• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penelitian Tahun 2014"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

- i -

PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN

DI MADRASAH IBTIDAIYAH UNGGULAN RIYADLUL QORI’IN MA’HAD DIROSATIL QUR’ANIYAH

AJUNG – JEMBER

LAPORAN PENELITIAN DIPA STAIN JEMBER TAHUN 2014

Oleh:

Dr. H. MUNDIR, M.Pd NIP: 1963 1103 199903 1 002

KEMENTERIAN AGAMA RI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER

(2)

- ii -

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. atas limpahan taufiq, hidayah, dan inayah-Nya laporan akhir hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad Saw., para sahabat, tabi’in, tabi’i t-tabi’in, dan melimpah kepada ummatnya, amiin.

Karya tulis ini merupakan laporan akhir hasil penelitian yang berjudul Peningkatan Mutu Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember. Judul tersebut mengindi-kasikan bahwa penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan dalam rangka mengeksplorasi berbagai hal terkait dengan Peningkatan Mutu Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember tersebut.

Banyak pihak terkait yang membantu penyelesaian penelitian ini sejak pengusulan hingga penulisan laporan akhir. Untuk itu, patut kiranya disampaikan terima kasih kepada mereka. Mereka antara lain adalah ketua STAIN Jember (sekarang Rektor IAIN Jember) ketua P3M STAIN Jember (sekarang IAIN Jember), kepala sekolah, dewan guru, karyawan, dan siswa SMP Bustanul Makmur. Semoga bantuan mereka dicatat oleh Allah sebagai amal sholeh, amiin.

Akhirnya, diharapkan hasil penelitian ini menjadi dasar dan motivator bagi peneliti dalam pengembangan keilmuan dan profesionalisme, dan juga bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga karya ini bermanfaat juga adanya. Amiin.

Jember, 06 November 2014 Peneliti

(3)

- iii -

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORITIK ... 7

A. Paradigma Pembelajaran ... 7

B. Proses Pembelajaran ... 20

C. Mutu Pembelajaran ... 25

D. Mutu Hasil Belajar ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 29

B. Subyek Penelitian ... 29

C. Kehadiran Peneliti ... 30

D. Sumber Data ... 30

E. Metode Pengumpulan Data ... 31

F. Analisis Data ... 32

G. Uji Keabsahan Temuan ... 32

H. Tahap-tahap Penelitian ... 35

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 36

(4)

- iv -

B. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Hasil Belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in

Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember ... 37

C. Upaya Guru dalam Meningkatkan Mutu Proses Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember ... 39

D. Upaya Guru dalam Meningkatkan Mutu Hasil Belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember ... 45

E. Temuan Penelitian ... 49

F. Pembahasan ... 45

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

C. Saran-saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(5)

- v -

DAFTAR TABEL

(6)
(7)

- i -

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. atas limpahan taufiq, hidayah, dan inayah-Nya laporan akhir hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad Saw., para sahabat, tabi’in, tabi’i t-tabi’in, dan melimpah kepada ummatnya, amiin.

Karya tulis ini merupakan laporan akhir hasil penelitian yang berjudul Peningkatan Mutu Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember. Judul tersebut mengindi-kasikan bahwa penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan dalam rangka mengeksplorasi berbagai hal terkait dengan Peningkatan Mutu Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember tersebut.

Banyak pihak terkait yang membantu penyelesaian penelitian ini sejak pengusulan hingga penulisan laporan akhir. Untuk itu, patut kiranya disampaikan terima kasih kepada mereka. Mereka antara lain adalah ketua STAIN Jember (sekarang Rektor IAIN Jember) ketua P3M STAIN Jember (sekarang IAIN Jember), kepala sekolah, dewan guru, karyawan, dan siswa SMP Bustanul Makmur. Semoga bantuan mereka dicatat oleh Allah sebagai amal sholeh, amiin.

Akhirnya, diharapkan hasil penelitian ini menjadi dasar dan motivator bagi peneliti dalam pengembangan keilmuan dan profesionalisme, dan juga bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga karya ini bermanfaat juga adanya. Amiin.

Jember, 06 November 2014 Peneliti

(8)

- ii -

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORITIK ... 7

A. Paradigma Pembelajaran ... 7

B. Proses Pembelajaran ... 20

C. Mutu Pembelajaran ... 25

D. Mutu Hasil Belajar ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 29

B. Subyek Penelitian ... 29

C. Kehadiran Peneliti ... 30

D. Sumber Data ... 30

E. Metode Pengumpulan Data ... 31

F. Analisis Data ... 32

G. Uji Keabsahan Temuan ... 32

H. Tahap-tahap Penelitian ... 35

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 36

(9)

- iii -

B. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Hasil Belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in

Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember ... 37

C. Upaya Guru dalam Meningkatkan Mutu Proses Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember ... 39

D. Upaya Guru dalam Meningkatkan Mutu Hasil Belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember ... 45

E. Temuan Penelitian ... 49

F. Pembahasan ... 45

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

C. Saran-saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

- iv -

DAFTAR TABEL

(11)

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. KONTEKS PENELITIAN

Ikhtiar untuk menciptakan pembelajaran yang bermutu memerlukan adanya penerapan model pembelajaran yang tepat, agar siswa dapat aktif selama proses pembelajaran bewrlangsung. Pembelajaran yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh peranan seorang guru, tetapi juga peranan siswa. Dalam realitas yang di lapangan, tidak sedikit ditemukan fakta bahwa proses pembelajaran lebih didominasi oleh proses pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher Centered Learning, CTL), sehingga siswa bersifat pasif dan tidak kreatif selama proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan masih banyaknya guru yang mengelola sistem pembelajaran secara konvensional.

Rendahnya mutu proses pembelajaran dan hasil belajar tidak terlepas dari mutu kinerja guru dalam proses pembelajaran. Kurangnya kreativitas guru dalam mengkolaborasikan model pembelajaran menjadikan suasana belajar siswa terkesan tidak menarik dan monoton. Hal ini berdampak secara langsung terhadap keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran yang akhirnya mereka merasa tidak tertarik dengan pembelajaran dengan indikasi adanya perilaku mengantuk, bosan, bermain dan menimbulkan keributan saat proses pembelajaran berlangsung.

(12)

2

2

Model Pembelajarn Kooperatif Tipe STAD dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 26 Makassar” menunjukkan adanya peningkatan mutu proses pembelajaran (motivasi belajar) dan mutu hasil belajar (rata-rata ulangan harian).1 Berikutnya adalah hasil penelitian Ganti Depari dengan judul “Pembelajaran Kooperatif Team Games Tournament dan Learning Cycle pada

Mata Pelajaran Elektronika Digital”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar antara model pembelajaran learning cycle (0,58) dengan Team games tournament (0,73) yaitu thitung= 3,69 sehingga diperoleh thitung = 3,69> ttabel(0,95)(58) = 1,676. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatifteam games tournament lebih baik dibandingkan dengan model learning cycle dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.2

Dua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar ditentukan oleh proses pembelajaran dan proses pembelajaran ditentukan oleh kinerja guru dalam pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya. Itu artinya bahwa kinerja guru harus diperhatikan lebih dahulu, di samping mutu proses pembelajaran dan hasil belajar.

Awal tahun pelajaran 2014/2015 merupakan awal tahun pelajaran yang penuh harapan bagi Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in (MIU RQ) Ma’had Dirosatil Qur’aniyah. Pada tahun ini, seluruh dewan guru yang telah bergelar sarjana, telah lulus mengikuti PLPG. Melalui PLPG dewan guru dibekali sejumlah ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan mutu pembelajaran, baik mutu proses pembelajaran maupun mutu hasil belajar. Salah satu ilmu pengetahuan tersebut adalah ilmu terkait dengan strategi pembelajaran, yaitu pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Dengan PAIKEM, guru menjadi semakin profesional dalam mengelola pembelajaran, siswa semakin aktif dan senang

1 Sulastriningsih Djumingin, Penerapan Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa melalui

Model Pembelajarn Kooperatif Tipe STAD dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 26 Makassar, (Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2009), h. 1

2 Ganti Depari, Pembelajaran Kooperatif Team Games Tournament dan Learning Cycle pada

(13)

3

3

belajar. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan mutu proses pembelajaran, dan secara teoritik akan berdampak pula pada hasil belajar.

Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in (MIU RQ), pada tahun pembelajaran 2014/2015 tengah berupaya mengkondisikan proses pembelajaran sebaik dan seoptimal mungkin dengan menerapkan strategi pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa untuk belajar yang sering disebut dengan student centered learning. Hal ini diindikasikan dengan adanya komitmen bersama antara dewan guru dengan kepala sekolah untuk berupaya membuat kelas tidak ada yang kosong dari pembelajaran pada saat-saat jam efektif.3 Apabila ada salah satu dewan guru yang berhalangan, maka diharapkan sedapat mungkin menyampaikan informasi (izin) sehari sebelumnya, agar kepala sekolah dan dewan guru yang lain dapat segera mempersiapkan tindakan perencanaan pembelajaran di hari esoknya pada kelas yang ditinggalkan oleh guru yang bersangkutan. Dengan demikian, pengkondisian belajar terhadap siswa tetap berlangsung dengan diwakili oleh dewan guru lain. Di sini, seorang guru bukan lagi merupakan satu-satunya sumber belajar, tetapi masih banyak sumber belajar yang lain di luar guru, misalnya teman sesama guru, siswa, perpustakaan, lingkungan, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan salah satu dampak dari pergeseran paradigma pembelajaran dari teacher-centered learning (TCL) ke student-centered learning (SCL). Perubahan dan pergeseran paradigma tersebut selanjutnya berdampak pada skenario (langkah-langkah, proses) pembelajaran dan akhirnya berdampak pula pada hasil belajar siswa.

Berdasarkan studi dokumentasi, ditemukan bahwa pada tahun pelajaran 2014/2015, dewan guru dan kepala sekolah MIU Riyadlul Qori’in telah berupaya meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar diawali dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan kurikulum yang berlaku; yaitu kelas 1 dan 4 telah mencoba menerapkan

(14)

4

4

kurikulum 2013, sementara kelas II, III dan V, VI masih menggunakan RPP sesuai kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).4

Nah, untuk mengetahui lebih jauh tentang berbagai upaya kepala sekolah dan guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar siswa, maka kali ini dilakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Mutu Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in

Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung –Jember”

B. FOKUS PENELITIAN

Berdasarkan konteks penelitian yang telah terdeskripsikan, fokus penelitian dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana upaya kepala madrasah dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember?

2. Bagaimana upaya kepala madrasah dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember?

3. Bagaimana upaya guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember?

4. Bagaimana upaya guru dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil

Qur’aniyah Ajung – Jember?

4 Hasil Studi Dokumentasi dalam bentuk RPP kelas I, IV, II, III, V, dan VI, Sabtu, 06 September

(15)

5

5

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan fokus penelitian, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan berbagai upaya kepala madrasah dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

2. Mendeskripsikan berbagai upaya kepala madrasah dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

3. Mendeskripsikan berbagai upaya guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

4. Mendeskripsikan berbagai upaya guru dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

D. MANFAAT/KONTRIBUSI PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut.

1. Penelitian ini mampu menemukan berbagai upaya kepala sekolah dan guru dalam rangka meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi para pemerhati pendidikan dalam rangka peningkatan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar.

(16)

6

6

(17)

7

7

BAB II

KERANGKA TEORITIK

A. PARADIGMA PEMBELAJARAN

Pembelajaran (instruction) merupakan bagian dari pendidikan (education). Pendidikan mengacu pada belajar yang tidak terbatas pada lembaga sekolah. Pendidikan dapat dilaksanakan di rumah, masyarakat, dunia kerja, dan lain-lain, sementara pembelajaran mengacu pada belajar di lembaga sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Apabila konsep pembelajaran dan pendidikan ini dikaitkan dengan paradigma, maka lahirlah konsep paradigma pembelajaran sebagai bagian dari paradigma pendidikan.

Menurut tim penyusun paradigma pendidikan nasional abad XXI, paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan memahami pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalahan tersebut (BSNP, 2010: 6).1 Dengan begitu dapat diartikan bahwa paradigma pembelajaran adalah suatu cara memandang dan memahami pembelajaran, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalahan pembelajaran tersebut.

Pergeseran paradigma pendidikan atau pembelajaran abad XXI tersebut sejatinya telah dirintis sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, yang kemudian direvisi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam SNP dijelaskan bahwa salah satu sasaran reformasi pendidikan adalah penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, yang ditandai dengan adanya pendidik yang mampu menjadi uswah (figur tauladan) dan mampu membangun kemauan,

(18)

8

8

serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan pergeseran paradigma pendidikan, dari pardigma pengajaran ke paradigma pembelajaran.2 Dengan adanya regulasi seperti tersebut di atas, muncul pertanyaan, apakah mengajar sebagai proses untuk menanamkan pengetahuan di abad teknologi saat ini masih relevan.

Setidaknya ada tiga alasan perlunya perubahan paradigma pendidikan.3 Pertama, bahwa peserta didik adalah bukan orang dewsa dalam bentuk mini (miniatur orang dewasa), tetapi mereka adalah manusia yang sedang berkembang, memiliki segenap potensi dan dalam perkembangannya memerlukan komponen eksternal. Kedua, ledakan ilmu dan teknologi mengakibatkan setiap orang tidak mungkin menguasai setiap cabang keilmuan. Ketiga, penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah-laku manusia.

Dengan perubahan paradigma tersebut, maka pembelajaran telah mengalami perubahan: dari model pembelajaran dimana guru menjadi pusat perhatian, menjadi pola pembelajaran dimana peserta didik menjadi subyek yang lebih aktif; dari pola interaksi yang hanya satu arah dimana guru berbicara dan siswa mendengar menjadi suatu model interaksi yang melibatkan seluruh panca indera; dari perspektif pembelajaran dimana setiap siswa memperoleh ilmu dan pengalaman yang sama, menjadi terjadinya akuisisi terhadap pengetahuan yang bervariasi dan beragam; dari lingkungan belajar yang monoton, menjadi suatu lingkungan yang interaktif dengan menggunakan berbagai media dan fasilitas pendidikan; dari lokasi pembelajaran yang terisolasi di kelas dan/atau laboratorium semata, menjadi tempat belajar mengajar yang bervariasi; dari alur penyampaian pengetahuan

2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Sekretarian Negara RI, 2013), h. 5

(19)

9

9

yang satu arah, menjadi pertukaran ilmu pengetahuan dan kompetensi yang multi arah; dari mekanisme pembelajaran yang pasif, menjadi sangat aktif karena terjadinya komunikasi multi arah antara seluruh peserta didik; dari mempelajari hal-hal yang bersifat faktual dan historis, menjadi aktivitas berfikir secara lateral; dari yang berbasis pengetahuan pasif untuk dihafalkan, menjadi latihan pengambilan keputusan berdasarkan ragam informasi yang diperoleh; dari pembahasan suatu materi ilmu yang bersifat reaktif, menjadi lebih terencana dan holistik; dari pembahasan kasus-kasus masa lalu yang telah terjadi dan bersifat historik serta tertutup, menjadi lebih otentik karena kontekstual; dan dari konteks kejadian yang artifisial menjadi peristiwa yang kongkrit.4

Secara visual, Depdiknas memperjelas pergeseran paradigma pada pembelajaran dan pada institusi pendidikan sebagaimana pada tabel berikut.5

Tabel 2.1

Pergeseran Paradigma Pada Proses Pembelajaran

DARI KE

1 2

Teacher centered instruction Student centered instruction

Single-sense Multisensory stimulation

Single path-progresison Multipath progression

Single media Multimedia

Isolated work Collaborative work

Information delivery Information exchange Passive learning Active/inquiry-based learn

Factual thinking Critical thinking

4 Richardus Eko Indrajit. Teknologi Informasi dan Perguruan Tinggi: Menjawab Tantangan

Pendidikan Abad Ke-21 (2011). http://issuu.com/ocwcon-sortium/docs/buku-rei-tik-perguruan tinggi-semifinal. (Online), diakses 13 Juli 2012).

5

(20)

10

10

1 2

Knowledge-based decision making Informed decision making

Reactive respon Proacvtive and planned act

Isolated Authentic

Artificial context Real-world context

Sumber data: Blue Print TIK Untuk Pendidikan, Depdiknas, 2005

Tabel 2.2

Perubahan Paradigma Pada Institusi Pendidikan

DARI KE

Studying once a life Life-long learning

Ivory towers Competitive markets

Single-mode institutions Multiple-mode institutions Broad scope institutions Profiled institutions Isolated institutions Cooperating institution Single-unit curricula Inter-unit curricula Broad basic studies Just-in-time basic studies Curricula-oriented degrees Knowledge certificates Term-oriented learning Learning on demand

Linear curricula Learning spaces

(21)

11

11

menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan; h) dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke sehala penjuru; i) dari alat tunggal menuju alat multimedia; j) dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif; k) dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan; l) dari usaha sadar tunggal menuju jamak; m) dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak; n) dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan; o) dari pemikiran faktual menuju kritis; dan p) dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.6

Perbandingan sebagaimana terdeskripsikan pada tabel di atas, menunjukkan bahwa konsep pembelajaran telah mengalami pergeseran atau perubahan makna yang berdampak pada subtansi dan implementasi di dalam kelas maupun di luar kelas. Perubahan tersebut seiring dengan perjalanan reformasi pendidikan di Indonesia, dimana dalam dunia pendidikan telah terjadi perubahan regulasi yang mendasar yaitu dengan lahirnya Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Permen Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan diperbaharui dengan Permen Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN).

Dalam SPN, pasal 1 ayat 19, disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.7 Dalam regulasi tersebut, pemerintah tidak lagi menggunakan istilah mengajar, melainkan istilah pembelajaran, dan tidak lagi menggunakan kata siswa melainkan kata peserta didik. Penggunaan istilah tersebut membawa perubahan mendasar karena pijakan filosofis antara mengajar dan pembelajaran memang berbeda. Satu berpijak pada aliran behavioristik dan yang satunya pada konstruktivistik.8

6 Tim Penyusun. 2010, Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI, (Jakarta: Badan Standar Pendidikan Nasional), h. 48-50.

7 Permen Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN), 26

8 Indrawati & Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan untuk

(22)

12

12

Aliran behavioristik lebih berfokus pada terbentuknya perilaku yang nampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran konstruktivistik lebih berfokus pada pembentukan perilaku internal yang sangat mempengaruhi perilaku yang nampak tersebut.9 Pada tataran praktis, aliran behavioristik menjelma melalui direct instruction, sebuah pendekatan pembelajaran dimana ketrampilan dasar, urutan materi, tujuan belajar, dan lingkungan belajar ditata dan dirancang secara ketat oleh guru. Sedangkan aliran konstruktivistik menjelma melalui pembelajaran non-direct instruction.10 Pembelajaran direct instruction dikenal pula dengan istilah teacher centered learning (TCL), sedangkan pembelajaran non-direct instruction dengan istilah student centered learning (SCL). Pertanyaan yang muncul adalah kapan seseorang harus mengkondisikan pembelajaran berpusat pada guru, dan kapan dia harus mengkondisikan pembelajaran berpusat pada siswa?

Mengajar (teaching) memang terkesan sebagai proses untuk menanamkan pengetahuan atau transfer of knowledge, sementara pembelajaran (instruction) adalah “Instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated.” Dengan begitu, pembelajaran adalah serangkaian kegiatan dalam rangka memfasilitasi siswa agar mereka dapat belajar.11

Pergeseran pardigma pembelajaran tersebut membawa konsekuensi atau dampak yang berbeda, baik dalam tataran perencanaan, proses, maupun hasil pembelajaran. Untuk itu perlu dipaparkan secara jelas tentang pembelajaran yang berpusat pada guru dan pembelajaran yang berpusat pada siswa.12

9 Robert E. Slavin, Educational Psychology Theory and Practice, (Boston: Allyn and Bacon, 1994), h. 152

10 Bruce Joyce. & Marsha Weil, Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, 1980), h. 295. Baca juga Richard I. Arends, Learning to Teach (6th Edition), (New York:

McGraw Hill, 2004), h. 300.

11Robert M. Gagne, Leslie J. Briggs, & Walter W. Wager, 1992. Principles of Instructional

Design, (New York: Holt, Rinerchart and Winston, 1992), h. 3

12 Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, & James D. Russel, Instructional Technology &

(23)

13

13

1. Pembelajaran Berpusat pada Guru

Pembelajaran berpusat pada guru adalah pembelajaran yang diilhami oleh pemikiran (filsafat) behavioristik. Pembelajaran ini sering direalisasikan melalui presentasi dan penjelasan (presenting and eksplaining), pembelajaran langsung (direct instruction), dan pengajaran konsep (concept teaching).13 Namun demikian, metode pembelajaran yang sering digunakan antara lain adalah ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Ketiga metode ini akan diuraikan satu persatu dengan mengacu pada pendapat Mulyani Sumantri dan Johar Permana14 dan pendapat Wina Sanjaya.15

(a) Ceramah

Metode ceramah adalah cara mengajar yang paling popular dan banyak dilakukan oleh guru. Hal ini karena metode ceramah mudah disajikan dan tidak banyak memerlukan media. Metode ceramah adalah penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan penjelasan secara lisan kepada siswa. Penggunaan metode ceramah sangat tergantung pada kemampuan guru. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran, kemampuan berbahasa, intonasi suara, penggunaan media, dan variasi gaya mengajar lainnya sangat menentukan keberhasilan metode ini.

Metode ceramah bertujuan menyampaikan materi pelajaran yang bersifat informasi, yaitu konsep, pengertian, prinsip-prinsip yang banyak dan luas serta hasil penemuan-penemuan baru yang belum terpublikasikan secara meluas. Secara lebih khusus tujuan metode ceramah adalah sebagai berikut: a) Menciptakan landasan pemikiran siswa agar dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah guru. b) Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan perting yang terdapat dalam isi pelajaran.

13 Richard I. Arends, Learning to Teach diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul

Belajar untuk Mengajar oleh: Helly Prajitno Sutjipto dan Sri Mulyantini Sudjipto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.. 259

14Mulyani Sumantri & Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Depdiknas: 1999), h. 30

(24)

14

14

c) Merangsang siswa untuk belajar mandiri dan menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pengayaan belajar. d) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan secara gamblang teori dan prakteknya. e) Sebagai langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya menjelaskan prosedur yang harus ditempuh siswa. Misalnya sebelum eksperimen siswa diberi penjelasan tentang apa-apa yang harus dilakukan oleh siswa.

(b) Tanya jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyampaian suatu pelajaran melalui interaksi dua arah dari guru kepada siswa atau dari siswa kepada guru agar diperoleh jawaban kepastian materi melalui jawaban lisan guru atau siswa. Dalam metode tanya jawab, guru dan siswa sama-sama aktif. Siswa dituntut untuk aktif agar mereka tidak tergantung pada keaktifan guru. Rasa ingin tahu anak usia SD harus ditumbuh-suburkan agar ia menjadi manusia yang kreatif. Untuk itu guru harus menguasai keterampilan bertanya dan juga harus mempunyai semangat yang tinggi didalam menciptakan situasi yang kondusif bagi terlaksananya tanya jawab yang mendidik.

(25)

15

15 (c) Metode Penugasan

Metode penugasan atau pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan cara memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar, dan kemudian hasil pelaksanaan tugas itu dilaporkan kepada guru. Tujuan penggunaan metode pemberian tugas adalah sebagai berikut: a) untuk memperdalam bahan ajar yang ada. b) untuk mengecek penguasaan siswa terhadap bahan yang telah dipelajari. c) untuk membuat siswa aktif belajar, baik secara individu maupun kelompok.

2. Pembelajaran Berpusat pada Siswa

Pembelajaran berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang diilhami oleh pemikiran (filsafat) konstruktivistik. Pembelajaran ini sering disebut dengan pembelajaran tidak langsung, pembelajaran inovatif, atau pembelajaran interaktif. Sejumlah pembelajaran yang termasuk ke dalam pembelajaran tersebut adalah pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kooperatif, pembelajaran contextual teaching and learning.16 Timothy J. Newby menambahkan bahwa terdapat sejumlah metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran tidak langsung, seperti metode cooperative learning, discovery, problem solving, games, simulation, discussion, drill and practice, tutorial, demonstration, dan presentation.17

Pembelajaran tidak langsung, inovatif, atau interaktif sebagaimana dipapakan di atas, sejatinya tidak saja berkaitan dengan strategi atau metode mengajar, tetapi secara umum bersentuhan dengan pembelajaran sejak perencanaan, proses pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran. Oleh karena itu, Hisyam Zaini merekomendasikan bahwa pembelajaran

16 Junaidi, Husniyatus Salamah, Supardi, Zainal Abidin, Mukhlison, dan Mustamin, Strategi

Pembelajaran, Edisi Pertama, (Surabaya: Learning Assistance Program for Islamic Schools

(LAPIS), 2008), 6-13.

17 Timothy J. Newby, Donald R. Stepich, James D. Lehman, & James D. Russell, Instructional

(26)

16

16

tidak langsung, inovatif, atau interaktif secara makro dapat diwujudkan melalui perancangan pembelajaran (desain pembelajaran) yang terdiri atas: course outline atau Satuan Acara Perkuliahan untuk satu semester, dan lesson plan atau rencana pengajaran dalam setiap kali tatap muka. Course outline mencakup 4 desain, yaitu: a) desain materi pembelajaran, baik yang disajikan berupa peta konsep (concept map), maupun berupa daftar sejumlah topik yang diagendakan dalam suatu jadwal tatap-muka (time line); b) desain tujuan pembelajaran (learning objectives); c) desain strategi pembelajaran; dan d) desain evaluasi pembelajaran.18

Dari sejumlah strategi pembelajaran atau metode mengajar di atas, yang sering digunakan adalah strategi pembelajaran inkuiri dan diskoveri, pembelajaran kooperatif, pembelajaran contextual teaching and learning, diskusi, dan demonstrasi.19

(a) Pembelajaran Inkuiri dan Diskoveri

Pembelajaran inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru bukan memberikan materi pembelajaran untuk dihafalkan, melainkan merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

Belajar merupakan proses mental seseorang menuju perkembangan intelektual, mental emosional, dan kemampuan individu yang utuh. Langkah-langkah sistematis dalam metode inkuiri adalah(1) merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan, (5) membuat kesimpulan.20

18 Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani, Amin Djamaluddin, & Rifqi Rosyad,

Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi ..., 35

19 Hasil wawancara dengan kepala sekolah, hari Senin, 08 September 2014.

(27)

17

17

Pembelajaran diskoveri merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek penemuan dan pengalaman langsung. Pembalajaran diskoveri lebih mengutamakan proses dari pada hasil belajar. Ada beberapa langkah dalam pembelajaran diskoveri yaitu (1) adanya masalah yang akan dipecahkan, (2) sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik, (3) konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh peserta didik melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas, (4) harus tersedia alat dan bahan yang diperlukan, (5) susunan kelas diatur dengan baik sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran peserta didik dalam proses pembelajaran, (6) guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan data, dan (7) guru harus memberikan jawaban dengan cepat dan tepat dengan data dan informasi yang diperlukan peserta didik.21

Pada pembelajaran diskoveri bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk jadi, tetapi dalam bentuk setengah jadi atau bahkan seperempat jadi, bahan ajar disajikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau masalah-masalah yang harus dipecahkan. Pada pembelajaran diskoveri jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak hanya satu, atau ada kemungkinan jawaban yang diberikan masih berupa hipotesis yang perlu pembuktian.

(b) Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari dua sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dan kelompok tergantung pada kemampuan dan

(28)

18

18

aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.22

Siswa yang belajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung oleh teman sebaya. Karena pembelajaran kooperatif berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat yaitu “getting better together” atau “meraih yang lebih baik secara bersama-sama.23

(c) Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru dalam proses pembelajaran dengan mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan motivasi peserta didik yang membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dan tenaga kerja. CTL juga merupakan suatu reaksi terhadap suatu teori yang pada dasarnya behavioristik yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Pendekatan CTL mengakui bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kompleks dan banyak fase yang berlangsung jauh melampaui drill-oriented dan motodologi stimulus-response.24

Pembelajaran CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengaitkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang stumilisasi. Pembelajaran kontekstual yang kita terapkan dalam pembelajaran di desain dengan melibatk an siswa mengalami dan menerapkan apa yang sedang kita ajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan

22 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), 202.

23 Etin Solihatin & Raharjo, Cooperative Learning, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 4-5. 24 Junaidi, Husniyatus Salamah, Supardi, Zainal Abidin, Mukhlison, dan Mustamin, Strategi

(29)

19

19

peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dan tenaga kerja. Jadi dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memiliki hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya.

Pembelajaran CTL memiliki tujuh indikator, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi -tujuan, pengarahan -petunjuk, rambu -rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partis ipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (review, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif -objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).

(d) Metode diskusi

Metode diskusi dapat diartikan sebagai jalan untuk memecahkan suatu permasalahan yang memerlukan beberapa jawaban alternatif yang dapat mendekati kebenaran dalam proses pembelajaran (PBM). Metode ini bila digunakan dalam PBM akan dapat merangsang murid untuk berpikir sistematis, logis, kritis, dan bersikap demokratis dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk memecahkan sebuah masalah. Walaupun begitu, metode ini tidak selalu tepat digunakan pada setiap pelajaran, karena metode ini juga memiliki nilai positif dan negatif. Oleh karena itu, pendidik hendaknya mampu menggunakan metode ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang kondusif.25

25 Kamsinah, Metode Dalam Proses Pembelajaran: Studi Tentang Ragam dan Implementasinya.

(30)

20

20 (e) Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan dan mempertunjukkan pada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan. Metode Demonstrasi biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan atau prosedur yang dilakukan misalnya: proses mengerjakan sesuatu, proses menggunakan sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, atau untuk mengetahui/melihat kebenaran sesuatu. Metode demonstrasi digunakan dengan tujuan mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus dikuasai oleh siswa; mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada siswa; dan mengembangkan kemampuan pengamatan kepada para siswa secara bersama-sama.

Metode demonstrasi merupakan salah satu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu dengan jalan mende-monstrasikannya terlebih dahulu kepada siswa. Metode ini dapat menghilangkan verbalisme sehingga siswa akan semakin memahami materi pelajaran. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar metode ini dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dengan kata lain, materi yang didemonstrasikan perlu ditindak-lanjuti oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari maupun dengan latihan yang kontinyu sehingga siswa tidak lupa dengan materi tersebut.26

B. PROSES PEMBELAJARAN

Pergeseran paradigma pembelajaran mengamanatkan adanya proses pembelajaran yang benar-benar memberdayakan, mengeksplorasi kreatifitas siswa selama mengikuti pembelajaran dan inovatif (menyenangkan). Hal ini merupakan amanat yang harus dilaksanakan, sebagaimana ditegaskan dalam

(31)

21

21

Permen Nomor 32 Tahun 2013, pasal 19, ayat (1) dinyatakan bahwa: proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Model pembelajaran sebagaimana diamanatkan di atas sering disebut istilah PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), atau PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.27

Dengan penerapan PAIKEM diharapkan proses pembelajaran benar-benar invoatif dan dapat menimbulkan atau meningkatkan aktivitas siswa, kretivitas, efektivitas serta tidak membosankan bagi siswa. PAIKEM merupakan akronim atau singkatan dari pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sebaik mungkin sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan inovatif, dimaksudkan dalam pembelajarannya muncul ide-ide baru atau inovasi-inovasi baru.

Sebagai pembimbing, guru memerlukan kompetensi untuk melaksanakan empat hal berikut.

a) Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai.

b) Guru harus melihat keterlibatan siswa dalam pembelajaran. c) Guru harus memaknai kegiatan belajar.

d) Guru harus melaksanakan penilaian. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru memegang berbagai jenis peran yang mau tidak mau harus dilaksanakan sebaik-baiknya.28

27 Ismail SM., Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem: Pembelajaran Aktif,

Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), 46

28 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

(32)

22

22

Mengajarkan bukan semata-mata persoalan menceritakan, belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi kedalam benak siswa. Yang bisa membuahkan hasil belajar hanyalah kegiatan belajar aktif dan inovatif.29 Berbagai cara yang menjadikan siswa aktif dan inovatif sejak awal adalah sebagai berikut.

a) Pembentukan tim: membantu siswa lebih mengenal satu sama lain atau menciptakan semangat kerjasama dan dan saling ketergantungan.

b) Penilaian serentak: mempelajari tentang sikap, pengetahuan dan pengalaman siswa.

c) Pelibatan belajar secara langsung: menciptakan minat awalterhadap pelajaran.30

Peran aktif dan inovatif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk keentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Orang kreatif lahir dilengkapi kekuatan untuk membayangkan beberapa kemungkinan diluar yang bisa dibayangkan oleh orang biasa dan melihat hal-hal yang tidak dilihat orang kebanyakan.

Berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Berpikir kreatif yang menumbuhkan ketekuanan, kedisiplinan diri, dan perhatian penuh, meliputi aktivitas mental sebagai berikut.

a) Mengajukan pertanyaan.

b) Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka.

c) Membangun keterkaitan, khususnya diantara hal-hal yang berbeda.

29 Melvin L, Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Penerbit Nusa Media dengan Penerbit Nuansa, 2004), iv.

(33)

23

23

d) Menghubungkan berbagai hal dengan jelas.

e) Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda.

f) Mendengarkan intuisi.31

Dalam hal yang paling penting, bahwa kreatif muncul dari diri sendiri. Katakanlah pada diri anda bahwa terdapat kesempatan untuk berpikir secara kreatif dalam setiap situasi, lalu upayakanlah untuk melakukannya. Hal ini mungkin akan merasa menegangkan pada mulanya, akan tetapi akan menjadi terbiasa bila dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang.32

Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar

“Learning Will Be Efective If They Get Flow, Fun, and Enjoy”. Supaya suasana kelas menyenangkan dan tidak tegang, guru dalam mengajar harus diselingi dengan humor. Semisal ketika guru menyampaikan materi dengan hemat, anda diusahakan untuk menabung dicelengan. Tapi jangan lupa! “waktu kecil bobol celengan, udah gede jangan bobol bank ya?”33

Model pembelajaran PAIKEM merupakan salah satu model pembelajaran yang ideal. Dengan model PAIKEM, siswa dapat menemukan ide-ide sendiri selama proses pembelajaran berlangsung dengan pendekatan lingkungan sekitar. Begitu pula guru mampu menemukan ide-ide segar dan menarik yang dilengkapi dengan contoh praktis untuk diterapkan dalam pembelajaran. Pemahaman mengenai PAIKEM ini diharapkan dapat membantu guru memfasilitasi pembelajaran siswa dengan lebih bermakna.

Inti dari PAIKEM terletak pada kemampuan guru untuk memilih strategi dan metode pembelajaran yang inovatif. Strategi pembelajaran yang

31 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar

Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Penerbit MLC, 2007), 215.

32 Bobbi De Pirter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan

Menyenangkan, (Bandung: Penerbit PT Mizan Pustaka, 2005), 338.

33 Nurul Arifah, Implementasi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif Dan Menyenangkan

(34)

24

24

dapat membuat peserta didik aktif adalah strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik (student centered learning). Dalam penerapan strategi pembelajaran ini, guru berperan sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi peserta didik untuk belajar. Pengetahuan diperoleh peserta didik berdasarkan pengalamannya sendiri, bukan ditransfer pengetahuan dari guru.34

Pembelajaran yang menyenangkan dapat terjadi apabila hubungan interpersonal antara guru dan peserta didik berlangsung baik. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan. Dalam konsep PAIKEM, pembelajaran yang menyenangkan dapat dicapai karena peserta didik aktif selama proses pembelajaran. Selain itu, motivasi belajar juga memiliki andil yang tinggi terhadap suasana senang belajar. Supaya motivasi belajar tetap tinggi, guru perlu memberikan umpan balik terhadap hasil belajar yang telah dicapai atau tugas yang telah diselesaikan oleh peserta didik.

Sejatinya, meskipun yang diharapkan pertama dan utama adalah keaktifan dan kreatifitas siswa, namun sebenarnya guru pun dituntut untuk aktif dan kreatif. Agar pembelajaran model ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sudah tentu guru harus melakukan perencanaan pembelajaran dengan baik, melaksanakannya, dan akhirnya mengevaluasinya.

Perencanaan dimaksud adalah penyusunan perangkat pembelajaran yang diperlukan selama proses pembelajaran berlangsung. Perangkat pembelajaran dapat berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi, media pembelajaran, dan buku ajar siswa.35

34 Endang Mulyatiningsih. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan

(PAIKEM). (Depok: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2010), 4

35 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Prenada Media

(35)

25

25

C. MUTU PEMBELAJARAN

Memang, salah satu permasalahan pendidikan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan.36 Mutu (mutu pendidikan) merupakan perpaduan sifat-sifat produk (lulusan, dan jasa layanan) yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan (siswa, wali siswa, pemerintah, dan masyarakat) secara langsung maupun tidak langsung, tersurat maupun tersirat, masa kini dan masa yang akan datang.37 Kesesuaian sifat-sifat produk atau hasil layanan jasa dalam pendidikan dengan kebutuhan para pelanggan merupakan acuan relatif untuk mengukur tingkat kualitas suatu usaha atau kegiatan. Dalam konteks pendidikan dan pembelajaran, semakin sesuai antara kebutuhan pelanggan dengan jasa layanan pendidikan dan pembelajaran, maka semakin tinggi tingkat mutu pendidikan dan pembelajaran tersebut. Jasa layanan diawali dari proses penerimaan siswa baru (input), pembelajaran (process), hingga keluaran (output dan outcome).

Sejalan dengan adanya arus peningkatan pengelolaan pendidikan yang mencakup peningkatan relevansi, iklim akademik (academic atmosphere), komitmen kelembagaan (institutional commitment), efisiensi, dan keberlanjutan (sustainability),38 maka peningkatan mutu pembelajaran memperoleh tempat yang amat penting. Peningkatan mutu pembelajaran di sekolah merupakan perwujudan yang mendukung upaya perbaikan pengelolaan pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilihat dari kualitas perilaku pembelajaran guru (teacher’s behavior), perilaku belajar

36 Veitzal Rivai dan Syilviana Murni, Education Management: Anaisis Teori dan Praktik (Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada, 2009), h. 139

37 Daulat P. Tampubolon, Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen Pendidikan

Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke-21 (Jakarta: PT Gramedia, 2001), h. 108.

(36)

26

26

siswa (student’s behavior), iklim pembelajaran (learning climate), materi pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem pembelajaran di sekolah.39

Mutu perilaku pembelajaran guru dapat dilihat dari kinerjanya. Beberapa indikator kualitas perilaku pembelajaran guru dapat dicermati antara lain pada: (1) Kemampuan guru dalam membangun perspepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar; (2) Penguasaan ilmu yang luas dan mendalam serta mampu memilih, menata, mengemas, dan menyajikan materi sesuai kebutuhan siswa; (3) Kemampuan memahami keunikan setiap siswa dengan segenap kelebihan dan kekurangannya; (4) Kemampuan memahami lingkungan keluarga, sosial budaya, dan kemajemukan masyarakat tempat kehidupan siswa; (5) Kemampuan mengelola pembelajaran yang mendidik berorientasi pada siswa yang tercermin dalam kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembalajaran secara dinamis untuk membentuk kompetensi siswa; (6) Kemampuan mengembangkan kepribadian dan keprofesionalan secara berkelanjutan.

Kualitas perilaku dan dampak belajar siswa dapat dilihat dari kemampuan mereka. Antara lain: (1) Kemampuan memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar; (2) Kemampuan mengintegrasikan pengetahuan dengan ketrampilan; (3) Kemampuan memperluas dan memperdalam pengetahuan dan ketrampilan yang telah diperoleh; (4) Kemampuan menerapkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya secara bermakna; (5) Kemampuan membangun kebiasaan berfikir, bersikap, dan bekerja produktif.

Mutu Iklim belajar mencakup: (1) Kondisi suasana kelas yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan pembelajaran yang produktif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; (2) Adanya keteladanan, prakarsa, dan kreativitas yang dilakukan guru sebagai model. Mutu materi pembela jaran dapat diketahui dengan indikator antara lain: (1) Adanya kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang harus dikuasai siswa; (2)

(37)

27

27

Adanya keseimbangan keluasan dan kedalaman materi dengan jumlah waktu yang dirancang; (3) Penyajian di laksanakan secara sistematis dan kontekstual; (4) Mampu memberikan peluang bagi siswa untuk belajar aktif secara maksimal. Mutu media pembelajaran ditandai dengan ciri -ciri antara lain: (1) Mampu mewujudkan pengalaman belajar bermakna bagi siswa; (2) Mampu menfasilitasi terjadinya interaksi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, dan guru dengan guru; (3) Mampu memperkaya pengalaman belajar bagi siswa; (5) Mampu mengubah suasana belajar dari pasif menjadi aktif.

Mutu pembelajaran di sekolah ditandai dengan ciri-ciri antara lain: (1) Sekolah mampu menonjolkan ciri khasnya sebagai sekolah yang memiliki keunggulan; (2) Sekolah selalu responsif terhadap berbagai tantangan internal dan eksternal; (3) Memiliki perencanaan yang matang dan strategis dakam bentuk rencana strategis dan rencana operasional sekolah; (4) Adanya semangat perubahan dari warga sekolah melalui berbagai aktivitas pengembangan; (5) Adanya mekanisme pengendalian mutu dan penjaminan mutu sekolah.

D. MUTU HASIL BELAJAR

Hasil pembelajaran dapat pula disebut dengan prestasi belajar, yaitu hasil yang diperoleh peserta didik setelah atau selama mengikuti proses pembelajaran yang telah dapat diciptakan, atau hasil pekerjaan dan hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Hasil pembelajaran adalah hasil yang diperolehnya setelah ia melakukan belajar. Belajar dimaksud adalah proses internal yang dialami peserta didik saat ia berinteraksi dengan diri sendiri, sesama peserta didik, guru, lingkungan, atau sumber belajar dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tercapainya tujuan tersebut diindikasikan dengan adanya perubahan yang relatif tatap pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(38)

28

28

terjadi merupakan akibat dari proses pembelajaran pada peserta didik. Proses yang dimaksud adalah aktivitas yang dilakukan individu dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pencapaian tujuan pembelajaran itu kemudian dapat dinyatakan sebagai hasil belajar. Hasil belajar dengan begitu merupakan perubahan sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.40 Lalu seperti apa hasil belajar yang bermutu?

Hasil belajar yang bermutu adalah hasil belajar yang dapat memuaskan semua pihak sebagai pelanggan, yang dalam hal ini adalah siswa, wali siswa, pemerintah dan masyarakat. Dalam realisasinya, mutu hasil belajar distandarisasi melalui tujuan dan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan.

(39)

29

29

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, dipaparkan tentang pendekatan dan jenis penelitian, subyek penelitian, kehadiran peneliti, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, uji keabsahan data dan tahapan-tahapan penelitian.

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan dengan pertimbangan bahwa penelitian ini dilakukan pada latar alamiah, menggunakan manusia sebagai instrumen utama, dan lebih mementingkan proses daripada hasil.1 Studi kasus dipilih dengan pertimbangan penelitian dapat dilakukan secara fleksibel (lentur) sesuai temuan di lapangan, dan memungkinkan adanya upaya menetapkan karakteristik yang holistik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini menghasilkan data berupa kata-kata atau kalimat tertulis maupun lisan dari subyek terteliti dan perilaku yang diamati. Dengan demikian laporan penelitian ini pun berisi sejumlah data yang telah terkumpul melalui metode wawancara, metode observasi, maupun metode dokumenter.

B. SUBYEK PENELITIAN

Penelitian ini mengambil lokasi di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan

(MIU) Riyadlul Qori’in Ajung Jember. Hal ini dilakukan dengan

pertimbangan bahwa di Lembaga pendidikan ini, kepala sekolah dan dewan guru sedang giat-giatnya melakukan peningkatan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar.

Subyek penelitian kali ini adalah kepala MIU Riyadlul Qori’in (Slamet Widiyanto, S.Pd.I), dewan guru (Hj. Tartimatus Sholihah, S.Ag, Siti Lailatul Khusnah, S.HI, Siti Nur Rohmah, S.Pd.I. Nurul Mutmainah, S.Pd.I,

1 Bogdan, R. dan Biklen, S.K. 1992. Qualitataive Research for Education: An Instroduction to

(40)

30

30

Mutasarirul Musahali, S.Pd.I, M. Shoiful Muchlis, Lc,), dan tata usaha yang merangkap sebagai guru yaitu Andy Purnomo.

Sejumlah subyek penelitian tersebut ditentukan dengan teknik purposive sampling. Artinya mereka dipilih dengan pertimbangan mereka lebih banyak memiliki informasi terkait dengan upaya peningkatan mutu pembelajaran, baik dari aspek proses pembelajaran maupun hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

C. KEHADIRAN PENELITI

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama yaitu sebagai pelaksana, pengamat, dan sekaligus sebagai pengumpul data tanpa bantuan orang lain. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif memang cukup rumit. Peneliti berperan sekaligus sebagai perencana, pengumpul, penganalisis, serta penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya.2

Dengan kata lain, kehadiran peneliti disamping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting dalam seluruh kegiatan penelitian ini. Karena kedalaman serta ketajaman analisis data tergantung pada peneliti. Peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan instrumen utama di samping instrumen yang lain. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di sini sengaja diinformasikan kepada pihak-pihak terteliti (subyek penelitian) dalam rangka membangun komunikasi intensif dengan mereka. Dengan demikian, data yang diperlukan terkait dengan fokus penelitian dapat terkumpul secara maksimal.

D. SUMBER DATA

Data yang dikumpulkan berasal dari sejumlah subyek penelitian yang telah ditentukan dengan teknik purposive sampling. Mereka adalah kepala sekolah, dewan guru, dan tata usaha (TU). Data yang dikumpulkan meliputi

(41)

31

31

data tentang upaya peningkatan mutu pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah

Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

Upaya tersebut dipilah menjadi 4 bagian, yaitu a) upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, b) upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, c) upaya guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, dan d) upaya guru dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi metode angket terbuka, observasi non-partisipan, wawancara semi terstruktur, dan metode dokumenter. Dengan metode angket terbuka, diperoleh data tentang upaya kepala madrasah dan dewan guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Dengan metode observasi non-partisipan, diperoleh data tentang berbagai peristiwa sebagai berikut.

1. Rapat koordinasi bulanan yang dilakukan setiap hari sabtu pada minggu pertama awal bulan.

2. Proses pembelajaran.

3. Proses pengembangan diri (kegiatan ekstra kurikuler) pada setiap hari Sabtu.

4. Kegiatan Baca Tulis Qur’an (BTQ) dan Tilawah setiap hari Selasa, Rabu

dan Kamis

5. Sholat dhuha setiap hari, kecuali hari Jumat.

(42)

32

32

Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, b) upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, c) upaya guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had

Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, dan d) upaya guru dalam meningkatkan

mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

Dengan metode dokumenter diperoleh data tentang berbagai dokumen yang relevan dengan judul penelitian sebagai berikut.

1. Jadwal rapat koordinasi dan koordinasi bulanan yang dilakukan setiap hari sabtu minggu pertama.

2. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

3. Jadwal pengembangan diri (kegiatan ekstra kurikuler) pada setiap hari Sabtu.

4. Jadwal kegiatan Baca Tulis Qur’an (BTQ) dan Tilawah setiap hari Selasa,

Rabu dan Kamis

F. ANALISIS DATA

Teknik Analisis data (kualitatif) penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif model interaktif. Teknik ini terdiri atas pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.3

G. UJI KEABSAHAN DATA

Uji keabsahan data dilakukan dalam rangka meyakinkan pembaca bahwa temuan penelitian ini adalah berkenaan dengan a) upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, b) upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung –

(43)

33

33

Jember, c) upaya guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, dan d) upaya guru dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

. Dengan demikian, jika penelitian ini diulang kembali, akan menghasilkan temuan dan kesimpulan yang sama atau mendekati sama. Bahkan lebih dari itu, temuan penelitian ini benar-benar berdasarkan apa yang ditemukan di lapangan, bukan karena bias, motivasi, kepentingan, dan perspektif peneliti.

Untuk menyelesaikan permasahan tersebut, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan, di antaranya adalah sejumlah strategi yang ditawarkan oleh Lincoln dan Guba berikut. 4

1. Menunjukkan kredibilitas dengan cara sebagai berikut.

a. Memperpanjang keterlibatan di lapangan. Peneliti berupaya melibatkan diri melalui observasi di lapangan selama 4 bulan, yaitu bulan Juli 2014 sampai dengan bulan Oktober 2014 Tahun Akademik 2014/2015. b. Melakukan pengamatan terfokus. Peneliti melakukan observasi

non-partisipan terfokus pada upaya peningkatan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh kepala Madasah dan dewan guru.

c. Triangulasi. Triangulasi dapat dilakukan dari aspek sumber, metode, peneliti, maupun teori). Dalam hal ini, peneliti melakukan triangulasi sumber.

2. Membuat transferabilitas (thick description).

Seluruh peristiwa yang memiliki keterkaitan dengan a) upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, b) upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil

(44)

34

34

Qur’aniyah Ajung – Jember, c) upaya guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember, dan d) upaya guru dalam meningkatkan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Riyadlul Qori’in Ma’had Dirosatil Qur’aniyah Ajung – Jember.

3. Dependabilitas (penjelasan tentang adanya perubahan metode).

Untuk point ini, peneliti tidak melakukannya. Karena peneliti tidak melakukan perubahan metode dalam penelitian.

4. Konfirmabilitas (audit kesesuaian hasil analisis data dengan data mentah, audit interpretasi dengan informan atau subyek terteliti).

Audit ini dilakukan dengan 2 (dua) teknik, yaitu teknik pengecekan anggota (member check) dan teknik Focus Group Discussion (FGD). a. Teknik pengecekan anggota (member check) dilakukan dengan cara

menunjukkan data/informasi hasil wawancara yang telah tertulis dalam transkrip wawancara atau catatan lapangan kepada informan. informan disilahkan untuk mengomentari dengan kata setuju atau tidak setuju, atau menambah informasi penting lain yang belum terrekam. Komentar dan informasi tambahan ini dijadikan bahan untuk melakukan revisi terhadap transkrip wawancara atau catatan lapangan. Teknik ini dilakukan setelah hasil wawancara dan ringkasan kontak selesai ditulis. b. Teknik FGD dilakukan dengan sejumlah subyek terteliti dalam rangka audit kesesuaian analisa dengan data mentah, kebenaran interpretasi, temuan penelitian, dan makna yang terungkap.

(45)

35

35

H. TAHAP-TAHAP PENELITIAN

Tahap penelitian dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu tahap pra lapangan, tahap di lapangan, dan tahap pelaporan. Tahap pra lapangan berisi sejumlah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian, yaitu: identifikasi masalah, penentuan masalah, penyusunan proposal, seminar proposal, revisi proposal, dan pengurusan ijin penelitian dari lembaga STAIN Jember. Tahap di lapangan berisi sejumlah kegiatan yang dilakukan di tengah-tengah lokasi penelitian, yaitu: pemberian ijin penelitian dari lembaga STAIN Jember kepada lembaga tempat penelitian (MIU Riyadlul Qori’in), pengumpulan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan.

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2

Referensi

Dokumen terkait

a) Persepsi, merupakan hasil pengamatan unsur lingkungan yang dikaitkan dengan proses pemaknaan. Individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan

2 Produk memberi kesan yang baik untuk private label Carrefour diri saya dari orang lain.. 3 Produk dapat meningkatkan penilaian atas private label Carrefour diri

Selain pebelajar anak usia dini bisa memperoleh pengalaman belajar, juga konsep yang lebih kuat dalam menggunakan warna serta obyek gambar berfitur multimedia dan

Intensitas cahaya yang terlalu tinggi atau terlalu rendah mengakibatkan objek citra menjadi tidak tampak oleh mata, oleh karena itu perkembangan zaman telah

pelajaran gerak dasar lari dan lompat dikarenakan proses pembelajaran tidak menggunakan media dan model pembelajaran yang menarik bahkan siswa masih banyak yang berkeliaran

Agar dapat mengetahui pokok berita dengan mudah, hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut, kecuali ….. menentukan pokok berita atau berita utama

Informasi yang anda berikan merupakan bantuan yang sangat berarti dalam menyelesaikan penelitian ini.. Atas bantuan dan perhatiannya saya ucapkan

melawan kejahatan terhadap manusia ini adalah melalui Protocol Againts The Smuggling of Migrants by Land, Sea and Air, Supplementing the United Nations Convention