• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMA’AH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMA’AH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta ` Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh Setyo Pramono NIM 08208244032

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi ! " "" " #

$ % &

(7)
(8)

viii

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Fungsi Musik ... 7

B. GamelanKiai Kanjeng ... 10

C. Pengajian Mocopat Syafa’at ... 14

D. Jama’ah Maiyah ... 22

(9)

ix

C. Data Penelitian ... 26

D. Teknik Pengumpulan Data ... 27

1. Teknik Observasi ... 27

2. Teknik Wawancara ... 28

3. Teknik Dokumentasi ... 31

E. Instrumen Penelitian ... 32

F. Triangulasi ... 33

G. Analisis Data ... 34

BAB IV FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMAAH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL ... 36

A. Sebagai Sarana Komunikasi ... 36

B. Sebagai Sarana Hibura ... 38

C. Sebagai Media Penerangan ... 40

D. Sebagai Pendidikan Norma Sosial ... 41

E. Sebagai Ritual Agama ... 42

F. Sebagai Identitas Masyarakat ... 43

G. Sebagai Sarana/Media Pendidikan ... 44

BAB V PENUTUP ... 46

A. kesimpulan ... 46

(10)
(11)

xi Oleh : Setyo Pramono NIM. 08208244032

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi musik Kiai Kanjeng dalamPengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo Kasihan Bantul.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Objek dari penelitian ini adalah musikKiai Kanjeng, adapunyang diteliti dari obyek itu sendiri adalah fungsi dari musik Kiai Kanjeng. Pengumpulan datanya dengan cara (1) Observasi, (2) Wawancara, dan (3) Dokumentasi. Tahap-tahap dalam menganalisis data adalah dengan (1) Reduksi Data, (2) Penyajian data, dan (3) Penyimpulan.Untuk pemeriksaan keabsahan datanya dilakukan dengan triangulasi teknik pengumpulan data.

HasilpenelitianmenunjukanbahwafungsimusikKiaiKanjengadalahsebagai; (1)

saranakomunikasiantarapemainmusikdanjama’ahsertakomunikasikepadaSangPenc

ipta; (2) saranahiburandapatmemberikepuasan yang

bersifatkesenangandankegembiraansertamenghindarkantekanan-tekananpsikologismaupunfisik; (3) media peneranganmelaluilagu-lagusebagaimisidakwah; (4) pendidikannormasosialberupapesan-pesan moral lewatsyairlagu yangdisampaikankepadapendengar; (5) ritual keagamaansebagaipengiringperibadatanketikaterdapatpenceramahatauustadmenya mpaikandakwah; (6) identitasmasyarakatdidalam instrument gamelan yang merupakan simbol dari masyarakat Jawa; (7)media pendidikan melalui media

musik yang

berperandalampembentukanberpikirsecarakreatifterpacudanberkembangsehinggad apatdigunakanmanusiadalam proses belajar;

(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Sudah sejak ribuan tahun, musik telah memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh, bunyi genderang dan sangkakala yang dibunyikan untuk menandakan bahwa perang akan dimulai. Selanjutnya, musik juga terdengar didalam upacara keagamaan, seperti pemujaan terhadap arwah para leluhur yang mereka anggap suci George dan Hodges (dalam Y Sumandiyo Hadi 2006: 34).

Pada dasarnya ritual keagamaan berawal dari kepercayaan dan keyakinan yang diadopsi oleh para leluhur. Keyakinan tersebut berkembang menjadi sebuah pola yang digunakan sebagai alat atau cara dalam melakukan suatu pemujaan. Sebagai contoh, terdapat sesajen dan alunan musik yang digunakan dalam sarana ritual keagamaan. Dengan berjalannya waktu, aktivitas tersebut semakin berkembang dalam kehidupan manusia dan membentuk suatu komunitas, kekerabatan. Sehingga menjadikan organisasi yang mempunyai keyakinan yang sama. Komunitas tersebut dikenal dengan nama agama O’Dea (dalam Y Sumandiyo Hadi 2006: 34).

(13)

sarana dalam peribadatan untuk menyembah Tuhan. Perjalanan budaya beragama di Indonesia sangat dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha, ini terbukti dengan adanya penggunaan sesajen dan dupa/kemenyan pada saat melakukan ritual peribadatan kepada Tuhan.

Di dalam sejarah Nusantara Wali Songo adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan penting terhadap penyebarkan ajaran agama Islam. Hal ini Wali Songo mempunyai cara-cara khusus, sebagai contoh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga melakukan pendekatan ritual keagamaan dengan cara mengkolaborasikan budaya Islam dengan budaya Hindu dan Budha, sehingga tercetuslah adanya sesaji. Misalnya penggunaan sesaji dalam melakukan ritual kepada Tuhan sebagai persembahan tanda bakti atau ucapan terimakasih atas hasil panen yang melimpah. Selain menggunakan media sesaji Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga mengunakan media bunyi untuk menarik perhatian masyarakat supaya datang dan mendengarkan syiar agama nya, yaitu dengan menggunakan alat musik yang biasa disebut gamelan. Gamelan ini berfungsi sebagai daya tarik perhatian orang untuk datang dan mendengarkan syiar agamanya.

(14)

kita dapati dalam musik gamelan pada tarikan tali rebab yang sedang, paduan keseimbangan bunyi kenong, saron, kendang dan gambang serta suara gong disetiap penutup irama. Pada intrumen gamelan Jawa dibedakan menjadi dua laras nada yaitu slendro dan pelog. Dalam sejarah yang berkembang dimasyarakat pada khususnya Pulau Jawa gamelan slendro lebih tua daripada gamelan pelog. Gamelan slendro memiliki lima nada dalam satu oktaf yaitu, 1, 2, 3, 4, 5, 6 (ji, ro, lu, pat, mo, nem) sedangkan gamelan pelog memiliki tujuh nada dalam satu oktaf yaitu, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 (ji, ro, lu, pat, no, nem, pi).

Didalam lingkup keraton gamelan, masih mempunyai peran yang sangat sakral. Peran dan fungsi gamelan itu sendiri ikut mempunyai andil dalam kehidupan di masyarakat Jawa khususnya di dalam lingkup keraton. Suatu contoh gamelan Kiai Guntur madu dan Kiai Guntursari, gamelan ini dimainkan pada saat-saat tertentu yaitu pada waktu acara sekaten yang dimulai pada tanggal 5 Maulud hingga 12 Maulud selain ditabuh untuk memperingati hari kelahiran dan wafatnya Nabi Muhamad SAW, biasanya gamelan tersebut juga ditabuh untuk menyambut tamu agung keraton dan juga acara-acara resmi di dalam keraton.

(15)

kelompok musik tersebut, akan tetapi Kiai Kanjeng adalah sebuah konsep nada (laras nada) gamelan yang tidak berlaras slendro dan tidak berlaras pelog sebagaimana gamelan pada umumnya yang tercipta dari tangan Novi Budianto. Untuk selanjutnya nama dari sebuah konsep nada pada perkembangannya dipinjam untuk semacam tenger sebagai nama Jaringan musisi di Yogyakarta yang memiliki kegelisahan kreatifitas pada waktu itu.

Musik Gamelan Kiai Kanjeng digunakan sebagai sarana dakwah oleh seorang budayawan yang bernama Emha Ainun Nadjib. Gamelan Kiai Kanjeng selalu tampil dan mendampingi dalam acara pengajian yang disebut dengan nama Mocopat Syafa’at. Pengajian Mocopat Syafa’at dilaksanakan setiap tanggal 17 yang diselenggarakan di halaman Taman Kanak Islam Terpadu Alhamdullilah di desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul yang dihadiri oleh jama’ah Maiyah. Jama’ah Maiyah adalah sebutan bagi para jama’ah yang hadir didalam acara Mocopat Syafa’at.

(16)

argumen, berbagi pengalaman, serta melayani sesi tanya jawab kepada jama’ah yang bertanya.

Dibandingkan dengan pengajian pada umumnya yang durasi waktunya hanya dua sampai tiga jam, akan tetapi dalam pengajian Mocopat Syafa’at waktunya lebih lama. Yakni dimulai pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 03.00 WIB. Musik Kiai Kanjeng memiliki peranan penting dalam pengajian Mocopat Syafa’at. Musik tersebut memiliki peran tidak hanya sebagai pengiring tetapi sebagai sarana untuk menambah kekhusukan dalam proses pegajian berlangsung. Kiai Kanjeng menjadikan suasana dalam pengajian menjadi lebih menarik, hal tersebut secara umum belum diketemukan didalam proses pengajian yang lain.

Hal ini dianggap menarik oleh penulis untuk diteliti, karena didalam penelitian yang akan dilakukan, penulis ingin mengetahui Fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah yang diadakan di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan pemaparan uraian latar belakang tersebut maka, permasalahan difokuskan pada fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.

C. Tujuan Penelitian

(17)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai fungsi musik Kiai Kanjeng didalam pengajian Mocopat Syafa’at pada khususnya.

b. Dapat dijadikan suatu bahan referensi dan dapat dikembangkan lagi dalam penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai salah satu alternatif metode penyampaian didalam acara sebuah pengajian, yang bagaimana dalam pengemasan acaranya dapat memudahkan jama’ah dalam menerima materi dengan menggunakan media seni.

(18)

7 A. Fungsi Musik

Fungsi musik menurut Martopo (2005: 1) musik merupakan seni yang

paling abstrak dan sekaligus juga merupakan realitas bunyi, yang memiliki

banyak keunggulan untuk membantu pendidikan watak seseorang (ekspresi,

emosional), digunakan juga dalam sebuah tradisi adat (komunikasi, pelestari

kebudayaan,respon sosial, pemersatu bangsa, respresentasi simbol,

pendidikan norma sosial), dan hiburan serta sebagai promosi dagang.

Selain itu menurut Bahari (2008: 55) Musik dikatakan sebagai sarana

ritual apabila sebuah musik mengandung nilai-nilai dalam rangka hubungan

antara manusia dengan sang Khaliq (Tuhan), penilaian ini dapat ditinjau dari

beberapa aspek yang terkandung didalam musik tersebut yaitu; dari segi

komposisi, lirik dan dari segi penyajiannya.

Sedangkan Meriam (1964: 218) berpendapat tentang beberapa

pengertian fungsi musik, yaitu: Fungsi pengungkapan emosional, fungsi

penghayatan estetis, fungsi hiburan, sarana komunikasi, fungsi perlambangan,

fungsi reaksi jasmani, fungsi instasi sosial dan ritual keagamaan,fungsi

pengesahan lembaga sosial, fungsi kesinambungan budaya,fungsi

(19)

Meriam dalam bukunya The Antroplogi of Music menyatakan ada sepuluh fungsi dari musik, berikut akan dijelaskan mengenai sepuluh fungsi tersebut:

1. Fungsi Pengungkapan Emosional

Musik sebagai suatu sarana dan media bagi seseorang dalam mengungkapkan perasaan atau emosi, dengan kata lain pemain dapat mengungkapkan perasaan atau emosinya melalui media musik.

2. Fungsi Penghayatan Estetis

Musik merupakan salah satu karya seni. Suatu karya dapat dikatakan karya seni apabila dia memiliki unsur keindahan atau estetika didalamnya. Melalui musik kita dapat merasakan nilai-nilai keindahan baik melalui melodi atau pun dinamiknya.

3. Fungsi Hiburan

Musik memiliki fungsi hiburan, mengacu kepada pengertian bahwa sebuah musik pasti mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.

4. Fungsi Komunikasi

(20)

5. Fungsi Perlambangan

Musik memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek musik tersebut, misalnya tempo sebuah musik. Jika tempo sebuah musik lambat, maka kebanyakan teksnya menceritakan hal-hal yang menyedihkan. Sehingga musik itu melambangkan akan kesedihan dan apabila musik tersebutmenggunakan tempo cepat musik itu melambangkan semangat atau emosi. Hal tersebut dapat dilihat dari melodi, tempo dan lirik.

6. Fungsi Reaksi Jasmani

Jika sebuah musik dimainkan, musik dapat merangsang sel-sel syaraf manusia sehingga menyebabkan tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musiknya cepat maka gerakan kita cepat, dan begitu juga sebaliknya.

7. Fungsi Yang Berkaitan Dengan Norma Sosial

Musik berfungsi sebagai media pengajaran akan norma-norma atau peraturan-peraturan. Penyampaiannya melalui teks-teks nyanyian dan berisi aturan-aturan.

8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial

(21)

9. Fungsi Kesinambungan Budaya

Fungsi ini hampir sama dengan fungsi yang berkaitan dalam norma sosial. Dalam hal ini musik berisi tentang ajaran-ajaran untuk meneruskan sebuah system kebudayaan terhadap generasi selanjutnya. 10. Fungsi Pengintegrasian Masyarakat

Musik memiliki fungsi dalam pengintegrasian masyarakat. Suatu musik apabila dimainkan secara bersama-sama maka tanpa disadari musik tersebut menimbulkan rasa kebersamaan diantara pemain atau penikmat musik tersebut.

B. Gamelan Kiai Kanjeng

Menurut I Nyoman Sukerna (2003: 4) Gamelan merupakan salah satu jenis dari sekian banyak perangkat ansambel yang secara musikal dapat menyuguhkan sajian yang sangat menarik dan mengagumkan, karena disetiap permainan instrumennya mempunyai karakter dan fungsi masing-masing.

Selanjutnya menurut Sumarsam (2003: 345) Gamelan adalah suatu ansambel Jawa yang mempunyai pijakan nada yaitu pelog dan slendro. Instrumennya terbuat dari berbagai macam bahan logam seperti logam besi, logam kuningan, dan logam perunggu, cara bermainnya adalah dengan cara dipukul.

(22)

jenis bahan, aspek identitas sebuah nama, fungsi dan kegunaannya,serta aspek laras yang digunakannya. Artinya nama wilayah budaya yang menyertai kata gamelan, menunjukkan identitas wilayah budaya pemiliknya.

Selanjunya menurut Bram Palgunadi (2002: 1) Gamelan adalah alat musik Jawa yang digunakan sebagai pelengkap berbagai kegiatan seperti; ritual, kesenian dan hiburan oleh masyarakat suku Jawa, yang pada dasarnya gamelan merupakan kumpulan dari sejumlah ricikan (instrumen musik).

Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa, gamelan adalah instrumen musik asli Nusantara yang merupakan warisan nenek moyang. Gamelan terbuat dari beberapa jenis bahan logam yaitu: dari logam besi, logam perunggu, logam kuningan dan memainkannya dengan cara dipukul. Diantara gamelan-gamelan yang ada di Nusantara mungkin terlihat berbeda namun perbedaannya bukan terletak pada bahan ataupun laras yang digunakannya,dan juga bukan terletak padafungsi perbedaan penyajiannya akan tetapi lebih disebabkan oleh konsep estetika cara memainkannya. Suatu contoh di daerah Jawa dan Sunda terdapat gamelan wayang, gamelan klenengan, dan gamelan tari, dari ketiga fungsi itu apabila dilihat dari sudut pandang bahan, bentuk, dan laras bisa juga merupakan gamelan yang sama.

(23)

pada khususnya, baik ranah fisik maupun spiritual. Sedangkan kata ‘yai’ adalah gelar kehormatan bagi apapun yang dianggap memiliki kewaskitaan dan kewibawaan. Orang maupun benda, sehingga benda-benda pusaka pun disebut ‘kiai’ semisal kiai guntur, dan kiai nogo wilogo, sepanjang set gamelan yang ditabuh saat perayaan sekaten di Yogyakarta, atau sebutan bagi kerbau kehormatan di Surakarta, Kiai Slamet.

Selanjutnya menurut Gus Mus (2007), kata “Kiai” ini memiliki sinomin dalam bahasa Arab, yakni syaikh. Secara terminologi, arti kata syaikh adalah “man balagha rutbatal fadli” yaitu orang-orang yang telah sampai pada derajat pada keutamaan, yakni berpengetahuan agama dan mengamalkan ilmu itu untuk dirinya serta mengajarkan kepada murid-muridnya. Penyebutan kiai ini berasal dari inisiatif masyarakat, bukan dari dirinya sendiri atau propaganda media masa. Orang yang sudah melampaui usia lanjut (sepuh) pun disebut syaikh, dan anak muda yang berpengetahuan agama luas serta mulia budinya juga disapa dengan sebutan syaikh. Intinya, sebutan kiai disematkan bagi orang-orang yang waskita, khususnya mereka yang berpengetahuan agama dan membimbing masyarakat, baik dilingkungan pesantren atau bukan.

(24)

mempunyai petuah dari kata-kata, yakni perbuataannya yang dapat dipertanggung jawabkan dan mereka siapapun yang memandang segala sisi kehidupan umat dengan pandangan rahmat, kasih sayang, bukan pandangan kebencian, kebengisan, apalagi kekejian dan kekejaman.

Menurut Achmad Chodjim (2003: 15) istilah kata Kanjeng merupakan pangkat atau gelar kehormatan yang diberikan oleh Sultan. Kata Kanjeng merupakan peninggalan penyebutan para wali songo yang pada waktu itu diberikan oleh Sultan, sebagai gelar kehormatan yang diberikan kepada ulama-ulama penyebar agama islam pada zaman Walisongo.

Selanjutnya menurut Yusril Ihza Mahendra (2013) Didalam serat Ambiyasa, sebuah karya Islam Jawa dikisahkan kehidupan pada zaman Nabi Muhamad S.A.W semua tokoh dan kerabat Nabi Muhamad S.A.W diberikan gelar dan sebutan bangsawan seperti di Jawa. Karena kakek nabi Muhamad S.A.W menjadi penguasa kota mekkah, beliau disebut Adipati Abdul Mutalib. Di pulau Jawa atau Sunda, Nabi Muhammad diberi sebutan "Kanjeng" yang maksudnya Nabi Muhammad S.A.W, Istilah "Pangeran" di Jawa dan Sunda ditujukan kepada "Gusti" yakni Allah. Sedangkan kata "Kanjeng" digunakan untuk Rasulullah. Padahal dalam sejarah di dunia Arab, Nabi Muhammad S.A.W tidak dipangil dengan istilah "amir" atau "kanjeng" pemanggikan istilah kanjeng hanya ada di Jawa dan Sunda.

(25)

Sultan yang kemudian menjadi budaya didalam masyarakat khusunya Jawa dan Sunda.Selanjutnya bagi masyarakat nama Kiai dijadikan sebagai identitas orang yang sudah mapan dalam segi spiritual. Kiai adalah sebutan bagi nilai terhadap sesuatu bentuk fisik manusia atau pun benda yang mempunyai energi spritual yang memiliki kewaskitaan dan kewibawaan baik dari segi ranah fisik maupun spiritual.

C. Pengajian Mocopat Syafa’at

Menurut Suyanto (2003: 4) Mocopat adalah karya sastra berbahasa jawa baru berbentuk puisi yang disusun menurut kaidah-kaidah tertentu meliputi guru gatra, guru lagu dan guru wilangan. Sedangkan menurut Rudi Setyawan (1993: 3) Mocopat adalah puisi tradisi jawa yang ditembangkan secara vokal tanpa iringan instrumen, dengan patokan-patokan tertentu, yaitu meliputi patokan tembang dan patokan sastra.

Menurut Mardiwasito (1983: 64) tembang mocopat adalah nyanyian bersinomim dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal dari kawi (bahasa sansekerta) yang berarti penyair.

(26)

dewasa, asmara, menikah, tua) dan manusia pada saat akan menjelang mati (kembali ke sang Khaliq). Mocopat mengandung arti “Janmo Koco Asipat” yang mempunyai arti cerminan sifat-sifat kehidupan manusia dan gambaran-gambaran kehidupan manusia yang diungkapkan lewat sebuah tembang sebagai gambaran proses kehidupan.

Berikut penjelasan tentang urutan-urutan tembang Mocopat serta penjelasannya:

1. Maskumambang

Maskumambang menurut Suyanto (2003: 16) adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh, yang kemudian ditanamkan dalam rahim/ gua garbaning ibu kita. Dimana pada waktu di alam ruh Alloh S.W.Ttelah bertanya kepada kita “Alastu Bi Robbikum” yang artinya: Bukankah aku ini Tuhanmu dan pada waktu itu ruh-ruh kita telah menjawabnya “Qoolu Balaa Sahidna” yang artinya benar ya Alloh engkau adalah Tuhan kami dan kami semua menjadi saksinya.

(27)

2. Mijil

Mijil menurut Suyanto (2003: 16) merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil atau mbrojol, mencolot dan keluarlah si jabang bayi bernama manusia. Dan manusia sudah mulai berproses dalam kehidupan di bumi menjadi seorang anak.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 55) Mijil merupakan proses kelahiran manusia keluarlah si jabang bayi dari perut sang ibu yang akan berproses menjadi seorang manusia dan untuk melanjutkan proses berikutnya.

3. Sinom

Sinom menurut Suyanto (2003: 16) menggambarkan manusia dalam keadaan masa-masa muda atau dalam bahasa jawa (enom), yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari muda identik dengan ingin menang sendiri. Adalah lukisan dari masa muda, masa yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 60) sinom menggambarkan kehidupan manusia sebagai balita hingga usia anak-anak. Ia masih selalu dikanthi, artinya dibawa, disandhing, digendong, dan kemana-mana diawasi secara cermat dan teliti, menuju remaja.

4. Kinanthi

(28)

tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh. “Apa yang akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini” dan “ Apabila kamu berbuat kebajikan maka kebajikan itu akan kembali padamu, tapi jika kamu berbuat jahat itu akan kembali kepada kamu juga”.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 68) Kinanthi adalah salah satu tembang mocopat yang pada ummunya menggambarkan rasa senang, cinta dan kebijaksanaan. Kinanthi bisa juga mempunyai arti bergandengan tangan dan bisa juga nama sebuah bunga. Kinanthi berasal dari kata kanthi atau tuntun yang maknanya kita sendiri butuh tuntunan, atau jalan yang benar supaya cita-cita dan pengharapan menjadi terlaksana.

5. Asmaradhana

Asmaradhana menurut Suyanto (2003: 16) menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih.

Selanjutnya Asmaradana menurut Suyanto (2003: 18) menggambarkan kehidupan manusia yang sedang terbakar oleh api asmara. Dahana (api), asmara (cinta), bahkan seperti orang gila karena jatuh cintanya pada seseorang yang menjadi pujaannya.

6. Gambuh

(29)

tangga. Dan inti dari kehidupan rumah tangga yaitu: “Hunna Li Bassulakum, Wa Antum Libaasu Lahun” yang artinya: Istri-istrimu itu

merupakan pakaian bagimu, dan kamu merupakan pakaian baginya. Hal ini mempunyai maksud dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi, dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan ridhoNya.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2003: 44) gambuh menggambarkan kehidupan manusia yang gila asmara tadi sangat perlu dinasehati, diberi petunjuk, didudukkan baik-baik oleh yang tua (dewasa berpikir), dinikahkan. Hal ini dalam bahasajawa disebut ang-gambuh-i.

7. Dandanggulo

Dandanggulo menurut Damar Jati (2007: 70) gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan. Karena hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki yang dianugerahkan Alloh SWT kepada kita.

(30)

8. Durma

Durmo menurut Elly Komala (2010: 64) merupakan wujud dari rasa syukur kita kepada Alloh maka kita harus sering berderma, durma berasal dari derma yang artinya bersedekah berbagi kepada sesama, dengan berderma kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan dan berbagi kebahagiaan, dengan membantu sesama makhluk di bumi.

Selanjutnya menurut Suyanto (2003: 20) Durma menggambarkan kehidupan kita yang sangat membutuhkan ajaran Dharma/ Dhurmo (Agama) yaitu ajaran susila, upacara taqwa. Sehingga hidup kita menjadi berguna khususnya untuk diri sendiri, untuk keluarga, masyarakat dan negara.

9. Pangkur

Pangkur menurut Wawan Susetya (2007: 67) Pangkur atau Mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa. Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah/ upaya yang sungguh-sungguh. Atau dalam kata lain mengngerem nafsu-nafsu yang yang ada pada diri manusia.

(31)

ditempat yang sepi atau dalam istilah jawa “topo ngrame” yaitu selalu senang dengan kesunyian dan ketenangan.

10. Megatruh

Megatruh menurut Suyanto (2003: 18) Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita terlepasnya ruh/nyawa menuju keabadian. Yaitu menggambarkan manusia tentang kematiannya. Menggambarkan manusia menjelang proses skaratul maut.

Selanjutnya menurut Wawan Susetya (2007: 98) Megatruh menggambarkan kehidupan kita terpisahnya ruh dengan jiwa badan wadag, untuk menuju kembali sang pencipta.

11. Pucung

Pucung Menurut Damar Jati (2007: 80) Pucung atau kata lain Pocong, menggambarkan tentang keadaan manusia yang sudah mati, yang dibalut kain kafan, sebagai akhir dari perjalan manusia di alam dunia dan kembalinya roh kepada sang khaliq untuk diminta pertanggung jawaban selama hidup di dunia.

(32)

berupa ide brilian yang telah dituangkan dalam bentuk artikel, ajaran, berbagai ilmu dalam bentuk berbagai gagasan yang tersimpan dalam buku, disk, kaset, dan sebagainya (atau dalam Islamdisebut amal jariyah)

Menurut pengertian dari segi bahasa Syafa’at berasal dari kata as- sayafa yang artinya adalah ganda, yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda, seperti membagi satu menjadi dua, dua menjadi tiga, tiga menjadi empat. Umumnya Syafa’at biasa diungkapkan untuk permohonan pribadi yang mulia kepada sosok yang lebih besar supaya berkenan memberikan maaf terhadap kesalahan yang telah dilakukan orang ketiga. Syafa’at hanya milik Alloh dan hanya Dialah yang mengizinkan seseorang untuk memberikan Syafa’atnya itu kepada orang yang dihendakinya. (Sayyid Quthb, 2004: 85) .

Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan arti kata dari Mocopat Syafa’at adalah membaca tentang kehidupan dengan bentuk kegiatan melalui agama, politik, sosial dan budaya. Mocopat Syafa’at merupakan kegiatan multidimensional yang mengandung berbagai ilmu didalamnya, baik ilmu politik, filsafat, kebudayaan, kesenian bahkan juga ilmu membaca alam tidak luput dari pembahasan didalamnya. Acara ini menawarkan spiritualitas estetika dan kemesraan kemanusiaan. Dan tentunya tidak lupa untuk selalu meminta Syafa’at kepada Kanjeng Nabi Muhamad SAW.

(33)

Mocopat Syafaat tidak hanya memberikan kritik, tetapi juga mencoba menawarkan kesadaran bersama atas hilangnya kepribadian manusia yang dicuri oleh kekuatan nafsu kekuasaan, keserakahan kapitalistik, ditelan ideologi dan bukan me-manage ideologi pilihannya.

E. Jama’ah Maiyah

Kata Maia terdapat dalam Al-Qur’an surat (Asy Syu’araa: 62) “Inna ma’iya rabbi” artinya: “ Sesungguhnya Rabbku bersamaku” Ayat ini berkaitan dengan peristiwa Nabi Musa as dengan rombongan yang dikejar-kejar oleh pasukan Fir’aun.

Selanjutnya didalam Al-Qur’an surah (at taubah: 40). Kata Maiyah pernah disebutkan dalam sebuah riwayat yang mengisahkan Nabi Muhamad S.A.W yang ketika itu dikejar-kejar oleh pasukan musuh, untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar Ash Shidiq, Nabi Muhamad S.A.W mengucapkan kata Untuk menyakinkan kita, bahwa Alloh ada dan bersama kita. “La takhaf wa la tahzan, innalaha ma’ana” yang artinya jangan takut jangan bersedih Allah selalu bersama kita.

(34)

disebut sebagai simpul Maiyah, dan apabila semua simpul Maiyah dikumpulkan jadilah Maiyah Nusantara.

F. PenelitianYang Relevan

1. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendi Indarto angkatan 2008 Jurusan Pendidikan Seni Musik FBS UNY, dengan skripsi yang berjudul “Fungsi dan Bentuk Penyajian Musik Sholawat Khotamannabi di Dusun Pagerjo Desa Mendolo-lor Kecamatan

Punung Kabupaten Pacitan” pada tahun 2013. Dari penelitian tersebut didapatkan beberapa fungsi musik dari Sholawat Khotamanabi yaitu sebagai sarana komunikasi, media penerangan, pendidikan norma sosial, pelestari kebudayaan, ritual keagamaan, dan identitas masyarakat. Dari penelitian tersebut membantu peneliti untuk mendeskripsikan fungsi musik Kiai Kanjeng.

(35)
(36)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi lapangan tentang fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di halaman Taman Kanak Islam Terpadu di desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Seperti yang diungkapkan Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono, 2005: 9) bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar sehingga tidak menekankan pada angka.Didalam penelitian kualitatif data berasal dari dokumentasi penelitian, pengawasan, evaluasi, pengamatan pendahuluan, dan pernyataan dari narasumber-narasumber yang dapat dipercaya. Hipotesis dalam penelitan kualitatif bersifat menemukan teori bukan merumuskan atau merinci hipotesis secara jelas sebelum terjun ke lapangan.

(37)

B. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Dukuh IX RT. 07 RW. 18, desa

Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Waktu penelitian ini

dimulai dari tanggal 3 September - 3 Desember 2015 yaitu bertempat dimana

acara pengajian Mocopat Syafa’at itu berlangsung.

C. Data Penelitian

Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder, data

primer didapatkan dari nara sumber pertama melalui prosedur dan teknik

pengambilan data yang berupa wawancara, observasi, dan maupun

penggunaan instrumen yang khusus sesuai dengan tujuannya. Selanjutnya

data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang didapatkan dari data

dokumentasi( foto,vodeo) dan arsip-arsip resmi.

Sumber data dalam penelitian ini diambil dengan melakukan observasi,

wawancara dan dokumentasi. Adapun informan dalam penelitian ini adalah:

1. Management Progres selaku pengurus dan pendamping (Cak Nun) dalam

segala kegiatan acara-acara Maiyah di Nusantara untuk memperoleh data

yang akurat tentang seluk beluk Jama’ah Maiyah, acara Mocopat

Syafa’at pada khususnya dan mengenai fungsi musik Kiai Kanjengdi

dalam acara Mocopat Syafa’at didesa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan,

Kabupaten Bantul.

2. Pemain musik Kiai Kanjeng untuk memperoleh data yang akurat tentang

(38)

Kanjeng dalam acara pengajian Mocopat Syafa’at pada khususnya di

desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.

3. Jama’ah Maiyah yang hadir di acara pengajian Mocopat Syafa’at sebagai

tambahan data mengenai fungsi musik Kiai Kanjeng didalam pengajian

Mocopat Syafa’at di desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten

Bantul.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategi

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapat data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono

2005:62). Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan untuk

memperoleh data-data yang penting dan akurat mengenai musik Kiai

Kanjeng.

Pengumpulan data tersebut bertujuan untuk memperoleh data yang

relevan, akurat, dan reliabel (dapat dipercaya). Guna mendukung tujuan

utama dari pengumpulan data tersebut, peneliti mengunakan beberapa teknik

pengumpulan data untuk menggali data-data yang dibutuhkan. Teknik-teknik

tersebut adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berikut

diuraikan mengenai teknik pengumpulan data tersebut:

1. Teknik Observasi

Menurut Creswell (2010: 267), Observasi kualitatif merupakan

(39)

mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian.

Melalui metode observasi, peneliti memperoleh gambaran mengenai

kehidupan sosial yang sulitdidapat ketika menggunakan metode lain serta

memperoleh pengalamanlangsung. Selain itu observasi dapat digunakan

apabila belum banyakketerangan atau data yang dimiliki tentang masalah

yang sedang diteliti.

Merujuk pada penjelasan Moleong (2001: 126) mengenai

pengamatan, peneliti melakukan pengamatan secara terbuka yang

diketahui oleh subjek yaitu kelompok musik Kiai Kanjeng yang berada di

Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, dimana

mereka dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat

untuk mengamati peristiwa yang terjadi. Adapun aspek-aspek yang

diobservasi adalah: Fungsi musikKiai Kanjengdalam pengajian Mocopat

Syafa’at dan aktifitas jama’ah maiyah didalam pengajian mocopat

syafa’at.

2. Teknik Wawancara

Merujuk pada penjelasan Moleong (2000: 135) mengenai

pengertian dariwawancara, peneliti merasa perlu untuk menggunakan

teknik pengumpulandata tersebut. Dengan teknik ini, salah satu kelebihan

yang diperoleh adalahpenjelasan yang lebih detail dan terperinci tentang

data yang diharapkan dengan wawancara.Wawancara dimaksudkan untuk

mendapatkan data langsung secara lisan dari nara sumber atau informasi

(40)

Wawancara merupakan teknik atau cara pengumpulan data dengan

jalan tanya jawab langsung terdiri dari dua orang atau lebih berhadapan

secara fisik, tetapi dalam kedudukan yang berbeda, yaitu antara peneliti

sebagai pewawancara dengan subyek penelitian yang telah ditentukan

yaitu nara sumber, yang meliputi management progres, pemain musik,

dan jama’ah Maiyah.

Wawancara dalam penelitian ini dilandasi kerja sama yang baik

antara peneliti dan subjek penelitian, agar proses pelaksanaannya dapat

berlangsung lancar, wajar, dan dapat memberikan keterbukaan antara

peneliti dan informan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara

lepas, bebas, namun tetap didasarkan pada fokus penelitian ini. Adapun

pokok-pokokpertanyaan terdapat pada bagian lampiran.

Dalam melakukan wawancara peneliti memilih informan yang

dianggap sebagai ahli terhadap musik Kiai Kanjeng informan-informan

tersebut adalah:

a. Helmi Progres. Wawancara dilakukan secara bertahap yaitu:

1) Di Rumah Maiyah Jalan Barokah 287 Kadipiro Yogyakarta

pada tanggal 12 Agustus 2015 materi wawancara seputar

Jama’ah Maiyah dan Pengajian Mocopat Syafa’at.

2) Di Perumahan Mandala No. 1 U Jetisbaran Sardonoharjo

Ngaglik Sleman Yogyakartan materi wawancara mengenai

(41)

3) Di Rumah Maiyah Jalan Barokah 287 Kadipiro Yogyakarta

pada tanggal 3 September 2015 materi wawancara seputar

Jama’ah Maiyah dan Pengajian Mocopat Syafa’at.

b. Novi Budianto. wawancara dilakukan secara bertahap yaitu:

1) Di Pondok Pesantren Rohmatul Umam Jalan Parangtritis km.

22, Tegalsari Donotirto Kretek, Bantul Yogyakarta pada tanggal

5 September 2015 materi wawancara berkenalan, ngobrol dan

meminta waktu khusus untuk proses mencari data selanjutnya.

2) Di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01

Yogyakarta pada tanggal 7 September 2015materi wawancara

seputar sejarah Kiai Kanjeng meliputi bentuk penyajian teater,

musik dan puisi Emha Ainun Nadjib.

3) Di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01

Yogyakarta pada tanggal 10 September 2015materi wawancara

mengenai bentuk musik Kiai Kanjeng dan acara-acara rutin

yang dihadiri oleh Kiai Kanjeng dan strategi pementasan musik

Kiai Kanjeng dalam pementasan-pementasannya.

c. Iwa. Wawancara dilakukan di Pondok Pesantren Rohmatul Umam

Jalan Parangtritis km. 22, Tegalsari Donotirto Kretek, Bantul

Yogyakarta pada tanggal 5 September 2015 materi wawancara

berkenalan, basa-basi dan menjurus tentang perbedaan materi

pengajian serta pengaruh musik di dalam pengajian Mocopat

(42)

1) Hendro. Wawancara dilakukan di desa Tirtonirmolo, Kecamatan

Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada tanggal 17

september 2015 pada saat terselengaranya pengajian Mocopat

Syafa’at materi wawancara perkenalan, basa-basi dan menjurus

tentang pengaruh musik didalam acara pengajian Mocopat

Syafa’at.

3. Teknik Dokumentasi

Menurut Moleong (2001: 161), dokumentasi yaitu catatan atau

karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan

kepercayaan. Maksud mengumpulkan dokumen tersebut adalah untuk

memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor

di sekitar subjek penelitian. Dengan demikian peneliti merasa perlu

menggunakan teknik ini guna melengkapi dan mendukung data yang

diperlukan dari penggunaan metode observasi dan wawancara.

Adapun pengambilan data-data yang dikumpulkan melalui teknik

pengumpulan datadokumentasi,yaitu dalam bentuk rekaman audio visual

dan foto.

a. Rekaman Audio

Dokumentasi dalam bentuk audio sangat membantu dalam

proses melakukan rekaman dari hasil wawancara peneliti dengan

nara sumber.

Audio merupakan alat bantu yang efektif, karena hasil

(43)

dalam bentuk soft copy. Selain itu dengan menggunakan alat

perekam mampu memberikan catatan rekonstruksi dialog tentang

fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at

Jama’ah Maiyah diTirtonirmolo Kasihan Bantul.

b. Foto

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2001: 115) Foto

banyak digunakan sebagai alat bantu untuk keperluan penelitian

kualitatif karena dapat mempermudah dalam proses berbagai

keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga

sehingga dapat digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan

hasilnya dianalisis secara induktif, terdapat dua kategori foto yang

dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan

orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.

Adapun foto yang dimanfaatkan dalam penelitian ini diperoleh

dari dokumen resmi managemen Progres untuk memberikan

gambaran tentang fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian

Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.

Hal ini untuk memperjelas dari hasil uraian yang telah di

deskripsikan oleh peneliti.

E. Instrumen Penelitian

Merujuk pada pendapat Sugiono (2005: 59) mengenai instrumen dalam

penelitian kualitatif, instrumen penelitian utama yangdigunakan dalam

(44)

berfungsi dalam mengambil inisiatif yang berhubungandengan penelitian.

Inisiatif ini meliputi pencarian data, pembuatan pertanyaanuntuk wawancara

dan sebagai pengolah data.

F. Triangulasi

Merujuk pada penjelasan Moleong (2001: 178) dan Sugiyono (2005:

83), peneliti melakukan langkah triangulasi guna pengecekan keabsahan dan

kredibilitas data yang didapatkan dalam penelitian ini. Teknik triangulasi

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik pengumpulan

data.

Dalam penelitian ini, peneliti mengecek data kepada sumber yang sama

dengan berbagai teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Data yang sama yang diperoleh dari ketiga teknik tersebut

kemudian disinkronkan untuk disimpulkan keabsahan datanya. Apabila

terjadi perbedaan hasil data, peneliti kemudian mendiskusikan dengan sumber

data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data yang dianggap

benar.

Peneliti memperoleh data yang berkaitan tentang fungsi musik Kiai

Kanjeng melalui observasi non partisipatif. Observasi dilaksanakan di Desa

Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Agar data yang didapat

melalui observasi tersebut merupakan data yang valid, peneliti juga

mengumpulkan data melalui wawancara dengan informan. Selain hal

(45)

Data-data yang sudah terkumpul tersebut, kemudian disinkronkan guna

mendapatkan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini.

G. Analisis Data

Merujuk pada penjelasan Milles dan Huberman (dalam Sugiono, 2005:

91) mengenai teknik analisis data, peneliti melakukan teknik analisis data

tersebut untuk mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dari hasil

perolehan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Perolehan data tersebut

kemudian diorganisasikan menjadi satu untuk dipakai dan diinterpretasikan

sebagai bahan temuan untuk menjawab permasalahan penelitian.

Dalam penelitian ini data dianalisis dengan teknik kualitatif deskriptif,

yakni yang dilakukan untuk memaparkan data-data dengan kata-kata atau

kalimat-kalimat untuk memperoleh kesimpulan. Dalam menganalisis data

peneliti menggunakan tiga komponen yaitu reduksi data (data reduction),

penyajian (data display), dan penyimpulan (conclusion drawing/verification).

1. Data reductions (reduksi data), selama proses pengambilan data

penelitian, peneliti memperoleh data yang beraneka ragam yang

didapatkan melalui berbagai macam teknik pengumpulan data. Dari

perolehan data tersebut peneliti merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, atau data-data yang dianggap

perlu dan mendukung terhadap penelitian ini. Dengan demikian peneliti

mengkelompokan data-data tersebut sesuai dengan permasalahan yang

akan dikaji. Peneliti hanya menggunakan data-data yang berkenaan

(46)

peneliti juga menggunakan data-data pendukung guna mempermudah

pengkajian dan memperkuat penelitian, data-data tersebut antara lain

buku tentang gamelan kiai kanjeng, rekaman audio tentang kiai kanjeng,

video pementasan Kiai Kanjeng, dan catatan-catatan tentang Kiai

Kanjeng.

2. Data display (penyajian data), setelah data direduksi, maka langkah

selanjutnya adalah melakukan display data atau penyajian data,

diperlukan untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan tentang data

yang masuk. Dalam tahap ini, peneliti mencoba menyusun data-data yang

telah dipilih tersebut menjadi teks naratif yang disusun secara sistematis

dan terperinci guna memudahkan peneliti dalam proses pemahaman data

tersebut. Teks naratif tersebut memuat seluruh data utama dan data

pendukung yang berupa deskripsi tentang fungsi musik Kiai Kanjeng di

Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.

3. Conclusion drawing/ verification (penyimpulan data), setelah data tersaji

secara sistematis dan terperinci, peneliti selanjutnya melakukan proses

penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap data-data yang telah

terorganisasi dengan menganalisis secara kualitatif. Sehingga dengan

kesimpulan data-data tersebut dapat mempermudah peneliti untuk

(47)

36 BAB IV

FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG

DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMA’AH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL

Dari penelitian yang telah dilakukan telah didapat hasil bahwa Fungsi dari

musik Kiai Kanjeng adalah sebagai berikut :

A. SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI.

Dalam setiap pementasan Kiai Kanjeng selalu melihat segmen dari

kapasitas publik itu sendiri. Artinya setiap segmen pementasan musik Kiai

Kanjeng selalu menyesuaikan tema yang ada dan selalu mengedepankan

audient yang hadir. Universalitas dan fleksibelitas yang diterapkan dengan

melihat sejauh apa kepentingan dan muatan yang dikehendaki dalam even

atau momentum tersebut.

Hal ini dimaksudkan agar musik Kiai Kanjeng benar-benar tepat dan

mengena dengan momentum tersebut, supaya dapat terjalin, segmen publik

dalam kesatuan perasaan. Sebagai contoh apabila momentum dan segmen

publik suatu masyarakat religi yang berupa acara pengajian atau sejenisnya,

maka bentuk penyajian musiknya adalah musik-musik dan nyayian dengan

titik berat pada nilai-nilai religiusitas. Dalam gambaran lain apabila

momentum dan segmen publik berupa masyarakat yang lebih majemuk,

sebagai contoh suatu pagelaran dikampus dengan mahasiswa sebagai

audientnya tentu saja bentuk musiknya akan menyesuaikan dengan audient

(48)

sosial, politik, atau pun budaya-budaya lain atau biasa disebut dengan musik

populer. Sehingga semua pesan yang diharapkan dapat tersampaikan pada

audient yang hadir. Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui

(Wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01

Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)

disetiap pementasan Kiai Kanjeng saya dan teman-teman hanya menentukan beberapa lagu yang akan dibawakan sebagai lagu pembuka dalam sebuah acara, untuk selanjutnya Cak Nun yang menentukan repertoar-repertoar lagu disela-sela acara berlangsung, dalam komunikasi terhadap masyarakat Cak Nunlah ahlinya”

Hal ini ditegaskan didalam (wawancara pada waktu perjalanan dari

Jogja ke Magelang pada tanggal 6 september 2015).

“Kalau Kiai Kanjeng diposisikan sebagai alat atau media penguat tempur, ya pasti ada, tapi sudut pandangnya bisa juga begini, obyek dakwah itu kan umat atau masyarakat, yaitu kumpulan individu. Nah Simbah amat paham apa dan siapa itu manusia,yang punya berbagai dimensi yang punya potensi-potensi dan kecenderungan-kecenderungan yang multi aspek maksudnya manusia itu berkomunikasi tidak hanya melewati herbal komunikasi juga bisa dijalin melalui instrumen-instrument yang menghasilkan buny”

Jadi fungsi musik dalam kiai kanjeng adalah material budaya (seperti

bahasa) yang di lengkapi sejenis semiotik dan kekuatan afektif yang

digunakan dalam kontruksi sosial. Pengaruh musik terhadap emosi dapat

mempengaruhi secara tidak langsung tetapi independen pada situasi

mendengarkan. Musik adalah bahasa universal yang dapat diterima oleh siapa

saja. Musik dapat berbicara dalam budaya yang berbeda, hal ini disebabkan

dalam setiap individu terdapat daya tarik untuk mengorganisir suara yang

(49)

dengan musik dapat menjalin hubungan menuju kesepakatan terhadap

pihak-pihak yang berselisih, yaitu musik dijadikan sebagai sarana pengganti bahasa.

B. SEBAGAI SARANA HIBURAN

Fungsi hiburan mengacu kepada pengertian bahwa sebuah musik pasti

mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur. Hiburan merupakan

kebutuhan hidup manusia yang sangat penting, karena dengan hiburan

manusia dapat meringankan beban dari tekanan-tekanan sebagai efek

ketegangan psikologis maupun fisik yang banyak dijumpai dalam kehidupan.

Seni dan hiburan merupakan bagian tidak terpisahkan dengan kehidupan

manusia. Kebutuhan akan hiburan itupun beragam, maka sudah semestinya

corak, ragam, dan hiburannya bermacam-macam pula sesuai lingkungan

masyarakatnya, termasuk pula rasa dan lingkup budayanya.

Disela-sela materi dakwah yang disampaikan selalu ada selingan musik

untuk mengingat materi-materi yang diberikan pada waktu sebelumnya, dan

musik dijadikan sebagai salah satu hiburan supaya otak dan syaraf-syaraf

terlihat kendor.Menghibur diri untuk meringankan beban ataupun rasa capek

sangat diperlukan oleh jama’ah dimana mereka telah menghabiskan semua

tenaga dan pikirannya selama mengikuti acara pengajian yang begitu banyak

materi- materi yang diberikan. Sehingga dengan adanya hiburan tersebut

maka tekanan-tekanan psikologis dan fisik yang terdapat dalam diri jama’ah

akan lebih tenang, rileks serta dapatmenghilangkan stres dan menyenangkan

hati, sehingga selain hati menjadi senang juga materi-materi yang diberikan

(50)

berasal dari kota Bandung M. Iswah Marully (Wawancara perjalanan jogja

menuju kota Munthilan pada tanggal 5 September 2015)

“Pada peristiwa yang saya alami disetiap pengajian Cak Nun yang menghadirkan Kiai Kanjeng. Selain menyuguhkan lagu-lagu bernuansa Islami Kiai Kanjeng juga memainkan lagu-lagu populer sesuai dengan identitas masyarakat yang hadir ditempat itu. Tentunya sebagai sarana hiburan dan sebagai penyejuk suasana agar lebih menarik dan dapat mempermudah tentang bahasan yang tersajikan”

Hal ini ditegaskan oleh Hendro Jama’ah Maiyah yang berasal dari kota

Klaten melalui (Wawancara di acara Mocopat Syafaat di Dukuh IX RT. 07

RW. 18, desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul pada

tanggal 17 sepetember 2015)

“Saya sering mengikuti acara pengajian di kampung di daerah saya. Akan tetapi pengemasan dalam sebuah acara terlalu kaku dan membosankan. Berbeda sekali dengan Mocopat Syafaat karena ada musik Kiai Kanjeng yang menjadikan suasana lebih santai dan rilek dalam mengikuti acara ini, tentunya karena musik yang dihadirkan sangat menghibur dan mampu membuat hati dan pikiran jama’ah tidak terlalu tegang”

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa, musik sangat

mempengaruhi suasana dalam diri masing-masing individu, tergantung pada

suasana hati dan tingkat emosi individu-individu tersebut. Otak manusia di

berkahi dengan makna suara musik, sehingga suara musik lebih kepada

representasi, dalam memaknai suara musik yang diperdengarkan. Otak manusia juga dilengkapi potensi untuk membuat seseorang tertawa, sedih

atau pun menangis. Musik sebagai media terapi kegelisahan, mental, spiritual

(51)

C. SEBAGAI MEDIA PENERANGAN

Pada zaman modern seperti sekarang ini musikselalu digunakan oleh

suatu lembaga ataupun instansi pemerintahan sebagai media penerangan.

Salah satu contohnya adalah musik Kiai Kanjeng dimana setiap isi

syair-syairnya diambil dari kehidupan sehari-hari terdiri dari tema agama, sosial,

politik dan budaya. Yang pastinya semua lagu yang dimainkan selain sebagai

sarana hiburan juga digunakan sebagai media penerangan melalui syair lagu

yang dimainkan. Dengan media kesenian pesan-pesan yang disampaikan

untuk masyarakat akan lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami.

Konsep ini mungkin bisa diambil contoh pada waktu zaman para wali

songo dan sesepuh kita yang menggunakan media seni pada khususnya media

musik yang menjadikan sebuah tontonan menjadikan prinsip tuntunan yang

bertujuan untuk merubah pola hidup dan cara berpikir menjadi lebih baik.

Tentunya dalam hal ini Kiai Kanjeng memasukan pesan-pesan menggunakan

media musik supaya pesan yang diingikan secara tidak langsung sebagai

media penerangan. Diharapkan melalui media musik pesan yang tersurat

dapat tersampaikan.

Hal ini ditegaskan oleh Penggiat Maiyah yang berasal dari kota

Bandung M. Iswah Marully (Wawancara perjalanan dari kota Jogja menuju

kota Munthilan pada tanggal 6 September 2015).

(52)

pegangan yang bisa dipakai kapanpun, tentu saja pegangan nilai bukan sekedar hiburan yang kita nyanyikan ketika senang atau sedih”

D. SEBAGAI PENDIDIKAN NORMA SOSIAL

Kesenian digunakan sebagai media untuk mengajarkan norma-norma

ataupun aturan-aturan yang sekalipun tidak tertulis namun berlaku di tengah

masyarakat. Didalam pementasan musik Kiai Kanjeng selain membawakan

syair lagu sholawat juga membawakan syair lagu yang didalamnya terdapat

pesan-pesan moral, etika dan budaya untuk disampaikan kepada jama’ah.

Ada beberapa lagu dolanan yang diaransement ulang oleh Kiai Kanjeng

yang sebenarnya lagu tersebut mempunyai makna dan pesan yang sangat

baik. Salah satu syair lagu dolanan yang begitu sederhana akan tetapi memilki

pesan moral seperti contoh Lagu Gundul-Gundul Pacul. Hal ini ditegaskan

oleh Novi Budianto sebagai pemimpin Kiai Kanjeng melalui (Wawancara di

SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada

tanggal 7 sepetember 2015)

“Kiai Kanjeng bukan orang-orang yang ahli musik ataupun sarjana musik akan tetapi Kiai Kanjeng selalu berusaha mengikuti trend musik yang ada pada saat ini, agar Kiai Kanjeng selalu bisa dapat diterima di hati masyarakat. Aransemen-aransemen musiknya pun sangat beragam dari pop, rock, jazz, keroncong dan musik-musik Jawa”

Lagu Gundul-gundul pacul, yang diaransement ulang seperti lagu

populer pada saat ini, ada unsur jawa dan jazz, didalam aransemen lagu

tersebut sehingga terlihat kesan populer dan dapat diterima oleh para generasi

muda dengan zaman sekarang, serta dapat membangkitkan dan membawa

suasana yang menarik bagi para pemuda selanjutnya dapat dijadikan sebagai

(53)

aliran dalam musik serta pesan yang ada didalamnya dapat masuk dalam satu

kesatuan dan menjadikan nilai positif didalamnya.

E. SEBAGAI RITUAL KEAGAMAAN

Biasanya musik pada umumnya tidak lepas dari kegiatan keagamaan.

Hal ini sering dijumpai dalam berbagai kegiatan baik upacara adat ataupun

kegiatan lain yang bersifat sakral di kalangan masyarakat. Maksud dari musik

Kiai Kanjeng sebagai ritual keagamaan, yaitu tidak terdapat ritual-ritual

seperti memberikan sesembahan atau sesaji dalam upacara adat pada

umumnya, tetapi yang dimaksudkan musik Kiai Kanjeng tersebut sebagai

pengiring dalam peribadatan. Dalam hal ini ibadah dibagi menjadi dua

kategori yaitu ibadah madoh dan ibadah muamalah. Peran atau fungsi musik

Kiai Kanjeng dalam peribadatan diletakan dalam ibadah mahdoh yaitu ibadah

diluar syariat dalam agama Islam yang artinya musik dijadikan sarana dalam

konteks dalam memperindah diluar ibadah muamallah. Dalam musik Kiai

Kanjeng ada moment-moment khusus dalam acara yang pasti mengajak para

jamaah dalam mengajak ibadah dengan semua yang ada di alam, dengan

salah satu nya dengan musik mereka memainkan lagu sholawat yang pada

intinya untuk mengingat bahwa dan menjunjung kehadiran Nabi Muhamad

S.A.W.Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui (wawancara di SMP

Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal

7 sepetember 2015)

(54)

musik ikut dimainkan bersama-sama untuk bersholawat kepada Kanjeng Nabi S.A.W”

Adapun religiusitas Kiai Kanjeng terwujudkan melalui lagu-lagu yang

dimainkan, baik berupa wirid, doa-doa, dan sholawat (interaksi vertikal

dengan Alloh) maupun lagu yang memuat pesan kebaikan moral (ineraksi

horizontal dengan alam dan manusia) yang semua itu merupakansuatu upaya

untuk mewujudkan Islam sebgai rahmattan lil alamin, rahmat bagi seluruh

alam. Selain itu daam musik Kiai Kanjeng juga memuat unsur prulalisme,

dimana perbedaan tetap dijada batas-batas koridornya yaitu menghargai

perbedaan dengan prinsip lakum diinukum waliyadiin (bagimu agamamu dan

bagimu agamaku).

F. SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT

Identitas dari Kiai Kanjeng sendiri selain dari syair lagu dan

pesan-pesan dari lirik lagu tersebut, terdapat pada gamelan itu sendiri yang

merupakan ciri dari instrumen Jawa yang pada dasarnya menggunakan laras

pelog dan slendro tetapi dalam musik Kiai Kanjeng sudah diperbaruhi

menjadi tangga nada diatonis G Mayor.

Kehadiran Kiai Kanjeng sendiri merupakan bentuk ekspresi dari

masyarakat yang pada sejarahnya merupakan kegelisahan dalam kemiskinan

kreatifitas. Lewat kesenian yang menggunakan instrument gamelan

menjadikan suatu identitas yang tidak lepas dari asal usul intrument gamelan

(55)

Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui (wawancara di SMP

Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal

7 sepetember 2015)

“Gamelan adalah instrumen peninggalan budaya nenek moyang kita. Yang diwariskan secara turun temurun. Gamelan Kiai Kanjeng saya ciptakan tidak untuk merubah bentuk fisik dari gamelan yang sudah ada akan tetapi hanya menganti bentuk laras nada yang sudah ada dari pentatonis menjadi diatonis, tujuan awal ini semata-mata hanya untuk melayani dalam mengiringi musik puisi Emha Ainun Nadjib. Dan tentunya karena diperjalankan oleh_Nya sehingga Kiai Kanjeng menjadi seperti ini”

Keberadaan instument gamelanmerupakan warisan dari leluhur yang

masih mampu dipertahankan dan terus dinikmati oleh masyarakat. Hal ini

terbukti bahwa Kiai Kanjeng menjunjung tinggi kebudayaan Jawa dan

norma-norma keagamaan yang telah tertulis disetiap syair lagu yang dimana

selalu dimainkan dengan alat musik gamelan. Berdasarkan konsep awal yang

menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan, maka hal tersebut menentukan

identitas dari mana kesenian musikgamelan Kiai Kanjeng tersebut berasal.

Adapun unsur budaya yang terdapat dalam kesenian tersebut dan sebagai

identitas masyarakat, dapat diketahui dari segi bahasa maupun dari intrumen

gamelan itu sendiri. Dengan demikian musik Kiai Kanjengtersebut

merupakan kesenian yang memiliki ciri-ciri khas yang tentunya merupakan

identitas masyarakat Jawa.

G. SEBAGAI SARANA ATAU MEDIA PENDIDIKAN

Musik dalam pendidikan sangat berperan dalam pembentukan berpikir

secara kreatif. Melalui seni, kegiatan berpikir kreatif akan terpacu dan

(56)

media pendidikan, lagu atau syair dalam musik Kiai Kanjengdapat

menanamkan jiwa dan budi pekerti yang baik, sebagai contoh mengagungkan

nama Tuhan, semangat nasionalisme, perjuangan, cinta kepada orang tua,

lingkungan, teman, dan perilaku yang baik lainnya.Hal ini ditegaskan oleh

Novi Budianto melalui (wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW

Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)

Musik hanya sebagai salah satu media dalam penyampaian pesanyang terkandung. Kiai Kanjeng selalu ingin menampilkan warna musik yang menarik dan dapat mudah di mengerti oleh masyarakat, tentunya dengan lirik yang sederhana tapi mengena di hati masyarakat. Tema-tema yang disuguhkan selalu dengan Tema-tema yang terjadi di sekitar misal tema tentang lingkungan, keluarga, dan nasionalisme, ketuhanan. Kiai Kanjeng memposisikan diri sebagai pelayan dan untuk selanjutnya biarlah masyarakatlah yang menilainya”

Musik banyak pula digunakan sebagai media untuk mengajarkan

norma-norma ataupun aturan-aturan yang sekalipun tidak tertulis namun

berlaku di tengah masyarakat. Musik Kiai Kanjeng selain membawakan

lagu-lagu sholawat ia juga membawakan syair-syair lagu-lagu yang merupakan

(57)

46 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan di desa

Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta, tentang musik Fungsi Musik Kiai

Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah maka, fungsi

musik Kiai Kanjeng adalah sebagai; a) sarana komunikasi antara pemain

musik dan jama’ah serta komunikasi kepada sang pencipta; b) sarana hiburan

dapat memberi kepuasan yang bersifat kesenangan dan kegembiraan serta

menghindarkan tekanan-tekanan psikologis maupun fisik; c) media

penerangan melalui lagu-lagu sebagai misi dakwah; d) pendidikan norma

sosial berupa pesan-pesan moral lewat syair lagu yang disampaikan kepada

pendengar; e) ritual keagamaan sebagai pengiring peribadatan ketika terdapat

penceramah atau ustad menyampaikan dakwah; dan f) identitas masyarakat

merupakan bentuk ekspresi masyarakat lewat kesenian yang terdapat

unsur-unsur budaya Jawa sehingga memunculkan identitas masyarakatnya; g) media

pendidikan sangat berperan dalam pembentukan berpikir secara kreatif

terpacu dan berkembang sehingga dapat digunakan manusia dalam proses

(58)

B. Saran

Di dalam berbagai acara pengajian yang berlangsung ditempat lain

mulailah membuka hati dan pikiran bahwa musik merupakan salah satu

sarana dalam peribadatan. Penggunaan media musik pada setiap acara

pengajian berlangsung dirasa cukup penting karena dengan media musik

tersebut diharapkan materi yang diberikan lebih terfokus dan tepat sasaran

sesuai dengan apa yang diharapkan. Kedudukan atau kehadiran akan seni

dalam ritual agama bukan berarti sebagai pameran atau pertunjukan dan juga

semata-mata bukan berarti “menyenikan” ritual agama, tetapi ini adalah

merupakan serangkaian pengalaman yang harmonis dalam menjalankan

ibadah. Musik dalam ritual agama akan mendorong kesadaran dalam

religiusitas, diharapkan penggunaan media musik lebih dapat

(59)

48

DAFTAR PUSTAKA

Bahari, N. 2008. Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chodjim, A. 2003. Mistik dan Makrifat Kanjeng Sunan Kalijaga. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Creswell, J. W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jati, D. 2007. Kalawarti Umum Bahasa Jawa. Jakarta: Gramedia Prima.

Komala, E. 2010. Komunikasi Transendental Pada Ulama Pada Maqam

Makrifat. Bandung: Rosdakarya

Mardiwarsito. 1993. Nguri-nguri Kabudayan Jawi: Tembang Mocopat.

Suarakarta: Media Raya Press.

Martopo, H. 2005. Musik Sebagai Faktor Penting Dalam Penerapan Metode Pembelajaran Quantum dalam Harmonisasi Volume VI. Semarang: Unnes Press.

Ma’shum. 1985. Kisah Teladan Nabi Rosul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

Meriam, A. P. 1964. The Antropologi Of Music. Chicago: Northwestern University Pers.

Moleong, L. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Palgunadi, B. 2002. Karawitan Jawi: Serat Kandha. Bandung: ITB.

Upandi, Pandi. 2009. Metode Pembelajaran Kliningan “Kawih Dan Gendhing Piringannya" STSI Bandung.

Setiawan, R. 1993. Dibalik tembang mocopat. Jakarta Selatan: Karya Unipress. Sukerna, N, I. 2003. Gamelan Jegog Bali. Semarang Timur: Intra Pustaka Utama.

Suyanto. 2003. Walang Malangandan Filosofi Tembang Mocopat. Surakarta: Citra Etnika

(60)

49

Sumarsam. 2003. Gamelan Interaksi Budaya dan Perkembangan Musikal di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Suparli, L. 2010. Gamelan Pelog Slendro: Induk Gamelan Karawitan Sunda. Bandung. Sunan Ambu Press.

Susetya, W. 2007. Renungan Sufistik Isalam Jawa. Surakarta: Tiga Serangkai Yasin, A. dkk. 2004. Dibawah Naungan Al_Quran jilid 10. Jakarta: Gema Insani

Prees.

Bisri, A. M. 2007. Catatan Kritis dan Analisis,

www.gusmus.net/gusmus/page. Diakses pada tanggal 19 oktober 2015.

Mahendra, Y. 2013. Gusti, Kanjeng, Ulama, Kiai dan Gus. M. Kompasiana.com/ Yusrilihza_Mahendra/ Gusti-Kanjeng-Ulama-dan-Gus. Diakses pada tanggal 19 oktober 2015.

Ziaulhaq, A. 2014 Panggil saya ustad memahami istilah ulama habib dan kiai http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/04/. diunduh pada tanggal 25-02-2015.

(61)
(62)
(63)
(64)

1. Fungsi Musik Kiai Kanjeng. a. Apakah fungsi musik Kiai

Kanjeng sebagai sarana

komunikasi?

b. Apakah fungsi musik Kiai

Kanjeng sebagai sarana

hiburan?

c. Apakah fungsi musik Kiai

Kanjeng sebagai media

penerangan?

d. Bagaimanakah fungsi musik

Kiai Kanjeng sebagai

pendidikan norma sosial?

e. Bagaimanakah fungsi musik

Kiai Kanjeng sebagai ritual

keagamaan?

f. Bagaimanakah fungsi musik

Kiai Kanjeng sebagai identitas

masyarakat?

g. Bagaimakah fungsi musik Kiai

Kanjeng sebagai sarana atau

[image:64.612.127.515.113.689.2]
(65)

1. Jamaah Maiyah

2. Mocopat Syafa’at

a. Apa yang dimaksud dengan arti

kata Maiyah?

b. Apa yang dimaksud tentang visi

dan misi adanya Jamaah

Maiyah?

c. Apa yang dimaksud dengan

perbedaan Jamaah Maiyah dan

Penggiat Maiyah?

a. Bagaimanakahsejarah

berdirinya pengajian Mocopat

Syafa’at?

b. Apakah yang dimaksud dengan

Mocopat Syafa’at?

c. Bagaimanakah visi dan misi

dari terselenggaranya Mocopat

[image:65.612.128.514.109.583.2]
(66)

1. Pengaruh Musik Kiai Kanjeng

Terhadap Jamaah

a. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sarana

komunikasi terhadap Jamaah?

b. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sarana

hiburan terhadap Jamaah?

c. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sebagai

media penerangan?

d. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sebagai

media sosial?

e. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sebagai

sarana keagamaan?

f. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sebagai

identitas masyarakat?

g. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sarana

[image:66.612.128.514.109.690.2]
(67)

Yang Bertanda Tangan di sini:

Nama : Setyo Pramono

NIM : 08208244032

Prodi : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni

Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi

keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam

Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”

Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan untuk

digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, September 2015

Narasumber Peneliti

(68)

Yang Bertanda Tangan di sini:

Nama : Setyo Pramono

NIM : 08208244032

Prodi : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni

Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi

keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam

Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”

Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan untuk

digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, September 2015

Narasumber Peneliti

(69)

Yang Bertanda Tangan di sini:

Nama : Setyo Pramono

NIM : 08208244032

Prodi : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni

Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi

keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam

Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”

Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan

Gambar

Tabel Pertanyaan 1
Tabel Pertanyaan 2
Tabel Pertanyaan3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu bagi debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam perjanjian jual-beli melalui internet tetapi melakukan wanprestasi dapat

Berdasarkan hasil pengkategorian ter- hadap pengetahuan responden diketahui bahwa pengetahuan responden tentang makanan dan minuman jajanan yang mengandung bahan tamba-

Sumber daya langka merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perusahaan dalam persaingan bisnis. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber daya langka memiliki

Tidak hanya itu, penyimpangan-penyimpangan lain pun juga sering dilakukan oleh perusahaan, seperti upah pekerja outsourcing yang sering di bawah Upah Minimum

Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dilakukan dengan menggunakan metode enter dimana semua variabel dimasukan untuk mencari pengaruh antara

Cahaya yang keras memberikan sebuah penekanan bahwa ayam potong merupakan salah satu bahan masakan yang mendominasi pada menu makanan Imah Babaturan.. Begitu juga

Tahap pertama bertujuan untuk memastikan bahwa kriteria yang terdapat pada alat bantu audit keamanan informasi sudah sesuai dengan standar dan kerangka kerja yang

Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta adalah salah satu Entitas Akuntansi di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan