SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta ` Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
oleh Setyo Pramono NIM 08208244032
JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
vi ! " "" " #
$ % &
viii
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
ABSTRAK ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN TEORI ... 7
A. Fungsi Musik ... 7
B. GamelanKiai Kanjeng ... 10
C. Pengajian Mocopat Syafa’at ... 14
D. Jama’ah Maiyah ... 22
ix
C. Data Penelitian ... 26
D. Teknik Pengumpulan Data ... 27
1. Teknik Observasi ... 27
2. Teknik Wawancara ... 28
3. Teknik Dokumentasi ... 31
E. Instrumen Penelitian ... 32
F. Triangulasi ... 33
G. Analisis Data ... 34
BAB IV FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMAAH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL ... 36
A. Sebagai Sarana Komunikasi ... 36
B. Sebagai Sarana Hibura ... 38
C. Sebagai Media Penerangan ... 40
D. Sebagai Pendidikan Norma Sosial ... 41
E. Sebagai Ritual Agama ... 42
F. Sebagai Identitas Masyarakat ... 43
G. Sebagai Sarana/Media Pendidikan ... 44
BAB V PENUTUP ... 46
A. kesimpulan ... 46
xi Oleh : Setyo Pramono NIM. 08208244032
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi musik Kiai Kanjeng dalamPengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo Kasihan Bantul.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Objek dari penelitian ini adalah musikKiai Kanjeng, adapunyang diteliti dari obyek itu sendiri adalah fungsi dari musik Kiai Kanjeng. Pengumpulan datanya dengan cara (1) Observasi, (2) Wawancara, dan (3) Dokumentasi. Tahap-tahap dalam menganalisis data adalah dengan (1) Reduksi Data, (2) Penyajian data, dan (3) Penyimpulan.Untuk pemeriksaan keabsahan datanya dilakukan dengan triangulasi teknik pengumpulan data.
HasilpenelitianmenunjukanbahwafungsimusikKiaiKanjengadalahsebagai; (1)
saranakomunikasiantarapemainmusikdanjama’ahsertakomunikasikepadaSangPenc
ipta; (2) saranahiburandapatmemberikepuasan yang
bersifatkesenangandankegembiraansertamenghindarkantekanan-tekananpsikologismaupunfisik; (3) media peneranganmelaluilagu-lagusebagaimisidakwah; (4) pendidikannormasosialberupapesan-pesan moral lewatsyairlagu yangdisampaikankepadapendengar; (5) ritual keagamaansebagaipengiringperibadatanketikaterdapatpenceramahatauustadmenya mpaikandakwah; (6) identitasmasyarakatdidalam instrument gamelan yang merupakan simbol dari masyarakat Jawa; (7)media pendidikan melalui media
musik yang
berperandalampembentukanberpikirsecarakreatifterpacudanberkembangsehinggad apatdigunakanmanusiadalam proses belajar;
1 A. Latar Belakang Masalah
Sudah sejak ribuan tahun, musik telah memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh, bunyi genderang dan sangkakala yang dibunyikan untuk menandakan bahwa perang akan dimulai. Selanjutnya, musik juga terdengar didalam upacara keagamaan, seperti pemujaan terhadap arwah para leluhur yang mereka anggap suci George dan Hodges (dalam Y Sumandiyo Hadi 2006: 34).
Pada dasarnya ritual keagamaan berawal dari kepercayaan dan keyakinan yang diadopsi oleh para leluhur. Keyakinan tersebut berkembang menjadi sebuah pola yang digunakan sebagai alat atau cara dalam melakukan suatu pemujaan. Sebagai contoh, terdapat sesajen dan alunan musik yang digunakan dalam sarana ritual keagamaan. Dengan berjalannya waktu, aktivitas tersebut semakin berkembang dalam kehidupan manusia dan membentuk suatu komunitas, kekerabatan. Sehingga menjadikan organisasi yang mempunyai keyakinan yang sama. Komunitas tersebut dikenal dengan nama agama O’Dea (dalam Y Sumandiyo Hadi 2006: 34).
sarana dalam peribadatan untuk menyembah Tuhan. Perjalanan budaya beragama di Indonesia sangat dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha, ini terbukti dengan adanya penggunaan sesajen dan dupa/kemenyan pada saat melakukan ritual peribadatan kepada Tuhan.
Di dalam sejarah Nusantara Wali Songo adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan penting terhadap penyebarkan ajaran agama Islam. Hal ini Wali Songo mempunyai cara-cara khusus, sebagai contoh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga melakukan pendekatan ritual keagamaan dengan cara mengkolaborasikan budaya Islam dengan budaya Hindu dan Budha, sehingga tercetuslah adanya sesaji. Misalnya penggunaan sesaji dalam melakukan ritual kepada Tuhan sebagai persembahan tanda bakti atau ucapan terimakasih atas hasil panen yang melimpah. Selain menggunakan media sesaji Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga mengunakan media bunyi untuk menarik perhatian masyarakat supaya datang dan mendengarkan syiar agama nya, yaitu dengan menggunakan alat musik yang biasa disebut gamelan. Gamelan ini berfungsi sebagai daya tarik perhatian orang untuk datang dan mendengarkan syiar agamanya.
kita dapati dalam musik gamelan pada tarikan tali rebab yang sedang, paduan keseimbangan bunyi kenong, saron, kendang dan gambang serta suara gong disetiap penutup irama. Pada intrumen gamelan Jawa dibedakan menjadi dua laras nada yaitu slendro dan pelog. Dalam sejarah yang berkembang dimasyarakat pada khususnya Pulau Jawa gamelan slendro lebih tua daripada gamelan pelog. Gamelan slendro memiliki lima nada dalam satu oktaf yaitu, 1, 2, 3, 4, 5, 6 (ji, ro, lu, pat, mo, nem) sedangkan gamelan pelog memiliki tujuh nada dalam satu oktaf yaitu, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 (ji, ro, lu, pat, no, nem, pi).
Didalam lingkup keraton gamelan, masih mempunyai peran yang sangat sakral. Peran dan fungsi gamelan itu sendiri ikut mempunyai andil dalam kehidupan di masyarakat Jawa khususnya di dalam lingkup keraton. Suatu contoh gamelan Kiai Guntur madu dan Kiai Guntursari, gamelan ini dimainkan pada saat-saat tertentu yaitu pada waktu acara sekaten yang dimulai pada tanggal 5 Maulud hingga 12 Maulud selain ditabuh untuk memperingati hari kelahiran dan wafatnya Nabi Muhamad SAW, biasanya gamelan tersebut juga ditabuh untuk menyambut tamu agung keraton dan juga acara-acara resmi di dalam keraton.
kelompok musik tersebut, akan tetapi Kiai Kanjeng adalah sebuah konsep nada (laras nada) gamelan yang tidak berlaras slendro dan tidak berlaras pelog sebagaimana gamelan pada umumnya yang tercipta dari tangan Novi Budianto. Untuk selanjutnya nama dari sebuah konsep nada pada perkembangannya dipinjam untuk semacam tenger sebagai nama Jaringan musisi di Yogyakarta yang memiliki kegelisahan kreatifitas pada waktu itu.
Musik Gamelan Kiai Kanjeng digunakan sebagai sarana dakwah oleh seorang budayawan yang bernama Emha Ainun Nadjib. Gamelan Kiai Kanjeng selalu tampil dan mendampingi dalam acara pengajian yang disebut dengan nama Mocopat Syafa’at. Pengajian Mocopat Syafa’at dilaksanakan setiap tanggal 17 yang diselenggarakan di halaman Taman Kanak Islam Terpadu Alhamdullilah di desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul yang dihadiri oleh jama’ah Maiyah. Jama’ah Maiyah adalah sebutan bagi para jama’ah yang hadir didalam acara Mocopat Syafa’at.
argumen, berbagi pengalaman, serta melayani sesi tanya jawab kepada jama’ah yang bertanya.
Dibandingkan dengan pengajian pada umumnya yang durasi waktunya hanya dua sampai tiga jam, akan tetapi dalam pengajian Mocopat Syafa’at waktunya lebih lama. Yakni dimulai pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 03.00 WIB. Musik Kiai Kanjeng memiliki peranan penting dalam pengajian Mocopat Syafa’at. Musik tersebut memiliki peran tidak hanya sebagai pengiring tetapi sebagai sarana untuk menambah kekhusukan dalam proses pegajian berlangsung. Kiai Kanjeng menjadikan suasana dalam pengajian menjadi lebih menarik, hal tersebut secara umum belum diketemukan didalam proses pengajian yang lain.
Hal ini dianggap menarik oleh penulis untuk diteliti, karena didalam penelitian yang akan dilakukan, penulis ingin mengetahui Fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah yang diadakan di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan pemaparan uraian latar belakang tersebut maka, permasalahan difokuskan pada fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai fungsi musik Kiai Kanjeng didalam pengajian Mocopat Syafa’at pada khususnya.
b. Dapat dijadikan suatu bahan referensi dan dapat dikembangkan lagi dalam penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai salah satu alternatif metode penyampaian didalam acara sebuah pengajian, yang bagaimana dalam pengemasan acaranya dapat memudahkan jama’ah dalam menerima materi dengan menggunakan media seni.
7 A. Fungsi Musik
Fungsi musik menurut Martopo (2005: 1) musik merupakan seni yang
paling abstrak dan sekaligus juga merupakan realitas bunyi, yang memiliki
banyak keunggulan untuk membantu pendidikan watak seseorang (ekspresi,
emosional), digunakan juga dalam sebuah tradisi adat (komunikasi, pelestari
kebudayaan,respon sosial, pemersatu bangsa, respresentasi simbol,
pendidikan norma sosial), dan hiburan serta sebagai promosi dagang.
Selain itu menurut Bahari (2008: 55) Musik dikatakan sebagai sarana
ritual apabila sebuah musik mengandung nilai-nilai dalam rangka hubungan
antara manusia dengan sang Khaliq (Tuhan), penilaian ini dapat ditinjau dari
beberapa aspek yang terkandung didalam musik tersebut yaitu; dari segi
komposisi, lirik dan dari segi penyajiannya.
Sedangkan Meriam (1964: 218) berpendapat tentang beberapa
pengertian fungsi musik, yaitu: Fungsi pengungkapan emosional, fungsi
penghayatan estetis, fungsi hiburan, sarana komunikasi, fungsi perlambangan,
fungsi reaksi jasmani, fungsi instasi sosial dan ritual keagamaan,fungsi
pengesahan lembaga sosial, fungsi kesinambungan budaya,fungsi
Meriam dalam bukunya The Antroplogi of Music menyatakan ada sepuluh fungsi dari musik, berikut akan dijelaskan mengenai sepuluh fungsi tersebut:
1. Fungsi Pengungkapan Emosional
Musik sebagai suatu sarana dan media bagi seseorang dalam mengungkapkan perasaan atau emosi, dengan kata lain pemain dapat mengungkapkan perasaan atau emosinya melalui media musik.
2. Fungsi Penghayatan Estetis
Musik merupakan salah satu karya seni. Suatu karya dapat dikatakan karya seni apabila dia memiliki unsur keindahan atau estetika didalamnya. Melalui musik kita dapat merasakan nilai-nilai keindahan baik melalui melodi atau pun dinamiknya.
3. Fungsi Hiburan
Musik memiliki fungsi hiburan, mengacu kepada pengertian bahwa sebuah musik pasti mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.
4. Fungsi Komunikasi
5. Fungsi Perlambangan
Musik memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek musik tersebut, misalnya tempo sebuah musik. Jika tempo sebuah musik lambat, maka kebanyakan teksnya menceritakan hal-hal yang menyedihkan. Sehingga musik itu melambangkan akan kesedihan dan apabila musik tersebutmenggunakan tempo cepat musik itu melambangkan semangat atau emosi. Hal tersebut dapat dilihat dari melodi, tempo dan lirik.
6. Fungsi Reaksi Jasmani
Jika sebuah musik dimainkan, musik dapat merangsang sel-sel syaraf manusia sehingga menyebabkan tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musiknya cepat maka gerakan kita cepat, dan begitu juga sebaliknya.
7. Fungsi Yang Berkaitan Dengan Norma Sosial
Musik berfungsi sebagai media pengajaran akan norma-norma atau peraturan-peraturan. Penyampaiannya melalui teks-teks nyanyian dan berisi aturan-aturan.
8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial
9. Fungsi Kesinambungan Budaya
Fungsi ini hampir sama dengan fungsi yang berkaitan dalam norma sosial. Dalam hal ini musik berisi tentang ajaran-ajaran untuk meneruskan sebuah system kebudayaan terhadap generasi selanjutnya. 10. Fungsi Pengintegrasian Masyarakat
Musik memiliki fungsi dalam pengintegrasian masyarakat. Suatu musik apabila dimainkan secara bersama-sama maka tanpa disadari musik tersebut menimbulkan rasa kebersamaan diantara pemain atau penikmat musik tersebut.
B. Gamelan Kiai Kanjeng
Menurut I Nyoman Sukerna (2003: 4) Gamelan merupakan salah satu jenis dari sekian banyak perangkat ansambel yang secara musikal dapat menyuguhkan sajian yang sangat menarik dan mengagumkan, karena disetiap permainan instrumennya mempunyai karakter dan fungsi masing-masing.
Selanjutnya menurut Sumarsam (2003: 345) Gamelan adalah suatu ansambel Jawa yang mempunyai pijakan nada yaitu pelog dan slendro. Instrumennya terbuat dari berbagai macam bahan logam seperti logam besi, logam kuningan, dan logam perunggu, cara bermainnya adalah dengan cara dipukul.
jenis bahan, aspek identitas sebuah nama, fungsi dan kegunaannya,serta aspek laras yang digunakannya. Artinya nama wilayah budaya yang menyertai kata gamelan, menunjukkan identitas wilayah budaya pemiliknya.
Selanjunya menurut Bram Palgunadi (2002: 1) Gamelan adalah alat musik Jawa yang digunakan sebagai pelengkap berbagai kegiatan seperti; ritual, kesenian dan hiburan oleh masyarakat suku Jawa, yang pada dasarnya gamelan merupakan kumpulan dari sejumlah ricikan (instrumen musik).
Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa, gamelan adalah instrumen musik asli Nusantara yang merupakan warisan nenek moyang. Gamelan terbuat dari beberapa jenis bahan logam yaitu: dari logam besi, logam perunggu, logam kuningan dan memainkannya dengan cara dipukul. Diantara gamelan-gamelan yang ada di Nusantara mungkin terlihat berbeda namun perbedaannya bukan terletak pada bahan ataupun laras yang digunakannya,dan juga bukan terletak padafungsi perbedaan penyajiannya akan tetapi lebih disebabkan oleh konsep estetika cara memainkannya. Suatu contoh di daerah Jawa dan Sunda terdapat gamelan wayang, gamelan klenengan, dan gamelan tari, dari ketiga fungsi itu apabila dilihat dari sudut pandang bahan, bentuk, dan laras bisa juga merupakan gamelan yang sama.
pada khususnya, baik ranah fisik maupun spiritual. Sedangkan kata ‘yai’ adalah gelar kehormatan bagi apapun yang dianggap memiliki kewaskitaan dan kewibawaan. Orang maupun benda, sehingga benda-benda pusaka pun disebut ‘kiai’ semisal kiai guntur, dan kiai nogo wilogo, sepanjang set gamelan yang ditabuh saat perayaan sekaten di Yogyakarta, atau sebutan bagi kerbau kehormatan di Surakarta, Kiai Slamet.
Selanjutnya menurut Gus Mus (2007), kata “Kiai” ini memiliki sinomin dalam bahasa Arab, yakni syaikh. Secara terminologi, arti kata syaikh adalah “man balagha rutbatal fadli” yaitu orang-orang yang telah sampai pada derajat pada keutamaan, yakni berpengetahuan agama dan mengamalkan ilmu itu untuk dirinya serta mengajarkan kepada murid-muridnya. Penyebutan kiai ini berasal dari inisiatif masyarakat, bukan dari dirinya sendiri atau propaganda media masa. Orang yang sudah melampaui usia lanjut (sepuh) pun disebut syaikh, dan anak muda yang berpengetahuan agama luas serta mulia budinya juga disapa dengan sebutan syaikh. Intinya, sebutan kiai disematkan bagi orang-orang yang waskita, khususnya mereka yang berpengetahuan agama dan membimbing masyarakat, baik dilingkungan pesantren atau bukan.
mempunyai petuah dari kata-kata, yakni perbuataannya yang dapat dipertanggung jawabkan dan mereka siapapun yang memandang segala sisi kehidupan umat dengan pandangan rahmat, kasih sayang, bukan pandangan kebencian, kebengisan, apalagi kekejian dan kekejaman.
Menurut Achmad Chodjim (2003: 15) istilah kata Kanjeng merupakan pangkat atau gelar kehormatan yang diberikan oleh Sultan. Kata Kanjeng merupakan peninggalan penyebutan para wali songo yang pada waktu itu diberikan oleh Sultan, sebagai gelar kehormatan yang diberikan kepada ulama-ulama penyebar agama islam pada zaman Walisongo.
Selanjutnya menurut Yusril Ihza Mahendra (2013) Didalam serat Ambiyasa, sebuah karya Islam Jawa dikisahkan kehidupan pada zaman Nabi Muhamad S.A.W semua tokoh dan kerabat Nabi Muhamad S.A.W diberikan gelar dan sebutan bangsawan seperti di Jawa. Karena kakek nabi Muhamad S.A.W menjadi penguasa kota mekkah, beliau disebut Adipati Abdul Mutalib. Di pulau Jawa atau Sunda, Nabi Muhammad diberi sebutan "Kanjeng" yang maksudnya Nabi Muhammad S.A.W, Istilah "Pangeran" di Jawa dan Sunda ditujukan kepada "Gusti" yakni Allah. Sedangkan kata "Kanjeng" digunakan untuk Rasulullah. Padahal dalam sejarah di dunia Arab, Nabi Muhammad S.A.W tidak dipangil dengan istilah "amir" atau "kanjeng" pemanggikan istilah kanjeng hanya ada di Jawa dan Sunda.
Sultan yang kemudian menjadi budaya didalam masyarakat khusunya Jawa dan Sunda.Selanjutnya bagi masyarakat nama Kiai dijadikan sebagai identitas orang yang sudah mapan dalam segi spiritual. Kiai adalah sebutan bagi nilai terhadap sesuatu bentuk fisik manusia atau pun benda yang mempunyai energi spritual yang memiliki kewaskitaan dan kewibawaan baik dari segi ranah fisik maupun spiritual.
C. Pengajian Mocopat Syafa’at
Menurut Suyanto (2003: 4) Mocopat adalah karya sastra berbahasa jawa baru berbentuk puisi yang disusun menurut kaidah-kaidah tertentu meliputi guru gatra, guru lagu dan guru wilangan. Sedangkan menurut Rudi Setyawan (1993: 3) Mocopat adalah puisi tradisi jawa yang ditembangkan secara vokal tanpa iringan instrumen, dengan patokan-patokan tertentu, yaitu meliputi patokan tembang dan patokan sastra.
Menurut Mardiwasito (1983: 64) tembang mocopat adalah nyanyian bersinomim dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal dari kawi (bahasa sansekerta) yang berarti penyair.
dewasa, asmara, menikah, tua) dan manusia pada saat akan menjelang mati (kembali ke sang Khaliq). Mocopat mengandung arti “Janmo Koco Asipat” yang mempunyai arti cerminan sifat-sifat kehidupan manusia dan gambaran-gambaran kehidupan manusia yang diungkapkan lewat sebuah tembang sebagai gambaran proses kehidupan.
Berikut penjelasan tentang urutan-urutan tembang Mocopat serta penjelasannya:
1. Maskumambang
Maskumambang menurut Suyanto (2003: 16) adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh, yang kemudian ditanamkan dalam rahim/ gua garbaning ibu kita. Dimana pada waktu di alam ruh Alloh S.W.Ttelah bertanya kepada kita “Alastu Bi Robbikum” yang artinya: Bukankah aku ini Tuhanmu dan pada waktu itu ruh-ruh kita telah menjawabnya “Qoolu Balaa Sahidna” yang artinya benar ya Alloh engkau adalah Tuhan kami dan kami semua menjadi saksinya.
2. Mijil
Mijil menurut Suyanto (2003: 16) merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil atau mbrojol, mencolot dan keluarlah si jabang bayi bernama manusia. Dan manusia sudah mulai berproses dalam kehidupan di bumi menjadi seorang anak.
Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 55) Mijil merupakan proses kelahiran manusia keluarlah si jabang bayi dari perut sang ibu yang akan berproses menjadi seorang manusia dan untuk melanjutkan proses berikutnya.
3. Sinom
Sinom menurut Suyanto (2003: 16) menggambarkan manusia dalam keadaan masa-masa muda atau dalam bahasa jawa (enom), yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari muda identik dengan ingin menang sendiri. Adalah lukisan dari masa muda, masa yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.
Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 60) sinom menggambarkan kehidupan manusia sebagai balita hingga usia anak-anak. Ia masih selalu dikanthi, artinya dibawa, disandhing, digendong, dan kemana-mana diawasi secara cermat dan teliti, menuju remaja.
4. Kinanthi
tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh. “Apa yang akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini” dan “ Apabila kamu berbuat kebajikan maka kebajikan itu akan kembali padamu, tapi jika kamu berbuat jahat itu akan kembali kepada kamu juga”.
Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 68) Kinanthi adalah salah satu tembang mocopat yang pada ummunya menggambarkan rasa senang, cinta dan kebijaksanaan. Kinanthi bisa juga mempunyai arti bergandengan tangan dan bisa juga nama sebuah bunga. Kinanthi berasal dari kata kanthi atau tuntun yang maknanya kita sendiri butuh tuntunan, atau jalan yang benar supaya cita-cita dan pengharapan menjadi terlaksana.
5. Asmaradhana
Asmaradhana menurut Suyanto (2003: 16) menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih.
Selanjutnya Asmaradana menurut Suyanto (2003: 18) menggambarkan kehidupan manusia yang sedang terbakar oleh api asmara. Dahana (api), asmara (cinta), bahkan seperti orang gila karena jatuh cintanya pada seseorang yang menjadi pujaannya.
6. Gambuh
tangga. Dan inti dari kehidupan rumah tangga yaitu: “Hunna Li Bassulakum, Wa Antum Libaasu Lahun” yang artinya: Istri-istrimu itu
merupakan pakaian bagimu, dan kamu merupakan pakaian baginya. Hal ini mempunyai maksud dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi, dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan ridhoNya.
Selanjutnya menurut Damar Jati (2003: 44) gambuh menggambarkan kehidupan manusia yang gila asmara tadi sangat perlu dinasehati, diberi petunjuk, didudukkan baik-baik oleh yang tua (dewasa berpikir), dinikahkan. Hal ini dalam bahasajawa disebut ang-gambuh-i.
7. Dandanggulo
Dandanggulo menurut Damar Jati (2007: 70) gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan. Karena hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki yang dianugerahkan Alloh SWT kepada kita.
8. Durma
Durmo menurut Elly Komala (2010: 64) merupakan wujud dari rasa syukur kita kepada Alloh maka kita harus sering berderma, durma berasal dari derma yang artinya bersedekah berbagi kepada sesama, dengan berderma kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan dan berbagi kebahagiaan, dengan membantu sesama makhluk di bumi.
Selanjutnya menurut Suyanto (2003: 20) Durma menggambarkan kehidupan kita yang sangat membutuhkan ajaran Dharma/ Dhurmo (Agama) yaitu ajaran susila, upacara taqwa. Sehingga hidup kita menjadi berguna khususnya untuk diri sendiri, untuk keluarga, masyarakat dan negara.
9. Pangkur
Pangkur menurut Wawan Susetya (2007: 67) Pangkur atau Mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa. Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah/ upaya yang sungguh-sungguh. Atau dalam kata lain mengngerem nafsu-nafsu yang yang ada pada diri manusia.
ditempat yang sepi atau dalam istilah jawa “topo ngrame” yaitu selalu senang dengan kesunyian dan ketenangan.
10. Megatruh
Megatruh menurut Suyanto (2003: 18) Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita terlepasnya ruh/nyawa menuju keabadian. Yaitu menggambarkan manusia tentang kematiannya. Menggambarkan manusia menjelang proses skaratul maut.
Selanjutnya menurut Wawan Susetya (2007: 98) Megatruh menggambarkan kehidupan kita terpisahnya ruh dengan jiwa badan wadag, untuk menuju kembali sang pencipta.
11. Pucung
Pucung Menurut Damar Jati (2007: 80) Pucung atau kata lain Pocong, menggambarkan tentang keadaan manusia yang sudah mati, yang dibalut kain kafan, sebagai akhir dari perjalan manusia di alam dunia dan kembalinya roh kepada sang khaliq untuk diminta pertanggung jawaban selama hidup di dunia.
berupa ide brilian yang telah dituangkan dalam bentuk artikel, ajaran, berbagai ilmu dalam bentuk berbagai gagasan yang tersimpan dalam buku, disk, kaset, dan sebagainya (atau dalam Islamdisebut amal jariyah)
Menurut pengertian dari segi bahasa Syafa’at berasal dari kata as- sayafa yang artinya adalah ganda, yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda, seperti membagi satu menjadi dua, dua menjadi tiga, tiga menjadi empat. Umumnya Syafa’at biasa diungkapkan untuk permohonan pribadi yang mulia kepada sosok yang lebih besar supaya berkenan memberikan maaf terhadap kesalahan yang telah dilakukan orang ketiga. Syafa’at hanya milik Alloh dan hanya Dialah yang mengizinkan seseorang untuk memberikan Syafa’atnya itu kepada orang yang dihendakinya. (Sayyid Quthb, 2004: 85) .
Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan arti kata dari Mocopat Syafa’at adalah membaca tentang kehidupan dengan bentuk kegiatan melalui agama, politik, sosial dan budaya. Mocopat Syafa’at merupakan kegiatan multidimensional yang mengandung berbagai ilmu didalamnya, baik ilmu politik, filsafat, kebudayaan, kesenian bahkan juga ilmu membaca alam tidak luput dari pembahasan didalamnya. Acara ini menawarkan spiritualitas estetika dan kemesraan kemanusiaan. Dan tentunya tidak lupa untuk selalu meminta Syafa’at kepada Kanjeng Nabi Muhamad SAW.
Mocopat Syafaat tidak hanya memberikan kritik, tetapi juga mencoba menawarkan kesadaran bersama atas hilangnya kepribadian manusia yang dicuri oleh kekuatan nafsu kekuasaan, keserakahan kapitalistik, ditelan ideologi dan bukan me-manage ideologi pilihannya.
E. Jama’ah Maiyah
Kata Maia terdapat dalam Al-Qur’an surat (Asy Syu’araa: 62) “Inna ma’iya rabbi” artinya: “ Sesungguhnya Rabbku bersamaku” Ayat ini berkaitan dengan peristiwa Nabi Musa as dengan rombongan yang dikejar-kejar oleh pasukan Fir’aun.
Selanjutnya didalam Al-Qur’an surah (at taubah: 40). Kata Maiyah pernah disebutkan dalam sebuah riwayat yang mengisahkan Nabi Muhamad S.A.W yang ketika itu dikejar-kejar oleh pasukan musuh, untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar Ash Shidiq, Nabi Muhamad S.A.W mengucapkan kata Untuk menyakinkan kita, bahwa Alloh ada dan bersama kita. “La takhaf wa la tahzan, innalaha ma’ana” yang artinya jangan takut jangan bersedih Allah selalu bersama kita.
disebut sebagai simpul Maiyah, dan apabila semua simpul Maiyah dikumpulkan jadilah Maiyah Nusantara.
F. PenelitianYang Relevan
1. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendi Indarto angkatan 2008 Jurusan Pendidikan Seni Musik FBS UNY, dengan skripsi yang berjudul “Fungsi dan Bentuk Penyajian Musik Sholawat Khotamannabi di Dusun Pagerjo Desa Mendolo-lor Kecamatan
Punung Kabupaten Pacitan” pada tahun 2013. Dari penelitian tersebut didapatkan beberapa fungsi musik dari Sholawat Khotamanabi yaitu sebagai sarana komunikasi, media penerangan, pendidikan norma sosial, pelestari kebudayaan, ritual keagamaan, dan identitas masyarakat. Dari penelitian tersebut membantu peneliti untuk mendeskripsikan fungsi musik Kiai Kanjeng.
25 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi lapangan tentang fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di halaman Taman Kanak Islam Terpadu di desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Seperti yang diungkapkan Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono, 2005: 9) bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar sehingga tidak menekankan pada angka.Didalam penelitian kualitatif data berasal dari dokumentasi penelitian, pengawasan, evaluasi, pengamatan pendahuluan, dan pernyataan dari narasumber-narasumber yang dapat dipercaya. Hipotesis dalam penelitan kualitatif bersifat menemukan teori bukan merumuskan atau merinci hipotesis secara jelas sebelum terjun ke lapangan.
B. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di Dukuh IX RT. 07 RW. 18, desa
Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Waktu penelitian ini
dimulai dari tanggal 3 September - 3 Desember 2015 yaitu bertempat dimana
acara pengajian Mocopat Syafa’at itu berlangsung.
C. Data Penelitian
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder, data
primer didapatkan dari nara sumber pertama melalui prosedur dan teknik
pengambilan data yang berupa wawancara, observasi, dan maupun
penggunaan instrumen yang khusus sesuai dengan tujuannya. Selanjutnya
data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang didapatkan dari data
dokumentasi( foto,vodeo) dan arsip-arsip resmi.
Sumber data dalam penelitian ini diambil dengan melakukan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Adapun informan dalam penelitian ini adalah:
1. Management Progres selaku pengurus dan pendamping (Cak Nun) dalam
segala kegiatan acara-acara Maiyah di Nusantara untuk memperoleh data
yang akurat tentang seluk beluk Jama’ah Maiyah, acara Mocopat
Syafa’at pada khususnya dan mengenai fungsi musik Kiai Kanjengdi
dalam acara Mocopat Syafa’at didesa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul.
2. Pemain musik Kiai Kanjeng untuk memperoleh data yang akurat tentang
Kanjeng dalam acara pengajian Mocopat Syafa’at pada khususnya di
desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.
3. Jama’ah Maiyah yang hadir di acara pengajian Mocopat Syafa’at sebagai
tambahan data mengenai fungsi musik Kiai Kanjeng didalam pengajian
Mocopat Syafa’at di desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten
Bantul.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategi
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapat data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono
2005:62). Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan untuk
memperoleh data-data yang penting dan akurat mengenai musik Kiai
Kanjeng.
Pengumpulan data tersebut bertujuan untuk memperoleh data yang
relevan, akurat, dan reliabel (dapat dipercaya). Guna mendukung tujuan
utama dari pengumpulan data tersebut, peneliti mengunakan beberapa teknik
pengumpulan data untuk menggali data-data yang dibutuhkan. Teknik-teknik
tersebut adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berikut
diuraikan mengenai teknik pengumpulan data tersebut:
1. Teknik Observasi
Menurut Creswell (2010: 267), Observasi kualitatif merupakan
mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian.
Melalui metode observasi, peneliti memperoleh gambaran mengenai
kehidupan sosial yang sulitdidapat ketika menggunakan metode lain serta
memperoleh pengalamanlangsung. Selain itu observasi dapat digunakan
apabila belum banyakketerangan atau data yang dimiliki tentang masalah
yang sedang diteliti.
Merujuk pada penjelasan Moleong (2001: 126) mengenai
pengamatan, peneliti melakukan pengamatan secara terbuka yang
diketahui oleh subjek yaitu kelompok musik Kiai Kanjeng yang berada di
Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, dimana
mereka dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat
untuk mengamati peristiwa yang terjadi. Adapun aspek-aspek yang
diobservasi adalah: Fungsi musikKiai Kanjengdalam pengajian Mocopat
Syafa’at dan aktifitas jama’ah maiyah didalam pengajian mocopat
syafa’at.
2. Teknik Wawancara
Merujuk pada penjelasan Moleong (2000: 135) mengenai
pengertian dariwawancara, peneliti merasa perlu untuk menggunakan
teknik pengumpulandata tersebut. Dengan teknik ini, salah satu kelebihan
yang diperoleh adalahpenjelasan yang lebih detail dan terperinci tentang
data yang diharapkan dengan wawancara.Wawancara dimaksudkan untuk
mendapatkan data langsung secara lisan dari nara sumber atau informasi
Wawancara merupakan teknik atau cara pengumpulan data dengan
jalan tanya jawab langsung terdiri dari dua orang atau lebih berhadapan
secara fisik, tetapi dalam kedudukan yang berbeda, yaitu antara peneliti
sebagai pewawancara dengan subyek penelitian yang telah ditentukan
yaitu nara sumber, yang meliputi management progres, pemain musik,
dan jama’ah Maiyah.
Wawancara dalam penelitian ini dilandasi kerja sama yang baik
antara peneliti dan subjek penelitian, agar proses pelaksanaannya dapat
berlangsung lancar, wajar, dan dapat memberikan keterbukaan antara
peneliti dan informan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara
lepas, bebas, namun tetap didasarkan pada fokus penelitian ini. Adapun
pokok-pokokpertanyaan terdapat pada bagian lampiran.
Dalam melakukan wawancara peneliti memilih informan yang
dianggap sebagai ahli terhadap musik Kiai Kanjeng informan-informan
tersebut adalah:
a. Helmi Progres. Wawancara dilakukan secara bertahap yaitu:
1) Di Rumah Maiyah Jalan Barokah 287 Kadipiro Yogyakarta
pada tanggal 12 Agustus 2015 materi wawancara seputar
Jama’ah Maiyah dan Pengajian Mocopat Syafa’at.
2) Di Perumahan Mandala No. 1 U Jetisbaran Sardonoharjo
Ngaglik Sleman Yogyakartan materi wawancara mengenai
3) Di Rumah Maiyah Jalan Barokah 287 Kadipiro Yogyakarta
pada tanggal 3 September 2015 materi wawancara seputar
Jama’ah Maiyah dan Pengajian Mocopat Syafa’at.
b. Novi Budianto. wawancara dilakukan secara bertahap yaitu:
1) Di Pondok Pesantren Rohmatul Umam Jalan Parangtritis km.
22, Tegalsari Donotirto Kretek, Bantul Yogyakarta pada tanggal
5 September 2015 materi wawancara berkenalan, ngobrol dan
meminta waktu khusus untuk proses mencari data selanjutnya.
2) Di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01
Yogyakarta pada tanggal 7 September 2015materi wawancara
seputar sejarah Kiai Kanjeng meliputi bentuk penyajian teater,
musik dan puisi Emha Ainun Nadjib.
3) Di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01
Yogyakarta pada tanggal 10 September 2015materi wawancara
mengenai bentuk musik Kiai Kanjeng dan acara-acara rutin
yang dihadiri oleh Kiai Kanjeng dan strategi pementasan musik
Kiai Kanjeng dalam pementasan-pementasannya.
c. Iwa. Wawancara dilakukan di Pondok Pesantren Rohmatul Umam
Jalan Parangtritis km. 22, Tegalsari Donotirto Kretek, Bantul
Yogyakarta pada tanggal 5 September 2015 materi wawancara
berkenalan, basa-basi dan menjurus tentang perbedaan materi
pengajian serta pengaruh musik di dalam pengajian Mocopat
1) Hendro. Wawancara dilakukan di desa Tirtonirmolo, Kecamatan
Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada tanggal 17
september 2015 pada saat terselengaranya pengajian Mocopat
Syafa’at materi wawancara perkenalan, basa-basi dan menjurus
tentang pengaruh musik didalam acara pengajian Mocopat
Syafa’at.
3. Teknik Dokumentasi
Menurut Moleong (2001: 161), dokumentasi yaitu catatan atau
karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan
kepercayaan. Maksud mengumpulkan dokumen tersebut adalah untuk
memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor
di sekitar subjek penelitian. Dengan demikian peneliti merasa perlu
menggunakan teknik ini guna melengkapi dan mendukung data yang
diperlukan dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
Adapun pengambilan data-data yang dikumpulkan melalui teknik
pengumpulan datadokumentasi,yaitu dalam bentuk rekaman audio visual
dan foto.
a. Rekaman Audio
Dokumentasi dalam bentuk audio sangat membantu dalam
proses melakukan rekaman dari hasil wawancara peneliti dengan
nara sumber.
Audio merupakan alat bantu yang efektif, karena hasil
dalam bentuk soft copy. Selain itu dengan menggunakan alat
perekam mampu memberikan catatan rekonstruksi dialog tentang
fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at
Jama’ah Maiyah diTirtonirmolo Kasihan Bantul.
b. Foto
Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2001: 115) Foto
banyak digunakan sebagai alat bantu untuk keperluan penelitian
kualitatif karena dapat mempermudah dalam proses berbagai
keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga
sehingga dapat digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan
hasilnya dianalisis secara induktif, terdapat dua kategori foto yang
dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan
orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.
Adapun foto yang dimanfaatkan dalam penelitian ini diperoleh
dari dokumen resmi managemen Progres untuk memberikan
gambaran tentang fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian
Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.
Hal ini untuk memperjelas dari hasil uraian yang telah di
deskripsikan oleh peneliti.
E. Instrumen Penelitian
Merujuk pada pendapat Sugiono (2005: 59) mengenai instrumen dalam
penelitian kualitatif, instrumen penelitian utama yangdigunakan dalam
berfungsi dalam mengambil inisiatif yang berhubungandengan penelitian.
Inisiatif ini meliputi pencarian data, pembuatan pertanyaanuntuk wawancara
dan sebagai pengolah data.
F. Triangulasi
Merujuk pada penjelasan Moleong (2001: 178) dan Sugiyono (2005:
83), peneliti melakukan langkah triangulasi guna pengecekan keabsahan dan
kredibilitas data yang didapatkan dalam penelitian ini. Teknik triangulasi
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik pengumpulan
data.
Dalam penelitian ini, peneliti mengecek data kepada sumber yang sama
dengan berbagai teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Data yang sama yang diperoleh dari ketiga teknik tersebut
kemudian disinkronkan untuk disimpulkan keabsahan datanya. Apabila
terjadi perbedaan hasil data, peneliti kemudian mendiskusikan dengan sumber
data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data yang dianggap
benar.
Peneliti memperoleh data yang berkaitan tentang fungsi musik Kiai
Kanjeng melalui observasi non partisipatif. Observasi dilaksanakan di Desa
Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Agar data yang didapat
melalui observasi tersebut merupakan data yang valid, peneliti juga
mengumpulkan data melalui wawancara dengan informan. Selain hal
Data-data yang sudah terkumpul tersebut, kemudian disinkronkan guna
mendapatkan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini.
G. Analisis Data
Merujuk pada penjelasan Milles dan Huberman (dalam Sugiono, 2005:
91) mengenai teknik analisis data, peneliti melakukan teknik analisis data
tersebut untuk mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dari hasil
perolehan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Perolehan data tersebut
kemudian diorganisasikan menjadi satu untuk dipakai dan diinterpretasikan
sebagai bahan temuan untuk menjawab permasalahan penelitian.
Dalam penelitian ini data dianalisis dengan teknik kualitatif deskriptif,
yakni yang dilakukan untuk memaparkan data-data dengan kata-kata atau
kalimat-kalimat untuk memperoleh kesimpulan. Dalam menganalisis data
peneliti menggunakan tiga komponen yaitu reduksi data (data reduction),
penyajian (data display), dan penyimpulan (conclusion drawing/verification).
1. Data reductions (reduksi data), selama proses pengambilan data
penelitian, peneliti memperoleh data yang beraneka ragam yang
didapatkan melalui berbagai macam teknik pengumpulan data. Dari
perolehan data tersebut peneliti merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, atau data-data yang dianggap
perlu dan mendukung terhadap penelitian ini. Dengan demikian peneliti
mengkelompokan data-data tersebut sesuai dengan permasalahan yang
akan dikaji. Peneliti hanya menggunakan data-data yang berkenaan
peneliti juga menggunakan data-data pendukung guna mempermudah
pengkajian dan memperkuat penelitian, data-data tersebut antara lain
buku tentang gamelan kiai kanjeng, rekaman audio tentang kiai kanjeng,
video pementasan Kiai Kanjeng, dan catatan-catatan tentang Kiai
Kanjeng.
2. Data display (penyajian data), setelah data direduksi, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan display data atau penyajian data,
diperlukan untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan tentang data
yang masuk. Dalam tahap ini, peneliti mencoba menyusun data-data yang
telah dipilih tersebut menjadi teks naratif yang disusun secara sistematis
dan terperinci guna memudahkan peneliti dalam proses pemahaman data
tersebut. Teks naratif tersebut memuat seluruh data utama dan data
pendukung yang berupa deskripsi tentang fungsi musik Kiai Kanjeng di
Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.
3. Conclusion drawing/ verification (penyimpulan data), setelah data tersaji
secara sistematis dan terperinci, peneliti selanjutnya melakukan proses
penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap data-data yang telah
terorganisasi dengan menganalisis secara kualitatif. Sehingga dengan
kesimpulan data-data tersebut dapat mempermudah peneliti untuk
36 BAB IV
FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG
DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMA’AH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL
Dari penelitian yang telah dilakukan telah didapat hasil bahwa Fungsi dari
musik Kiai Kanjeng adalah sebagai berikut :
A. SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI.
Dalam setiap pementasan Kiai Kanjeng selalu melihat segmen dari
kapasitas publik itu sendiri. Artinya setiap segmen pementasan musik Kiai
Kanjeng selalu menyesuaikan tema yang ada dan selalu mengedepankan
audient yang hadir. Universalitas dan fleksibelitas yang diterapkan dengan
melihat sejauh apa kepentingan dan muatan yang dikehendaki dalam even
atau momentum tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar musik Kiai Kanjeng benar-benar tepat dan
mengena dengan momentum tersebut, supaya dapat terjalin, segmen publik
dalam kesatuan perasaan. Sebagai contoh apabila momentum dan segmen
publik suatu masyarakat religi yang berupa acara pengajian atau sejenisnya,
maka bentuk penyajian musiknya adalah musik-musik dan nyayian dengan
titik berat pada nilai-nilai religiusitas. Dalam gambaran lain apabila
momentum dan segmen publik berupa masyarakat yang lebih majemuk,
sebagai contoh suatu pagelaran dikampus dengan mahasiswa sebagai
audientnya tentu saja bentuk musiknya akan menyesuaikan dengan audient
sosial, politik, atau pun budaya-budaya lain atau biasa disebut dengan musik
populer. Sehingga semua pesan yang diharapkan dapat tersampaikan pada
audient yang hadir. Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui
(Wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01
Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)
“disetiap pementasan Kiai Kanjeng saya dan teman-teman hanya menentukan beberapa lagu yang akan dibawakan sebagai lagu pembuka dalam sebuah acara, untuk selanjutnya Cak Nun yang menentukan repertoar-repertoar lagu disela-sela acara berlangsung, dalam komunikasi terhadap masyarakat Cak Nunlah ahlinya”
Hal ini ditegaskan didalam (wawancara pada waktu perjalanan dari
Jogja ke Magelang pada tanggal 6 september 2015).
“Kalau Kiai Kanjeng diposisikan sebagai alat atau media penguat tempur, ya pasti ada, tapi sudut pandangnya bisa juga begini, obyek dakwah itu kan umat atau masyarakat, yaitu kumpulan individu. Nah Simbah amat paham apa dan siapa itu manusia,yang punya berbagai dimensi yang punya potensi-potensi dan kecenderungan-kecenderungan yang multi aspek maksudnya manusia itu berkomunikasi tidak hanya melewati herbal komunikasi juga bisa dijalin melalui instrumen-instrument yang menghasilkan buny”
Jadi fungsi musik dalam kiai kanjeng adalah material budaya (seperti
bahasa) yang di lengkapi sejenis semiotik dan kekuatan afektif yang
digunakan dalam kontruksi sosial. Pengaruh musik terhadap emosi dapat
mempengaruhi secara tidak langsung tetapi independen pada situasi
mendengarkan. Musik adalah bahasa universal yang dapat diterima oleh siapa
saja. Musik dapat berbicara dalam budaya yang berbeda, hal ini disebabkan
dalam setiap individu terdapat daya tarik untuk mengorganisir suara yang
dengan musik dapat menjalin hubungan menuju kesepakatan terhadap
pihak-pihak yang berselisih, yaitu musik dijadikan sebagai sarana pengganti bahasa.
B. SEBAGAI SARANA HIBURAN
Fungsi hiburan mengacu kepada pengertian bahwa sebuah musik pasti
mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur. Hiburan merupakan
kebutuhan hidup manusia yang sangat penting, karena dengan hiburan
manusia dapat meringankan beban dari tekanan-tekanan sebagai efek
ketegangan psikologis maupun fisik yang banyak dijumpai dalam kehidupan.
Seni dan hiburan merupakan bagian tidak terpisahkan dengan kehidupan
manusia. Kebutuhan akan hiburan itupun beragam, maka sudah semestinya
corak, ragam, dan hiburannya bermacam-macam pula sesuai lingkungan
masyarakatnya, termasuk pula rasa dan lingkup budayanya.
Disela-sela materi dakwah yang disampaikan selalu ada selingan musik
untuk mengingat materi-materi yang diberikan pada waktu sebelumnya, dan
musik dijadikan sebagai salah satu hiburan supaya otak dan syaraf-syaraf
terlihat kendor.Menghibur diri untuk meringankan beban ataupun rasa capek
sangat diperlukan oleh jama’ah dimana mereka telah menghabiskan semua
tenaga dan pikirannya selama mengikuti acara pengajian yang begitu banyak
materi- materi yang diberikan. Sehingga dengan adanya hiburan tersebut
maka tekanan-tekanan psikologis dan fisik yang terdapat dalam diri jama’ah
akan lebih tenang, rileks serta dapatmenghilangkan stres dan menyenangkan
hati, sehingga selain hati menjadi senang juga materi-materi yang diberikan
berasal dari kota Bandung M. Iswah Marully (Wawancara perjalanan jogja
menuju kota Munthilan pada tanggal 5 September 2015)
“Pada peristiwa yang saya alami disetiap pengajian Cak Nun yang menghadirkan Kiai Kanjeng. Selain menyuguhkan lagu-lagu bernuansa Islami Kiai Kanjeng juga memainkan lagu-lagu populer sesuai dengan identitas masyarakat yang hadir ditempat itu. Tentunya sebagai sarana hiburan dan sebagai penyejuk suasana agar lebih menarik dan dapat mempermudah tentang bahasan yang tersajikan”
Hal ini ditegaskan oleh Hendro Jama’ah Maiyah yang berasal dari kota
Klaten melalui (Wawancara di acara Mocopat Syafaat di Dukuh IX RT. 07
RW. 18, desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul pada
tanggal 17 sepetember 2015)
“Saya sering mengikuti acara pengajian di kampung di daerah saya. Akan tetapi pengemasan dalam sebuah acara terlalu kaku dan membosankan. Berbeda sekali dengan Mocopat Syafaat karena ada musik Kiai Kanjeng yang menjadikan suasana lebih santai dan rilek dalam mengikuti acara ini, tentunya karena musik yang dihadirkan sangat menghibur dan mampu membuat hati dan pikiran jama’ah tidak terlalu tegang”
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa, musik sangat
mempengaruhi suasana dalam diri masing-masing individu, tergantung pada
suasana hati dan tingkat emosi individu-individu tersebut. Otak manusia di
berkahi dengan makna suara musik, sehingga suara musik lebih kepada
representasi, dalam memaknai suara musik yang diperdengarkan. Otak manusia juga dilengkapi potensi untuk membuat seseorang tertawa, sedih
atau pun menangis. Musik sebagai media terapi kegelisahan, mental, spiritual
C. SEBAGAI MEDIA PENERANGAN
Pada zaman modern seperti sekarang ini musikselalu digunakan oleh
suatu lembaga ataupun instansi pemerintahan sebagai media penerangan.
Salah satu contohnya adalah musik Kiai Kanjeng dimana setiap isi
syair-syairnya diambil dari kehidupan sehari-hari terdiri dari tema agama, sosial,
politik dan budaya. Yang pastinya semua lagu yang dimainkan selain sebagai
sarana hiburan juga digunakan sebagai media penerangan melalui syair lagu
yang dimainkan. Dengan media kesenian pesan-pesan yang disampaikan
untuk masyarakat akan lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami.
Konsep ini mungkin bisa diambil contoh pada waktu zaman para wali
songo dan sesepuh kita yang menggunakan media seni pada khususnya media
musik yang menjadikan sebuah tontonan menjadikan prinsip tuntunan yang
bertujuan untuk merubah pola hidup dan cara berpikir menjadi lebih baik.
Tentunya dalam hal ini Kiai Kanjeng memasukan pesan-pesan menggunakan
media musik supaya pesan yang diingikan secara tidak langsung sebagai
media penerangan. Diharapkan melalui media musik pesan yang tersurat
dapat tersampaikan.
Hal ini ditegaskan oleh Penggiat Maiyah yang berasal dari kota
Bandung M. Iswah Marully (Wawancara perjalanan dari kota Jogja menuju
kota Munthilan pada tanggal 6 September 2015).
pegangan yang bisa dipakai kapanpun, tentu saja pegangan nilai bukan sekedar hiburan yang kita nyanyikan ketika senang atau sedih”
D. SEBAGAI PENDIDIKAN NORMA SOSIAL
Kesenian digunakan sebagai media untuk mengajarkan norma-norma
ataupun aturan-aturan yang sekalipun tidak tertulis namun berlaku di tengah
masyarakat. Didalam pementasan musik Kiai Kanjeng selain membawakan
syair lagu sholawat juga membawakan syair lagu yang didalamnya terdapat
pesan-pesan moral, etika dan budaya untuk disampaikan kepada jama’ah.
Ada beberapa lagu dolanan yang diaransement ulang oleh Kiai Kanjeng
yang sebenarnya lagu tersebut mempunyai makna dan pesan yang sangat
baik. Salah satu syair lagu dolanan yang begitu sederhana akan tetapi memilki
pesan moral seperti contoh Lagu Gundul-Gundul Pacul. Hal ini ditegaskan
oleh Novi Budianto sebagai pemimpin Kiai Kanjeng melalui (Wawancara di
SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada
tanggal 7 sepetember 2015)
“Kiai Kanjeng bukan orang-orang yang ahli musik ataupun sarjana musik akan tetapi Kiai Kanjeng selalu berusaha mengikuti trend musik yang ada pada saat ini, agar Kiai Kanjeng selalu bisa dapat diterima di hati masyarakat. Aransemen-aransemen musiknya pun sangat beragam dari pop, rock, jazz, keroncong dan musik-musik Jawa”
Lagu Gundul-gundul pacul, yang diaransement ulang seperti lagu
populer pada saat ini, ada unsur jawa dan jazz, didalam aransemen lagu
tersebut sehingga terlihat kesan populer dan dapat diterima oleh para generasi
muda dengan zaman sekarang, serta dapat membangkitkan dan membawa
suasana yang menarik bagi para pemuda selanjutnya dapat dijadikan sebagai
aliran dalam musik serta pesan yang ada didalamnya dapat masuk dalam satu
kesatuan dan menjadikan nilai positif didalamnya.
E. SEBAGAI RITUAL KEAGAMAAN
Biasanya musik pada umumnya tidak lepas dari kegiatan keagamaan.
Hal ini sering dijumpai dalam berbagai kegiatan baik upacara adat ataupun
kegiatan lain yang bersifat sakral di kalangan masyarakat. Maksud dari musik
Kiai Kanjeng sebagai ritual keagamaan, yaitu tidak terdapat ritual-ritual
seperti memberikan sesembahan atau sesaji dalam upacara adat pada
umumnya, tetapi yang dimaksudkan musik Kiai Kanjeng tersebut sebagai
pengiring dalam peribadatan. Dalam hal ini ibadah dibagi menjadi dua
kategori yaitu ibadah madoh dan ibadah muamalah. Peran atau fungsi musik
Kiai Kanjeng dalam peribadatan diletakan dalam ibadah mahdoh yaitu ibadah
diluar syariat dalam agama Islam yang artinya musik dijadikan sarana dalam
konteks dalam memperindah diluar ibadah muamallah. Dalam musik Kiai
Kanjeng ada moment-moment khusus dalam acara yang pasti mengajak para
jamaah dalam mengajak ibadah dengan semua yang ada di alam, dengan
salah satu nya dengan musik mereka memainkan lagu sholawat yang pada
intinya untuk mengingat bahwa dan menjunjung kehadiran Nabi Muhamad
S.A.W.Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui (wawancara di SMP
Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal
7 sepetember 2015)
musik ikut dimainkan bersama-sama untuk bersholawat kepada Kanjeng Nabi S.A.W”
Adapun religiusitas Kiai Kanjeng terwujudkan melalui lagu-lagu yang
dimainkan, baik berupa wirid, doa-doa, dan sholawat (interaksi vertikal
dengan Alloh) maupun lagu yang memuat pesan kebaikan moral (ineraksi
horizontal dengan alam dan manusia) yang semua itu merupakansuatu upaya
untuk mewujudkan Islam sebgai rahmattan lil alamin, rahmat bagi seluruh
alam. Selain itu daam musik Kiai Kanjeng juga memuat unsur prulalisme,
dimana perbedaan tetap dijada batas-batas koridornya yaitu menghargai
perbedaan dengan prinsip lakum diinukum waliyadiin (bagimu agamamu dan
bagimu agamaku).
F. SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT
Identitas dari Kiai Kanjeng sendiri selain dari syair lagu dan
pesan-pesan dari lirik lagu tersebut, terdapat pada gamelan itu sendiri yang
merupakan ciri dari instrumen Jawa yang pada dasarnya menggunakan laras
pelog dan slendro tetapi dalam musik Kiai Kanjeng sudah diperbaruhi
menjadi tangga nada diatonis G Mayor.
Kehadiran Kiai Kanjeng sendiri merupakan bentuk ekspresi dari
masyarakat yang pada sejarahnya merupakan kegelisahan dalam kemiskinan
kreatifitas. Lewat kesenian yang menggunakan instrument gamelan
menjadikan suatu identitas yang tidak lepas dari asal usul intrument gamelan
Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui (wawancara di SMP
Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal
7 sepetember 2015)
“Gamelan adalah instrumen peninggalan budaya nenek moyang kita. Yang diwariskan secara turun temurun. Gamelan Kiai Kanjeng saya ciptakan tidak untuk merubah bentuk fisik dari gamelan yang sudah ada akan tetapi hanya menganti bentuk laras nada yang sudah ada dari pentatonis menjadi diatonis, tujuan awal ini semata-mata hanya untuk melayani dalam mengiringi musik puisi Emha Ainun Nadjib. Dan tentunya karena diperjalankan oleh_Nya sehingga Kiai Kanjeng menjadi seperti ini”
Keberadaan instument gamelanmerupakan warisan dari leluhur yang
masih mampu dipertahankan dan terus dinikmati oleh masyarakat. Hal ini
terbukti bahwa Kiai Kanjeng menjunjung tinggi kebudayaan Jawa dan
norma-norma keagamaan yang telah tertulis disetiap syair lagu yang dimana
selalu dimainkan dengan alat musik gamelan. Berdasarkan konsep awal yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan, maka hal tersebut menentukan
identitas dari mana kesenian musikgamelan Kiai Kanjeng tersebut berasal.
Adapun unsur budaya yang terdapat dalam kesenian tersebut dan sebagai
identitas masyarakat, dapat diketahui dari segi bahasa maupun dari intrumen
gamelan itu sendiri. Dengan demikian musik Kiai Kanjengtersebut
merupakan kesenian yang memiliki ciri-ciri khas yang tentunya merupakan
identitas masyarakat Jawa.
G. SEBAGAI SARANA ATAU MEDIA PENDIDIKAN
Musik dalam pendidikan sangat berperan dalam pembentukan berpikir
secara kreatif. Melalui seni, kegiatan berpikir kreatif akan terpacu dan
media pendidikan, lagu atau syair dalam musik Kiai Kanjengdapat
menanamkan jiwa dan budi pekerti yang baik, sebagai contoh mengagungkan
nama Tuhan, semangat nasionalisme, perjuangan, cinta kepada orang tua,
lingkungan, teman, dan perilaku yang baik lainnya.Hal ini ditegaskan oleh
Novi Budianto melalui (wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW
Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)
“Musik hanya sebagai salah satu media dalam penyampaian pesanyang terkandung. Kiai Kanjeng selalu ingin menampilkan warna musik yang menarik dan dapat mudah di mengerti oleh masyarakat, tentunya dengan lirik yang sederhana tapi mengena di hati masyarakat. Tema-tema yang disuguhkan selalu dengan Tema-tema yang terjadi di sekitar misal tema tentang lingkungan, keluarga, dan nasionalisme, ketuhanan. Kiai Kanjeng memposisikan diri sebagai pelayan dan untuk selanjutnya biarlah masyarakatlah yang menilainya”
Musik banyak pula digunakan sebagai media untuk mengajarkan
norma-norma ataupun aturan-aturan yang sekalipun tidak tertulis namun
berlaku di tengah masyarakat. Musik Kiai Kanjeng selain membawakan
lagu-lagu sholawat ia juga membawakan syair-syair lagu-lagu yang merupakan
46 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan di desa
Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta, tentang musik Fungsi Musik Kiai
Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah maka, fungsi
musik Kiai Kanjeng adalah sebagai; a) sarana komunikasi antara pemain
musik dan jama’ah serta komunikasi kepada sang pencipta; b) sarana hiburan
dapat memberi kepuasan yang bersifat kesenangan dan kegembiraan serta
menghindarkan tekanan-tekanan psikologis maupun fisik; c) media
penerangan melalui lagu-lagu sebagai misi dakwah; d) pendidikan norma
sosial berupa pesan-pesan moral lewat syair lagu yang disampaikan kepada
pendengar; e) ritual keagamaan sebagai pengiring peribadatan ketika terdapat
penceramah atau ustad menyampaikan dakwah; dan f) identitas masyarakat
merupakan bentuk ekspresi masyarakat lewat kesenian yang terdapat
unsur-unsur budaya Jawa sehingga memunculkan identitas masyarakatnya; g) media
pendidikan sangat berperan dalam pembentukan berpikir secara kreatif
terpacu dan berkembang sehingga dapat digunakan manusia dalam proses
B. Saran
Di dalam berbagai acara pengajian yang berlangsung ditempat lain
mulailah membuka hati dan pikiran bahwa musik merupakan salah satu
sarana dalam peribadatan. Penggunaan media musik pada setiap acara
pengajian berlangsung dirasa cukup penting karena dengan media musik
tersebut diharapkan materi yang diberikan lebih terfokus dan tepat sasaran
sesuai dengan apa yang diharapkan. Kedudukan atau kehadiran akan seni
dalam ritual agama bukan berarti sebagai pameran atau pertunjukan dan juga
semata-mata bukan berarti “menyenikan” ritual agama, tetapi ini adalah
merupakan serangkaian pengalaman yang harmonis dalam menjalankan
ibadah. Musik dalam ritual agama akan mendorong kesadaran dalam
religiusitas, diharapkan penggunaan media musik lebih dapat
48
DAFTAR PUSTAKA
Bahari, N. 2008. Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chodjim, A. 2003. Mistik dan Makrifat Kanjeng Sunan Kalijaga. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Creswell, J. W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jati, D. 2007. Kalawarti Umum Bahasa Jawa. Jakarta: Gramedia Prima.
Komala, E. 2010. Komunikasi Transendental Pada Ulama Pada Maqam
Makrifat. Bandung: Rosdakarya
Mardiwarsito. 1993. Nguri-nguri Kabudayan Jawi: Tembang Mocopat.
Suarakarta: Media Raya Press.
Martopo, H. 2005. Musik Sebagai Faktor Penting Dalam Penerapan Metode Pembelajaran Quantum dalam Harmonisasi Volume VI. Semarang: Unnes Press.
Ma’shum. 1985. Kisah Teladan Nabi Rosul. Gresik: CV Bintang Pelajar.
Meriam, A. P. 1964. The Antropologi Of Music. Chicago: Northwestern University Pers.
Moleong, L. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Palgunadi, B. 2002. Karawitan Jawi: Serat Kandha. Bandung: ITB.
Upandi, Pandi. 2009. Metode Pembelajaran Kliningan “Kawih Dan Gendhing Piringannya" STSI Bandung.
Setiawan, R. 1993. Dibalik tembang mocopat. Jakarta Selatan: Karya Unipress. Sukerna, N, I. 2003. Gamelan Jegog Bali. Semarang Timur: Intra Pustaka Utama.
Suyanto. 2003. Walang Malangandan Filosofi Tembang Mocopat. Surakarta: Citra Etnika
49
Sumarsam. 2003. Gamelan Interaksi Budaya dan Perkembangan Musikal di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Suparli, L. 2010. Gamelan Pelog Slendro: Induk Gamelan Karawitan Sunda. Bandung. Sunan Ambu Press.
Susetya, W. 2007. Renungan Sufistik Isalam Jawa. Surakarta: Tiga Serangkai Yasin, A. dkk. 2004. Dibawah Naungan Al_Quran jilid 10. Jakarta: Gema Insani
Prees.
Bisri, A. M. 2007. Catatan Kritis dan Analisis,
www.gusmus.net/gusmus/page. Diakses pada tanggal 19 oktober 2015.
Mahendra, Y. 2013. Gusti, Kanjeng, Ulama, Kiai dan Gus. M. Kompasiana.com/ Yusrilihza_Mahendra/ Gusti-Kanjeng-Ulama-dan-Gus. Diakses pada tanggal 19 oktober 2015.
Ziaulhaq, A. 2014 Panggil saya ustad memahami istilah ulama habib dan kiai http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/04/. diunduh pada tanggal 25-02-2015.
1. Fungsi Musik Kiai Kanjeng. a. Apakah fungsi musik Kiai
Kanjeng sebagai sarana
komunikasi?
b. Apakah fungsi musik Kiai
Kanjeng sebagai sarana
hiburan?
c. Apakah fungsi musik Kiai
Kanjeng sebagai media
penerangan?
d. Bagaimanakah fungsi musik
Kiai Kanjeng sebagai
pendidikan norma sosial?
e. Bagaimanakah fungsi musik
Kiai Kanjeng sebagai ritual
keagamaan?
f. Bagaimanakah fungsi musik
Kiai Kanjeng sebagai identitas
masyarakat?
g. Bagaimakah fungsi musik Kiai
Kanjeng sebagai sarana atau
[image:64.612.127.515.113.689.2]1. Jamaah Maiyah
2. Mocopat Syafa’at
a. Apa yang dimaksud dengan arti
kata Maiyah?
b. Apa yang dimaksud tentang visi
dan misi adanya Jamaah
Maiyah?
c. Apa yang dimaksud dengan
perbedaan Jamaah Maiyah dan
Penggiat Maiyah?
a. Bagaimanakahsejarah
berdirinya pengajian Mocopat
Syafa’at?
b. Apakah yang dimaksud dengan
Mocopat Syafa’at?
c. Bagaimanakah visi dan misi
dari terselenggaranya Mocopat
[image:65.612.128.514.109.583.2]1. Pengaruh Musik Kiai Kanjeng
Terhadap Jamaah
a. Apakah fungsi Musik Kiai
Kanjeng dapat menjadi sarana
komunikasi terhadap Jamaah?
b. Apakah fungsi Musik Kiai
Kanjeng dapat menjadi sarana
hiburan terhadap Jamaah?
c. Apakah fungsi Musik Kiai
Kanjeng dapat menjadi sebagai
media penerangan?
d. Apakah fungsi Musik Kiai
Kanjeng dapat menjadi sebagai
media sosial?
e. Apakah fungsi Musik Kiai
Kanjeng dapat menjadi sebagai
sarana keagamaan?
f. Apakah fungsi Musik Kiai
Kanjeng dapat menjadi sebagai
identitas masyarakat?
g. Apakah fungsi Musik Kiai
Kanjeng dapat menjadi sarana
[image:66.612.128.514.109.690.2]Yang Bertanda Tangan di sini:
Nama : Setyo Pramono
NIM : 08208244032
Prodi : Pendidikan Seni Musik
Fakultas : Bahasa dan Seni
Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi
keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam
Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”
Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, September 2015
Narasumber Peneliti
Yang Bertanda Tangan di sini:
Nama : Setyo Pramono
NIM : 08208244032
Prodi : Pendidikan Seni Musik
Fakultas : Bahasa dan Seni
Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi
keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam
Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”
Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, September 2015
Narasumber Peneliti
Yang Bertanda Tangan di sini:
Nama : Setyo Pramono
NIM : 08208244032
Prodi : Pendidikan Seni Musik
Fakultas : Bahasa dan Seni
Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi
keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam
Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”
Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan