PELAKSANAAN PELATIHAN DALAM PROGRAM DIKLAT DI
TEMPAT KERJA DAN REGULER DI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN
SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh :
MUHAMMAD EKO MASRUR B94213073
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Muhammad Eko Masrur, 2017. Pelaksanaan Pelatihan dalam Program Diklat di Tempat Kerja dan Reguler di Balai Diklat Keagamaan Surabaya.
Kata Kunci : Pelaksanaan, Pelatihan, dan Balai Diklat Keagamaan Surabaya
Masalah yang diteliti dalam skripsi ini, yaitu Bagaimana tahapan pelatihan program diklat di tempat kerja dan reguler di balai diklat keagamaan surabaya dan apa saja faktor pendukung keberhasilan pelatihan program diklat di tempat kerja dan reguler di balai diklat keagamaan surabaya
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian deskriptif grounded theory, yaitu mendiskripsikan data dari suatu aksi, proses, atau interaksi yang diperoleh di lapangan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara pada sumber yang terkait dengan fokus penelitian yang dibahas penulis.
DAFTAR ISI
JUDUL SKRIPSI ... i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
OTENTISITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi konsep ... 8
F. Sistematika Pembahasan ... 10
BAB II: KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Terdahulu ... 12
B. Kerangka Teori... 15
1. Pengertian Pelatihan... 15
2. Prinsip, Tahapan dan Metode Pelatihan... 17
2. Evaluasi Pelatihan ... 31
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Diklat... 32
D. Pelatihan dalam Prespektif Islam ... 36
BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 42
B. Objek Penelitian ... 43
C. Jenis dan Sumber Data ... 44
D. Tahap-Tahap Penelitian ... 46
F. Teknik Validitas Data ... 55
G. Teknik Analisis Data... 56
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 58
B. Penyajian Data ... 64
C. Pembahasan Hasil Penelitian (Analisi Data)... 86
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 107
B. Saran dan Rekomendasi ... 107
C. Keterbatasan Penelitian ... 108
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 12
Tabel 3.1 Data Hasil Wawancara... 52
Tabel 3.2 Data Hasil Dokumentasi ... 53
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi yang ada di era globalisasi saat ini harus bersaing untuk dapat
bertahan di dalam bisnisnya, baik itu organisasi besar atau organisasi kecil.
Organisasi yang sudah besar sekalipun, tidak dapat bersaing lagi hanya dengan
mengandalkan skala bisnis yang dimilikinya, tetapi harus responsif terhadap
perubahan. Oleh karena itu diperlukan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang dapat diandalkan, yang memiliki wawasan, kreativitas, pengetahuan dan visi
yang sama dengan visi perusahaan. Maka peningkatan kemampuan dan keahlian
karyawan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari lagi.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu
kunci keberhasilan dari kemajuan suatu industri, perlu adanya manajemen SDM
yang baik agar tujuan industri dapat tercapai. Menurut Burhanuddin Yusuf tujuan
manajemen sumber daya manusia adalah memperbaiki kontribusi produktif
orang-orang atau tenaga kerja terhadap organisasi atau lembaga dengan cara yang
bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial1. Manajemen atau pengelolaan SDM dalam industri sangat penting dan memiliki banyak tantangan, sebab
manusia memiliki karakteristik yang sangat berbeda dibandingkan dengan sumber
daya lain, namun jika hal tersebut bisa dikelola dengan baik akan tercipta sumber
1
Burhanuddin Yusuf, 2015,Manajemen Sumber Daya Manusia Di Lembaga Keuangan Syariah,
2
daya manusia yang berkembang, berdayaguna, dan mampu untuk mendukung
industri mencapai tujuannya.
Berbicara mengenai pengembangan sumber daya manusia, sebenarnya
dapat dilihat dari dua aspek, yaitu kuantitas dan kualitas. Suatu organisasi harus
memperhatikan skills, knowledge, dan ability atau kompetensi yang harus dipenuhi agar dapat berkembang serta bersaing dengan organisasi lain. Dengan
demikian dibutuhkannya suatu pengembangan dan pelatihan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Menurut Husnan, pengembangan SDM adalah
proses pendidikan jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan
terorganisasi, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan
konseptual dan teoretis untuk tujuan umum2. Sedangkan pelatihan sendiri menurut Rivai dan Simamora yang dikutip oleh Meldona mengatakan bahwa pelatihan atau
training adalah proses sistematis pengubahan tingkah laku karyawan dalam suatu
arah untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pelatihan
berkaitan dengan keahlian dari kemampuan pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan saat ini, memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk
mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan
pekerjaannya3.
Demikian halnya di Balai Diklat Keagamaan Surabaya, sumber daya
manusia merupakan aset yang penting dan merupakan sumber daya yang berperan
besar dalam meningkatkan mutu sumber daya aparatur sebagai dasar sikap para
2
Edy Sutrisno, 2009,Manajemen Sumber Daya Manusia,Jakarta, Kencana Prenada Media Group, hal. 63
3
3
pegawai dalam bekerja. Begitu penting masalah sumber daya manusia ini, sebagai
semua potensi yang dimiliki seperti rasio, rasa, karsa, kemampuan, keterampilan,
bakat, pengetahuan, dan dorongan sangat berpengaruh terhadap upaya organisasi
dalam pencapaian tujuannya. Oleh karena itu, potensi dan kemampuan tenaga
kerja perlu dikembangkan terus-menerus, sehingga pemanfaatannya dapat
semakin meningkat.
Kualitas sumber daya manusia ini menyangkut dua aspek yang pertama
adalah aspek fisik dan yang kedua aspek nonfisik. Untuk meningkatkan fisik
diupayakan melalui program-program kesehatan dan gizi, sedangkan untuk
meningkatkan kemampuan non fisik dilakukan upaya pendidikan dan pelatihan.
Oleh sebab itu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat
diarahkan kepada dua aspek tersebut. Upaya inilah yang dimaksud dengan
pengembangan sumber daya manusia. Sifat pengembangan yang diberikan atasan
langsung adalah terus menerus selama karyawan tersebut menjadi bawahannya.
Pengembangan yang dilakukan oleh suatu tim pelatih sifatnya hanya sementara
yaitu sepanjang dilakukan pendidikan atau latihan. Pelatih internal hanya melatih
karyawan dalam lingkungan organisasi bersangkutan saja4.
Di pihak lain suatu lembaga atau perusahaan di tengah-tengah masyarakat
sudah pasti mempunyai misi dan tujuannya masing-masing. Untuk mencapai misi
dan tujuan ini maka direncanakan kegiatan atau program-program, dan
selanjutnya untuk pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan-kegiatan
tersebut diperlukan tenaga yang professional atau berkualitas baik. Di samping
4
4
itu, lembaga atau organisasi harus berpacu dengan baik. Apabila lembaga atau
organisasi ingin mengikuti arus zaman, maka harus memiliki peralatan-peralatan
baru, fasilitas-fasilitas baru, dan sebagainya. Namun, konsekuensinya adalah
tenaga yang dimiliki harus disesuaikan, paling tidak diberikan pelatihan agar
pemakaian alat baru tersebut dapat efisien. Hal itu membuktikan bahwa sumber
daya manusia memerlukan peningkatan atau pengembangan, agar dapat mencapai
suatu hasil kerja yang optimal.
Program pendidikan dan pelatihan dapat disusun untuk para tenaga kerja
yang baru diterima dan dapat juga disusun untuk para tenaga kerja yang telah
lama bekerja pada perusahaan. Disatu pihak haruslah diketahui pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap apa saja yang diperlukan oleh pekerjaan serta yang
dimiliki oleh tenaga kerja. Perbedaan antara pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diperlukan oleh pekerja merupakan sebuah kebutuhan akan pelatihan5. Selain itu, pengembangan juga penting untuk memunculkan sebuah inovasi baru
dalam perusahaan.
Pengembangan pegawai adalah suatu usaha yang penting dalam suatu
organisasi karena dengan pengembangan ini organisasi akan dapat maju dan
berkembang6. Karyawan dalam suatu organisasi sebagai sumber daya manusia, dan sebagai hasil dari proses seleksi harus dikembangkan agar kemampuan
mereka dapat mengikuti perkembangan zaman dan organisasi. Di dalam
organisasi, unit atau bagian yang mempunyai tugas untuk pengembangan tenaga
5
Ashar Sunyoto Munandar, 2008,Psikologi Industry dan Organisasi,Jakarta, UI press, hal. 105
6
5
ini biasanya unit pendidikan dan pelatihan pegawai. Ditingkat departemen
pemerintahan, unit ini disebut dengan balai diklat.
Balai Diklat Keagamaan Surabaya sebagai salah satu organisasi
pemerintah yang dituntut untuk dapat memahami bahwa Balai Diklat Keagamaan
Surabaya sebagai instansi pemerintah. Balai diklat harus melayani dan
meningkatkan mutu sumber daya manusia pada aparatur pemerintah dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian Balai Diklat Keagamaan Surabaya mempunyai
tanggung jawab untuk membekali sumber daya manusia atau pegawai dalam
meningkatkan kemampuan profesionalisme dan tanggung jawab dalam
melaksanakan tugasnya. Untuk itu, adanya diklat bagi pegawai di Balai Diklat
Keagamaan Surabaya mengarah pada pengembangan profesionalisme pegawai
dalam kinerjanya. Dengan demikian akan menimbulkan kepuasan masyarakat.
Kepuasan dari pihak peserta yang telah mengikuti diklat akan memberikan
penilaian bahwa pelayanan serta kinerja di Balai Diklat Keagamaan Surabaya
dapat dikatakan baik karena semua karyawan yang ada di Balai Diklat Keagamaan
Surabaya sudah kompeten baik dalam penyelenggaraannya ataupun sumber daya
manusianya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 345 tahun 2004 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan
menyebutkan bahwa Balai Diklat Keagamaan adalah Unit Pelaksana Teknis
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang menangani bidang
pendidikan dan pelatihan di lingkungan Kementerian Agama di daerah. Sebagai
6
Balai Diklat Keagamaan Surabaya mempunyai tugas Melaksanakan pendidikan
dan pelatihan tenaga administrasi dan tenaga teknis keagamaan di wilayah kerja
Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. dengan motto: "help you to be competent".
Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Balai Diklat Keagamaan Surabaya
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: Pertama, menjalankan visi, misi dan
kebijakan dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Kedua,
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tenaga administrasi dan tenaga teknis
keagamaan. Ketiga, menyelenggarakan koordinasi dan pengembangan kemitraan
dengan satuan organisasi/satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama dan
Pemda serta lembaga terkait lainnya. Keempat, menyiapkan dan menyajikan
laporan hasil pelaksanaan tugas Balai Diklat Keagamaan.
Untuk mengaktualisasikan tugas dan fungsi tersebut, Balai Diklat
Keagamaan Surabaya memiliki struktur organisasi yang terdiri dari Kepala Balai
yang dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Diklat Tenaga
Administrasi dan Kepala Seksi Diklat Tenaga Teknis Keagamaan. Selanjutnya
untuk mewujudkan mekanisme kerja yang harmonis serta hasil kerja yang optimal
dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, maka penjabaran tugas dan
fungsi dituangkan ke dalam uraian tugas (job discription) untuk dipedomani oleh seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN)i yang berjumlah 79 orang, yang terdiri dari
4 pejabat struktural, Jabatan Fungsional Umum dan Jabatan Fungsional Tertentu
(widyaiswara, pustakawan, arsiparis dan pengelola PBJ dan pranata humas), serta
7
Dalam mewujudkan perkembangan potensi sumber daya manusia di Balai
Diklat Keagamaan Surabaya diperlukan program pendidikan dan pelatihan bagi
pengembangan sumber daya manusia untuk para aparatur pemerintah. Mengingat
pentingnya masalah peningkatan kualitas bagi pegawai, maka peneliti sangat perlu
untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pelatihan Program
Diklat di Tempat Kerja dan Reguler di Balai Diklat Keagamaan Surabaya”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan pelatihan program diklat di tempat kerja dan reguler di
Balai Diklat Keagamaan Surabaya?
2. Apa saja faktor pendukung keberhasilan pelatihan program diklat di tempat
kerja dan reguler di balai diklat keagamaan Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Dengan adanya rumusan masalah yang sudah ada di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui tahapan pelatihan program diklat di tempat kerja dan
reguler administrasi di Balai Diklat Keagamaan Surabaya.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung keberhasilan pelatihan program diklat di
tempat kerja dan reguler di balai diklat keagamaan Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan dapat membawa beberapa manfaat yang
kemudian dapat dikembangkan dikemudian hari. Adapun manfaat penelitian ini
8
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan atau
sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen khususnya yang
berkaitan dengan pelatihan peserta diklat. Semoga penelitian ini berguna
sebagai referensi pada penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat:
a. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi masukan positif
bagi semua pengurus dan anggota yang terlibat dalam Balai Diklat
Keagamaan Surabaya mengenai pelatihan SDM.
b. Memberikan informasi mengenai proses pelatihan di balai diklat pada
setiap elemen organisasi agar dapat dengan mudah mencari referensi yang
terkait dengan pelatihan peserta diklat pada suatu organisasi dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi yang efektif dan efisien.
E. Definisi Konseptual
Pemilihan konsep yang tepat mempunyai peran yang baik bagi kesuksesan
penelitian, tetapi untuk mencapai ke arah itu, peneliti menentukan batasan
permasalahan yang hendak diajukan. Suatu konsep adalah definisi secara singkat
dari kelompok fakta atau gejala, yang merupakan salah satu unsur pokok dalam
penelitian.7 Sehubungan dengan hal di atas, peneliti akan menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian tersebut.
7
9
1. Pelaksanaan
pelaksanaan menurut The Liang Gie sebagai berikut: Usaha-usaha yang
dijalankan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah
dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat
yang diperlukan, dimana pelaksanaannya, kapan waktunya dimulai dan
berakhir, dan bagaimana cara dilaksanakan8. Santoso Sastropoetro, mengemukakan bahwa Pelaksanaan diartikan sebagai suatu usaha atau
kegiatan tertentu yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau program
dalam kenyataannya9 2. Pelatihan
Menurut Ivancevich, pelatihan dimaksudkan sebagai usaha untuk
meningkatkan kinerja karyawan dalam pekerjaannya sekarang atau dalam
pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera10. Sedangkan menurut T. Hani Handoko pelatihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan tertentu, terinci dan rutin.
Kegiatan pelatihan merupakan tanggung jawab manajemen sumber daya
manusia11. Pelatihan adalah proses-proses yang mencoba menyediakan bagi seorang karyawan informasi, keahlian-keahlian, dan pmahaman atas
organisasi dan tujuan-tujuannya12.
8
The Liang Gie, dan sutarto, 1997,Pengertian, Kedudukan dan Perincian Ilmu Administrasi, Yogyakarta, Karya Kencana, hlm. 191
9
Santoso Satroepoetro, 1982,Pelaksanaan Latihan, Jakarta, Gramedia, hlm. 183
10
Edy Sutrisno, 2009,Manajemen Sumber Daya Manusia,hal. 67
11
T. Hani Handoko, 2001,Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,Yogyakarta, BPFE Yogyakarta, hal. 103
12
10
Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan pelatihan adalah suatu
kegiatan untuk meningkatkan berbagai keterampilan yang dimiliki karyawan
guna meningkatkan kinerja karyawan.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan runtutan dan sekaligus kerangka
berfikir dalam penulisan skripsi. Untuk lebih mudah memahami penulisan skripsi
ini, maka disusunlah sistematika pembahasan antara lain :
Bab pertama yaitu pendahuluan. Pada bab ini disajikan dengan tujuan agar
pembaca dapat mengetahui secara jelas mengenai latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep dan sistematika
pembahasan dalam penelitian ini.
Bab kedua yaitu kerangka teoritik. Pada bab ini berisikan tentang kajian
kepustakaan konseptual, yang meliputi : tinjauan tentang tahapan program dan
faktor pendukung pelaksanaan pelatihan.
Bab ketiga yaitu metode penelitian. Pada bab ini membahas secara detail
mengenai metode yang digunakan dalam upaya penelitian yang terdiri dari
pendekatan dan jenis penelitian, tahap-tahap penelitian, jenis dan sumber data,
teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta teknik validitas/keabsahan
data. Pembahasan ini sengaja disajikan untuk memberikan gambaran secara utuh
mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Sehingga, hasil
penelitian nantinya diharapkan dapat menjawab rumusan masalah yang telah
11
Bab keempat yaitu penyajian dan analisis data. Pada bab ini menjelaskan
mengenai gambaran umum lokasi penelitian yaitu Balai Diklat Keagamaan
Surabaya. Meliputi sejarah, visi dan misi, struktur organisasi serta penyajian data
mengenai tahapan dan faktor pendukung pelaksanaan program diklat di tempat
kerja dan reguler serta hasil penelitian sesuai dengan yang ada dilapangan.
Bab kelima yaitu Penutup, Pada bab ini berisi penutup yang menjelaskan
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dari penelitian terdahulu didapatkan hasil penelitian yang mempunyai
kesimpulan berdasarkan objek yang diteliti. Di bawah ini penelitian terdahulu
yang menjadi referensi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tabulasi Penelitian Terdahulu Yang Relevan
1. Nama peneliti Muhammad Koharudin
Judul “Analisis Peningkatan Manajemen Sumber Daya
Insani Melalui Pelatihan dan Pengembangan
Karyawan Di BPRS Jabal Nur Surabaya”
Universitas Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2014
Hasil penelitian Pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan karyawan di BPRS Jabal Nur menggunakan dua metode yaitu on the job training dan off the job training. Metode on the job training diperuntukkan bagi karyawan tingkat bawah (dibawah manajer) melalui proses rotasi pekerjaan. Sedangkan untuk metode off the job training diperuntukkan bagi karyawan setingkat manajer seperti kepala divisi melalui pelatihan dan seminar yang diadakan oleh LPKP Tursina dan BI.
Persamaan Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama
meneliti tentang pelatihan sumber daya manusia dan menggunakan metode penelitian kualitatif.
Perbedaan Perbedaannya pada Penelitian di atas adalah
13
sedangkan penelitian kali ini pada sebuah balai diklat.
Penelitian di atas hanya membahas stretegi
pengembangan SDM pada karyawan. Sedangkan penelitian sekarang membahas tentang program dan faktor pendukung pendidikan dan pelatihan di balai diklat.
2. Nama peneliti Nur Laili Khamidah
Judul “Sistem Pengembangan Organisasi (Organizational
Development) pada Organisasi Dakwah (Studi Kasus Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga Pendidikan Islam At-Taqwa Kramat
Jegu-Taman-Sidoarjo)”
Universitas Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2014
Hasil penelitian Penelitian di Lembaga Pendidikan Islam At-Taqwa sudah menerapkan berbagai macam pelatihan yang sesuai dengan teori human capital yang meliputi pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), keterampilan (skill), bakat (talent) dan pengalaman (experience). Karena dengan adanya berbagai macam pelatihan yang diikuti baik didalam maupun di luar lembaga, dapat meningkatkan kualitas SDM dan tentunya bisa memberikan perubahan yang lebih baik.
Persamaan Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama
meneliti tentang peningkatan kualitas SDM.
Perbedaan Perbedaannya pada Penelitian di atas adalah Namun
14
3. Nama peneliti Deden Suprihatin
Judul “Sistem Pelatihan Kewirausahaan di Pondok
Pesantren Darunnajah Cipinang Bogor dalam Menumbuhkan Entrepreneur Santri”
Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penelitian Penelitian ini memfokuskan pada pelatihan
kewirausahaan di pondok pesantren nurunnajah. Di dalam penelitian ini pondok pesantren nurunnajah cipinang bogor ini berupaya menerapkan satu sistem pendidikan yang dapat menerapkan fungsi-fungsi pendidikan agar dapat menghasilkan lulusan yang berkompeten dalam dunia kerja dan dunia dakwah
serta dapat membentuk sikap atau jiwa
kewirausahaan. Dalam hal ini pondok pesantren
nurunnajah melaksanakan sistem pelatihan
kewirausahaan yang diharapkan sikap dan motivasi kewirausahaan santri menjadi tumbuh dan terbentuk melalui pelatihan yang dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem pelatihan kewirausahaan berjalan cukup baik dan berjalan sesuai dengan harapan para santri.
Persamaan Persamaan dengan penelitian ini adalah membahas
mengenai pelatihan dan faktor pendukungnya, penelitian ini juga menggunakan penelitian kualitatif dalam penggalian data.
15
B. Kerangka Teori
1. Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah proses-proses yang mencoba menyediakan bagi
seorang karyawan informasi, keahlian-keahlian, dan pemahaman atas
organisasi dan tujuan-tujuannya13. Menurut Rivai dan Simamora yang dikutip oleh Meldona mengatakan bahwa pelatihan atau training adalah proses
sistematis pengubahan tingkah laku karyawan dalam suatu arah untuk
meningkatkan upaya pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan
dengan keahlian dari kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan
saat ini, memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai
keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan
pekerjaannya14.
Selanjutnya Martoyo yang dikutip oleh Meldona menyatakan bahwa
pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan
dan tekhnik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif singkat
(pendek). Umumnya suatu pelatihan berupaya menyiapkan para karyawan
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang pada saat itu dihadapi15. Jadi dengan adanya pelatihan karyawan dapat mengembangkan ketrampilan atau
kemampuan dari karyawan tersebut untuk mengerjakan pekerjaannya,
sehingga karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik untuk
13
Meldona dan Siswanto, 2012, Perencanaan Tenaga Kerja Tinjauan Integratif, UIN Maliki, Malang, hal.215
14
Meldona dan Siswanto, 2012,Perencanaan Tenaga Kerja Tinjauan Integratif, hal.217
15
16
meningkatkan pencapaian-pencapaian tujuan yang diinginkannya dan
merubah pola fikir karyawan untuk berorientasi ke depan demi keberhasilan
tujuan-tujuannya.
Menurut Friedman dan Yarbough yang dikutip oleh Surya Dharma
menyatakan “The trainer’s role is to facilitate trainee’s movement from status
quo toward the ideal”16. Pernyataan Friedman dan Yarbrough tersebut mengandung makna bahwa pelatihan adalah upaya perubahan peserta
pelatihan dari kinerja apa adanya ditingkatkan menuju kinerja yang ideal.
Pelatihan disini sangat penting untuk karyawan karena dengan adanya
pelatihan kinerja karyawan yang mendapatkan pelatihan akan semakin
meningkat. Selanjutnya Wexley dan Yulk menambahkan bahwa pelatihan
sebagai proses dimana pekerja mempelajari ketrampilan, pengetahuan, sikap
dan perilaku yang diperlukan guna melaksanakan pekerjaan yang efektif17. Jadi dengan adanya pelatihan karyawan dapat mempelajari
ketrampilan, pengetahuan, sikap dan perilaku yang dia miliki untuk
dikembangkan dalam meningkatkan kinerja guna mendapatkan produktivitas
yang baik sesuai dengan tujuan dari perusahaan atau organisasi. Nawawi yang
dikutip oleh Surya Dharma juga menambahkan bahwa pelatihan adalah
program-program untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan
secara individual, kelompok dan atau berdasarkan jenjang jabatan dalam
organisasi perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu
proses atau usaha sistematis dan profesional untuk meningkatkan kompetensi
16
Surya Dharma, 2013, Manajemen SumberDaya Manusia di Sektor Jasa Tenaga Sekuriti,
Pustaka Belajar, Yogyakarta, hal.274
17
17
peserta pelatihan dalam melaksanakn tugas dan fungsi dengan
sebaik-baiknya18.
2. Prinsip, Tahapan dan Metode Pelatihan
a. Prinsip-prinsip Pelatihan
Mc. Gehee dalam Anwar Prabu mengemukakan prinsip-prinsip
perencanaan pelatihan sebagai berikut19: Pertama, pemberian materi harus secara sistematis serta berdasarkan tahapan-tahapan yang ada. Kedua,
tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang akan
dicapai. Ketiga, penatar harus mampu memberi motivasi dan menyebarkan
respon yang berhubungan dengan serangkaian materi yang diberikan.
Keempat, adanya penguat untuk membangkitkan respon yang positif dari
peserta. Kelima, menggunakan konsep pembentukan perilaku.
Sementara itu, Andrew E. Sikula mengemukakan prinsip-prinsip
pelatihan ada 24 macam, prinsip yang dikemukakan adalah prinsip-prinsip
belajar dalam pelatihan, sebagai berikut20:
1) Semua manusia dapat belajar, dalam artiannya bahwa setiap individu
dari berbagai umur dengan kemampuan intelektual ataupun
keterampilan yang bermacam-macam dapat mempelajari
perilaku-perilaku baru.
18
Surya Dharma, 2013,Manajemen SumberDaya Manusia di Sektor Jasa Tenaga Sekuriti,hal.274
19
Anwar Prabu Mangkunegara, 2013, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 44-45
20
18
2) Semua individu harus bermotivasi uktuk aktualisasi diri, promosi, dan
insentif berupa uang. Bahkan motivasi belajar mayoritas merupakan
motivasi diri.
3) Belajar aktif dengan pendidikan yang efektif dan melibatkan semua
peserta pelatihan.
4) Peserta dapat memperoleh pengetahuan lebih cepat dengan
bimbingan. Umpan balik adalah perlu karena belajar dengan trial dan
error terlalu banyak memerlukan waktu dan tidak efisien.
5) Pemberian materi yang sesuai. Pengajar harus memiliki alat-alat
pelatihan dan materi-materi yang cukup lengkap, seperti kasus-kasus,
masalah-masalah, pertanyaan-pertanyaan untuk diskusi, dan bahan
bacaan.
6) Pemberian waktu untuk penerapan pelajaran. Sebagian dari proses
belajar menuntut banyak waktu untuk peserta memahami, menilai,
menerima, dan meyakini materi pelajaran.
7) Metode-metode belajar harus bervariasi, dimaksudkan untuk
mencegah timbulnya kelelahan dan kebosanan agar supaya tidak
monoton.
8) Peserta harus memperoleh kepuasan belajar. Pendidikan harus
memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan seluruh peserta.
9) Peserta memerlukan penguat dari perilaku yang tepat. Pemberian
hadiah positif serta secara langsung akan menumbuhkan motivasi
19
10) Standart prestasi harus ditentukan untuk peserta. Tujuan-tujuan harus
ditetapkan, sehingga peserta dapat menilai prestasi pendidikan dan
kemajuan mereka.
11) Taraf belajar yang berbeda-beda. Belajar dapat melibatkan kesadaran,
perubahan sikap atau perubahan perilaku. Beberapa orang belajar
dengan melibatkan proses mental, dimana aktivitas belajar lainnya
berhubungan dengan fisik. Waktu dan metode yang berbeda-beda
diperlukan untuk mengatasi taraf belajar yang berbeda-beda.
12) Belajar merupakan suatu penyesuain diri dari individu. Belajar
menimbulakan perubahan pada yang bersangkutandan semua
perubahan itu memerlukan penyesuain diri.
13) Perbedaan individu berperan besar dalam efektivitas belajar. Apa yang
dapat dipelajari dengan mudah oleh beberapa individu mungkin sangat
sukar bagi orang lain karena perbedaan dasar kemampuan dan latar
belakang budaya.
14) Belajar adalah suatu proses kumulatif. Reaksi individu terhadap suatu
pelajaran dikondisikan dan dimodifikasi oleh apa yang telah dipelajari
pada pelajaran-pelajaran sebelumnya dan pengalaman.
15) Keterlibatan ego adalah faktor utama dalam belajar. Setiap peserta
akan belajar lebih banyak bilamana ia melihat adanya hubungan
antara kesempatan pelatihan dengan tercapainya tujuan-tujuan
20
16) Kecepatan belajar akan menurun bilamana menyangkut skill yang
kompleks. Skill yang sederhana dapat dipelajari lebih mudah dan
cepat daripada aktivitas yang kompleks.
17) Belajar berhubungan erat dengan perhatian dan konsentrasi. Proses
belajar akan lebih efektif bilamana tidak ada gangguan.
18) Belajar meliputi ingatan jangka panjang dan penguasaan segera
mengenai pengetahuan. Ingatan dapat diperkuat dengan pemahaman
dan pengulangan.
19) Ada arah keatas grafik proses belajar dan diikuti dengan garis
mendatar dalam kurva belajar. Pengetahuan terbaru selalu
terkumpulkan walaupun biasanya jarang terjadi.
20) Ketelitian patut mendapat penekanan lebih banyak daripada kecepatan
selama proses belajar. Kecepatan dapat ditingkatkan, tetapi ketelitian
lebih sukar dikontrol.
21) Hukum pengaruh menyatakan bahwa jawaban yang tepat terhadap
sesuatu masalah menjadi lebih pasti ia timbul. Dengan kata lain,
pengulangan cenderung memantapkan suatu jawaban atau suatu
penyesuaian.
22) Tidur mempengaruhi belajar. Tidur segera setelah satu pengalaman
belajar biasanya sering meningkatkan ingatan.
23) Belajar harus didasarkan oleh suatu realitas. Pendidikan harus
21
24) Belajar harus berorientasi pada tujuan. Tujuan-tujuan kusus dan
hadiah yang berhubungan dengan usaha belajar pada umumnya
memperlancar mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.
b. Tahapan Pelatihan
Sebelum sebuah pelatihan dapat dilaksanakan, kebutuhan akan hal
tersebut perlu dianalisis terlebih dahulu. Hal itu disebut sebagai langkah
atau tahapan penilaian dari proses pelatihan. Menurut Faustino C. Gomes
dalam Burhanuddin Yusuf, terdapat paling kurang empat tahap utama
dalam pelatihan dan pengembangan, yaitu:21
1) Penentuan kebutuhan pelatihan
Tahap awal yang dilakukan adalah menentukan kebutuhan pelatihan
bagi para karyawan. Di dalam tahap ini terdapat tiga macam
kebutuhan pada pelatihan, yaitu: Pertama, General treatment need,
merupakan sebuah penilaian kebutuhan pelatihan bagi seluruh
pegawai tanpa mempertimbangkan data kinerja pegawai tersebut serta
hal ini dilakukan dalam suatu klasifikasi pekerjaan tertentu. Kedua,
Observable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap
berbagai masalah, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi kerja,
serta dengan cara meminta para pegawai mengawasi sendiri hasil
kerjanya masing-masing. Ketiga,Future human resources needs.Jenis
21
22
keperluan pelatihan yang ketiga ini tidak berkaitan dengan
ketidaksesuaian kinerja, namun hal ini lebih berkaitan dengan
keperluan SDM untuk jangka waktu yang akan datang.
2) Desain pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan
kinerja pegawai atau karyawan. Oleh karena itu, para manajer harus
tepat dalam memutuskan program pelatihan dan bagaimana yang
harus dilaksanakan pada pegawainya. Terdapat dua jenis sasaran
pelatihan, yaitu: knowledge-centered objectives dan performance-centered objectives. Maksud dari jenis yang pertama adalah berkaitan dengan pertambahan pengetahuan atau perubahan sikap. Sedangkan
jenis yang kedua mengenai syarat-syarat khusus yang berkisar pada
metode atau teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan
dan lain sebainya.
3) Implementasi Pelatihan
Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan yang
efektif adalah implementasi dari progam pelatihan. Keberhasilan
implementasi progam pelatihan dan pengembangan SDM tergantung
23
4) Evaluasi pelatihan
Agar efektif, pelatihan harus menjadi suatu solusi yang tepat bagi
permasalahan yang ada pada organisasi. Dalam artian bahwa pelatihan
tersebut harus dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan
keterampilan yang dimiliki oleh pegawai. Tujuan dari tahapan ini
adalah untuk mengetahui atau menguji apakah pelatihan tersebut
efektif atau tidak di dalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah
ditetapkan dari awal.
Sedangkan menurut Soekidjo Notoatmodjo proses pendidikan dan
pelatihan terdiri dari input (sasaran diklat) dan output (perubahan perilaku)
dan faktor yang mempengaruhi proses tersebut. Adapun faktor yang
mempengaruhi proses diklat diantaranya: faktor fasilitas, tenaga pengajar
atau pelatih, alat bantu pendidikan, metoda belajar mengajar, itu
digolongkan menjadi sumber daya yang terdiri dari 4 M (Man, Money,
Material, dan Methods). Sedangkan kurikulum itu merupakan faktor
tersendiri yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses diklat22.
22
24
Secara skematis proses pendidikan dan pelatihan yang telah
diuraikan di atas dapat digambarkan, sebagai berikut23:
Gambar 2.2
Pelatihan
PESERTA DIKLAT KEMAMPUAN
Gambar: Soekidjo Notoadmojo (pengembangan sumber daya manusia)
Gambar di atas menjelaskan bahwa dalam suatu pelatihan harus
memperhatikan beberapa hal yang bisa berpengaruh dalam pelatihan.
Diantaranya yang bisa berpengaruh yaitu sumber daya, kurikulum, input,
dan output. Sumber daya yang bisa mempengaruhi pelatihan peserta diklat
meliputi 4M (man, money, material dan methods). Sedangkan kurikulum
merupakan faktor tersendiri yang bisa mempengaruhi pelatihan kepada
peserta diklat. Sebelum dimulainya pelatihan ada namanya input (sasaran
diklat) untuk menentukan siapa yang akan dijadikan peserta dan untuk apa
pelatihan ini dilakukan. Setelah mengikuti pelatihan peserta diklat ada
output yang di dapat baik dalam kemampuan kognitif, afektif maupun
psikomotor.
23
Soekidjo Notoatmojo, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 29
SUMBER DAYA
INPUT PROSES DIKLAT
25
c. Metode Pelatihan
Metode dapat didefinisikan sebagai cara tertentuuntuk
melaksanakan tugas dengan memberikan pertimbangan yang cukup
kepada tujuan, fasilitas yang tersedia, dan jumlah penggunaan uang, waktu
dan kegiatan24. Metode pelatihan yang dimaksudkan sebagai suatu cara sistematis yang dapat memberikan deskripsi secara luas serta dapat
mengkondisikan penyelenggaraan pelatihan. Dalam penyelenggaraannya
pelatihan ditujukan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik tenaga kerja terhadap tugas dan pekerjaannya. Beberapa
metode yang dapat digunakan untuk pelatihan25, antara lain adalah:
a) On the job training
On the job training (OJT) atau disebut juga dengan pelatihan dengan instruksi pekerjaan yaitu dengan cara pekerja atau calon pekerja
ditempatkan dalam kondisi pekerjaan rill, di bawah bimbingan/arahan
pegawai yang berpengalaman atau supervisor.
b) Rotasi pekerjaan
Untuk pelatihan silang (cross-train) bagi karyawan agar mendapatkan variasi kerja, para pengajar memindahkan para peserta pelatihan dari
tempat kerja satu ke tempat kerja lainnya. Setiap perpindahan
umumnya didahului pemberian instruksi kerja.
24
Siswanto Sastrohardiwiryo, 2002, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administrasi dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 214
25
26
c) Magang
Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih
pengalaman, dan dapat ditambah pada teknik off the job training. Banyak pekerja ketrampilan tangan, seperti tukang pipa dan kayu,
dilatih melalui program magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan
disamakan dengan magang karena menggunakan partisipasi tingkat
tinggi dari peserta dan memiliki tingkat transfer pengetahuan dan
ketrampilan yang tinggi tentang pekerjaan.
d) Ceramah kelas dan presentasi video
Ceramah dan teknik lain dalam off the job training dengan mengandalkan komunikasi daripada memberi model. Ceramah adalah
pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material
organisasi, tetapi partisipasi, umpan balik, transfer dan repitisi sangat
rendah. Umpan balik dan partisipasi dapat meningkat dengan adanya
diskusi selama ceramah.
e) Pelatihanvestibule
Agar pembelajaran tidak mengganggu operasional rutin, beberapa
perusahaan menggunakan pelatihan vestibule. Wilayah atau vestibule
terpisah dibuat dengan peralatan yang sama dengan yang digunakan
dalam pekerjaan. Cara ini memungkinkan adanya transfer, repetisi,
27
f) Permainan peran dan model perilaku
Permainan peran adalah alat yang mendorong peserta untuk
membayangkan identitas lain. Misalnya, pekerja pria dapat
membayangkan peran supervisor wanita dan sebaliknya. Kemudian
keduanya ditempatkan dalam situasi kerja tertentu dan diminta
memberikan respon sebagaimana harapan mereka terhadap lainnya.
Pengalaman ini menciptakan empati dan toleransi lebih besar terhadap
perbedaan individula dan karenanya cara ini cocok untuk menciptakan
lingkungan kerja kondusif bagi keanekaragaman tenaga kerja.
g) Casestudy
Metode kasus adalah metode pelatihan ynag menggunakan deskripsi
tertulis dari suatu permasalahan rill yang dihadap oleh perusahaan
atau perusahaan lain. Manajemen diminta mempelajari kasus untuk
mengidentifikasi, menganalisis masalah, mengajukan solusi, memilih
solusi terbaik, dan mengimplementasikan solusi tersebut. Peranan
instruktur adalah sebagai katalis dan fasilitator. Seorang instruktur
yang baik adalah melibatkan setiap orang untuk mengambil bagian
dalam pengambilan keputusan.
h) Simulasi
Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama,
simulasi yang melibatkan simulator yang bersifat mekanik yang
mengandalkan aspek-aspek utama dalam suatu situasi kerja. Misalkan,
28
Metode pelatihan ini hampir sama dengan vestibule training, hanya saja simulator tersebut hanya sering menyediakan umpan balik yanng
bersifat instan dalam suatu kinerja. Kedua, simulasi komputer. Untuk
tujuan pelatihan, metode ini berupa games atau permainan. Para
pemain membuat suatu keputusan, dan komputer menentukan hasil
yang terjadi sesuai dengan kondisi yang telah diprogramkan dalam
komputer. Teknik ini umumnya digunakan untuk melatih para
manajer, yang mungkin tidak boleh menggunakan metode trial and
error untuk mempelajari pembuatan keputusan.
i) Belajar mandiri dan proses belajar terprogram
Materi instruksional yang direncanakan secara tepat dapat digunakan
untuk melatih para karyawan. Materi-materi ini sangat membantu
apabila para karyawan itu tersebar secara geografis (berjauhan
jaraknya) atau ketika proses belajar hanya memerlukan proses
interaksi secara singkat. Teknik belajar mandiri berkisar pada cara
manual, sampai kaset rekaman atau video. Beberapa prinsip belajar
tercakup dalam tipe pelatihan ini.
j) Praktik laboratorium
Pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan ketrampilan
interpersonal. Juga dapat digunakan untuk membangun perilaku yang
diinginkan untuk tanggung jawab pekerjaan di masa depan. Peserta
mencoba untuk meningkatkan ketrampilan hubungan manusia dengan
29
pada partisipasi, umpan balik dan repetisi. Bentuk populer dari
pelatihan ini adalah paletihan kepekaan yang mencoba meningkatkan
kepekaan seseorang terhadap perasaan orang lain.
k) Pelatihan tindakan (action learning)
Pelatihan ini terjadi dalam kelompok kecil yang berusaha mencari
solusi masalah nyata yang dihadapi oleh perusahaan, dibantu oleh
fasilitator (dari luar atau dalam perusahaan). Fokus kelompok dalam
mengatasi masalah sebagai cara untuk belajar ketika para anggota
mengeksploitasi solusi, menggaris bawahi pernyataan fasilitator
sebagai pedoman dalam kelompok, pemecahan masalah, dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan masalah.
l) Role playing
Metode pelatihan yang memadukan metode kasus dan program
pengembangan sikap. Masing-masing peserta dihadapkan pada suatu
situasi, diminta memainkan suatu peran, dan bereksi di dalam taktik
yang dijalankan oleh peserta lain. Kesuksesan metode ini tergantung
pada kemampuan memainkan peran sebaik mungkin.
m) Inbaskettechnique
Melalui metode in basket technique para peserta diberi materi yang
berisi berbagai informasi, seperti email kusus dari manajer dan daftar
telepon. Hal-hal penting dan mendesak, seperti posisi persediaan yang
menipis, komplain dari pelanggan, permintaan laporan dari atasan,
30
mengambil keputusan dan tidakan. Selanjutnya, keputusan dan
tindakan tersebut di analisis sesuai dengan derajat pentingnya
tindakan, pengalokasian waktu, kualitas keputusan, dan proiritas
pengambilan keputusan.
n) Management games
Management games menekankan pada pengembangan kemampuan
problem solving. Keuntungan dari simulasi ini adalah timbulnya
integrasi atas berbagai interaksi keputusan, kemampuan
bereksperimen melalui keputusan yang diambil, umpan balik dari
keputusan, dan persyaratan-persyaratan bahwa keputusan dibuat
dengan data-data yang tidak cukup.
o) Behavior modeling
Behavior modeling sebagai salah satu proses yang bersifat psikologis mendasar dimana pola-pola baru dari suatu perilaku dapat diperoleh,
sedangkan pola-pola yang sudah ada dapat diubah. Sifat mendasar dari
modeling adalah bahwa suatu proses belajar itu terjadi, bukan melalui
pengalaman aktual, melainkan melalui observasi atau berimajinasi
dari pengalaman orang lain. Modeling adalah suatu vicarious process
atau proses yang seolah-olah mengalami sendiri, yang merupakan
keiatan berbagai pengalaman dengan orang lain melalui proses
31
p) Outdoor oriented program
Program ini biasanya dilakukan di suatu wilayah yang terpencil
dengan melakukan kombinasi antara kemampuan diluar kantor dengan
kemampuan diruang kelas. Program ini dikenal dengan istilah outing,
seperti arum jeram, mendaki gunung, kompetisi tim, panjat tebing
dan lain-lain.
3. Evaluasi Pelatihan
Ada banyak definisi tentang evaluasi. Menurut Tyler, evaluasi adalah
proses yang menentukan sejauhmana tujuan dapat dicapai26. Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai tercapai tidaknya suatu kegiatan
dibandingkan dengan standar tujuan awalnya. Dalam konteks pelatihan
evaluasi disini berarti kegiatan mengumpulkan informasi mengenai kepuasan
peserta pelatihan, pemahaman peserta pelatihan terhadap materi yang telah
diberikan dan prestasi kerja setelah mengikuti pelatihan27. Sedangkan menurut Guba dan Lincoln menjelaskan bahwa evaluasi adalah proses untuk
menentukan sejauhmana sebuah tujuan telah dilakukan28.
Kriteria dalam evaluasi yang dapat digunakan sebagai pedoman dari
ukuran kesuksesan pelatihan ada empat macam, yaitu kriteria pendapat,
kriteria belajar, kriteria perilaku, dan kriteria hasil.
26
Herlina, 2015, Jurnal Kependidikan 14 (1) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia, hal. 43.
27
Iriani Ismail, 2010,Manajeman Sumber Daya Manusia, Lembaga Penelitian Fakultas Pertanian UNIBRAW, Malang, hal. 128.
28
32
a. Kriteria pendapat
Kriteria ini didasarkan pada pendapat peserta pelatihan mengenai progam
pelatihan yang dilakukan. Hal ini dapat diungkapkan dengan
menggunakan kuesioner mengenai pelaksanaan pelatihan. Bagaimana
pendapat peserta mengenai materi yang diberikan, pelatih, metode yang
digunakan, dan situasi pelatihan.
b. Kriteria belajar
Kriteria belajar dapat diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes
keterampilan yang mengukur skill, dan kemampuan peserta.
c. Kriteria perilaku
Kriteria pelaku dapat diperoleh dengan menggunakan tes keterampilan
kerja. Sejauhmana ada perubahan perilaku peserta sebelum pelatihan dan
setelah pelatihan.
d. Kriteria hasil
Kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil yang diperoleh seperti
menekan turnover, berkurangnya tingkat absen, meningkatkan
produktivitas, meningkatkan penjualan, dan meningkatkan kualitas kerja
dan produksi29.
C. FaktorPendukung dan Penghambat Diklat
Faktor pendukung dan penghambat diklat merupakan dua faktor yang
dapat mensukseskan sebuah diklat maupun mempersulit kegiatan diklat. Sebelum
membahas dua faktor tersebut, dapat dilihat dulu apa saja tujuan diklat. Tujuan
29
33
pendidikan dan pelatihan menurut peraturan pemerintah No. 101 Tahun 2000
tentang pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat
melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian
dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi.
2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat
persatuan dan kesatuan negara.
3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada
pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat.
4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan
tugas pemerintah umum dan pembangunan demi terwujudnya
kepemerintahan yang baik.
Dengan adanya progam pelatihan berguna untuk meningkatkan kreativitas
dan kemampuan sumber daya manusia demi tujuan organisasi tersebut. Menurut
Moekijat yang dikutip oleh Iriani Ismail mengatakan bahwa tujuan umum dari
pada pelatihan adalah30:
1. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
dengan lebih cepat dan lebih efektif.
2. Untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
secara rasional.
30
34
3. Untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kerja sama dengan
teman-teman pegawai dan pimpinan.
Aktivitas diklat dijalankan melalui proses belajar mengajar yang
melibatkan berbagai komponen yang saling dihubungkan atau berinteraksi. Untuk
maksud tersebut maka diklat perlu direncanakan dengan baik, efektif, dan efisien.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa kesiapan
kegiatan diklat adalah tersedianya suatu komponen-komponen pendukung yang
diperlukan guna melaksanakan serangkaian kegiatan belajar mengajar. Dalam hal
ini komponen yang dimaksud adalah faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan
diklat. Faktor-faktor pendukung kegiatan diklat yang dimaksud sebagai berikut31: 1. Perumusan tujuan belajar mengajar baik tujuan umum maupun tujuan
khusus sebagaimana termaktub dalam kurikulum yang telah ditetapkan.
2. Narasumber, dalam hal ini pengajar, meliputi sifat dasar dan kompetensinya.
3. Peserta diklat peranannya dalam proses belajar mengajar.
4. Pengelola diklat dalam dukungannya bagi kelancaran pelaksanaan diklat.
5. Sarana prasarana diklat untuk menunjang lancarnya persiapan dan
pelaksanaan diklat itu sendiri.
Selain faktor pendukung, perlu diperhatikan juga mengenai faktor yang
dapat menghambat diklat. Hambatan di dalam pelaksanaan progam diklat
biasanya merupakan faktor penghalang bagi organisasi dalam melaksanakan
rancangan progam pendidikan dan pelatihan. Dilihat dari segi pentingnya diklat,
hal ini sangat tidak diinginkan oleh semua pihak yang terlibat di dalam
31
35
pelaksanaannya. Menurut Malayu Hasibuan kendala-kendala dalam pelatihan dan
pengembangan meliputi32: 1. Peserta
Peserta pengembangan mempunyai latar belakang yang tidak sama atau
heterogen. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat kelancaran
pelaksanaan pelatihan dan pendidikan, karna daya tangkap, persepsi, dan
daya nalar mereka terhadap pelajaran yang diberikan berbeda.
2. Pelatih atau instruktur
Pelatih atau instruktur yang ahli dan cakap menstransfer pengetahuannya
kepada para peserta latihan dan pendidikan sulit didapat. Akibatnya, sasaran
yang diinginkan tidak tercapai.
3. Fasilitas pengembangan
Fasilitas sarana dan prasarana pengembangan yang dibutuhkan untuk latihan
dan pendidikan sangat kurang atau tidak baik.
4. Kurikulum
Kurikulum yang ditetapkan dan diajarkan kurang serasi atau menyimpang
serta tidak sistematis untuk mendukung sasaran yang diinginkan untuk
kemajuan organisasi atau perusahaan.
5. Dana pengembangan
Dana yang tersedia untuk pengembangan sangat terbatas, sehingga sering
dilakukan secara terpaksa bahkan pelatih maupun sarananya kurang
memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.
32
36
Sedangkan menurut Moekijat hambatan dalam proses pelaksanaan
pelatihan antara lain33:
1. Tidak adanya kebijakan yang luas dan komprehensif yang bersifat lengkap.
2. Tidak adanya penilaian yang dilaksanakan yang bisa dijadikan dasar
perencanaan untuk pelatihan yang berikutnya.
3. Penunjukan peserta tidak berdasarkan analisis kebutuhan.
4. Tujuan progam pelatihan tidan jelas akan kompetensi yang dicapai atau
terlalu umum.
5. Metodologi pelatihan kurang tepat alat peraga atau media pembelajaran yang
kurang memadai.
6. Bahan pelatihan banyak diadopsi dari luar negeri sehingga kadangkadang
tidak sesuai dengan kebutuhan instansi atau organisasi.
7. Kurikulum pelatihan tidak jelas.
8. Pelatih-pelatih kurang dikembangkan.
9. Pelatih-pelatih yang baik kurang tertarik pada lembaga-lembaga pelatihan
karena tidak adanya pola karir.
10. Dan suatu sistem tidak lanjut (follow-up) yang tepat tidak ada. D. Pelatihan dalam Prespektif Islam
Dari berbagai pengertian yang sudah dipaparkan diatas, bawasannya
pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses untuk mengembangkan atau
menambah pengetahuan karyawan serta meningkatkan skill keterampilan yang
dimiliki setiap individu agar lebih baik lagi untuk keberhasilan dalam mencapai
33
37
tujuan organisasi. Menurut bukunya Meldona yang dikutip oleh Sinn mengatakan
bahwa Islam memandang ilmu sebagai dasar penentuan martabat dan derajat
dalam kehidupan. Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk senantiasa
meminta tambahan ilmu. Dengan bertambahnya ilmu seseorang, maka akan
meningkatkan pengetahuan seorang muslim terhadap berbagai urusan dunia atau
agama.
Ilmu pengetahuan yang dihubungkan dengan agama akan membuat diri
individu lebih dekat dan lebih mengenal Allah SWT serta meningkatkan
kemampuan dan kompetensinya dalam menjalankan tugas pekerjaan yang
dibebankan kepadanya34. Pada Al Qur’an sudah dijelaskan bahwa manusia
diperintahkan untuk menambah wawasan atau mencari ilmu pengetahuan
sebanyak banyaknya. Karena sesungguhnya Allah SWT akan mengangkat derajat
martabat orang yang mencari ilmu, sebagaimana firman-Nya35:
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
34
Meldona, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Integratif,UIN-Malang Press, Malang , hal. 261.
35
38
(TIRMIDZI - 2570): “Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan
telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berjalan di suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga." Abu Isa berkata; 'Ini adalah hadits
hasan’.”36
Pada ayat di atas menjelaskan tentang bagaimana memberi kesempatan
untuk orang yang sedang mencari ilmu dalam suatu majelis. Dengan
bertambahnya ilmu maka seseorang akan bisa memperbaiki diri menjadi lebih
baik daripada sebelumnya. Ditambah lagi dengan hadist di atas menjelaskan
bahwa bagi siapa-siapa yang mencari ilmu di atas jalan kebenaran, maka Alloh
akan mempermudah jalan tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah sarana
maupun seseorang untuk mendampingi serta melakukan proses pembelajaran.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam segala bidang pekerjaan atau aktivitas
merupakan bentuk ilmu untuk meningkatkan suatu kinerja.
Islam mendorong umatnya untuk bersungguh-sungguh dan memuliahkan
pekerjaan. Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada makanan yang lebih baik yang
dimakan oleh seseorang daripada apa yang ia makan dari pekerjaan tangannya.
Sesungguhnya Nabi Dawud a.s. memakan makanan dari hasil kerja tangannya.
Selain itu, Islam juga mendorong untuk melakukan pendidikan dan pelatihan
terhadap semua orang dengan tujuan untuk mengembangkan kompetensi dan
36
39
kemampuan teknis karyawan dalam menunaikan tanggung jawab pekerjaannya.
Rasulullah Saw memberikan pelatihan terhadap orang yang diangkat untuk
mengurusi persoalan kaum muslimin, dan membekalinya dengan nasihat-nasihat
dan beberapa petunjuk37.
Pada salah satu surah Al-Qur’an menerangkan bahwa para rasul bukan
sekedar unggul dalam kehidupan spiritual, tetapi juga dalam keilmuan dan
keahlian lainya. Sebagai contoh, selain kekuatan fisik, Nabi adam dibekali
sejumlah pengetahuan yang luas (Al-asma’a kullaha). Nabi Nuh memiliki
keahlian kontruksi, Nabi Yusuf mempunyai bakat dalam agronomi, Nabi Daud
dalam metalurgi, dan Nabi Musa juga seorang yang kuat fisiknya. Hadist Nabi
mengatakan: “Orang mukmin yang kuat itu lebih disukai oleh Allah daripada
orang mukmin yang lemah. Bersemangatlah mencapai apa yang berguna bagimu
dan minta pertolongan kepada Allah dan jangan menjadi lemah”38. Allah
berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 28 sebagai berikut39:
Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia
dijadikan bersifat lemah”.(QS. An-Nisa’: 28)
Maksud dari ayat di atas adalah manusia pada dasarnya makhluk yang
bersifat lemah dan tidak berdaya. Sebagai makhluk yang lemah Allah menyuruh
agar selalu memperbaiki diri untuk menutupi kekurangan yang ada. Keterkaitan
dengan pekerjaan sehari-hari dalam suatu organisasi atau lembaga setiap individu
37
Meldona, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Integratif,UIN-Malang Press, Malang, hal 262.
38
Jusmaliani, 2011,Pengelolaan Sumber Daya Insani, , Bumi Aksara, Jakarta, hal. 100.
39
40
harus berusaha untuk lebih baik lagi dari sebelumnya. Adapun upaya yang bisa
dilakukan dengan mengikuti beberapa pendidikan dan pelatihan yang diadakan
oleh suatu lembaga. Sebagai contoh adalah balai Diklat.
Selain membina para sahabat melalui dakwah dengan metode presentasi
dan tanya-jawab. Rasulullah memberikan pula pembinaan melalui on the job
seperti Khalid bin Walid, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah yang pernah
mendapat penugasan sebagai komandan perang. Peranan sebagai pejabat
sementara di Madinah pernah diberikan kepada Abu Salamah, Utsman bin Affan,
dan Ali bin Abi Thalib ketika Rasulullah meninggalkan Madinah40.
Kualitas sumber daya manusia sangatlah diperlukan dalam pengelolaan
pekerjaan agar menciptakan inovasi-inovasi baru yang lebih baik. Sebagai
pendukung utama dalam mencapai tujuan organisasi, kualitas sumber daya
manusia yang memadahi harus terus dilatih. Menurut Hasan yang dikutip oleh
Jusmaliani mengatakan bahwa untuk memajukan sumber daya insani yang
berkualitas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut41:
a. Dimensi Kepribadian, yaitu dimensi yang menyangkut kemampuan untuk
menjaga integritas, termasuk sikap, tingkah laku, etika, dan moralitas.
Meningkatkan dimensi ini berarti juga memberikan pelatihan untuk
meningkatkan kualitas siddiq dan amanah.
b. Dimensi Produktivitas, yaitu menyangkut apa yang dapat dihasilkan oleh
manusia dalam hal jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
Dengan memberikan pelatihan yang ditujukan pada dimensi produktivitas,
40
Jusmaliani, 2011,Pengelolaan Sumber Daya Insani, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 108.
41
41
maka selain berbuah efisiensi dan output yang lebih baik, aspek fathonah dan
tabligh juga tersentuh.
c. Dimensi Kreativitas, yaitu menyangkut kemampuan seseorang untuk berpikir
dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian
Metode penelitian berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan penelitian
yang akan dilakukan sebagai acuan dasar. Metode penelitian akan menjadi alat
bagi peneliti dalam melakukan analisis data yang ada. Sehingga, dapat
menemukan sebuah kesimpulan dari penelitian tersebut.
Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Pelaksanaan Pelatihan dalam
Program Diklat di Tempat Kerja dan reguler di Balai Diklat Keagamaan
Surabaya”, maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut
Banister dkk, dalam Haris Herdiansyah, bahwa Inti dari penelitian kualitatif
adalah ‘’sebagai suatu metode untuk menangkap dan memberikan gambaran
terhadap suatu fenomena, sebagai metode untuk mengeksplorasi fenomena, dan
sebagai metode untuk memberikan penjelasan dari suatu fenomena yang diteliti.”
42
Dengan menggunakan metode kualitatif, maka data yang didapat akan
lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna. Karena metode kualitatif
dapat menggali data yang bersifat proses kerja, perkembangan suatu kegiatan,
deskripsi yang luas dan mendalam, perasaan, norma, sikap mental, keyakinan,
42
43
etos kerja dan budaya yang dianut oleh individu maupun kelompok orang dalam
lingkungan kerja. Sehingga, tujuan dari penelitian dapat tercapai.43
Pendekatan penelitian ini menggunakan kualitatif Grounded Theory. Menurut John W. Creswell, pengertian penelitian kualitatif Grounded Theory adalah sebagai berikut:
“Penelitian kualitatifGrounded Theorymerupakan strategi penelitian yang
didalamnya peneliti “memproduksi” teori umum dan abstrak dari suatu
proses, aksi, atau interaksi tertentu yang berasal dari pandangan-pandangan partisipan. Rancangan ini, mengharuskan peneliti untuk menjalani sejumlah tahap pengumpulan data dan penyaringan kategori-kategori atas informasi yang diperoleh. Rancangan ini memiliki dua karakteristik utama, yaitu: perbandingan yang konstan antara data dan kategori yang muncul dan pengambilan contoh secara teoritis (teoritical sampling) atas kelompok-kelompok yang berbeda untuk memaksimalkan
kesamaan dan perbedaan informasi.”44
Dalam artian, peneliti menguraikan secara mendalam bagaimana
pelaksanaan pelatihan dalam program diklat di tempat kerja dan reguler serta apa
saja faktor pendukungnya di balai diklat keagamaan Surabaya.
B. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua hal yang akan dijelaskan yaitu, pertama
mengenai objek dan kedua wilayah penelitian. Objek yang akan dituju atau
dibahas dalam penelitian ini adalah masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan
pelatihan dalam program diklat di tempat kerja dan reguler serta faktor pendukung
keberhasilan pelatihan di balai diklat keagamaan Surabaya.
Sementara itu untuk wilayah penelitiannya adalah Balai Diklat Keagamaan
Surabaya Jl. Ketintang Madya No.92, Karah, Jambangan, Kota Surabaya, Jawa
43
Sugiyono, 2014, Memahami penelitian kualitatif, Bandung, Alfabeta, hal. 181.
44
44
Timur 60232. Peneliti tertarik dengan program-program yang ada di Balai Diklat
Keagamaan Surabaya, namun peneliti lebih berfokus pada pelaksanaan pelatihan
dalam program di tempat kerja dan reguler.
C. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Untuk memperoleh data yang jelas dalam penelitian ini, peneliti berusaha
mencari informasi yang mengarah kepada penelitian. Dalam penelitian kualitatif,
peneliti harus bisa berperan sebagi instrumen penelitian, di samping juga bantuan
dari pihak yang benar-benar mengetahui tentang pendidikan dan pelatihan dalam
program di tempat kerja yang ada dalam suatu organisasi. Untuk itu, jenis dan
sumber data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil dari sumber data yang
pertama di lapangan atau sumber pertama di mana sebuah data
dihasilkan.45 Data primer ini, diperoleh dengan cara mencari jawaban atas
pertanyaan yang disajikan melalui wawancara secara langsung. Penentuan
sumber data dalam penelitian ini menggunakan teknikpurposiveyaitu dipilih
dengan pertimbangan dan tujuan tertentu atau orang yang dianggap paling
tahu tentang apa yang diharapkan dan menggunakan tekniksnowball yaitu
45
45
sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi
besar.46Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer antara lain:
1) Penyusun Bahan Siaran Dan pemberitaan
2) Seksi Administrasi
3) Seksi Diklat Tenaga Administrasi
Dalam hal ini, data yang diambil atau dihimpun adalah data tentang
pelaksanaan pelatihan dalam program di tempat kerja dan reguler
administrasi serta faktor pendukungnya di balai diklat keagamaan
Surabaya. Dengan jumlah tiga informan yang memiliki jabatan
masing-masing di balai diklat keagamaan Surabaya.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh ke dua setelah data
primer. Tidak menutup kemungkinan peneliti sulit atau tidak mendapatkan
data dari sumber primer dikarenakan ada sesuatu hal yang sifatnya sangat
pribadi. Oleh karena itu, peneliti juga menggunakan data sekunder sebagai
sarana memperoleh data. Sumber data sekunder digunakan sebagai bahan
pembanding dari data primer yang telah diperoleh.47
Data sekunder yang dihimpun dalam penelitian ini adalah, sejarah
berdirinya Balai Diklat Keagamaan, struktur kepengurusan Balai Diklat
Keagamaan, profil, majalah dan dokumen yang ada kaitannya dalam
penelitian.
46
Sugiyono, 2014, Metode penelitian kuantitatif kualitatif R&D, Bandung, Alfabeta, hal. 216-218.
47