LAPORAN
TEKNIS
TEMATIK
TAHUN
2012
Tim Penyusun:
Rr. Widhya Yusi Samirahayu, SE., MT
Dr. Purwoko Adhi
Yadi Radiansah, ST
Lisdiani
PUSAT PENELITIAN ELEKTRONIKA DAN TELEKOMUNIKASI
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
KATA
PENGANTAR
Program Tematik tahun 2012 di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi
(PPET) terdiri dari 5 kegiatan, yang terbagi dalam tiga bidang yaitu Telekomunikasi,
Elektronika, dan Bahan dan Komponen Mikroelektronika.
Laporan Teknis ini disusun oleh masing‐masing tim peneliti kegiatan yang
bersangkutan, dan hanya menampilkan hasil‐hasil yang dicapai selama tahun 2012. Oleh
karena itu, laporan ini tidak bersifat akumulatif walaupun beberapa kegiatan telah
memasuki tahap akhir. Akan tetapi, laporan ini tetap diharapkan bisa memberikan
manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat pada umumnya.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, baik secara
substansi maupun format penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa kami
harapkan guna perbaikan kualitas laporan teknis PPET dimasa yang akan datang.
Bandung, Januari 2013
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi
Kepala,
Dr. Hiskia
NIP. 19650615 199103 1 006
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Pemanfaatan
dan
Pemasangan
RADAR
Pengawas
Pantai
Dr. Mashury
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian : Pemanfaatan dan Pemasangan Radar
Pengawas Pantai (Surveillance Radar)
2. Kegiatan Prioritas : Informatika dan Telekomunikasi
3. Peneliti Utama :
Ka. Pusat Peneltian Elektronika
dan Telekomunikasi ‐ LIPI
Peneliti Utama
ABSTRAK
Rancang bangun sebuah prototip Radar Pengawas Pantai (Coastal Surveillance Radar)
yang dinamakan ISRA (Indonesian Surveillance Radar) akan dilakukan dalam penelitian ini. Setelah dilakukan rancang bangun, maka akan dilakukan pengetesan Radar ISRA didalam laboratorium dan di lapangan yang berdekatan dengan wilayah pantai. Setelah dilakukan
perbaikan kinerja berdasarkan hasil pengetesan, akan dilakukan pengujian bersama/oleh
pihak‐pihak pengguna (user) Radar didalam negeri. Setelah itu, dilakukan instalasi Radar ISRA di salah satu pelabuhan yang disetujui oleh Ditjen Hubla Kemenhub. Semua Radar Pengawas Pantai ISRA ini yang telah dibuat diharapkan dapat terkoneksi dalam suatu
jaringan sehingga bisa dimonitor secara jarak jauh dari Jakarta atau Bandung.
Pemanfaatan dan pemasangan Radar ISRA ini akan membantu pemerintah dalam
pengawasan wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena
Indonesia memiliki panjang pantai lebih dari 80.000 km. Tindakan ilegal diwilayah
perairan NKRI dapat dikurangi melalui pengawasan menggunakan Radar ISRA ini.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pengamanan dan pengawasan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dengan 2/3 wilayah terdiri dari lautan akan
memerlukan aparat dan peralatan yang berjumlah sangat besar. Indonesia juga
merupakan salah satu negara dengan panjang pantai terbesar didunia yaitu lebih dari
80.000 Km. Pada kenyataannya, kemampuan TNI‐AL dan POLRI untuk mengawasi wilayah
RI sangat terbatas sehingga wilayah perairan Indonesia rawan akan pencurian ikan,
pelanggaran wilayah oleh kapal‐kapal asing, pembajakan kapal laut dan penyelundupan.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah dalam mengawasi
dan mengamankan wilayah adalah dengan menggunakan Radar Pengawas Pantai untuk
mengawasi pergerakan kapal laut sehingga dapat dicegah tindakan‐tindakan yang dapat
merugikan NKRI dan juga tabrakan kapal apabila hendak merapat ke pelabuhan.
Pemasangan Radar Pengawas Pantai daya besar (high power) di kapal atau dipinggir
daratan (sekitar pantai) dapat digunakan untuk mengawasi wilayah laut yang luas sampai
beberapa puluh mil laut. Gambar 1 memperlihatkan contoh Radar Pengawas Pantai dan
Berdasarkan uraian diatas maka penggunaan Radar sangat penting untuk
pengawasan dan pengamanan wilayah perairan NKRI. Kemandirian bangsa dalam
pembuatan Radar akan sangat membantu dalam penyediaan Radar didalam negeri. Hal
ini didukung oleh kenyataan bahwa kondisi perekonomian bangsa yang sedang terpuruk
ini tidak memungkinkan pemerintah untuk membeli peralatan Radar dari luar negeri yang
umumnya bernilai sangat mahal (dari U$100.000 sampai dengan jutaan U$ dollar). Hal ini
ditambah dengan sulitnya mekanisme pembelian Radar yang sifatnya strategis dibidang
pertahanan dan keamanan.
Puslit Elektronika dan Telekomunikasi LIPI telah membuat satu prototip Radar
Pengawas Pantai pada tahun 2009. Diharapkan pada tahun 2010, akan selesai prototip ke
2 yang merupakan prototip versi komersial/produksi. Gambar 2 memperlihatkan desain
grafis dari bentuk system antena Radar (tampak depan dan belakang). Hasil perakitan
perangkat keras dan enam belas (16) antena modul ditunjukkan pada Gambar 3. Radome
atau bungkus luar dari system antena untuk melindungi terhadap cuaca dan pengaruh
lingkungan diperlihatkan pada Gambar 4.
Ilustrasi pemakaian Radar pengawas pantai untuk pengawasan wilayah perairan
sekitar Selat Sunda ditunjukkan pada Gambar 5. Diasumsikan ada tiga buah Radar yang
terhubung melalui satu jaringan. Dalam gambar ini, daerah jangkauan Radar ditentukan
oleh kemampuan daya pancar, ketinggian menara dan polarisasi dari antena [1, 2, 3, 4].
Penggunaan jaringan Radar Pengawas Pantai memungkinkan lalu lintas kapal disekitar
Selat Sunda dan yang menuju atau dari Pelabuhan Tanjung Priok dapat diamati.
Blok diagram Radar frequency modulated‐continuous wave (FM‐CW) yang
digunakan pada prototip Radar PPET‐LIPI diperlihatkan pada Gambar 6 [1, 4]. Sistem
Radar FM‐CW ini terbagi atas dua bagian utama yaitu transmitter (pemancar) dan receiver
(penerima). Hasil deteksi Radar akan ditampilkan oleh Display unit yang mengolah
sinyal/data yang diterima dari bagian Receiver menjadi suatu gambar yang dapat
diinterpretasikan dengan mudah oleh pengguna [5, 6, 7‐18]. Pengolahan sinyal Radar ini
dilakukan oleh sebuah komputer yang berkemampuan tinggi sehingga semua proses
kemajuan teknologi Radar, peranan perangkat lunak untuk pengolahan sinyal menjadi
semakin penting (vital) [5, 6, 7‐18]. Tampilan dari Radar akan disesuaikan dengan
kelaziman yang berlaku pada Radar Pengawas Pantai yang telah dijual dipasaran, yaitu
antara lain mengikuti regulasi International Maritime Organization (IMO) dan
menampilkan parameter‐parameter penting dari Radar sebagai informasi untuk
pengguna. Terdapat dua antena yang masing‐masing digunakan untuk memancarkan
sinyal Radar ke obyek yang ingin diamati dan untuk menerima sinyal Radar yang
dipantulkan oleh obyek. Antenna control yang berfungsi untuk mengatur agar gerakan
antenna sesuai dengan tampilan dilayar dari Display unit. Pembangkit frekuensi
(frequency generator) berfungsi untuk membangkitkan sinyal sweep, memberikan input
sinyal osilator (local oscillator) frekuensi rendah dan tinggi ke bagian pemancar dan
penerima, serta menghasilkan sinyal dengan frekuensi referensi.
Gambar 1. Radar maritim di tepi pantai.
Gambar 3. Bagian depan (kiri) dan belakang (kanan) sistem antena yang telah dirakit.
Gambar 5. Illustrasi jangkauan Radar untuk Selat Sunda.
Gambar 6. Blok Diagram Sistem Radar FM‐CW.
Standar‐standar yang ada saat ini untuk Radar Maritim (termasuk Radar Pengawas
Pantai) adalah:
•
Standard Performance Radar Kapal: sesuai Resolution IMO A.477(XII).•
Standards Performance for Automatic Radar Plotting AIDs (ARPAs): sesuai ResolutionIMO A.823 (19).
Selat Sunda
Pembangkit Frekuensi (Frequency Generator)
Pemancar (TX)
Penerima (RX)
Antena TX
Antena RX
Personal Computer +
•
Standard Performance untuk VTS: Recommendations IALA V‐128 on Operational andTechnical Performance Requirements for VTS Requirements.
Berdasarkan standar diatas, maka prototip Radar ISRA terutama prototip II yang
merupakan versi komersial harus dapat memenuhi semua standar‐standar yang ada.
Maka pengetesan Radar ISRA dilakukan mengikuti ketentuan didalam standar tersebut
dan ketentuan yang di‐inginkan oleh user. Apabila semua standar sudah dipenuhi, maka
Radar ISRA layak mendapatkan sertifikasi. Akan ada serangkaian pengetesan yang
dilakukan secara intensif dengan Dislitbang TNI‐AL dan Direktorat Kenavigasian Ditjen
Hubla, Dephub.
Dikarenakan Radar ISRA menggunakan frekuensi Radio, maka dalam aplikasinya
harus mendapatkan sertifikasi POSTEL yang menyatakan bahwa Radar ISRA layak
digunakan dan tidak mengganggu peralatan Radio lainnya. Selain itu, karena Radar ISRA
merupakan produk Nasional maka perlu mendapatkan persetujuan dari Badan
Standarisasi Nasional dalam bentuk SNI (standar nasional Indonesia).
Pada penelitian Radar tahun 2012 ini dan pada tahun‐tahun selanjutnya, akan
dilakukan rancang bangun Radar sesuai dengan prototip II Radar ISRA. Setelah itu
dilakukan pengetesan, sertifikasi, pemanfaatan dan pemasangan pada tempat‐tempat
tertentu digaris pantai yang berdekatan dengan wilayah perairan strategis. Kemudian,
Radar‐Radar yang sudah terpasang ini akan dihubungkan melalui suatu jaringan sehingga
dapat dimonitor dan dikendalikan dari jarak jauh.
Spesifikasi Radar yang akan dibuat pada tahun 2012 adalah:
• Principle: FMCW (Frequency‐Modulated Continuous Wave).
• Software: IMO Standards + ECDIS* (* optional)
• Transmitter:
Frequency sweep: 4 MHz, 8 MHz, 16 MHz, 32 MHz, 64 MHz (or 48
MHz).
Selected range: 24 NM, 12 NM, 6 NM, 3 NM, 1,5 NM. The
maximum radar range is set to be 24 NM, larger than 27 km (the
predetermined distance from the radar to the horizon) to give a
possibility for detecting tall ships located several kilometers beyond
the horizon.
Sweep repetition frequency: 1,5 kHz.
Output power: 2 Watt.
• Receiver / processor:
IF bandwidth: 60 MHz.
Number of range cells: 512.
Range cells: 48 meter, 24 meter, 12 meter, 6 meter, 3 meter
PC‐based processor.
Standard PC display.
• Antenna:
Microstrip patch arrays antenna with rectangular patch elements.
Antenna with flares for reducing vertical beamwidth.
Modular system
Dual antenna configuration for transmit and receive.
Horizontal beamwidth: ~ 2 Degree.
Vertical beamwidth: ~ 10 Degree.
Rotational speed: 10 rpm max.
a. Perumusan Masalah
• Melakukan rancang bangun Radar Pengawas Pantai (coastal surveillance
Radar).
• Pemanfaatan dan pemasangan Radar Pengawas Pantai.
c. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan perancangan dan implementasi dari
Radar Pengawas pantai ISRA yang akan dipasang dan dimanfaatkan untuk memonitor
wilayah perairan strategis di wilayah NKRI. Prototip Radar Pengawas Pantai ini juga akan
dites secara keseluruhan dalam rangka mendapatkan sertifikasi dari lembaga‐lembaga
yang berwenang. Serangkaian tes akan dilakukan yang melibatkan pihak pengguna seperti
TNI‐AL, dan Direktorat Kenavigasian Ditjen Hubla Dephub.
Sasaran kegiatan penelitian ini pada tahun 2012 adalah perangkat lunak
(software) untuk pengolahan sinyal dan jaringan Radar, modul‐modul perangkat keras,
sistem antena Radar, sistem mekanik Radar, pengetesan modul‐modul yang sudah dibuat
dan mendapatkan sertifikasi dari lembaga‐lembaga yang berwenang di Indonesia yang
menyatakan bahwa Radar pantai layak digunakan oleh pemakai dan memenuhi standar‐
standar yang ada. Satu standar operational procedure (SOP) dari pengetesan dan
pengujian Radar dapat dihasilkan melalui kegiatan ini.
d. Kerangka Analitik
Kerangka analitik yang digunakan adalah Radar Pengawas Pantai memiliki
penggunaan yang strategis terutama untuk Negara Kepulauan seperti Indonesia. Rancang
bangun Radar Pengawas Pantai dengan harga terjangkau, kandungan lokal tinggi,
ditentukan oleh IMO dan disertifikasi oleh lembaga berwenang merupakan satu
tantangan untuk para peneliti Tim Radar ISRA di PPET‐LIPI. Tim Radar di PPET‐LIPI telah
memiliki pengalaman sebelumnya melalui pembuatan prototip I dan II Radar ISRA.
Selanjutnya Radar Pengawas Pantai ini akan dipasang dan dimanfaatkan untuk memantau
wilayah perairan strategis di Indonesia. Satu standar operational procedure (SOP) yang
baku dari pengetesan dan pengujian Radar harus dibuat.
e. Hipotesis
Penelitian ini bersifat terapan sehingga hipotesa yang bisa dibangun adalah
apakah hasil desain Radar pantai dapat direalisasikan dan menunjukkan kinerja sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Serta dapat memenuhi semua persyaratan yang
tercantum dalam standar‐standar didunia maritim.
I. Metodologi
Dalam kegiatan penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah:
• Rancang bangun perangkat lunak pengolah sinyal Radar dan jaringan Radar
• Pembuatan perangkat keras Radar pantai
• Pengujian dan pengetesan Radar pantai
• Evaluasi dan Perbaikan
• Seminar dan Publikasi
II. Jadwal Kegiatan 2012
Bulan No. Tahapan Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Rancang Bangun Perangkat
Lunak Radar
2. Pembuatan Perangkat Keras
Radar
3. Pengujian Perangkat Keras
dan Lunak Radar
4. Sertifikasi Radar ISRA
5. Evaluasi dan Perbaikan
6. Publikasi Ilmiah
Gambar 8. Dudukan motor dan antena Radar.
Gambar 9. Sistem mekanik keseluruhan Radar.
• Berikut Gambar Kemajuan Mekanikal Antena X band
Gambar 10. Sistem antena tampak depan
Gambar 12. Sistem antena tampak Samping
Gambar 13. Sistem antena untuk pengarah
Gambar 14. Dudukan Antena
Gambar 15. Sistem motor antena tampak bawah
Gambar 16. Sistem motor antena tampak samping
Variabel Hasil Pengukuran
VSWR (9,4 GHz) 1,270
S11 (9,4 GHz) ‐18,485 dB
Impedansi (9,4 GHz) 40,788 Ω
Rang. Frekuensi (VSWR 1,5) 9,3235 GHz s/d 9,47625 GHz
Antena 7
BW 152,75 MHz
VSWR (9,4 GHz) 1,178
S11 (9,4 GHz) ‐21,709 dB
Impedansi (9,4 GHz) 44,428 Ω
Rang. Frekuensi (VSWR 1,5) 9,31175 GHz s/d 9,4905 GHz
Antena 8
BW 178,75 MHz
Dari hasil pengukuran didapat, spesifikasi sesuai dengan yang diharapan, dengan VSWR dibawah 1,5 dan lebar bandwidth di atas 60 MHz serta impedansi yang mendekati 50 Ω.
A. Antena 1
Dari gambar di atas, didapatkan nilai VSWR pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 1,205
Dari gambar di atas, didapatkan nilai S11 pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar ‐20,603 dB
Dari gambar di atas, didapatkan Impedansi pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 41,485 Ω
B. Antena 2
Dari gambar di atas, didapatkan nilai VSWR pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 1,206
Dari gambar di atas, didapatkan nilai S11 pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar ‐20,559 dB
Dari gambar di atas, didapatkan Impedansi pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 41,989 Ω
C. Antena 3
Dari gambar di atas, didapatkan nilai VSWR pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 1,165
Dari gambar di atas, didapatkan nilai S11 pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar ‐22,337 dB
Dari gambar di atas, didapatkan Impedansi pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 43,462 Ω
D. Antena 4
Dari gambar di atas, didapatkan nilai VSWR pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 1,171
Dari gambar di atas, didapatkan nilai S11 pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar ‐22,057 dB
Dari gambar di atas, didapatkan Impedansi pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 42,631 Ω
E. Antena 5
Dari gambar di atas, didapatkan nilai VSWR pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 1,168
Dari gambar di atas, didapatkan nilai S11 pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar ‐22,201 dB
Dari gambar di atas, didapatkan Impedansi pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 43,242 Ω
F. Antena 6
Dari gambar di atas, didapatkan nilai VSWR pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 1,197
Dari gambar di atas, didapatkan nilai S11 pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar ‐20,911 dB
Dari gambar di atas, didapatkan Impedansi pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 43,112
G. Antena 7
Dari gambar di atas, didapatkan nilai VSWR pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 1,270
Dari gambar di atas, didapatkan nilai S11 pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar ‐18,485 dB
H. Antena 8
Dari gambar di atas, didapatkan nilai VSWR pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 1,178
Dari gambar di atas, didapatkan nilai S11 pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar ‐21,709 dB
Dari gambar di atas, didapatkan Impedansi pada Frekuensi 9,4 GHz, sebesar 44,428 Ω
III. Rencana Selanjutnya (tahap IV)
Rencana kegiatan selanjutnya sampai dengan akhir tahun 2012 adalah:
• Penyelesaian sertifikasi TKDN (tingkat komponen dalam negeri) dan kelaikan dari
Dislitbang TNI‐AL
• Pembuatan/realisasi sistem mekanik antena.
• Perakitan dan pengetesan perangkat keras.
• Pemasangan modul2 antena.
• Pemasangan motor penggerak Radar.
• Pembuatan perangkat lunak (software).
• Pemasangan aksesoris termasuk power supply.
• Pengetesan dan setting antena.
• Integrasi software dan hardware.
• Pengetesan keseluruhan baik di laboratorium dan di lapangan.
IV. Kendala dan permasalahan
• Pemesanan komponen memakan waktu lama terutama yang dari USA (hampir 4
bulan).
• Keharusan lelang sehingga menghambat delivery dari komponen‐komponen impor.
Prosedur pengadaan ini mengakibatkan sebagian anggota tim Radar ‘menganggur’
karena menunggu datang‐nya komponen impor.
• Perlu tambahan SDM terutama untuk bidang software karena mengingat
banyaknya pekerjaan terkait Radar.
• Peralatan ukur untuk tes dilapangan masih terbatas seperti handheld spectrum
analyser dan signal generator.
• Perlu kerjasama kemitraan dimasa depan utk pemasangan Radar di daerah2
supaya bisa dimanfaatkan oleh pemerintahan daerah (PEMDA) tingkat I dan II.
Telah disampaikan laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan litbang DIPA Tematik
dengan judul pemanfaatan dan pemasangan Radar pengawas pantai yang merupakan
kegiatan dengan satuan biaya khusus pada tahun 2012. Output utama dari kegiatan
ini adalah satu prototip Radar yang seharusnya dapat dipasang disuatu tempat
tertentu yang berdekatan dengan garis pantai dengan bekerjasama dengan mitra
Industri (PT. INTI) dan PEMDA. Kegiatan perakitan, integrasi dan pengetesan akan
dilakukan pada pertengahan tahun sampai akhir tahun 2012.
VI. Referensi
1. M.I. Skolnik, ’Radar Handbook’, McGraw‐Hill, 1990.
2. M.I. Skolnik, ’Introduction to Radar Systems’, McGraw‐Hill, 2002.
3. S. Kingsley and S. Quegan, ’Understanding Radar Systems’, CHIPS.
4. Leo P. Ligthart, ’Short Course on Radar Technologies’, International
Research Centre for Telecommunications‐transmission and Radar, TU Delft,
September 2005.
5. Mark Richards, ’Radar Signal Processing’, McGraw‐Hill, 2005.
6. Bassem R. Mahafza, ‘Radar Systems Analysis and Design Using MATLAB’,
Chapman & Hall, 2005.
7. Mashury Wahab dan Pamungkas Daud, ‘Image Processing Algorithm for
FM‐CW Radar’, TSSA/WSSA Conference 2006, ITB Bandung, 2006.
8. Mashury, ‘Development of Radar Image Processing Algorithm’, Information
and Communication Technology Seminar 2006, ITS Surabaya, 2006.
9. Mashury Wahab, Pamungkas Daud, Yuyu Wahyu, Yusuf Nur Wijayanto.
“Radar Trainer System for LIPI FM‐CW Radar Network”, ICICI 2007,
Bandung.
10. Mashury Wahab, ‘Penggunaan UAIS dan Radar pengawasan pantai untuk
monitoring wilayah perairan indonesia’, Seminar Radar nasional 2007,
Jakarta.
11. Yusuf Nur Wijayanto, Dadin Mahmuddin, and Mashury Wahab
“Perancangan Sistem LFM‐Chirp Radar menggunakan Matlab untuk
Menentukan Posisi Target”, IES‐EEPIS‐ITS 2007, Surabaya.
12. Mashury, Yuyu Wahyu, A. Adya Pramudita, and Pamungkas Daud, “Coupled
Patch Array Antenna For Surveillance Radar”, International Conference
TSSA 2007, Bandung, 2007.
13. Mashury Wahab and Yuyu Wahyu, “Patch Array Antenna For FM‐CW
14. Mashury Wahab, Pamungkas Daud, Yuyu Wahyu, Yusuf Nur Wijayanto,
“Radar Trainer System for LIPI FM‐CW Radar Network”, International
Conference ICICI 2007, Bandung, 2007.
15. Mashury, Yusuf N. W., Pamungkas D., Dadin M., Djohar S., “ A Data
Processing Scheme For LIPI Coastal Surveillance Radar”, International
Conference on Telecommunications (ICTEL) 2008, Bandung.
16. Mashury Wahab, Sulistyaningsih and Yusuf Nur Wijayanto, “Radar Cross
Section For Object Detection Of FM‐CW Coastal Surveillance Radar”,
Electrical Power, Electronics, Communications, Control and Information
Seminar (EECCIS) 2008, Malang.
17. Mashury, Dadin Mahmudin dan Yusuf Nur Wijayanto, “ Rancang Bangun
Perangkat Lunak Citra Radar”, Seminar Radar Nasional 2008, Jakarta.
18. Mashury Wahab, Pamungkas Daud, Yuyu Wahyu, dan Rustini S. Kayatmo,
“Rancang Bangun Radar Pengawasan Pantai INDRA II Di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (PPET) LIPI”, Seminar Radar Nasional 2008, Jakarta.
Penulis: Octa Heriana dan Sulistyaningsih
Results of analysis showed that the coordinates position, distance, direction, and speed of the object can be determined by this method with a fast computation.
Penulis: Taufiqqurrachman and Hana Arisesa
Afiliasi : PPET‐LIPI
Abstract
This paper presents analysis and design narrowband two‐way Conventional
Wilkinson power. The design employyed common lumped element that much fine tuning capasitor components.
approximately similar to the required specifications.
Keywords: bpf, bandwidth, intersion loss, vswr, dB/octave.
improving the reference antenna’s dimensional performance, in order to ease the detection process in the field. The Octahedral antenna is used as the reference
antenna. The method used was by optimizing each part of the antenna
dimension using 3D software which operates at frequency domain. The studies done includes: minimizing the antenna diameter, determining the transition angle on antenna’s arms, placing the resistors, determining the length of antenna’s arm Coastal Surveillance Radar
Penulis: Sulistyaningsih dan Mashury Wahab
Afiliasi : PPET‐LIPI trihedral. During filed experiments LIPI coastal surveillance radar using trihedral reflector. The reflector can be used on a very wide frequency range. Front view of the RCS calibrator using a trihedral with dimensions. The long and short sides are 91.5 cm and 64.5 cm long, respectively. Determination of the relevant dimension for the RCS specifications.RCS calibration for the radar is a very important aspect for the accurate estimation of target information.
Keywords: Radar Cross Section, RCS, trihedral reflector, calibration, radar.
Keywords : bpf, bandwidth, insertion loss, vswr, dB/octave
7. Judul : Perancangan Antena Array Microstrip Planar Untuk Radar S‐Band
Penulis: Yuyu Wahyu, Folin Oktafiani, Yussi Perdana Saputera, dan Mashury
Wahab band. Antena yang dirancang adalah antenna mikrostrip yang disusun secara array
8x4 dengan jumlah keseluruhan 64 modul antenna yang bertujuan untuk
mempersempit beamwidth dan memperbesar gain antenna. Bahan yang
Pembuatan
Magnet
Barium
Ferit
Bonded
Hybrid
untuk
Aplikasi
Generator
Nanang Sudrajat, ST
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian : Pembuatan Magnet Barium Ferit Nano
Partikel Bonded Hybrid untuk Aplikasi
Generator
Ka. Pusat Peneltian Elektronika
dan Telekomunikasi ‐ LIPI
Peneliti Utama
ABSTRAK
Magnet Barium Ferit nanopartikel bonded hybrid yang akan dibuat pada penelitian tahun
kedua, merupakan pengembangan pembuatan magnet barium ferit sinter. Fokus
penelitian pada tahun ini adalah fabrikasi pembuatan prototipe magnet Barium Ferit nano partikel bonded hybrid dan percobaan coating dalam tahap finishing dan diaplikasikan
sebagai komponen elektronika terutama pada sebuah generator dengan tetap
memperbaiki karakteristik magnet yang akan dihasilkan.
Magnet bonded hybrid merupakan penggabungan dua bahan magnet permanen yaitu
serbuk barium ferit dan serbuk NdFeB pada komposisi tertentu yang dibonded dengan
bahan termoplastic (bakelit atau plastik). Tujuan dari penggabungan kedua magnet
permanen tersebut adalah untuk meningkatkan temperatur operasi, temperatur curie,
ketahanan korosi dan meningkatkan sifat magnet dengan harga yang tidak terlalu tinggi.
Metoda proses yang akan digunakan adalah solgel untuk mendapatkan serbuk magnet
barium ferit dan teknologi metalurgi serbuk untuk pencampuran dengan NdFeB dengan
tahapan mixing, milling, cetak panas dan magnetisasi sehingga menghasilkan magnet
permanen bonded hybrid. Magnet ini akan dikarakterisasi dan dianalisa sifat magnetnya
dengan Permagraph dan Gaussmeter dan ukuran/struktur partikel dengan SEM.
Kata kunci : barium ferit nanopartikel, metoda sol gel, magnet bonded hybrid, NdFeB, permanen magnet generator, energi alternatif.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan komponen magnet permanen di Indonesia cukup tinggi, hal ini disebabkan
karena mulai tumbuhnya industri kecil dan UKM yang mulai merakit sendiri peralatan
elektronika. Sampai saat ini kebutuhan magnet tersebut selalu diimpor dari manca
negara. Untuk itu maka dilakukan penelitian pembuatan magnet permanen Barium Ferit
Nanopartikel. Dan untuk memenuhi kebutuhan magnet dengan kekuatan yang besar
maka dilakukan penggabungan (Hybrid) dengan NdFeB, sedangkan untuk
penyederhanaan proses maka dilakukan proses bonded.
Pemilihan penelitian terhadap magnet Barium Ferit disebabkan karena magnet ini
memiliki kestabilan kimia yang baik, tahan korosi, memiliki suhu curie yang tinggi dan
murah. Pembuatan ukuran partikel nano diharapkan dapat meningkatkan karakteristik
mengurangi cacat kristal dan memiliki domain tunggal yang akan mempermudah proses
magnetisasi.
Perkembangan material magnet permanen sangat cepat dan bervariasi, yang diikuti
dengan peningkatan energi produk (BH)max yang dihasilkan, material magnet saat ini yang
memiliki energi produk paling tinggi adalah Neodymium Iron Boron (NdFeB). Namun
demikian setiap material magnet tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing‐
masing.
Saat ini, kebutuhan akan material magnet untuk generator magnet permanen di
Indonesia maupun di dunia mulai diperlukan seiring dengan mulai banyaknya lembaga
penelitian dan personal yang mulai meneliti dan membuat generator. Data dari penjualan
magnet dari tahun ke tahun semakin meningkat khususnya untuk aplikasi energi, salah
satunya untuk generator listrik wind energy seperti yang dilaporkan oleh asosiasi
penjualan magnet terbesar dunia arnoldmagnetics yang secara grafik diperlihatkan pada
gambar 1.
Gambar 1. Data kebutuhan magnet untuk aplikasi [1]
Untuk Indonesia kebutuhan magnet tersebut selalu diimpor dari luar negeri dengan harga
ini dapat menjadi solusi bagi penelitian khususnya penelitian yang berhubungan dengan
aplikasi‐aplikasi magnet.
Dalam satu rangkaian generator dapat memerlukan magnet permanen 12 buah atau
bahkan lebih yang akan dipasang pada rotor yang merupakan bagian utama dari
Dahulu, generator magnet permanen komersial yang ada di pasaran sering menggunakan
magnet ferit sebagai penghasil medan magnet. Namun, kini mulai menggunakan magnet
menggunakan magnet Barium Ferit buatan PPET‐LIPI, akan tetapi masih ada kendala yang
dihadapi, yaitu karena kuat medan yang dimiliki magnet ferit masih rendah (700 Gauss),
maka efisiensi yang dihasilkan generator juga rendah dan belum maksimal. Meskipun saat
ini magnet ferit buatan PPET‐LIPI sudah mempunyai kekuatan magnet 1000 Gauss, tetapi
masih dianggap kecil untuk sebuah generator. Namun magnet ini memiliki keunggulan
seperti; tahan korosi, temperatur curie tinggi, stabil dan murah [5].
Kemudian penelitian di Telimek dilanjutkan dengan menggunakan magnet NdFeB, dimana
magnet ini memiliki energi produk yang sangat tinggi. Akan tetapi muncul kendala lain
yang dihadapi yaitu karena memiliki energi yang sangat tinggi 10.000 sampai dengan
12.000 Gauss, maka membutuhkan torsi awal yang lebih besar. Selain itu magnet NdFeB
memiliki kekurangan mempunyai temperatur operasi rendah yaitu 80 – 200oC,
temperatur curie rendah, mudah korosi, harus import dan mahal [6].
Untuk mengatasi kendala ini dan untuk membantu penelitian pembuatan generator di
Indonesia akan ketersediaan magnet permanen, maka pada penelitian ini akan dicoba
menggabungkan serbuk magnet permanen Barium Ferit dan serbuk magnet permanen
NdFeB komersial dengan teknologi serbuk, untuk menghasilkan Permanent Hybrid
Bonded Magnet [7] dengan karakteristik yang baru yaitu diatas 1500 Gauss.
1.2. Perumusan Masalah
Untuk menghasilkan prototipe magnet hybrid yang dapat diaplikasikan pada generator
low speed untuk pembangkit listrik, maka penelitian dirumuskan pada beberapa langkah
sebagai berikut;
- Untuk menghasilkan magnet bonded hybrid dengan karakteristik magnet sekitar
1500 Gauss, maka proses pencampuran serbuk Barium Ferit nano partikel hasil
metode sol gel dan serbuk NdFeB dengan teknologi metalurgi serbuk sangat
menentukan dan tahap ini adalah merupakan inti dari penelitian. Untuk itu maka akan
divariasikan komposisi campuran, polimer material untuk proses bonded yang
digunakan dan variasi waktu dan temperatur hot press.
- Untuk mengetahui hasil kinerja magnet yang dihasilkan, maka akan diuji cobakan
pada prototipe generator dengan menggunakan sebuah stator komersil untuk
generator.
1.3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan :
o Menunjang program pemerintah dalam penyediaan energi alternatif
o Penguasaan teknologi pembuatan magnet permanen bonded hybrid
o Mengembangkan penelitian material magnet permanen di PPET‐LIPI.
Sasaran :
o Dapat membuat magnet permanen dengan kuat medan di atas 1500 Gauss yang
dapat diaplikasikan pada generator low rpm untuk menghasilkan energi listrik
skala kecil.
1.4. Kerangka Analitik
Sampel magnet yang dihasilkan pada penelitian ini, akan diukur dimensi dan
densitas dengan menghitung dimensi dan volume sample, dianalisa dengan Permagraph
untuk mengetahui sifat magnet seperti ; Induksi Remanen, Br (kG), Koersifitas, Hc (kOe),
Kuat Medan Maksimum, BHmax (MGOe), dan yang terakhir diujicobakan pada prototype
generator
1.5. Hipotesis
Dari penelitian pembuatan magnet barium ferit bonded hybrid ini akan dihasilkan suatu
magnet permanen yang memiliki karakteristik magnet dengan nilai Br > 2,00 – 4,00 kG, Hc
= 0,1 – 2 kOe, BHmax = 0,1 – 2 MGOe dan densitas 4 ‐5 g cm‐3.
II. METODOLOGI
Metodologi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai
berikut :
‐ Studi literatur
‐ Pengadaaan bahan
‐ Penyiapan peralatan
‐ Percobaan pembuatan magnet Barium ferit
‐ Karakterisasi magnet hasil percobaan
‐ Pembuatan Sampel magnet.
2.1. Studi Literatur
Kegiatan pada tahap ini adalah mencari dan mengumpulkan informasi baik itu yang
bersifat teoritis maupun praktis melalui buku‐buku, handbook dan internet, yang dapat
digunakan sebagai bahan acuan dan referensi dalam penelitian.
2.2. Pengadaan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
− Besi Nitrat, Fe(NO3)3.9H2O
− Barium Nitrat, Ba(NO3)2
− Amonium Hidroksida, NH4OH 25 %
− Polivinyl Alkohol, PVA
− Citric Acid, C6H8O7.H2O
− Pasir Besi
− Barium Carbonat
− Calcium Oxide
− Silicon Oxide
− Serbuk NdFeB MQP dan MQEP
− Alkohol Teknis
2.3. Penyiapan Peralatan
Sebagian besar peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tersedia di
Laboratorium magnet PPET‐LIPI, hanya SEM dan XRD masih ketergantungan terhadap
instansi lain. Peralatan yang digunakan adalah :
1. Permagraph : Alat untuk mengkarakterisasi sifat magnet, seperti ; Induksi Remanen,
Br (kG), Kuat Medan maksimum, BHmax (MGOe) dan Koersifitas, Hc (kOe).
Gambar 3. Permagraph
2. Mesin Kompaksi dan Solenoida : Untuk proses kompaksi serbuk magnet barium
sudah ditempatkan di dalam dies dicetak dengan mesin kompaksi dengan tekanan
tertentu.
Gambar 4. Mesin Kompaksi
3. Pengering : Untuk melakukan proses pengeringan pada temperatur 100 dan 200oC.
Gambar 5. Alat pengering
4. Furnace : Digunakan untuk proses kalsinasi dan sintering
Gambar 6. Furnace Thermoline (Temp. ± 1700oC)
5. Cetakan / Dies : Cetakan untuk membentuk produk magnet yang dihasilkan.
Gambar 7. Cetakan / Dies
6. Power Supply / hotplate magnetic stirrer : untuk proses pelapisan nikel pada
Gambar 8. Alat Elektroplating
7. Impuls Magnetiser : Alat untuk menyearahkan momen magnet.
Gambar 9. Impuls Magnetiser Magnet Physik
7. Gauss Meter : digunakan untuk mengukur densitas medan magnet
Gambar 10. Gauss Meter
a. Proses metalurgi serbuk pembuatan magnet barium ferit
Komposisi kimia yang dipakai sesuai dengan magnet acuan dengan rumus kimia , BaO.
6Fe2O3 Bahan‐bahan yang digunakan seperti Fe2O3 (dari pasir besi), CaO, SiO2, BaCO3, PVA
dan alkohol sama seperti percobaan terdahulu.
Serbuk pasir besi disiapkan dengan waktu milling yaitu 25 jam. Serbuk pasir besi yang
telah halus, dicampurkan dengan BaCO3, kemudian ditimbang sesuai komposisinya.
Kemudian dicampur dalam Jar Mill dan digiling selama 6 jam dalam kondisi 40 % padatan
Gambar 11 Diagram Alir Percobaan
Penentuan Komposisi
Metalurgi Serbuk
Drying/autocombustion
Karakterisasi
- Sifat
magnet,densitas
Serbuk Barium Ferit Milling
Pengeringan & Kalsinasi
Finishing + Coating
NdFeB Plastik, Bakelit atau
Mixing/Milling
Kompaksi
dan 60 % Alkohol. Hasilnya dikeringkan didalam oven pengering pada temperatur ±100 oC
maksudnya untuk menghilangkan alkohol, kemudian hasil pengeringan yang menggumpal
dihaluskan kembali dengan mortar agate.
Serbuk campuran dikalsinasi dalam tungku muffle furnace dengan laju pemanasan
10oC/menit sampai temperatur 500oC ditahan selama 30 menit. Pemanasan dilakukan
pada temperatur 1200oC dengan laju pemanasan 10oC/menit dan ditahan selama 3 jam,
kemudian pemanasan turun sampai 475oC dengan laju 40oC/menit.
Hasil kalsinasi berbentuk gumpalan sehingga perlu digiling kembali dengan menambahkan
zat aditif yaitu CaO 0,75% dan SiO2 0,60% dari berat kalsin. Kemudian digiling selama 16
jam dengan kondisi 40% padatan dan 60% alkohol. Pada waktu 8 jam sebelum
berakhirnya penggilingan ditambahkan lagi PVA sebanyak 1,5% dari berat kalsin. Setelah
kering dihaluskan kembali dengan mortar agate atau digiling secara kering dan disaring
hingga lolos 400 mesh.
b. Pembuatan Magnet Bonded
Proses bonded dilakukan terhadap serbuk NdFeb type MQP 16‐7 dengan menggunakan
polimer PVC Epoxy atau type MQEP 16‐7. Proses pencampuran dilakukan tanpa milling
dan proses kompaksi dilakukan dengan menggunakan mesin press dingin pada tekanan
100 kg/cm 2 dan hasilnya dipanaskan pada temperatur 200 oC selama 1 jam.
Untuk memperkuat sifat fisik magnet, maka dilakukan proses pelapisan nikel pada
magnet bonded dengan variasi arus 0,3; 0,5; dan 0,7 A dan variasi waktu 15 menit, 30
menit dan 60 menit, pelapisan dilakukan dengan cara elektroplating.
Proses elektroplating magnet bonded diperlihatkan pada gambar 12.
c. Pembuatan Magnet Bonded Hybrid
Proses hybrid dilakukan dengan cara mencampurkan serbuk magnet barium ferit
dengan serbuk magnet NdFeB dan dibonded dengan polimer agar mendapatkan magnet
permanen dengan sifat fisik dan karakteristik yang lebih baik. Proses hybrid dilakukan
terhadap serbuk barium ferit dengan NdFeb Epoxy MQEP 16‐7. Proses pencampuran
dilakukan tanpa milling dengan komposisi 50 % : 50 % dan proses kompaksi dilakukan
dengan menggunakan mesin press dingin pada tekanan 50 kg/cm2 kemudian disinter pada
temperatur 200 ºC selama 2 x 30 menit.
2.5. Pembuatan Sampel
Sampel magnet bonded lapis nikel yang dibuat salah satu bentuknya untuk prototipe
generator adalah dengan dimensi diameter 50mm, tebal 8mm.
Gambar 13. Sampel magnet bonded lapis nikel
III. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakterisasi sifat magnet
Karakteristik sifat magnet dari sampel hasil kompaksi bahan pasir besi KS setelah proses
sintering pada temperatur 1100 ºC selama satu jam yang diukur dengan alat ukur
Permagraph Magnet Physik dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. karakteristik magnet Barium Ferit
Sifat Magnet Barium Ferrite
Br (kG) 1.79
HcJ (kOe) 1.092
BH max (MGOe) 0.32
Density (gr/cm³) 4.8
Karakteristik sifat magnet hasil percobaan pembuatan magnet NdFeB bonded sebelum
dan sesudah dilapis nikel dengan variasi arus dan waktu dapat dilihat pada tabel 2,3 ,4
dan 5.
Tabel 2. Karakteristik Magnet NdFeB Sebelum Pelapisan Nikel
Sifat Magnet NdFeB Bonded
Br (kG) 5,28
HcJ (kOe) 6,618
BH max (MGOe) 4,56 Density (gr/cm³) 4,74
Tabel 3. Karakteristik Magnet NdFeB Bonded Lapis Nikel dengan Variasi Arus, Waktu 15 menit
Waktu 15 Menit
Variasi Arus
Sifat Magnet I
= 0,3 A I = 0,5 A I = 0,7 A
Br (kG) 5,28 5,16 5
Hc(kOe) 4,813 5,138 5,484
Bhmax (MGOe) 4,22 4,19 3,88
Density(g/cm3 ) 5,23 5,23 5,20
Tabel 4. Karakteristik Magnet NdFeB Bonded Lapis Nikel dengan Variasi Arus, Waktu 30 menit
30 Menit
Variasi Arus
Sifat Magnet I = 0,3 A I = 0,5 A I = 0,7 A
Br (kG) 5,65 5,23 5,05
Hc(kOe) 4,264 4,798 4,843
Bhmax (MGOe) 4,42 3,98 3,99
Density(g/cm3 ) 5,35 5,27 5,24
Tabel 5. Karakteristik Magnet NdFeB Bonded Lapis Nikel dengan Variasi Arus, Waktu 60 menit
60 Menit
Variasi Arus
Sifat Magnet I = 0,3 A I = 0,5 A I = 0,7 A
Br (kG) 5,61 5,21 5,22
Hc(kOe) 4,247 4,344 4,580
Bhmax (MGOe) 4,35 3,69 4
Density(g/cm3 ) 5,46 5,39 5,25
Sifat magnet NdFeB bonded yang dilapis nikel dengan arus 0,3 A selama 60 menit
mempunyai nilai yang lebih baik.
Karakteristik sifat magnet barium ferit sebelum dan sesudah hybrid antara barium ferit
dengan NdFeB bonded diperlihatkan pada tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik magnet barium ferrite bonded hybrid
Karakteristik Bahan Barium Ferrite BaFe12O19
NdFeB Epoxy
Br (kG) 1.79 3,00
HcJ (kOe) 1.092 5,412
BH max (MGOe) 0.32 2,72
Nilai Br magnet barium ferit bonded hybrid naik sekitar 68% dari nilai magnet barium ferit
murni.
3.2 Aplikasi Magnet pada Prototipe Generator
Prototipe generator dibuat dengan model disk axial fluks torsi ringan untuk keperluan
turbin angin atau mikrohidro. Rancangan komponen generator diperlihatkan pada
gambar 14 yang terdiri dari magnet dalam rotor (a), prototipe generator (b). Generator
Gambar 14. prototipe generator
Tegangan keluaran generator yang dihasilkan mengacu pada persamaan :
Sedangkan frekuensi generator yang dihasilkan mengacu pada persamaan :
Karakteristik generator yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. karakteristik prototipe generator
1. Magnet permanen barium ferrite telah dapat dihybrid dengan magnet NdFeB
Bonded dengan komposisi 50% : 50% dengan kenaikan 68% Nilai Br.
2. Proses pelapisan logam nikel dapat dilakukan pada magnet bonded NdFeB Epoxy
3. Magnet sudah dapat diaplikasikan pada sebuah prototipe generator dengan daya
keluaran 14,4 Watt pada 500 rpm.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. www.arnoldmagnetics.com 2. www.forcefieldmagnet.com
3. Pujowidodo H., Pengembangan Generator Mini dengan menggunakan Magnet
Permanen, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik UI.
4. Novrita Idayanti, (2009), Pembuatan Magnet Permanen Bonded Hybrid untuk
Aplikaasi Generator Magnet Permanen, Jurnal Sains Materi.
5. Babu V.,Padaikathan P., (2002), Structure and hard magnetic properties of barium hexaferrite with and without La2O3 prepared by ball milling, Elsevier, journal of
magnetism and magnetic materials, 85‐88.
6. http://www.mqitechnology.com/motor‐designs.jsp
7. Gomez P.H., dkk., Effect of sintering conditions on the magnetic disaccomodation in barium M‐type hexaferrites, Elsevier, journal of magnetism and magnetic materials.
Pembuatan
Sel
Surya
Berbasis
Polimer
Dra. Erlyta Septa Rosa, MT
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian : Pembuatan Sel Surya Berbasis Polimer
2. Kegiatan Prioritas : Energi Baru dan Terbarukan
3. Peneliti Utama :
Nama : Dra. Erlyta Septa Rosa, MT
Jenis Kelamin : Wanita
4. Sifat Penelitian : Baru (Tahun ke 1)
5. Lama Penelitian : 2 (dua) Tahun
6. Biaya Total 2011 : Rp. 246.675.000,‐
Bandung, 31 Desember 2012
Disetujui,
Ka. Pusat Peneltian
Elektronika dan
Telekomunikasi - LIPI
Dr. H i s k i a
NIP. 19650615 199103 1 006
Peneliti Utama
Dra. Erlyta Septa Rosa,MT
NIP. 19630915 199203 2 003
ABSTRAK
Sel surya polimer merupakan sel surya dengan struktur bulk heterojunction dimana
molekul‐molekul dari dua jenis material polimer yang berfungsi sebagai donor elektron (tipe‐p) dan akseptor elektron (tipe‐n) dicampur menjadi film bulk sehingga membentuk
heterojunction diantara keduanya. Film bulk tersebut berfungsi sebagai active layer
yang berkerja menyerap cahaya matahari dan membangkitkan elektron pada saat
cahaya matahari mengenai permukaan substrat/kaca.
Ada 4 (empat) jenis sel surya yang akan dibuat pada penelitian ini dengan menggunakan 4 (empat) jenis campuran polimer yang berbeda sebagai active layer. Campuran polimer yang pertama adalah [poly(2‐methoxy‐5‐(3,7‐dimethyloctyloxy)‐1,4‐phenylene vinylene)] (MDMO‐PPV) dan [6,6 phenyl C61‐butyric acid methyl ester] atau PCBM; campuran
polimer kedua adalah poly (3‐hexylthiophene) P3HT dan PCBM; campuran polimer
ketiga adalah hybrid MDMO‐PPV dengan partikel nano seng oksida (ZnO); serta
campuran polimer yang keempat adalah hybrid P3HT dengan partikel nano ZnO.
Metoda yang akan digunakan dalam pembuatan sel surya berbasis polimer ini adalah lapis tipis (thin film). Pertama‐tama polimer dilapiskan dengan teknik screen printing di atas permukaan substrat kaca yang sudah dilapisi dengan elektroda transparan Indium Tin Oxide (ITO). Selanjutnya di bagian bawah polimer dilapiskan elektroda alumunium (Al) menggunakan teknik sputtering/evaporasi. Fasilitas peralatan untuk proses tersebut semua tersedia di Laboratorium BKME PPET – LIPI.
Kata kunci : sel surya, polimer, bulk heterojunction, active layer, ZnO, thin film.
I. Pendahuluan
i. Latar belakang, ruang lingkup dan batasan kegiatan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan salah satu sumber energi baru
dan terbarukan yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Adapun inti dari PLTS
adalah sel surya, yaitu divais yang mampu mengubah cahaya matahari menjadi listrik
secara langsung. Sel surya generasi pertama, yaitu sel surya yang menggunakan
substrat silikon kristal, saat ini dianggap terlalu mahal dan tidak dapat bersaing dengan
pembangkit listrik lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air maupun pembangkit
listrik tenaga uap. Oleh karena itu banyak peneliti mulai mengembangkan sel surya yang
lebih murah dengan menggunakan material non‐silikon, yang disebut sebagai sel surya
generasi kedua dan ketiga1.
Pengembangan sel surya generasi ketiga banyak dilakukan menggunakan
material aktifnya. Sel surya berbasis polimer ini, atau juga disebut sebagai sel surya
plastik, selain dapat diproduksi dengan biaya proses yang lebih murah, juga mempunyai
keunggulan lain, yaitu lebih fleksibel dan ringan. Meskipun demikian efisiensi yang
dihasilkan sekitar 6%, masih lebih rendah dibandingkan dengan sel surya silikon,
sehingga masih banyak peluang yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sel surya
berbasis polimer ini secara lebih intensif2,3.
Dalam penelitian ini akan dikembangkan proses pembuatan sel surya berbasis
polimer dengan metoda lapis tipis (thin film) menggunakan teknik screen printing.
Screen printing merupakan teknik yang umum digunakan dalam industri devais
elektronika karena merupakan teknik yang mudah, murah dan dapat diaplikasikan pada
area yang luas4. Dalam penelitian ini akan digunakan 2 (dua) jenis campuran polimer
yang berbeda yaitu [poly(2‐methoxy‐5‐(3,7‐dimethyloctyloxy)‐1,4‐phenylene vinylene)]
(MDMO‐PPV) dan [6,6 phenyl C61‐butyric acid methyl ester] atau PCBM dan poly (3‐
hexylthiophene) P3HT dan PCBM. Selain itu juga akan dikembangkan pula 2 (dua) jenis
hybrid polimer dengan partikel ZnO, masing‐masing adalah MDMO‐PPV dengan partikel
nano seng oksida (ZnO); dan P3HT dengan partikel ZnO.
Penelitian ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari tupoksi dan renstra
Puslit Elektronika dan Telekomunikasi LIPI dalam bidang pengembangan bahan dan
komponen mikroelektronika. Selain itu penelitian ini juga disesuaikan dengan Program
Tematik LIPI dalam bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan maupun bidang
Material Maju dan Nanoteknologi, serta Program Prioritas Bappenas untuk LIPI dalam
bidang Material Maju (Advanched Material) dan Nanoteknologi.
ii. Perumusan Masalah
Dalam proses pembuatan sel surya berbasis polimer hybrid itu permasalahan yang
akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :
• Bagaimana pengaruh jenis polimer terhadap unjuk kerja sel.
• Bagaimana pengaruh penambahan partikel nano ZnO ke dalam polimer terhadap unjuk
kerja sel.
• Bagaimana pengaruh tebal lapisan polimer hybrid terhadap unjuk kerja sel.
• Bagaimana pengaruh proses deposisi alumunium terhadap unjuk kerja sel.
iii. Tujuan dan Sasaran Penelitian.
Tujuan.
Penelitian ini bertujuan untuk dapat berperan aktif dalam pengembangan
material maju (advanched material) dan pengembangan sumber energi baru dan
terbarukan yang merupakan program prioritas di lingkungan LIPI.
Sasaran.
Pengembangan proses pembuatan sel surya berbasis polimer di dunia saat ini
statusnya masih dalam tahapan riset dasar. Oleh karena itu sasaran yang diharapkan
dapat dicapai adalah mempunyai kemampuan dalam menguasai teknologi pembuatan
sel surya berbasis polimer sehingga dapat berkontribusi dalam pengembangan
teknologi pembuatan sel surya di dunia.
iv. Kerangka Analitik
Sel surya polimer merupakan sel surya dengan struktur bulk heterojunction
dimana molekul‐molekul dari dua jenis material polimer yang berfungsi sebagai donor
elektron (tipe‐p) dan akseptor elektron (tipe‐n) dicampur menjadi film bulk sehingga
membentuk heterojunction diantara keduanya5. Film bulk tersebut berfungsi sebagai
active layer yang berfungsi menyerap cahaya matahari dan membangkitkan elektron
pada saat cahaya matahari mengenai permukaan sel surya. Elektron tersebut kemudian
akan mengalir melewati elektroda alumunium (Al) yang ada dibawahnya dan menuju ke
elektroda transparan di atasnya menghasilkan arus listrik1. Struktur sel surya polimer
secara umum dapat dilihat pada Gambar‐1 berikut.
Top electrode
Bottom electrode on transparent substrate
Active layer (100-200 nm)
Gambar‐1. Struktur sel surya polimer6.
Polimer yang dapat digunakan sebagai lapisan aktif (active layer) adalah material
yang kaya dengan donor maupun akseptor elektron, yaitu polimer terkonyugasi, antara
lain material turunan fulleren dan thiofen5,7,8 (Gambar 2). Efisiensi sel surya yang
dihasilkan bergantung pada material yang digunakan dan proses penumbuhannya
(deposisi)9.
v. Hipotesis
Polimer terkonyugasi seperti turunan poly(p‐phenylene vinylene) dan
polythiophene merupakan material yang mempunyai bandgap yang rendah (2,0 – 2,2
eV), penyerapan tinggi di daerah sinar tampak dan bersifat stabil8,12. Turunan poly(p‐
phenylene vinylene) seperti [6,6]‐phenyl‐C61‐butyric acid methyl ester (PCMB) banyak
digunakan sebagai akseptor elektron, sedangkan sebagai donor elektron umumnya
poly(3‐hexylthiophene) atau disingkat dengan P3HT13.
S.E. Shaheen dkk14 memperkenalkan teknik screen printing di dalam fabrikasi sel
surya bulk heterojunction. Material yang digunakan adalah campuran polimer [poly(2‐
methoxy‐5‐(3,7‐dimethyloctyloxy)‐1,4‐phenylene vinylene)] atau MDMO‐PPV dan [6,6
phenyl C61‐butyric acid methyl ester] atau PCBM. Efisiensi sel yang dihasilkan adalah
sekitar 4,3%. B. Zhang dkk15 juga menggunakan teknik screen printing untuk membuat
sel surya polimer dari campuran PCBM dan [poly (3‐hexylthiophene)] atau P3HT dengan
efisiensi sel 4,23%.
Faktor yang mempengaruhi efisiensi sel surya polimer adalah efisiensi kuantum
internal atau penyerapan foton/cahaya oleh material aktif menjadi elektron16.
Penyerapan foton dipengaruhi oleh morfologi permukaan polimer17,18. Oleh karena itu
yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengontrolan permukaan polimer, yaitu
dengan cara pengaturan komposisi campuran polimer MDMO‐PPV/ PCBM dan
P3HT/PCBM, pengaturan tebal polimer serta penambahan partikel ZnO.
II. Metodologi.
Kegiatan ini seluruhnya akan dilakukan di laboratorium Bahan dan Komponen
Mikroelektronika PPET‐LIPI. Untuk kegiatan karakterisasi seperti SEM, XRD, UV‐VIS, dan
kurva I‐V dilakukan di laboratorium di luar PPET‐LIPI antara lain PPGL, ITB, BATAN dan
UGM.
Penelitian ini direncanakan memerlukan waktu selama 3 (tiga) tahun. Tahun
pertama (2011) telah dilaksanakan pembuatan sel surya polimer MDMO‐PPV dan PCBM
campuran polimer P3HT dan PCBM. Selanjutnya pada tahun ketiga untuk lebih
meningkatkan efisiensi sel surya dan menurunkan biaya proses maka ke dalam
campuran polimer akan ditambahkan partikel nano ZnO sehingga membentuk sel surya
hybrid polimer/semikonduktor anorganik. Proses pembuatan sel surya berbasis polimer
terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu :
a. Proses litografi lapisan ITO diatas substrat kaca/plastik. Parameter proses yang
diamati adalah waktu etsa.
b. Proses pelapisan elektroda interface PEDOT:PSS diatas substrat kaca/plastik yang
telah dilapisi ITO menggunakan teknik screen printing. Parameter proses yang
diamati adalah parameter printing dan temperatur dan waktu pengeringan.
c. Proses pelapisan polimer di atas lapisan PEDOT:PSS menggunakan teknik spin
coating. Parameter proses yang diamati adalah konsentrasi polimer, kecepatan
spin, serta waktu spin, temperatur dan waktu pengeringan.
d. Proses pelapisan Alumunium di atas lapisan polimer menggunakan teknik
evaporasi. Parameter proses yang diamati adalah masing‐masing adalah waktu dan
arus deposisi untuk proses evaporasi.
e. Kapsulasi sel. Kapsulasi dilakukan dengan menutup permukaan atas sel dengan
kaca /plastik menggunakan sealant sebagai media perekatnya, dilanjutkan dengan
proses pemanasan sekalian proses annealing. Parameter proses yang diamati
adalah temperatur dan waktu annealing.
f. Karakterisasi I‐V. Karakterisasi dilakukan menggunakan sun simulator pada kondisi
temperatur 25 ºC dan radiasi 60 mW/cm2.
Diagram alir proses pembuatan sel surya berbasis polimer tersebut di atas dapat dilihat pada gambar 3. Dalam kegiatan ini dilakukan pembuatan sel surya polimer
masing‐masing di atas substrat kaca dan substrat plastik (PET). Selain itu pada kegiatan
ini juga akan dibuat array dari 3 (tiga) buah sel dalam satu substrat, dimana urutan
prosesnya sama seperti yang tertera pada gambar 3, akan tetapi masker yang
digunakan berbeda. Gambar 4 memperlihatkan desain array dari 3 (tiga) buah sel dalam
satu substrat tersebut.
III. Faktor risiko/keberhasilan.
Penelitian ini akan dapat tercapai sesuai dengan target yang diharapkan karena
sumber daya manusia yang tersedia telah memiliki kompetensi dibidang fabrikasi sel
surya silikon kristal, proses screen printing dan proses kimia. Selain itu peralatan
pendukung tersedia dengan lengkap antara lain lemari asam, screen printer dan
conveyor furnace. Oleh karena itu penelitian ini mempunyai faktor keberhasilan yang
cukup tinggi. Faktor hambatan yang mungkin muncul adalah tertundanya proses
karakterisasi yang dilakukan melalui pihak luar (jasa).
IV. Roapmap Hasil Penelitian
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
Struktur sel surya polimer
Substrat plastik (PET)/glass ITO
Substrat Gelas/plastik dilapisiITO
Printing PEDOT:PSS
Spin coating Polimer
Evaporasi Alumunium
Karakterisasi I-V Litografi ITO