Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
anugerah-Nya sehingga publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) triwulan III-2009
dapat diterbitkan. Penyusunan publikasi TER dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian
nasional dalam perspektif regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan
moneter Bank Indonesia. Selain itu, TER juga ditujukan sebagai bahan informasi
ekonomi daerah ataupun masukan bagi stakeholders terkait.
Pada triwulan III-2009, pertumbuhan ekonomi daerah terus menunjukkan perbaikan
yang didukung oleh kuatnya konsumsi di seluruh wilayah dan terus membaiknya
ekspor komoditas utama di beberapa daerah seiring dengan membaiknya ekonomi
global terutama di China dan India. Di sisi pergerakan harga di daerah, inflasi masih
berada pada level yang rendah.
Prospek ekonomi daerah pada akhir tahun 2009 diperkirakan akan membaik dan
diikuti oleh masih rendahnya laju inflasi. Terus membaiknya ekonomi daerah
didukung oleh konsumsi akibat faktor meningkatnya pendapatan dan optimisme
terus menguatnya ekonomi domestik, serta kenaikan ekspor komoditas primer dari
Sumatera (hasil perkebunan) dan Kali-Sulampua (CPO, batubara, emas nikel).
Sementara rendahnya inflasi akan menghadapi potensi tekanan dari terus
menguatnya konsumsi dan hambatan distribusi di daerah.
Terakhir, kami berharap semoga buku ini bermanfaat dan dapat memberikan
masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Selanjutnya, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan.
Jakarta, 24 Oktober 2009
DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
S u g e n g
Kepala Biro
DAFTAR ISI
I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL
A. Gambaran Umum ... 2
B. Wilayah Sumatera ... 3
C. Wilayah Jakarta ... 8
D. Wilayah Jabalnustra ... 12
E. Wilayah Kali-Sulampua ... 17
II. PROSPEK ... 22
III. ISU STRATEGIS Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Realisasi Belanja Daerah dan Optimalisasi Pemanfaatan Dana Pemda oleh Perbankan Daerah ... 23
Persistensi Inflasi Daerah ... 23
IV. KEBIJAKAN YANG DITEMPUH ... 25
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL
A. Gambaran Umum
Pada triwulan III-2009, kinerja perekonomian daerah diperkirakan membaik
seiring terus membaiknya konsumsi dan ekspor. Menguatnya konsumsi terjadi di
sebagian besar provinsi yang berada di wilayah Jabalnustra, Jakarta, dan
Kali-Sulampua1. Sementara itu, membaiknya ekspor terutama bersumber dari
meningkatnya ekspor komoditas utama di beberapa wilayah, diantaranya batu bara
dan CPO di Kali-Sulampua dan Sumatera, serta produk industri di Jakarta.
Membaiknya ekspor di Sumatera menjadi sumber penyumbang membaiknya
pertumbuhan ekonomi Sumatera. Membaiknya pertumbuhan ekonomi di seluruh
wilayah juga ditunjukkan oleh kisaran pertumbuhan PDRB bergerak ke atas, yaitu
dari kisaran 1,3% s.d 10,9% pada triwulan II-2009 menjadi 2,2 s.d 11,9%.
Meningkatnya kisaran pertumbuhan ekonomi daerah ini mencerminkan antara lain
bahwa telah terjadi pemulihan kinerja perekonomian pasca dampak krisis keuangan
global terutama pada daerah yang berbasis ekspor.
Di sisi sektoral, membaiknya ekonomi selama triwulan III-2009 diperkirakan
bersumber dari menguatnya sektor -sektor utama di masing-masing wilayah. Sektor
pertanian mengalami peningkatan yang disebabkan oleh meningkatnya produksi
subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet di Sumatera dan Ka
li-Sulampua yang dipicu oleh meningkatnya permintaan dunia dan naiknya harga
internasional. Di sektor pertambangan, peningkatan kinerja terjadi di Sumatera dan
Kali-Sulampua, khususnya untuk pertambangan batubara. Di sektor bangunan,
peningkatan kinerja bangunan terjadi di Jakarta. Di sektor perdagangan, membaiknya
kinerja perdagangan telah menjadi sumber peningkatan pertumbuhan ekonomi
Jabalnustra.
Di sisi pembiayaan, meskipun pertumbuhan kredit masih relatif rendah namun
perekonomian masih dapat didukung oleh pembiayaan dari lembaga non bank
dan stimulus dari meningkatnya realisasi pengeluaran APBD. Kredit di daerah
masih mengalami pertumbuhan yang relatif rendah terutama di Jabalnustra dan
1 Kajian Ekonomi Regional, Indonesia terbagi atas 4 (empat) wilayah, yaitu :
Jakarta. Perekonomian Jabalnustra yang membaik masih didukung oleh pembiayaan
lembaga keuangan non bank terutama di sektor UMKM. Sementara itu, realisasi
pengeluaran APBD terus meningkat seiring dengan pola pengeluaran APBD yang
baru meningkat pada triwulan III.
Di sisi harga, inflasi pada triwulan III-2009 di seluruh wilayah masih dalam level
yang rendah, bahkan di beberapa kota secara bulanan (m-t-m) mengalami deflasi.
Pada akhir periode triwulan laporan (September 2009), dari 66 kota yang dipantau
perkembangan harganya secara bulanan (m-t-m) terdapat 63 kota yang mengalami
inflasi dan 3 kota yang mengalami deflasi. Masih rendahnya tekanan inflasi daerah
terutama bersumber dari turunnya inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok
makanan jadi. Walaupun inflasi relatif rendah, namun masih terdapat beberapa kota
yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional, dimana sebagian besar berada di
wilayah Jabalnustra dan Kali-Sulampua.
Prospek perekonomian daerah pada triwulan IV-2009 diperkirakan menunjukkan
indikasi yang terus membaik dan diikuti masih rendahnya inflasi daerah. Sumber
pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berasal dari ekspor dan konsumsi, serta investasi. Ekspor diperkirakan akan terus meningkat seiring membaiknya
perekonomian dunia terutama di negara China dan India serta negara Asia lainnya.
Konsumsi masih akan melanjutkan pemulihan seiring meningkatnya daya beli akibat
naiknya harga komoditas ekspor dan membaiknya keyakinan masyarakat. Sementara
investasi diperkirakan pulih seiring positifnya persepsi investor atas terbentuknya
pemerintahan baru dan meningkatnya realisasi belanja modal APBN dan APBD pada
akhir triwulan IV-2009. Namun demikian, pemulihan ekonomi daerah akan
menghadapi tantangan, diantaranya masih terjadinya pola realisasi APBD yang
rendah pada semester I termasuk program stimulus infrastruktur. Di sisi lain,
menguatnya konsumsi domestik dan hambatan distribusi di daerah serta
meningkatnya harga minyak dunia dapat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan
oleh perekonomian.
mengalami perlambatan (Tabel 1). Di sisi pengeluaran, percepatan pertumbuhan
didorong oleh meningkatnya laju investasi dan adanya perbaikan ekspor. Di sisi
sektoral, kinerja sektor primer mengalami perbaikan seiring dengan semakin
meningkatnya harga komoditas dan permintaan dari China dan India.
Tabel 1
Pertumbuhan PDRB di Sumatera
Sumber : BPS daerah (diolah), Q3-2009 merupakan angka proyeksi BI
Di sisi permintaan, sumber peningkatan pertumbuhan PDRB wilayah Sumatera
berasal dari meningkatnya ekspor dan investasi. Investasi mulai menunjukkan
peningkatan seiring membaiknya prospek perekonomian global dan semakin
stabilnya kondisi perekonomian dan politik pasca pemilu, terutama investasi
bangunan sebagaimana tercermin dari penjualan semen (Grafik 1). Ekspor secara
bertahap mengalami perbaikan, diantaranya untuk CPO, karet, dan kopi, sejalan dengan membaiknya harga komoditas di pasar internasional dan optimisme global.
Membaiknya ekspor dari Sumatera terutama tertuju ke negara China, India,
sedangkan negara tujuan utama ekspor masih ke Singapura. Di sisi lain, impor
mengalami peningkatan seiring dengan mulai berjalannya kembali dinamika
perekonomian nasional.
% yoy Perkembangan Vol. Ekspor Perkebunan Sumatera (ribu ton)
200
Karet (rhs) M inyak Sawit Kopi (rhs)
Grafik 1 Grafik 2
Di sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan di sektor pertanian di Sumatera telah
memberikan sumbangan atas kenaikan pertumbuhan Sumatera (Tabel 2). Sektor
pertanian mengalami percepatan pertumbuhan, sedangkan kinerja sektor
pertambangan walaupun masih tumbuh negatif, namun mengalami perbaikan yang
disebabkan meningkatnya produksi minyak. Perbaikan di kedua sektor ini tidak
terlepas dari harga komoditas yang membaik belakangan ini didorong oleh
meningkatnya permintaan dunia. Sektor-sektor lainnya justru mengalami sedikit
perlambatan. Zona Sumbagut dan Sumbagteng mengalami perlambatan di sektor
sekunder dan tersier, sedangkan Zona Sumbagsel mengalami perlambatan di sektor
tersier. Sektor yang mengalami penurunan cukup dalam adalah sektor
perdagangan/hotel/restoran (PHR) dan sektor Keuangan/Persewaan/Jasa-jasa.
Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi per Sektor di Sumatera
Grafik 3 Grafik 4
Grafik 5 Grafik 6
Lifting Gas Bumi Sumatera Lifting Minyak Sumatera (Off-shore)
Kegiatan dan kinerja perbankan di Sumatera pada triwulan III-2009 masih belum
optimal. Dana Pihak Ketiga (DPK) Sumatera tercatat Rp236,85 triliun dengan porsi
masing-masing di zona Sumbagut 44,14% atau Rp104,55 triliun, zona Sumbagteng
32,24% atau Rp76,35 triliun, dan zona Sumbagsel 23.62% atau Rp55,95 triliun.
Adapun komponen pembentuk DPK Sumatera relatif berimbang antara dana jangka
pendek dan menengah, yaitu tabungan sebesar 39,11% (Rp92,86 triliun), deposito
36,31% (Rp86,21 triliun), dan giro 24,58% (Rp58,37 triliun). Di sisi kredit, penyaluran
kredit di Sumatera mencapai Rp181,75 triliun, dengan porsi per zona adalah : zona
Sumbagut 43,06% (Rp78,26 triliun), zona Sumbagteng 32,70% (Rp58,33 triliun), dan
zona Sumbagsel 24,74% (Rp44,96 triliun). Kredit di Sumatera lebih didominasi
penyalurannya untuk kredit sektor sektor PHR, perindustrian, dan pertanian. Kredit
Modal Kerja mendominasi 44,69%, diikuti kredit konsumsi 35,63%, dan kredit
invetasi 19,69%. Ditinjau dari sisi penggunaannya, seluruh jenis kredit mengalami
perlambatan pertumbuhan. Kredit konsumsi melambat dari 24,47% (yoy) di triwulan
sebelumnya menjadi 13,03%, kredit investasi melambat dari 21,62% (yoy) di triwulan
II-2009 menjadi 15,43%, dan kredit modal kerja melambat dari 4,03% (yoy) menjadi
1,10% di triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kredit di Sumatera relatif menurun
sebagaimana ditunjukkan oleh naiknya NPL gross menjadi 4,05% dari yang
sebelumnya sebesar 3,6% di tw II.
Grafik 7 Grafik 8
Perkembangan DPK di Sumatera Perkembangan Komponen DPK di Sumatera
Grafik 9 Grafik 10
Perkembangan Kredit di Sumatera Perkembangan Kredit Sektor di Sumatera
Disisi keuangan pemerintah, sampai dengan triwulan III-2009 perkembangan
realisasi APBD Provinsi se-Sumatera sudah menunjukkan peningkatan. Di sisi
pendapatan, realisasi pendapatan daerah adalah mencapai 38,73% sedangkan
realisasi belanja daerah mencapai 21,41%. Realisasi pendapatan terendah berada pada
zona Sumbagut, yaitu 14,46%. Pendapatan daerah Sumatera masih bergantung pada
pemerintah pusat, dimana rasio antara dana perimbangan dengan belanja daerah
(39,79%) lebih besar dibanding rasio antara PAD dengan belanja daerah (28,71%).
Zona Sumbagsel merupakan zona yang paling bergantung pada dana pemerintah
pusat, terlihat dari besarnya perbedaan antara rasio dana perimbangan dengan
belanja daerah (63,39%) dan rasio antara PAD dengan belanja daerah (41,16%). Di sisi
belanja, realisasi terbesar masih pada belanja operasional sebesar 27,2%, sedangkan
Grafik 11 Grafik 12
Pendapatan APBD di Sumatera Belanja APBD di Sumatera
Perkembangan inflasi di wilayah Sumatera selama triwulan III-2009 menunjukkan
level yang rendah (Grafik 13). Di wilayah Sumatera, inflasi tercatat cukup rendah
yaitu sebesar (yoy) 3,36%. Masih rendahnya inflasi di Sumatera terutama disumbang
oleh rendahnya inflasi pada kelompok transportasi, sedangkan yang tertinggi adalah
inflasi pada kelompok makanan jadi. Faktor yang menyebabkan masih rendahnya
inflasi di Sumatera adalah memadainya pasokan barang dan harga komoditas
internasional yang masih relatif stabil. Sementara di beberapa daerah terjadi
gangguan pasokan terjadi akibat masih adanya kerusakan jalan lintas
provinsi/kabupaten di Sumatera, yaitu Bakauheni, Labuhan Batu & jalan lintas
Sumut, Tapanuli Tengah, Aceh Besar.
0.0
Inflasi - September 2009
0.0
C. Wilayah Jakarta
Pada triwulan III-2009 perekonomian Jakarta diprakirakan tumbuh bias ke atas
dalam rentang 4,9-5,3% (yoy), lebih baik dibanding periode triwulan sebelumnya
yang sebesar 5,0% (yoy). Berbagai indikator mengindikasikan terjadinya perbaikan di
pada kisaran 6,4-6,7% (yoy) yang didorong oleh peningkatan barang tahan lama
(durable) maupun barang tidak atahn lama (non durable). Kenaikan konsumsi ini
diindikasikan oleh hasil survei konsumen dan survei penjualan eceran, serta pendaftaran mobil baru (Grafik 15). Demikian halnya dengan investasi yang juga terindikasi membaik terutama pada investasi bangunan, baik swasta maupun pemerintah, sebagaimana tercermin dari tren peningkatan konsumsi semen (Grafik
16) dan occupancy rate hunian apartemen. Investasi pada triwulan laporan
diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,3-4,7% (yoy). Kegiatan perdagangan luar negeri berangsur-angsur mengalami perbaikan sebagaimana diindikasikan oleh semakin tertahannya perlambatan pertumbuhan ekspor. Membaiknya kondisi perekonomian
negara mitra dagang menjadi faktor utama yang mendorong terjadinya perbaikan ekspor. Impor diperkirakan pula tumbuh membaik seiring perbaikan ekspor dan kondisi perekonomian domestik.
Tabel 3
Perkembangan PDRB Sisi Permintaan di Jakarta (%, yoy)
Grafik 15 Grafik 16
Pendaftaran Kendaraan Baru di Jakarta Konsumsi Semen di Jakarta
Di sisi penawaran, perbaikan terjadi pada semua sektor ekonomi utama (Tabel 4).
Konsumsi 7.7 6.1 6.4 6 .5 6.7 6.2 6 .4 6.4 - 6.7
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
-60
g.Pendaftaran M obil Baru (yoy)
15,2-15,6% (yoy). Peningkatan pada sub sektor komunikasi maupun pengangkutan
lebih dipengaruhi oleh faktor musiman terkait perayaan hari raya keagamaan. Sektor
industri, diperkirakan mengalami perbaikan dan tumbuh pada kisaran 1,3-1,8%
(yoy). Hal ini diindikasikan oleh adanya tren kenaikan konsumsi energi, baik BBM
maupun listrik untuk industri, serta peningkatan kapasitas usaha. Sektor bangunan
diperkirakan meningkat dalam kisaran 6,5-6,8% (yoy) yang didorong oleh realisasi
pembangunan infrastruktur pemerintah dan swasta, baik untuk retail, perkantoran,
maupun apartemen. Sementara itu, perkembangan sektor keuangan masih relatif
stabil.
Tabel 4
Perkembangan PDRB Sisi Penawaran di Jakarta (%, yoy)
Pengangkutan 15.0 14.8 15.0 15.0 15.0 15.6 15.2 15.1 -15.5
Keuangan 4.1 4.2 4.2 4.8 4.0 4.3 4.0 4.0 - 4.4
Tot al Sekt or Tot al Indust ri Pengolahan
Grafik 19
Arus Penumpang Pesawat di Bandara Soekarno-Hatta
Grafik 20 Ekspektasi Dunia Usaha
Penyaluran pembiayaan kredit perbankan pada triwulan laporan masih
mengalami pertumbuhan yang melambat. Kredit perbankan tercatat tumbuh 13,4%
(yoy)2 atau lebih lambat dibanding periode akhir triwulan sebelumnya yang sebesar
15,4% (yoy). Dilihat dari jenis penggunaannya, porsi penyaluran kredit modal kerja
masih mendominasi total kredit perbankan di Jakarta. Sementara kualitas kredit
masih relatif baik dengan NPL yang mencapai 4,6%, meskipun potensi tekanan
terhadap penurunan kualitas kredit perlu tetap dicermati. Di sisi lain, pertumbuhan penyerapan dana pihak ketiga (DPK) perbankan relatif stabil.
Tabel 5
Perkembangan Perbankan di Jakarta
Disisi keuangan Pemerintah Daerah, hingga triwulan III-2009 realisasi APBD 2009
diperkirakan masih belum mencapai target. Target realisasi anggaran pada triwulan
III-2009 yang sebesar 70% diperkirakan hanya akan mencapai 45%. Namun demikian,
realisasi belanja tersebut masih lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun -15
Ekspekt asi Sit uasi Bisnis Ekspekt asi Kegiat an Dunia Usaha
Sumber : SKDU Jakart a
siklus belanja daerah. Adanya rencana penerapan e-Lelang sebagai sarana pengadaan
proyek Pemerintah Daerah DKI Jakarta diharapkan dapat lebih meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi, selain juga mendorong terjadinya perubahan pola
siklus anggaran yang lebih baik.
Sementara itu, perkembangan inflasi di wilayah Jakarta hingga akhir triwulan
III-2009 menunjukkan perkembangan yang relatif stabil, meskipun secara bulanan
inflasi menunjukkan adanya tekanan. Pada akhir triwulan III-2009 inflasi tercatat
sebesar 2,63% (yoy) atau lebih rendah dibanding periode akhir triwulan sebelumnya
yang sebesar 3,44% (yoy). Namun demikian, secara tahunan inflasi pada periode
yang sama meningkat dari 0,13% (mtm) menjadi 0,91% (mtm). Meningkatnya
permintaan seiring dengan masuknya faktor musiman perayaan hari raya keagamaan
yang menjadi pendorong terjadinya tekanan inflasi, namun demikian pasokan
kebutuhan pokok yang masih memadai dapat mengimbangi kenaikan permintaan
masyarakat.
Ekonomi wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2009 diperkirakan mengalami
pertumbuhan yang meningkat dari 4,3% pada triwulan II-2009 menjadi 4,5%.
Hampir semua wilayah mengalami pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan terbesar
dialami oleh zona Jabagteng dan Jabagtim. Peningkatan terutama disebabkan oleh
perkembangan sektor industri , sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor
PHR. Sementara itu dari sisi penggunaan, konsumsi RT, konsumsi pemerintah dan
investasi merupakan pendorong utama pertumbuhan.
-40
Di sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Jabalnustra berasal
dari membaiknya konsumsi dan investasi, sedangkan ekspor relatif stabil.
Membaiknya konsumsi rumah tangga, yang ditunjukkan oleh indikator penjualan
eceran dan konsumsi listrik disebabkan faktor daya beli masyarakat yang meningkat,
seiring trend peningkatan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), peningkatan Nilai
Tukar Petani (NTP), pembagian THR (Tunjangan Hari Raya). Di sisi konsumsi
pemerintah peningkatan realisasi APBD karena telah memasuki fase akhir tahun
anggaran. Investasi juga menunjukkan peningkatan sebagaimana yang ditunjukkan
oleh optimisme di kalangan dunia usaha dari Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU). Beberapa realisasi investasi terjadi di sektor industri di beberapa daerah ;
ekspansi industri kimia dasar, pengolahan bahan makanan, TPT, pembangunan
sarana publik/wisata di beberapa daerah (Yogya, NTB), PLTU Jeranjang (NTB),
realisasi pembangunan jalan tol di Provinsi Jateng & Jabar.
9 0
Nasional Jabar DIY Jateng
Jatim Bali NTB NTT 200
Tabel 6
Pertumbuhan PDRB Sektoral di Jabalnustra (% yoy)
Di sisi sektoral, membaiknya pertumbuhan ekonomi di Jabalnustra bersumber
dari meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan/hotel/restoran. Pada sektor industri pengolahan, peningkatan
permintaan ekspor menyebabkan kenaikan utilisasi kapasitas produksi terutama
untuk industri kimia dan logam di Provinsi Banten dan industri TPT di Provinsi Jabar
dan Jateng. Sektor PHR juga diperkirakan meningkat yang bersumber dari aktivitas
perdagangan ritel, arus wisatawan yang cukup stabil, liburan sekolah, hari raya
keagamaan. Sektor pengangkutan dan komunikasi juga membaik seiring dengan efek
dari liburan sekolah, Pilpres dan hari raya keagamaan, pembukaan rute angkutan/
saran transport baru (rel ganda, jalur KA dan penerbangan baru).
Jabalnustra
2,000,000 2,200,000 2,400,000 2,600,000 2,800,000 3,000,000 3,200,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
2008 2009
(M WH)
30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7
2006 2007 2008 2009
Jakarta Bali
Rata-rata Tingkat Hunian Hotel
persentase
Grafik 26 Grafik 27
Tabel 7
Pendaf t ar an/ Penjualan Kend. r oda
4/ r o d a 2 (% yo y) Jat im
Indikat or Sekt or al JABALNUSTRA
Ban t en , Jab ar
Kegiatan dan kinerja perbankan di wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2009
masih tumbuh lebih baik. Di sisi penghimpunan dana pihak ketiga terjadi
pertumbuhan sebesar 19,6%. Di sisi kredit, nilai kredit yang telah disalurkan tumbuh
secara riil sebesar 12,9%, dimana sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk
kredit modal kerja yang mencapai 52,7%. Berdasarkan kredit sektor, sektor PHR dan
sektor industri pengolahan merupakan penyerap terbesar kredit di Jabalnustra
dengan porsi masing-masing mencapai 26,5% dan 20,5%. Sementara itu, mula i
membaiknya kinerja kredit diikuti oleh masih terjaganya kualitas kredit dengan rasio
yang menyebabkan realisasi belanja belum optimal, terutama faktor administrasi
yang terkait dengan terbatasnya SDM yang kompeten dan berminat sebagai anggota
Tim Lelang/pengadaan, adanya program restrukturisasi organisasi dan proses lelang
yang lama.
Tabel 8
Anggarang dan realisasi Beberapa APBD di Jabalnustra
Perkembangan inflasi di wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2009 menunjukkan
level yang masih rendah (Grafik 30). Di wilayah Jabalnustra, inflasi tercatat sebesar
(yoy) turun dari 3,79% menjadi 2,67%. Menurunnya laju inflasi di Jabalnustra
bersumber dari melambatnya inflasi di sebagian besar kota di Jabalnustra, kecuali
kota Mataram dan Kupang. Namun, meskipun secara umum melambat, tingkat
inflasi sebagian besar kota di Jabalnustra masih berada di atas inflasi nasional (Grafik
31). Melambatnya inflasi terjadi pada komoditas bahan makanan dan makanan jadi,
yang disebabkan oleh terjaganya pasokan barang dan tidak adanya pengaruh
administered prices.
0.0
Jan-05 Apr-05 Jul-05 Oct-05 Jan-06 Apr-06 Jul-06 Oct-06 Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08 Jan-09 Apr-09 Jul-09 Oct-09
Jabalnustra Bg.Barat
Bg. Tengah Bg.Timur
Balnustra % yoy
Inflasi - September 2009
D. Kali-Sulampua
Perekonomian Kali-Sulampua terindikasi mengalami perbaikan dan tumbuh lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan pertumbuhan PDRB
wilayah ini diperkirakan mencapai 6,20% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III-2009
yang sebesar 5,24% (yoy). Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi terjadi baik di
zona Kalimantan maupun di zona Sulampua. Di zona Kalimantan, pertumbuhan
ekonomi triwulan III-2009 diperkirakan sebesar 2,19% (yoy) yang terutama ditopang
oleh pertumbuhan sektor industri pengolahan berbasis migas, dan sektor
pertambangan. Sementara itu, pertumbuhan di zona Sulampua diperkirakan hingga
mencapai 11,88% (yoy) yang didorong oleh membaiknya perkembangan di sektor
pertambangan dan sektor PHR.
Di sisi permintaan, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi wilayah
Kali-Sulampua dipengaruhi oleh konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun
pemerintah, dengan disertai membaiknya aktivitas investasi (Tabel 9). Laju
konsumsi yang meningkat dipengaruhi oleh faktor musiman terkait belanja
kebutuhan menjelang hari raya yang didukung oleh adanya perbaikan daya beli dan
relatif stabilnya pergerakan harga kebutuhan pokok. Selain itu penyelenggaraan beberapa event internasional di wilayah ini, terutama di zona Sulampua, turut
berdampak positif pada peningkatan konsumsi. Demikian halnya dengan konsumsi
pemerintah yang didorong adanya percepatan realisasi belanja APBD terutama untuk
pembiayaan proyek -proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan trans
Kalimantan dan pembangungan infrastruktur transportasi Indonesia timur. Selain
itu, pembangunan proyek -proyek swasta besar seperti pabrik amonium nitrat di
Bontang, pabrik bijih besi di Kalimantan Selatan, proyek Trans Studio dan Menara
Bosowa di Sulawesi Selatan berdampak positif pada peningkatan investasi di wilayah
Kali-Sulampua. Kinerja ekspor yang selama dua triwulan sebelumnya mengalami
kontraksi, pada triwulan ini diperkirakan mulai kembali mengalami pertumbuhan
positif. Membaiknya permintaan ekspor dari China, India, dan Korea Selatan
khususnya untuk komoditas primer utama di wilayah ini seperti nikel dan CPO
Tabel 9
Perkembangan PDRB Sisi Permintaan Wilayah Kali-Sulampua
Grafik 32
Perkembangan Kegiatan Bongkar Muat Pelabuhan
Grafik 33
Perkembangan Impor Barang Modal
Di sisi sektoral, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi wilayah Kali-Sulampua
terutama ditopang oleh kinerja sektor PHR, sektor pertanian dan sektor industri
pengolahan (Tabel 10). Meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang perayaan
hari raya Idul Fitri dan naiknya aktivitas perdagangan antar pulau serta adanya
penyelenggaraan beberapa event internasional berdampak positif pada
perkembangan sektor perdagangan. Sektor pertanian diperkirakan tumbuh positif
setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan. Membaiknya
produktivitas hasil perkebunan sawit menjadi faktor yang mendorong perbaikan di
sektor pertanian. Di sektor industri pengolahan, perkembangan yang positif terutama
didorong oleh naiknya produktivitas industri migas seriring meningkatnya pasokan
impor minyak mentah serta dimulainya produksi LPG di kilang migas di Bontang.
Pert umbuhan (y-o-y) Kont ribusi
KALI-SULAM PUA 1 2 3 * 1 2 3
Konsumsi RT 8.23% 7.76% 8.01% 3.40% 3.18% 3.30%
Konsumsi Pem. 12.23% 11.53% 12.48% 1.46% 1.41% 1.58%
Invest asi 19.93% 7.43% 10.76% 4.33% 1.57% 2.24%
Ekspor -7.29% -6.24% 0.17% -5.11% -4.41% 0.12%
Impor -1.67% -7.74% 2.32% -0.75% -3.49% 1.05%
Tot al 4.84% 5.24% 6.20% 4.84% 5.24% 6.20%
KALIM ANTAN 1 2 3 * 1 2 3
Konsumsi RT 6.93% 6.13% 6.54% 1.98% 1.75% 1.88%
Konsumsi Pem. 6.86% 9.50% 10.56% 0.55% 0.78% 0.91%
Invest asi 22.59% 11.73% 11.25% 4.97% 2.37% 2.35%
Ekspor -10.56% -10.61% -1.99% -9.44% -9.72% -1.80%
Impor -5.21% -12.68% 2.36% -2.50% -6.15% 1.15%
Tot al 0.56% 1.33% 2.19% 0.56% 1.33% 2.19%
SULAM PUA 1 2 3 * 1 2 3
Konsumsi RT 9.15% 8.91% 9.04% 5.53% 5.24% 5.30%
Konsumsi Pem. 15.83% 12.88% 13.75% 2.82% 2.32% 2.54%
Invest asi 15.82% 1.88% 10.06% 3.38% 0.43% 2.10%
Ekspor 3.33% 8.13% 6.72% 1.37% 3.28% 2.85%
Impor 4.54% 0.94% 2.25% 1.85% 0.37% 0.91%
Tot al 11.25% 10.90% 11.88% 11.25% 10.90% 11.88%
* ) Proyeksi BI di Pelabuhan Soekarno Hatta dan Bitung
Bongkar
Perkembangan Impor Barang M odal Kali -Sulampua
Selain itu, peningkatan produktivitas industri CPO untuk memenuhi permintaan
ekspor menjadi salah satu penopang laju perbaikan sektor industri wilayah
Kali-Sulampua. Sementara itu, sektor pertambangan yang merupakan sektor yang
dominan di wilayah ini juga mengalami pertumbuhan yang melambat dibanding
periode triwulan sebelumnya. Namun demikian, sektor ini pada triwulan laporan
masih tumbuh cukup tinggi ditopang oleh naiknya kinerja nikel yang dipengaruhi
perbaikan harga komoditas ini di pasar internasional.
Tabel 10
Perkembangan PDRB Sisi Penawaran Wilayah Kali-Sulampua
- 30%
Perkembangan Industri Kilang M inyak Kaltim
g. Ind. Pengolahan Kali-Sulampua
-Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2008 2009
% Orang Perkembangan Wisman Sulut
Wisman
gWisman
Pert um buhan (y-o-y) Kont r ibusi
KALI-SULAM PUA 1 2 3* 1 2 3
Pert anian 0.29% -1.00% 2.86% 0.06% -0.21% 0.61%
Per t am bangan 10.08% 13.11% 8.21% 2.18% 2.80% 1.75%
Ind. Pengolahan -2.54% -1.67% 2.93% -0.47% -0.31% 0.52%
List r ik,Gas & Air 7.88% 8.95% 5.60% 0.04% 0.05% 0.03%
Bangunan 10.72% 9.39% 9.41% 0.60% 0.53% 0.55%
Perdagangan 7.66% 8.45% 9.38% 1.01% 1.11% 1.24%
Angkut an 6.74% 6.92% 8.45% 0.48% 0.50% 0.61%
Keuangan 7.21% 6.94% 8.19% 0.30% 0.30% 0.35%
Jasa-jasa 7.95% 5.80% 6.38% 0.64% 0.48% 0.53%
Total 4.84% 5.24% 6.20% 4.84% 5.24% 6.20%
KALIM ANTAN 1 2 3* 1 2 3
Pert anian -3.67% -1.97% 0.46% -0.56% -0.31% 0.07%
Per t am bangan -0.22% 0.17% -1.55% -0.06% 0.05% -0.43%
Ind. Pengolahan -4.02% -3.50% 2.53% -0.98% -0.84% 0.60%
List r ik,Gas & Air 4.10% 5.82% 0.15% 0.02% 0.02% 0.00%
Bangunan 5.98% 7.45% 3.77% 0.27% 0.34% 0.17%
Perdagangan 6.05% 7.75% 7.28% 0.77% 0.96% 0.91%
Angkut an 7.01% 6.20% 5.20% 0.45% 0.39% 0.33%
Keuangan 7.48% 7.49% 6.51% 0.26% 0.27% 0.24%
Jasa-jasa 7.83% 8.39% 5.10% 0.40% 0.45% 0.28%
Total 0.56% 1.33% 2.19% 0.56% 1.33% 2.19%
SULAM PUA 1 2 3* 1 2 3
Pert anian 3.35% -0.25% 4.67% 0.99% -0.08% 1.38%
Per t am bangan 44.07% 55.51% 38.10% 5.52% 6.78% 4.84%
Ind. Pengolahan 2.99% 4.90% 4.36% 0.29% 0.47% 0.41%
List r ik,Gas & Air 10.73% 11.29% 9.59% 0.08% 0.08% 0.07%
Bangunan 15.29% 11.16% 14.34% 1.08% 0.81% 1.07%
Perdagangan 9.82% 9.35% 12.01% 1.38% 1.32% 1.71%
Angkut an 6.44% 7.71% 11.99% 0.54% 0.64% 1.00%
Keuangan 6.94% 6.41% 9.81% 0.37% 0.35% 0.52%
Jasa-jasa 8.02% 4.19% 7.20% 0.99% 0.52% 0.89%
Total 11.25% 10.90% 11.88% 11.25% 10.90% 11.88%
* ) Proyeksi BI
Di sisi perbankan, perkembangan kinerja perbankan di wilayah Kali-Sulampua
masih cenderung melambat seiring dengan kondisi dunia usaha yang belum
sepenuhnya pulih dari dampak krisis keuangan global. Laju pertumbuhan kredit
perbankan tercatat sebesar 17,43% (yoy)3, lebih lambat dibanding periode akhir
triwulan sebelumnya yang sebesar 19.69% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit
terjadi baik pada jenis modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Sementara secara
sektoral, perlambatan laju pertumbuhan kredit terutama terjadi di sektor
pertambangan, diikuti sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Demikian
halnya dengan penyerapan dana pihak ketiga perbankan yang juga mengalami
perlambatan. Melambatnya pertumbuhan DPK dipengaruhi oleh trend penurunan
suku bunga simpanan. Di sisi lain, kinerja dunia usaha yang belum sepenuhnya
pulih berdampak pada peningkatan risiko kredit meskipun rasio NPL perbankan di
wilayah ini secara umum masih beradai di bawah 5%.
Grafik 36
Perkembangan Kredit Perbankan di Kali-Sulampua
Grafik 37
Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan di Kali-Sulampua
Grafik 38
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan di Kali-Sulampua
Grafik 39
Perkembangan Rasio NPL Perbankan di Kali-Sulampua
Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan Perbankan W il. Kali- Sulam pua
Belanja fiskal daerah di wilayah Kali-Sulampua pada periode triwulan III-2009
diperkirakan mulai mengalami percepatan sebagaimana pola siklus anggaran
Pemerintah Daerah. Penyerapan realisasi anggaran di wilayah Kali-Sulampua yang
masih mengikuti pola siklusnya dengan realisasi yang relatif rendah pada dua
triwulan pertama tahun berjalan. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya kendala
administratif seperti proses lelang yang memerlukan waktu yang relatif lama,
kendala pada proses pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur, dan
kepadatan agenda politik daerah termasuk juga konsentrasi daerah pada
penyelenggaraan Pemilu.
Tabel 11
Realisasi Belanja Daerah di Kali-Sulampua
Inflasi di wilayah Kali-Sulampua hingga akhir triwulan III-2009 diperkirakan
mulai menunjukkan adanya peningkatan namun masih berada pada level yang
rendah. Kenaikan tekanan inflasi dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan
konsumsi masyarakat terkait dengan faktor musiman hari raya keagamaan yang
didukung adanya perbaikan daya beli. Namun demikian, pasokan kebutuhan pokok
masih relatif memadai meskipun gangguan distribusi akibat gangguan asap menjadi
Grafik 40
Perkembangan Inflasi Kali-Sulampua
Grafik 41
Perkembangan Inflasi Kota di Kali-Sulampua
II. PROSPEK
Pada triwulan IV-2009, membaiknya ekonomi daerah diperkirakan terus berlanjut
yang diikuti dengan masih rendahnya inflasi. Potensi meningkatnya ekonomi
bersumber dari terus membaiknya konsumsi dan ekspor akibat faktor meningkatnya
pendapatan dan optimisme terus menguatnya ekonomi domestik, serta kenaikan
ekspor komoditas primer dari Sumatera (hasil perkebunan) dan Kali-Sulampua (CPO,
batubara, emas nikel). Sementara itu, inflasi akhir 2009 diperkirakan mencapai 3,66%,
relatif sama dengan perkiraan nasional, meskipun masih terdapat potensi tekanan
harga dari menguatnya konsumsi dan hambatan distribusi.
Sumber pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan berasal dari semakin
membaiknya ekspor dan konsumsi, serta bangkitnya investasi. Kinerja ekspor yang
membaik terutama terjadi pada beberapa komoditas perkebunan dan pertambangan,
seperti CPO, karet, batubara dan tembaga. Membaiknya perekonomian global yang
menyebabkan naiknya permintaan dunia dan harga komoditas serta model kontrak
pembelian jangka panjang pada komoditas pertambangan menyebabkan ekspor
meningkat dan memicu peningkatan produksi di sektor pertambangan dan
perkebunan. Di sisi konsumsi, perbaikan daya beli diperkirakan terjadi seiring
meningkatnya harga-harga komoditas perkebunan akibat naiknya harga komoditas
internasional dan rendahnya level inflasi.
Namun, peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah akan dapat tertahan akibat
beberapa faktor diantaranya realisasi APBD yang tidak sesuai target dan
rendahnya daya serap stimulus fiskal Pemerintah Pusat. Meskipun realisasi APBD
sampai dengan triwulan III-2009 sudah meningkat, namun terdapat tanda bahwa
tingkat realisasi APBD 2009 tidak akan setinggi periode sebelumnya. Di sisi lain, dana
-4 .0
proyek infrastruktur stimulus fiskal baru terealisir 14,2% dari nilai total Rp11,6
triliun. Kedua stimulan ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan pertumbuhan
ekonomi daerah tidak berjalan optimal.
III. ISU STRATEGIS
A. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Realisasi Belanja Daerah dan Optimalisasi
Pemanfaatan Dana Pemda oleh Perbankan Daerah4
Rendahnya tingkat realisasi belanja daerah terutama disebabkan oleh faktor
administrasi. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya daya serap
belanja APBD, diantaranya faktor administrasi, faktor hukum, faktor gejolak
ekonomi, dan faktor politik. Sebagai faktor utama yang menyebabkan rendahnya
daya serap belanja APBD, terdapat beberapa kendala terkait faktor administrasi,
yaitu : terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi pengadaan
barang/jasa, rendahnya minat pejabat Pemda sebagai anggota Tim Lelang, dan
panjangnya proses penyusunan anggaran oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Sementara, di sisi faktor gejolak ekonomi, perubahan harga BBM, gejolak inflasi dan
nilai tukar juga mempengaruhi tingkat realisasi belanja APBD karena dapat
mengakibatkan diulangnya proses pengajuan peserta lelang pengadaan barang/jasa.
Rendahnya realisasi belanja APBD telah menyebabkan tingginya posisi dana
Pemda yang disimpan di perbankan daerah. Dana Pemda yang tersimpan sebagian
berjangka waktu pendek (giro) sehingga memicu BPD menyalurkan dana tersebut
pada instrumen jangka pendek, seperti PUAB dan SBI. Di sisi lain, beberapa BPD
mengalami kendala mismatch, sehingga BPD menginginkan perlunya dibuat pooling
fund dana BPD dalam membantu mismatch likuiditas antar BPD dan BPD mampu
memberikan kredit sindikasi dalam kaitannya dengan upaya untuk mereduksi risiko
kredit.
B. Persistensi Inflasi Daerah
Meskipun inflasi pada tahun 2009 berada pada level yang rendah, namun terdapat
potensi inflasi kembali pada pola normalnya. Potensi kembalinya tekanan inflasi
mempengaruhi tekanan harga di ketiga wilayah tersebut, di samping pasar pada
beberapa komoditas yang bersifat oligopolistik.
Di Kali-Sulampua dan Sumatera, persistensi tingginya inflasi disebabkan oleh
faktor pasokan dan distribusi. Ketidakseimbangan load factor kapal pengangkut
barang dari dan ke Jawa, frekuensi kapal, faktor gelombang laut, serta daya tarik
tingginya harga di Jawa menjadi beberapa faktor spesifik penyebab tekanan harga.
Kuatnya pengaruh supply shock di Kali-Sulampua dan Sumatera tercermin dari
sumbangan inflasi volatile food yang relatif tinggi. Faktor utama yang menyebabkan
berfluktuasinya harga, khususnya di Kali-Sulampua adalah kesulitan pemenuhan
load barang yang diangkut kembali menuju Jawa. Di samping itu, faktor cuaca yang
cepat berubah dapat mengakibatkan kapal tidak dapat segera bersandar di
pelabuhan, khususnya di kepulauan Maluku dan Papua. Faktor lain adalah
penumpukan antrian kapal akibat pendeknya dermaga sebagaimana terjadi
Gorontalo. Di Sumatera, selain faktor distribusi barang, faktor relative selling price
yang lebih tinggi di Jawa (khususnya Jakarta) dan luar negeri menyebabkan produksi
bahan pangan dari Sumatera lebih dominan didistribusikan ke Jakarta atau
Singapura, misalnya komoditas padi dari Sumsel, bahan pangan lainnya dari Lampung, sayuran dan buahan Sumut.
Di Jawa, harga barang yang relatif menarik, khususnya di Jakarta menyebabkan
bahan pangan lebih condong dijual ke Jakarta. Kondisi tersebut ditopang dengan
pasar yang oligopolisitik seperti pada komoditas beras di Jawa Barat, sehingga harga
ditentukan oleh pedagang besar. Kuatnya peranan Jakarta dalam menyerap pasokan
bahan pangan menjadi faktor penyebab produksi bahan pangan daerah lebih terserap
ke Jakarta. Bahkan penyerapan bahan pangan ke Jakarta terindikasi melebihi
kebutuhan normalnya. Sementara itu, yang patut dicermati adalah pergerakan harga
di Jabalnustra, khususnya kota-kota di seputar Jakarta yang terdiri dari Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, dan Serang yang memiliki bobot sekitar 15,9% terhadap
inflasi nasional. Hasil pantauan menunjukkan, inflasi kota sekitar Jakarta tersebut
relatif tinggi dibandingkan inflasi di Jakarta. Dengan pengeluaran yang relatif kuat
dan jalur infrastruktur yang memadai untuk distribusi barang, maka faktor kenaikan
harga di kota-kota tersebut terindikasi disebabkan oleh shortage barang dan sifat
IV. KEBIJAKAN YANG DITEMPUH
Perekonomian daerah ke depan masih akan menghadapi tantangan. Tantangan
tersebut meningkat seiring dengan belum optimalnya perbaikan ekonomi daerah. Di
sisi lain, potensi meningkatnya harga yang disebabkan faktor domestik dan eksternal
perlu dicermati. Untuk itu, dalam upaya mempercepat peningkatan ekonomi lebih
lanjut, Bank Indonesia dan Pemerintah perlu melakukan kerjasama, diantaranya:
• Untuk terus mempertahankan kesinambungan pertumbuhan ekonomi daerah
perlu dijaga dan ditingkatkan momentum keyakinan dan optimisme pelaku
ekonomi di daerah melalui implementasi kebijakan daerah yang pro investasi dan
percepatan realisasi belanja APBD serta perlu didukung dengan peningkatan
kredit.
• Terkait dengan upaya pencapaian sasaran inflasi nasional dan mengantisipasi
meningkatnya tekanan inflasi ke depan, kegiatan koordinasi pengendalian inflasi
daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) diarahkan pada :
– Upaya menanggulangi kendala distribusi dan pemetaan terhadap distributor
yang menyebabkan pasar bersifat oligopolistik. Untuk itu, Bank Indonesia di
daerah diarahkan untuk terus memperkaya informasi terkait inflasi daerah
melalui riset, terutama terkait mekanisme pembentukan harga dan jalur distribusi barang.
– Upaya mengidentifikasi kesiapan supply side dalam merespons meningkatnya
konsumsi ke depan khususnya konsumsi non makanan. Seberapa besar tingkat
kapasitas utilisasi pada industri makanan dan non makanan yang berorientasi
pada permintaan domestik.
– Upaya mengidentifikasi potensi tekanan inflasi ke depan, khususnya terkait
rencana administered price daerah, ketersediaan pasokan/produksi komoditas
yang terkait IHK (mis. siklus produksi bawang, cabe)
• Perlunya kerjasama dan koordinasi antar TPID yang sudah berdiri di beberapa
daerah, khususnya di daerah-daerah yang memiliki keeratan hubungan ekonomi,