STRATEGI PEMBINAAN
DISIPLIN SISWA DI SEKOLAH
(Studi Kasus Di SMU KORPRI IMP Bandung)
TESIS
Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis PPS IKTP Bandung
Untuk Memcnuhi Sebagian Syarat Pcnyelcsaian Program S2
Bidang Studi Pendidikan Umum
DRS. USMAN RADIAN 9697108 /XXV1II-20.
PROGRAM
PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
DISETUJUI DAN DISYAHKAN OLEH PEMBIMBING
Pembimbing I
( Prof. Dr. H. Diamari) NIP:130097834.
Pembimbing II
( Drri€\\rahu RasvidirT M. Ed. )
matibaginya sama saja" (Imam Syafi'ie).
Pelajarilah ilmu! Mencari ilmu karena Allah adalah kebaikan, menuntutnya adalah
ibadah,
mempe.lajarinya
adalah
tasbih,
mengkajinya
adalah
jihad,
dan
mengajarkannya adalah sedekah. Ilmu adalah lenmn yung menghibur dalam
kesendirian, petunjuk dalam suka dan duka, pembantu di sisi sahabat karib, teman di
sisi kawan, dan penerang di jalan surga. Disarikan dari Mutlara Ihya Ulumuddin,
karya Al-Ghazali.
Kudedikasikan tesis ini untuk
Jstriku tercinta Dra. Nani Tursina
dan Ananda tersayang: 1. Rizqin
2. Militatisina
3. Hayyinun Hayati
Hidup disiplin dalam kehidupan sehari-hari merupakan dambaan setiap
sekolah, tidak terkecuali juga di SMU KORPRI IKIP Bandung. Karena
bagaimanapun baiknya program suatu sekolah jika tidak dibarengi dengan disiplin
hasilnya mustahil akan baik.
Penelitian ini dipusatkan pada usaha-usaha guru dan kepala sekolah dalam
strategi pembinaan disiplin siswa di sekolah, menggunakan metode deskriptif
anaiitik dengan pendekatan fenomenoiogis. Proses dan hasil penelitian ini
aiuesknpsikan. dnnterpreiasikan dan dianaiisis memlaiui pembahasan untuk
menernukan esensi makna disiplin siswa yang sebenamya.
Pertanyaan penilitian yang diajukan sebagai fckus penilitian ini meliputi:
oJigHiinanaKPh cara guru dan kepala sekolah mengmtcraalisasi tata tcrlib sekolah
dHiH-T! keias ucngan tinerapkannya strategi pembinaan disiplin siswa khus-isnya
aalani Dclajar di keias, apakah pelaksanaan pengawasan dalam strategi pembinaan
aisiphn siswa bersitat meiekat dan dipadukan dengan manajeman keias,dan apakah
guru sena kepala sekolah sudah memberikan contoh tauladan yang bask, kepada
sisvv'anya di sekolah.
Dan hasil
penelitian tersebut diperoleh gambaran mengintemaiisasi
(peresapan) tata tertib sekolah kepada siswanya di SMU KORPRI IKIP Bandung,
pemahaman tata tertib penyikapan dan peningkatan disiplin, mengambil keputusan
disiplin, melakukan koreksi atas kekeliruan bahkan hukuman, adalah merupakan
suatu keperluan yang tidak dapat disangsikan iagi kebanarannya karena akan
berpengaruh terhadap para siswa dalam menghayati dan mengamaikan tata tertib
sekolah.
Upaya guru dan kepala sekolah dalam membina prilaku siswa dalam kelas
dengan diterapkannya strategi pembinaan disiplin siswa khususnya dalam belajar di
kelas sudah terjadi perubahan ke arah yang positif. Hal ini dapat dibuktikan tatkala
memulai dan mengakhiri pelajaran dilakukan pembacaan do'a, sedangkan
sebelumnya pada waktu awal masa orientasi siswa (IvIOS) tidak pemah dilakukan,
dan ketertiban selama proses belajar mengajar, sangat tergantung kepada ketegasan
guru dalam mengajar.
Pelaksanaan pengawasan dalam pembinaan disiplin siswa yang paling
banyak berperan adalah devvan guru, yang terdiri dari: wali kelas, guru bidang studi,
guru bimbingan dan penyuluhan, serta guru piket.
Guru dan kepala sekolah dalam memberikan contoh dan tauladan yang baik
untuk merealisasikan disiplin siswa di sekolah, mengisyaratkan nilai-nilai terpuji
yang hendak ditransformasikan kepada siswa. Nilai tersebut diwujudkan dalam hal
kebersihan dan keindahan, datang dan puiang sekolah, berpakaian, sholat
berjamaah,
kegiatan
selama
proses
belajar
mengajar,
mengoreksi
dan
mengembaiikan hasil pekerjaan siswa, serta membiasakan ucapan salam.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR j
PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH iv
ABSTRAK viii
DAFTAR 1S1 lx
DAFTAR TABF.I xii
DAFTAR GAMBAR xiii
BAB. I. PENDAHUl.UAN
A. Latar Belakang 1
B. Masalah Penelitian ... 8
C. Tujuan Penelitian ,, 9
D. Manfaat Penelitian 1 ]
E. Asumsi Penelitian 15
F. Definisi Operasional 16
BAB. IF I..ANDASAN KONSEPTUAL STRATEGI PEMBINAAN DISIPLIN
SISWA DALAM PENDIDIKAN UMUM
A. Pemahaman Makna Disiplin Siswa dalam Pendidikan Umum 19
1. Makna Disiplin Siswa dalam Pendidikan Umum 19
2. Strategi Disiplin Kerja Guru dalam Pendidikan Umum 26
3. Menyiasati Penanaman Disiplin dalam Perkembangan Diri Siswa . 29
B. Mencermati Proses Pembinaan Disiplin Siswa
33
1. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnva Kualitas Disiplin^5§i0SpiK>
3. Strategi Disiplin Diri dalam belajar 47
4. Teori dan Pendekatan Pembinaan Disiplin Siswa 59
BAB. III. PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian 67
B. Subyek Penelitian 70
C. Teknik Pengumpulan Data 71
D. Instrumen Penelitian 74
E. Pengumpulan Data Penelitian 75
F. Analisis Data Penelitian 75
BAB. IV. HAS1L-HAS1L PENELITIAN
A. Gambaran Umum Data Penelitian 77
B. Profil Lokasi Penelitian 79
C. Deskripsi dan Analisis 84
1. Cara Guru dan Kepala Sekolah Menginternaiisasi Tata Tertib Sekolah Kepada Siswanya Di SMU KORPRI IKIP Bandung 84
2. Perilaku Siswa dalam Kelas dengan Diterapkannya Stra
tegi Pembinaan Disiplin Siswa Khususnya dalam Belajar di
Kelas Ill
3. Pelaksanaan Pengawasan dalam Pembinaan Disiplin Siswa Di SMU KORPRI IKIP Bandung Bersifat Melekat dan Dipadukan
Dengan Manajemen Kelas 122
4. Guru dan kepala Sekolah dalam Memberikan Contoh dan Tau
ladan Untuk Merealisasikan Disiplin Siswa 131
DAFTAR TABEL
II a la man Tabel
1. Keadaan Guru SMU KORPRI IKIP Bandung Tahun Ajaran 1998/1999
80
81
2. Subyek Guru dalam Penelitian
3. Keadaan Siswa SMU KORPRI IKIP Bandung Tahun Ajaran 1998,1999
82
83
4. Subyek Siswa dalam Penelitian
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin ketatnya persaingan sumber daya manusia dalam menghadapai era
kesejagatan, dibarengi pula dengan semakin gencarnya pemasyarakatan disiplin, baik
oleh pemerintah maupun swasta, maka pembinaan diperlukan disiplin dalam berbagai
bidang kehidupan, karena memang disiplin merupakan alternatif pilihan untuk
memenangkan atau mengimbangi persaingan, sebab sesuatu keberhasilan akan
mustahil, manakala tidak dibarengi dengan disiplin.
Sebagai latar belakang sosial budaya Sumaatmadja (1996: 56)
mengemukakan pendapatnya:
Meskipun kebudayaan telah kita sadari sebagai milik otentik manusia, pembinaan dan penanamannya pada diri tiap warga , khususnya pada generasi muda yang akan menjadi SDM masa yang akan datang, wajib dilakukan secara ajek, bertahan dan berkesinambungan. Oleh karena itu, proses inkulturasi melalui pendidikan pada segala lingkungan, jenjang, dan tingkatnya, wajib membina serta menanamkan budaya yang telah diayakini keluhurannya. Keluarga, masyarakat, dan sekolah sebagai lembaga budaya wajib
melaksanakan proses tersebut. Budaya daerah dengan nilai-nilai luhurnya itu
secara berakar diproses mulai dari keluarga, masyarakat setempat, sampai ke sekolah. Budaya daerah sebagai "muatan lokal" dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, wajib menjadi kepedulian kita semua, terutama kepedulian pendidik di sekolah-sekolah yang bersangkutan.
Menyimak dari pemaparan tersebut di atas betapa pentingnya pembinaan dan
penanaman kebudayaan termasuk di dalamnya budaya disiplin pada diri setiap warga,
terutama pada generasi muda, yang akan menjadi sumber daya manusia yang akan
mundumya suatu bangsa tergantung kepada generasi mudanya sekarang", maka lidak
beriebihan ungkapan kata "wajib" dalam satu alinea mencapai empat kali. Hal ini
menujukan pembinaan terhadap generasi muda dalam budaya disipilin merupakan
kepedulian kita semua, yang tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Dasar hukum pelaksanaan disiplin siswa di sekolah terdiri dari:
1. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 Pasal 25,
DEPDIKBUD RI (1992: 12) menyebutkan:
(1) Setiap peserta didik berkewajiban untuk:
1. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta
didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. memaruhi semua peraturan yang berlaku; 3. menghormati tenaga kependidikan;
4. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 33 tanggal 23 Mei 1995. tentang
Gerakan Disiplin Nasional serta ketentuan pelaksanaannya meliputi:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah pasal 18 (1994: 98) menyebutkan:
(1) Setiap siswa berkewajiban untuk:
1. ikut menggung biaya penyelenggaraan pendidikan. kecuali bilamana siswa dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. memaruhi semua peraturan yang berlaku; 3. menghormati tenaga kependidikan;
4. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan sekolah menengah yang bersangkutan.
b. Instruksi MENDEKBUD Republik Indonesia nomor: 8/U/1995, tentang Pelaksanaan
Menengah Umum, pasal 17 (1992: 74) menyebutkan: "Setiap siswa wajib
mematuhi dan melaksanakan semua peraturan dan tata tertib yang berlaku di
SMU".
d. Instruksi Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat nomor: 9 tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Gerakan Disiplin Nasional.
Dari uraian tersebut di atas menunjukkan betapa kuatnya dasar hukum
perlunya seorang siswa melakukan disiplin di sekolah sehingga akan terjalin
keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari antara sesama siswa dan juga dengan
dewan guru dalam proses belajar mengajar.
Sejalan pula dengan tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU No:
2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 4 DEPDIKBUD RI
(1992: 4) menyebutkan:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan pendidikan nasional akan terwujud, apabila proses belajar mengajar
dilakukan dengan disiplin, perlu ditanamkan bukan hanya kepada guru tetapi juga
kepada siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) yang merupakan generasi muda,
sedangkan mereka adalah lapisan terbesar dalam masyarakat, maka sudah barang tentu
Sehubungan dengan arah pendidikan nasional, tergambarlah bahwa manusia
Indonesia khususnya anak, remaja dan pemuda
sebagai penerus estapet
kepemimpinan bangsa, harus diupayakan melakukan disiplin sedini mungkin, dalam
proses pendidikan sehari-hari terutama di sekolah. Sebab keberhasilan pembangunan
suatu bangsa ditentukan oleh kualitas disiplin bangsa itu sendiri. Dalam hubungan ini
perlu dikembangkan potensi yang terdapat dalam diri manusia, khususnya yang
berkaitan dengan budaya tertib, budaya bersih dan budayabelajar.
Dalam hal disiplin Kurtines (1984:485) memaparkan juga sebagai berikut:
Kebanyakan teknik pendisiplinan mengandung komponen penerapan kekuasaan
atau penangguhan kasih sayang, yang diperlukan untuk menghentikan anak dari
apa yang sedang dilakukannya, dan yang lebih penting lagi dalam kaitan dengan
permasalahan ini untuk memintakan perhatian terhadap informasi yang terkandung
dalam komponen induktif.
Komponen induktif itu merujuk kepada konsekwensi yang menimbulkan
kerugian terhadap orang lain dari tindakan anak yang bersangkutan. Sekiranya
dirasakan terlalu sedikit komponen penerapan kekuasaan atau penangguhan kasih
sayang, maka anak-anak yang bersangkutan mungkin menganggap sepi orang tuanya.
Sedangkan penerapan kekuasaan dan penangguhan kasih sayang yang terlalu banyak
akan menimbulkan ketakutan, kecemasan ataupun kekesalan, bahkan kebencian pada
anak itu yang dapat menganggu tercapainya disiplin.
berdaya guna dan berhasil guna bagi kehidupan bangsa yang sedang membangun
khususnya strategi guru dan kepala sekolah dalam membina disiplin siswanya.
Dalam suatu hasil penelitian Komisi Disiplin Phi Delta Kappa di Amerika
Serikat (Wayson, 1992: 9) membuktikan bahwa betapa pentingnya peranan sekolah
dalam membentuk disiplin siswa. Ditemukan bahwa sekolah yang memiliki disiplin
baik (good dicipline) adalah sekolah yang bercirikan: "Membangun disiplinnya
dengan cara menciptakan sekolah yang kondusif dalam menanamkan disiplin,
terhindar dari praktek-praktek terisolasi yang berkenaan dengan masalah disiplin".
Penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa pembentukan kepribadian
disiplin tidak dapat dilakukan secara parsial atau pragmental yang bersipat kasuistik
melainkan harus dalam kondisi dan situasi yang utuh, berkelanjutan, dan
berkesinambungan. "Konsep disiplin diangkat kepermukaan dari nilai dasar (ND) ke
tataran nilai instrumental operasional (NIO) tidak terjebak dalam tataran konseptual
semata. Disiplin ditegakan melalui pendekatan nilai yang lebih persuasif' (Djahiri,
1995:32).
Hasil penelitian yang lain dikemukakan oleh Reyes (1995: 34) berkenaan
dengan keterkaitan antara pemilikan nilai, moral dan norma para siswa dengan
pertumbuhan prestasi siswa. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa: "Futher,
student achievement growth in high schools is related to two critical elements of
community: shared norms, values and beliefs, as indicated by teachers commitment;
Dari hasil penelitian tersebut betapa besarnya peran seorang guru dalam
mengembangkan potensi siswanya. Norma, nilai, dan keyakinan termasuk faktor yang
sangat berperan dalam mendukung keberhasilan belajar siswanya, andaikata gurunya
sendiri memiliki komitmen yang kuat melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Ungkapan tersebut di atas memberikan makna bahwa proyeksi pendidikan
nilai kedisiplinan di sekolah mempunyai peran yang menentukan yaitu:
Guru dan kepala sekolah, serta pihak-pihak terkait lainnya akan sangat
membantu dalam menumbuh
kembangkan
kesadaran
(conciousness)
dan
pengalaman (experience) berdisiplin para siswa, apabila lingkungan sekitar
mereka menggiring pada situasi dan kondisi yang kondusif bagi pembentukan
manusia yang beriman dan bertaqwa (Daradjat, 1980: 30).
Taqwa artinya melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala
larangan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam Al-Qur'an surat Al
Baqarah ayat 2 sampai 5, DEPAG (1995: 8-9) yang artinya:
Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya: petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
sholat, dan menafkahkan sebahagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka,
dan mereka beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu
dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan
adanya (kehidupan) akhirat, mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari
Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Namun dalam kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak guru
yang kurang memberikan kontribusinya dalam upaya menciptakan iklim sekolah yang
disiplin. Garapan membentuk pribadi manusia yang berdisiplin seolah-olah hanya
merupakan tanggung jawab Guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarga
Negaraan semata. Selanjutnya seperti yang disinyalir Departemen Pendidikan dan
masa remaja akhir (late adolesence) yakni ia dituntut untuk menentukan
pilihan-pilihan (nilai, moral, norma) yang tepat untuk kehidupan masa depannya"
(Sullivan, 1975; Kenny & Kenny 1991 Windmiller, 1980; Daradjat, 1980.)
B. Masalah Penelitian
Bertitiktolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan terdahulu,
mengenai pembinaan anak, remaja dan
pemuda yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor: 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, keputusan
Presiden Repulik Indonesia nomor 33 1995 tentang Gerakan Disiplin Nasional serta
ketentuan pelaksanaannya, diperlukan strategi pembinaan disiplin siswa yang mantap
masih terdapat kesenjangan, diantaranya belum memiliki pola yang baku, belum
terencana, terpadu dan berkesinambungan.
Dalam kenyataan terdapat kesenjangan, antara cita-cita dan realitas strategi
pembinaan disiplin siswa, yang dialami pendidikan persekolahan, perlu dicarikan pola
pembinaan yang tepat. Cara menemukan pola pembinaan itu di antaranya dapat
diungkap melalui pengkajian yang mendalam.
Kontradiktif antara harapan dengan kenyataan, remaja sebagai harapan
bangsa, yang akan menjadi sumber daya manusia di masa yang akan datang,
terkesan disiplinya rendah. Hal ini terbukti, banyak ditemukan kasus-kasus
diperlukan pemecahan yang mendesak, bagaimana sebaiknya strategi pembinaan
disiplin siswa di sekolah?.
Sebagai kendali penelitian, supaya terfokus pada pokok persoalan, di bawah
ini dikemukakan pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
1. Bagaimanakah cara guru dan kepala sekolah menginternaiisasi tata tertib
sekolah kepada siswanya di SMU KORPRI IKIP Bandung9
2. Bagaimanakah perilaku siswa dalam kelas dengan diterapkannya strategi
pembinaan disiplin siswa khususnya dalam belajar di kelas?
3. Apakah pelaksanaan pengawasan dalam pembinaan disiplin siswa di SMU
KORPRI IKIP Bandung bersipat melekat dan dipadukan dengan manajemen
kelas?.
4. Apakah Guru-Guru dan Kepala Sekolah sudah memberikan contoh dan
tauladan yang baik untuk merealisasikan terbinanya disiplin siswa?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai strategi pembinaan disiplin siswa di sekolah ini,
diarahkan pada tujuan penelitian:
Pertama, untuk mendapatkan gambaran mengenai pola strategi pembinaan
disiplin siswa di SMU KORPRI IKIP Bandung. Tujuan ini berkenaan dengan
masalah cara guru dan kepala sekolah menginternaiisasi tata tertib sekolah kepada
disiplin siswa khususnya di dalam belajar di kelas, bahwa di tingkat Sekolah
Menengah Umum (SMU) strategi ke arah perbaikan sistem penegakan disiplin
sekarang ini sedang digalakan, namun disinyalir dalam praktek sehari-harinya
kualitas disiplin siswa masih sangat rendah terbukti dengan banyak kasus-kasus
kenakalan remaja, yang apabila ditelusuri mereka kebanyakan adalah para siswa
Sekolah Menengah Umum (SMU). Pelaksanaannya secara formal, program
pembinaan disiplin siswa belum dilakukan secara terarah, terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan. Pembinaan kedisiplinan seolah-olah hanya menjadi tugas guru
Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Pancasila dan Kewarnegaraan semata. Pedahal
seyogianya semua guru juga tidak terkecuali kepala sekolah ikut berperan dalam
mewarnai pelaksanaan disiplin siswa di sekolah.
Kedua, penelitian ini untuk memperoleh gambaran atas strategi pembinaan
disiplin siswa di sekolah, agar siswa mencapai disipiin yang optimal, dalam hal
komitmen pelaksanaan pengawasan pembinaan disiplin siswa di SMLI KORPRI IKIP
Bandung bersipat melekat dan dipadukan dengan manajemen kelas, dalam mentaati
tata tertib sekolah dan proses belajar mengajar di kelas. Komitmen kedisiplinan siswa
dimaksudkan adalah komitmen menurut standar ukur siswa (SMU) yang dapat diamati
gejala-gejalanya (fenomena) dalam perilaku siswa (tindakan, cara berpakaian ucapan,
dan pikiran) dalam kehidupan sekoiah. Mereka merupakan bagian dari prilaku
pendidikan yang notabenenya di satu pihak banyak bergantung dan terikat oleh sistem
sekolah, serta keberadaan keluarga dan masyarakat, di lain pihak, mereka dituntut
11
yang akan dijalani dengan penuh persaingan yang sangat ketat. Khususnya dalam
proses belajar mengajar di kelas yang mencakup: a. Memperhatikan penjelasan guru,
b. merespon kepada tugas, c. Mengerjakan pekerjaan rumah, d Tidak menyontek.
D. Manfaat Penelitian
Dalam manfaat penelitian ini penulis akan membagi menjadi dua manfaat,
adalah sebagai berikut ini:
1. Manfaat Teoritis
Mengenai teori yang memuat tentang disiplin sudah banyak, namun demikian
seperangkat teori yang secara khusus menyoroti tentang strategi pembinaan disiplin
siswa di Sekolah Menengah Umum (SMU) yang mengacu pada pendidikan nilai
(value education), masih diperlukan. Oleh karena itu untuk menegakan disiplin siswa
di sekolah, pembinaan menjadi perhatian pokok unsur aparatur sekolah.
Peningkatan pembinaan disiplin siswa di sekolah Roueche (Djahiri 1985: 27)
mengemukakan pendapatnya, seperti berikut ini:
a. Pembinaan diri siswa yang menyadari hakekat dirinya.
b. Pembinaan kesadaran nilai luhur manusiawi yang dimilikinya.
c. Membina dan melatih siswa untuk mampu melakukan pelepasan/release rasa
cinta kasihnya, rasa senang, duka dan sedih.
d. Membina kesiapan hidup sukses melalui pembinaan kerjasama dengan
sesama dan lingkungatmya.
e. Pengembangan intelektual selalu serasi dan selaras serta seimbang dengan
pembinaan aspek emosional/afeksinya.
f. Membiasakan bahwa sekolah bukan satu-satunya tempat belajar melalui pola
Mengungkap esensi teoritis itu adalah tepat manakala kerangka teori yang
dibentuk mengacu pada nilai agama dan nilai budaya, serta dirangkai dalam kerangka
pendekatan fenomenologis sebagai bentuk dan isi penelitian.
Berdasarkan kerangka pemikiran itu diharapkan dalam melihat persoalan
pembinaan disiplin siswa di lokasi penelitian, dapat mengungkap makna apa yang
tersirat dalam fenomena kehidupan berdisiplin sekolah sehingga mampu memberikan
kotribusi berarti bagi tataran teoritik. Karena dalam upaya membina diduga terdapat
perangkat nilai baik yang didasari ataupun tidak disadari oleh pelakunya guru atau
kepala sekolah sebagai interpretasi dari kerangka acuan teoritik yang bersifat teologis
islami, interpretasi dari suatu teori yang dirujuk memiliki konsekuensi logis. Selain
suatu teori memiliki terminologi atau konsep tertentu, teori dapat mempengaruhi pola
tindakan perujuknya. sebab acapkali suatu teori memiliki misi tersendiri dalam
muatan prakteknya di lapangan.
Pada konsep pendidikan umum (general education) misalnya banyak
diketengahkan istilah misalnya membentuk karakter moral (moral character), manusia
utuh complete man), warga negara yang baik (good citizen) atau keluarga bahagia
(happy familly) (Henry, 1952; Haris 1960) yang bermuatan nilai norma dan moral.
Namun nilai, moral norma yang mana yang harus dirujuk?
Mengenai visi manfaat teoritis inilah peneliti berharap dapat menemukan suatu
kerangka pikir yang dapat bermanfaat bagi teori pendidikan nilai kedisiplinan di
sekolah, khususnya di Sekolah Menengah Umum (SMU). Oleh sebab itu pengamatan
13
sekolah, dapat membangun asumsi-asumsi baru untuk keperluan teori atau sebagai
verifikasi atas teori yang sudah ada dan sudah diuji kebenarannya.
Mengenai taraf verifikasi teori misalnya; Ulwan (1992; 174) berpendapat
"Bahwa upaya pendidikan kearah tersebut khususnya dalam disiplin hams mengacu
kepada kaidah-kaidah dasar, yaitu: ikhlas, taqwa, ilmu, santun, pemaaf dan
bertanggung jawab". Yang menjadi persoalan adalah: bagaimana realitas
pelaksanaannya didalam kontek pendidikan formal seperti SMU .yang menurut Ma'arif
(1991: 3) "Kerap kali dipandang daiam diiema dichotomy's pendidikan barat yang
dinasionaiisasikan dengan penambahan beberapa mata pelajaran agama dengan sistern
pendidikan Islam dari zaman klasik tanpa pembaharuan secara mendasar".
"Bagaimana pufa pembinaan disiplin siswa yang menjabarkan makna simbolik,
emfirik, estetik, sinoetik, etik, dan sinoptik" (Phentx, 1964: 6) mengarahkan moralitas
positif melalui interaksi secara efektif efesien dan memuaskan (Lipham (985: 37)
menciptakan organisasi dan administrasi sekolah secara interdisipliner,
interdepartemen, dan lintas sektoraf (Henry, 1952:Lipham, 1985, Brameid, 1965) serta
memadukan antara nilai sekuler dengan nilai ketuhanan ( Djojonegoro,. 1993, Djamari,.
1988, Depdikbud, 1994k Dalam cakupan persoalan ituiah penelitian ini, diharapkan
mampu memiliki manfaat secara teoritis.
2. Manfaat Praktis
Peningkatan kwalitas disiplin siswa, sudah barang tentu memerlukan
penjabaran secara oprasionaf jelas dan tuntas. Sementara tugas guru atau kepala
sekolah dalam pembinaan disiplin siswa masih sangat dipengaruhi olehjtgjs^jaksanaan
\>w ant/
CD
«W > . '&
jmn ™
pendidikan yang sentralistis, formalitas dan seolah-olah hanya menjadi tanggung
jawab guru bidang studi tertentu saja (Pendidikan Agama serta Pendidikan Pancasila
dan Kewarga Negaraan), sedangkan disiplin, merupakan tanggung jawab bersama
semua aparatur sekolah, yang memerlukan kerja sama dengan orang tua.masyarakat
dan pemerintah. Cara pembinaan disiplin yang bagaimanakah yang dipandang tepat?.
Iklim sekolah yang bagaimana yang dinilai kondusif? Andaikata ada suatu pola
pembinaan yang tepat, secara praktis guru-guru dapat belajar dari pengalaman
rekan-rekannya, atau kepala sekolah, dapat belajar dari pola strategi pembinaan disiplin
siswa yang sudah berhasil, dalam membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan muatan lokal
di sekolah yang dipimpinnya.
Maka dari itu, secara praktis penelitian ini dapat memberikan manfaat berikut
ini:
1. Memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait dalam proses pendayagunaan
tenaga kependidikan khususnya dalam strategi pembinaan disiplin siswa yang
dilakukan dalam lingkup sekolah tidak hanya terbatas pada aktivitas yang sudah
jelas tercantum dalam tata tertib sekolah, melainkan juga mencakup seluruh
aktivitas sekolah yang menjadi tanggung jawab semua guru.
2. Sebagai acuan dasar bagi para pengelola Lembaga Tenaga Kependidikan (LPTK)
yang terkait untuk merumuskan strategi alaternatif dalam meningkatkan mutu
dalam menentukan strategi pembinaan disiplin siswa yang hendak dicapai sekolah
baik dari pesan kebijakan formal- struktural, maupun berasal dari konvensi yang
15
3. Secara lebih luas hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat tidak hanya untuk
praktisi dalam bidang pendidikan, melainkan juga sebagai masukan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dan terkai dengan pelaku pendidikan di sekolah lain,
dan memberikan gambaran pola kebijaksanaan dan pola bertindak dalam strategi
pembinaan disiplin siswa di sekolah, dengan meningkatkan sisi positif dari
keunggulannya dan belajar dari hambatan yang dihadapi di lapangan.
E. Asumsi Penelitian
Penelitian didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Pribahasa mengatakan guru kencing berdiri murid kencing berlari, oleh karena
itu guru dan kepala sekolah merupakan sosok pribadi yang dijadikan contoh dan
tauladan yang baik oleh para siswanya. Betapa pentingnya pemberian contoh
yang dilakukan oleh guru Somad (1990: 38) mengemukakan sebagai berikut:
Oleh karena itu, sikap dan prilaku guru, baik di dalam maupun di luar kelas selalu menjadi perhatian dan contoh buat anak, siswa atau mahasiswa itu snediri. Mulai dari hal-hal yang sifatnya sederhana sampai yang besar atau
kompleks. Sikap dan kepemimpinan itu juga dapat berpengaruh terhadap
terwujudnya disiplin pada murid-muridnya. Seorang guru yang pembawaannya tertib dan empati setiap peraturan sekolah menimbulkan pada murid rasa respek dan dorongan untuk menirunya. Apalagi kalau ia dapat memberikan pelajaran yang oleh murid dirasakan menarik.
2. SMU KORPRI IKIP Bandung yang berada dalam lingkungan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) diharapkan oleh orang dari luar,
bahwa teori-teori kependidikan yang mutakhir mengenai strategi pembinaan
disiplin siswa sudah diterapkan terlebih dahulu sebelum diterapkan di sekolah
3. Diharapkan setelah diterapkannya strategi pembinaan disiplin siswa, perilaku
siswa khususnya dalam belajar akan lebih baik, sejalan dengan itu
Suryohadiprojo (1989: 230) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: "Sikap
hidup yang patuh dan tertib, baik yang didasarkan atas kemampuan kendali diri
maupun yang terwujud sebagai kebiasaan, akan tumbuh baik kepada diri
manusia apabila diberikan landasan sejak orang berusia muda" . Oleh karena itu
strategi yang digunakan oleh guru dan kepala sekolah dalam pembinaan disiplin
siswa harus dilakukan lebih awal, sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku
siswa.
4. Pengawasan yang baik, membantu mempercepat terwujunya pelaksanaan strategi
pembinaan disiplin siswa, sehingga Democratic Supervision in Secondary
School (1953) (Sahertian 1981: 19) mengemukakan:
Pengawasan adalah usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing
secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam
mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian dapat
menstimulir dan membimbing pertumbuhan setiap murid secara kontinyu, sehingga dengan demikian mereka lebih cepat berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.
F. Definisi Operasional
Untuk memperjelas penelitian ini, supaya terarah kepada masalah utama yang
menjadi fokus penelitian, maka berikut ini dikemukakan definisi operasional sebagai
17
i. Strategi
Kata strateg! dapat diartikan sebagai suatu cara atau siasat yang dilakukan oleh
para guru dan Kepala Sekolah agar siswa dapat mencapai tingkat kedisiplinan yang
optimal.
2. Pembinaan
Kaia pembinaan disini dimaksudkan adalah upaya (tindakan, ucapan dan pikiran)
yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah dalam rnenata siatuasi sekolah dan
perilaku siswa, seperti menegakan tata tertib sekolah dalam akiivita^
berkaitan dengan kegiaian mtra dan eksira kurikuier agar siswa menyadan dalam
melaksanakan aturan dan tata tertib sekolah yang telah ditetapkan.
acjaiah sua'u korxhs; varm tercm-a i'8n terbent;
ranykaian penlaku yang menumukan nilai-tsilai keiaatan. kenatuhan. kesena;; a a n
Keteraturait aan ketertiDan. calam semua ketentuan sekolah sehinaaa
mencapai kondisi yang lebih baik, da'arn upaya ealisasikan tujuan pendidikan
iuic! n a i SSu: nan) merupaKan nroses dar
menghayati, dan mengamaikan peraturan tata tertib sekolah dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Siswa
Siswa disini dimaksudkan sebagai peserta didik yang terdaftar di sekolah dan
menjadi sumber di lapangan penelitian, yaitu mereka tergolong dalam usia
BAB II
LANDASAN KONSEPTUAL STRATEGI PEMBINAAN
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan
fenomenologi. Alasan metode dan teknik penelitian dipilih karena masalah yang
dikaji menyangkut masalah yang sedang berkembang dalam kehidupan, khususnya
di SMU KORPRI IKIP Bandung. Melalui pendekatan fenomenologi, diharapkan
deskripsi atas fenomena yang tampak di lapangan dapat diinterpretasi makna dan
isinya lebih dalam.
Pendekatan fenomenologi merupakan salah satu rumpun yang berada
dalam rumpun penelitian kualitatif. Fenomenologi adalah salah satu ilmu tentang
fenomena atau yang nampak, untuk menggali esensi makna yang terkandung di
dalamnya. Soelaiman (1985: 126). mengemukakan pendapatnya: Pendekatan
fenomenologis mengarah pada dwifokus dari pengamatan, yaitu (1) apa yang
tampil dalam pengalaman, yang berarti bahwa seluruh proses merupakan objek
studi (Noes); (2) apa yang langsung diberikan (Given) dalam pengalaman itu,
secara langsung hadir (Present) bagi yang mengalammya. (noema). Sedangkan
langkah pendekatan fenomenologis menurut Soelaeman (1985: 135) memaparkan
sebagai berikut: Terdiri dari dua langkah. Langkah tersebut adalah: Pertama,
epoche, yaitu menangguhkan atau menahan diri dari segala keputusan positif.
Menahan diri dalam pengertian menangguhkan pengambilan keputusan, penting
artinya agar apa yang ditemukan dapat diungkap makna esensialnya. Hal tersebut,
68
menurut. Soelaeman, proses reduksi harus dilakukan dengan menaruh dalam dua
tanda "kurung". Artinya, reduksi yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang
nampak dari pengamatan kebetulan atau aksidental tampil dalam pengamatan
penehti sebagai pengamat. .Itulah sebabnya ketajaman, dan kecermatan dalam
mengamati sasaran peneletian menjadi tanggung jawab secara fenomenlogis.
Kedua, ideation, yakni menemukan esensi realitas yang menjadi sasaran
pengamatan reduksi obyek individualnya, item dari obyek pengamatan itu. Oleh
sebab itu Soelaeman (985: 137) menyatakan pendapatnya: Esensi dari langkah ini
meliputi: (a) karakteristik umum yang memiliki semua benda atau hal-hal yang
sejenis, (b) universal, yaitu mencakup sejumlah benda atau hal-hal sejenis, (c)
kondisi yang harus dimiliki benda-benda atau hal-hal tertentu untuk dapat
digolongkan dalam jenis yang sama.
Dalam pendekatan rumpun kualitatif, langklah-langkah fenomenologis
tidak terlepas dari ciri umum yang ditampilkan dalam penelitian kualitatif.
Sebagaimana diketengahkan oleh Bogdan (1975: 5), "penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati". "Data yang dikumpulkan
melalui penelitian kualitatif, lebih berupa kata-kata dari pada angka-angka"
(Hadisubroto, 1988: 2). Karena dalam penelitian ini akan lebih memusatkan
perhatian pada ucapan dan tindakan subjek penelitian serta situasi yang dialami
dan dihayatinya, dengan berpegang pada kekuatan data hasil wawancara secara
Dengan metode dan pendekatan tersebut, penelitian ini diarahkan pula pada
latar belakang dan individu secara holistik (utuh) maksudnya, tidak mengisolasi
individu atau organisasi ke dalam variabel-variabel atau hipotesis, melainkan
memandang sebagai suatu keutuhan (Moleong, 1994: 3), mendasarkan diri pada latar
alamiah atau konteks dari suatu keutuhan (entity). Karena, keutuhan tidak dapat
dipahami jikadipisahkan dari konteksnya (Lincoln &Guba, 1985: 39).
Melalui pengamatan, penafsiran, dan penyimpulan terhadap suatu konteks
peristiwa secara utuh dilakukan atas dasar asumsi bahwa: (1) tindakan pengamatan
mernpengaruhi apa yang dilihat, karena itu hubungan penelitian harus mengambil
tempat pada keutuhan dalam konteks untuk keperiuan pemahaman; (2) konteks
sangat menentukan dan menetapkan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi
konteks yang lainnya, berarti suatu fenomena harus diteliti dalam keseluruhan
pengaruh lapangan; (3) sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinatif
terhadap apa yang dicari (Moleong, 1994).
Pelaksanaan penelitian ini di lapangan secara garis besarnya terdiri dari tiga
tahap adalah sebagai berikut: tahap orientasi, eksplorasi, dan member check.
(Nasution, 1988: 33) Lincoln & Guba, 1985: 253). Sedangkan ketiga tahap penelitian
kualitatif tersebut Lincoln & Guba (1985: 235) memaparkan berikut ini:
1. Tahap orientasi adalah adalah tahap untuk memperoleh cukup informasi yang
dipandang penting untuk ditindaklanjuti.
2. Tahap eksplorasi adalah tahap untuk memperoleh informasi secara mendalam
mengenai elemen-elemen yang telah ditentukan untuk dicari keabsahannya.
3. Tahap member check adalah tahap untuk mengkonfirmasikan bahwa laporan yang
diperoleh dari subyek penelitian sesuai dengan data yang ditampilkan subyek^
dengan cara mengoreksi, merubah, dan memperluas data tersebut sehingga
70
subyek, dengan cara mengoreksi, merubah, dan memperluas data tersebut
sehingga menampilkan kasus terpercaya.
B. Subyek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini dimaksudkan adalah pada subyek yang
menjadi sasaran penelitian ini. Namun subjek tersebut ada yang sifatnya
menyeluruh yaitu
semua kegiatana yang berkaitan dengan pembinaan disiplin
siswa SMU KORPRI IKIP Bandung, serta ada beberapa orang guru yang
ditentukan melalui observasi awal untuk diwawancarai. Keutuhan kehidupan
sekolah yang melibatkan seluruh warga sekolah
itu dimaksudkan untuk
mengamati kehidupan sekolah secara umum melalui observasi.
Untuk memperoleh data melalui wawancara, ditentukan subjek penelitian
seperti dipaparkan berikut ini:
1. Para guru Sekolah Menengah Umum (SMU) KORPRI IKIP Bandung yang
diantaranya ditetapkan sepuluh orang guru yang aktif membina disiplin siswa,
terdiri dari lima orang guru pegawai negeri yang diperbantukan dan lima orang
guru yang diangkat oleh Yayasan Kesejahteraan KORPRI IKIP Bandung.
2. Kepala sekolah yang secara struktural hirarkis sekolah menduduki jabatan
pimpinan
sekolah
dengan
tataran
manajemen
menengah
(middle
managament) dan ditambah dengan dua orang wakil kepala sekolah yang
membidangi kurikulum dan wakil kepala sekolah yang membidangi
kesiswaan.
3. Siswa diambil dari kelas satu , dua dan tiga berjumlah sepuluh orang, terdiri
kegiatan intra maupun ekstra kurikuler.
Dari data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan studi
dokumentasi di lapangan. Dalam hal ini dibagi menjadi empat alur data dari proses
pembinaan disiplin siswa yaitu: (1) data dari kepala sekolah terhadap siswa, atau
sebaliknya; (2) data dari guru-guru terhadap siswa, atau sebaliknya; (3) data dari
kepala sekolah terhadap guru, atau sebaliknya; dan (4) tentang profil siswa hasil
pembinaan kepala sekolah dan dewan guru SMU KORPRI IKIP Bandung.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan melalui tiga
cara yaitu: teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi.
1. Teknik Observasi
Secara intensif teknik observasi ini digunakan untuk memperoleh data
mengenai kegiatan guru dan kepala sekolah dalam membina disiplin siswa di
lokasi penelitian. Observasi ini dilakukan dalam setiap aktivitas baik untuk
program kurikuler maupun ekstra kurikuler. Dalam kedua program tersebut
dicarikan esensi persoalan yang menjadi fokus penelitian. Apabila kegiatan
tersebut sudah bernuansa disiplin, maka observasi lebih menitik beratkan pada
eksplorasi esensi hubungan dan interaksi secara interpersonalnya sedangkan
apabila kegiatan sekolah cenderung bersifat formal-skoler maka observasi
72
kegiatan tersebut baik dalam konteks hubungan maupun interaksi secara
interpersonal dengan masyarakat sekolah, maupun dalam bentuk ucapan dan
tindakan yang mengandung nilai-nilai disiplin terhadap siswa.
Dalam hal ini jenis observasi yang digunakan adalah observasi non
sistematis, maksudnya tidak menggunakan pedoman buku, berisi sebuah daftar
yang mungkin dilakukan oleh para guru, kepala sekolah dan siswa, tetapi
pengamatan dilakukan secara spontan, dengan cara mengamati apa adanya pada
saat guru dan kepala sekolah melakukan strategi pembinaan disiplin terhadap
para siswanya, serta mengamati aktivitas-aktivitas siswa dalam mentaati aturan
tata tertib sekolah sebagai akibat dari strategi guru dan kepala sekolah dalam
membina disiplin siswa.
2. Teknik Wawancara
Dengan menggunakan teknik wawancara, data utama yang berupa ucapan,
pikiran perasaan dan tindakan dari guru dan kepala sekolah diharapkan akan
lebih mudah diperoleh. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nasution (1988:
73), "bahwa dalam teknik wawancara terkandung maksud untuk mengetahui apa
yang ada dalam pikiran dan perasaan responden". Itulah sebabnya salah satu cara
jalan yang akan ditempuh peneliti adalah melakukan wawancara secara
mendalam dengan subjek penelitian dengan tetap berpegang pada arah, sasaran
dan fokus penelitian yang direncanakan.
Menghindari bias penelitian, peneliti tetap memiliki pedoman wawancara
tersebut bersifat fleksibel, sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan
mengacu pada fokus penelitian yaitu mengenai strategi guru dan kepala sekolah
dalam membina disiplin siswa di Sekolah Mengah Umum (SMU) KORPRI IKIP
Bandung.
Dalam pelaksanaan wawancara tersebut dapat dilakukan baik di
lingkungan sekolah di rumah atau dimana saja yang dipandang tepat untuk
menggali data agar sesuai dengan konteksnya. Sewaktu-waktu antara peneliti dan
responden menyepakati waktu untuk melakukan wawancara, atau secara
sepontan peneliti meminta penjelasan mengenai suatu peristiwa yang dipandang
perlu dan erat kaitannya dengan pembinaan disiplin siswa. Serta pada saat
melakukan wawancara, peneliti mencatat data yang dipandang perlu sebagai data
penelitian, dan merekam pembicaraan sumber atas persetujuannya terlebih
dahulu.
3. Teknik Dokumentasi
Pelaksanaan teknik ini ditujukan untuk memperoleh data yang bersifat
dokumenter yang terdapat di lapangan. Data yang bersifat dokumenter itu
misalnya: foto-foto, arsip-arsip sekolah, buku catatan harian guru piket, buku
kasus, peraturan tata tertib sekolah baik untuk guru maupun untuk siswa,
peringatan, piagam dan lain sebagainya. Dari data dokumentasi tersebut, peneliti
menanyakan tentang apa, siapa, kapan dimana, bagaimana dan mengapa
dokumen-dokumen tersebut di buat sehingga dokumen-dokumen tersebut dapat
74
D. Instrumen Penelitian
Instrumennya dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Adapun
alasannya sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lincoln dan Cuba
(1985: 39) menyatakan pendapatnya tentang kelebihan peneliti sebagai
instrumen: "... that all instruments interact with respondents and objects but that
only the human instruments is capable in grasping and evaluating the meaning of
that differential interaction". Oleh karena itu Moleong, (1994: 129) bependapat
adalah: " Mengenai diri sendiri pada dasarnya merupakan bagian penting dari
persiapan peneliti agar benar-benar siap di lapangan, terutama karena akan
bertindak sebagai instrumen."
Selanjutnya dalam hal ini manusia sebagai instrumen penelitian memiliki
kelebihan menurut Moleong (1994: 121) memamparkan sebagai berikut:
Peneliti sebagai instrumen memiliki kelebihan antara lain: (1) ia akan
bersikap responsif terhadap lingkungan dan pribadi-pribadi yang menciptakan
lingkungan; (2) dapat meyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi lapangan
penelitian terutama jika ada kenyataan ganda; (3) mampu melihat persoalan
dalam suatu keutuhan dalam konteks suasana, keadaan, dan perasaan; (4) mampu
memproses data secepatnya setelah diperolehnya, menyusunnya kembali,
mengubah arah inkuiri, merubah hipotesis sewaktu berada di lapangan, dan
mengetes hipotesis tersebut pada responden.
Demikianlah kiranya menjadi jelas alasan penulis menggunakan peneliti
E. Pengumpulan Data Penelitian
Penelitian mi dilakukan melalui pengumpulan data, didasarkan atas
petunjuk-petunjuk dalam penelitian kualitatif khususnya untuk format studi kasus.
Teknik tersebut secara berurutan terdiri dan tiga tahapan, sebagai berikut: (1)
orientasi, maksudnya adalah mulai dan penjajakan surat izm penelitian, survei
pendahuluan ke SMU KORPRI IKIP Bandung, dan mencari informasi-informasi
yang bersifat umum untuk menentukan fokus penelitian, (2) eksplorasi, yaitu
menggali data dari lapangan melalui observasi, wawancara dan studi dokumenter;
(3) pengecekan (member check), yaitu suatu tahap uji kritis terhadap data
sementara yang diperoleh di lapangan.
F. Analisis Data Penelitian
Pelaksanaan analisis data dilakukan secara induktif. Analisis induktif
sebagaimana dikemukakan oleh Poespoprojo (1989: 17) merupakan suatu
penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar
pengetahuan tentang hal-hal yang khusus (beberapa/sedikit). Sementara menurut
Moleong (1994: 5) analisis ini digunakan atas dasar pertimbangan: (1) proses
induktif lebih dapat mengemukakan kenyataan-kenyataan ganda yang.terdapat
dalam data; (2) analisis induktif lebih dapat membuat hubungan
peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akontabel; (3) analisis tersebut
76
keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada masalah yang lain;
dan (4) analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama, menghitung
nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.
Pelaksanaan
penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
fenomenologis,
diupayakan pula terjadi proses reduksi, interpretasi, dan analisis data dengan
mengikuti alur pendekatan tersebut. Proses reduksi dilakukan untuk mencari inti atau
pokok persoalan dari data yang diperoleh. Untuk menginterpretasi data dilakukan
kembali hasil reduksi sebagai bahan untuk menganalisis atau menyimpulkan
hasil-hasil temuan. Analisis yang dilakukan guru dan kepala sekolah secara keseluruhan di
BAB IV
BAJB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Dalam bab terakhir ini akan disajikan kesimpulan, impiikasi dan
rekomendasi penelitian. Pada bagian kesimpulan akan memaparkan tentang
intisan hasil penelitian secara keseluruhan dan deskripsi, interpretasi dan
pembahasan. Pada bagian impiikasi dimaksudkan untuk menemukan banang
merah antara hasii penelitian dengan teori dan praktek serta penelitian lebih
lanjut kelak dikemudian hari. Sedangkan pada bagian rekomendasi akan
mengetengahkan beberapa saran dan pendapat yang bersifat membangun untuk
perbaikan kepada berbagai pihak yang terkait setelah memperoleh kejelasan dari
hasil penelitian di lapangan.
A. Kesimpulan
Setelah menyimak sejenak dari hasil penelitian mengenai strategi
pembinaan disiplin siswa di sekolah, berikut ini akan disimpulkan:
Pertama, Usaha gum dan kepala sekolah melakukan strategi pembinaan
disiplin siswa di sekolah, berlangsung dalam kurun waktu tertentu, dengan cara
menginternaiisasi tata tertib sekolah kepada siswanya di SMU KORPRI IKIP
Bandung, belum berhasil dengan baik. Hal ini tidak dapat dipisahkan dan usaha
yang
mereka
lakukan,
baik
dalam
konteks
penyerapan,
penolakan,,
meningkatkan atau mengembangkan, koreksi dan klarifikasi.
Memberikan penyerapan tata tertib sekolah yang dilakukan oleh kepala
sekolah, wakil kepala sekolah maupun dewan guru secara menyeluruh dan jelas
kepada para siswanya, adalah mempakan suatu kehamsan yang tidak dapat
disangsikan lagi kebenarannya, karena akan berpengaruh terhadap para siswa
dalam kehidupan sehari-harinya, supaya mampu menghayati dan mengamaikan
tata tertib sekolah secara murni dan konsekwen.
Agar siswa tidak melakukan penolakan terhadap tata tertib sekolah
sehingga tercipia situasi sekolah yang kondusif bagi perkembangan disiplin
siswa, maka gum perlu meningkatkan atau mengembangkan.dan melakukan
koreksi terhadap pelanggaran tata tertib sekolah, serta mengklarifikasi tata tertib
sekolah kepada siswanya.
Kedua, Upaya membina perilaku siswa dengan diterapkannya strategi
pembinaan disiplin s.swa dalam belajar di kelas, bisa dilihat dan mengawali dan
mengakhiri pelajaran dengan pembacaan do'a dan ketertiban selama proses
belajar mengajar dalam kelas.
Dari hasil pengamatan dan wawancara terungkap bahwa strategi
pembinaan disiplin siswa yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah dalam
membina intemaiisasi tata tertib sekolah dan pengenaian lingkungan kepada
siswa di SMU KORPRI IKIP Bandung, sedikit riemi sedikit c.^.k ^
perubahan prilaku pada diri siswa. Perubahan tersebut antara lain dalam bentuk
penampilan siswa, perhatian siswa terhadap penjelasan guru, mengerjakan tugas
144
Perhatian siswa terhadap penjelasan gum, kenyataan membuktikan
berpariasi seperti menurut NSIPAl, ribut atau tidaknya kelas tergantung
gurunya, kalau gumnya tidak tegas biasanya perhatian siswa kurang, sedangkan
kalau gurunya tegas dan berwibawa siswa di kelas tidak ribut sehingga perhatian
siswa terfokus pada guru, pada waktu memberikan penjelasan pelajaran.
Keberhasilan
guru
dalam
merubah perilaku
dan
meningkatkan
pengetahuan siswa, juga dikarenakan guru dan kepala sekolah mampu
meletakan dasar-dasar pembinaan yang tepat bagi siswa. Strategi pembinaan
disiplin siswa mereka lakukan sedemikian rupa agar siswa belajar dengan baik
sehmggs tcrcapai tujuan pendidikan nasional seoptimal mungkin.
Ketsga. Pengawasan dalam pembinaan disiplin siswa di SMU KORPRI
IKIP Bandung bersifat melekat dan dipadukan dengan manajemen kelas, terdiri
dari beberapa unsur pengawasan. Pengawasan dari Kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Barat, pengawasan dari Yayasan
Kesejahteraan KORPRI TKTP Bandung, pengawasan dari unsur pimpinan SMU
KORPRI IKIP Bndung. dan pengawasan dari unsur dewan gum yang terdiri dari
guru bidang studi, wall kelas, guru Bimbingan dan penyuluhan dan guru piket.
Pengawasan
dari
kantor
Wilayah
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan Propinsi Jawa Barat, berdasarkan hasil wawancara dengan AKS
sebagai kepala sekolah menyebutkan
bahwa pengawasan dilakukan namun
tahun ajaran bam dan akhir tahun ajaran yaitu pada waktu pelaksanaan evaluasi
belajar tahap akhir dan evaluasi tahap akhir nasional (EBTA-EBTANAS).
Pengawasan dilakukan oleh pihak Yayasan Kesejahteraan KORPRI IKIP
Bandung dilakukan melalui unsur pimpinan dan dewan guru, bentuk
pengawasannya berupa pembinaan
misalnya memberikan pengarahan pada
rapat dewan guru, dan memanggil guru-guru titipan pegawai negeri yang
suaminya tugas belajar di program Pascasarjana IKIP Bandung.
Pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada dewan guru
berupa suvervisi, misalnya masuk ke dalam kelas pada waktu gum-guru sedang
mengajar, duduk dibangku bagian belakang sambil memperhatikan proses
belajar mengajar guru dan siswa, setelah selesai guru dipanggil di ruangan
kiiusus kepala sekolah, lalu dilakukan evaluasi sambil diberikan nasehat-nasehat
agar supaya mengajarnya untuk yang akan datang lebih ditingkatkan lag!
kwahtasnya.Pengawasan yang dilakukan oleh dewan gum terhadap siswa yang
oanyak berperan adalah wali kelas bekerja sama dengan guru bimbingan dan
penyuluhan, gum piker dengan gum bidang studs. Dalam strategi pembinaan
aisiphn siswa, apabila diiinjau secara rnendetai! ternyata memiliki struktur
dasar (fundamental structure) sebagai makna, isi, atau esensi dari upaya
tersebut. Struktur dasar yang terjadi adalah: a upaya guru dalam membina
mengarahkan pada pencapaian tujuan tertentu, meski cara yang ditempuh
berpanasi; namun tetap mengacu pada norma sekolah, b upaya gum yang
146
membina siswa agar berdisiplin mereka lakukan sebagai perwujudan atas rs
tanggung jawab, d.walaupun intensifnya upaya guru dalam melakuka
pengawasan disiplm terhadap siswa tidak dapat dilepaskan dan pengaruh
formal sekolah.
Maksud dari makna pencapaian tujuan tertentu yang tersirat dalam upaya
strategi pembinaan disiplin siswa di sekolah, tidak ada lam adalah tujuan untuk
membentuk kepribadian yang utuh pada diri yang bermuara pada manusia
penanaman nilai kedisiplinan baik dalam belajar maupun dalam bergaul dengan
sesama manusia baik di sekolah maupun di masyarakat.
Keempat guru dan kepala sekolah dalam memberikan contoh dan
tauladan yang baik untuk merealisasikan disiplin siswa di sekolah, tersirat
nilai-nilai terpuji yang hendak ditranformasikan kepada siswa. Nilai-nilai-nilai tersebut ada
yang langsung memiliki label dan muatan disiplin, dan ada pula yang secara
subtanstal memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek penanaman nilai disiplin
kepada siswa. Nilai yang dikategorikan sebagai nilai yang berlabel dan
bermuatan langsung disiplm adalah nilai ketaatan yang dimamfestasikan sebagai
nilai instrumental operasional (NIO) dan sebagai nilai instrumental esensial
(NIR) yang secara eksplisit merujuk pada sumber Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Nilai-nilai tersebut antara lain diwujudkan dalam hal kebersihan, datang dan
puiang sekolah, cara berpakaian, sholat ashar berjamaah, kegiatan safeffffttdalam
rasa
an
,A,\f
proses belajar mengajar, mengoreksi dan mengembalikan ha^^£$jH$S&X
serta membiasakan mengucapkan salam. Sedangkan nilai; vari i&Mj&ut o
adalah nilai yang dianggap baik menurut agama dan budaya yang berlaku
dimasyarakat. Nilai tersebut adalah nilai penanaman disiplin pada diri siswa
yang dimanifestasikan dalam menjaga kebersihan lingkungan, ketertiban dan
keteraturan lingkungan sekolah, kepatuhan terhadap tata tertib sekolah dan
kesopanan dalam berbicara serta dalam bertindak.
Dalam realitas strategi pembinaan siswa sesungguhnya tidak terjadi
pemilahan seperti itu. Ini semua menjadi keutuhan proses yang ditujukan pada
pembentukan pribadi manusia yang berdisiplin. Oleh karena itu mesti secara
makro strategi pembinaan merupakan proses yang disengaja, direncanakan dan
memiliki tujuan tertentu, bisa saja gura dan kepala sekolah sesekali tidak
menyadari nilai-nilai yang terkandung dalam tindakan ucapan dan pikirannya
yang mereka lakukan secara kasuistik dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.
Walaupun aturan formal yang terarah, terencana dan terpadu untuk
strategi pembinaan disiplin siswa sudah diluncurkan oleh pemerintah, khususnya
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dari upaya guru dan kepala
sekolah tersingkap bahwa mereka memiliki inisiatif yang cukup kuat dalam
merealisasikannya, serta siswa berkewajiban untuk mematuhi semua peraturan
yang berlaku, menghormati tenaga kependidikan dan ikut memelihara sarana
dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan sekolah menengah
yang bersangkutan. Hal tersebut menyiratkan pula bahwa ada faktor-faktor lain
yang menjadi pendorong lahirnya kebijaksanaan strategi pembinaan disiplin
148
B. Impiikasi Penelitian
Dalam bagian ini akan dipaparkan beberapa impiikasi dari hasil penelitian
di lapangan yang terdiri dari impiikasi teoritis dan impiikasi praktis serta impiikasi
untuk peneleitian lebih lanjut kelak dikemudian hari.
1. Impiikasi Teoritis
Setelah menyimak sejenak dari hasil penelitian yang diintisarikan dalam
kesimpulan tersebut di atas, menunjukan bahwa sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal tingkat menengah yang memiliki makna yang penting bagi
pemupukan kesadaran dan membiasakan hidup berdisiplin. Sekarang ini orang
sering menganggap bahwa siswa sekolah menengah umum (SMU) banyak yang
tidak berdisiplin hal ini terbukti dengan maraknya tawuran antar pelajar, di
kota-kota besar serta penyalahgunaan obat dan narkotika. Namun apabila lembaga
pendidikan tingkat menengah ini ditata sedemikian rapa, terutama dalam strategi
pembinaan disiplin siswa di sekolah, yang meliputi membina internalisasi tata
tertib dan pengenalan lingkungan sekolah kepada siswanya, maka akan melahirkan
situasi atau iklim pendidikan yang kondusif bagi perkembangan pribadi siswa yang
berdisiplin.Perubahan tingkah laku siswa dalam kelas dengan diterapkannya strategi
pembinaan disiplin siswa khususnya dalam belajar di kelas, yang diarahkan pada
pencapaian tujuan disiplin siswa dalam belajar merupakan satu kesatuan utuh vang
dan pikiran yang diupayakan atau dilaksanakan oleh para pelaku pendidikan,
dituntut untuk menciptakan situasi yang utuh. Pengelompokan nilai-nilai hanyalah
berlaku pada tataran teoritis saja. Karena pada tataran praksis semuanya menyatu
menjadi pola tindakan yang mencerminkan kekhususan yang membedakan antara
situasi pendidikan yang satu dengan yang lainnya dalam kehidupan sehari-hari
baik di sekolah maupun di masyarakat.
Pelaksanaan pengawasan dalam pembinaan disiplin siswa di sekolah yang
dipandang memiliki arti strategis adalah pengawasan dari pihak-pihak yang
berkompeten. Pengawasan tersebut membawa dampak psikologis yang kuat dalam
membangkitkan semangat disiplin siswa maupun gumdi sekolah.
Impiikasi teoritis dari penelitian ini dapat ditemukan pula pada kajian yang
dilakukan oleh guru dan kepala sekolah dalam memberikan contoh dan tauladan
yang baik untuk merealisasikan terbinanya disiplin siswa di sekolah. Pemberian
contoh tauladan yang baik itutentunya dalam setiap situasi pendidikan. Oleh sebab
itu istilah pendidikan sendiri mengandung maksud dan tujuan, paling tidak
bermakna mengajar. Sebagai upaya pendidikan yang mengandung konsekwensi
logis yang cukup penting dalam memperlakukan siswa sebagai siswa, sehingga
sosok peserta didik dipandang sebagai perwujudan dari berbagai aspek yang
dimilikinya selama ia masih hidup.
Pemberian contoh tauladan yang baik merupakan esensi atau isi yang
muncul dari apa yang dapat diamati dari sekumpulan fenomena yang muncul. Maka
dari itu, kerangka teori yang haras dibentuk dan pendekatan yang haras digunakan
apabila ada hasrat penelitian ingin dilakukan secara mendetail yang akan
150
fenomenologis yang mampu memenuhi hasrat peneliti. Pendekatan ini mampu
mengungkap atau menyingkap, sehingga hal-hal yang tidak dapat terbaca melalui
pengamatan sepintas, untuk menemukan contoh tauladan yang baik.
Budaya yang harus dikembangkan terhadap siswa, ialah budaya malu yang
diartikan
rasa tertahan dirinya dari mengerjakan sesuatu, karena takut cercaan
orang. Malu yang haras dipunyai oleh seorang siswa, yakni malu mengerjakan
sesuatu jika perbuatan itu melanggar norma-norma yang berlaku di sekolah, rumah
dan masyarakat. Ghazaly (Ashshiddiqy: 1951: 40) mengemukakan 'Apabila engkau
dapati anakmu yang masih kecil merasai malu-malu, mulai meninggalkan sesuatu
pekerjaan takut cercaan orang, adalah yang demikian itu tanda telah mulai bersinar
cahaya akalnya dan tanda keimbangan achlaknya dan keheningan rohaninya'.
Sedangkan sabda Nabi Muhammad SAW (Ashshiddiqy: 1951: 40) 'Al hayaa-u
minal imaani = malu itu sebahagian iman. Al hayaa-u nidhaamul imaani = malu
itu penyusun tata tertib iman (tali yang merangkaikan iman). Qillatul hayya-i
kufrun =- kurang malu itu kufur (perangai orang yang mengingkari kebenaran)'.
2. Impiikasi Praktis
Dalam tataran praktis penelitan ini memiliki impiikasi yang cukup luas
dalam kehidupan sehari-hari dalam masalah pendidikan. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa sekolah dapat dikatakan sebagai suatu lembaga yang isinya
dapat dibentuk sesuai dengan keinginan pelakunya. Dalam hal ini memiliki maksud
bahwa eksistensi suatu sekolah sangat bergantung pada siapa yang menjadi kepala
sekolahnya, siapa yang menjadi gurunya, siapa yang menjadi siswanya dan siapa
Berhubungan dengan hasil penelitian ini, terpaparkan bahwa peranan
kepala sekolah sebenarnya tidak hanya terbatas pada pemenuhan aturan-aturan
yang bersifat formal saja, melainkan seorang kepala sekolah dapat tampil
menjadi multi fungsi. Sehingga ia dapat berlaku sebagai seorang pemimpin
yang bertanggung jawab sebagai pemimpin dalam semua kegiatan yang
berlangsung dimana saja tentunya teratama dalam masalah pendidikan, ia pun
dapat tampil sebagai seorang pendidik yang bertanggung jawab dalam ucapan,
tindakan dan pikimnya terhadap profesinya. Selain dari pada itu juga ia dapat
sebagai bapak dari semua siswanya atau patner bagi rekan sekerjanya yang
terdiri dari wakil kepala sekolah, gura bidang studi, wali kelas, gura bimbingan
dan penyuluhan, gura piket, dan karyawan tata usaha sekolah, manakala ia
mampu mengembangkan hubungan interpersonal yang harmonis antara sesama
manusia tentunya sukses akan datang menyertainya.
Untuk menjadi seorang sosok yang berdisiplin, cara membangun
hubungan yang harmonis antara anggota masyarakat sekolah tidak menjadi
persoalan, karena sebagai orang yang berdisiplin, nilai-nilai kepentingan untuk
menjalin hubungan baik, dalam memberikan manfaat dan belajar dari orang lain
mempakan suatu perwujudan dirinya dalam meralisasikan norma-norma
disiplin. Itulah sebabnya, manakala suatu sekolah dipimpin oleh seorang kepala
sekolah atau* dibina oleh gum-guru yang memiliki komitmen disiplin yang
tinggi, walaupun ada beberapa orang siswa dan guru yang terkesan suka
melanggar tata tertib sekolah, mereka akan dapat mernpengaruhi dalam
152
Strategi pembinaan disiplin siswa di sekolah sebagai tujuan dan nilai
yang hendak dicapai, dapat dikembangkan di sekolah melalui penataan
situasi-situasi yang menanamkan nilai disiplin. Gura atau kepala sekolah harus
melakukan pendekatan yang dipandang tepat dalam konteks ruang dan waktu
yang tepat. Pendekatan yang dapat mereka lakukan antara lain dengan
menginternalisasikan tata tertib dan pengenalan lingkungan sekolah kepada
siswa, adanya pengawasan dari pihak yang berkompeten, dan dengan
memberikan contoh tauladan yang baik kepada siswa.
Selain dari pada itu yang dipandang perlu dalam penataan disiplin siswa
di sekolah, guru dan kepala sekolah haras memiliki inisiatif untuk
mengembangkan suasana atau iklim sekolah yang kondusif bagi pemupukan
semangat berdisiplin siswa.
Para aparatur sekolah tidak usah menunggu teguran atau sangsi dari
pihak yang berkompeten dalam menjalankan strategi pembinaan disiplin siswa
di sekolah, sebab secara konstitusional pelaksanaan disiplin siswa di sekolah
telah memiliki landasan yang kuat, sebagaimana tertuang secara gamlang dalam:
UU No 2 tahun 1989 tentang Sistem pendidikan Nasional, keputusan Presiden
tahun 1995, surat edaran MENKO POLKAM tahun 1995, intraksi
MENDEKBUD tahun 1995 dan intruksi Gubemur Propinsi Jawa Barat tahun
1995.
Cara lain secara formal yang dapat ditempuh dalam rangka mewujudkan
kegiatan intra maupun ekstra kurikuler serta menyisipkan nilai kedisiplinan
dalam setiap mata pelajaran.
3. Impiikasi Bagi Penelitian Selanjutnya
Setelah diperolehnya hasil-hasil penelitian, akhirnya timbul
implikasi-implikasi bagi penelitian lebih lanjut kelak di kemudian hari, berikut ini
implikasinya akan dipaparkan adalah:
Pertama, penelitian yang berhubungan dengan strategi pembinaan
disiplin siswa di sekolah merupakan tofik yang menarik dan strategis untuk
dikembangkan. Oleh karena itu alangkah baiknya penelitian ini seyogyanya
diperdalam secara optimal. Untuk melengkapi sumber-sumber yang dianggap
berkompeten untuk memberikan masukan dalam penelitian ini, perlu
diikutsertakan seperti: Guru, unsur pimpinan sekolah, siswa, pegawai tata usaha,
penjaga sekolah, orang tua siswa para alumni, masyarakat sekitar sekolah,
pengawas baik dari pihak KANWIL DEPDIKBUD maupun pihak Yayasan
Kesejahteraan KORPRI OOP Bandung. Selanjutnya dalam meninjau masalah
strategi pembinaan disiplin siswa di sekolah dapat dilengkapi dengan tinjauan
dari berbagai segi, secara terperinci seperti latar belakang kondisi sosial
ekonominya, keluarga dan pendidikan yang dialami siswa, gum dan kepala
sekolah, serta kesejahteraan gura dan karyawan administrasinya.
154
dalam satu propinsi. sehingga dengan cara demikian, proses yang ditempuh oleh
masing-masing sekolah dalam strategi pembinaan disiplin siswa di sekolah dapat
diungkap lebih mendalam. Dari hasil penemuan itu dapat dijadikan suatu model
untuk diterapkan di jenjang sekolah menengah umum (SMU) di seluruh
Indonesia.
Ketiga, Perlu suatu studi mengenai bagaimana gura menerapkan cara,
metode, atau pendekatan dalam mengaitkan nilai kedisiplinan siswa, dalam
berbagai mata pelajaran dapat diangkat secara khusus dalam suatu penelitian
yang mendetail. Pelaksanaan penelitian ini sangat penting artinya bagi cara,
metode, atau pendekatan yang baik dan tepat untuk menerapkan nilai-nilai
kedisiplinan siswa dalam kehidupan sehari hari baik di sekolah maupun di
masyarakat.
Keempat, dapat juga dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam
tofik serupa, dengan cara tidak hanya sampai pada, bagaimana sebaiknya suatu
strategi pembinaan disiplin siswa di sekolah, melainkan juga sampai pada mana
yang lebih baik, dengan menggunakan standar ukur yang lebih jelas, dan untuk
mengungkap lebih rinci sehingga tuntas aspek-aspek yang melatar belakangi
disiplin siswa, baik ditinjau dari sudut batasan lingkungan, orang, budaya dan
kecerdasan, sehingga dapat menggambarkan secara mendalam, bagaimana siklus
kehidupan dan penyebab munculnya profil kualitas kedisiplin siswa di sekolah.
Kelima, kenyataan membuktikan bahwa guru dan kepala sekolah sangat
memegang peranan penting dalam kepribadian siswa yang berdisiplin. Tentunya
belum terungkap secara jelas dalam penelitian ini. Oleh karena itu perhatian
yang serins dalam mengungkap persoalan tersebut dapat ditindak Sanjuti secara
semis, mendalam dan cermat, sehingga hasilnya bisabetul-betul akurat.
C. Rekomendasi
Setelah memperhatikan hasil masalah temuan penelitian ini, perlu
diungkapkan beberapa rekomendasi, untuk penyempurnaan lebih lanjut,
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Untuk Kepala Sekolah
a. Perlu Ketauladanan kepala sekolah, sikap konsisten dalam menegakkan
tata tertib sekolah, dan sesuainya perkataan dengan perbuatan mutlak
diperlukan untuk membangun kepercayaan di kalangan warga sekolah.
b. Perlu lebih dikembangkan Teknik-teknik ganjaran sosial (social
rewards) oleh kepala sekolah untuk menguranei perilaku yang tidak
dikehendaki pada warga sekolah. berupa senvuman. puiian sapaan
namun tetap dibarengi dengan ketegasan. Teknik-teknik tersebut
dilakukan bersamaan dengan dibarengi usaha-usaha yang konsisten
dalam menegakan disiplin siswa di sekolah
c. Perlu dibentuk wahana-wahana yang mengarah pada pengembangan
keterampilan pro-sosial (pro-social skills) dan pembinaan keimanan dan
156
baru dan jenis kegiatan yang disukai oleh kaula muda namun tidak
menyimpang dari norma-norma agama,
d. Kepala sekolah perlu untuk semakin responsif dan proaktif dalam
menanggapi apa yang terjadi di luar sekolah serta menyiapkan cara-cara
penanganan yang sesua