• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI KEGIATAN BERCERITA BERBASIS KARAKTER DI SEKOLAH MENENGAH ATAS:Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Banuhampu Kabupaten Agam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI KEGIATAN BERCERITA BERBASIS KARAKTER DI SEKOLAH MENENGAH ATAS:Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Banuhampu Kabupaten Agam."

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Yetty Morelent, 2012

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul “Peningkatan

Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter” ini adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi

yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran

atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya

saya ini.

Bandung, Agustus 2012

Yang membuat pernyataan

(2)

Yetty Morelent, 2012

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA

DISERTASI

Promotor Merangkap Ketua,

Prof. Dr. H. Yoyo Mulyana, M.Ed.

Ko-Promotor

Prof. Dr. H. Iskandarwassid, M. Pd

Anggota

(3)

Yetty Morelent, 2012

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

Yetty Morelent, 2012

PERSEMBAHAN

Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada

memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih

baik daripada sabar, (Umar bin Kattab).

(5)

Yetty Morelent, 2012

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah ya Allah segala puji hanya untuk Mu.

Puji syukur kepada Allah Swt, disertasi ini dapat diselesaikan. Namun

penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan

berbagai pihak. Untuk itu dengan hati yang tulus serta penghargaan yang

setinggi-tingginya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: Prof.

Dr. H. Yoyo Mulyana, M. Ed. selaku Promotor sekaligus sebagai ketua panitia

disertasi, yang secara tulus dan sabar telah membimbing penulis sekaligus sebagai

motivator yang tiada henti memberikan semangat kepada penulis dalam

penyelesaian disertasi ini; Prof. Dr. H. Iskandarwassid, M. Pd. , selaku

Ko-Promotor yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kebaikan

hati; Prof. Dr. H. Syihabuddin, M. Pd., selaku anggota pembimbing yang telah

membimbing dengan penuh kebijaksanaan. Semoga Allah selalu melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya kepada para pembimbing atas semua ilmu dan keikhlasan

hati dalam menjalankan amanah Allah selama ini. Amin Yarabbal Alamin.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Vismaia S.

Damaianti, M. Pd. sebagai ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,

yang sangat baik hati dan penuh dedikasi; Prof. Dr. H. Ahmadslamet Harjasujana,

M.A., Prof. Dr. H. Yus Rusyana, Prof. H. Syamsudin A.R., M.S , Prof. Dr. Yoce

Aliah Darma, M. Pd., Prof. Dr. H. Fuad Abdul Hamied, M.A, dan Prof. Dr.

Kosadi Hidayat, M. Pd. yang telah membekali pengetahuan dan keilmuan kepada

(6)

Yetty Morelent, 2012

kebahasaan serta keikhlasan hati mereka. Ucapan terima kasih penulis

dedikasikan untuk Soenjono Dardjowidjojo, Ph. D. (almarhum) dan Prof. Dr. H.

E. Aminuddin Aziz, M.A. yang telah memberikan banyak rekomendasi buat

penulis dalam menentukan tempat studi.

Kepada Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Bandung beserta

jajarannya, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Direktur,

Asisten Direktur I, Asisten Direktur II, dan Asisten Direktur III Sekolah

Pascasarjana UPI Bandung. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada seluruh staf pengajar dan karyawan Sekolah Pascasarjana UPI Bandung

selaku pelaksana program S3 yang telah memberikan pelayanan yang baik

sehingga tercipta rasa persaudaraan dan keakraban.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor dan para Wakil

Rektor Universitas Bung Hatta Padang, Dekan dan Wakil Dekan FKIP

Universitas Bung Hatta Padang, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melanjutkan studi S3 di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Ucapan

terima kasih juga kepada ketua jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia beserta

seluruh staf pengajar dan karyawan FKIP Universitas Bung Hatta Padang, yang

telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian

(7)

Yetty Morelent, 2012

Kepada Kepala sekolah SMA Banuhampu Kabupaten Agam, penulis juga

mengucapkan terima kasih yang tulus telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut, dan tak lupa juga terima

kasih ditujukan kepada siswa-siswi SMA Banuhampu yang telah membantu

kelancaran proses penelitian, Dra. Iswanti dan Dra. Wismelli guru Bahasa

Indonesia SMA Banuhampu Kabupaten Agam, yang telah membantu penulis

selama melaksanakan penelitian, semoga bantuan yang tulus dan segala kebaikan

yang diberikan dibalas oleh Allah Swt. Amin Yarabbal Alamin.

Sembah sujud ananda serta terima kasih yang mendalam kepada yang

mulia Mama tersayang Almarhumah Hj. Suharty Djahar, Papa tersayang H.

Djaharuddin, yang tak henti-hentinya mendoakan penulis serta mertua tersayang

H. Khaidir Anwar dan Hj. Hilma yang selalu menyemangati penulis dalam

penyelesaian studi ini. Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada

adik-adik, kakak ipar, adik ipar, seluruh kemenakan, serta handai tolan yang telah

memberikan dukungan moral selama penulis menyelesaikan studi.

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada suami tercinta H.

Armeyn Khaidir yang telah banyak berkorban dan senantiasa berdoa untuk

keberhasilan penulis serta selalu mendampingi penulis di manapun berada, tidak

ada kata yang mampu mengungkapkan perasaan penulis untuk semua ketulusan

dan keikhlasan serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis , anak-anak

terkasih Mora Shinta, S.P., Ferdian Yunazar, S.T., M. Eng. (menantu) si bungsu

Dheo Savero Motara, S.Ked., mereka adalah pemberi semangat yang luar biasa

(8)

Yetty Morelent, 2012

menunggu keberhasilan penulis dan Stefahayu Illoza Larozza, S.T., yang telah

hadir dalam kehidupan keluarga penulis.

Tiada kata yang lebih bermakna yang dapat penulis sampaikan kepada

semua pihak atas bantuan yang diberikan serta segala doa yang mengiringi.

Penulis serahkan kepada Allah penguasa alam semesta untuk membalas segala

kebaikan yang telah penulis terima dari semuanya. Tak ada gading yang tak retak,

sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan karena

manusia itu tidak sempurna, kesempurnaan itu hanya milik Allah Swt. Untuk itu

penulis menyampaikan maaf kepada semua pihak yang tidak tersebutkan

namanya.

Bandung, Agustus 2012

(9)

Yetty Morelent, 2012

KATA PENGANTAR

Bagi para guru, merencanakan konsep tentang berbagai model pengajaran

merupakan usaha untuk mempertahankan profesionalisme mereka. Guru bisa

mengembangkan sebuah pendekatan-pendekatan yang efektif, dengan yakin

mencobanya pada siswa untuk membantu mereka mencapai tujuan-tujuan

pembelajaran.

Melalui penelitian ini, penulis menawarkan bentuk pembelajaran yang

dapat membuat proses pembelajaran menjadi menarik dan mampu menjadikan

siswa lebih kreatif, berani serta bertanggung jawab, yang disebut Pembelajaran

Berbicara melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberanikan siswa untuk

mampu mengemukakan ide-ide yang mereka miliki, sehingga kemampuan

berbicara siswa menjadi meningkat dan pada akhirnya siswa terampil berbicara..

Penulis memilih kegiatan bercerita berbasis karakter sebagai bentuk

peningkatan kemampuan berbicara karena kegiatan bercerita merupakan suatu

kegiatan yang amat imajinatif dan komunikatif bagi siswa baik sebagai pendengar

maupun pencerita. Disamping itu dengan bercerita penanaman nilai-nilai karakter

dapat disampaikan dengan baik, karena cerita berada pada posisi pertama dalam

mendidik etika, penanaman nilai-nilai moral, bertanggung jawab, dan bagaimana

(10)

Yetty Morelent, 2012

Penulis menyadari bahwa apa yang penulis sampaikan dalam disertasi ini

masih banyak kekurangan, semoga kekurangan itu dapat menjadikan celah bagi

peneliti lain untuk melanjutkan penelitian yang sama dari aspek yang berbeda

yang belum tertuang dalam disertasi ini. Namun demikian penulis berharap

dibalik kekurangan itu , disertasi ini dapat memberikan sumbangan bagi dunia

pendidikan, terutama dalam pembelajaran berbicara.

Bandung, Agustus 2012

(11)

Yetty Morelent, 2012

DAFTAR ISI

PERNYATAAN………... i

PENGESAHAN... ii-iii PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ……… xiii

DAFTAR TABEL……… xviii

DAFTAR GRAFIK……….. xxi

DAFTAR GAMBAR ………... xxiii DAFTAR SINGKATAN ……… xxiv DAFTAR LAMPIRAN ……….. xxvi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

1.5. Asumsi ... 16

1.6. Hipotesis ... 17

1.7. Identifikasi Variabel ... 17

1.8. Definisi Operasional ... 17

1.9. Paradigma Penelitian ... 19

(12)

Yetty Morelent, 2012

2.2 Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 26

2.2.1 Pengertian ... ... 26

2.2.2 Keefektifan Pembelajaran ... 30

2.3 Konsep Berbicara ... 33

2.3.1 Pengertian Berbicara ... 36

2.3.2 Tujuan Berbicara ... 38

2.3.3 Hakikat Berbicara ... 41

2.3.4 Faktor-faktor Penghambat Kegiatan Berbicara ... 42

2.3.5 Hubungan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa Lain ... 47

2.3.6 Bentuk-bentuk Berbicara ... 50

2.4 Bercerita ... 50

2.4.1 Pengertian Bercerita... 51

2.4.2 Tujuan dan Fungsi Bercerita... 53

2.4.3 Manfaat Cerita bagi Perkembangan Anak... 55

2.4.4 Pentingnya Cerita... 58

2.4.5 Jenis dan Sumber Cerita... 59

2.4.6 Teknik Bercerita... 60

2.5 Karakter dan Jati Diri... 61

2.5.1 Pengertian Karakter ... 62

2.5.2 Pengertian Jati Diri... 64

2.5.3 Kaitan Jati Diri dan Karakter ... 65

2.5.4 Tujuan Pendidikan Karakter ... 66

2.5.5 Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 69

2.6 Kajian Penelitian Terdahulu Yang Terkait ... 72

2.7 Aplikasi Teoretis Dalam Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter ... 77

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Rancangan Penelitian ... 83

(13)

Yetty Morelent, 2012

3.2.1 Prapenelitian ... 84

3.2.2 Rancangan Awal PBMKBBK……… 86

3.2.3 Tahap Uji Coba Rancangan Pembelajaran.………. 92

3.2.4 Tahap Perbaikan Rancangan Pembelajaran ……….. 97

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Data ... 123

4.2 Pengujian Sifat Data ... 127

4.3.1. Uji Normalitas Setiap Variabel ... 128

4.3.2. Uji Homogenitas Setiap Variabel ... 130

4.3.3. Pengujian Hipotesis ... 131

4.3 Peningkatan Hasil Pembelajaran Berbicara ... 148

4.4 Kualitas Pembelajaran Berbicara ... 165

4.5 Karakter Siwa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 175

4.6 Karakter Tokoh Dalam Cerita ………... 181

4.7 Korelasi Antara Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa ... 194

4.8 Perbandingan Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Berbicara ... 198

4.8.1 Tangapan Siswa Kelas Eksperimen terhadap Pembelajaran Berbicara dan Perbandingan Prates dengan Postesnya ... 199

4.8.2 Tanggapan Siswa Kelas Kontrol terhadap Pembelajaran Berbicara dan Perbandingan Prates dan Postesnya ... 201

(14)

Yetty Morelent, 2012

Berbicara pada Prates ... 203

4.8.4 Perbandingan tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran

Berbicara pada Postes ... 204

4.9 Perbandingan Gain Postes-Prates Tanggapan Siswa terhadap

Pembelajaran Berbicara ... 206

4.10 Korelasi Tanggapan awal Siswa (Prates) terhadap Pembelajaran

Berbicara dengan Tanggapan Akhir Siswa (Postes) ... 208

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

5.1 Kesepakan Prosedur Penelitian ……….. 212 5.2 Pembahasan Hasil Prapenelitian ………. 213 5.3 Pembahasan Hasil Penelitian ……….. 221 5.3.1 Pelaksanaan PBMKBBK di Kelas Eksperimen. .…………. 222 5.3.2 Perbedaan Kemampuan Berbicara Siswa Banuhampu

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol...…………. 227 5.3.3 Kemampuan Berbicara Siswa Kelas X SMA Banuhampu

Kelompok PBMKBBK.……… 233

5.3.4 Peningkatan Hasil Belajar Kemampuan Berbicara Siswa SMA

Banuhampu Kelompok PBMKBBK dan Kelompok PBK .. 234

5.3.5 Korelasi antara Prates dan Postes Kemampuan Berbicara

Siswa ... 235

5.3.6 Kualitas Pembelajaran Berbicara Siswa Banuhampu

Kelompok PBMKBBK dan Kelompok PBMT.………. 238 5.4 Tanggapan Siswa Kelompok PBMKBBK dan Kelompok PBMT

Terhadap Pembelajaran Berbicara ………... 239 5.5 Korelasi Tanggapan Awal dan Tangapan Akhir Siswa Terhadap

Pembelajaran Berbicara ……….. 242 5.6 Keefektifan PBMKBBK ...………... 243

(15)

Yetty Morelent, 2012

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

6.1 Simpulan ... 246

6.2 Implikasi ... 252

6.3 Rekomendasi... .………... 253

DAFTAR PUSTAKA ……… 254

LAMPIRAN...………... 261

(16)

Yetty Morelent, 2012

Rata-Rata Kemampuan Berbicara Kelompok Eksperimen (PBMKBBK)

Rata-Rata Kemampuan Berbicara Kelompok Kontrol (PBMT)

Hasil Uji Normalitas Prates dan Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol

Hasil Uji Normalitas Prates Kelas Eksperimen dan Kontrol Per Sub Aspek

Hasil Uji Normalitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol Per Sub Aspek

Hasil Uji Homogenitas Varians Antara Data Prates dengan Postes pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Siswa Kelompok Kontrol

Hasil Uji Perbedaan Prates PBMKBBK dengan Prates PBMT

Hasil Uji Perbedaan Postes PBMKBBK dengan Postes PBMT

Hasil Uji Perbedaan Gain PBMKBBK dengan Gain Konvensional

Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen pada Prates dan Postes

Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Kontrol pada Prates dan Postes Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol pada Prates dan Potes

Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Tekanan Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Tata Bahasa Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Kosakata Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Kelancaran Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Pemahaman Distribusi Frekuensi Karakter Rasa Hormat dan Perhatian Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

(17)

Yetty Morelent, 2012

Distribusi Frekuensi Karakter Tekun Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Distribusi Frekuensi Karakter Tanggung Jawab Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Distribusi Frekuensi Karakter Santun Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Distribusi Frekuensi Karakter Jujur Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Karakter Tokoh Cerita “Bundo Kanduang”

Karakter Tokoh Cerita “Legenda Danau Singkarak dan Sungai Batang Ombilin”

Karakter Tokoh Cerita “Kisah Cinta Anggun Nan

Tongga”

Karakter Tokoh Cerita “Mak IsunKayo”

Korelasi antara Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa Kelompok Eksperimen

Korelasi antara Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa Kelompok Kontrol

Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen

Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Kontrol

Uji Perbandingan Rata-rata Prates Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Uji Perbandingan Rata-rata Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Uji Perbandingan Rata-rata Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Uji Perbandingan Gain Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Korelasi antara Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen

(18)

Yetty Morelent, 2012 No

Urut Tabel Judul Tabel Halaman

DAFTAR GRAFIK

No

Urut Grafik Judul Grafik Halaman

1.

Selisih Rata-rata Kemampuan Berbicara dalam setiap Aspeknya untuk Kelompok Eksperimen (PBMKBBK) Selisih Rata-rata Berbicara dalam setiap Aspeknya untuk Kelompok Kontrol (PBMT)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK) Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa pada Kelas Kontro (PBMT) Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan

Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Tekanan pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan

Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Tekanan pada Kelas Kontrol (PBMT)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Tata Bahasa pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Tata Bahasa pada Kelas Kontrol (PBMT)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Kosa Kata pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Kosa Kata pada Kelas Kontrol (PBMT)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Kelancaran pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan

(19)

Yetty Morelent, 2012

Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Kelancaran pada Kelas Kontrol (PBMT)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Pemahaman pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)

Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Pemahaman pada Kelas Kontrol (PBMT)

Perbandingan Rata-rata Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen

Perbandingan Rata-rata Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Kontrol

Perbandingan Rata-rata Prates Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Perbandingan Rata-rata Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Perbandingan Rata-rata Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Perbandingan Rata-rata Gain Prates dan Postes

Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Seisih Perbedaan Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelas Eksperimen Selisih Perbedaan Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelas Kontrol

(20)

Yetty Morelent, 2012

DAFTAR GAMBAR

No

Urut Gambar Judul Gambar Halaman

1.

Pengembangan Karakter dalam Konteks Mikro

(21)

Yetty Morelent, 2012

DAFTAR SINGKATAN

PB = Pembelajaran Berbicara

PBM = Proses Belajar Mengajar

PBMKBBK = Pembelajaran Berbicara Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis

Karakter

BJS = Bijaksana

ADL = Adil

PTH = Patuh

BRN = Berani

TJ = Tanggung Jawab

JHT = Jahat

EG = Egois

RKS = Rakus

RJ = Rajin

TKN = Tekun

BJ = Bertanggung Jawab

PBR = Pemberani

TBA = Taat Beragama

PMF = Pemaaf

PYR = Penyabar

ST = Setia

MNF = Munafik

PBH = Pembohong

(22)

Yetty Morelent, 2012

LC = Licik

JJ = Jujur

RJB = Rajin Bekerja

HMT = Hemat

RMB = Rajin Menabung

SRK = Serakah

BH = Baik Hati

SL = Selalu

SR = Sering

KD = Kadang Kadang

JR = Jarang

TP = Tidak Pernah

KPP = Kesepakatan Prosedur Penelitian

BMKBBK = Berbicara Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter

KBBK = Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter

(23)

Yetty Morelent, 2012

DAFTAR LAMPIRAN

No

Urut Judul Lampiran Halaman

1a

Surat Pengantar Penelitian dari SPS-UPI Bandung, tertanggal 28

Februari 2012, dengan no surat 0260/UN40.7/PL/2012

Surat Izin Penelitian dari SMA Swasta Banuhampu, tertanggal 2 Maret

2012, dengan no surat 090.b/108.21.01/SMA.Swt.01/LL-2012

Silabus

RPP

Cerita Pengalaman Siswa

Cerita yang disediakan oleh guru

Data Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Rekapitulasi Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Berbicara

dan Kemampuan Berbicara Siswa Kelompok Eksperimen

Rekapitulasi Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Berbicara

dan Kemampuan Berbicara Siswa Kelompok Kontrol

Karakter Responden

Nilai Prates + Postes Setiap Aspek (Tekanan, Tata Bahasa, Kosa Kata,

Kelancaran, Pemahaman) Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol.

Perbandingan Prates (Independent Sample t Tes)

Perbandingan Postes (Independent Sample t Tes)

Perbandingan Tanggapan Siswa (Independent Sample t Tes)

Perbandingan Prates – Postes Kemampuan Berbicara Kelas Eksperimen (Paired Sample t Tes)

Perbandingan Prates – Postes Tanggapan Siswa Kelas Eksperimen

(Paired Sample t Tes)

Perbandingan Prates – Postes Kemampuan Berbicara Kelas Kontrol

(Paired Sample t Tes)

Perbandingan Prates – Postes Tanggapan Siswa Kelas Kontrol (Paired

(24)

Yetty Morelent, 2012

Perbandingan Karakter Siswa (Independent Sample t Tes)

Perbandingan Kemampuan Berbicara Secara Keseluruhan

(Independent Sample t Tes)

Perbandingan Gain Kemampuan Berbicara (Independent Sample t Tes)

Penilaian Kemampuan Berbicara

Angket Tanggapan Siswa Terhadap Mata Pelajaran Sebelum Uji Coba

Angket Tanggapan Siswa Terhadap Mata Pelajaran Sesudah Uji Coba

Kisi-Kisi Lembar Wawancara Sebelum Uji Coba

Kisi-Kisi Lembar Wawancara Sesudah Uji Coba

(25)
(26)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan Pendidikan Nasional pada pasal 3 Undang-undang RI No 20

tahun 2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional ini sangatlah menarik karena telah

mengarahkan dunia pendidikan pada wilayah karakter berbangsa dan bernegara.

Pendidikan karakter menurut Al-Qairawani (dalam Megawangi, 2004:vii) adalah

usaha untuk mencegah tumbuhnya sifat-sifat buruk yang dapat menutupi fitrah

manusia, serta melatih anak untuk terus melakukan perbuatan baik agar mengakar

kuat dalam dirinya agar akan tecermin dalam tindakannya yang senantiasa

melakukan kebajikan. Sebagaimana Lickona (dalam Aziz, 2011:201)

mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam

merespon situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata

melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain

(27)

Namun, kalau kita perhatikan dalam sistem pendidikan dewasa ini terdapat

berbagai hal yang tidak konsisten dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Seperti

yang dikatakan Koesman otak anak dijejali dengan berbagai macam hafalan

berbagai macam pelajaran, sehingga anak tidak mempunyai kesempatan untuk

mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Akibatnya, anak tidak bergairah, tidak

ceria, dan maupun senang untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Sistem dialog

tidak diadakan, kreasi anak tidak dihidupkan, tetapi dimatikan dengan menghafal

dan mengerjakan PR (pekerjaan rumah) yang setiap hari menumpuk. Kesempatan

untuk bermain menjadi hilang. Keceriaan anak telah terampas, wajahnya

cenderung masam. Rasa ketakutan, kecemasan, dan kebingungan mencekam

mereka. Anak tidak didorong untuk berani bertanya kepada guru. Mungkin karena

oleh guru dianggap merepotkan, karena harus menjawab dengan berpikir

(2009:193-194).

Murphy menyatakan bahwa upaya memperbaiki dan meningkatkan

mutu pendidikan seakan tidak pernah berhenti. Banyak agenda reformasi yang

telah, sedang, dan akan dilaksanakan. Beragam program inovasi ikut serta

memeriahkan reformasi pendidikan. Reformasi pendidikan adalah restrukturisasi

pendidikan, yakni memperbaiki pola hubungan sekolah dengan lingkungannya

dan dengan pemerintah, pola pengembangan perencanaan serta pola

mengembangkan manajerialnya, pemberdayaan guru dan restrukturisasi

model-model pembelajaran (dalam Majid, 2011:3).

Model pembelajaran bahasa Indonesia saat ini hanya

(28)

berbagai dimensi yang berbeda bagi guru tertentu dan para pembelajar bahasa.

Pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan KTSP tertuju pada pengembangan

aspek fungsional bahasa, yaitu peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia.

Ketika kompetensi berbahasa yang menjadi sasaran, para guru lebih berfokus pada

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Para pengajar bahasa secara maksimal mendayagunakan kompetensi

kebahasaan para pembelajar untuk melakukan kegiatan berkomunikasi. Guru dan

siswa berinteraksi dalam sejumlah aktivitas berbahasa yang berkisar mulai dari

latihan-latihan bahasa secara mekanis hingga situasi-situasi komunikasi yang

otentik. Metodologi tertentu yang digunakan dalam kelas menghasilkan

asumsi-asumsi tertentu tentang : (1) sifat bahasa, (2) pembelajaran, (3) peran pembelajar

dan guru, (4) aktivitas pembelajaran dan materi pengajaran (Richards, dalam

Ghazali: 2010:1).

Dalam banyak situasi kelas, interaksi verbal antara guru dan siswa

digambarkan sebagai bentuk komunikasi yang sangat terbatas sekali, siswa

berperan pasif, tidak pernah memulai diskusi dan biasanya berbicara hanya bila

disapa oleh guru (Stubbs, dalam Ghazali: 2010:2).

Diah Harianti “Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan

Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan” (Suara

Pembaruan, 2012: 1) terkait pelaksanaan ujian nasional tahun 2012 menyatakan

bahwa kualitas pengajaran bahasa Indonesia buruk. Hal ini dikarenakan yang

hanya dinilai dalam pelaksanaan ujian nasional terfokus pada aspek membaca

(29)

Melihat dari kenyataan seperti yang dikemukakan oleh Diah Harianti

tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa banyak siswa yang tidak terampil

berbicara.

Fenomena ini sejalan dengan yang dikatakan Arsjad (1988:1) bahwa

banyak ahli terampil menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan, namun sering

kurang terampil menyajikannya secara lisan.

Kadang-kadang pokok pembicaraan cukup menarik, tetapi karena

penyajiannya kurang menarik, hasilnya pun kurang memuaskan. Kemampuan

berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dimiliki

seseorang. Kemampuan ini bukanlah kemampuan yang diwariskan secara

turun-temurun, walaupun pada dasarnya secara alamiah manusia dapat berbicara.

Namun, kemampuan berbicara secara formal memerlukan latihan dan pengarahan

atau bimbingan yang intensif.

Seperti yang diungkapkan oleh Arsjad (1988:1) bahwa dari kenyataan

berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan dibandingkan

dengan cara lain. Lebih dari separuh waktu kita digunakan untuk berbicara dan

mendengarkan, dan selebihnya barulah untuk menulis dan membaca.

Sebagai anggota masyarakat, secara alamiah seseorang mampu

berbicara. Namun, dalam situasi formal sering timbul rasa gugup, sehingga

gagasan yang dikemukakan menjadi tidak teratur dan akhirnya bahasanya pun

menjadi tidak teratur. Bahkan ada yang tidak berani berbicara. Anggapan bahwa

setiap orang dengan sendirinya dapat berbicara telah menyebabkan pembinaan

(30)

Sampai saat ini pun guru masih beranggapan bahwa semua anak pasti

mampu berbicara karena diperoleh secara alami. Sebagaimana yang dikatakan

oleh Tarigan (1995:54) bahwa pembinaan dan keterampilan berbicara siswa di

sekolah menjadi tanggung jawab guru-guru bahasa Indonesia. Mereka harus dapat

menciptakan suasana dan kesempatan belajar berbicara bagi siswa-siswa. Mereka

harus sabar dan tekun memotivasi dan melatih siswa berbicara.

Berdasarkan hasil pengamatan berbagai pakar, nilai bahasa Indonesia

para siswa cenderung buruk. Hal tersebut dikarenakan fokus pengajaran bahasa

Indonesia hanya pada keterampilan membaca sedangkan aspek berbicara

terabaikan maka sehubungan dengan hal itu, Tarigan menyatakan bahwa

pengajaran berbicara harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya melalui

pokok-pokok bahasan yang ada. Karena itu guru bahasa Indonesia harus mengenal,

mengetahui, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode, teknik atau cara

mengajarkan keterampilan berbicara, sehingga pengajaran berbicara menarik,

merangsang, bervariasi, dan menimbulkan minat belajar berbicara bagi siswa.

(1995:55).

Pengajaran berbicara dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Cara

mana yang baik dan tepat bergantung kepada situasi dan tujuan pengajaran. Salah

satu cara mengajarkan berbicara tersebut adalah dengan bercerita. Penelitian ini

menggunakan kegiatan bercerita berbasis karakter sebagai pengajaran berbicara

yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa disingkat

(31)

Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi

artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan

menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad, 1988:17). Kegiatan

berbicara ini berlangsung apabila persyaratannya terpenuhi. Persyaratan yang

dimaksud adalah penutur (yang berbicara), petutur (yang diajak berbicara), topik

(hal yang dibicarakan), situasi (keadaan saat berbicara), latar (tempat komunikasi

berlangsung), dan sarana (alat komunikasi) terpenuhi. Keenam persyaratan

tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni bahasa lisan dan

bahasa tulis.

Brown (2001:267-269), menekankan pentingnya kompetensi dalam

percakapan sebagai kunci keberhasilan kemampuan berbicara. Di dalamnya

terkandung pemenuhan tujuan-tujuan pragmatis melalui wacana yang interaktif.

Ada beberapa ukuran dalam mengembangkan tujuan dan teknik pembelajaran

percakapan. Pembelajaran tersebut harus memperhatikan perbedaan antara

percakapan transaksional dan interaksional. Terkait dengan hal teknik, perlu

dipelajari nominasi topik, memelihara percakapan, giliran berbicara, interupsi, dan

menutup percakapan. Ukuran lain adalah ketepatan percakapan dilihat dari aspek

sosiolinguistik, gaya berbicara, komunikasi nonverbal, dan percakapan rutin.

Pembelajaran pelafalan/pengucapan memiliki sisi kontroversi jika

dikaitkan dengan pembelajaran berbicara dalam konteks komunikasi dan interaksi.

Pembelajaran berbicara dalam bahasa asing menekankan pada bahasa secara

keseluruhan dan pemaknaan konteks. Meskipun demikian pembelajaran pelafalan

(32)

Akurasi dan kelancaran (Accuracy an Fluency) dalam pembelajaran

berbicara menjadi ukuran keberhasilan. Akurasi dan fluensi bisa berorientasi pada

pesan yang disampaikan atau pada bahasa yang digunakan. Akurasi lebih

ditekankan pada ketepatan penggunaan elemen bahasa seperti fonologi,

tatabahasa, dan wacana. Sedangkan fluensi menekankan pada kelancaran pesan

diungkapkan dengan bahasa (Brown, 2001:267-269).

Faktor-faktor afektif merupakan salah satu isu yang mempengaruhi

pembelajaran berbicara. Sementara ini masih berkembang sikap „kehati-hatian‟

dalam berbicara dalam arti yang kurang baik. Ada konsep dari „language ego‟

yang menyatakan bahwa „Anda adalah apa yang Anda ucapkan‟, kemudian ada

ungkapan dari Twains (dalam Brown, 2001:269) bahwa lebih baik diam daripada

terlihat kebodahannya. Guru justru harus mampu menggugah agar siswa berani

dan mau berbicara.

Kemampuan guru dalam hal menggugah siswa agar berani berbicara

dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Kegiatan berbicara ini dapat

dilaksanakan melalui metode pelatihan. Metode pelatihan ini dapat dilaksanakan

melalui kegiatan bercerita.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Sudarmadji, dkk. (2010:1) bahwa

cerita adalah salah satu kebutuhan bagi anak. Cerita juga sangat membantu untuk

menghidupkan suasana pembelajaran. Guru yang mau memenuhi kebutuhan anak

didiknya dan pandai menghidupkan suasana, tentu akan berkenan dihati anak

didik. Seorang ahli psikologi pendidikan Buhler (Sudarmadji, dkk, 2010: 2)

(33)

fantastis, hal-hal yang jarang terjadi, yang membuat imajinasinya dapat „menari

-nari‟.

Seperti pernyataan Stewig (dalam Norton, 1983:236) berikut ini.

“States that there are three important reasons to include storytelling as part of childhood experiences. First, storytelling helps children understand the oral tradition of literature. Second, storytelling allows the adult an opportunity to involve children in the experience. Third, when an adult tells a story, children understand that it is a worthy activity and are stimulated to try telling stories themselves”.

Dari ketiga alasan yang dikemukakan oleh Stewig di atas penelitian ini

menerapkan kegiatan bercerita sebagai rangsangan bagi siswa untuk mau

berbicara melalui menceritakan kembali pengalaman atau kisah-kisah mereka

sendiri.

Suyanto & Abbas (dalam Musfiroh, 2008:19) menyatakan bahwa cerita

dapat digunakan oleh orang tua dan guru sebagai sarana mendidik dan membentuk

kepribadian anak melalui pendekatan transmisi budaya atau cultural transmission

approach.

Dalam cerita, nilai-nilai luhur ditanamkan pada diri anak melalui

penghayatan terhadap makna dan maksud cerita (meaning and intention of story).

Anak melakukan serangkaian kegiatan kognisi dan afeksi, mulai dari interpretasi,

komprehensi, hingga inferensi terhadap nilai-nilai moral yang terkandung di

dalamnya (Musfiroh, 2008:19). Melalui kegiatan ini, transmisi budaya terjadi

secara alamiah, bawah sadar, dan akumulatif hingga jalin-menjalin membentuk

kepribadian anak. Makna kebaikan , kejujuran, kerjasama akan berakumulasi pada

(34)

Proses ini terjadi secara lebih kuat dari pada nasehat atau paparan (Musfiroh,

2008:20).

Lebih lanjut Musfiroh (2008:20-21) memaparkan bahwa bercerita

menjadi sesuatu yang penting bagi anak karena beberapa alasan:

1) bercerita merupakan alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna

anak disamping teladan yang dilihat anak setiap hari;

2) bercerita merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan dasar

keterampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis dan menyimak, tidak

terkecuali untuk anak taman kanak-kanak;

3) bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangkan

kemampuan bersimpati dan berempati terhadap peristiwa yang menimpa orang

lain. Hal tersebut mendasari anak untuk memiliki kepekaan sosial;

4) bercerita memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu permasalahan

dengan baik, bagaimana melakukan pembicaraan yang baik, sekaligus memberi

“pelajaran” pada anak bagaimana cara mengendalikan keinginan-keinginan

yang dinilai negatif oleh masyarakat;

5) bercerita memberikan barometer sosial pada anak, nilai-nilai apa saja yang

diterima oleh masyarakat sekitar, seperti patuh pada perintah orang tua,

mengalah pada adik, dan selalu bersikap jujur;

6) bercerita memberikan “pelajaran” budaya dan budi pekerti yang memiliki

retensi lebih kuat dari pada “pelajaran” budi pekerti yang diberikan melalui

(35)

7) bercerita memberikan ruang gerak pada anak, kapan sesuatu nilai yang berhasil

ditangkap akan diaplikasikan;

8) bercerita memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan guru sebagai

pencerita, seperti kedekatan emosional sebagai pengganti figur lekat orang tua;

9) bercerita membangkitkan rasa tahu anak akan peristiwa atau cerita, alur, plot,

dan menumbuhkan kemampuan merangkai sebab-akibat dari suatu peristiwa

dan memberikan peluang bagi anak untuk belajar menelaah kejadian-kejadian

di sekelilingnya;

10) bercerita memberikan daya tarik bersekolah bagi anak. Cerita memberikan

efek reaktif dan imajinatif. Karena cerita menyenangkan bagi anak hal itu

membantu pembentukan serabut syaraf pada anak. Setiap respon positif yang

dimunculkan anak akan memperlancar hubungan antarneuron. Secara tidak

langsung, cerita merangsang otak untuk menganyam jaringan intelektual

anak;

11) bercerita mendorong anak memberikan “makna” bagi proses belajar terutama

mengenai empati sehingga anak dapat mengkonkretkan rabaan psikologis

mereka bagaimana seharusnya memandang suatu masalah dari sudut pandang

orang lain. Dengan kata lain, anak belajar memahami sudut pandang orang

lain secara lebih jelas berdasarkan perkembangan psikologis masing-masing

(Musfiroh, 2008:21).

Dari uraian tersebut penulis menyimpulkan bahwa dengan kegiatan

(36)

efek psikologis yang positif seperti kedekatan emosional antara guru dan anak

didik.

Untuk itu para guru perlu membekali dirinya dengan keterampilan

bercerita ini. Salah satu alasan yang mendorong guru untuk mulai mengasah

kemampuan bercerita adalah kenyataan bahwa cerita merupakan media yang

efektif dalam menerapkan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter yang diberikan kepada siswa dapat membentuk

prilaku positif, interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan mengelola

emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya, termasuk

kemampuan akademik. (Lickona, dalam Megawangi, 2004).

Menurut Megawangi (2004:101) ada beberapa nilai-nilai yang dianggap

perlu untuk dijadikan fokus pendidikan karakter. Dalam deklarasi Aspen (dikutip

oleh Megawangi dalam Brooks, 1997) menghasilkan enam nilai etik utama (core

ethical value) yang disepakati untuk diajarkan dalam sistem pendidikan karakter

di Amerika yang meliputi (1) dapat dipercaya (trustworthy) meliputi sifat jujur

(honesty) dan integritas (integrity), (2) memperlakukan orang lain dengan hormat

(treats people with respect), (3) bertanggung jawab (responsible), (4) adil (fair),

(5) kasih sayang (caring), dan (6) warga negara yang baik (good citizen).

Adapaun IHF (dalam Megawangi, 2004:102) telah membuat konsep

sembilan pilar karakter untuk dijadikan modul pendidikan karakter. Kesembilan

ini adalah nilai-nilai yang bersifat universal, yaitu (1) cinta Tuhan dan segenap

ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3) kejujuran/amanah,

(37)

royong, (6) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan

keadilan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, kedamaian dan kesatuan. Untuk

konteks Indonesia, aspek ke-Tuhan-an ini memang sesuai dengan apa yang

terdapat dalam dasar ideologi negara (Pancasila) yang ditempatkan pada sila

pertama.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu strategi

untuk meningkatkan kemampuan berbicara adalah melalui kegiatan bercerita

berbasis karakter. Kegiatan bercerita berbasis karakter dipandang cukup relevan

untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

Penelitian ini akan mengacu kepada pernyataan yang dikemukakan oleh

Stewig (dalam Norton, 1983:236) sebagai dasar untuk menggunakan kegiatan

bercerita dalam meningkatkan kemampuan berbicara.

Penelitian ini akan menjadikan kegiatan bercerita sebagai kegiatan yang

nantinya akan mampu membuat siswa untuk berani dan terampil berbicara, basis

karakter yang digunakan sebagai dasar kegiatan bercerita adalah untuk mendidik

siswa agar mempunyai keberanianserta kreatif dalam memunculkan ide-ide yang

imajinatif, mampu bekerja keras, bertanggung jawab, memiliki rasa hormat, dan

pantang menyerah.

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah

1.2.1 Batasan Masalah

Penelitian ini akan membahas peningkatan kemampuan berbicara

(38)

berbicara dibatasi pada kemampuan menceritakan kembali pengalaman

sendiri/pengalaman yang mengesankan serta hasil pengamatan yang dilakukan

oleh siswa terhadap bahan-bahan yang dibaca (salah satunya adalah buku cerita

yang telah disediakan). Salah satu pertimbangan pemilihan ragam tersebut adalah

untuk memberanikan siswa mengungkapkan kembali apa yang telah diamati dan

mampu mengeksplorasi pesan-pesan yang ada. Penelitian ini akan bermuara pada

perubahan tingkah laku yang ditampakkan oleh siswa dan dapat dilihat secara

konkret serta dapat diamati. Tingkah laku tersebut dapat diamati melalui

kemampuan berbicara.

Pembelajaran keterampilan berbicara melalui kegiatan bercerita

berbasis karakter adalah pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan

kemampuan berbicara. Alasannya adalah pendekatan ini akan mampu mendorong

siswa untuk lebih kreatif sesuai dengan budaya dan karakter yang mereka miliki,

sehingga akan menimbulkan keberanian dan rasa percaya diri pada individu

masing-masing. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Banuhampu tahun ajaran

2011/2012.

1.2.2 Rumusan Masalah

Masalah umum yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah

apakah kemampuan berbicara siswa melalui kegiatan bercerita berbasis karakter

dapat meningkat. Secara rinci masalah tersebut dirumuskan dalam bentuk

(39)

1) Apakah kegiatan bercerita berbasis karakter dapat meningkatkan

kemampuan berbicara siswa SMA Banuhampu?

2) Apakah ada hubungan kegiatan bercerita berbasis karakter dengan

peningkatan kemampuan berbicara siswa pada kelompok PBMKBBK dan

kelompok PBMT?

3) Apakah kegiatan bercerita berbasis karakter lebih efektif dari pada

pembelajaran berbicara melalui metode terlangsung dalam PBM di SMA

Banuhampu?

4) Apakah kualitas berbicara siswa SMA Banuhampu melalui kegiatan

bercerita berbasis karakter hasilnya cukup baik?

5) Apakah karakter jujur, rasa hormat dan perhatian, tekun, tanggung jawab,

dan santun tercermin dalam kegiatan bercerita siswa?

Kelima permasalahan tersebut akan diukur melalui format instrumen (terlampir)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diarahkan pada implementasi kemampuan berbicara

siswa SMA Banuhampu melalui kegiatan bercerita berbasis karakter . Secara

khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1) meningkatkan kemampuan berbicara siswa SMA Banuhampu;

2) melihat hubungan kegiatan bercerita berbasis karakter dengan peningkatan

kemampuan berbicara siswa SMA Banuhampu;

3) melihat keefektifan kegiatan bercerita berbasis karakter pada siswa SMA

(40)

4) meningkatkan kualitas berbicara siswa SMA Banuhampu melalui kegiatan

bercerita berbasis karakter;

5) melihat pengembangan karakter siswa dalam kegiatan bercerita.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berbicara

siswa melalui kegiatan bercerita berbasis karakter. Penerapan kegiatan bercerita

berbasis karakter ini berdasarkan kenyataan empiris yang ditemui di sekolah.

Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teori maupun

secara praktis.

1.4.1 Manfaat secara Teori

Penelitian ini menerapkan kegiatan bercerita berbasis karakter dalam

meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Dengan demikian secara teoretis

penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan dalil-dalil

atau prinsip-prinsip yang berdasarkan keefektifan dan implementasi pembelajaran

berbicara yang dikembangkan melalui kegiatan bercerita berbasis karakter.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi atas

pembelajaran keterampilan berbicara yang telah dilaksanakan sebelumnya.

2) Bagi siswa proses penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman

(41)

3) Bagi sekolah atau Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan

menjadi masukkan bagi para guru dalam mengembangkan profesinya

sebagai pendidik sekaligus sebagai guru yang profesional. Hasil penelitian

ini juga diharapkan menjadi masukan bagi sekolah dalam hal penyediaan

sumber belajar serta memberikan pengalaman belajar yang lebih variatif

bagi para siswa.

4) Bagi para peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan memberikan

inspirasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan

model pembelajaran.

1.5 Asumsi

Ada beberapa asumsi yang dijadikan landasan dalam penelitian ini.

1) Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

perlu dimiliki oleh seseorang , terutama siswa sebagai calon ilmuwan.

Untuk itu kemampuan berbicara atau berujar perlu dipelajari.

2) Penekanan pembinaan karakter dalam berbicara, sehingga siswa

mempunyai jati diri yang bertanggung jawab.

3) Kemampuan berbicara akan berhasil dengan baik jika ditunjang oleh

penggunaan pendekatan pembelajaran yang mendukung siswa terlibat aktif

dalam berkomunikasi.

4) Kegiatan bercerita berbasis karakter dalam peningkatan kemampuan

(42)

siswa yang meliputi perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, potensi,

nilai-nilai, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu.

1.6 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah kegiatan bercerita berbasis karakter akan

mampu meningkatkan kemampuan berbicara siswa SMA Banuhampu.

1.7 Identifikasi Variabel

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah (a) Pembelajaran

bercerita berbasisi karakter sebagai variabel independen, (b) kemampuan

berbicara siswa SMA Banuhampu sebagai variabel dependen.

1.8 Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya salah pengertian tentang konsep-konsep

yang akan dikaji dalam penelitian ini , maka penulis perlu menjelaskan beberapa

definisi operasional seperti yang tertuang di bawah ini.

1) Pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh guru dalam proses

belajar mengajar melalui penggunaan metode atau teknik yang akan

digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

2) Berbicara adalah kemampuan berbahasa yang sering digunakan seseorang

sebagai alat komunikasi sehari-hari. Dalam proses belajar-mengajar, siswa

dituntut mampu mengemukakan pendapat secara lisan. Misalnya bertanya

dalam kelas, atau berdiskusi memecahkan masalah yang berhubungan dengan

(43)

3) Bercerita adalah kesanggupan seseorang untuk menyampaikan

gagasan-gagasan yang ada dalam pikirannya kepada orang lain. Cerita merupakan

kebutuhan yang universal bagi manusia, mulai dari anak-anak sampai orang

dewasa. Cerita sangat bermanfaat untuk membantu pembentukan pribadi dan

moral anak, menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi tentang berbagai

hal yang muncul dalam pikiran serta dapat mengembangkan nilai-nilai

karakter yang ada dalam cerita tersebut.

4) Karakter adalah watak atau sifat, fitrah yang ada pada diri manusia yang

perlu kita bentuk, kita tumbuh kembangkan dan kita bangun. Pendidikan

karakter yang diberikan kepada siswa dapat membentuk prilaku positif,

interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan mengelola emosi, percaya

diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya, termasuk kemampuan

akademik.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan bahwa pembelajaran

berbicara melalui kegiatan bercerita berbasis karakter adalah suatu kegiatan

pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru untuk melihat kesanggupan siswa

dalam menyampaikan gagasan-gagasan yang ada dalam pikirannya kepada orang

lain sekaligus penanaman nilai karakter kepada siswa agar terbentuk prilaku

positif, interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan mengelola emosi,

percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya, termasuk

kemampuan akademik.

(44)

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan asumsi-asumsi yang kemudian

dikembangkan dari beberapa kajian teori . Pada penelitian ini teori-teori yang

dijadikan rujukan akan saling melengkapi sesuai dengan temuan yang terjadi di

lapangan.

Penelitian peningkatan kemampuan berbicara siswa melalui kegiatan

bercerita berbasis karakter untuk selanjutnya disebut (PBMKBBK) berawal dari

kajian teori dan kenyataan empiris bahwa pembelajaran berbicara di sekolah

sering dianggap kurang perlu dan tidak ditangani secara serius oleh guru sebab

siswa sudah dianggap bisa berbicara. Padahal kenyataannya banyak siswa yang

tidak berani berbicara. Karena berbicara merupakan bentuk komunikasi yang

paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling penting maka diperlukan

proses pembelajaran yang tepat karena terkait dengan berbagai masalah.

Faktor-faktor yang terkait dalam berbicara adalah kemampuan menggunakan kosa kata

yang tepat serta keberanian untuk mengungkapkan gagasan yang ada dalam

pikiran pembicara. Untuk memiliki kemampuan itu siswa perlu diberikan latihan

dan kesempatan untuk mengungkapkan gagasan tersebut. Hal itu bisa dilakukan

melalui proses kegiatan bercerita berbasis karakter.

Kegiatan bercerita merupakan salah satu teknik dalam

pengembangan kemampuan berbicara. Melalui bercerita kemampuan berbahasa

siswa akan terlihat dan melalui bercerita akan dapat diamati karakter yang muncul

pada diri siswa. Karakter ini tidak saja dinilai dari diri siswa tetapi juga digali dari

cerita yang mereka sampaikan. Dengan demikian melalui bercerita penanaman

(45)

cerita berdasarkan pengalaman pribadi yang mereka alami dan cerita yang telah

disediakan oleh guru yaitu beberapa cerita rakyat dari Sumatera Barat. Oleh sebab

itu, penelitian mengenai peningkatan kemampuan berbicara siswa melalui

kegiatan bercerita berbasis karakter dapat dituangkan dalam paradigma penelitian

berikut.

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menguji keefektifan pembelajaran berbicara melalui

kegiatan bercerita berbasis karakter. Alasan pemilihan pembelajaran ini adalah (1)

memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan

menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan

kehidupan nyata) melalui keterlibatan siswa dalam mencoba, melakukan, dan

mengalami sendiri, (2) membiasakan siswa untuk berani mengembangkan ide-ide

serta kreatif dan mempunyai sikap santun dalam berbicara. Untuk keperluan

penelitian ini, maka diperlukan tahapan penelitian berupa (1) metode dan

rancangan penelitian, (2) prosedur penelitian, (3) Lokasi penelitian, (4) sumber

data penelitian, (5) variabel penelitian, (7) alat pengumpul data , dan (8) teknik

analisis data

3.1 Metode dan Rancangan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuannya, penelitian ini dimaksudkan

untuk mencermati berbagai permasalahan yang muncul, mendeskripsikan dan

menganalisis, serta memvalidasinya sebagai pembelajaran berbicara di SMA

Banuhampu Kabupaten Agam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Borg dan

Gall (Sugiyono, 2008) bahwa penelitian dan pengembangan merupakan metode

penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi

(47)

Borg dan Gall menjelaskan bahwa dalam penelitian jenis ini terdiri atas

kegiatan pendahuluan yang dilakukan berupa studi deskriptif, dan kegiatan

pengembangan yang dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap subjek

yang diteliti untuk diketahui perkembangannya. Perlakuan yang dimaksud adalah

kegiatan pembelajaran untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa melalui

bercerita dengan memanfaatkan cerita pengalaman pribadi dan buku cerita yang

telah disediakan.

3.2. Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode

eksperimen kuasi. Untuk itu tahap-tahap yang akan dilakukan adalah seperti

berikut yaitu: tahap prapenelitian, penyusunan rancangan awal PBMKBBK, uji

coba rancangan model, perbaikan rancangan model, dan tahap penelitian kuasi

eksperimen.

3.2.1 Prapenelitian

Langkah awal penelitian ini adalah melakukan pengamatan terhadap

proses pembelajaran berbicara yang sedang berlangsung, peneliti juga melakukan

observasi dan kemudian melaksanakan wawancara dengan guru dan kepala

sekolah yang bertujuan untuk mengetahui pendekatan pelaksanaan pembelajaran

berbicara yang digunakan oleh guru pada saat mengajarkan berbicara kepada

siswa. Setelah itu peneliti menyebarkan angket kepada siswa. Penyebaran angket

ini dalam rangka menggali karakter siswa seperti: sikap, perhatian, tanggung

(48)

Berdasarkan hasil dari observasi, wawancara, dan angket yang diperoleh maka

dilakukan pendeskripsian, interpretasi, dan analisis sebagai dasar penyusunan

rancangan model pembelajaran berbicara.

Untuk menyusun rancangan penelitian maka dilakukan kegiatan yang

meliputi: (a) menyusun pedoman kerja bersama guru bahasa Indonesia

berdasarkan GBPP, silabus, RPP, buku rujukan, dan buku pegangan guru, (b)

mensosialisasikan kegiatan penelitian kepada guru dan siswa untuk penyamaan

persepsi agar pelaksanaan penelitian berjalan seperti yang diharapkan, (c)

menjalin kerjasama dengan kepala sekolah, guru bahasa Indonesia dan personil

yang ada di lingkungan sekolah untuk kepentingan penelitian, (d) menetapkan

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta pokok bahasan yang akan

diajarkan selama pelaksanaan penelitian, (e) menyusun jadwal observasi tentang

proses belajar-mengajar, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol guna

memberi masukan apabila terjadi hal-hal di luar proses penelitian, (f) membahas

beberapa konsep instrumen seperti : (1) lembar kuesioner (angket) ke-1 terkait

dengan karakter siswa pada saat mengikuti pembelajaran berbicara yang sedang

berlangsung dan rencana pembelajaran berbicara melalui kegiatan bercerita

berbasis karakter. Cerita yang akan disampaikan adalah cerita pengalaman

sendiri/pengalaman terindah serta menceritakan kembali cerita yang telah

disediakan, lembar kuesioner ke-2 diberikan kepada siswa setelah uji coba

dilakukan. Angket ini terkait dengan sikap dan minat siswa setelah belajar

berbicara melalui kegiatan bercerita berbasis karakter, sekaligus untuk mengetahui

(49)

pembelajaran melalui kegiatan bercerita ini dikembangkan dalam pembelajaran

berbicara, (2) lembar observasi untuk mengukur kualitas proses belajar-mengajar

dan hasil pembelajaran berbicara melalui kegiatan bercerita pengalaman

sendiri/pengalaman terindah dan menceritakan kembali cerita yang telah

disediakan. Lembar observasi ini diberikan sebelum dan sesudah uji coba

dilakukan, (g) menyiapkan silabus dan RPP yang disesuaikan dengan kurikulum

yang ada, (h) menyiapkan lembar interpretasi karakter siswa, karakter tokoh,

dalam cerita penilaian perilaku tokoh, penilaian berbicara, dan lembar penilaian

tugas menceritakan kembali buku cerita, (i) mendiskusikan semua hasil yang telah

diperoleh kepada guru bidang studi, kepala sekolah , teman sejawat, dan personil

yang berkompeten untuk mendapatkan masukan demi kemurnian hasil penelitian.

3.2.2 Rancangan Awal Pembelajaran Berbicara Melalui Kegiatan Bercerita

Berbasis Karakter (PBMKBBK)

a. Rancangan Pembelajaran

Rancangan pembelajaran merupakan kerangka utama pelaksanaan

pembelajaran yang merupakan hasil refleksi dari konsep pembelajaran berbicara

melalui kegiatan bercerita berbasis karakter dan penyusunan model yang

dituangkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Proses

penyusunan rancangan ini meliputi semua komponen proses pembelajaran yakni

tujuan, materi, metode, aktivitas guru dan siswa, serta evaluasi. Adapun tahapan

kegiatannya adalah: mengenalkan, menghubungkan, menerapkan, merefleksikan,

(50)

introduce „mengenalkan‟, connect „menghubungkan‟, apply „menerapkan‟, reflect

„merefleksikan‟, dan extend „mengembangkan‟.

Merupakan modifikasi rancangan model dari Meyers (1986), Jhonson dan

Morrow, 1981; Arnold, 1985 ( dalam Joyce dan Well, 2011, Heryati , 2009: 112).

1) Tahap Mengenalkan

Yaitu tahapan penanaman pemahaman tentang isi pembelajaran. Bagian

ini diisi dengan penentuan tujuan. Dalam pembelajaran berbicara berdasarkan

pendekatan komunikatif, tugas guru adalah menguraikan kegiatan praktis yang

akan dipelajari siswa. Tahap ini dilakukan selama 10 menit.

2) Tahap Menghubungkan

Tahap ini berisi menghubungkan bahan ajar baru dengan pengetahuan dan

pengalaman yang sudah ada sebelumnya. Guru dapat melakukan brainstorming

sederhana untuk memahami apa yang telah diketahui, dialami, dan dilakukan

siswa sebelumnya. Setelah itu, guru menghubungkan dengan informasi baru.

Tahapan ini juga bertujuan menjajagi ide-ide yang dimiliki siswa sebelum

pembelajaran berbicara dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Siswa secara langsung

diberi kesempatan menggunakan pengetahuan awalnya dalam mengobservasi dan

mengkomunikasikannya kepada orang lain guna menciptakan lingkungan belajar

(51)

antusias siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pelaksanaan

tahapan ini dilakukan selama 15 sampai 20 menit.

3) Tahap Menerapkan

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman

sendiri/pengalaman terindah kemudian menjelaskan dan menginterpretasi karakter

tokoh dari cerita yang dibaca. Selanjutnya siswa diarahkan untuk mampu

menggali kemampuan berbahasa lisan melalui pertanyaan-pertanyaan,

menyampaikan pendapat, menjawab pertanyaan, menanggapi masalah,

menganalisis masalah, memecahkan masalah, menilai karakter yang diamati, serta

memberikan pandangan terhadap cerita yang dibaca. Kegiatan ini dilakukan

dengan cara berdiskusi yang dilakukan antara 40 sampai 50 menit.

4) Tahap Merefleksi

Pada tahap ini siswa diajak untuk melakukan refleksi. Kegiatan refleksi

dilakukan dengan cara mengidentifikasi hambatan-hambatan berbicara, menilai

kemampuan sendiri, dan menyampaikan kesan dan pesan selama kegiatan

berlangsung. Manfaat refleksi ini agar siswa dapat mengetahui kekurangan dan

kelebihan yang mereka miliki.

5) Tahap Mengembangkan

Tahap ini dilakukan setelah siswa menyelesaikan pembelajaran tatap muka di

(52)

tugas yang diberikan guru dan banyak latihan berbicara dalam kesempatan

apapun.

Untuk lebih jelasnya tahapan kegiatan dari rancangan Meyers, Johnson, Morrow,

dan Arnold (dikutip dalam Joyce dan Well, 2011, Heryati, 2009) tersebut dapat

dilihat pada uraian berikut.

Tabel 3.1 Tahapan Kegiatan

No Uraian Kegiatan Indikator

1. Mengenalkan a. Menyampaikan tujuan b. Mengkondisikan pembelajaran c. Melakukan brainstorming

2. Menghubungkan a. Menghubungkan materi/pemahaman

b. Menghubungkan pengalaman sendiri dengan keadaan sekitarnya

c. Menghubungkan karakter tokoh dengan karakter pribadi

3. Menerapkan a. Menceritakan pengalaman sendiri/pengalaman terindah b. Menjelaskan dan menginterpretasi karakter tokoh dari

cerita yang dibaca

i. Menilai karakter yang diamati

j. Memberikan pandangan terhadap cerita yang dibaca 4. Merefleksikan a. Mengidentifikasi hambatan berbicara

b. Menilai kemampuan sendiri c. Menyampaikan kesan dan pesan

5. Mengembangkan a. Penugasan

b. Pelatihan

b. Penyusunan tujuan Pembelajaran

Tujuan merupakan rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan pembelajaran,

sebab tujuanlah yang akan mengarahkan proses tersebut. Proses tersebut

dikembangkan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam

(53)

salah satunya adalah keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara disajikan

secara terintegrasi sehingga implementasinya selalu berorientasi pada pencapaian

kecakapan hidup (life skill). Siswa akan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya

sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Selain itu, keaktifan siswa menjadi

fokus utama. Hal ini terlihat dalam langkah-langkah tujuan pembelajaran yang

harus dilalui siswa untuk menguasai kompetensi tertentu. Dengan demikian siswa

memiliki kebebasan untuk beraktivitas dalam suasana pembelajaran yang dinamis

dan menggairahkan.

TUJUAN PEMBELAJARAN

1) Mengidentifikasi pengalaman yang mengesankan atau cerita yang dibaca. 2) Menentukan pengalaman yang paling mengesankan dari daftar pengalaman

yang diidentifikasi.

3) Menyusun pokok-pokok cerita berdasarkan pengalaman yang mengesankan. 4) Mengidentifikasi karakter tokoh cerita yang dibaca.

5) Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan

6) Menceritakan kembali cerita yang dibaca dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.

7) Menilai karakter yang ada dalam sebuah cerita.

Gambar 3.1 Alur Tujuan Pembelajaran Berbicara

STANDAR KOMPETENSI

Mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi melalui kegiatan berkenalan , berdiskusi, dan bercerita

KOMPETENSI DASAR

 Menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat

(54)

c. Penyusunan Bahan /Materi Pembelajaran

Bahan atau materi pembelajaran berbicara dalam penerapan PKBMKBBK

di SMA Banuhampu Kabupaten Agam yaitu berupa cerita pengalaman

sendiri/pengalaman yang mengesankan dan buku cerita. Hal ini diterapkan agar

siswa berani berbicara sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

d. Metode Pembelajaran

(1) Pendekatan : Pembelajaran melalui kegiatan bercerita berbasis

karakter

(2) Metode : Aplikasi, Diskusi, Tanya Jawab

(3) Media : Cerita Pengalaman sendiri dan buku cerita yaitu:

o Kisah Bundo Kanduang,

o Legenda Danau Singkarak dan Sungai Batang

Ombilin,

o Mak Isun Kayo, dan

o Kisah cinta Anggun Nan Tongga.

e. Penyusunan Evaluasi/Penilaian

Evaluasi atau penilaian merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin

dipisahkan dari kegiatan pembelajaran secara umum. Semua kegiatan

pembelajaran yang dilakukan harus selalu diikuti atau disertai dengan kegiatan

penilaian. Selain itu, kegiatan penilaian haruslah dilakukan secara terencana

dengan baik. Kerangka evaluasi dalam pengolahan kinerja hasil pembelajaran

Gambar

Tabel Judul Tabel
Tabel Judul Tabel
Tabel Judul Tabel
Gambar Judul Gambar
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pentaksiran Sekolah (PS) adalah salah satu komponen utama dalam pengajaran dan pembelajaran (PdP) kerana ia berperanan mengukuhkan pembelajaran murid, meningkatkan

menghadiri Klarifikasi hasil evaluasi ini dianggap menerima seluruh hasil keputusan Pokja ULP perihal hasil penawaran yang ingin diperjelas oleh Pokja ULP dalam

Dari perhitungan fragmentasi batuan hasi peledakan yang dilakukan secara teori didapatkan perbaikan fragmentasi untuk geometri peledakan usulan pada batuan claystone yaitu

● Menghafalkan surat an-Nas sesuai urutan ayat ● Menghafalkan Bentuk instrumen Unjuk kerja 4 jam pelajaran (2Xpertem ● Buku paket ● Juz.. Madrasah

Dengan menggunakan metode latihan Standing Jump Over Barrier, mempunyai efek yang positif dalam peningkatan kecepatan dalam permainan sepakbola.. Journal Pendidikan

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak mengkaruniakan nikmat-Nya yang tak terhitung, salah satunya penulis dapat menyelesaikan skripsi

– Jika sistem baru tidak akurat mencerminkan model mental pengguna: hasilnya mencakup kerusakan dalam pemahaman, kebingungan, kesalahan, kehilangan kepercayaan, dan frustrasi

Siregar (1996) menyatakan bahwa silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu warna masih hijau atau kecoklatan. Oleh karena itu, warna silase-silase hasil percobaan,