• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum BankIndonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum BankIndonesia"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

anugerah-Nya sehingga publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) triwulan III-2009

dapat diterbitkan. Penyusunan publikasi TER dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian

nasional dalam perspektif regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan

moneter Bank Indonesia. Selain itu, TER juga ditujukan sebagai bahan informasi

ekonomi daerah ataupun masukan bagi stakeholders terkait.

Pada triwulan III-2009, pertumbuhan ekonomi daerah terus menunjukkan perbaikan

yang didukung oleh kuatnya konsumsi di seluruh wilayah dan terus membaiknya

ekspor komoditas utama di beberapa daerah seiring dengan membaiknya ekonomi

global terutama di China dan India. Di sisi pergerakan harga di daerah, inflasi masih

berada pada level yang rendah.

Prospek ekonomi daerah pada akhir tahun 2009 diperkirakan akan membaik dan

diikuti oleh masih rendahnya laju inflasi. Terus membaiknya ekonomi daerah

didukung oleh konsumsi akibat faktor meningkatnya pendapatan dan optimisme

terus menguatnya ekonomi domestik, serta kenaikan ekspor komoditas primer dari

Sumatera (hasil perkebunan) dan Kali-Sulampua (CPO, batubara, emas nikel).

Sementara rendahnya inflasi akan menghadapi potensi tekanan dari terus

menguatnya konsumsi dan hambatan distribusi di daerah.

Terakhir, kami berharap semoga buku ini bermanfaat dan dapat memberikan

masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Selanjutnya, kami sangat

mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan.

Jakarta, 24 Oktober 2009

DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER

S u g e n g

Kepala Biro

(2)

DAFTAR ISI

I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL

A. Gambaran Umum ... 2

B. Wilayah Sumatera ... 3

C. Wilayah Jakarta ... 8

D. Wilayah Jabalnustra ... 12

E. Wilayah Kali-Sulampua ... 17

II. PROSPEK ... 22

III. ISU STRATEGIS Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Realisasi Belanja Daerah dan Optimalisasi Pemanfaatan Dana Pemda oleh Perbankan Daerah ... 23

Persistensi Inflasi Daerah ... 23

IV. KEBIJAKAN YANG DITEMPUH ... 25

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia

(3)

I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL

A. Gambaran Umum

Pada triwulan III-2009, kinerja perekonomian daerah diperkirakan membaik

seiring terus membaiknya konsumsi dan ekspor. Menguatnya konsumsi terjadi di

sebagian besar provinsi yang berada di wilayah Jabalnustra, Jakarta, dan

Kali-Sulampua1. Sementara itu, membaiknya ekspor terutama bersumber dari

meningkatnya ekspor komoditas utama di beberapa wilayah, diantaranya batu bara

dan CPO di Kali-Sulampua dan Sumatera, serta produk industri di Jakarta.

Membaiknya ekspor di Sumatera menjadi sumber penyumbang membaiknya

pertumbuhan ekonomi Sumatera. Membaiknya pertumbuhan ekonomi di seluruh

wilayah juga ditunjukkan oleh kisaran pertumbuhan PDRB bergerak ke atas, yaitu

dari kisaran 1,3% s.d 10,9% pada triwulan II-2009 menjadi 2,2 s.d 11,9%.

Meningkatnya kisaran pertumbuhan ekonomi daerah ini mencerminkan antara lain

bahwa telah terjadi pemulihan kinerja perekonomian pasca dampak krisis keuangan

global terutama pada daerah yang berbasis ekspor.

Di sisi sektoral, membaiknya ekonomi selama triwulan III-2009 diperkirakan

bersumber dari menguatnya sektor -sektor utama di masing-masing wilayah. Sektor

pertanian mengalami peningkatan yang disebabkan oleh meningkatnya produksi

subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet di Sumatera dan Ka

li-Sulampua yang dipicu oleh meningkatnya permintaan dunia dan naiknya harga

internasional. Di sektor pertambangan, peningkatan kinerja terjadi di Sumatera dan

Kali-Sulampua, khususnya untuk pertambangan batubara. Di sektor bangunan,

peningkatan kinerja bangunan terjadi di Jakarta. Di sektor perdagangan, membaiknya

kinerja perdagangan telah menjadi sumber peningkatan pertumbuhan ekonomi

Jabalnustra.

Di sisi pembiayaan, meskipun pertumbuhan kredit masih relatif rendah namun

perekonomian masih dapat didukung oleh pembiayaan dari lembaga non bank

dan stimulus dari meningkatnya realisasi pengeluaran APBD. Kredit di daerah

masih mengalami pertumbuhan yang relatif rendah terutama di Jabalnustra dan

1 Kajian Ekonomi Regional, Indonesia terbagi atas 4 (empat) wilayah, yaitu :

(4)

Jakarta. Perekonomian Jabalnustra yang membaik masih didukung oleh pembiayaan

lembaga keuangan non bank terutama di sektor UMKM. Sementara itu, realisasi

pengeluaran APBD terus meningkat seiring dengan pola pengeluaran APBD yang

baru meningkat pada triwulan III.

Di sisi harga, inflasi pada triwulan III-2009 di seluruh wilayah masih dalam level

yang rendah, bahkan di beberapa kota secara bulanan (m-t-m) mengalami deflasi.

Pada akhir periode triwulan laporan (September 2009), dari 66 kota yang dipantau

perkembangan harganya secara bulanan (m-t-m) terdapat 63 kota yang mengalami

inflasi dan 3 kota yang mengalami deflasi. Masih rendahnya tekanan inflasi daerah

terutama bersumber dari turunnya inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok

makanan jadi. Walaupun inflasi relatif rendah, namun masih terdapat beberapa kota

yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional, dimana sebagian besar berada di

wilayah Jabalnustra dan Kali-Sulampua.

Prospek perekonomian daerah pada triwulan IV-2009 diperkirakan menunjukkan

indikasi yang terus membaik dan diikuti masih rendahnya inflasi daerah. Sumber

pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berasal dari ekspor dan konsumsi, serta investasi. Ekspor diperkirakan akan terus meningkat seiring membaiknya

perekonomian dunia terutama di negara China dan India serta negara Asia lainnya.

Konsumsi masih akan melanjutkan pemulihan seiring meningkatnya daya beli akibat

naiknya harga komoditas ekspor dan membaiknya keyakinan masyarakat. Sementara

investasi diperkirakan pulih seiring positifnya persepsi investor atas terbentuknya

pemerintahan baru dan meningkatnya realisasi belanja modal APBN dan APBD pada

akhir triwulan IV-2009. Namun demikian, pemulihan ekonomi daerah akan

menghadapi tantangan, diantaranya masih terjadinya pola realisasi APBD yang

rendah pada semester I termasuk program stimulus infrastruktur. Di sisi lain,

menguatnya konsumsi domestik dan hambatan distribusi di daerah serta

meningkatnya harga minyak dunia dapat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan

oleh perekonomian.

(5)

mengalami perlambatan (Tabel 1). Di sisi pengeluaran, percepatan pertumbuhan

didorong oleh meningkatnya laju investasi dan adanya perbaikan ekspor. Di sisi

sektoral, kinerja sektor primer mengalami perbaikan seiring dengan semakin

meningkatnya harga komoditas dan permintaan dari China dan India.

Tabel 1

Pertumbuhan PDRB di Sumatera

Sumber : BPS daerah (diolah), Q3-2009 merupakan angka proyeksi BI

Di sisi permintaan, sumber peningkatan pertumbuhan PDRB wilayah Sumatera

berasal dari meningkatnya ekspor dan investasi. Investasi mulai menunjukkan

peningkatan seiring membaiknya prospek perekonomian global dan semakin

stabilnya kondisi perekonomian dan politik pasca pemilu, terutama investasi

bangunan sebagaimana tercermin dari penjualan semen (Grafik 1). Ekspor secara

bertahap mengalami perbaikan, diantaranya untuk CPO, karet, dan kopi, sejalan dengan membaiknya harga komoditas di pasar internasional dan optimisme global.

Membaiknya ekspor dari Sumatera terutama tertuju ke negara China, India,

sedangkan negara tujuan utama ekspor masih ke Singapura. Di sisi lain, impor

mengalami peningkatan seiring dengan mulai berjalannya kembali dinamika

perekonomian nasional.

% yoy Perkembangan Vol. Ekspor Perkebunan Sumatera (ribu ton)

200

Karet (rhs) M inyak Sawit Kopi (rhs)

Grafik 1 Grafik 2

(6)

Di sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan di sektor pertanian di Sumatera telah

memberikan sumbangan atas kenaikan pertumbuhan Sumatera (Tabel 2). Sektor

pertanian mengalami percepatan pertumbuhan, sedangkan kinerja sektor

pertambangan walaupun masih tumbuh negatif, namun mengalami perbaikan yang

disebabkan meningkatnya produksi minyak. Perbaikan di kedua sektor ini tidak

terlepas dari harga komoditas yang membaik belakangan ini didorong oleh

meningkatnya permintaan dunia. Sektor-sektor lainnya justru mengalami sedikit

perlambatan. Zona Sumbagut dan Sumbagteng mengalami perlambatan di sektor

sekunder dan tersier, sedangkan Zona Sumbagsel mengalami perlambatan di sektor

tersier. Sektor yang mengalami penurunan cukup dalam adalah sektor

perdagangan/hotel/restoran (PHR) dan sektor Keuangan/Persewaan/Jasa-jasa.

Tabel 2

Pertumbuhan Ekonomi per Sektor di Sumatera

Grafik 3 Grafik 4

(7)

Grafik 5 Grafik 6

Lifting Gas Bumi Sumatera Lifting Minyak Sumatera (Off-shore)

Kegiatan dan kinerja perbankan di Sumatera pada triwulan III-2009 masih belum

optimal. Dana Pihak Ketiga (DPK) Sumatera tercatat Rp236,85 triliun dengan porsi

masing-masing di zona Sumbagut 44,14% atau Rp104,55 triliun, zona Sumbagteng

32,24% atau Rp76,35 triliun, dan zona Sumbagsel 23.62% atau Rp55,95 triliun.

Adapun komponen pembentuk DPK Sumatera relatif berimbang antara dana jangka

pendek dan menengah, yaitu tabungan sebesar 39,11% (Rp92,86 triliun), deposito

36,31% (Rp86,21 triliun), dan giro 24,58% (Rp58,37 triliun). Di sisi kredit, penyaluran

kredit di Sumatera mencapai Rp181,75 triliun, dengan porsi per zona adalah : zona

Sumbagut 43,06% (Rp78,26 triliun), zona Sumbagteng 32,70% (Rp58,33 triliun), dan

zona Sumbagsel 24,74% (Rp44,96 triliun). Kredit di Sumatera lebih didominasi

penyalurannya untuk kredit sektor sektor PHR, perindustrian, dan pertanian. Kredit

Modal Kerja mendominasi 44,69%, diikuti kredit konsumsi 35,63%, dan kredit

invetasi 19,69%. Ditinjau dari sisi penggunaannya, seluruh jenis kredit mengalami

perlambatan pertumbuhan. Kredit konsumsi melambat dari 24,47% (yoy) di triwulan

sebelumnya menjadi 13,03%, kredit investasi melambat dari 21,62% (yoy) di triwulan

II-2009 menjadi 15,43%, dan kredit modal kerja melambat dari 4,03% (yoy) menjadi

1,10% di triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kredit di Sumatera relatif menurun

sebagaimana ditunjukkan oleh naiknya NPL gross menjadi 4,05% dari yang

sebelumnya sebesar 3,6% di tw II.

(8)

Grafik 7 Grafik 8

Perkembangan DPK di Sumatera Perkembangan Komponen DPK di Sumatera

Grafik 9 Grafik 10

Perkembangan Kredit di Sumatera Perkembangan Kredit Sektor di Sumatera

Disisi keuangan pemerintah, sampai dengan triwulan III-2009 perkembangan

realisasi APBD Provinsi se-Sumatera sudah menunjukkan peningkatan. Di sisi

pendapatan, realisasi pendapatan daerah adalah mencapai 38,73% sedangkan

realisasi belanja daerah mencapai 21,41%. Realisasi pendapatan terendah berada pada

zona Sumbagut, yaitu 14,46%. Pendapatan daerah Sumatera masih bergantung pada

pemerintah pusat, dimana rasio antara dana perimbangan dengan belanja daerah

(39,79%) lebih besar dibanding rasio antara PAD dengan belanja daerah (28,71%).

Zona Sumbagsel merupakan zona yang paling bergantung pada dana pemerintah

pusat, terlihat dari besarnya perbedaan antara rasio dana perimbangan dengan

belanja daerah (63,39%) dan rasio antara PAD dengan belanja daerah (41,16%). Di sisi

belanja, realisasi terbesar masih pada belanja operasional sebesar 27,2%, sedangkan

(9)

Grafik 11 Grafik 12

Pendapatan APBD di Sumatera Belanja APBD di Sumatera

Perkembangan inflasi di wilayah Sumatera selama triwulan III-2009 menunjukkan

level yang rendah (Grafik 13). Di wilayah Sumatera, inflasi tercatat cukup rendah

yaitu sebesar (yoy) 3,36%. Masih rendahnya inflasi di Sumatera terutama disumbang

oleh rendahnya inflasi pada kelompok transportasi, sedangkan yang tertinggi adalah

inflasi pada kelompok makanan jadi. Faktor yang menyebabkan masih rendahnya

inflasi di Sumatera adalah memadainya pasokan barang dan harga komoditas

internasional yang masih relatif stabil. Sementara di beberapa daerah terjadi

gangguan pasokan terjadi akibat masih adanya kerusakan jalan lintas

provinsi/kabupaten di Sumatera, yaitu Bakauheni, Labuhan Batu & jalan lintas

Sumut, Tapanuli Tengah, Aceh Besar.

0.0

Inflasi - September 2009

0.0

C. Wilayah Jakarta

Pada triwulan III-2009 perekonomian Jakarta diprakirakan tumbuh bias ke atas

dalam rentang 4,9-5,3% (yoy), lebih baik dibanding periode triwulan sebelumnya

yang sebesar 5,0% (yoy). Berbagai indikator mengindikasikan terjadinya perbaikan di

(10)

pada kisaran 6,4-6,7% (yoy) yang didorong oleh peningkatan barang tahan lama

(durable) maupun barang tidak atahn lama (non durable). Kenaikan konsumsi ini

diindikasikan oleh hasil survei konsumen dan survei penjualan eceran, serta pendaftaran mobil baru (Grafik 15). Demikian halnya dengan investasi yang juga terindikasi membaik terutama pada investasi bangunan, baik swasta maupun pemerintah, sebagaimana tercermin dari tren peningkatan konsumsi semen (Grafik

16) dan occupancy rate hunian apartemen. Investasi pada triwulan laporan

diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,3-4,7% (yoy). Kegiatan perdagangan luar negeri berangsur-angsur mengalami perbaikan sebagaimana diindikasikan oleh semakin tertahannya perlambatan pertumbuhan ekspor. Membaiknya kondisi perekonomian

negara mitra dagang menjadi faktor utama yang mendorong terjadinya perbaikan ekspor. Impor diperkirakan pula tumbuh membaik seiring perbaikan ekspor dan kondisi perekonomian domestik.

Tabel 3

Perkembangan PDRB Sisi Permintaan di Jakarta (%, yoy)

Grafik 15 Grafik 16

Pendaftaran Kendaraan Baru di Jakarta Konsumsi Semen di Jakarta

Di sisi penawaran, perbaikan terjadi pada semua sektor ekonomi utama (Tabel 4).

Konsumsi 7.7 6.1 6.4 6 .5 6.7 6.2 6 .4 6.4 - 6.7

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

-60

g.Pendaftaran M obil Baru (yoy)

(11)

15,2-15,6% (yoy). Peningkatan pada sub sektor komunikasi maupun pengangkutan

lebih dipengaruhi oleh faktor musiman terkait perayaan hari raya keagamaan. Sektor

industri, diperkirakan mengalami perbaikan dan tumbuh pada kisaran 1,3-1,8%

(yoy). Hal ini diindikasikan oleh adanya tren kenaikan konsumsi energi, baik BBM

maupun listrik untuk industri, serta peningkatan kapasitas usaha. Sektor bangunan

diperkirakan meningkat dalam kisaran 6,5-6,8% (yoy) yang didorong oleh realisasi

pembangunan infrastruktur pemerintah dan swasta, baik untuk retail, perkantoran,

maupun apartemen. Sementara itu, perkembangan sektor keuangan masih relatif

stabil.

Tabel 4

Perkembangan PDRB Sisi Penawaran di Jakarta (%, yoy)

Pengangkutan 15.0 14.8 15.0 15.0 15.0 15.6 15.2 15.1 -15.5

Keuangan 4.1 4.2 4.2 4.8 4.0 4.3 4.0 4.0 - 4.4

Tot al Sekt or Tot al Indust ri Pengolahan

(12)

Grafik 19

Arus Penumpang Pesawat di Bandara Soekarno-Hatta

Grafik 20 Ekspektasi Dunia Usaha

Penyaluran pembiayaan kredit perbankan pada triwulan laporan masih

mengalami pertumbuhan yang melambat. Kredit perbankan tercatat tumbuh 13,4%

(yoy)2 atau lebih lambat dibanding periode akhir triwulan sebelumnya yang sebesar

15,4% (yoy). Dilihat dari jenis penggunaannya, porsi penyaluran kredit modal kerja

masih mendominasi total kredit perbankan di Jakarta. Sementara kualitas kredit

masih relatif baik dengan NPL yang mencapai 4,6%, meskipun potensi tekanan

terhadap penurunan kualitas kredit perlu tetap dicermati. Di sisi lain, pertumbuhan penyerapan dana pihak ketiga (DPK) perbankan relatif stabil.

Tabel 5

Perkembangan Perbankan di Jakarta

Disisi keuangan Pemerintah Daerah, hingga triwulan III-2009 realisasi APBD 2009

diperkirakan masih belum mencapai target. Target realisasi anggaran pada triwulan

III-2009 yang sebesar 70% diperkirakan hanya akan mencapai 45%. Namun demikian,

realisasi belanja tersebut masih lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun -15

Ekspekt asi Sit uasi Bisnis Ekspekt asi Kegiat an Dunia Usaha

Sumber : SKDU Jakart a

(13)

siklus belanja daerah. Adanya rencana penerapan e-Lelang sebagai sarana pengadaan

proyek Pemerintah Daerah DKI Jakarta diharapkan dapat lebih meningkatkan

akuntabilitas dan transparansi, selain juga mendorong terjadinya perubahan pola

siklus anggaran yang lebih baik.

Sementara itu, perkembangan inflasi di wilayah Jakarta hingga akhir triwulan

III-2009 menunjukkan perkembangan yang relatif stabil, meskipun secara bulanan

inflasi menunjukkan adanya tekanan. Pada akhir triwulan III-2009 inflasi tercatat

sebesar 2,63% (yoy) atau lebih rendah dibanding periode akhir triwulan sebelumnya

yang sebesar 3,44% (yoy). Namun demikian, secara tahunan inflasi pada periode

yang sama meningkat dari 0,13% (mtm) menjadi 0,91% (mtm). Meningkatnya

permintaan seiring dengan masuknya faktor musiman perayaan hari raya keagamaan

yang menjadi pendorong terjadinya tekanan inflasi, namun demikian pasokan

kebutuhan pokok yang masih memadai dapat mengimbangi kenaikan permintaan

masyarakat.

Ekonomi wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2009 diperkirakan mengalami

pertumbuhan yang meningkat dari 4,3% pada triwulan II-2009 menjadi 4,5%.

Hampir semua wilayah mengalami pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan terbesar

dialami oleh zona Jabagteng dan Jabagtim. Peningkatan terutama disebabkan oleh

perkembangan sektor industri , sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor

PHR. Sementara itu dari sisi penggunaan, konsumsi RT, konsumsi pemerintah dan

investasi merupakan pendorong utama pertumbuhan.

(14)

-40

Di sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Jabalnustra berasal

dari membaiknya konsumsi dan investasi, sedangkan ekspor relatif stabil.

Membaiknya konsumsi rumah tangga, yang ditunjukkan oleh indikator penjualan

eceran dan konsumsi listrik disebabkan faktor daya beli masyarakat yang meningkat,

seiring trend peningkatan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), peningkatan Nilai

Tukar Petani (NTP), pembagian THR (Tunjangan Hari Raya). Di sisi konsumsi

pemerintah peningkatan realisasi APBD karena telah memasuki fase akhir tahun

anggaran. Investasi juga menunjukkan peningkatan sebagaimana yang ditunjukkan

oleh optimisme di kalangan dunia usaha dari Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU). Beberapa realisasi investasi terjadi di sektor industri di beberapa daerah ;

ekspansi industri kimia dasar, pengolahan bahan makanan, TPT, pembangunan

sarana publik/wisata di beberapa daerah (Yogya, NTB), PLTU Jeranjang (NTB),

realisasi pembangunan jalan tol di Provinsi Jateng & Jabar.

9 0

Nasional Jabar DIY Jateng

Jatim Bali NTB NTT 200

(15)

Tabel 6

Pertumbuhan PDRB Sektoral di Jabalnustra (% yoy)

Di sisi sektoral, membaiknya pertumbuhan ekonomi di Jabalnustra bersumber

dari meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan/hotel/restoran. Pada sektor industri pengolahan, peningkatan

permintaan ekspor menyebabkan kenaikan utilisasi kapasitas produksi terutama

untuk industri kimia dan logam di Provinsi Banten dan industri TPT di Provinsi Jabar

dan Jateng. Sektor PHR juga diperkirakan meningkat yang bersumber dari aktivitas

perdagangan ritel, arus wisatawan yang cukup stabil, liburan sekolah, hari raya

keagamaan. Sektor pengangkutan dan komunikasi juga membaik seiring dengan efek

dari liburan sekolah, Pilpres dan hari raya keagamaan, pembukaan rute angkutan/

saran transport baru (rel ganda, jalur KA dan penerbangan baru).

Jabalnustra

2,000,000 2,200,000 2,400,000 2,600,000 2,800,000 3,000,000 3,200,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

2008 2009

(M WH)

30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7

2006 2007 2008 2009

Jakarta Bali

Rata-rata Tingkat Hunian Hotel

persentase

Grafik 26 Grafik 27

(16)

Tabel 7

Pendaf t ar an/ Penjualan Kend. r oda

4/ r o d a 2 (% yo y) Jat im

Indikat or Sekt or al JABALNUSTRA

Ban t en , Jab ar

Kegiatan dan kinerja perbankan di wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2009

masih tumbuh lebih baik. Di sisi penghimpunan dana pihak ketiga terjadi

pertumbuhan sebesar 19,6%. Di sisi kredit, nilai kredit yang telah disalurkan tumbuh

secara riil sebesar 12,9%, dimana sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk

kredit modal kerja yang mencapai 52,7%. Berdasarkan kredit sektor, sektor PHR dan

sektor industri pengolahan merupakan penyerap terbesar kredit di Jabalnustra

dengan porsi masing-masing mencapai 26,5% dan 20,5%. Sementara itu, mula i

membaiknya kinerja kredit diikuti oleh masih terjaganya kualitas kredit dengan rasio

(17)

yang menyebabkan realisasi belanja belum optimal, terutama faktor administrasi

yang terkait dengan terbatasnya SDM yang kompeten dan berminat sebagai anggota

Tim Lelang/pengadaan, adanya program restrukturisasi organisasi dan proses lelang

yang lama.

Tabel 8

Anggarang dan realisasi Beberapa APBD di Jabalnustra

Perkembangan inflasi di wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2009 menunjukkan

level yang masih rendah (Grafik 30). Di wilayah Jabalnustra, inflasi tercatat sebesar

(yoy) turun dari 3,79% menjadi 2,67%. Menurunnya laju inflasi di Jabalnustra

bersumber dari melambatnya inflasi di sebagian besar kota di Jabalnustra, kecuali

kota Mataram dan Kupang. Namun, meskipun secara umum melambat, tingkat

inflasi sebagian besar kota di Jabalnustra masih berada di atas inflasi nasional (Grafik

31). Melambatnya inflasi terjadi pada komoditas bahan makanan dan makanan jadi,

yang disebabkan oleh terjaganya pasokan barang dan tidak adanya pengaruh

administered prices.

0.0

Jan-05 Apr-05 Jul-05 Oct-05 Jan-06 Apr-06 Jul-06 Oct-06 Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08 Jan-09 Apr-09 Jul-09 Oct-09

Jabalnustra Bg.Barat

Bg. Tengah Bg.Timur

Balnustra % yoy

Inflasi - September 2009

(18)

D. Kali-Sulampua

Perekonomian Kali-Sulampua terindikasi mengalami perbaikan dan tumbuh lebih

tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan pertumbuhan PDRB

wilayah ini diperkirakan mencapai 6,20% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III-2009

yang sebesar 5,24% (yoy). Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi terjadi baik di

zona Kalimantan maupun di zona Sulampua. Di zona Kalimantan, pertumbuhan

ekonomi triwulan III-2009 diperkirakan sebesar 2,19% (yoy) yang terutama ditopang

oleh pertumbuhan sektor industri pengolahan berbasis migas, dan sektor

pertambangan. Sementara itu, pertumbuhan di zona Sulampua diperkirakan hingga

mencapai 11,88% (yoy) yang didorong oleh membaiknya perkembangan di sektor

pertambangan dan sektor PHR.

Di sisi permintaan, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi wilayah

Kali-Sulampua dipengaruhi oleh konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun

pemerintah, dengan disertai membaiknya aktivitas investasi (Tabel 9). Laju

konsumsi yang meningkat dipengaruhi oleh faktor musiman terkait belanja

kebutuhan menjelang hari raya yang didukung oleh adanya perbaikan daya beli dan

relatif stabilnya pergerakan harga kebutuhan pokok. Selain itu penyelenggaraan beberapa event internasional di wilayah ini, terutama di zona Sulampua, turut

berdampak positif pada peningkatan konsumsi. Demikian halnya dengan konsumsi

pemerintah yang didorong adanya percepatan realisasi belanja APBD terutama untuk

pembiayaan proyek -proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan trans

Kalimantan dan pembangungan infrastruktur transportasi Indonesia timur. Selain

itu, pembangunan proyek -proyek swasta besar seperti pabrik amonium nitrat di

Bontang, pabrik bijih besi di Kalimantan Selatan, proyek Trans Studio dan Menara

Bosowa di Sulawesi Selatan berdampak positif pada peningkatan investasi di wilayah

Kali-Sulampua. Kinerja ekspor yang selama dua triwulan sebelumnya mengalami

kontraksi, pada triwulan ini diperkirakan mulai kembali mengalami pertumbuhan

positif. Membaiknya permintaan ekspor dari China, India, dan Korea Selatan

khususnya untuk komoditas primer utama di wilayah ini seperti nikel dan CPO

(19)

Tabel 9

Perkembangan PDRB Sisi Permintaan Wilayah Kali-Sulampua

Grafik 32

Perkembangan Kegiatan Bongkar Muat Pelabuhan

Grafik 33

Perkembangan Impor Barang Modal

Di sisi sektoral, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi wilayah Kali-Sulampua

terutama ditopang oleh kinerja sektor PHR, sektor pertanian dan sektor industri

pengolahan (Tabel 10). Meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang perayaan

hari raya Idul Fitri dan naiknya aktivitas perdagangan antar pulau serta adanya

penyelenggaraan beberapa event internasional berdampak positif pada

perkembangan sektor perdagangan. Sektor pertanian diperkirakan tumbuh positif

setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan. Membaiknya

produktivitas hasil perkebunan sawit menjadi faktor yang mendorong perbaikan di

sektor pertanian. Di sektor industri pengolahan, perkembangan yang positif terutama

didorong oleh naiknya produktivitas industri migas seriring meningkatnya pasokan

impor minyak mentah serta dimulainya produksi LPG di kilang migas di Bontang.

Pert umbuhan (y-o-y) Kont ribusi

KALI-SULAM PUA 1 2 3 * 1 2 3

Konsumsi RT 8.23% 7.76% 8.01% 3.40% 3.18% 3.30%

Konsumsi Pem. 12.23% 11.53% 12.48% 1.46% 1.41% 1.58%

Invest asi 19.93% 7.43% 10.76% 4.33% 1.57% 2.24%

Ekspor -7.29% -6.24% 0.17% -5.11% -4.41% 0.12%

Impor -1.67% -7.74% 2.32% -0.75% -3.49% 1.05%

Tot al 4.84% 5.24% 6.20% 4.84% 5.24% 6.20%

KALIM ANTAN 1 2 3 * 1 2 3

Konsumsi RT 6.93% 6.13% 6.54% 1.98% 1.75% 1.88%

Konsumsi Pem. 6.86% 9.50% 10.56% 0.55% 0.78% 0.91%

Invest asi 22.59% 11.73% 11.25% 4.97% 2.37% 2.35%

Ekspor -10.56% -10.61% -1.99% -9.44% -9.72% -1.80%

Impor -5.21% -12.68% 2.36% -2.50% -6.15% 1.15%

Tot al 0.56% 1.33% 2.19% 0.56% 1.33% 2.19%

SULAM PUA 1 2 3 * 1 2 3

Konsumsi RT 9.15% 8.91% 9.04% 5.53% 5.24% 5.30%

Konsumsi Pem. 15.83% 12.88% 13.75% 2.82% 2.32% 2.54%

Invest asi 15.82% 1.88% 10.06% 3.38% 0.43% 2.10%

Ekspor 3.33% 8.13% 6.72% 1.37% 3.28% 2.85%

Impor 4.54% 0.94% 2.25% 1.85% 0.37% 0.91%

Tot al 11.25% 10.90% 11.88% 11.25% 10.90% 11.88%

* ) Proyeksi BI di Pelabuhan Soekarno Hatta dan Bitung

Bongkar

Perkembangan Impor Barang M odal Kali -Sulampua

(20)

Selain itu, peningkatan produktivitas industri CPO untuk memenuhi permintaan

ekspor menjadi salah satu penopang laju perbaikan sektor industri wilayah

Kali-Sulampua. Sementara itu, sektor pertambangan yang merupakan sektor yang

dominan di wilayah ini juga mengalami pertumbuhan yang melambat dibanding

periode triwulan sebelumnya. Namun demikian, sektor ini pada triwulan laporan

masih tumbuh cukup tinggi ditopang oleh naiknya kinerja nikel yang dipengaruhi

perbaikan harga komoditas ini di pasar internasional.

Tabel 10

Perkembangan PDRB Sisi Penawaran Wilayah Kali-Sulampua

- 30%

Perkembangan Industri Kilang M inyak Kaltim

g. Ind. Pengolahan Kali-Sulampua

-Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

2008 2009

% Orang Perkembangan Wisman Sulut

Wisman

gWisman

Pert um buhan (y-o-y) Kont r ibusi

KALI-SULAM PUA 1 2 3* 1 2 3

Pert anian 0.29% -1.00% 2.86% 0.06% -0.21% 0.61%

Per t am bangan 10.08% 13.11% 8.21% 2.18% 2.80% 1.75%

Ind. Pengolahan -2.54% -1.67% 2.93% -0.47% -0.31% 0.52%

List r ik,Gas & Air 7.88% 8.95% 5.60% 0.04% 0.05% 0.03%

Bangunan 10.72% 9.39% 9.41% 0.60% 0.53% 0.55%

Perdagangan 7.66% 8.45% 9.38% 1.01% 1.11% 1.24%

Angkut an 6.74% 6.92% 8.45% 0.48% 0.50% 0.61%

Keuangan 7.21% 6.94% 8.19% 0.30% 0.30% 0.35%

Jasa-jasa 7.95% 5.80% 6.38% 0.64% 0.48% 0.53%

Total 4.84% 5.24% 6.20% 4.84% 5.24% 6.20%

KALIM ANTAN 1 2 3* 1 2 3

Pert anian -3.67% -1.97% 0.46% -0.56% -0.31% 0.07%

Per t am bangan -0.22% 0.17% -1.55% -0.06% 0.05% -0.43%

Ind. Pengolahan -4.02% -3.50% 2.53% -0.98% -0.84% 0.60%

List r ik,Gas & Air 4.10% 5.82% 0.15% 0.02% 0.02% 0.00%

Bangunan 5.98% 7.45% 3.77% 0.27% 0.34% 0.17%

Perdagangan 6.05% 7.75% 7.28% 0.77% 0.96% 0.91%

Angkut an 7.01% 6.20% 5.20% 0.45% 0.39% 0.33%

Keuangan 7.48% 7.49% 6.51% 0.26% 0.27% 0.24%

Jasa-jasa 7.83% 8.39% 5.10% 0.40% 0.45% 0.28%

Total 0.56% 1.33% 2.19% 0.56% 1.33% 2.19%

SULAM PUA 1 2 3* 1 2 3

Pert anian 3.35% -0.25% 4.67% 0.99% -0.08% 1.38%

Per t am bangan 44.07% 55.51% 38.10% 5.52% 6.78% 4.84%

Ind. Pengolahan 2.99% 4.90% 4.36% 0.29% 0.47% 0.41%

List r ik,Gas & Air 10.73% 11.29% 9.59% 0.08% 0.08% 0.07%

Bangunan 15.29% 11.16% 14.34% 1.08% 0.81% 1.07%

Perdagangan 9.82% 9.35% 12.01% 1.38% 1.32% 1.71%

Angkut an 6.44% 7.71% 11.99% 0.54% 0.64% 1.00%

Keuangan 6.94% 6.41% 9.81% 0.37% 0.35% 0.52%

Jasa-jasa 8.02% 4.19% 7.20% 0.99% 0.52% 0.89%

Total 11.25% 10.90% 11.88% 11.25% 10.90% 11.88%

* ) Proyeksi BI

(21)

Di sisi perbankan, perkembangan kinerja perbankan di wilayah Kali-Sulampua

masih cenderung melambat seiring dengan kondisi dunia usaha yang belum

sepenuhnya pulih dari dampak krisis keuangan global. Laju pertumbuhan kredit

perbankan tercatat sebesar 17,43% (yoy)3, lebih lambat dibanding periode akhir

triwulan sebelumnya yang sebesar 19.69% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit

terjadi baik pada jenis modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Sementara secara

sektoral, perlambatan laju pertumbuhan kredit terutama terjadi di sektor

pertambangan, diikuti sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Demikian

halnya dengan penyerapan dana pihak ketiga perbankan yang juga mengalami

perlambatan. Melambatnya pertumbuhan DPK dipengaruhi oleh trend penurunan

suku bunga simpanan. Di sisi lain, kinerja dunia usaha yang belum sepenuhnya

pulih berdampak pada peningkatan risiko kredit meskipun rasio NPL perbankan di

wilayah ini secara umum masih beradai di bawah 5%.

Grafik 36

Perkembangan Kredit Perbankan di Kali-Sulampua

Grafik 37

Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan di Kali-Sulampua

Grafik 38

Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan di Kali-Sulampua

Grafik 39

Perkembangan Rasio NPL Perbankan di Kali-Sulampua

Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan Perbankan W il. Kali- Sulam pua

(22)

Belanja fiskal daerah di wilayah Kali-Sulampua pada periode triwulan III-2009

diperkirakan mulai mengalami percepatan sebagaimana pola siklus anggaran

Pemerintah Daerah. Penyerapan realisasi anggaran di wilayah Kali-Sulampua yang

masih mengikuti pola siklusnya dengan realisasi yang relatif rendah pada dua

triwulan pertama tahun berjalan. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya kendala

administratif seperti proses lelang yang memerlukan waktu yang relatif lama,

kendala pada proses pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur, dan

kepadatan agenda politik daerah termasuk juga konsentrasi daerah pada

penyelenggaraan Pemilu.

Tabel 11

Realisasi Belanja Daerah di Kali-Sulampua

Inflasi di wilayah Kali-Sulampua hingga akhir triwulan III-2009 diperkirakan

mulai menunjukkan adanya peningkatan namun masih berada pada level yang

rendah. Kenaikan tekanan inflasi dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan

konsumsi masyarakat terkait dengan faktor musiman hari raya keagamaan yang

didukung adanya perbaikan daya beli. Namun demikian, pasokan kebutuhan pokok

masih relatif memadai meskipun gangguan distribusi akibat gangguan asap menjadi

(23)

Grafik 40

Perkembangan Inflasi Kali-Sulampua

Grafik 41

Perkembangan Inflasi Kota di Kali-Sulampua

II. PROSPEK

Pada triwulan IV-2009, membaiknya ekonomi daerah diperkirakan terus berlanjut

yang diikuti dengan masih rendahnya inflasi. Potensi meningkatnya ekonomi

bersumber dari terus membaiknya konsumsi dan ekspor akibat faktor meningkatnya

pendapatan dan optimisme terus menguatnya ekonomi domestik, serta kenaikan

ekspor komoditas primer dari Sumatera (hasil perkebunan) dan Kali-Sulampua (CPO,

batubara, emas nikel). Sementara itu, inflasi akhir 2009 diperkirakan mencapai 3,66%,

relatif sama dengan perkiraan nasional, meskipun masih terdapat potensi tekanan

harga dari menguatnya konsumsi dan hambatan distribusi.

Sumber pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan berasal dari semakin

membaiknya ekspor dan konsumsi, serta bangkitnya investasi. Kinerja ekspor yang

membaik terutama terjadi pada beberapa komoditas perkebunan dan pertambangan,

seperti CPO, karet, batubara dan tembaga. Membaiknya perekonomian global yang

menyebabkan naiknya permintaan dunia dan harga komoditas serta model kontrak

pembelian jangka panjang pada komoditas pertambangan menyebabkan ekspor

meningkat dan memicu peningkatan produksi di sektor pertambangan dan

perkebunan. Di sisi konsumsi, perbaikan daya beli diperkirakan terjadi seiring

meningkatnya harga-harga komoditas perkebunan akibat naiknya harga komoditas

internasional dan rendahnya level inflasi.

Namun, peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah akan dapat tertahan akibat

beberapa faktor diantaranya realisasi APBD yang tidak sesuai target dan

rendahnya daya serap stimulus fiskal Pemerintah Pusat. Meskipun realisasi APBD

sampai dengan triwulan III-2009 sudah meningkat, namun terdapat tanda bahwa

tingkat realisasi APBD 2009 tidak akan setinggi periode sebelumnya. Di sisi lain, dana

-4 .0

(24)

proyek infrastruktur stimulus fiskal baru terealisir 14,2% dari nilai total Rp11,6

triliun. Kedua stimulan ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan pertumbuhan

ekonomi daerah tidak berjalan optimal.

III. ISU STRATEGIS

A. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Realisasi Belanja Daerah dan Optimalisasi

Pemanfaatan Dana Pemda oleh Perbankan Daerah4

Rendahnya tingkat realisasi belanja daerah terutama disebabkan oleh faktor

administrasi. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya daya serap

belanja APBD, diantaranya faktor administrasi, faktor hukum, faktor gejolak

ekonomi, dan faktor politik. Sebagai faktor utama yang menyebabkan rendahnya

daya serap belanja APBD, terdapat beberapa kendala terkait faktor administrasi,

yaitu : terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi pengadaan

barang/jasa, rendahnya minat pejabat Pemda sebagai anggota Tim Lelang, dan

panjangnya proses penyusunan anggaran oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Sementara, di sisi faktor gejolak ekonomi, perubahan harga BBM, gejolak inflasi dan

nilai tukar juga mempengaruhi tingkat realisasi belanja APBD karena dapat

mengakibatkan diulangnya proses pengajuan peserta lelang pengadaan barang/jasa.

Rendahnya realisasi belanja APBD telah menyebabkan tingginya posisi dana

Pemda yang disimpan di perbankan daerah. Dana Pemda yang tersimpan sebagian

berjangka waktu pendek (giro) sehingga memicu BPD menyalurkan dana tersebut

pada instrumen jangka pendek, seperti PUAB dan SBI. Di sisi lain, beberapa BPD

mengalami kendala mismatch, sehingga BPD menginginkan perlunya dibuat pooling

fund dana BPD dalam membantu mismatch likuiditas antar BPD dan BPD mampu

memberikan kredit sindikasi dalam kaitannya dengan upaya untuk mereduksi risiko

kredit.

B. Persistensi Inflasi Daerah

Meskipun inflasi pada tahun 2009 berada pada level yang rendah, namun terdapat

potensi inflasi kembali pada pola normalnya. Potensi kembalinya tekanan inflasi

(25)

mempengaruhi tekanan harga di ketiga wilayah tersebut, di samping pasar pada

beberapa komoditas yang bersifat oligopolistik.

Di Kali-Sulampua dan Sumatera, persistensi tingginya inflasi disebabkan oleh

faktor pasokan dan distribusi. Ketidakseimbangan load factor kapal pengangkut

barang dari dan ke Jawa, frekuensi kapal, faktor gelombang laut, serta daya tarik

tingginya harga di Jawa menjadi beberapa faktor spesifik penyebab tekanan harga.

Kuatnya pengaruh supply shock di Kali-Sulampua dan Sumatera tercermin dari

sumbangan inflasi volatile food yang relatif tinggi. Faktor utama yang menyebabkan

berfluktuasinya harga, khususnya di Kali-Sulampua adalah kesulitan pemenuhan

load barang yang diangkut kembali menuju Jawa. Di samping itu, faktor cuaca yang

cepat berubah dapat mengakibatkan kapal tidak dapat segera bersandar di

pelabuhan, khususnya di kepulauan Maluku dan Papua. Faktor lain adalah

penumpukan antrian kapal akibat pendeknya dermaga sebagaimana terjadi

Gorontalo. Di Sumatera, selain faktor distribusi barang, faktor relative selling price

yang lebih tinggi di Jawa (khususnya Jakarta) dan luar negeri menyebabkan produksi

bahan pangan dari Sumatera lebih dominan didistribusikan ke Jakarta atau

Singapura, misalnya komoditas padi dari Sumsel, bahan pangan lainnya dari Lampung, sayuran dan buahan Sumut.

Di Jawa, harga barang yang relatif menarik, khususnya di Jakarta menyebabkan

bahan pangan lebih condong dijual ke Jakarta. Kondisi tersebut ditopang dengan

pasar yang oligopolisitik seperti pada komoditas beras di Jawa Barat, sehingga harga

ditentukan oleh pedagang besar. Kuatnya peranan Jakarta dalam menyerap pasokan

bahan pangan menjadi faktor penyebab produksi bahan pangan daerah lebih terserap

ke Jakarta. Bahkan penyerapan bahan pangan ke Jakarta terindikasi melebihi

kebutuhan normalnya. Sementara itu, yang patut dicermati adalah pergerakan harga

di Jabalnustra, khususnya kota-kota di seputar Jakarta yang terdiri dari Bogor,

Depok, Tangerang, Bekasi, dan Serang yang memiliki bobot sekitar 15,9% terhadap

inflasi nasional. Hasil pantauan menunjukkan, inflasi kota sekitar Jakarta tersebut

relatif tinggi dibandingkan inflasi di Jakarta. Dengan pengeluaran yang relatif kuat

dan jalur infrastruktur yang memadai untuk distribusi barang, maka faktor kenaikan

harga di kota-kota tersebut terindikasi disebabkan oleh shortage barang dan sifat

(26)

IV. KEBIJAKAN YANG DITEMPUH

Perekonomian daerah ke depan masih akan menghadapi tantangan. Tantangan

tersebut meningkat seiring dengan belum optimalnya perbaikan ekonomi daerah. Di

sisi lain, potensi meningkatnya harga yang disebabkan faktor domestik dan eksternal

perlu dicermati. Untuk itu, dalam upaya mempercepat peningkatan ekonomi lebih

lanjut, Bank Indonesia dan Pemerintah perlu melakukan kerjasama, diantaranya:

• Untuk terus mempertahankan kesinambungan pertumbuhan ekonomi daerah

perlu dijaga dan ditingkatkan momentum keyakinan dan optimisme pelaku

ekonomi di daerah melalui implementasi kebijakan daerah yang pro investasi dan

percepatan realisasi belanja APBD serta perlu didukung dengan peningkatan

kredit.

• Terkait dengan upaya pencapaian sasaran inflasi nasional dan mengantisipasi

meningkatnya tekanan inflasi ke depan, kegiatan koordinasi pengendalian inflasi

daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) diarahkan pada :

– Upaya menanggulangi kendala distribusi dan pemetaan terhadap distributor

yang menyebabkan pasar bersifat oligopolistik. Untuk itu, Bank Indonesia di

daerah diarahkan untuk terus memperkaya informasi terkait inflasi daerah

melalui riset, terutama terkait mekanisme pembentukan harga dan jalur distribusi barang.

– Upaya mengidentifikasi kesiapan supply side dalam merespons meningkatnya

konsumsi ke depan khususnya konsumsi non makanan. Seberapa besar tingkat

kapasitas utilisasi pada industri makanan dan non makanan yang berorientasi

pada permintaan domestik.

– Upaya mengidentifikasi potensi tekanan inflasi ke depan, khususnya terkait

rencana administered price daerah, ketersediaan pasokan/produksi komoditas

yang terkait IHK (mis. siklus produksi bawang, cabe)

• Perlunya kerjasama dan koordinasi antar TPID yang sudah berdiri di beberapa

daerah, khususnya di daerah-daerah yang memiliki keeratan hubungan ekonomi,

Gambar

Tabel 1
Grafik 3                                                                        Grafik  4
Grafik 5                                                                    Grafik  6
Grafik 7                                                                           Grafik 8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat menghasilkan senyawa halogen yaitu senyawa iodoform dari reaksi pembentukan antara iodium

Sebagai lokasi yang dahulunya merupakan pusat orientasi maka keberadaan fasilitas ini dapat dianggap sebagai pengganti PIM berupa gudang relik dengan preferensi kemanan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efikasi diri terhadap tindakan perawatan kaki pada pasien DM tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan..

Semestinya, Pemerintah Kota Bekasi melindungi semua warganya dari ancaman pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2)

Desain uji coba laporan owner bertujuan untuk menguji apakah fungsi menampilkan informasi siswa baru, siswa aktif, siswa tidak registrasi, siswa resign, nilai,

Tabel 5 membantu menjelaskan penyebab turunya posisi daya saing Indonesia pada tahun 2016 (41, turun 4 peringkat) dengan melihat perkembangan indikator pilar-pilar daya saing

Difusi adalah peristiwa mengalirnya/ berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian Difusi adalah peristiwa mengalirnya/ berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian

Hasil analisis hubungan melalui uji statistic Mann-Whitney didapatkan nilai p values sebesar 0.000 hasil uji didapatkan kesimpulan bahwa Ha diterima Ho ditolak