Yetty Morelent, 2012
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter” ini adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi
yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran
atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya
saya ini.
Bandung, Agustus 2012
Yang membuat pernyataan
Yetty Morelent, 2012
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA
DISERTASI
Promotor Merangkap Ketua,
Prof. Dr. H. Yoyo Mulyana, M.Ed.
Ko-Promotor
Prof. Dr. H. Iskandarwassid, M. Pd
Anggota
Yetty Morelent, 2012
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Yetty Morelent, 2012
PERSEMBAHAN
Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada
memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih
baik daripada sabar, (Umar bin Kattab).
Yetty Morelent, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah ya Allah segala puji hanya untuk Mu.
Puji syukur kepada Allah Swt, disertasi ini dapat diselesaikan. Namun
penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan
berbagai pihak. Untuk itu dengan hati yang tulus serta penghargaan yang
setinggi-tingginya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: Prof.
Dr. H. Yoyo Mulyana, M. Ed. selaku Promotor sekaligus sebagai ketua panitia
disertasi, yang secara tulus dan sabar telah membimbing penulis sekaligus sebagai
motivator yang tiada henti memberikan semangat kepada penulis dalam
penyelesaian disertasi ini; Prof. Dr. H. Iskandarwassid, M. Pd. , selaku
Ko-Promotor yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kebaikan
hati; Prof. Dr. H. Syihabuddin, M. Pd., selaku anggota pembimbing yang telah
membimbing dengan penuh kebijaksanaan. Semoga Allah selalu melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada para pembimbing atas semua ilmu dan keikhlasan
hati dalam menjalankan amanah Allah selama ini. Amin Yarabbal Alamin.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Vismaia S.
Damaianti, M. Pd. sebagai ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,
yang sangat baik hati dan penuh dedikasi; Prof. Dr. H. Ahmadslamet Harjasujana,
M.A., Prof. Dr. H. Yus Rusyana, Prof. H. Syamsudin A.R., M.S , Prof. Dr. Yoce
Aliah Darma, M. Pd., Prof. Dr. H. Fuad Abdul Hamied, M.A, dan Prof. Dr.
Kosadi Hidayat, M. Pd. yang telah membekali pengetahuan dan keilmuan kepada
Yetty Morelent, 2012
kebahasaan serta keikhlasan hati mereka. Ucapan terima kasih penulis
dedikasikan untuk Soenjono Dardjowidjojo, Ph. D. (almarhum) dan Prof. Dr. H.
E. Aminuddin Aziz, M.A. yang telah memberikan banyak rekomendasi buat
penulis dalam menentukan tempat studi.
Kepada Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Bandung beserta
jajarannya, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Direktur,
Asisten Direktur I, Asisten Direktur II, dan Asisten Direktur III Sekolah
Pascasarjana UPI Bandung. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh staf pengajar dan karyawan Sekolah Pascasarjana UPI Bandung
selaku pelaksana program S3 yang telah memberikan pelayanan yang baik
sehingga tercipta rasa persaudaraan dan keakraban.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor dan para Wakil
Rektor Universitas Bung Hatta Padang, Dekan dan Wakil Dekan FKIP
Universitas Bung Hatta Padang, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melanjutkan studi S3 di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Ucapan
terima kasih juga kepada ketua jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia beserta
seluruh staf pengajar dan karyawan FKIP Universitas Bung Hatta Padang, yang
telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian
Yetty Morelent, 2012
Kepada Kepala sekolah SMA Banuhampu Kabupaten Agam, penulis juga
mengucapkan terima kasih yang tulus telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut, dan tak lupa juga terima
kasih ditujukan kepada siswa-siswi SMA Banuhampu yang telah membantu
kelancaran proses penelitian, Dra. Iswanti dan Dra. Wismelli guru Bahasa
Indonesia SMA Banuhampu Kabupaten Agam, yang telah membantu penulis
selama melaksanakan penelitian, semoga bantuan yang tulus dan segala kebaikan
yang diberikan dibalas oleh Allah Swt. Amin Yarabbal Alamin.
Sembah sujud ananda serta terima kasih yang mendalam kepada yang
mulia Mama tersayang Almarhumah Hj. Suharty Djahar, Papa tersayang H.
Djaharuddin, yang tak henti-hentinya mendoakan penulis serta mertua tersayang
H. Khaidir Anwar dan Hj. Hilma yang selalu menyemangati penulis dalam
penyelesaian studi ini. Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada
adik-adik, kakak ipar, adik ipar, seluruh kemenakan, serta handai tolan yang telah
memberikan dukungan moral selama penulis menyelesaikan studi.
Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada suami tercinta H.
Armeyn Khaidir yang telah banyak berkorban dan senantiasa berdoa untuk
keberhasilan penulis serta selalu mendampingi penulis di manapun berada, tidak
ada kata yang mampu mengungkapkan perasaan penulis untuk semua ketulusan
dan keikhlasan serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis , anak-anak
terkasih Mora Shinta, S.P., Ferdian Yunazar, S.T., M. Eng. (menantu) si bungsu
Dheo Savero Motara, S.Ked., mereka adalah pemberi semangat yang luar biasa
Yetty Morelent, 2012
menunggu keberhasilan penulis dan Stefahayu Illoza Larozza, S.T., yang telah
hadir dalam kehidupan keluarga penulis.
Tiada kata yang lebih bermakna yang dapat penulis sampaikan kepada
semua pihak atas bantuan yang diberikan serta segala doa yang mengiringi.
Penulis serahkan kepada Allah penguasa alam semesta untuk membalas segala
kebaikan yang telah penulis terima dari semuanya. Tak ada gading yang tak retak,
sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan karena
manusia itu tidak sempurna, kesempurnaan itu hanya milik Allah Swt. Untuk itu
penulis menyampaikan maaf kepada semua pihak yang tidak tersebutkan
namanya.
Bandung, Agustus 2012
Yetty Morelent, 2012
KATA PENGANTAR
Bagi para guru, merencanakan konsep tentang berbagai model pengajaran
merupakan usaha untuk mempertahankan profesionalisme mereka. Guru bisa
mengembangkan sebuah pendekatan-pendekatan yang efektif, dengan yakin
mencobanya pada siswa untuk membantu mereka mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran.
Melalui penelitian ini, penulis menawarkan bentuk pembelajaran yang
dapat membuat proses pembelajaran menjadi menarik dan mampu menjadikan
siswa lebih kreatif, berani serta bertanggung jawab, yang disebut Pembelajaran
Berbicara melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberanikan siswa untuk
mampu mengemukakan ide-ide yang mereka miliki, sehingga kemampuan
berbicara siswa menjadi meningkat dan pada akhirnya siswa terampil berbicara..
Penulis memilih kegiatan bercerita berbasis karakter sebagai bentuk
peningkatan kemampuan berbicara karena kegiatan bercerita merupakan suatu
kegiatan yang amat imajinatif dan komunikatif bagi siswa baik sebagai pendengar
maupun pencerita. Disamping itu dengan bercerita penanaman nilai-nilai karakter
dapat disampaikan dengan baik, karena cerita berada pada posisi pertama dalam
mendidik etika, penanaman nilai-nilai moral, bertanggung jawab, dan bagaimana
Yetty Morelent, 2012
Penulis menyadari bahwa apa yang penulis sampaikan dalam disertasi ini
masih banyak kekurangan, semoga kekurangan itu dapat menjadikan celah bagi
peneliti lain untuk melanjutkan penelitian yang sama dari aspek yang berbeda
yang belum tertuang dalam disertasi ini. Namun demikian penulis berharap
dibalik kekurangan itu , disertasi ini dapat memberikan sumbangan bagi dunia
pendidikan, terutama dalam pembelajaran berbicara.
Bandung, Agustus 2012
Yetty Morelent, 2012
DAFTAR ISI
PERNYATAAN………... i
PENGESAHAN... ii-iii PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ... vii
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ……… xiii
DAFTAR TABEL……… xviii
DAFTAR GRAFIK……….. xxi
DAFTAR GAMBAR ………... xxiii DAFTAR SINGKATAN ……… xxiv DAFTAR LAMPIRAN ……….. xxvi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ... 12
1.3. Tujuan Penelitian ... 14
1.4. Manfaat Penelitian ... 14
1.5. Asumsi ... 16
1.6. Hipotesis ... 17
1.7. Identifikasi Variabel ... 17
1.8. Definisi Operasional ... 17
1.9. Paradigma Penelitian ... 19
Yetty Morelent, 2012
2.2 Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 26
2.2.1 Pengertian ... ... 26
2.2.2 Keefektifan Pembelajaran ... 30
2.3 Konsep Berbicara ... 33
2.3.1 Pengertian Berbicara ... 36
2.3.2 Tujuan Berbicara ... 38
2.3.3 Hakikat Berbicara ... 41
2.3.4 Faktor-faktor Penghambat Kegiatan Berbicara ... 42
2.3.5 Hubungan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa Lain ... 47
2.3.6 Bentuk-bentuk Berbicara ... 50
2.4 Bercerita ... 50
2.4.1 Pengertian Bercerita... 51
2.4.2 Tujuan dan Fungsi Bercerita... 53
2.4.3 Manfaat Cerita bagi Perkembangan Anak... 55
2.4.4 Pentingnya Cerita... 58
2.4.5 Jenis dan Sumber Cerita... 59
2.4.6 Teknik Bercerita... 60
2.5 Karakter dan Jati Diri... 61
2.5.1 Pengertian Karakter ... 62
2.5.2 Pengertian Jati Diri... 64
2.5.3 Kaitan Jati Diri dan Karakter ... 65
2.5.4 Tujuan Pendidikan Karakter ... 66
2.5.5 Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 69
2.6 Kajian Penelitian Terdahulu Yang Terkait ... 72
2.7 Aplikasi Teoretis Dalam Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter ... 77
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Rancangan Penelitian ... 83
Yetty Morelent, 2012
3.2.1 Prapenelitian ... 84
3.2.2 Rancangan Awal PBMKBBK……… 86
3.2.3 Tahap Uji Coba Rancangan Pembelajaran.………. 92
3.2.4 Tahap Perbaikan Rancangan Pembelajaran ……….. 97
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Data ... 123
4.2 Pengujian Sifat Data ... 127
4.3.1. Uji Normalitas Setiap Variabel ... 128
4.3.2. Uji Homogenitas Setiap Variabel ... 130
4.3.3. Pengujian Hipotesis ... 131
4.3 Peningkatan Hasil Pembelajaran Berbicara ... 148
4.4 Kualitas Pembelajaran Berbicara ... 165
4.5 Karakter Siwa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 175
4.6 Karakter Tokoh Dalam Cerita ………... 181
4.7 Korelasi Antara Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa ... 194
4.8 Perbandingan Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Berbicara ... 198
4.8.1 Tangapan Siswa Kelas Eksperimen terhadap Pembelajaran Berbicara dan Perbandingan Prates dengan Postesnya ... 199
4.8.2 Tanggapan Siswa Kelas Kontrol terhadap Pembelajaran Berbicara dan Perbandingan Prates dan Postesnya ... 201
Yetty Morelent, 2012
Berbicara pada Prates ... 203
4.8.4 Perbandingan tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran
Berbicara pada Postes ... 204
4.9 Perbandingan Gain Postes-Prates Tanggapan Siswa terhadap
Pembelajaran Berbicara ... 206
4.10 Korelasi Tanggapan awal Siswa (Prates) terhadap Pembelajaran
Berbicara dengan Tanggapan Akhir Siswa (Postes) ... 208
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
5.1 Kesepakan Prosedur Penelitian ……….. 212 5.2 Pembahasan Hasil Prapenelitian ………. 213 5.3 Pembahasan Hasil Penelitian ……….. 221 5.3.1 Pelaksanaan PBMKBBK di Kelas Eksperimen. .…………. 222 5.3.2 Perbedaan Kemampuan Berbicara Siswa Banuhampu
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol...…………. 227 5.3.3 Kemampuan Berbicara Siswa Kelas X SMA Banuhampu
Kelompok PBMKBBK.……… 233
5.3.4 Peningkatan Hasil Belajar Kemampuan Berbicara Siswa SMA
Banuhampu Kelompok PBMKBBK dan Kelompok PBK .. 234
5.3.5 Korelasi antara Prates dan Postes Kemampuan Berbicara
Siswa ... 235
5.3.6 Kualitas Pembelajaran Berbicara Siswa Banuhampu
Kelompok PBMKBBK dan Kelompok PBMT.………. 238 5.4 Tanggapan Siswa Kelompok PBMKBBK dan Kelompok PBMT
Terhadap Pembelajaran Berbicara ………... 239 5.5 Korelasi Tanggapan Awal dan Tangapan Akhir Siswa Terhadap
Pembelajaran Berbicara ……….. 242 5.6 Keefektifan PBMKBBK ...………... 243
Yetty Morelent, 2012
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI
6.1 Simpulan ... 246
6.2 Implikasi ... 252
6.3 Rekomendasi... .………... 253
DAFTAR PUSTAKA ……… 254
LAMPIRAN...………... 261
Yetty Morelent, 2012
Rata-Rata Kemampuan Berbicara Kelompok Eksperimen (PBMKBBK)
Rata-Rata Kemampuan Berbicara Kelompok Kontrol (PBMT)
Hasil Uji Normalitas Prates dan Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol
Hasil Uji Normalitas Prates Kelas Eksperimen dan Kontrol Per Sub Aspek
Hasil Uji Normalitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol Per Sub Aspek
Hasil Uji Homogenitas Varians Antara Data Prates dengan Postes pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Siswa Kelompok Kontrol
Hasil Uji Perbedaan Prates PBMKBBK dengan Prates PBMT
Hasil Uji Perbedaan Postes PBMKBBK dengan Postes PBMT
Hasil Uji Perbedaan Gain PBMKBBK dengan Gain Konvensional
Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen pada Prates dan Postes
Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Kontrol pada Prates dan Postes Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol pada Prates dan Potes
Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Tekanan Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Tata Bahasa Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Kosakata Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Kelancaran Distribusi Frekuensi Kriteria Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Prates dan Potes untuk Aspek Pemahaman Distribusi Frekuensi Karakter Rasa Hormat dan Perhatian Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Yetty Morelent, 2012
Distribusi Frekuensi Karakter Tekun Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Distribusi Frekuensi Karakter Tanggung Jawab Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Distribusi Frekuensi Karakter Santun Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Distribusi Frekuensi Karakter Jujur Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Karakter Tokoh Cerita “Bundo Kanduang”
Karakter Tokoh Cerita “Legenda Danau Singkarak dan Sungai Batang Ombilin”
Karakter Tokoh Cerita “Kisah Cinta Anggun Nan
Tongga”
Karakter Tokoh Cerita “Mak IsunKayo”
Korelasi antara Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa Kelompok Eksperimen
Korelasi antara Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa Kelompok Kontrol
Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen
Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Kontrol
Uji Perbandingan Rata-rata Prates Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Uji Perbandingan Rata-rata Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Uji Perbandingan Rata-rata Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Uji Perbandingan Gain Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Korelasi antara Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen
Yetty Morelent, 2012 No
Urut Tabel Judul Tabel Halaman
DAFTAR GRAFIK
No
Urut Grafik Judul Grafik Halaman
1.
Selisih Rata-rata Kemampuan Berbicara dalam setiap Aspeknya untuk Kelompok Eksperimen (PBMKBBK) Selisih Rata-rata Berbicara dalam setiap Aspeknya untuk Kelompok Kontrol (PBMT)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK) Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa pada Kelas Kontro (PBMT) Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan
Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Tekanan pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan
Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Tekanan pada Kelas Kontrol (PBMT)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Tata Bahasa pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Tata Bahasa pada Kelas Kontrol (PBMT)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Kosa Kata pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Kosa Kata pada Kelas Kontrol (PBMT)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Kelancaran pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan
Yetty Morelent, 2012
Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Kelancaran pada Kelas Kontrol (PBMT)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Pemahaman pada Kelas Eksperimen (PBMKBBK)
Selisih Perbedaan Prates dan Postes Kemampuan Berbicara Siswa berdasarkan Aspek Pemahaman pada Kelas Kontrol (PBMT)
Perbandingan Rata-rata Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen
Perbandingan Rata-rata Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Kontrol
Perbandingan Rata-rata Prates Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Perbandingan Rata-rata Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Perbandingan Rata-rata Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Perbandingan Rata-rata Gain Prates dan Postes
Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Seisih Perbedaan Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelas Eksperimen Selisih Perbedaan Prates dan Postes Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbicara pada Kelas Kontrol
Yetty Morelent, 2012
DAFTAR GAMBAR
No
Urut Gambar Judul Gambar Halaman
1.
Pengembangan Karakter dalam Konteks Mikro
Yetty Morelent, 2012
DAFTAR SINGKATAN
PB = Pembelajaran Berbicara
PBM = Proses Belajar Mengajar
PBMKBBK = Pembelajaran Berbicara Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis
Karakter
BJS = Bijaksana
ADL = Adil
PTH = Patuh
BRN = Berani
TJ = Tanggung Jawab
JHT = Jahat
EG = Egois
RKS = Rakus
RJ = Rajin
TKN = Tekun
BJ = Bertanggung Jawab
PBR = Pemberani
TBA = Taat Beragama
PMF = Pemaaf
PYR = Penyabar
ST = Setia
MNF = Munafik
PBH = Pembohong
Yetty Morelent, 2012
LC = Licik
JJ = Jujur
RJB = Rajin Bekerja
HMT = Hemat
RMB = Rajin Menabung
SRK = Serakah
BH = Baik Hati
SL = Selalu
SR = Sering
KD = Kadang Kadang
JR = Jarang
TP = Tidak Pernah
KPP = Kesepakatan Prosedur Penelitian
BMKBBK = Berbicara Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter
KBBK = Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter
Yetty Morelent, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
No
Urut Judul Lampiran Halaman
1a
Surat Pengantar Penelitian dari SPS-UPI Bandung, tertanggal 28
Februari 2012, dengan no surat 0260/UN40.7/PL/2012
Surat Izin Penelitian dari SMA Swasta Banuhampu, tertanggal 2 Maret
2012, dengan no surat 090.b/108.21.01/SMA.Swt.01/LL-2012
Silabus
RPP
Cerita Pengalaman Siswa
Cerita yang disediakan oleh guru
Data Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner
Rekapitulasi Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Berbicara
dan Kemampuan Berbicara Siswa Kelompok Eksperimen
Rekapitulasi Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Berbicara
dan Kemampuan Berbicara Siswa Kelompok Kontrol
Karakter Responden
Nilai Prates + Postes Setiap Aspek (Tekanan, Tata Bahasa, Kosa Kata,
Kelancaran, Pemahaman) Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol.
Perbandingan Prates (Independent Sample t Tes)
Perbandingan Postes (Independent Sample t Tes)
Perbandingan Tanggapan Siswa (Independent Sample t Tes)
Perbandingan Prates – Postes Kemampuan Berbicara Kelas Eksperimen (Paired Sample t Tes)
Perbandingan Prates – Postes Tanggapan Siswa Kelas Eksperimen
(Paired Sample t Tes)
Perbandingan Prates – Postes Kemampuan Berbicara Kelas Kontrol
(Paired Sample t Tes)
Perbandingan Prates – Postes Tanggapan Siswa Kelas Kontrol (Paired
Yetty Morelent, 2012
Perbandingan Karakter Siswa (Independent Sample t Tes)
Perbandingan Kemampuan Berbicara Secara Keseluruhan
(Independent Sample t Tes)
Perbandingan Gain Kemampuan Berbicara (Independent Sample t Tes)
Penilaian Kemampuan Berbicara
Angket Tanggapan Siswa Terhadap Mata Pelajaran Sebelum Uji Coba
Angket Tanggapan Siswa Terhadap Mata Pelajaran Sesudah Uji Coba
Kisi-Kisi Lembar Wawancara Sebelum Uji Coba
Kisi-Kisi Lembar Wawancara Sesudah Uji Coba
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan Pendidikan Nasional pada pasal 3 Undang-undang RI No 20
tahun 2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional ini sangatlah menarik karena telah
mengarahkan dunia pendidikan pada wilayah karakter berbangsa dan bernegara.
Pendidikan karakter menurut Al-Qairawani (dalam Megawangi, 2004:vii) adalah
usaha untuk mencegah tumbuhnya sifat-sifat buruk yang dapat menutupi fitrah
manusia, serta melatih anak untuk terus melakukan perbuatan baik agar mengakar
kuat dalam dirinya agar akan tecermin dalam tindakannya yang senantiasa
melakukan kebajikan. Sebagaimana Lickona (dalam Aziz, 2011:201)
mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam
merespon situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata
melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain
Namun, kalau kita perhatikan dalam sistem pendidikan dewasa ini terdapat
berbagai hal yang tidak konsisten dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Seperti
yang dikatakan Koesman otak anak dijejali dengan berbagai macam hafalan
berbagai macam pelajaran, sehingga anak tidak mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Akibatnya, anak tidak bergairah, tidak
ceria, dan maupun senang untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Sistem dialog
tidak diadakan, kreasi anak tidak dihidupkan, tetapi dimatikan dengan menghafal
dan mengerjakan PR (pekerjaan rumah) yang setiap hari menumpuk. Kesempatan
untuk bermain menjadi hilang. Keceriaan anak telah terampas, wajahnya
cenderung masam. Rasa ketakutan, kecemasan, dan kebingungan mencekam
mereka. Anak tidak didorong untuk berani bertanya kepada guru. Mungkin karena
oleh guru dianggap merepotkan, karena harus menjawab dengan berpikir
(2009:193-194).
Murphy menyatakan bahwa upaya memperbaiki dan meningkatkan
mutu pendidikan seakan tidak pernah berhenti. Banyak agenda reformasi yang
telah, sedang, dan akan dilaksanakan. Beragam program inovasi ikut serta
memeriahkan reformasi pendidikan. Reformasi pendidikan adalah restrukturisasi
pendidikan, yakni memperbaiki pola hubungan sekolah dengan lingkungannya
dan dengan pemerintah, pola pengembangan perencanaan serta pola
mengembangkan manajerialnya, pemberdayaan guru dan restrukturisasi
model-model pembelajaran (dalam Majid, 2011:3).
Model pembelajaran bahasa Indonesia saat ini hanya
berbagai dimensi yang berbeda bagi guru tertentu dan para pembelajar bahasa.
Pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan KTSP tertuju pada pengembangan
aspek fungsional bahasa, yaitu peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia.
Ketika kompetensi berbahasa yang menjadi sasaran, para guru lebih berfokus pada
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Para pengajar bahasa secara maksimal mendayagunakan kompetensi
kebahasaan para pembelajar untuk melakukan kegiatan berkomunikasi. Guru dan
siswa berinteraksi dalam sejumlah aktivitas berbahasa yang berkisar mulai dari
latihan-latihan bahasa secara mekanis hingga situasi-situasi komunikasi yang
otentik. Metodologi tertentu yang digunakan dalam kelas menghasilkan
asumsi-asumsi tertentu tentang : (1) sifat bahasa, (2) pembelajaran, (3) peran pembelajar
dan guru, (4) aktivitas pembelajaran dan materi pengajaran (Richards, dalam
Ghazali: 2010:1).
Dalam banyak situasi kelas, interaksi verbal antara guru dan siswa
digambarkan sebagai bentuk komunikasi yang sangat terbatas sekali, siswa
berperan pasif, tidak pernah memulai diskusi dan biasanya berbicara hanya bila
disapa oleh guru (Stubbs, dalam Ghazali: 2010:2).
Diah Harianti “Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan” (Suara
Pembaruan, 2012: 1) terkait pelaksanaan ujian nasional tahun 2012 menyatakan
bahwa kualitas pengajaran bahasa Indonesia buruk. Hal ini dikarenakan yang
hanya dinilai dalam pelaksanaan ujian nasional terfokus pada aspek membaca
Melihat dari kenyataan seperti yang dikemukakan oleh Diah Harianti
tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa banyak siswa yang tidak terampil
berbicara.
Fenomena ini sejalan dengan yang dikatakan Arsjad (1988:1) bahwa
banyak ahli terampil menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan, namun sering
kurang terampil menyajikannya secara lisan.
Kadang-kadang pokok pembicaraan cukup menarik, tetapi karena
penyajiannya kurang menarik, hasilnya pun kurang memuaskan. Kemampuan
berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dimiliki
seseorang. Kemampuan ini bukanlah kemampuan yang diwariskan secara
turun-temurun, walaupun pada dasarnya secara alamiah manusia dapat berbicara.
Namun, kemampuan berbicara secara formal memerlukan latihan dan pengarahan
atau bimbingan yang intensif.
Seperti yang diungkapkan oleh Arsjad (1988:1) bahwa dari kenyataan
berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan dibandingkan
dengan cara lain. Lebih dari separuh waktu kita digunakan untuk berbicara dan
mendengarkan, dan selebihnya barulah untuk menulis dan membaca.
Sebagai anggota masyarakat, secara alamiah seseorang mampu
berbicara. Namun, dalam situasi formal sering timbul rasa gugup, sehingga
gagasan yang dikemukakan menjadi tidak teratur dan akhirnya bahasanya pun
menjadi tidak teratur. Bahkan ada yang tidak berani berbicara. Anggapan bahwa
setiap orang dengan sendirinya dapat berbicara telah menyebabkan pembinaan
Sampai saat ini pun guru masih beranggapan bahwa semua anak pasti
mampu berbicara karena diperoleh secara alami. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Tarigan (1995:54) bahwa pembinaan dan keterampilan berbicara siswa di
sekolah menjadi tanggung jawab guru-guru bahasa Indonesia. Mereka harus dapat
menciptakan suasana dan kesempatan belajar berbicara bagi siswa-siswa. Mereka
harus sabar dan tekun memotivasi dan melatih siswa berbicara.
Berdasarkan hasil pengamatan berbagai pakar, nilai bahasa Indonesia
para siswa cenderung buruk. Hal tersebut dikarenakan fokus pengajaran bahasa
Indonesia hanya pada keterampilan membaca sedangkan aspek berbicara
terabaikan maka sehubungan dengan hal itu, Tarigan menyatakan bahwa
pengajaran berbicara harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya melalui
pokok-pokok bahasan yang ada. Karena itu guru bahasa Indonesia harus mengenal,
mengetahui, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode, teknik atau cara
mengajarkan keterampilan berbicara, sehingga pengajaran berbicara menarik,
merangsang, bervariasi, dan menimbulkan minat belajar berbicara bagi siswa.
(1995:55).
Pengajaran berbicara dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Cara
mana yang baik dan tepat bergantung kepada situasi dan tujuan pengajaran. Salah
satu cara mengajarkan berbicara tersebut adalah dengan bercerita. Penelitian ini
menggunakan kegiatan bercerita berbasis karakter sebagai pengajaran berbicara
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa disingkat
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad, 1988:17). Kegiatan
berbicara ini berlangsung apabila persyaratannya terpenuhi. Persyaratan yang
dimaksud adalah penutur (yang berbicara), petutur (yang diajak berbicara), topik
(hal yang dibicarakan), situasi (keadaan saat berbicara), latar (tempat komunikasi
berlangsung), dan sarana (alat komunikasi) terpenuhi. Keenam persyaratan
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni bahasa lisan dan
bahasa tulis.
Brown (2001:267-269), menekankan pentingnya kompetensi dalam
percakapan sebagai kunci keberhasilan kemampuan berbicara. Di dalamnya
terkandung pemenuhan tujuan-tujuan pragmatis melalui wacana yang interaktif.
Ada beberapa ukuran dalam mengembangkan tujuan dan teknik pembelajaran
percakapan. Pembelajaran tersebut harus memperhatikan perbedaan antara
percakapan transaksional dan interaksional. Terkait dengan hal teknik, perlu
dipelajari nominasi topik, memelihara percakapan, giliran berbicara, interupsi, dan
menutup percakapan. Ukuran lain adalah ketepatan percakapan dilihat dari aspek
sosiolinguistik, gaya berbicara, komunikasi nonverbal, dan percakapan rutin.
Pembelajaran pelafalan/pengucapan memiliki sisi kontroversi jika
dikaitkan dengan pembelajaran berbicara dalam konteks komunikasi dan interaksi.
Pembelajaran berbicara dalam bahasa asing menekankan pada bahasa secara
keseluruhan dan pemaknaan konteks. Meskipun demikian pembelajaran pelafalan
Akurasi dan kelancaran (Accuracy an Fluency) dalam pembelajaran
berbicara menjadi ukuran keberhasilan. Akurasi dan fluensi bisa berorientasi pada
pesan yang disampaikan atau pada bahasa yang digunakan. Akurasi lebih
ditekankan pada ketepatan penggunaan elemen bahasa seperti fonologi,
tatabahasa, dan wacana. Sedangkan fluensi menekankan pada kelancaran pesan
diungkapkan dengan bahasa (Brown, 2001:267-269).
Faktor-faktor afektif merupakan salah satu isu yang mempengaruhi
pembelajaran berbicara. Sementara ini masih berkembang sikap „kehati-hatian‟
dalam berbicara dalam arti yang kurang baik. Ada konsep dari „language ego‟
yang menyatakan bahwa „Anda adalah apa yang Anda ucapkan‟, kemudian ada
ungkapan dari Twains (dalam Brown, 2001:269) bahwa lebih baik diam daripada
terlihat kebodahannya. Guru justru harus mampu menggugah agar siswa berani
dan mau berbicara.
Kemampuan guru dalam hal menggugah siswa agar berani berbicara
dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Kegiatan berbicara ini dapat
dilaksanakan melalui metode pelatihan. Metode pelatihan ini dapat dilaksanakan
melalui kegiatan bercerita.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Sudarmadji, dkk. (2010:1) bahwa
cerita adalah salah satu kebutuhan bagi anak. Cerita juga sangat membantu untuk
menghidupkan suasana pembelajaran. Guru yang mau memenuhi kebutuhan anak
didiknya dan pandai menghidupkan suasana, tentu akan berkenan dihati anak
didik. Seorang ahli psikologi pendidikan Buhler (Sudarmadji, dkk, 2010: 2)
fantastis, hal-hal yang jarang terjadi, yang membuat imajinasinya dapat „menari
-nari‟.
Seperti pernyataan Stewig (dalam Norton, 1983:236) berikut ini.
“States that there are three important reasons to include storytelling as part of childhood experiences. First, storytelling helps children understand the oral tradition of literature. Second, storytelling allows the adult an opportunity to involve children in the experience. Third, when an adult tells a story, children understand that it is a worthy activity and are stimulated to try telling stories themselves”.
Dari ketiga alasan yang dikemukakan oleh Stewig di atas penelitian ini
menerapkan kegiatan bercerita sebagai rangsangan bagi siswa untuk mau
berbicara melalui menceritakan kembali pengalaman atau kisah-kisah mereka
sendiri.
Suyanto & Abbas (dalam Musfiroh, 2008:19) menyatakan bahwa cerita
dapat digunakan oleh orang tua dan guru sebagai sarana mendidik dan membentuk
kepribadian anak melalui pendekatan transmisi budaya atau cultural transmission
approach.
Dalam cerita, nilai-nilai luhur ditanamkan pada diri anak melalui
penghayatan terhadap makna dan maksud cerita (meaning and intention of story).
Anak melakukan serangkaian kegiatan kognisi dan afeksi, mulai dari interpretasi,
komprehensi, hingga inferensi terhadap nilai-nilai moral yang terkandung di
dalamnya (Musfiroh, 2008:19). Melalui kegiatan ini, transmisi budaya terjadi
secara alamiah, bawah sadar, dan akumulatif hingga jalin-menjalin membentuk
kepribadian anak. Makna kebaikan , kejujuran, kerjasama akan berakumulasi pada
Proses ini terjadi secara lebih kuat dari pada nasehat atau paparan (Musfiroh,
2008:20).
Lebih lanjut Musfiroh (2008:20-21) memaparkan bahwa bercerita
menjadi sesuatu yang penting bagi anak karena beberapa alasan:
1) bercerita merupakan alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna
anak disamping teladan yang dilihat anak setiap hari;
2) bercerita merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan dasar
keterampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis dan menyimak, tidak
terkecuali untuk anak taman kanak-kanak;
3) bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangkan
kemampuan bersimpati dan berempati terhadap peristiwa yang menimpa orang
lain. Hal tersebut mendasari anak untuk memiliki kepekaan sosial;
4) bercerita memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu permasalahan
dengan baik, bagaimana melakukan pembicaraan yang baik, sekaligus memberi
“pelajaran” pada anak bagaimana cara mengendalikan keinginan-keinginan
yang dinilai negatif oleh masyarakat;
5) bercerita memberikan barometer sosial pada anak, nilai-nilai apa saja yang
diterima oleh masyarakat sekitar, seperti patuh pada perintah orang tua,
mengalah pada adik, dan selalu bersikap jujur;
6) bercerita memberikan “pelajaran” budaya dan budi pekerti yang memiliki
retensi lebih kuat dari pada “pelajaran” budi pekerti yang diberikan melalui
7) bercerita memberikan ruang gerak pada anak, kapan sesuatu nilai yang berhasil
ditangkap akan diaplikasikan;
8) bercerita memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan guru sebagai
pencerita, seperti kedekatan emosional sebagai pengganti figur lekat orang tua;
9) bercerita membangkitkan rasa tahu anak akan peristiwa atau cerita, alur, plot,
dan menumbuhkan kemampuan merangkai sebab-akibat dari suatu peristiwa
dan memberikan peluang bagi anak untuk belajar menelaah kejadian-kejadian
di sekelilingnya;
10) bercerita memberikan daya tarik bersekolah bagi anak. Cerita memberikan
efek reaktif dan imajinatif. Karena cerita menyenangkan bagi anak hal itu
membantu pembentukan serabut syaraf pada anak. Setiap respon positif yang
dimunculkan anak akan memperlancar hubungan antarneuron. Secara tidak
langsung, cerita merangsang otak untuk menganyam jaringan intelektual
anak;
11) bercerita mendorong anak memberikan “makna” bagi proses belajar terutama
mengenai empati sehingga anak dapat mengkonkretkan rabaan psikologis
mereka bagaimana seharusnya memandang suatu masalah dari sudut pandang
orang lain. Dengan kata lain, anak belajar memahami sudut pandang orang
lain secara lebih jelas berdasarkan perkembangan psikologis masing-masing
(Musfiroh, 2008:21).
Dari uraian tersebut penulis menyimpulkan bahwa dengan kegiatan
efek psikologis yang positif seperti kedekatan emosional antara guru dan anak
didik.
Untuk itu para guru perlu membekali dirinya dengan keterampilan
bercerita ini. Salah satu alasan yang mendorong guru untuk mulai mengasah
kemampuan bercerita adalah kenyataan bahwa cerita merupakan media yang
efektif dalam menerapkan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter yang diberikan kepada siswa dapat membentuk
prilaku positif, interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan mengelola
emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya, termasuk
kemampuan akademik. (Lickona, dalam Megawangi, 2004).
Menurut Megawangi (2004:101) ada beberapa nilai-nilai yang dianggap
perlu untuk dijadikan fokus pendidikan karakter. Dalam deklarasi Aspen (dikutip
oleh Megawangi dalam Brooks, 1997) menghasilkan enam nilai etik utama (core
ethical value) yang disepakati untuk diajarkan dalam sistem pendidikan karakter
di Amerika yang meliputi (1) dapat dipercaya (trustworthy) meliputi sifat jujur
(honesty) dan integritas (integrity), (2) memperlakukan orang lain dengan hormat
(treats people with respect), (3) bertanggung jawab (responsible), (4) adil (fair),
(5) kasih sayang (caring), dan (6) warga negara yang baik (good citizen).
Adapaun IHF (dalam Megawangi, 2004:102) telah membuat konsep
sembilan pilar karakter untuk dijadikan modul pendidikan karakter. Kesembilan
ini adalah nilai-nilai yang bersifat universal, yaitu (1) cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3) kejujuran/amanah,
royong, (6) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan
keadilan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, kedamaian dan kesatuan. Untuk
konteks Indonesia, aspek ke-Tuhan-an ini memang sesuai dengan apa yang
terdapat dalam dasar ideologi negara (Pancasila) yang ditempatkan pada sila
pertama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu strategi
untuk meningkatkan kemampuan berbicara adalah melalui kegiatan bercerita
berbasis karakter. Kegiatan bercerita berbasis karakter dipandang cukup relevan
untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Penelitian ini akan mengacu kepada pernyataan yang dikemukakan oleh
Stewig (dalam Norton, 1983:236) sebagai dasar untuk menggunakan kegiatan
bercerita dalam meningkatkan kemampuan berbicara.
Penelitian ini akan menjadikan kegiatan bercerita sebagai kegiatan yang
nantinya akan mampu membuat siswa untuk berani dan terampil berbicara, basis
karakter yang digunakan sebagai dasar kegiatan bercerita adalah untuk mendidik
siswa agar mempunyai keberanianserta kreatif dalam memunculkan ide-ide yang
imajinatif, mampu bekerja keras, bertanggung jawab, memiliki rasa hormat, dan
pantang menyerah.
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Batasan Masalah
Penelitian ini akan membahas peningkatan kemampuan berbicara
berbicara dibatasi pada kemampuan menceritakan kembali pengalaman
sendiri/pengalaman yang mengesankan serta hasil pengamatan yang dilakukan
oleh siswa terhadap bahan-bahan yang dibaca (salah satunya adalah buku cerita
yang telah disediakan). Salah satu pertimbangan pemilihan ragam tersebut adalah
untuk memberanikan siswa mengungkapkan kembali apa yang telah diamati dan
mampu mengeksplorasi pesan-pesan yang ada. Penelitian ini akan bermuara pada
perubahan tingkah laku yang ditampakkan oleh siswa dan dapat dilihat secara
konkret serta dapat diamati. Tingkah laku tersebut dapat diamati melalui
kemampuan berbicara.
Pembelajaran keterampilan berbicara melalui kegiatan bercerita
berbasis karakter adalah pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan
kemampuan berbicara. Alasannya adalah pendekatan ini akan mampu mendorong
siswa untuk lebih kreatif sesuai dengan budaya dan karakter yang mereka miliki,
sehingga akan menimbulkan keberanian dan rasa percaya diri pada individu
masing-masing. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Banuhampu tahun ajaran
2011/2012.
1.2.2 Rumusan Masalah
Masalah umum yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah
apakah kemampuan berbicara siswa melalui kegiatan bercerita berbasis karakter
dapat meningkat. Secara rinci masalah tersebut dirumuskan dalam bentuk
1) Apakah kegiatan bercerita berbasis karakter dapat meningkatkan
kemampuan berbicara siswa SMA Banuhampu?
2) Apakah ada hubungan kegiatan bercerita berbasis karakter dengan
peningkatan kemampuan berbicara siswa pada kelompok PBMKBBK dan
kelompok PBMT?
3) Apakah kegiatan bercerita berbasis karakter lebih efektif dari pada
pembelajaran berbicara melalui metode terlangsung dalam PBM di SMA
Banuhampu?
4) Apakah kualitas berbicara siswa SMA Banuhampu melalui kegiatan
bercerita berbasis karakter hasilnya cukup baik?
5) Apakah karakter jujur, rasa hormat dan perhatian, tekun, tanggung jawab,
dan santun tercermin dalam kegiatan bercerita siswa?
Kelima permasalahan tersebut akan diukur melalui format instrumen (terlampir)
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini diarahkan pada implementasi kemampuan berbicara
siswa SMA Banuhampu melalui kegiatan bercerita berbasis karakter . Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1) meningkatkan kemampuan berbicara siswa SMA Banuhampu;
2) melihat hubungan kegiatan bercerita berbasis karakter dengan peningkatan
kemampuan berbicara siswa SMA Banuhampu;
3) melihat keefektifan kegiatan bercerita berbasis karakter pada siswa SMA
4) meningkatkan kualitas berbicara siswa SMA Banuhampu melalui kegiatan
bercerita berbasis karakter;
5) melihat pengembangan karakter siswa dalam kegiatan bercerita.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berbicara
siswa melalui kegiatan bercerita berbasis karakter. Penerapan kegiatan bercerita
berbasis karakter ini berdasarkan kenyataan empiris yang ditemui di sekolah.
Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teori maupun
secara praktis.
1.4.1 Manfaat secara Teori
Penelitian ini menerapkan kegiatan bercerita berbasis karakter dalam
meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Dengan demikian secara teoretis
penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan dalil-dalil
atau prinsip-prinsip yang berdasarkan keefektifan dan implementasi pembelajaran
berbicara yang dikembangkan melalui kegiatan bercerita berbasis karakter.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi atas
pembelajaran keterampilan berbicara yang telah dilaksanakan sebelumnya.
2) Bagi siswa proses penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman
3) Bagi sekolah atau Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan
menjadi masukkan bagi para guru dalam mengembangkan profesinya
sebagai pendidik sekaligus sebagai guru yang profesional. Hasil penelitian
ini juga diharapkan menjadi masukan bagi sekolah dalam hal penyediaan
sumber belajar serta memberikan pengalaman belajar yang lebih variatif
bagi para siswa.
4) Bagi para peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
inspirasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan
model pembelajaran.
1.5 Asumsi
Ada beberapa asumsi yang dijadikan landasan dalam penelitian ini.
1) Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang
perlu dimiliki oleh seseorang , terutama siswa sebagai calon ilmuwan.
Untuk itu kemampuan berbicara atau berujar perlu dipelajari.
2) Penekanan pembinaan karakter dalam berbicara, sehingga siswa
mempunyai jati diri yang bertanggung jawab.
3) Kemampuan berbicara akan berhasil dengan baik jika ditunjang oleh
penggunaan pendekatan pembelajaran yang mendukung siswa terlibat aktif
dalam berkomunikasi.
4) Kegiatan bercerita berbasis karakter dalam peningkatan kemampuan
siswa yang meliputi perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, potensi,
nilai-nilai, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu.
1.6 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah kegiatan bercerita berbasis karakter akan
mampu meningkatkan kemampuan berbicara siswa SMA Banuhampu.
1.7 Identifikasi Variabel
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah (a) Pembelajaran
bercerita berbasisi karakter sebagai variabel independen, (b) kemampuan
berbicara siswa SMA Banuhampu sebagai variabel dependen.
1.8 Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya salah pengertian tentang konsep-konsep
yang akan dikaji dalam penelitian ini , maka penulis perlu menjelaskan beberapa
definisi operasional seperti yang tertuang di bawah ini.
1) Pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh guru dalam proses
belajar mengajar melalui penggunaan metode atau teknik yang akan
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
2) Berbicara adalah kemampuan berbahasa yang sering digunakan seseorang
sebagai alat komunikasi sehari-hari. Dalam proses belajar-mengajar, siswa
dituntut mampu mengemukakan pendapat secara lisan. Misalnya bertanya
dalam kelas, atau berdiskusi memecahkan masalah yang berhubungan dengan
3) Bercerita adalah kesanggupan seseorang untuk menyampaikan
gagasan-gagasan yang ada dalam pikirannya kepada orang lain. Cerita merupakan
kebutuhan yang universal bagi manusia, mulai dari anak-anak sampai orang
dewasa. Cerita sangat bermanfaat untuk membantu pembentukan pribadi dan
moral anak, menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi tentang berbagai
hal yang muncul dalam pikiran serta dapat mengembangkan nilai-nilai
karakter yang ada dalam cerita tersebut.
4) Karakter adalah watak atau sifat, fitrah yang ada pada diri manusia yang
perlu kita bentuk, kita tumbuh kembangkan dan kita bangun. Pendidikan
karakter yang diberikan kepada siswa dapat membentuk prilaku positif,
interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan mengelola emosi, percaya
diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya, termasuk kemampuan
akademik.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan bahwa pembelajaran
berbicara melalui kegiatan bercerita berbasis karakter adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru untuk melihat kesanggupan siswa
dalam menyampaikan gagasan-gagasan yang ada dalam pikirannya kepada orang
lain sekaligus penanaman nilai karakter kepada siswa agar terbentuk prilaku
positif, interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan mengelola emosi,
percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya, termasuk
kemampuan akademik.
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan asumsi-asumsi yang kemudian
dikembangkan dari beberapa kajian teori . Pada penelitian ini teori-teori yang
dijadikan rujukan akan saling melengkapi sesuai dengan temuan yang terjadi di
lapangan.
Penelitian peningkatan kemampuan berbicara siswa melalui kegiatan
bercerita berbasis karakter untuk selanjutnya disebut (PBMKBBK) berawal dari
kajian teori dan kenyataan empiris bahwa pembelajaran berbicara di sekolah
sering dianggap kurang perlu dan tidak ditangani secara serius oleh guru sebab
siswa sudah dianggap bisa berbicara. Padahal kenyataannya banyak siswa yang
tidak berani berbicara. Karena berbicara merupakan bentuk komunikasi yang
paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling penting maka diperlukan
proses pembelajaran yang tepat karena terkait dengan berbagai masalah.
Faktor-faktor yang terkait dalam berbicara adalah kemampuan menggunakan kosa kata
yang tepat serta keberanian untuk mengungkapkan gagasan yang ada dalam
pikiran pembicara. Untuk memiliki kemampuan itu siswa perlu diberikan latihan
dan kesempatan untuk mengungkapkan gagasan tersebut. Hal itu bisa dilakukan
melalui proses kegiatan bercerita berbasis karakter.
Kegiatan bercerita merupakan salah satu teknik dalam
pengembangan kemampuan berbicara. Melalui bercerita kemampuan berbahasa
siswa akan terlihat dan melalui bercerita akan dapat diamati karakter yang muncul
pada diri siswa. Karakter ini tidak saja dinilai dari diri siswa tetapi juga digali dari
cerita yang mereka sampaikan. Dengan demikian melalui bercerita penanaman
cerita berdasarkan pengalaman pribadi yang mereka alami dan cerita yang telah
disediakan oleh guru yaitu beberapa cerita rakyat dari Sumatera Barat. Oleh sebab
itu, penelitian mengenai peningkatan kemampuan berbicara siswa melalui
kegiatan bercerita berbasis karakter dapat dituangkan dalam paradigma penelitian
berikut.
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menguji keefektifan pembelajaran berbicara melalui
kegiatan bercerita berbasis karakter. Alasan pemilihan pembelajaran ini adalah (1)
memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan
menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan
kehidupan nyata) melalui keterlibatan siswa dalam mencoba, melakukan, dan
mengalami sendiri, (2) membiasakan siswa untuk berani mengembangkan ide-ide
serta kreatif dan mempunyai sikap santun dalam berbicara. Untuk keperluan
penelitian ini, maka diperlukan tahapan penelitian berupa (1) metode dan
rancangan penelitian, (2) prosedur penelitian, (3) Lokasi penelitian, (4) sumber
data penelitian, (5) variabel penelitian, (7) alat pengumpul data , dan (8) teknik
analisis data
3.1 Metode dan Rancangan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuannya, penelitian ini dimaksudkan
untuk mencermati berbagai permasalahan yang muncul, mendeskripsikan dan
menganalisis, serta memvalidasinya sebagai pembelajaran berbicara di SMA
Banuhampu Kabupaten Agam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Borg dan
Gall (Sugiyono, 2008) bahwa penelitian dan pengembangan merupakan metode
penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi
Borg dan Gall menjelaskan bahwa dalam penelitian jenis ini terdiri atas
kegiatan pendahuluan yang dilakukan berupa studi deskriptif, dan kegiatan
pengembangan yang dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap subjek
yang diteliti untuk diketahui perkembangannya. Perlakuan yang dimaksud adalah
kegiatan pembelajaran untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa melalui
bercerita dengan memanfaatkan cerita pengalaman pribadi dan buku cerita yang
telah disediakan.
3.2. Prosedur Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode
eksperimen kuasi. Untuk itu tahap-tahap yang akan dilakukan adalah seperti
berikut yaitu: tahap prapenelitian, penyusunan rancangan awal PBMKBBK, uji
coba rancangan model, perbaikan rancangan model, dan tahap penelitian kuasi
eksperimen.
3.2.1 Prapenelitian
Langkah awal penelitian ini adalah melakukan pengamatan terhadap
proses pembelajaran berbicara yang sedang berlangsung, peneliti juga melakukan
observasi dan kemudian melaksanakan wawancara dengan guru dan kepala
sekolah yang bertujuan untuk mengetahui pendekatan pelaksanaan pembelajaran
berbicara yang digunakan oleh guru pada saat mengajarkan berbicara kepada
siswa. Setelah itu peneliti menyebarkan angket kepada siswa. Penyebaran angket
ini dalam rangka menggali karakter siswa seperti: sikap, perhatian, tanggung
Berdasarkan hasil dari observasi, wawancara, dan angket yang diperoleh maka
dilakukan pendeskripsian, interpretasi, dan analisis sebagai dasar penyusunan
rancangan model pembelajaran berbicara.
Untuk menyusun rancangan penelitian maka dilakukan kegiatan yang
meliputi: (a) menyusun pedoman kerja bersama guru bahasa Indonesia
berdasarkan GBPP, silabus, RPP, buku rujukan, dan buku pegangan guru, (b)
mensosialisasikan kegiatan penelitian kepada guru dan siswa untuk penyamaan
persepsi agar pelaksanaan penelitian berjalan seperti yang diharapkan, (c)
menjalin kerjasama dengan kepala sekolah, guru bahasa Indonesia dan personil
yang ada di lingkungan sekolah untuk kepentingan penelitian, (d) menetapkan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta pokok bahasan yang akan
diajarkan selama pelaksanaan penelitian, (e) menyusun jadwal observasi tentang
proses belajar-mengajar, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol guna
memberi masukan apabila terjadi hal-hal di luar proses penelitian, (f) membahas
beberapa konsep instrumen seperti : (1) lembar kuesioner (angket) ke-1 terkait
dengan karakter siswa pada saat mengikuti pembelajaran berbicara yang sedang
berlangsung dan rencana pembelajaran berbicara melalui kegiatan bercerita
berbasis karakter. Cerita yang akan disampaikan adalah cerita pengalaman
sendiri/pengalaman terindah serta menceritakan kembali cerita yang telah
disediakan, lembar kuesioner ke-2 diberikan kepada siswa setelah uji coba
dilakukan. Angket ini terkait dengan sikap dan minat siswa setelah belajar
berbicara melalui kegiatan bercerita berbasis karakter, sekaligus untuk mengetahui
pembelajaran melalui kegiatan bercerita ini dikembangkan dalam pembelajaran
berbicara, (2) lembar observasi untuk mengukur kualitas proses belajar-mengajar
dan hasil pembelajaran berbicara melalui kegiatan bercerita pengalaman
sendiri/pengalaman terindah dan menceritakan kembali cerita yang telah
disediakan. Lembar observasi ini diberikan sebelum dan sesudah uji coba
dilakukan, (g) menyiapkan silabus dan RPP yang disesuaikan dengan kurikulum
yang ada, (h) menyiapkan lembar interpretasi karakter siswa, karakter tokoh,
dalam cerita penilaian perilaku tokoh, penilaian berbicara, dan lembar penilaian
tugas menceritakan kembali buku cerita, (i) mendiskusikan semua hasil yang telah
diperoleh kepada guru bidang studi, kepala sekolah , teman sejawat, dan personil
yang berkompeten untuk mendapatkan masukan demi kemurnian hasil penelitian.
3.2.2 Rancangan Awal Pembelajaran Berbicara Melalui Kegiatan Bercerita
Berbasis Karakter (PBMKBBK)
a. Rancangan Pembelajaran
Rancangan pembelajaran merupakan kerangka utama pelaksanaan
pembelajaran yang merupakan hasil refleksi dari konsep pembelajaran berbicara
melalui kegiatan bercerita berbasis karakter dan penyusunan model yang
dituangkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Proses
penyusunan rancangan ini meliputi semua komponen proses pembelajaran yakni
tujuan, materi, metode, aktivitas guru dan siswa, serta evaluasi. Adapun tahapan
kegiatannya adalah: mengenalkan, menghubungkan, menerapkan, merefleksikan,
introduce „mengenalkan‟, connect „menghubungkan‟, apply „menerapkan‟, reflect
„merefleksikan‟, dan extend „mengembangkan‟.
Merupakan modifikasi rancangan model dari Meyers (1986), Jhonson dan
Morrow, 1981; Arnold, 1985 ( dalam Joyce dan Well, 2011, Heryati , 2009: 112).
1) Tahap Mengenalkan
Yaitu tahapan penanaman pemahaman tentang isi pembelajaran. Bagian
ini diisi dengan penentuan tujuan. Dalam pembelajaran berbicara berdasarkan
pendekatan komunikatif, tugas guru adalah menguraikan kegiatan praktis yang
akan dipelajari siswa. Tahap ini dilakukan selama 10 menit.
2) Tahap Menghubungkan
Tahap ini berisi menghubungkan bahan ajar baru dengan pengetahuan dan
pengalaman yang sudah ada sebelumnya. Guru dapat melakukan brainstorming
sederhana untuk memahami apa yang telah diketahui, dialami, dan dilakukan
siswa sebelumnya. Setelah itu, guru menghubungkan dengan informasi baru.
Tahapan ini juga bertujuan menjajagi ide-ide yang dimiliki siswa sebelum
pembelajaran berbicara dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Siswa secara langsung
diberi kesempatan menggunakan pengetahuan awalnya dalam mengobservasi dan
mengkomunikasikannya kepada orang lain guna menciptakan lingkungan belajar
antusias siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pelaksanaan
tahapan ini dilakukan selama 15 sampai 20 menit.
3) Tahap Menerapkan
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman
sendiri/pengalaman terindah kemudian menjelaskan dan menginterpretasi karakter
tokoh dari cerita yang dibaca. Selanjutnya siswa diarahkan untuk mampu
menggali kemampuan berbahasa lisan melalui pertanyaan-pertanyaan,
menyampaikan pendapat, menjawab pertanyaan, menanggapi masalah,
menganalisis masalah, memecahkan masalah, menilai karakter yang diamati, serta
memberikan pandangan terhadap cerita yang dibaca. Kegiatan ini dilakukan
dengan cara berdiskusi yang dilakukan antara 40 sampai 50 menit.
4) Tahap Merefleksi
Pada tahap ini siswa diajak untuk melakukan refleksi. Kegiatan refleksi
dilakukan dengan cara mengidentifikasi hambatan-hambatan berbicara, menilai
kemampuan sendiri, dan menyampaikan kesan dan pesan selama kegiatan
berlangsung. Manfaat refleksi ini agar siswa dapat mengetahui kekurangan dan
kelebihan yang mereka miliki.
5) Tahap Mengembangkan
Tahap ini dilakukan setelah siswa menyelesaikan pembelajaran tatap muka di
tugas yang diberikan guru dan banyak latihan berbicara dalam kesempatan
apapun.
Untuk lebih jelasnya tahapan kegiatan dari rancangan Meyers, Johnson, Morrow,
dan Arnold (dikutip dalam Joyce dan Well, 2011, Heryati, 2009) tersebut dapat
dilihat pada uraian berikut.
Tabel 3.1 Tahapan Kegiatan
No Uraian Kegiatan Indikator
1. Mengenalkan a. Menyampaikan tujuan b. Mengkondisikan pembelajaran c. Melakukan brainstorming
2. Menghubungkan a. Menghubungkan materi/pemahaman
b. Menghubungkan pengalaman sendiri dengan keadaan sekitarnya
c. Menghubungkan karakter tokoh dengan karakter pribadi
3. Menerapkan a. Menceritakan pengalaman sendiri/pengalaman terindah b. Menjelaskan dan menginterpretasi karakter tokoh dari
cerita yang dibaca
i. Menilai karakter yang diamati
j. Memberikan pandangan terhadap cerita yang dibaca 4. Merefleksikan a. Mengidentifikasi hambatan berbicara
b. Menilai kemampuan sendiri c. Menyampaikan kesan dan pesan
5. Mengembangkan a. Penugasan
b. Pelatihan
b. Penyusunan tujuan Pembelajaran
Tujuan merupakan rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan pembelajaran,
sebab tujuanlah yang akan mengarahkan proses tersebut. Proses tersebut
dikembangkan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam
salah satunya adalah keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara disajikan
secara terintegrasi sehingga implementasinya selalu berorientasi pada pencapaian
kecakapan hidup (life skill). Siswa akan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya
sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Selain itu, keaktifan siswa menjadi
fokus utama. Hal ini terlihat dalam langkah-langkah tujuan pembelajaran yang
harus dilalui siswa untuk menguasai kompetensi tertentu. Dengan demikian siswa
memiliki kebebasan untuk beraktivitas dalam suasana pembelajaran yang dinamis
dan menggairahkan.
TUJUAN PEMBELAJARAN
1) Mengidentifikasi pengalaman yang mengesankan atau cerita yang dibaca. 2) Menentukan pengalaman yang paling mengesankan dari daftar pengalaman
yang diidentifikasi.
3) Menyusun pokok-pokok cerita berdasarkan pengalaman yang mengesankan. 4) Mengidentifikasi karakter tokoh cerita yang dibaca.
5) Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan
6) Menceritakan kembali cerita yang dibaca dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.
7) Menilai karakter yang ada dalam sebuah cerita.
Gambar 3.1 Alur Tujuan Pembelajaran Berbicara
STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi melalui kegiatan berkenalan , berdiskusi, dan bercerita
KOMPETENSI DASAR
Menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat
c. Penyusunan Bahan /Materi Pembelajaran
Bahan atau materi pembelajaran berbicara dalam penerapan PKBMKBBK
di SMA Banuhampu Kabupaten Agam yaitu berupa cerita pengalaman
sendiri/pengalaman yang mengesankan dan buku cerita. Hal ini diterapkan agar
siswa berani berbicara sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
d. Metode Pembelajaran
(1) Pendekatan : Pembelajaran melalui kegiatan bercerita berbasis
karakter
(2) Metode : Aplikasi, Diskusi, Tanya Jawab
(3) Media : Cerita Pengalaman sendiri dan buku cerita yaitu:
o Kisah Bundo Kanduang,
o Legenda Danau Singkarak dan Sungai Batang
Ombilin,
o Mak Isun Kayo, dan
o Kisah cinta Anggun Nan Tongga.
e. Penyusunan Evaluasi/Penilaian
Evaluasi atau penilaian merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin
dipisahkan dari kegiatan pembelajaran secara umum. Semua kegiatan
pembelajaran yang dilakukan harus selalu diikuti atau disertai dengan kegiatan
penilaian. Selain itu, kegiatan penilaian haruslah dilakukan secara terencana
dengan baik. Kerangka evaluasi dalam pengolahan kinerja hasil pembelajaran