hewani serta buah dan kacang-kacangan yang dapat dimakan berpengaruh nyata meningkatkan surplus.

Sadikin, dkk (2005) melakukan penelitian dengan judul ”Dampak Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat Terhadap Kehidupan Petani di Riau”. Proses pembangunan wilayah (daerah) di Provinsi Riau sering menghadapi banyak masalah yang cukup komplek. Selain luasnya wilayah dan banyak Pulau, permasalahan muncul karenan disebabkan oleh adanya keragaman aksesibilitas antar daerah, teknologi, sumberdaya manusia dan tingkat perkembangan pembangunan. Keadaan seperti ini lebih kentara di daerah pedesaan. Di mana sebagian besar masyarakat Riau yang tinggal di pedesaan adalah sebagai petani karet-rakyat yang umumnya tingkat kesejahteraan mereka masih dalam kondisi yang memprihatinkan.

Sejauh ini strategi dan langkah kebijakan Pemerintah untuk membangun dan mengembangkan perkebunan karet-rakyat telah dilaksanakan, seperti (a) Pembentukan pusat-pusat pengolahan karet di beberapa daerah sentra produksi dengan tujuan menampung dan mengolah lateks dari hasil perkebunan rakyat dan untuk memperbaiki mutu olahannya, (b) Melakukan pembinaan perkebunan rakyat dengan membentuk unit pelaksana proyek (UPP) yang lebih populer di Propinsi Riau dikenal dengan proyek SRDP. Meskipun program ini berfungsi sebagai pembinaan petani-karet secara menyeluruh dari masalah budidaya sampai ke persoalan pemasaran. Tapi dalam perjalanannya masih belum memberi banyak dampak dan

(28)

manfaat kepada petani kebun, terlebih lagi bagi masyarakat miskin lain di pedesaan. Penyebabnya adalah; strategi pembangunan perkebunan lebih condong/berorientasi kepada peningkatan produksi untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan memperbesar devisa negara. Sementara, aspek persoalan sosial kemasyarakatan seperti lembaga-lembaga lokal dan berbagai relasi produksi di tingkat lokal yang terkait langsung dengan upaya meningkatkan tarap kehidupan masyarakat di pedesaan terkesan diabaikan.

Dirjen Perkebunan (2007) melihat perkembangan baik dari segi konsumsi maupun produksi karet dunia, dalam tahun-tahun mendatang dipastikan masih akan terus meningkat. Indonesia merupakan penghasil karet sekaligus sebagai salah satu basis manufaktur karet dunia. Tersedianya lahan yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan karet alami yang lebih besar lagi dengan menambah areal perkebunan karet. Tetapi lebih utama dari itu, produksi karet alam bisa ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolahan karet untuk meningkatkan efisiensi, dengan demikian output (latex) yang dihasilkan dari input (getah) bisa lebih banyak dan menghasilkan material sisa yang semakin sedikit. Meskipun pasar karet alam lebih sedikit dibanding dengan pasar karet sintetik, namun produksi maupun konsumsi karet alam masih cukup besar. Salah satu kelebihan dari karet alam antara lain dilihat dari segi kestabilan harganya yang tidak terpengaruh secara langsung oleh harga minyak dunia. Tidak demikian halnya dengan harga karet sintetik yang terkena dampak langsung oleh kenaikan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini.

(29)

Parhusip (2008) potensi pasar karet alam dalam jangka panjang masih cukup baik yang disebabkan kebutuhan karet merupakan kebutuhan dasar dalam keperluan sehari-hari dan beberapa negara berkembang mengalami pertumbuhan industrialisasi yang cukup tinggi seperti Cina, India dan Brasil. Pergerakan harga karet dunia juga menunjukkan tren positif dan Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar karet diharapkan dapat bekerjasama dengan produsen lain untuk dapat menjaga posisi harga yang tetap menguntungkan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan strategi mengurangi frekwensi sadapan karet atau mengatur perluasan/peremajaan lahan agar lebih optimal dapat mengatur pasokan ke pasar internasional. Pengembangan karet alam diharapkan dapat dioptimalisasi melalui kedua line usaha baik on farm maupun off farm. Permasalahan produktivitas lahan merupakan permasalahan utama dalam pengembangan on farm termasuk kualitas bahan baku olahan yang masih rendah. Kondisi tersebut diharapkan dapat dijembatani dengan pola plasma antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar dalam peningkatan hasil dan harga. Pola plasma tersebut diharapkan juga dapat menjembatani perbankan dalam pemberian fasilitas kredit terkait dengan kemampuan manajemen dan jaminan yang selama ini masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan kemampuan permodalan perkebunan. Menghadapi tantangan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan global, Indonesia sebagai salah satu produsen utama karet alam diharapkan dapat mengoptimalkan kondisi pasar karet jangka panjang melalui peningkatan produktivitas lahan dan kebijakan yang mendukung seluruh aspek komoditas karet baik sektor on farm maupun off farm.

(30)

Damanik (2000) melakukan penelitian dengan judul penelitian ” Analisis Dampak Pengembangan Komoditas Perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah di Propinsi Sumatera Utara ” (1). Komoditas perkebunan di propinsi Sumatera Utara merupakan komoditas ekspor. Oleh karena pemasukan devisa negara melalui ekspor, adalah hal yang sangat penting untuk membantu pemerintah dalam mengurangi defisit neraca pembayaran. Komoditas perkebunan tetap perlu dikembangkan terutama pada wilayah yang relatif mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dibanding wilayah lainnya, sehingga dengan cara demikian selain ada pemasukan devisa untuk negara juga dapat dijadikan instrument dalam mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah di propinsi Sumatera Utara. (2). Komoditas perkebunan dalam menciptakan nilai tambah (pendapatan) dan kesempatan kerja lebih rendah dibandingkan sektor pertanian. (3). Komoditas pertanian yang berorientasi pada pasar domestik seperti padi, ternak, kelapa dan sayuran serta buah-buahan pada umumnya mempunyai kemampuan dalam menciptakan nilai tambah dan kesempatan kerja yang tinggi.

2.10. Kerangka Pikir Penelitian

Pembangunan suatu wilayah hendaknya Iebih memperhatikan potensi yang ada di wilayahnya. Pembangunan yang berbasis kemampuan dan potensi wiayah itu sendiri pada gilirannya akan semakin memperkokoh ekonomi wilayah itu sendiri. Demikian hanya Kabupaten Mandailing Natal yang sejak lama dikenal sebagal daerah penghasil karet, dimana produksi karet tersebut sangat tergantung dengan

(31)

besarnya modal dan tenaga kerja yang dibutuhkan, kedua faktor produksi ini akan mempengarui besar kecilnya produksi, sehingga produksi karet tersebut secara nyata menjadi sektor ekonomi basis yang meningkatkan pendapatan masyarakat.

Peningkatan pendapatan masyarakat tersebut secara horizontal akan mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi, yang artinya kegiatan ekonomi akan semakin berkembang yang membawa implikasi semakin besarnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, keadaan ini secara nyata akan mempengaruhi pengembangan wilayah.

Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Modal Tenaga Kerja Tanaman Karet Produksi Karet Pengembangan Wilayah Luas Lahan

(32)

40

2.11. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas serta perumusan permasalahannya yang ada, maka dapat diambil hipotesisnya yakni:

1. Modal, tenaga kerja dan luas lahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal.

2. Komoditas Karet sangat berperan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal.

Gambar

Tabel  2.1  Daftar Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Karet  Rakyat Kabupaten Madina Tahun 2008
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dasar pertimbangan Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan ultra petita adalah (a) alasan filosofis dalam rangka menegakkan keadilan substantif dan prinsip-prinsip kehidupan

ini akan menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur dengan program utama adalah pengembangan industri pengolahan tambang yaitu ferro nikel dan

Bagaimana jika ukuran data tidak sesuai dengan jalur. dengan jalur Problem:

Analisis kesesuaian lahan dilakukan pada lahan-lahan yang tersedia menurut komoditas unggulan utama (kopi robusta, padi sawah dan kubis) di masing-masing kecamatan

1) Kearifan lokal petani padi yang pernah ada di Desa Kemuning Muda Kecamatan Bungarayakeseluruhan berjumlah 49 kearifan lokal yang dahulu maupun sekarang masih tetap

 Ketatalaksanan Penyelenggaraan RPIJM di instansi pemerintah, menguraikan kebutuhan pembentukan peraturan daerah baru untuk mendukung penyelenggaraan program

Pengaruh hambatan samping terhadap tingkat pelayanan jalan raya diruas Jalan Imam Bonjol Kota Metro, hambatan samping pada ruas jalan Imam Bonjol Kota Metro

The VALSE project case studies have demon- strated how to implement environmental valua- tion studies in ways that fully reconcile scientific and political dimensions of a