KEJAHATAN BEGAL PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
(Studi Putusan Nomor: 526/Pid.B/2014/PN.Sda tentang Perampasan SepedaMotor dengan Kekerasan)
SKRIPSI
OLEH :
MOCHAMMAD FAISOL AFANDI C33211064
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM PRODI SIYASAH JINAYAH
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan Kekerasan dan Bagaimana Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Terhadap Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda Perampasan Sepeda Motor Dengan Kekerasan.
Data dihimpun dari pembacaan dan kajian teks, yang selanjutnya diulang dengan beberapa tahap yaitu Editing pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdakwa terbukti secara sah telah melakukan perampasan sepeda motor dengan kekerasan secara berkelompok dengan melanggar ketentuan dan Pasal 362 dan 365 ayat (2) ke-2, hal tersebut berdasarkan terpenuhinya unsur-unsur materil yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut baik unsur yang bersifat subyektif dan yang bersifat obyektif yang dituntutkan oleh Penuntut Umum dan meyakinkan secara hukum. Sehingga majelis hakim mengadili terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 (satu) tahun 7 (tujuh) bulan dikurangi dengan masa tahanan sebelumnya. Dalam fikih jinayah pandangan Imam Syafi’i seharusnya dijatuhi hukuman qis}as} atau diyat atas perlukaan. sedangkan Imam Hanafi adalah dijatuhi tahanan karena membuat takut orang-orang disekelilingnya dan hukuman ta’zi>r atas harta yang diambil. Sedangkan dalam KUHP seharusnya menambah berat hukumannya karena berakibat luka dan dilakukan di jalan umum, sebagaimana dalam Pasal 365 ayat (2) ke-1 dan ke-2.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM………. i
PERNYATAAN KEASLIAN……… ii
PERETUJUAN PEMBIMBING……… iii
PENGESAHAN……….. iv
ABSTRAK………... v
MOTTO……….. vi
PERSEMBAHAN………..…. vii
KATA PENGANTAR……… viii
DAFTAR ISI……….. x
DAFTAR TRANSLITERASI……….... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 8
C. Rumusan Masalah... 9
E. Tujuan Penelitian... 12
F. Kegunaan Penelitian... 13
G. Definisi Operasional... 14
H. Metode Penelitian... 14
I. Sistematika Pembahasan... 18
BAB II KEJAHATAN BEGAL MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA…. 20 A. Kejahatan Begal Menurut Hukum Pidana Islam... 20
1. Pengertian Kejahatan Begal... 20
2. Jenis-Jenis Jari>mah dan Hukumannya... 22
3. Unsur dan Syarat Pembegalan... 31
4. Sanksi dan Pelaksanaan Hukuman Kejahatan Begal.. 36
B. Kejahatan Begal Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana... 40
1. Pengertian Kejahatan Begal... 41
2. Jenis-jenis Delik dan hukuman Pidana... 43
3. Unsur-unsur dan Syarat Pembegalan... 46
4. Sanksi dan Pelaksanaan Hukuman Kejahatan Begal.. 51
A. Deskripsi Perampasan Sepeda Motor dengan Kekerasan dalam
Putusan Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda... 54
B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda... 57
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TERHADAP PUTUSAN NOMOR 526/Pid.B/2014/PN.Sda. TENTANG PERAMPASAN SEPEDA MOTOR DENGAN KEKERASAN………..…. 64
A. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda. Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan Kekerasan... 64
B. Analisis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Terhadap Putusan Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda. Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan Kekerasan... 76
BAB V PENUTUP………..… 80
A. Kesimpulan... 80
B. Saran... 81
DAFTAR PUSTAKA………. 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang diberikan kelebihan berupa
akal untuk berfikir saat menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya
supaya manusia bisa hidup saling berdampingan serta saling memelihara
kerukunan sesama manusia pada kesehariannya sehingga terbentuk tatanan
masyarakat yang sejahtera dan aman.
Namun tidak semua manusia bisa menggunakan akalnya untuk berfikir
dengan baik dalam melakukan kehidupan bermasyarakat, sehingga terjadi
pelanggaran yang tidak sesuai dengan norma-norma yang diharapkan untuk
membentuk masyarakat yang sejahtera dan aman. Salah satu dari pelanggaran
norma ini adalah berupa kejahatan begal yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok untuk memiliki harta secara melawan hukum yakni merebut hak
orang lain.
Pada waktu akhir-akhir ini sering terjadi kejahatan perampasan di
jalan umum yang ramai dibicarakan oleh masyarakat karena tindakannya
menimbulkan ancaman secara tidak langsung kepada masyarakat yang ingin
berpergian atau keluar rumah melewati jalan umum, perampasan di jalan ini
2
perampasan benda milik orang lain di jalan dengan melakukan kekerasan
kepada korbannya hingga luka berat.
Begal menurut kamus bahasa Indonesia disebut dengan perbuatan
merampas milik orang di jalan; penyamun,1 sedangkan menurut Kriminolog
Muhammad Mustofa mengatakan istilah begal sudah lama terdengar di dunia
kejahatan. Bahkan begal sudah terjadi sejak zaman kekaisaran di Cina atau
zaman kerajaan di Indonesia. Menurut Mustafa, kata begal banyak ditemukan
dalam literatur Bahasa Jawa. "Begal itu perampokan yang dilakukan di
tempat yang sepi. Menunggu orang yang ditempat sepi itu, yang membawa
harta benda,"2
Tindakan ini diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana) pada buku Kedua tentang Kejahatan dan terdapat pada Bab XXI
tentang pencurian terdiri dari enam pasal yakni Pasal 362,363,364,365,366
dan 367. adapun yang dimaksud pencurian terdapat dalam Pasal 362 yang
menjelaskan bahwa barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah.3
1 Meity Taqdir Qadratillah dkk, Kamus Bahasa Indoneia Untuk Pelajar, (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), 45. 2Pebriansyah Ariefana, ‚asal usul istilah begal‛, http://www.suara.com/news/2015/03/12/063000/ asal-usul-istilah-begal, diakses pada 23/03/2015
3
Namun dalam jenis kejahatan begal yang identik dengan perampasan
di jalan ini tidak sesuai dengan aturan dalam Pasal 362 melainkan lebih sesuai
dengan Pasal 365 mengingat dalam dunia peradilan kejahatan begal tidak ada
pengertian secara eksplisit, hanya secara implisit saja dengan menganalogi
beberapa unsur yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan yakni
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Islam) tepatnya pada Pasal 365
Ayat (1) yang menjelaskan tentang ancaman hukuman bagi pelaku pencurian
yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempermudah pencurian
atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri
sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang.4 Kejahatan
ini disebut juga dengan rechtdelicten yaitu perbuatan yang dirasa masyarakat
bertentangan dengan keadilan dan pidana ini juga disebut dengan male in se,
yang artinya adalah perbuatan tersebut merupakan perbuatan jahat karena
sifat perbuatan tersebut memang jahat.5
Sedangkan perilaku kejahatan perampasan di jalan atau begal ini
dalam hukum pidana Islam didapati persamaan dengan salah satu jari>mah
h}udu>d yakni sari>qah tentang pencurian yang kejahatannya ini dilakukan
dengan cara mengambil barang yang bukan haknya tanpa sepengetahuan
pemiliknya, kemudian jari>mah hira>bah atau (Qat}’u al-T}a>riq) yang artinya para
pemutus jalan karena membuat terputusnya orang-orang yang lewat dijalan
4 Ibid., 116.
4
sebab takut dengan mereka. Dalam kutipan lain jari>mah hira>bah adalah setiap
tindakan dan aksi yang dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk
mengambil harta dalam bentuk yang biasanya korbannya tidak mungkin
untuk meminta bantuan dan pertolongan.6 Sedangkan Imam Syafi’i
memberikan pengertian h}ira>bah sebagai berikut:
ْحةَباَرِحْا
ْ
....
َْيِ
ْ
ْخح ا
ْخجحوخر
ْ
ِْذحخَِِ
ْ
ْ لاَم
ْ
ْحوَأْ
ْ لحتَقِل
ْ
ْحوَأْ
ْ باَعحرِإ
ْ
ْ ةَرِباَكخم
ْ
ا داَمِتحعِا
ْ
ىَلَع
ْ
ِْةَكحومشلا
ْ
َْعَم
ْ
ِْدحعخ بحلا
ْ
ِْنَع
ْ
ِْثحوَغحلا
Artinya: ‚Hi}ra>bah.... adalah keluar untuk mengambil harta, atau membunuh, atau menakut-nakuti, dengan cara kekerasan, dengan berpegang kepada kekuaan dan jauh dari pertolongan (bantuan)‛. 7
Adapun yang disampaikan oleh Syekh Abu Suja’ sebagai mana pendapat semua ulama’ berkata:
ْخعامطخقَو
ْ
ِْقحيِرمطلا
ْ
ىَلَع
ْ
ِْةَعَ بحرَأ
ْ
ْ هخجحوَأ
ْ
ْ:
احوخلَ تَقح نِإ
ْ
ْحَلَو
ْ
احوخذخخحأَي
ْ
َْلاَمحلا
ْ
احوخلِتخق
ْ،
ْ
ْحنِإَو
ْ
احوخلَ تَ ق
ْ
احوخذَخَأَو
ْ
َْلاَمحلا
ْ
احوخلِتخق
ْ
احوخ بِلخصَو
ْ،
َْْو
ْحنِإ
ْ
احوخذَخَأ
ْ
َْلَامحلا
ْ
ْحَلو
ْ
احوخلَ تحقَ ي
ْ
ْخعَطحقخ ت
ْ
ْحمِهحيِدحيأ
ْ
ْحمخهخلخجحرَاَو
ْ
ْحنِم
ْ ف َاِخ
ْ
ْحنِإَف،
ْ
احوخ فاَخَأ
ْ
ْحَلَوْ
احوخذخخحأَي
اَمْ
َِْْ
ْحَلَوْ
احوخلخ تحقَ ي
ْ
احوخسِبخح
ْ
احوخر زخعَو
.ْ
Artinya: ‚Penjahat dijalan itu ada empat macam: (1) jika mereka membunuh tanpa mengambil harta, mereka di hukum bunuh, (2) jika mereka membunuh dan mengambil harta, mereka dihukum bunuh dan salib, (3) jika mereka mengambil harta tanpa membunuh, tangan dan kaki mereka dipotong dengan selang-seling, (4) jika mereka hanya menakut-nakuti tanpa mengambil harta dan tanpa membunuh, mereka ditawan dan dita’zir‛. 8
Syekh Abu Suja’ pada jenis kejahatan dijalan ke empat karena adanya
sifat menakuti, dalam islam masyarakat lebih diutamakan diatas perorangan
dan karenanya kepentingan masyarakatlah yang lebih didahulukan bukan
6 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Abdul Hayyi Dkk, Jilid 7, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h 411.
7 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 94.
5
sebaliknya, karena setiap kriminal yang dilakukan mengganggu kedamaian
dan ketentraman masyarakat akan dianggap sebagai kejahatan terhadap
Allah.9 Adapun ketentuan dalam al-Quran tentang kejahatan dijalan ini
disampaikan dalam firman Allah SWT (Q.S. al-Ma>idah ayat 33):
اَزَجاَمَِإ
ْاخؤ
ْ
َْنيِذملا
ْ
َْنوخبِراَخُ
ْ
َْهمللا
ْ
ْخهَلوخسَرَو
ْ
َْنوَعحسَيَو
ْ
ِْي
ْ
ِْضحرَحأا
ْ
ا داَسَف
ْ
ْحنَأ
ْ
احوخلم تَقخ ي
ْ
ْحوخ بملَصخيحوَأ
ْ
َْعمطَقخ تحوَأ
ْ
ْحمِهحيِدحيَأ
ْ
مخهخلخجحرَأَو
ْ
ْحن م
ْ ف َاِخ
ْ
احوَفح نخ يحوَأ
ْ
َْنِم
ْ
ِْضحرَحأا
ْْ َذ
َْكِل
ْ
ْحمخََ
ْ
ْ يحزِخ
ْ
ِْف
ْ
اَيح نُدلا
ْ
ْحمخَََو
ْ
ِْف
ْا
ِْةَرِخَحأ
ْ
ْ باَذَع
ْ
ْ ميِظَع
ْ
Artinya: ‚Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar‛ 10
Sebagaimana al-Asba>bun al-Nuzu>l surat al-Ma>idah ayat 33 di atas,
bahwa dalam suatu riwayat dikemukakan Abdul Malik bin Marwan menulis
surat kepada Anas, yang isinya menyatakan tentang ayat ini (QS. al-Ma>idah
ayat 33) Anas menjawab dengan menerangkan bahwa ayat tersebut berkenaan
dengan suku Urainah yang murtad dari agama Islam dan membunuh
penggembala unta serta membawa lari unta-untanya.11 Ada juga hadith
riwayat Imam Bukhori yang berkaitan dengan turunnya surat al-Ma>idah ayat
33 di atas sebagai berikut:
9 Abdurrohman, Tindak Pidana Dalam Shariat Islam (Shari’ah the Islamic Law),Wadi Masturi, Basri Iba Asghary, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h 2.
6
اَنَ ثمدَح
ْ
ْخةَبحيَ تخ ق
ْ
ْخنحب
ْ
ْ ديِعَس
ْ
اَنَ ثمدَح
ْ
ْمَْ
ْ دا
ْ
ْحنَع
ْ
َْبوُيَأ
ْ
ْحنَع
ْ
َِِْأ
ْ
َْةَب َاِق
ْ
ْحنَع
ْ
ِْسَنَأ
ْ
ِْنحب
ْ
ْ كِلاَم
ْمنَأ
ْ
ا طحَر
ْ
ْحنِم
ْ
ْ لحكخع
ْ
ْحوَأْ
َْلاَق
ْ
َْةَنح يَرخع
ْ
ََِْو
ْ
ْخهخمَلحعَأ
ْ
ْمِِإ
ْ
َْلاَق
ْ
ْحنِم
ْ
ْ لحكخع
ْ
اوخمِدَق
ْ
َْةَنيِدَمحلا
ْ
َْرَمَأَف
ْ
ْحمخََ
ْ
ُِِْمنلا
ْ
ىملَص
ْ
ْخهمللا
ْ
ِْهحيَلَع
ْ
َْمملَسَو
ْ
ْ حاَقِلِب
ْ
َْمَأَو
ْحمخَر
ْ
ْحنَأ
ْ
اوخجخرحََ
ْ
اوخبَرحشَيَ ف
ْ
ْحنِم
ْ
اََِاَوح بَأ
ْ
اَِِاَبحلَأَو
ْ
اوخبِرَشَف
ْ
ْمَّح
ْ
اَذِإ
ْ
اوخئِرَب
ْ
اوخلَ تَ ق
ْ
َْيِعامرلا
ْ
اوخقاَتحساَو
ْ
َْمَعم نلا
ْ
َْغَلَ بَ ف
ْ
َْكِلَذ
ْ
ْمِِمنلا
ْ
ىملَص
ْ
ْخهمللا
ْ
ِْهحيَلَع
ْ
َْمملَسَو
ْ
ْ ةَوحدخغ
ْ
َْثَعَ بَ ف
ْ
َْبَلمطلا
ْ
ِْي
ْ
ْحمِِرحثِإ
ْ
اَمَف
ْا
َْعَفَ تحر
ْ
ْخراَهم نلا
ْ
ْمَّح
ْ
َْءيِج
ْ
ْحمِِِ
ْ
َْرَمَأَف
ْ
ْحمِِِ
ْ
َْعَطَقَ ف
ْ
ْحمخهَ يِدحيَأ
ْ
ْحمخهَلخجحرَأَو
ْ
َْرَََْو
ْ
ْحمخهَ نخ يحعَأ
ْ
اوخقحلخأَف
ْ
ِْةمرَحْاِب
ْ
َْنوخقحسَتحسَي
ْ
َْاَف
ْ
َْنحوَقحسخي
َْلاَق
َْْأ
وخبْ
َْةَب َاِق
ْ
ِْء َِخؤَ
ْ
ْ محوَ ق
اوخقَرَس
ْ
اوخلَ تَ قَو
ْ
اوخرَفَكَو
ْ
َْدحعَ ب
ْ
ِِِْاَمِإ
ْحمْ
اوخبَراَحَو
ْ
َْهمللا
ْ
ْخهَلوخسَرَو
12Hadith diatas pada intinya menjelaskan bahwasannya beberapa orang
dari suku Ukul datang menghadap Nabi SAW di Madinah berpura-pura bahwa
mereka ingin memeluk Islam. Mereka mengeluh kepada Nabi SAW bahwa
cuaca di Madinah tidak cocok bagi mereka sehingga mereka mengalami
gangguan kesehatan. Karena itu nabi memerintahkan agar mereka dibawa
keluar Madinah untuk tinggal ditempat lebih baik bagi mereka dan minum
susu dari sapi milik negara. Namun mereka membunuh pemeliharanya dan
melarikan diri dengan membawa serta sapi tersebut. Ketika masalah terebut
dilaporkan kepada Nabi SAW, beliau memerintahkan agar mereka dikejar dan
dibawa kembali. Setelah tertangkap saat siang belum meninggi orang yang
diperintah tadi disuruh untuk memotong tangan dan kakinya serta
mencongkel matanya kemudian dihempaskan saja di sahara hingga
meninggal.13 Hukuman yang keji ini dapat disimpulkan sebagai pembalasan
terhadap kaum yang mencuri, membunuh dan memerangi Allah dan Rasulnya.
12 Bukhari, Sindi, Sahih al-Buh}ari bih}asiyat al-Imam al-Sind, (Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2008), 335.
7
Dari keterangan dan modus kejahatan yang tersampaikan diatas dapat
disimpulkan indentik dengan kejahatan begal sebagaimana yang terjadi di
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo yang dengan terdakwa yang bernama
Arsha Ardhita14 dan telah diputus perkaranya oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo
dengan nomor putusan 526/Pid.B/2014/PN.Sda.
Tindakan pidana ini terjadi sekitar jam 01.00 di jalan raya Bay Pass15
Desa Keraton Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo terjadi pembegalan
kepada korban Alvian Ramadhan Santoso16 yang sedang duduk-duduk diatas
motor miliknya sendiri di sebrang jalan dan melihat balapan sepeda motor
liar, tiba-tiba korban dipukul pada bagian kepala oleh teman dari terdakwa
brlanjut diikuti oleh terdakwa. Hingga akhirnya teman-teman dari terdakwa
ikut memukuli korban dan rekan lainnya berusaha membubarkan orang-orang
yang melihat balapan motor.
Setelah dipukuli dan para pelaku berhasil mengambil barang milik
korban, pelaku dan rekannya langsung pergi dari tempat kejadihan
berbarengan dengan datangnya warga yang meneriaki maling dan berusaha
mengejar. Untungnya teman korban masih tidak jauh dari lokasi kejadian
14 Arsha Ardhita adalah terdakwa yang berumur 19 tahun/ 2 januari 1995, jenis kelamin Laki-laki, berkebangsaan Indonesia, bertempat tinggal di Dusun Jrebeng RT 02 RW 02 Desa Sidomulyo, Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo, beragama Islam dan statusnya adalah Swasta, Berkas Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 526/Pid.B/2014/PN.Sda
15
Baypass atau jalan elak adalah jalan yang dibuat unutuk mengelak dari kawasan padat, kota, kampung, atau desa tertentu sehingga lalulintas terusan dapat melewati kawasan tersebut dengan gangguan samping yang minimal sehingga dapat meningkatkan keselamatan lalulintas.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/jalan_elak, diakses pada 17 Juni 2015
8
yang sebelumnya telah diancam oleh teman-teman terdakwa untuk
membubarkan diri dari tempat kejadian, yang kemudian membantu korban
untuk pergi ke Rumah Sakit.
Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, penulis
tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut sebagai Skripsi dengan
judul ‚Kejahatan Begal Perspektif Hukum Pidana Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana‛ (Studi Kasus Putusan Nomor:
526/Pid.B/2014/PN.Sda) Hal tersebut didasarkan dengan kurang efektifnya
hukuman yang di jatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo
yang hukumannya tidak memberikan efek jerah bagi pelaku-pelaku yang
lainnya, sehingga pasca putusan ini semakin banyak kejahatan serupa yang
terjadi yang akibatnya meresahkan masyarakat sehingga mereka merasa tidak
mendapatkan perlindungan keamanan dari kejahatan begal tersebut.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari beberapa paparan latar belakang di atas dapat diketahui beberapa
pokok yang ingin dikaji sebagai berikut:
1. Kejahatan Begal Perspektif Hukum Pidana Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor
526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan
9
3. Analisis Yuridis Putusan Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang
Perampasan Sepeda Motor Dengan Kekerasan.
4. Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor
526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan
Kekerasan.
Masalah kejahatan begal masih memuat masalah yang bersifat umum,
sehingga diperlukan pembatasan masalah dalam pembahasannya, dalam hal
ini pembatasan masalahnya dapat ditarik sebagai berikut:
1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor
526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan
Kekerasan.
2. Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor
526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan
Kekerasan.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, supaya lebih peraktis
dan operasional, maka penulis mengambil beberapa rumusan masalah yang
10
1. Apa Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor
526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan
Kekerasan?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan
Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda Perampasan Sepeda Motor Dengan
Kekerasan?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas dari penelitian yang sudah
pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas
bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.17
Diyah Mujahidah, dalam tulisannya yang berjudul ‚Analisis Terhadap
Delik Perampokan (Studi Perbandingan Antara Hukum Pidana Islam Dan
KUHP‛18 dari isi skipsi ini dapat disimpulkan bahwasannya diya
memfokuskan penelitiannya kepada masalah kriteria dan sanksi delik
perampokan menurut hukum pidana islam dan hukum pidana positif (KUHP)
serta mencari persamaan dan perbedaan diantara keduanya yang hanya
17 Tim Penyususn Fakultas Shariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, ( Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014 ) 8.
11
menganalogikan saja dari kriteria dalam hukum pidana islam dengan hukum
positif (KUHP) tentang delik perampokan.
Isna Wiqoya,19dalam skripsinya ‚Sanksi Tindak Pidana Pencurian
Dengan Kekerasan Perspektif Hukum Pidana Islam‛ dalam isi skripsinya dia
hanya membahas tentang kriteria dan sanksi tindak pidana pencurian dengan
kekerasan dalam hukum pidana positif dan tinjauan dari hukum pidana islam.
Siswo Hadi Santoso, dalam Tulisannya ‚Sanksi Hukum Dalam
Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No. 253/PID.B/1995/PN. SDA Tentang
Perampokan Disertai Penganiayaan Ditinjau Dari Filsafat Hukum Pidana
Islam.20 Yang inti dari tulisannya adalah untuk mengetahui landasan hukum
yang dipakai oleh Hakim saat menyelesikan perkara tentang tindak pidana
perampokan yang disertai dengan penganiayaan dan meninjau putusan dari
Pengadilan Negeri sidoarjo tersebut dengan Filsafat Hukum Islam. Siswo
Hadi Santoso lebih mengkaji kepada materi putusannya karena dakwaan
dengan pasal 365 tidak terbukti melainkan terbukti sebagai kejahatan
penganiayaan sehingga dijerat dengan pasal penganiayaan dan dia
meninjaunya dengan Jari>mah yang dikenai qis}as}.
Sedangkan dalam penelitian ini penulis mengkaji tentang kejahatan
begal yang kejahatannya khusus dilakukan di jalan dan objeknya adalah para
19 Isna wiqoya,‛Sanksi Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Perspektif Hukum Pidana Islam‛(Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008) 75.
12
pengendara yang sedang melintas atau berada di jalan umum, sebagaimana
yang telah tersampaikan beberapa kejadian di penjelasan latar belakang di
atas dengan menitik beratkan kepada bagaimana pertimbangan Hukum Hakim
dalam putusan Nomor: 526/Pid.B/2014/PN.Sda tentang perampasan sepeda
motor dengan kekerasan serta bagaimana tinjauan Hukum Pidana Islam dan
Undang-Undang Hukum Pidana terhadap pertimbangan Hukum Hakim dalam
putusan Nomor: 526/Pid.B/2014/PN.Sda tentang perampasan sepeda motor
dengan kekerasan.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai sejalan dengan pertanyaan –
pertanyaan di atas yaitu :
1. Untuk Mengetahui Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor
526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang Perampasan Sepeda Motor Dengan
Kekerasan.
2. Untuk Mengetahui Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim dalam
Putusan Nomor 526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang Perampasan Sepeda
13
F. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki nilai kegunaan pada dua
aspek :
1. Aspek keilmuan, untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang
Kejahatan Begal Perspektif Hukum Pidana Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Aspek terapan praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan
dan dapat bermanfaat khususnya bagi aparat penegak hukum di
Indonesia
b. Untuk menambah kesadaran masyarakat tentang penegakan sanksi
hukum tindak kejahatan begal bagi yang beragama Islam maupun non
Islam
c. Penyusunan skripsi ini sebagai upaya untuk memenuhi persyaratan
akademis dan memperoleh gelar sarjana dalam Jurusan Siyasah
Jinayah pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber penyuluhan
demi kesadaran adanya hukum yang diberlakukan kepada masyarakat yang
14
G. Definisi Operasional
1. Kejahatan Begal : Kejahatan begal yang dimaksud adalah
perampasan sepeda motor di jalan dengan kekerasan di wilayah hukum
Pengadilan Negeri Sidoarjo yang terdapat dalam putusan Nomor
526/Pid.B/2014/PN.Sda.
2. Hukum Pidana Islam (Fiqh Ji>nayah) : ketentuan hukum islam yang
merupakan pemahaman dari Imam Syafi’i dan Imam Hanafi terhadap
jari>mah h}ira>bah yang bersumber dari al-Quran dan al-Hadith.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) : adalah peraturan
tentang pidana umum khususnya pada pasal 365 tentang pencurian dengan
kekerasan yang terdiri dari empat ayat.
H. Metode Penelitian
1. Data yang Dikumpulkan
Merujuk pada uraian latar belakang dan rumusan yang diambil, maka
penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pustaka (library research).
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.21
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas:
21
15
a. Data tentang pertimbangan hukum Hakim dalam Putusan Nomor
526/Pid.B/2014/PN.Sda
b. Data tentang pembegalan dalam tinjauan Hukum Pidana Islam dan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Sumber Data
Data adalah hasil pencatatan penelitian baik berupa fakta dan data
yang diperoleh baik dari sumber sekunder maupun sumber primer.
Data-data yang dikumpulkan dalam penulisan skripsi ini adalah Data-data Kualitatif.
Data kualitatif adalah penelitian yang data umumnya dalam bentuk narasi
atau gambar-gambar.22
a. Data primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.23 Adapun data
primer yang digunakan penulis adalah :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana BAB XXII tentang
Pencurian.
2) Dokumentasi peradilan tingkat pertama Putusan Pengadilan
Negeri Sidoarjo Nomor 526/Pid.B/2014/PN Sda. Menerangkan
tentang kasus perampasan sepeda motor yang dilakukan oleh
terdakwa ARSHA ARDHITA di jalan Bay Pass Desa Kraton
Kec. Krian Kab. Sidoarjo atau setidak-tidaknya pada suatu
tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
22
Ronny Kountur, Metode Penelituan (untuk Penelitian Skripsi dan Thesis), cet II. (Jakarta: PPM, 2004), hal.16.
23
16
Pengadilan Negeri Sidoarjo yang berwenang dan mengadili
perkara ini.
b. Sumber Sekunder yaitu data yang mendukung atau data tambahan
bagi data primer. Data sekunder merupakan data yang tidak langsung
diperoleh peneliti dari subyek penelitian.24 misalnya :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Soesilo.
2) Wahbah al-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu.
3) Al-Bukhari, al-Sindi, Sah}ih} al-Bukhari Bih}asiyat al-Imam al-Sindi.
4) Kaidah Fiqh Ji>nayah (Asas-Asas Hukum Pidana Islam) Karangan
Jaih Mubarok dkk,.
5) Sumber-sumber lain dari literatur yang terkait dengan pembahasan
skripsi ini.
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal ini, teknik yang digunakan adalah wawancara dan
dokumentasi.
a. Wawancara adalah suatu percakapan tanya jawab lisan yang
diarahkan pada suatu masalah tertentu,25 dalam hal ini
berkaitan dengan pertimbangan hukum Hakim terkait Putusan
Nomor: 526/Pid.B/2014/PN.Sda di Pengadilan Negeri Sidoarjo.
b. Dokumentasi adalah menghimpun data yang menjadi
kebutuhan penelitian dari berbagai dokumen yang ada baik
24 Ibid.,31
17
berupa putusan, buku, artikel, koran dan lainnya sebagai data
penelitian. Sehingga teknik inilah yang penulis gunakan untuk
melengkapi data yang berkaitan dengan skripsi ini.
2. Teknik Pengolahan Data
Setelah seluruh data terkumpul kemudian dianalisis dengan tahapan
– tahapan sebagai berikut :
a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah
diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna,
keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan sekunder.
b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data – data yang
telah diperoleh sesuai dengan yang direncanakan.
c. Analyzing, yaitu melakukan analisis lanjutan secara kualitatif
terhadap hasil pengorganisasian dengan menggunakan kaidah, teori,
dan dalil yang sesuai, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai
pemecahan/dari rumusan masalah yang ada.
3. Teknik Analisa Data
Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik deskriptif
dan perspektif. Teknik deskriptif yaitu suatu teknik yang memberikan
gambaran terhadap masalah yang dibahas dengan menyusun fakta – fakta
sedemikian rupa sehingga membentuk konfigurasi masalah yang dapat
dipahami dengan mudah. Dalam hal ini akan mendeskripsikan tentang
18
pelaku yang bisa dikenai hukuman dan jenis-jenis hukuman untuk
kejahatan begal.
Sedangkan perspektif yaitu sudut pandang dan sekaligus
menemukan persamaan dan perbedaan yang dilakukan secara kritis
terhadap data yang diperoleh baik dari segi ide maupun pandangan
pemikirannya yang ada dalam data. Teknik ini berupaya membandingkan
pemikiran ide, pandangan terhadap suatu masalah tertentu sekaligus
menemukan persamaan dan perbedaan. Dalam hal ini yang akan kami
komparasikan adalah tentang pengertian fakta begal, unsur-unsur
kejahatan begal, syarat-syarat pelaku begal, dan jenis-jenis hukuman bagi
pelaku kejahatan begal menurut hukum pidana Islam dan KUHP.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, dan agar
permasalahannya mudah dipahami, secara sistematis dan lebih terarah,
pembahasannya disusun dalam bab-bab yang tiap-tiap bab terdiri sub bab
sehingga menimbulkan keterkaitan yang sistematis. Untuk selanjutnya
sistematika pembahasan disusun sebagai berikut :
1. Bab Pertama, pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yang
menjelaskan gambaran umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi
ini, yaitu meliputi latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah,
19
penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
2. Bab Kedua berisi Landasan Teori, yang mengemukakan tentang
pengertian kejahatan begal, syarat-syarat pelaku, sanksi dan pelaksanaan
hukuman bagi pelaku kejahatan begal menurut Hukum Pidana Islam dan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3. Bab Ketiga menjelaskan tentang data hasil penelitian yang terdiri dari
deskripsi terjadinya kejahatan begal di wilayah Pengadilan Negeri
Sidoarjo, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor:
526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang perampasan sepeda motor dengan
kekerasan, serta pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam putusan
Nomor: 526/Pid.B/2014/PN.Sda Tentang perampasan sepeda motor
dengan kekerasan.
4. Bab Keempat, berisi analisis fikih jinayah yang memaparkan tentang
analisa terhadap perampasan sepeda motor dengan kekerasan yang
dianalisa dengan fikih jinayah dan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
5. Bab Kelima berisi penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan
20
BAB II
KEJAHATAN BEGAL MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
A. Kejahatan Begal Menurut Hukum Pidana Islam
Membicarakan Kejahatan Begal dalam perspektif Hukum Pidana Islam
bertujuan untuk memahami kejahatan begal dalam pandangan Hukum Pidana
Islam dari dua imam Madzhab yakni Imam Syafi’I dan Imam Hanafi yang
berkaitan dengan pengertian, jenis hukuman (jari>mah), unsur-unsur,
syarat-syarat pembegalan serta sanksi dan pelaksanaan hukuman kejahatan begal.
Sistematika dimaksud diuraikan sebagai berikut.
1. Pengertian Kejahatan Begal
Begal pada dasarnya merupakan bentuk majas dari mencuri, hanya
saja secara bentuk perbuatannya begal memiliki ciri sendiri dalam
perbuatannya yakni melakukan perampasan di jalan1 sebagaimana dalam
hukum pidana Islam perbuatan perampasan dijalan atau pembegalan
dikenal dengan jari>mah hira>bah atau Qat}’u al-T}a>riq.
Kemudian h}ira>bah terambil dari kata al-H}arb, yang artinya perang,
antomin dari damai. Sedangkan Pengertian dasarnya adalah ‚melampaui
1
21
batas dan merampas harta benda milik orang lain,2 sedangkan Qat}’u a
l-T}a>riq disebut dengan para pemutus jalan, karena membuat terputusnya
orang-orang yang lewat di jalan disebabkan takut dengan mereka
(pelaku).3 Adapun ayat yang menjadi dasar hukum hira>bah atau Qat}’u a
l-T}a>riq terdapat dalam al-Quran surat al-Ma>idah ayat 33;
اَزَجاَمَِإ
ْاخؤ
ْ
َْنيِذملا
ْ
َْنوخبِراَخُ
ْ
َْهمللا
ْ
ْخهَلوخسَرَو
ْ
َْنوَعحسَيَو
ْ
ِْي
ْ
ِْضحرَحأا
ْ
ا داَسَف
ْ
ْحنَأ
ْ
احوخلم تَقخ ي
ْ
ْحوخ بملَصخيحوَأ
ْ
َْعمطَقخ تحوَأ
ْ
ْحمِهحيِدحيَأ
ْ
مخهخلخجحرَأَو
ْ
ْحن م
ْ ف َاِخ
ْ
احوَفح نخ يحوَأ
ْ
َْنِم
ْ
ِْضحرَحأا
ْْ َذ
َْكِل
ْ
ْحمخََ
ْ
ْ يحزِخ
ْ
ِْف
ْلا
اَيح نُد
ْ
ْحمخَََو
ْ
ِْف
ْ
ِْةَرِخَحأ
ْ
ْ باَذَع
ْ
ْ ميِظَع
ْ
Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar 4
Dalam al-Quran Allah menamakan h}ira>bah sebagai orang yang
memerangi Allah dan Rasulnya dan orang yang berbuat kerusakan di
muka bumi. Imam Syafi’i memberikan pengertian h}ira>bah sebagai berikut:
ْحةَباَرِحْا
ْ.
...
َْيِ
ْ
ْخح ا
ْخجحوخر
ْ
ِْذحخَِِ
ْ
ْ لاَم
ْ
ْحوَأْ
ْ لحتَقِل
ْ
ْحوَأْ
ْ باَعحرِإ
ْ
ْ ةَرِباَكخم
ْ
ا داَمِتحعِا
ْ
ىَلَع
ْ
ِْةَكحومشلا
ْ
َْعَم
ْ
ِْدحعخ بحلا
ْ
ِْنَع
ْ
ِْثحوَغحلا
Artinya: ‚h}ira>bah.... adalah keluar untuk mengambil harta, atau membunuh, atau menakut-nakuti, dengan cara kekerasan, dengan berpegang kepada kekuatan dan jauh dari pertolongan (bantuan)‛. 5
2
Kementrian Agama Ri, al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), Jakarta, Widya Cahaya 2011, 389
3
Al-Imam Taqiyyudin…, 111.
4
Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Penerbit J-ART, 2004), h 113.
5
22
sedangkan dalam pendapat lain yang disampaikan oleh Imam
Hanafi memberikan pendapat sebagai berikut:
جور ا
ْ
ىلع
ْ
ةرا ا
ْ
ذخأ
ْ
لا ا
ْ
ىلع
ْ
ليبس
ْ
ةبلاغ ا
ْ
ىلع
ْ
هجو
ْ
عنتم
ْ
ةرا ا
ْ
نع
رور ا
ْ
عطقنيو
ْ
قيرطلا
ْ
ءاوس
ْ
ناك
ْ
عطقلا
ْ
نم
ْ
ةعام
ْ
وا
ْ
نم
ْ
دحاو
ْ
دعب
ْ
نا
نوكي
ْهل
ْ
ةوق
ْ
عطقلا
ْ
ْوسو
ءاْ
ناك
ْ
عطقلا
ْ
حاسب
ْ
وأ
ْ
رغ
ْ
نم
ْ
اصعلا
Artinya: ‚Perbuatan mengambil harta secara melawan dari orang-orang yang melintasi jalan baik dilakukan secara berkelompok atau sendirian dengan syarat memiliki kekuatan baik menggunakan senjata tajam atau selainnya seperti tongkat‛.6
Bebrapa definisi di atas melahirkan kaidah sebagai berikut:
بارْا
ةْ
وْ
ذخا
ْ
لا ا
ْ
ىلع
ْ
ليبس
ْ
ةبلاغ ا
ْ
Artinya: ‚Pembegalan adalah pengambilan harta yang dilakukan secara terang-terangan.‛7
Sehingga dari keseluruhannya dapat disimpulkan bahwa
pembegalan adalah pengambilan harta secara terang-terangan dengan
menakut-nakuti, serta melakukan kekerasa yang dilakukan oleh satu orang
atau lebih kepada pengguna jalan yang mengakibatkan terputusnya
perjalanan korban.
2. Jenis-jenis Jari>mah dan Hukumannya
Dalil jari>mah sebagai berikut:
ْ تاَرحوخظحََ
ْ
ْ ةميِعحرَش
ْ
ْخهمللاَرَجَز
ْ
اَهح نَع
ْ
ْ دَِِ
ْ
ْحوَاْ
ْ رحيِزحعَ ت
6Faizal, Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 151.
7
23
Artinya: larangan-larangan shara’ (yang apabila dikerjakan) diancam Allah dengan h}ad atau ta’zi>r.8
Dan Abdul Qadir Audah menjelaskan kata
ْ تاَرحوخظحََ
(larangan) sebagai berikut:اممِإ
ِْْإ
ْخناَيح ت
ْ
ْ لحعِف
ْ
ْ يِهحنَم
ْ
ْخهحنَع
ْ
ْحوَاْ
َْ ت
ِْكحر
ْ
ْ لحعِف
ْ
ِْهِب رحوخمحأَم
ْ
Artinya: ‚yang dimaksud dengan mahdhurat (larangan) adalah melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang atau meninggalkan sesuatu perbuatan yang diperintahkan‛.9
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa jari>mah sebagai
perbuatan dosa, bentuk, macam atau sifat dari perbuatan dosa tersebut.
Misalnya pencurian, pembunuhan, dan sebagainya. Selanjutnya dari
pandangan atau aspek yang ditonjolkan, jari>mah dapat dibagi menjadi
bermacam-macam bentuk dan jenis. Diantaranya adalah:
a. Pelaksanaannya
Jari>mah ini adalah tentang pelaku melaksanakan jari>mah
tersebut. Kalau pelaku melakukan perbuatan yang dilarang, maka dia
telah melakukan jari>mah secara Ijabiyyah yang artinya aktif dalam
melakukan jari>mah tadi, atau dalam hukum positif disebut dengan
delict commisionis.10 Contoh perilaku ini adalah melakukan zina,
mencuri, membunuh, mabuk-mabukan dan lain sebagainya. Kemudian
melanggar peraturan yang diperintahkan dalam kejadian seperti ini
pelaku dikenai jari>mah Salabiyyah yang artinya pelaku pasif tidak
8
Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2010) 14.
9
Ibid., 14.
10
24
melakukan sesuatu atau dalam hukum positif dinamai delict
ommisionis.11
b. Niatnya
Pembagian jari>mah dari sudut pandang niatnya ini, terbagi ke
dalam dua bagian yakni jari>mah yang dilakukan dengan sengaja dan
kemudian jari>mah yang dilakukan dengan tidak sengaja. Perbuatan
jari>mah dengan sengaja ini disebut dengan jari>mah al-maqs}udah,
karena diniati bahkan direncanakan. Sedangkan jari>mah yang
dilakukan dengan tidak sengaja di sebut dengan jari>mah ghairu
maqs}ud.12
c. Objeknya
Aspek yang juga dapat membedakan ini adalah apakah korban
dari pelaku jari>mah ini perorangan ataukah sekelompok masyarakat.
Jika yang menjadi korban itu adalah perorangan maka disebut dengan
jari>mah perorangan karena menyangkut hak hamba atau manusia
individu yang lebih dominan daripada hak Allah SWT. Sedangkan jika
yang menjadi korban itu adalah sekelompok masyarakat maka jari>mah
tersebut menjadi hak jama’ah atau hak Allah SWT,13 karena yang
berkaitan dengan hak jama’ah merupakan hak Allah SWT dan telah
ditetapkan secara khusus hukumannya dalam al-Quran.
11
Hakim, Hukum..., 23.
12
Hakim, Hukum..., 24.
13
25
d. Bobot Hukuman
Para ulama’ membagi masalah jinayah menjadi tiga bagian,
yakni h}udu>d, qis}as}, dan ta’zi>r . Pembagian ini berdasarkan bobot
hukuman yang diberikan kepada pelaku jari>mah, dan hukuman itu
sendiri berdasarkan atas ada tidaknya dalam al-Quran atau al-Hadith.14
1) Jari>mah H}ud>d
Jari>mah h}udu>d adalah suatu jari>mah yang bentuk hukuman dan
ukurannya telah ditentukan dan ditetapkan oleh agama berdasarkan
al-Qur’an maupun al-Hadith.15
Kata h}udu>d secara bahasa artinya adalah al-man’u (mencegah,
menghalangi). Kalimat h}udu>d berasal dari firman Allah SWT surat
al-Baqarah ayat 229 sebagai berikut:
ْحنَمَو
ْ
ْمدَعَ تَ ي
ْ
َْدحوخدخح
ْ
ِْهلملا
ْ
َْكِئَلوخأَف
ْ
ْخمخْ
َْنحوخمِلامظلا
ْ
Artinya: ‚dan barang siapa yang melanggar H}udu>d (hukum-hukum Allah), maka mereka adalah orang aniaya‛.16
Sanksi dan hukuman disebut h}udu>d karena hukuman tersebut bisa
mencegah dari melakukan tindakan-tindakan yang bisa menyebabkan
terkena hukuman tersebut, karena merupakan h}udu>d mah}arim atau hak
14
Hakim, Hukum..., 25.
15
Hakim, Hukum..., 26.
16
26
Allah SWT (ketentuan-ketentuan Allah SWT yang tidak boleh dilanggar),
karena itu adalah hal-hal yang dilarang.17
Hukuman pada jari>mah h}udu>d ini sangat terbatas menurut Imam
Hanafi terdapat lima jari>mah yaitu: jari>mah zinah, Qadzf (menuduh orang
lain telah berbuat zinah), pencurian yang mencakup h}ira>bah atau Qat}’u at}
-T}a>riq (Pembegalan) karena Hanafi menyamakan jenis tindakannya adalah
sama-sama mencuri atau mengambil harta namun perbedaannya dari cara
dan tempat kejadiannya yakni pencurian kecil sebagaimana pencurian,
kemudian pencurian karena dilakukannya dengan cara terang-terangan
atau merampas diluar rumah, menenggak Khamr dan hukuman mabuk
karena menenggak minuman keras.18 Sedangkan Imam Syafi’i membagi
jari>mah yang tergolong dalam h}udu>d tujuh jari>mah yaitu: Riddah atau
murtad, H}ira>bah, bughah atau pemberontak, zina, qadzaf, pencurian dan
minum khamr.19
Dengan ketentuan hukuman yang telah ditentukan ini dan
memiliki sanksi berat maka seorang hakim dalam menjatuhkan hukuman
cukup dengan mengumpulkan bukti yang diperlukan sehingga bisa
dijatuhi hukuman h}udu>d dengan sempurna, namun jika tidak didapati
bukti yang sempurna maka hakim bisa melakukan ijtihad karena jar>imah
h}udu>d berkaitan dengan hilangnya nyawa atau organ tubuh jika di
voniskan sehingga terdapat kaidah sebagai berikut:
17
Az-Zuhaili ..., 236.
18
Az-Zuhaili..., 256.
27
ْحنَا
ْ
َْئِطحََ
ْ
ْ ماَمِا
ْ
ِْف
ْ
ِْوحفَعحلا
ْ
ْ رح يَخ
ْ
ْحنِم
ْ
ْحنَا
ْ
َْئِطحََ
ْ
ِْف
ْ
ِْةَبحوخقخعحلا
Artinya: ‚kesalahan dalam memaafkan bagi seorang imam lebih baik daripada kesalahan dalam menjatuhkan sanksi‛20
Oleh karena itu jika dalam penjatuan hukuman h}udu>d terdapat
kesamaran maka hindarilah hukuman hu}du>d tersebut, sebagaimana kaidah
berikut:
ْخؤَرحدِا
ْ
َْدحوخدخحْا
ْ
ِْتاَهح بُشلاِب
ْ
Artinya: ‚hindarilah hukuman h}udu>d karena ada keraguan (shubha>t)21
2) Jari>mah Qis}as}/ Diat
Jari>mah qis}as} adalah tindak pidana yang hukumnya berbalas, yaitu
berutang nyawa dibayar dengan nyawa, berutang anggota badan dibayar
dengan anggota badan sebagaimana arti kata dari al-qas}as} yang artinya
mengikuti jejak, dan kata ini juga berarti muma>tsalah (kesepadanan,
kesamaan)22 Namun dalam hal mendapatkan maaf dari korban atau
walinya maka dibayar dengan denda menurut ukurannya bila ada hal-hal
yang membolehkan denda.23
Adapun ketentuannya dalam firman Allah (Q.S. al-Baqarah ayat
178):
20
Hakim, Hukum..., 27.
21
Hakim, Hukum..., 27.
22
Az-Zuhaili..., 589.
28
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.24
Sehingga dapat dimengerti diat sebagai keringanan dari Allah
SWT sehingga tidak dihukum qis}as}, adapun solusi lain jika hukuman qis}as}
tidak bisa dilakukan karena tidak memungkinkan dilakukan perlukaan
yang sama seperti yang dilakukan pelaku maka yang wajib didalamnya
adalah ursh.25
ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْْْ ْ
Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,
24
Departemen…, 27. 25
29
hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (Q.S. al-Ma>idah ayat 45).26
Kejahatan fisik terhadap kepala disebut shajjah yang ursh-nya
tidak ditentukan oleh shara’ namun dikenal dengan h}ukumah ‘adl27,
seperti menghilangkan rambut menurut Imam Syafi’i disamakan seperti
meretakkan tulang rusuk, meretakkan tulang hidung dan meretakkan
setiap tulang tubuh selain gigi.28ulama Syafi’i menghitung besaran
h}ukumah disesuaikan dengan kadar yang berkurang karena luka shajjah itu
dengan patokan diat, jika korban adalah orang merdeka atau seorang
budak maka patokkannya adalah sepersepuluh dari diat pembunuhan.29
Menurut Hanafi ada sebelas macam shajjah yakni sebagai berikut:30Luka
ha>ris}ah, Luka d}a>mi’ah, Luka da>miyah (berdarah), Luka ba>d}I’ah, Luka
mutala>himah, Luka simha>q,. Sedangkan ulama’ Syafi’iyah menyebut luka
ini dengan istilah luka malt}a>t}, yaitu luka yang menghilangkan daging
hingga yang tersisanya hanya selaput lembut yang berada di atas tulang
(selaput tulang). Luka muwad}d}ihah, Luka ha>shimah, Luka munaqqilah
Luka a>mmah atau luka ma’mu>mah, yaitu luka yang menembus hingga
26
Departemen…, 115. 27 H}ukumah „Adl adalah
ursh atau kompensasi ganti rugi yang besarannya tidak ditentukan oleh shara’, akan tetapi penentuan besarannya diserahkan kepada kebijakan Hakim. Az-Zuhaili, Fiqih..., 683.
28
Az-Zuhaili..., 683. 29
Az-Zuhaili..., 684. 30
30
keselaput otak, yaitu kulit yang terletak dibawah tulang tengkorak diatas
otak (selaput otak). Luka da>mighah.
Adapun ulama’ Syafi’i membuang luka kedua yaitu da>mi’ah,
kemudian menyebut luka pertama dengan luka kha>ris}ah yaitu luka yang
menggores kulit.31 Sedangkan untuk jenis yang lainnya ulama Syafi’i
sependapat dengan macam-macam diatas. Namun dari keseluruhan luka
diantara Syafi’i dan Hanafi luka yang bisa dikenai qis}as} adalah luka
muwad}d}iha berdasarkan keumuman ayat dalam surat al-Ma>idah.32 Dalam
hal diberi maaf maka harus menggantinya dengan diat yang nilainya
sebagaimana hadits berikut:
َْأْ عحيَرخزْخنحبْخديِزَيْاَنَرَ بحخَأَْةَدَعحسَمْخنحبْخدحيَخْْاَنَ ثمدَح
ْوِرحمَعْحنَعْخم لَعخمحلاْ حَْسخحْاَنَرَ بحخ
ْ بحيَعخشِْنحب
ْحنَعِْهيِبَأْحنَع
ِْ دَج
ْ سحََْ سحََِْحِضاَوَمحلاْ ِيَْلاَقَْمملَسَوِْهحيَلَعْخهمللاْىملَصْمِِمنلاْمنَأ
وخبَأَْلاَق
ْ نَسَحْ ثيِدَحْاَذَْىَسيِع
ِْعحلاِْلحَأَْدحنِعْاَذَْىَلَعْخلَمَعحلاَو
ْ يِرحوم ثلاَْناَيحفخسْخلحوَ قَْوخَوِْمحل
َْوَْدَحَْأَوْ يِعِفامشلاَو
َْحِضوخمحلاْ ِيْمنَأَْقَححسِإ
ِْلِبِحْاْحنِمْا سحََ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Humaid bin Mas'adah, telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Zurai' telah mengabarkan kepada kami Husain Al Mu'allim dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang luka-luka yang menampakkan tulang: "Diatnya lima, lima." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan dan diamalkan oleh para ulama dan merupakan pendapat Sufyan Ats Tsauri, Asy Syafi'i, Ahmad dan Ishaq bahwa untuk luka-luka yang menampakkan tulang adalah sebesar lima ekor unta.33
3) Jari>mah Ta’zi>r
Jari>mah ta’zi>r menurut arti katanya adalah at-ta’dib artinya
31
Az-Zuhaili..., 685. 32
Az-Zuhaili..., 685. 33
31
memberi pengajaran. Dalam fiqh ji>nayah, ta’zi>r merupakan suatu bentuk
jari>mah yang bentuk atau macam jari>mah serta hukuman (sanksi) ini
ditentukan oleh penguasa.34Hanafi mengatakan bahwa hukuman ta’zi>r
apabila menyangkut hak adami (hak pribadi individu) maka wajib dan
harus dilakukan, tidak boleh ditinggalkan,35 Hukuman ta’zi>r ini tidak
memberi batasan, bahkan bisa sampai pada hukuman mati apabila
pelakunya ini adalah seorang residivis dalam suatu kejahatan tertentu
menurut Imam Hanafi dan hukuman ta’zi>r dalam bentuk bunuh itu
dikenal dengan istilah al-Qat}lu shia>satan yakni hukuman ta’zi>r dalam
bentuk hukuman mati apabila hakim dengan kemampuan ijtihad melihat
adanya kemaslahatan didalamnya dan kejahatan yang dilakukan adalah
sejenis dengan kejahatan yang diancam dengan hukuman bunuh.36 Namun
dalam hal hak Allah swt, masalahnya dipasrakan kepada kebijakan dan
pandangan imam.37 Adapun contoh kasusnya adalah mencuri yang tidak
sampai 10 dirham (merupakan batas minimal h}ad mencuri) menurut
hanafi.38
3. Unsur dan Syarat Pembegalan
Unsur-unsur pembegalan atau jari>mah hira>bah menurut Imam
Syafi’i diambil dari bentuk perbuatan yang dilakukan yakni pertama,
merampas hartanya saja. Kedua, membunuh saja tanpa disertai dengan
34
Hakim, Hukum.., 30.
35
Az-Zuhaili..., 535.
36
Az-Zuhaili..., 526. 37
Az-Zuhaili..., 535. 38
32
perampasan. Ketiga, membunuh disertaidengan perampasan harta.
keempat, menakut-nakuti saja.39 Sedangkan Imam Hanafi diambil dari
bentuk perbuatan yang dilakukan yakni pertama, para pelaku merampas
hartanya saja atau mengambil dengan perlawanan. Kedua, mereka hanya
membunuh tanpa disertai dengan perampasan. Ketiga, mereka membunuh
dan merampasan harta. keempat, mereka hanya menakut-nakuti saja.40
Hukuman h}udu>d atas jari>mah h}ira>bah atau pembegalan dapat
dijatuhkan kepada pelaku jika telah memenuhi sejumlah syarat.
Diantaranya ada syarat-syarat untuk pelaku pembegalan, dan syarat-syarat
TKP (tempat kejadian aksi pembegalan).
a. Syarat-syarat Pelaku Pembegalan
Syarat bagi pelaku yakni bisa kelompok tersebut atau setiap
orang yang melakukan secara langsung maupun secara tidak langsung
perbuatan tersebut sebagaimana menurut Imam Hanafi bahwa orang
yang ikut terjun secara langsung dalam mengambil harta, membunuh,
atau mengintimidasi termasuk pelaku pembegalan. Demikan pula
orang yang yang ikut memberikan bantuan, baik dengan cara
permufakatan, suruhan, pertolongan, maupun pertolongan itu semua
tergolong pelaku pembegalan.41
39
Az-Zuhaili…, 418.
40
Az-Zuhaili…, 418.
41
33
Sedangkan menurut Imam Syafi’i pelaku pembegalan adalah
orang yang secara langsung melakukan pembegalan, sedangkan orang
yang tidak ikut terjun melakukan perbuatan, walaupun ia hadir di
tempat kejadian, tidak dianggap sebagai pelaku hanya dianggap
sebagai pembantu atau ar-rid’u sehingga di ancan dengan hukuman
ta’zir.42Syarat pembegalan selanjutnya adalah tentang subjeknya ia
haruslah orang yang berakal dan mukallaf.
b. Syarat-syarat Korban Pembegalan
Syarat-syaratnya yang menjadi korban pembegalan ada dua,
yaitu:43
1) Korban pembegalan adalah orang Muslim atau Kafir Dhimmi.
Sehingga apabila korbannya adalah orang kafir h}arbi musta’man,
pelaku pembegalan tidak dikenai hukuman h}udu>d. Karena
kehormatan dan keterlindungan harta orang kafir h}arbi musta’man
adalah tidak mutlak, akan tetapi di dalamnya terdapat unsur
syubhat kemubahan.
2) Tangan korban pembegalan atas harta yang dirampas adalah
tangan yang sah, yaitu berupa tangan kepemilikan, tangan amanat
atau tangan yang menanggung. Oleh karena itu jika tangannya
tidak seperti itu, maka pelaku pembegalan tidak dikenai hukuman
h}udu>d.
42
Ahmad Wardi Muslich, Hukum…, 96. 43
34
c. Syarat sesuatu (Harta) yang dibegal
Syarat sesuatu atau harta yang yang dibegal menurut Imam
Hanafi pertama, haruslah mencapai nis}ab yang nilainya setara dengan
sepuluh dirham atau satu dinar. Pendapat ini berdasarkan kepada
hadits nabi berikut:
َََُْأَْوخَوْخهخظحفَلْاَذََوُْ ِِ َاَقحسَعحلاْ يِرمسلاْ َِِأْخنحبْخدممَخََوَْةَبحيَشْ َِِأْخنحبْخناَمحثخعْاَنَ ثمدَح
َْلاَق
َْنَ ثمدَح
َْعْىَسوخمِْنحبَْبوُيَأْحنَعَْقَححسِإِْنحبِْدممَخَْحنَعْ حرَخَْخنحباا
ْ سامبَعِْنحباْحنَعْ ءاَطَعْحن
َْلاَق
ْخلوخسَرَْعَطَق
ِْقْ نَِِْ ِيْ لخجَرَْدَيَْمملَسَوِْهحيَلَعْخهمللاْىملَصِْهمللا
ْخةَرَشَعْحوَأْ راَنيِدْخهختَمي
َْمِاَرَد
َْلاَق
َْوَرْدخواَدْوخبَأ
ْخا
ِِْداَنحسِإِبَْقَححسِإِْنحباْحنَعْ ََحَُْخنحبْخناَدحعَسَوَْةَمَلَسْخنحبخدممَخَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah dan Muhammad bin Abu As Sari Al Asqalani -ini adalah lafadz darinya, dan ini juga lebih lengkap- dari Ibnu Numair dari Muhammad bin Ishaq dari Ayyub bin Musa dari Atha dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memotong tangan seorang laki-laki karena mencuri baju perang yang harganya satu dinar, atau sepuluh dirham." Abu Dawud berkata, " Muhammad bin Salamah dan Sa'dan bin Yahya juga meriwayatkannya dari Ibnu Ishaq dengan sanadnya."44
Jika dikonversikan ke rupiah sebagaiamana pada saat tahun
2014, 1 Dinar bisa mendapatkan harta berupa emas seberat 4.25
gram,45 dan harga 1 gram emas di indonesia sejumlah Rp. 524.000
(lima ratus dua puluh empat ribu),46 maka 4.25 x Rp. 524.000 =
2.227.000. sehingga nis}ab barang yang diambil senilai Rp. 2.227.000
yang diambil oleh pelaku dari korban. Kedua, hartanya harus memiliki
44
Amir „abdul „azi>z, al-kutubu…, 1543.
45 ‚1 emas berapa gram‛ http://muslimminang.wordpress.com/2014/01/28/1-emas-berapa-gram/. Diakses pada 31 Mei 2015
35
nilai (mutaqawwim), dilindungi, tidak ada seorangpun memiliki hak
untuk mengambilnya.47
d. Syarat Tempat Kejadian Pembegalan
Adapun syarat-syarat tempat kejadian pembegalan sehingga
kejahatan ini disebut sebagai kejahatan begal atau jari>mah h}ira>bah
pertama,menurut Imam Syafi’i sebagai berikut:
ةبرحا
ْ
ي
ْ
جراخ
ْ
رص ا
ْا
وْ
ي
ْ
هلخاد
ْArtinya: pembegalan bisa dilakukan di luar kota atau di dalam kota48
Karena menurut Imam Syafi’i pembegalan tidak harus selalu
dilakukan di jalanan luar kota, di dalam kota juga dikelompokkan
sebagai pembegalan yang dikenai h}udu>d. Alasannya ayat yang menjadi
landasan naqli jari>mah h}ira>bah bersifat umum, tidak secara khusus
membedakan antara jalanan di luar kota dengan di dalam kota. Karena
dalam hal ini Imam Syafi’i lebih mempersyaratkan adanya kekuatan
(shaukah).49
ةبرحا
ْ
ي
ْ
جراخ
ْ
رص ا
ْ
Artinya: Pembegalan dilakukan di luar kota50
Kaidah ini mengandung sebagaimana pandangan Imam Hanafi
alasannya pembegalan adalah tindakan menghambat jalan (Qat}’u at}
47
Az-Zuhaili..., 413.
48
Faizal, Mubarok, Kaidah..., 155.
49
Ibnu Rusyd, Tarjamah Bidayatul Mujtahid, juz 3, (Semarang: Asy-Syifa’, t.t.,) 669. 50
36
T}a>riq) yang hanya dapat dilakukan di tempat yang sunyi atau jauh dari
pertolongan. Pada tempat tersebut para pengguna jalan hanya
menggantungkan keselamatannya kepada Allah SWT. Oleh karena itu,
orang-orang yang menghambat jalan mereka (para pengguna jalan)
sama dengan memerangi Allah SWT.
Namun terlepas dari perbedaan pendapat antara Imam Syafi’i
dan Imam Hanafi tentang di luar kota atau di dalam kota, terdapat
kesamaan pendapat di antara mereka bahwa pembegalan terjadi di
jalan dan mengakibatkan terputusnya perjalanan korban sehingga
disebut juga dengan Qat}’u at}-T}a>riq.
4. Sanksi dan Pelaksanaan Hukuman Kejahatan Begal
Sanksi merupakan ancaman hukuman yang diberikan kepada
pelaku kejahatan begal sebagai balasan atas tindakannya, dalam shara’
hukuman terhadap kejahatan dibagi menjadi tiga yakni h}udu>d, qis}as}/ diat
dan ta’zi>r. Dalam hal saknsi bagi pelaku pembegalan ini Allah SWT
berfirman dalam al-Quran surat al-Ma>idah ayat 33:
اَزَجاَمَِإ
اخؤْ
َْنيِذملا
ْ
َْنوخبِراَخُ
ْ
َْهمللا
ْ
ْخهَلوخسَرَو
َْْو
َْنوَعحسَي
ْ
ِْي
ْ
ِْضحرَحأا
ْ
ا داَسَف
ْ
ْحنَأ
ْ
احوخلم تَقخ ي
ْ
ْحوخ بملَصخيحوَأ
ْ
َْعمطَقخ تحوَأ
ْ
ْحمِهحيِدحيَأ
ْ
مخهخلخجحرَأَو
ْ
ْحن م
ْ
ْ ف َاِخ
ْ
احوَفح نخ يحوَأ
ْ
َْنِم
ْ
ِْضحرَحأا
ْْ َذ
َْكِل
ْ
ْحمخََ
ْ
ْ يحزِخ
ْ
ِْف
ْ
اَيح نُدلا
ْ
ْحمخَََو
ْ
ِْف
ْا
ِْةَرِخَحأ
ْ
ْ باَذَع
ْ
ْ ميِظَع
ْ
37
(tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar 51
Dari ayat diatas dapat diketahui sanksi hukuman bagi pelaku
pembegalan bahwasannya diantaranya dibunuh, disalib, dipotong tangan
dan kakinya dengan bertimbal balik dan terahir diasingkan, dan perlu
diketahui bahwa huruf sambung ‚aw‛ tersebut adalah menunjukkan arti
al-tanwii’ (variatisasi), sehingga hukumannya disesuaikan dengan bentuk
kejahatan yang dilakukan.52
Tata cara pelaksanaan eksekusi hukuman salib bagi pelaku yang
membunh dan merampas menurut Imam Syafi’i adalah dengan melakukan
hukuman bunuh terlebih dahulu baru kemudian disalib. Karena dalam
penyebutannya, Allah SWT mendahulukan penyebutan hukuman dibunuh
sebelum penyebutan hukuman salib, sementara penyaliban pelaku dalam
keadaan masih hidup adalah sebuah bentuk p