• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pola penggunaan ruang dan waktu orangutan (Pongo pygmaeus Linneaus, 1760) di Hutan Mentoko Nasional Kutai Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pola penggunaan ruang dan waktu orangutan (Pongo pygmaeus Linneaus, 1760) di Hutan Mentoko Nasional Kutai Kalimantan Timur"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS P O L ~

PENGGUNAAN RUANG DAN WAKTU

ORANGUTAN

(Pongopygmaeuspygmaeus

Linneaus, 1760) DI

HUTAN MENTOKO TAMAN NASIONAL KUTAI

KALIMANTAN TIMUR

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT

E'ERTANLbh'

SOGQP,

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESTS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya metiyatakan bahwa tesis Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangutan (Pongo pygmaeus pygrnaeus Linnaeus, 1760) Di Hutan Mentoko

ama an

Nasional Kutai Kalimantan Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam benuk apapun kepada perguruan .

-

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang dite&itkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

(3)

ABSTRACT

AGUSTINUS KRISDIJANTORO. Spatial Pattern Distribution Analysis of Orangutan (Pongo pygrnaeus pygmaeus Linnaeus, 1760) in Mentoko Forest K u t a i National Park, East Kalimantan. Under Direction of A. MACHMUD THOHARI and YANTO SANTOSA.

Increasing rate of forest degdradation caused habitat fragmentation. Conservation efforts can be done through the management of its remaining habitat, therefore ecological and quantitative aspects of orangutan become interest of this study. This research was carried out in Mentoko Forest of Kutai National P a r k , East Kalimantan. The methodology of the research covered both observation of orangutan behaviour and vegetation analysis of orangutan habitat. This research has several objectives is: (1) to find out the use of spatial pattern of wild orangutan (2) to find out the use of time pattern and ritrnic activity of the orangutan in their natural habitat. The result of this research shows that orangutan in Mentoko is more preferer to run their activities on 20-30 meters high from the ground. Tiine allocation for diets is average 44.4% of their whole activities,

39.2% for rest, 11% movement activity, and 5.4% for others. About 63,2% of t h e i r diet is fruit, 26,2% for leaves, 12,98% for others. Composition of vegetation in their habitat consist of 51 trees species covered 25 family, 36 poles species of

19 family and 39 saplings species of 22 family.

(4)

AGUSTINUS KRISDIJANTORO. Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangtan (Pogo pygmaeus pygmaezrs Linnaeus, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Dibimbing oleh A. MACHMUD THOHARI DAN YANTO SANTOSA.

Laju degradasi hutan yang terus meningkat menyebabkan degradasi habitat. Upaya pelestarian orangutan dapat dilakukan melalui pengelolaan habitat yang tersisa, karena itu pengetahuan ekologi dan data kuantitatif mengenai orangutan mutlak diperlukan. Penelitian ini dilakukan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan secara langsung perilaku orangutan dan analisis vegetasi habitat orangutan. Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pola penggunaan ruang oleh orangutan liar d i habitat alaminya; 2) Untuk mengetahui pola penggunaan waktu dan ritme aktivitas orangutan di habitat alaminya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan di Mentoko lebih menyukai beraktivitas pada ketinggian 20-30 meter dari permukaan tanah dengan proporsi waktu mencapai 76%

-

82,58%. Penggunaan waktu untuk makan rata-rata 44,4%, istirahat 39,2%, bergerak 11%, dan lain-lain 5,4%. Kira-kira sebesar 63,2% makanannya adalah buah, daun 26,2%, dan jenis lainnya 12,98%. Komposisi vegetasi habitat terdiri dari 5 1 jenis pohon yang tercakup dalam 25 famili, 36 jenis tiang dari 19 famili dan 39 jenis pancang dari 22 famili. Kawasan hutan Mentoko mempunyai kerapatan pohon 167 pohonha, dengan keragaman jenis 3,75 (Indeks Sannon Wiener) dan indeks kemerataan 0,95.
(5)

0 Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-nndang

I . Dilarang ntengutip sebagian ntati seluruh karya tzrlis ini tanpa mencaniu~i~kan atau menyebtrt sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan kalya ilmiah, penyzrszlnan laporan, penzrlisan kritik atau tinjatran strattt nzasalah.

b. Pengutipan tidak nzerugikan kepentingan yang wnjar IPB.

(6)

ANALISIS POLA PENGGUNAAN RUANG DAN WAKTU

ORANGUTAN

(Ponga pygmaeus pygmaerls

Linneaus, 1760) DI

HUTAN MENTOKO TAMAN NASIONAL KUTAI

KALIMANTAN TIMUR

AGUSTINUS KRISDIJANTORO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleb gelar Magister Profesi Kehutanan pada

Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu Peuetahuan Keliutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangutan

(Pongopygmaeuspygnaeus Linnaeus, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur.

Nama : Agustinus Krisdijantoro

NRP : E. 051054105

Sub Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati

P~~agram Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui Komisi Pembimbing

.&

-'

Dr. Ir. H. A. Machmud Thohari. DEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi,

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M NIP. 131 760 834

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan, akhimya Tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk mencapai derajat Magister, pada Sekolah Pascasarjana Program Magister Profesi K o n s e ~ a s i Keanekaragaman Hayati Institut Pertanian Bogor. Judul Tesis "Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangutan (Pongo pygnaezrs pygmaelrs Linnaeus, 1760) di Hutan Mentoko, Taman Nasional Kutai, Povinsi kalimantan Timur". Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran pada upaya pelestarian orangutan sebagai satwa endemik dilindungi yang terancam kehidupannya karena kerusakan clan kehilangan habitatnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini lnasih jauh dari sempuma. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulid harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi upaya konservasi orangutan.

Bogor, Desember

2007

Penyusun,
(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir.

H.

A.

Machmud Thohari, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. H. Yanto Santosa,

DEA.,

selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan, serta Dr. Ir. Tonny R. Soehartono, M.Sc., selaku penguji luar komisi.

Terima kasih kepada orang tua, anak dan isteri yang telah memberikan dukungan moral dan material selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(10)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1969 di Desa Kedungreja, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara pasangan Bapak M. Kristantohadi dan Ibu Endang Sudaryatlni (Alm).

Pada tahun 1982 menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 111 Kedungreja. tahun 1985 menamatkan Pendidikan Sekolah Menengah Perta~na di SMP Kristen Sidareja, tahun 1988 menamatkan Sendidikan Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 01 Sidareja, selnuanya berada di Kabupaten Cilacap. tahun 1995 menamatkan Pendidikan Sarjana Biologi di Universitas Jenderal Soedinnan (UNSOED) Punvokerto.

Sejak tahun 1997 bertugas sebagai staf pada Taman Nasional Kutai di Bontang, Kalimantan Timur sampai dengan tahun 1999. Tahun 2000 bertugas sebagai Kepala Sub Seksi Konservasi Wilayah 11 pada Balai Taman Nasional Kutai di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur sampai dengan tahun 2002. Tahun 2002 bertugas sebagai Kepala Seksi Konservasi Wilayah 11 pada Balai Taman Nasional Kutai di Sangatta. Kabupaten Kutai Timur sampai tahun 2006. Tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa S-2 Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK), Sub Program Studi Konservasi Keanekaraga~nan Hayati.

Istri Erna Susanti binti Sunarto, dikaruniai dua orang putra, yaitu ;

(11)

DAFTAR

IS1

...

DAFTAR IS1

. . .

...

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

PENDAHULUAN

...

Latar Belakang

Tujuan

...

...

Manfaat

Perumusan Masalah

...

...

Kerangka Pemikiran

Rio!ogi Orangutan

....

~ . . . 2 . . . ~ 3 r ~ + 3 . ~ . s ~ ~ . . . ~ ~ . . . ~ . . . . c . . ~ ~ c . . ~ ~ . ~ ~ ~ ~ 7 . ~ 2 ~ . r

...

Habitat dan Populasi . . . .

...

Sosiologi

Kegiatan dan Perilaku

...

...

Pola Penggunaan Ruang dan Waktu

KEADAAN UMUM LOKASl PENELlTlAN

...

Fisik

...

Letak dan luas ..

...

...

Topografi

Geologi dan tanah

...

Iklim

...

...

Hldrologi

...

.

.

B~otlk

...

Ekosistem -~

...

~

Flora

...

Fauna

...

...

Keberadaan Orangutan di Areal Penelitian

...

METODE

PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitan

...

Bahan dan Alat

...

.

.I.I,.,

...

.

.

>.>...

Parameter=Pararneter

...

...

Metode Pengumpulan . . Data

...

Metode Analisis Data

...

..%.+b..,,..,..

...

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Orangutan Yang menjadi Fokus Pengamatan

...

(12)

...

Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan

Komposisi Jenis Vegetasi

...

Struktur Vegetasi

...

...

Pola Penggunaan Ruang

...

Sebaran Spasial Aktivitas pada Struktur Vertikal

...

Pola Pergerakan dan Jarak Jelajah -

Pohon Tempat Bersarang

...

Perilaku Makan

...

Pola Penggunaan Waktu

...

Alokasi Penggunaan Waktu Pagi Hari

...

Alokasi Penggunaan Waktu Siang Hari

...

Alokasi ~ e n g ~ u n a a n Waktu ~ o r e H a r i

...

Alokasi Penggunaan Waktu Harian

...

...

Sebaran Temporal Aktivitas

SIMPULAN DAN SARAN

...

Simpulan

...

Saran

...

...

DAFTAR PUSTAKA
(13)

DAFTAR TABEL

1 Iktisar Penelitian Berdasar Metode Sarang

...

2 Jenis Tanah di Tarnan Nasional Kutai

...

3 Jumiah Jam Pengamatan Orangutan di Mentoko

...

4 Penggolongan Umur Orangutan

...

5 Vegetasi Tingkat Pohon Do~ninan

...

6 Vegetasi Tingkat Tiang dan Pancang Do~ninan

...

7 Jenis, Kerapatan dan Indeks Nilai Penting Pohon Pakan

Orangufari

..,... ..

. . ..

,.

..

,

,...

!.

...

.

%.

. . .

,

.*..

. ....

.,..

...

...:....

.,

..

. .

....

8 Nilai Khi-kuadrat Hubungan antara Aktivitas dan Ketinggian Tempat

. . .

.

.

.

.

. .

. .

.

.

. . . .

...

..

...

9 Nilai Khi-kuadrat Hubungan antara jenis Aktivitas Individu dan

Ketinggian Tempat

. .

..

...

.

.

..

...

10 Jarak Jela.jah tIarian Orangutan

...

11 fndeks Nilai Neu's Preferensi Pohon Sarang

...

12 Persentase Konsumsi Jenis Makanan Buah

...

(14)

DAFTAR GAMBAR

. .

[image:14.533.74.449.123.737.2]

1 Kerangka Pemlkrran

...

...

2 Komposisi Persentase waktu makan dan jenis pakan

3 Bentuk Petak Pegamatan

...

4a. b Sarang Orangutan . Sarang Lama

...

5 Orangutan Jantan

6a Diagram Profil (Tampak Samping)

...

6b Diagram Profil (Tantpak atas)

...

...

7

Proporsi Waktu Aktivitas dan Waktu Pengamatan

...

8 Proporsi Wakhl Aktivitas dan Ketinggian Tempat

~ .~

9 Pergerakan Orangutan

...

10 Pergerakan Harian Orangutan

...

...

1 1 Grafik Ketinggian Sarang Dewa dan Dewi

...

12 Grafik Ketinggian Sarang Ayu dan Surya

13 Perbandingan Proporsi Jenis Makanan Orangutan

...

...

14 Proporsi Waktu Aktif di Pagi Hari

15 Proporsi Waktu Aktif di Siang Hari

...

...

16 Proporsi Waktu Aktif di Sore Hari

17 Proporsi Waktu Aktivitas Harian

...

...

18 Sebaran Temporal Aktivitas Harian Dewi

19 Sebaran Temporal Aktivitas Harian Dewa

...

...

20 Sebaran Temporal Aktivitas Harian Ayu

(15)

. .

1 Peta Lokasi Penelltian

...

2 Nilai Penting Vegetasi Tigkat Pohon

...

3 Indeks Keanekaragaman Vegetasi Tingkat Pohon

...

(16)

PENDAHULUAN

Orangutan adalah salah satu anggota suku Pongidae yang mencakup tiga kera besar lainnya; bonobo Afrika (Pan paniscus), simpanse (Pan troglodytes), dan gorila (Pan gorilla). Hanya orangutan berasal dari Asia sedangkan kera besar lainnya berasal dari afrika. Ada dua anak jenis orangutan yang masih hidup, yaitu anak jenis dari Sumatera (Pongo pygmaeus pygtnaeus) dan anak jenis dari Kalimantan (Pongo pygttiae7is abelii). Menurut hasil penelitian ganetika oleh Zhang dkk. (2001) dan taksono~ni oleh Groves (2001), spesies Sumatera (Pongo abeliq adalah spesies terpisah dengan spesies Borneo (Pongo pygrnaeus), begitu pula secara ekoiogi dan life-history (Van Schaik, dkk. 1995).

Orangutan pada saat ini hanya ada di Sumatera, Kalimantan, Sabah dan Serawak dan lebih dari 90% habitatnya berada di wilayah Republik Indonesia. Laju degradasi hutan di Sumatera dan Kalimantan yang terus meningkat menyebabkan semakin sempitnya habitat orangutan (Meijaard dkk. 1999). Pada waktu kebakaran hutan tahun 1997f 1998 kurang lebih sepertiga dari juinlah orangutan liar mati. Menurut taksiran para ahli, orang utan liar bisa menjadi punah dalam jangka waktu sepuluh tahun lagi.

Orangutan di Taman Nasional Kutai cendemng lebih mudah dijumpai di beberapa kawasan hutan seperti di Mentoko, Sangkimah, dan Menamang. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua ruang di kawasan Taman Nasional Kutai menjadi habitat bagi orangutan. Habitat merupakan satu kesahan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya, baik makanan, air, tempat berlindung, berkembangbiak, maupun tepat mengasuh anak-anahya.

(17)

dengan menggunakan pendekatan penghitungan sarang. Dengan demikian dalam rangka manajemen habitat dan penyusunan metode kuantitatif mengenai orangutan, perlu dikaji perilaku orangutan di habitat alaminya. Sehubungan dengan ha1 tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang interaksi orangutan dengan habitatnya melalui pendekatan analisis bagaimana orangutan liar menggunakan ruang dan waktu di hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk mengetahui pola penggunaan ruang oleh orangutan liar di habitat alaminya.

2. Untuk mengetahui pola penggunaan waktu dan ritme aktivitas orangutan di habitat alaminya.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian :

I . Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan habitat orangutan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan metode kuantitatif mengenai orangutan

(18)

Perumusan Masalah

Populasi orangutan diperkirakan terus mengalami penurunan akibat kebakaran butan, kehilangan, kerusakan dan hgmentasi habitat yang sangat mempengaruhi kehidupan dan kemampuannya untuk melakukan reproduksi. Tekanan terhadap habitat orangutan yang berlangsung terus sampai saat ini akan mengancam kehidupan orangutan liar di alam. Orangutan di Taman Nasional Kutai (TNK) lebih mudah dijumpai di beberapa kawasan hutan seperti Mentoko, Sangkimah, dan Manamang. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua nlang di kawasan TNK menjadi habitat orangutan.

Penyebaran orangutan tidak merata menurut waktu dan lokasi di suatu kawasan, tetapi lebih menyukai lokasi tertentu dalam waktu tertentu dan menggantungkan hidupnya pada lingkungan yang sesuai termasuk komposisi pepohonan yang menyediakan pakan selama masa hidupnya. Berdasarkan fenomena tersebut maka permasalahan utama yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan habitat dan penyusunan metode kuantitatif mengenai orangutan adalah:

(19)

Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan hutan untuk sebagai hutan produksi, hutan tanaman, lahan pertanian atau perkebunan, dan pertambangan terbuka menyebabkan hilangnya habitat orangutan. Kalimantan Timur pada tiga dasawarsa antara tahun 1960

-

1990 telah kehilangan habitat orangutan sebesar 56% dari luasan 134.390

km2

pada tahun 1960, tinggal tersisa 58.769 km2 pada tahun 1990. Pengurangan ini termasuk pada beberapa kawasan konservasi dan kawasan lindung yang ada. (Meijaard dkk. 1999).

Di Kalimantan populasi orangutan terus mengalami penurunan mulai dari hampir 20.000 menjadi 12.000 individu antara tahun 1996 dan 1998 penurunan ini akibat kehilangan habitat dan kebakaran hutan. Kehilangan, kerusakan, fragmentasi habitat serta kebakaran hutan sangat mempengaruhi kehidupan dan kemampuannya untuk melakukan reproduksi. Tekanan terhadap habitat orangutan masih terus berlangsung sampai saat ini akan mengancam kehidupan orangutan liar di alam.

(20)

I

7

I

KEBIJAKAN PEMEIUNTAH

I

AKTIVITAS L'erambahan KAWASAN HUTAN APH,HTI '*---si

>".'..,.z."".T KK & KL untuk

Perburusn

HABITAT

OR4NGIITAN ORANGUTAN

Pc~~arunan

Frsgmeatari Hsbitat

t

Pembinaan Habitat PELESTARIAN

I

4

Pcrilsku Orangutan Analisb Pola Pcnggunsnn

Metocle Kuantitatif dan 4 Ruang dan WPMU olrh

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Orangutan

Klasifikasi

Perkataan "orangutan" berasal dari bahasa Melayu yang berarti manusia yag hidup di dalam hutan. Penggunaan istilah "orangutan" dalam bahasa ilmiah pertama kali dilakukan oleh Tulp pada tahun 1941 dan selanjutnya digunakan Poirier pada tahun 1964. Linnaeus pada tahun 1760 memberi nama orangutan dengan llama Pongo pyginaezis yang terbagi kedalam dua sub spesies yaitu orangutan Sulnatera (Pongo pygmaezcs abelii) dan orangutan Kalimantan (Pongo pygntaeus pygnaeus).

Klasifikasi orangutan menurut F.E. Poirier (1964) dalam Groves (1971) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Klas : Mamalia

Ordo : Primata

Sub Ordo : Primata

Famili : Pongidae

Genus : Pongo

Spesies : Pongopygntaeus Linneaus

Sub Spesies : Pongopyginaeus abelii Lesson, 1872 Pongo pyginaeus pyginaeus Linneaus, 1760

Sedangkan menurut Zhang dkk (2001) dan Groves (2001) kedua sub spesies tersebut adalah berbeda spesies, yaitu Spesies Sumatera (Pongo abelii) dan Spesies Borneo (Pongopygmaeus ).

(22)

kerapkali dapat dibedakan dengan dasar wama bulunya. Lebih lanjut menurut Galdikas (1978) Orangutan Kalimantan yang telah dewasa bulunya mengarah kepada wama coklat kemerah-merahan, sedangkan Orangutan Sumatera benvarna lebih pucat. Perbedaan ini tidak bersifat mantap tetapi dapat digunakan sebagai penuntun kasar. Orangutan Sumatera kadang-kadang mempunyai bulu putih pada mukanya. Orangutan Sumatera biasanya mempunyai bulu yang lebih lembut dan lemas, sedangkan bulu orangutan Kalimantan kasar dan jarang-jarang. Menurut Mackinnon (1974) perbedaan bulu tersebut dapat dilihat secara mikroskopis.

Paling sedikit ada 3 subspesies orangutan Kalimantan; Pongo pygn~aeus pygnlaetis (baratlaut), Pongo pyg~naezrs wurn~bii (tengah), Pongo pygmaetcs morio

(timurlaut). Subspesies di Kalimantan Tengah paling besar, diikuti di barat laut, dan timur laut (McConkey 2005 dalanz Nellemann 2007).

Morfologi

Secara morfologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunya (Napier & Napier 1967). Orangutan Kalimantan bila telah dewasa warna bulunya mengarah pada warna coklat kemerahan dan orangutan Sumatera benvarna lebih pucat (Galdikas

1978).

Hidung orangutan sangat pesek dan bibir atasnya tidak mempunyai parut bibit. Kupingnya yang sangat kecil tidak ditumbuhi oleh rambut. Dahi orangutan muda masih diliputi rambut, tetapi lambat laun rambut tersebut tidak berkembang sejalan dengan bertambah umur. Orangutan jantan dewasa mempunyi kantung udara (air sac) yang terdapat pada lehernya, dapat mengambil serta mengumpulkan beberapa liter udara, yang digunakan untuk membuat seruan panjang atau long call (MacKinnon 1972).

(23)

Sumatera maupun dari Kalimantan mempunyai berat badan rata-rata 37 kg, sedangkan berat orangutan jantan Sumatera rata-rata 66 kg dan orangutan jantan Kalimantan rata-rata 73 kg (Eckhardt 1975 dalam Galdikas 1978).

Menurut Rijksen (1978) orangutan digolongkan berdasarkan umur dan jenis kelamin, dan dalam perkeinbangan hidupnya dibagi ke dalam 4 tahap pada orangutan betina (bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa) dan 5 tahap pada orangutan jantan (bayi, anak-anak, remaja, pradewasa dan dewasa), sedangkan Galdikas (1978) menggolongkan orangutan jantan dan betina dewasa ke dalam jantan, betina dewasa umur muda dan jantan, betina dewasa tlmur lanjut. Penggolongan tersebut sebagai berikut :

1. Bayi (infant). Umur 0

-

4 tahun. Warna rambut jauh lebih pucat dari hewan tua, sangat putih di sekeliling mata dan moncong, bercak putih meliptiti seluruh tubuh. Selalu berpegang pada induknya kecuali pada waktu makan di pohon atau saat menyusui.

2. Anak (jmenil). Umur 4

-

7 tahun. Wajah masih lebih putih dibandingkan hewan dewasa tetapi lebih gelap dibandingkan bayi, bercak putih dibadan kabur. Berpindah bersama, tetapi terlepas dari pegangan induknya, menggunakan sarang bersama induknya dan masih menyusu.

3. Remaja (adolescenr). Umur 7

-

15 tahun (jantan) dan 7

-

12 tahun (betina). Ukuran tubuh lebih kecil dari hewan dewasa, sangat sosial, benar-benar lepas dari induknya, tetapi masih sering terlihat berpindah bersama induknya. Pada wajah jantan pra-dewasa (12

-

15 tahun) mulai terlihat gelap, bantalan pipi dan kantong leher mulai berkembang. Ukuran tubuhnya lebih besar dari betina tetapi masih lebih kecil dari jantan dewasa.

4. Dewasa (adult). Umur 15 - 35 tahun (jantan) dan 12

-

35 tahun (betina)
(24)

5. Tua Berumur 35 tahun ke atas (jantan dan betina)

Jantan tua. Rambut tipis dan jarang, berkeriput dalam, bantalan pipi menyusut. Tidak mengeluarkan serum panjang atau berpasangan dengan betina, gerakan sangat lambat.

Betina tua. Rambut tipis dan jarang-jarang, berkeriput, tidak lagi diikuti oleh bayi atau remaja, berpasangan tetapi tidak lagi mengandung, lebih sering bergerak di permukaan tanah dibandingkan dengan betina dewasa, gerakan lambat.

Habitat dan Populasi

Habitat

Di hutan hujan tropis, habitat primata dibagi atas beberapa tingkatan secara

vertikal, yaitu strata atas, strata pertengahan dan strata bawah yang erat hubungannya dengan penyediaan makanan bagi primata (Rijksen 1978). Menurut Rodman (1973) dalam Sinaga (1992), suatu jenis kera akan menunjukan spesialisasi makanan maupun habitat yang tertentu sebagai relung ekologi yang mernbedakan mikro habitat jenis lainnya.

Rijksen (1978) mengungkapkan bahwa karakteristik habitat orangutan di Ketambe adalah tidak adanya dominasi dari satu jenis pohon atau vegetasi. Stratifikasi hutan terutama terdiri dari strata B dan C, dan pada lantai hutan terutama ditumbuhi oleh herba. Menurut Galdikas (1978), habitat orangutan di Tanjung Puting terdapat di hutan rawa begambut. Untuk lokasi pembuatan sarang, orangutan lebih suka menempatkannya di daerah rawa dan di tepi sungai karena merasa lebih aman dari gangguan manusia ataupun hewan lainnya.

(25)

Populasi

P e n e l i t i a n kerapatan orangutan sulit dilakukan karena masalah praktis dan konseptual. M a s a l a h praktis ini berkaitan dengan kesulitan mengestimasi jumlah individu persatuan luas, dan kemudian mengekstrapolasinyan untuk wilayah yang lebih luas. M a s a l a h konseptual berkaitan dengan estimasi luas habitat yang dibutuhkan o l e h sebuah komunitas lokal orangutan. Jika perkiraan kerapatan lokal p o p u l a s i diekstrapolasikan untuk seluruh daerah, pengabaian variasi habitat yang d i h u n i d a p a t menyebabkan kesalahan yang fatal dalam menilai ukuran populasi ( M a c k i n n o n 1986 dalam Meijaard 1999). Karena itu diperlukan teknik- teknik a l t e m a t i f untuk memperoleh angka kerapatan yang lebih akurat dalam berbagai h a b i t a t , termasuk hutan-hutan kecil yang tidak sering didatangi orangutan. W a l a u p u n orangutan terkenal sangat sulit diditeksi di hutan basah, kehadirannya cukup mudah dipastikan dalam suatu kawasan, yaitu dengan mencari p a n g g u n g atau sarang-sarang khas yang dibangun setiap hari untuk beristirahat p a d a sore hari, dan kdang-kadang untuk bermain atau istirahat pada siang hari ( H a r r i s s o n 1961; Schaller, 1961; Milton, 1964 dalam Meijaard dkk.

1999).

Van S c h a i k dkk. (1995) mempertajam metode penghitungan sarang sepanjang t r a n s e k , yang telah disahkan di dua lokasi berbeda. Metode ini diketahui m e n g h a s i l k a n nilai kerapatan yang cukup akurat. Hasil penghitungan kerapatan o r a n g u t a n di kedua tempat tersebut seperti pada Tabel 2.

P a d a t a h u n 1993 diperlcirakan jumlah orangutan di Indonesia dan Malaysia telah m e n u r u n sejauh 30-50% dalam k u ~ n waktu 10 tahun terakhir, sementara habitat~ya

telah

menyusut sebanyak 80% da!am kurun wakk 20 tahun terakhir. Sampai saat i n i belum banyak terkumpul data sensus yang akurat mengenai kerapatan o r a n g u t a n di alam. Bagaimanapun, berdasarkan data yang ada beserta konsesus yang dikembangkan dari pendapat para ahli diduga di pulau Kalimantan terdapat 1 9 - 0 0 0 sampai 30.000 orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus),

sementara

dZ

Sumatera (Pongo pygmaeus abelli) berjumlah antara 7.000 sampai
(26)

Hutm Aluviall daenh sepe-

njmg sungai

Tabel 1. Ikhtisar laporan-laporan penelitian orangutan terbaru berdasarkan

Dataran tinggi (hutan perbukitan dan Dipterocarpawe)

Gunung Palung

Lokan Ulu Ssgama

Mid KinabaVdngm~

1

Low Kinnbotmgao

KutaiISangatta

Ulu Scgarna Kawaq

Tabin !,I

metode pernghitungan sarang sepan,'ang

Danwn Valley

1

0,3

transek. Krpt 2,2 3,O 3,O 3,5 Rj a b c n Tipe habitat

Dataran bmjir dan raw- gnmbut Daera" Pengamatan Sebangau Kulamba Tmj. Puting D. Sentarum

Daerah Crocker Meliau Sumatera Sunq-Balimbing Tmmon Bahbah Rot d e b b b I; h b b I b ?? % I 0 3

Hutan tebang pilihl hutnn Sebangau sekunder

Katingan Hutm sub-pewlungan

dan pegunungan Kapi Ketambe sobpeg. Ketambe peg. Mamas-subpeg. Dg. Megaro Sikundur P. Lembmg Krpt 6 3 7,O 4,5 Ketambe Kompas Mamas hilir Renun Bohorok Bohorok Bengkung Manggala Bukit-Suaq B.

-

Sumber : Meijaard (1999)

Rj f j j 5,5 3,O 3,2 I,o 1,O 2,2 2 8 1.2

1 ,o

Keterangan :

Rj = rujukan Kprt = kerapatan per km2

[image:26.527.71.478.72.715.2]
(27)

Sosiologi

Tipe dau ukurau kelompok

Sosiologi orangutan tetap merupakan teka-teki sampai sekarang. Sebenarnya tidak ada pola hubungan sosial baku untuk kera ini, jika hanya didasarkan pada kondisi lingkungan tempat hidupnya. Jika ada pola umum atau pola dasar dalam berbagai bentuk organisasi sosial Pongidae, maka pola ini lebih bersifat sebagai suatu masyarakat terbuka yang beranggotakan siapa saja yang ada di dalam kisaran distribusi jenis ini, dimana individu-individunya melakukan sosialisasi karena dalam kondisi tertentu yang ada, inilah yang paling mudah dilakukan (Goodall 1963).

Sebagaian besar satwa primata hidup dalam suatu kelompok sosial, dengan kelompok seperti itu mereka mendapat manfaat yang potensial misalnya perlindungan dari predator, bersama-sarna mempertahankan sumber pakan dan juga dapat secara bersama-sama membesarkan anak-anak keturunannya. Berdasarkan jumlah individu dan komposisi seks, secara umum primata dapat digolongkan dalam lima kelompok (Chalmers 1979), yaitu :

1. Jenis yang soliter ("solitary species"), tidak membentuk kelompok, jenis yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagain jenis dari famili Lemuridae. Satwa ini hidup menyendiri dengan luas home range 0,2 - I ha.

2. Kelompok monogami ("monogamous family"), membentuk kelompok yang terdiri dari 3

-

4 ekor dengan sepasang induk dan home range-nya berkisar antara 20

-

50 ha. Jenis yang termasuk dalam kelo~npok ini adalah jenis dari famili Indriidae, Cebidae, dan Hylobatidae.

3. Kelompok dengan satu jantan dewasa ("uni male groups"), dimana dalam satu kelompok hanya terdapat satu jantan dewasa. Jenis yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya adalah Cercopithecus mitis, Erythrocebus paras, Presbytis entellus, dan Gorilla gorilla beringei.

(28)

5. Kelompok yang tidak tetap ("difficult to classify"). Jenis-jenis yang sulit untuk digolongkan menurut elnpat golongan di atas, seperti Papio hamad>yas, Theropithecus gelada, Pan troglodytes dan pongo pygmaeus, yang jantan umumnya soliter tetapi ada juga yang berkelompk dalam jumlah kecil.

Hasil penelitian Rodman (1973) menyatakan bahwa satuan dasar populasi orangutan terdiri atas : 1) jantan dewasa soliter, 2) betina dewasa yang biasanya disertai satu atau dua anak yang belum mandiri, 3) hewan muda dalam masa peralihan antara hidup dalam satuan yang melahirkannya dan hidup secara mandiri. Disamping ketiga kelompok ini, susunan umum kehidupan sosialnya masih agak tidak jelas dan belum ada kesepakatan antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain (Galdikas 1978).

Menurut Meijaard dkk. (1999) bagi pengamat biasa, tidak terlalu jelas bahwa orangutan hidup dalarn kelompok, dalam pengertian bahwa individu-individunya sering berada di daerah yang berdekatan dan biasanya dalam jarak pandang satu sama lain. Hasil penelitian lapangan mengungkapkan bahwa individu yang sama sering terlihat dalam suatu daerah tertentu, sedangkan pada waktu lainnya sebagaian besar tidak kelihatan. Beberapa peneliti lapangan mengalami kesulitan karena sejumlah orangutan yang tampaknya tidak berhubungan ternyata mempunyai keserempakan dalam pergerakan hariannya. Sebenamya, anggota komunitas orangutan sering menjaga jarak dengan individu lainnya, sehingga terbentuknya kelompok hanya dapat disimpulkan setelah anggota yang berbeda diikuti secara serempak. Jarangnya interaksi menunjukkan ada unsur saling mengenal atau status social yang mantap, atau adanya ikatan batin.

Pengamatan jangka panjang terhadap suatu komuniras orangutan mengungkapkan bahwa beberapa individu, khususnya betina dewasa (dengan bayinya) teriihat hidup menetap di daerah teitentu selama beberapa tahun. Individu ini yang lebih sering terlihat dalam periode beberapa minggu. Sebaliknya, sebagaian besar anggota komunitas tampaknya menggunakan waktu lebih lama pergi dari tempat berkumpul, sementara ada sedikit yang kadang atau hanya sekali ditemukan di pangkz!an ini. (h<eijaa:d l999).

(29)

nomadis musiman. Secara umum ada tiga kelas kegiatan jelajahnya: (1) penetap, yang selama beberapa tahun berada dengan sebagaian besar waktunya dalam satu tahun di satu daerah tertentu, (2) penglaju, yang secara teratur selama beberapa minggu atau beberapa bulan setiap tahun hidup "nomadis", dan (3) pengembara, yang tidak pemah atau sangat jarang (atau hanya sekali) kembali ke tempatnya yang semula dalam waktu paling sedikit tiga tahun.

Jaringan sosial orangutan meliputi betina dewasa dan anak-anaknya, mungkin termasuk sejumlah jantan dewasa dan pradewasa. Sepintas "kelompok" terbuka ini tidak berbeda dengan organisasi sosial beruk Macaca nemestrina yang berada di habitat yang sama. Sifat dasar interaksi sosial ini mengesankan bahwa penetap dan penglaju tennasuk dalam suatu jaringan sosial tunggal, karena mereka kelihatan mengenal baik satu sama lain, dan terbukti mempunyai hubungan sosial tertentu yang mantap, mirip hubungan yang bisa dikatakan sebagai ikatan "persahabatan" (Rijksen 1978). Pola interaksi yang terlihat dalam suatu pertemuan semacam ini memperlihatkan bahwa penggembara biasanya adalah pihak asing bagi anggota-anggota lainnya dalam jaringan sosial.

Kegiatan dan Perilakn

Rodman (1 977) dalarn Maple (1980) menyatakan bahwa aktivitas harian orangutan yang utama di penuhi oleh kegiatan makan. Selanjutnya istirahat, bermain-main, berjalan-jalan diantara pepohonan dan membuat sarang. Menurut MacKinnon (1974) aktivitas harian orangutan meliputi 3 aktivitas besar yaitu makan, istirahat dan bergerak. Orangutan mulai bergerak sejak matahari terbit sampai matahari terbenam dan selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan jarak rata-rata 500 meter per hari.

Periiaku makan

(30)

Cjantan) dan 80% (betima3 w a k t u makanannya dihabiskan untuk memakan buah- buahan. Lama w a rnencari buah yang tercatat paling rendah, ketika ketersediaan buah s a n g a C r e n d a h , masih 16% dari waktu total. Walaupun ada sekitar 200 jenis b u a h yserng dimakan, beberapa jenis buah tertentu ternyata jauh lebih tinggi dalam k o r n p e s i s i makanannya (Meijaard 1999). Komposisi persentase waktu inakan danjenis p a k a n orangutan seperti terlihat dalam Gambar 2.

Serangga

Lain-lain

Kulit batang

6%

2%

Gambar 2. K o m p o s i s i persentase waktu makan dan jenis pakan orangutan

Pakan orangutem w n e m p u n y a i variasi yang jelas dari bulan ke bulan, tetapi buah yang berkualtas

r i n g g i

hampir selalu ada di beberapa tempat. Jenis makanan dan variasinya bahkarn b e r b e d a nyata dari satu lokasi ke lokasi lain. Di suatu tempat, buah ara d;ari s e k i t a r delapan jenis pohon ara-pencekik merupakan makanan pokok dan t e r s e d i a selama paling sedikit delapan bulan dalam setahun, namun di tempat l a i n

b u a h

ini merupakan sumber makanan yang tidak penting (misalnya di T a n j u n g P u t i n g dan di Suaq-Balimbing), dan jenis pohon ara- pencekik sebenarnya r r n e h u p a k a n jenis yang langka (Meijaard 1999).

Di daerah-daerah S e r t e n t u orangutan kadang-kadang juga menelan tanah, memakan liang r a y a p i sepanjang batang pohon, bahkan sampai turun ke

permukaan tanah urn memungut dan nlemakan segumpal tanah yang

(31)

atau bongkahan tebing karang terjal. Tanah ini nampaknya mengandung mineral tertentu atau kaolin dalam konsentrasi tinggi (Payne et al. 1985), yang penting untuk menetmlkan jumlah tanin beracun dan asam fenolat yang tinggi dalam makanan yang berasal dari daun.

Peritaku bersarang

Orangutan membangun paling tidak 1 sarang per hari untuk beristirahat dan tidur di malam hari (Maple 1980). Umur satwa juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku bersarang. Orangutan muda cenderung membangun sarang dalam jumlah banyak atau "bermain sarang" setiap hari (Rijksen 1978). Sarang jugs sering digunakan sebagai tempat untitk kawin (Galdikas 1978).

Dalam membangun sarang, orangutan memilih tempat yang strategis dengan mempertimbangkan letak pohon berbuah terdekat dan topografi daerah sehingga tempat bersarang terdistribusi secara acak. Orangutan mencari lokasi bersarang pada tempat-tempat yang dikenali, baik untuk digunakan sendiri maupun besama- sama, dengan mempertimbangkan hubungan antara posisi sarang dan keuntungan yang diperoleh (MacKinnon 1974). Umumnya orangutan membuat sarang pada tempat-tempat yang dapat memberikan pandangan lebih luas ke sebagaian besar areal hutan (Rijksen 1978). Menurut MacKinnon (1974), konsentrasi sarang terutama berada pada punggung bukit sebelah barat. Posisi ini dipilih untuk menhindari panas matahari, sebagai pelindung dari angin malam, dan memeperluas jangkauan pandangan. Faktor penentu lainnya adalah keberadaan sarang-sarang orangutan lainnya (Rijksen 1978).

(32)

kadang sarang orangutan ditemukan di pohon pakan, tetapi hanya beberapa sarang harian (day-nest) yang digunakan untuk beristirahat di siang hari untuk mempermuda proses pengumpulan buah atau untuk bersosialisasi (Rijksen 1978)

Wilayah jelajah

Dalam kegiatan hariannya, orangutan mulai bergerak sejak matahari terbit sampai matahari terbenam dan selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan jarak rata-rata 500 meter per hari (Mackinnon 1974).

Kegiatan bergerak orangutan di dalam hutan sangat lamban dan malas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan lambannya pergerakan mereka ialah karena berat badannya yang cukup besar dan pohon-pohon di dalam hutan yang sangat bemariasi baik tinggi maupun letaknya, hingga mereka harus berhati-hati dalam pergerakannya. Jarak yang ditempuh orangutan dalam seharinya berkisar antara 300 meter sampai 1300 meter. Jauh dekatnya jarak yang ditempuh sangat dipengaruhi oleh persentase aktivitas makan dan beristirahat (Djojosudharmo

1978).

Home range orangutan betina saling tumpang tindih atau overlape (Rodman dan Horr 1972 dalarn Sinaga 1992), demikian juga dengan home range orangutan betina dengan jantan juga dapat tumpang tindih (Djojosudharmo 1978).

Pola Penggunaan Ruang dan Waktu

Menurut Legay dan Debouzie (1985); Santosa (1990) dalam Alita (1993), pola penggunaan ruang merupakan suatu keseluruhan interaksi antara satwa dengan habitatnya. Adapun paiametei poia penggunaan mang yang paling banyak diteliti ada dua, yaitu daerah jelajah (luas dan komposisi vegetasi) dan pergerakan

.

Daerah jelajah (home range) merupakan daerah pergerakan nom~al satwa dalam melakukan aktivitas-aktivitas rutin. Sedangkan core area merupakan bagian dari home range yang sering dipergunakan dan dengan keteraturan yang lebih besar daripada bagr;:, yang n-- A .I +--:+--: A:A-G-:-:I~--

Y W . U U b I Y I I L b l l l Y l l U L U b I I I I I D I I L L L I I

(33)

Menurut Santosa (1990) dalam Alita (1993), aspek pola pemanfaatan ruang menggambarkan interaksi antara satwa dengan habitatnya. Dalam ha1 ini "mobilitas" dan "luas" serta "komposisi daerah jelajah" mempakan tiga parameter yang lebih banyak digunakan sebagai indikator dari strategi pemanfaatan ruang oleh satwaliar.

(34)

KEADAAN

UMUM

KAWASAN

TN KUTAI

Fisik

Letak d a n Luas

Luas awal kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 435IKpts-XXl1991 adalah 198.629 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Timur (i SO%), Kutai Kertanegara ( i

17,48%) dan Kota Bontang ( i 2,52%). Secara geografi Taman Nasional Kutai terletak antara 0" 7'54"

-

0°33'53" LU dan 116"58'48"

-

1 17°35f29" BT. Batas- batas kawasan ini adalah :

Sebelah Utara : Sungai Sangatta

-

Kabupaten Kutai Timur Sebelah Barat : PT. Sulya Hutani Jaya dan

FT.

Kiani Lestari Sebelah Selatan : Kota Bontang dan Hutan Lindung Bontang Sebelah Timur : Selat Makasar

Topografi

Kawasan TNK merupakan hutan hujan tropis dataran rendah dengan ketinggian berkisar 0

-

400 m dpl. Topografi berbukit (bergelombang ringan, sedang sampai berat) dan di bagia barat dan utara berbukit dengan ketinggian mencapai 70 - 200 m dpl.

Geologi d a n tanah

Berdasarkan peta geologi Kalimantan Timur formasi geologi kawasan ini sebagian besar meliputi tiga bagian yaitu :

1. Dibagian pantai terdiri dari batuan sedimen alluvial induk dan terumbu karang.

(35)

Menurut pembagian tanah Kalimantan Timur jenis tanah yang terdapat pada kawasan ini seperti terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis Tanah Yang Terdapat Pada Kawasan TNK

JenisTanah

1

Bahan Induk

I

Fisiografi

I

I

1

Alluvial

I

Batuan Alluvial

I

Daratan

I

Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, curah hujan di dalam kawasan TNK termasuk ke dalam Tipe B (Nilai Q = 14,3

-

33,3 %). Curah hujan

rata-rata tahunan 1543,6 mm, atau rata-rata bulanan 128,6 mm dengan rata-rata hari hujan setahun 66,4 hari. Temperatur udara rata-rata minimum berkisar 21°C dan maksimum 34°C. Kelembaban relatif udara berkisar 67

-

98 %. Kecepatan angin normal rata-rata 2

-

4 knodjam.

I

Organosol Gleihumus

Hidrologi

Kawasan TNK merupakan kawasan akuifer daerah air tanah. Kawasan ini mempunyai peranan penting dalam pengaturan tata air dan sebagai sumber air utama bagi daerah yang terdapat di sekitamya. Sungai-sungai yang tedapat di daerah tersebut adaiah Sungai sangatta, Sungai Sangkima, Sungai Kandolo, Sungai Teluk Pandan, Sungai Palakan, Sungai Nyudan, Sungai Putang Salah, Sungai Buluh, Sungai Sesayap dan Sungai Banumuda.

beku endapan

Batuan beku endapan dan metamorf

3

Bukit dan peg. Lipatan

Pegunungan patahan Podsolik merah kuning

Podsolik, Latosol dan Litosol

Sumber : Peta tanah Kalimantan Timur Skala 1 : 500.000 Tahun 1986

(36)

Biotik Ekosistem

Ekosistem TNK me~pt3kan hutan hujan tropis dataran rendah yang mempunyai vegetasi asli, mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Secara umum tipe-tipe ekosistem di dalam kawasan TNK, antara lain (a) Hutan Dipterocaraceae campuran; (b) Hutan Ulin-Meranti-Kapur; dan (c) Vegetasi hutan mangrove dan tumbuhan pantai; (d) Vegetasi hutan rawa air tawar; (e) Vegetasi hutan kerangas; ( f ) Vegetasi hutan tergenang.

Flora

T N K mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, tenltama keanekaragaman jenis flora. Jenis-jenis tumbuhan yang hidup di kawasan ini diantaranya meranti (Shorea sp.), Kayu Kapur (Diyobalanops aromatica), kerning (Dipterocarpus cornutus), ulin (Eusideroxylon zwagerz), merbau (Insfia palentbanica), bakau-bakau (Rhizophora spp.), tancang (Bruguiera spp.), cemara

laut ( Casuarina equisetifolia), jambu-jambu (Eugenia sp), dll.

Fauna

(37)

Keberadaan Orangutan di Areal Penelitian

Taman Nasional Kutai (TN Kutai) merupakan hutan hujan dataran rendah yang menjadi tempat perlindungan bagi orangutan dan satwa besar lainnya di Kutai Timur dan sekitarnya. Bagian timur kawasan di batasi Selat makasar, sedangkan sebelah selatan di batasi oleh Kota Bontang, Hutan Lindung Bontang, Konsesi pertambangan batu bara dan Hutan Tanaman lndstri (HTI), sebelah utara dibatasi Kota Kabupaten Kutai Timur, Konsesi Pertambangan Batu bara, dan Hak Pengusahaan Hutan(HPH), demikian juga sebelah barat kawasan merupakan konsesi HTI.

Eksploitasi batu bara dengan sistem pertambangan terbuka (open minirig)

telah menghapus habitat orangutan dengan tanpa menyisakan vegetasi sedikitpun. Demikian juga dengan eksploitasi HPH dan pembuatan hutan tanaman atau HTI. Aktivitas eksploitasi tersebut menimbulkan pergerakan orangutan ke sisa-sisa areal hutan yang masih ada dan relatif aman dari gangguan diantaranya kawasan TN Kutai.

Pada era sebelum tahun 1997-an distribusi orangutan di TN Kutai tersebar dalam empat habitat utama, yaitu Menamang, Teluk Kaba, Sangkimah dan Prevab-Mentoko. Orangutan sangat mudah dijumpai, merupakan indikasi besarnya populasi orangutan di kawasan ini, karena belum ada data yang pasti berapa ukuran populasi orangutan di kawasan TN Kutai. Menurut Zusuki (1992) dalam Meijaard dkk. (1999) jumlah individu di Kutai adalah 2 individu per

km2.

(38)

METODE PENELITLAN

Lokasi dan W a k t u Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan Mentoko, Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2007 (lampiran 1).

Bahan dan Alat Penelitian

1. Wilayah hutan Mentoko sebagai lokasi penelitian dan 5 ekor orangutan yang terdiri dari 2 jantan dewasa umur muda, 2 tietiria dewasa umur muda dan 1 ekor anak.

2. Alkohol, kantoilg plastik, label keiQs, tali plastik.

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi : meteran dengan panjang 25 meter, binokuler, tustel, GPS, kompas, haga meter, hand counter, jam, peralatan herbaium, alat tulis.

Parameter~parameter Parameter yang diamati dalam penelitian ini :

1. Jenis pohon dan ketinggian orangutan di atas pohon. 2. Jetris, bagian-bagian pohon yang ditnakan oraagutan.

3. Lama waktu orangutan melakukan aktivitas 4. Waktu orangutan melakukan setiap jeriis aktivitas 5. Pola pergerakan orangutan

(39)

Metode Pengumpulan Data

Pengamatan Pendahuluan

Pengamatan pendahuluan dilakukan dengan maksud:

1. untuk menemukan orangutan yang akan menjadi fokus pengamatan.

2. Penyesuaian dengan kondisi lapangan, agar orangutan terbiasa dengan kehadiran pengamat.

Pengamatan Perilaku

1. Pengamatan perilaku dilakukan secara langsung terhadap kegiatan orangutan yang menjadi fokus pengamatan. Pengamatan ditnulai dari pagi pukul05.30

-

18.30 WITA.

2. Waktu pengamatan dibagi dalam 3 kategori, yaitu Pagi (pukul 05.30

-

10.00 WITA), siang (pukul 10.00

-

14.00 WITA) dan sore (pukul 14.00

-

18.30

WITA), dengan interval pengamatan 10 menit.

3. Pengamatan karakteristik daerah jelajah (tipe vegetasi) dan posisi individu dalam ruang. Untuk mengetahui posisi pergerakan orangutan, digunakan GPS (Global Positioning System).

4. Pengamatan posisi individu dalam ruang yaitu ketinggian posisi individu saat melakukan aktivitas, dibedakan atas : Ketinggian 0-20 meter, 20-30 m, dan 30 meter ke atas.

5. Data ritme individu aktif

Pengamatan bertujuan untuk mengetahui periode waktu aktif, mulai dari orangutan bangun tidur di pagi hari sampai dengan masuk sarang di sore hari untuk tidur. Data yang didapatkan dapat menggambarkan apakah aktivitas yang dilakukan mempakan urut-urutan rutinitas (ritme) dalam dimensi waktu atau bersifat temporal.

6 . Data penggunaan waktu harian

(40)

Pengumpulan Data Vegetasi dan Diagram Profii

Data Vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui dominasi jenis pohon di lokasi penelitian. Metode yang digunakan untuk memperoleh data

vegetasi adalah Metode Petak Tunggal (Soerianegara dan Indrawan 1984).

Petak contoh dibuat sebanyak 2 buah diletakan pada lokasi dimana kelompoWindividu orangutan beraktivitas. Petak contoh berukuran lebar 40 meter dan panjang 80 meter. Parameter yang diukur secara langsung di iapangan adalah nama spesies (lokal dan ilmiah), jumlah individu, diameter pohon pada ketinggian setinggi dada.

Pengamatan dilakukan terhadap pancang, tiang, dan pohon. Dengan kriteria sebagai berikut (Kusmana 1995):

1. Pancang : permudaan dengan tinggi 1,s m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.

2. Tiang : pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

[image:40.523.71.484.394.699.2]

3. Pohon : pohon dewasa berdiameter 20 cm dan lebih.

Gambar 3. Bentuk dan ukuran petak pengamatan analisis vegetasi dengan metode petak tunggal

80 m

4---+

I O m Ket :

P

20 m Sub-petak 5

x

5 m untuk pancang
(41)

Diagram Profil. Sketsa dari profil vegetasi sangat berguna untuk penelitian primata yang meneinpati suatu habitat, karena profil habitat sangat bermanfaat untuk membuat kesimpulan tentang suatu huhungan antara derajat kelimpahan satwa dengan tipe habitatnya.

Untuk mendapatkan diagram profil diiakukan pemetaan sebaran jenis pohon, tinggi polio", tifig,& tajilk, tajuk dan

pohon.

Dalain penelitiaji ini

buat dua buah plot masing-masing berukuran 20 x 80 m.

Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan bidang kajian penelitian. Data sekunder meliputi:

1 . Kondisi fisik : letak dan posisi geografis, ikliin, jenis tanah d m topogafi lokasi penelitian.

2. Kondisi biotik ! floiia dan fauna

3. Data-data pendukung lainnya yang dapat memperkuat pembahasan hasil penelitian.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan dianalisis secara diskriptif, kuantitatif . . . .. dan uji Khi-kuadrat.

Analisis Perilaku

Untuk mengetahui hubungan habitat dengan perilaku orangutan digunakan Uji Khi-kuadrat. Hubungan-hubungan dimaksud diantaranya adalah:

1. Jenis aktivitas dengan posisi dalam ruang (ketinggian pada pohonlvegetasi).

2.

Je~.is isktivitas pa& posisi tertentu &!am m n g dengan waktu
(42)

Hipotesa-hipotesa yang akan diuji, adalah :

1. Hipotesa (No) = Tidak adanya hubungan antara aktivitas tertentu yang

dilakukan orangutan dengan ketinggian pohon.

Hipotesa alternatif (HI) = Adanya hubungan antara aktivitas tertentu yang

dilakukan orangutan dengan ketinggian pohon.

2. Hipotesa (IIo) = Penggunaan waktu oleh semua individu adalah sama.

Hipotesa alternatif (HI) = Penggunaan waktu oleh semua individu adalah

tidak sama.

3. Hipotesa (NO) = Penggunaan waktu oleh semua individu pada setiap kelas

ketinggian pada pohon adalah sama.

Hipotesa alternatif (HI) = Penggunaan waktu oleh semua individu pada setiap kelas ketinggian pada pohon adalah tidak sama.

Untuk menyji hipotesis no1 (Ho) dengan cara menghitung semua frekuensi harapan bagi setiap sel.

Pengujian hipotesa menggunakan rumus :

dimana :

Oi = Frekuensi hasil pengamatan ke-i Ei = Frekuensi yang diharapkan Kaputusan :

Jika XZ~,it,, > XZ

a ,

maka tolak Ho Jika X2hituns < XZ

a

,

maka terima HO

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan menurut rumus sebagai berikut :

a. Kerapatan suatu jenis (K)

Jumlah individu suatu jenis K =

(43)

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR

= Kerapatan suatu jenis

Kerapatan seluruh jenis X 100%

c. Frekuensi suatu jenis (F)

F

'

Jumlah sub-petak ditemukan suatu jenis

Jumlah seluruh sub-petak contoh

d. Dominasi suatujenis (D)

D = Luas bidang dasar suatu jenis

Luas petak contoh

e. Dominasi relatif suatu jenis (DR)

DR = Dominasi suatu jenis

Dominasi seluruh jenis X 100%

*

f. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

FR = Frekuensi suatu jenis

Frekuensi seli~ruh jenis X 100%

(44)

Kemudian untuk mengetahui keragaman jenis digunakan indek keanekaragaman Shannon-Wiener (Pileou 1969; Magurran 1988):

lndeks Keanekaragaman (H') :

dimana :

H' = lndeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Shannon Index

of Diversio~)

ni = Indeks Nilai Penting suatu jenis

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Orangutan yang menjadi Fokus Penelitian

Pengamatan langsung terhadap aktivitas orangutan menjadi ha1 yang utarna dalam penelitian ini, karenanya tantangan dirasakan pada awal kegiatan penelitian adalah usaha untuk menemukan orangutan yang menjadi fokus pengamatan. Sesuai dengan pendapat Meijaard dan Rijksen (1999), yang menyatakan bahwa orangutan sangat sulit ditetnukan dan perlu keterampilan yang harus diterapkan dengan susah payah untuk mendeteksinya. Keterampilan ini antara lain berupa kernampuan indera penciuman yang tajatn (untuk melacak baunya yang khas), pendengaran (untuk menangkap bunyi gemerisik gerakan orangutan melalui dedaunan dan menjatuhkan buah-buahan dan kulitnya dari tajuk yang rapat) dan penglihatan (terutama gerakan dahan-dahan dan pohon-pohon).

Dalam survey pendahuluan penuiis menjumpai beberapa sarang orangutan, yang sudah lama (sudah mulai terdekomposisi) maupun yang masih relatif baru (umur kurang dari 1 minggu). Sarang dijumpai berada pada pohon ulin (Etrsidcro.rylon nvagori) dan pohon kenanga. Baik sarang lama maupun baru meaunjukan bahwa sebelutnnya ada orangutan di lokasi setempat. Sarang yang masih barn semakin memperkuat indikasi adanya orangutan di lokasi penelitian.

(46)
[image:46.523.134.399.76.276.2]

Gambar 4a. Sarang Orangutan di Mentoko-TN Kutai dibangun pada pohon Kenanga (Cananga odorata)

-

sarang lama..
(47)

Dengan adanya buah laban ini, pada tanggal 25 Mei 2007 penulis menemukan 2 ekor orangutan pada pohon yang sama, masing-masing jantan dan betina. Orangutan Jantan dan Betina ditemukan berpasangan. Selanjutnya ormgutail y m g menjadi obyek pengalllatan iiii dibeci nama Dewa dan Dewi.

Kemudian pada tanggal 26 Mei 2007 dijumpai lagi 2 ekor orangutan betina induk dan anakhya berkelai~~ih jaiitan, kedua orangutan iiiduk d a i ~ anaknya ini diberi nama Ayu dan Tole. Disusul dua hari berikutnya, tepatnya pada tanggal 28 Mei 2007 kembali ditemukaii I ekor orangutan jantan dewasa yang solitel; sebagai obyek pengamatan orangutan ini diberi nama Surya. Jumlah jam pengatnatan dalaili penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

I

Avu

/

Betina dewasa-induk

I

182.87

1

27-05 sld 10-06-2007

1

Tabel 3. Jumlah Jam Pengamatan Orangutan di Mentoko

-

TN Kutai.

I

Tole

I

Jantan mak

I

182.87

1

27-05 sld 10-06-2007

1

Nama Orang-

utan

Dewi Dewa

/

Surva

/

Jantan dewasa

1

109.83

/

29-05 sld 06-06-2007

1

I

Jurnlah

I

790.29

1

I

Jenis Kelamin dan

kelas Umur

Betina dewasa Jantan dewasa

Pendugaan umur orangutan merujuk pada penggolongan umur yang dilakukan Galdikas (1978) terhadap orangutan di Tanjung Puting-Kalimantan

Jumlnh Jam Pengamatan

156.52 158.20

Tengah, seperti dapat dilihat pada Tabei 4.

Tanggal Pengamatan

26-05 sld 07-06-2007 26-05 s/d 07-06-2007

Tabel 4. Penggolongan Umur Orangutan Jenis KelaminKaraf

perkembangan/Umur/Berat

Ian pipi, kantong le- her, kerapkali ber- janggut, kadang perkiraan

-

Jantan

-

Dewasa umur muda -15 sld 35 tahun

-

Diatas 50 kg

Sfat tingkah Iaku

Menyuarakan serum panjang, hidup soliter kecuali bila berpasangan dengan betina tanggap seksual.

Sifat morfologi

I

-

Betina

-

Dewasa umur muda

-

12

s/d

35

hhun

-30sJd50 kg

Biasanya telah beranak dan diikuti anaknya; ber- pasangan dengan jantan selama masa estrus;

[image:47.523.67.471.283.737.2]
(48)

Wajah masih lebih putih daripada hew- an tua, tetapi lebih gelap daripada bayi; bercak-bercak ~ u t i h

-

J a n t a n

-An&

-

4

s/d

3

tahun

- 5

sfd

2 0 k g

-

-

I

masih menyusu

*.

I

juga makin kabur.

Sumber : Galdikas (1978)

kadang-kadang berpindah bersama betina lain danl atau hewan taraf muda. Biasanya berpindah ber- sama, tetapi terlepas dari badan induk, kadang- Kadang menggunakan sa- rang berasama induknya:

Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan

K o m p o s i s i Jenis dan Struktur Vegetasi

U n t u k mendeskripsikan habitat orangutan dilakukan analisis vegetasi pada k a w a s a n hutan Mentoko. Dari hasil analisis vegetasi didapatkan 51 jenis pohon yang t e r c a k u p dalam 25 famili, 36 jenis tiang dari 19 famili dan 39 jenis pancang dari 2 2 famili.

Jenis pohon yang paling banyak ditemukan di habitat orangutan adalah ulin

(Et~sideroxylon zwagerz), Sengkuang (Draconramelan daa), laban (Virex plibescens), medang (Litsea sp.), Bayur (Pterospermzrm divers~olitrm), dan M a l i g a r a (Dillenia bomeensis). Indeks Nilai Penting beberapa jenis pohon d o m i n a n disajikan pada Tabel 5.

[image:48.523.64.466.46.745.2]
(49)
[image:49.523.75.468.174.347.2]

Pada tingkat tiang dan pancang didominasi oleh kenanga (Cananga odorata), sengkuang (Draconromelon duo), sumpa labu (Mallotus sp.), jerenjang Jerenjang (Polyaltia sp.), laban (Vitex pubescens), medang (Litsea sp.)dan ulin (Eusiderowylon zwageri). Seperti dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Vegetasi Tingkat Tiang dan Pancang dominan pada Habitat Orangutan

Perbadingan pada beberapa jenis antara pancang dan tiang relatif tinggi seperti pada kenanga, laban, jerenjang sumpa labu dan sengkuang. Pada tingkat tumbuhan pancang menunjukan jumlah yang besar nalnun pada tingkat tiang jenis yang sama terdapat dalam jumab yang kecil. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pancang mengadakan persaingan yang kuat, kondisi ini diperkuat dengan tidak dijumpai satu jenis tumbuhan pada tingkat pancang yang mengelompok. Kemungkinan biji-biji yang terdapat dibawah pohon induknya mengalami persaingan yang kuat dari individu-individu lain dari jenis yang sama. Karena keadaan lingkungan biotik dan fisik yang dibutuhkan pada umumnya sama dengan keadaan lingkungan di bawah pohon induk.

Lingkungan mempengaruhi regenerasi jenis tumbuhan di hutan ti-opika. Faktor iklim seperti temperatur, kelembaban, curah hujan dan sinar matahari merupakan faktor yang memnpengaruhi. Mildbread (1930) dalam Richard (1952) mengemukakan bahwa sedikitnya penyinaran di permukaan bawah hutan tropika dapat menghalangi pertumbuhan dari anakan atau membunuh kecambah. Masa penekanan pada tingkat semai merupakan masa-masa yang lama dan sulit bagi suatu tumbuhan, dengan harus melampaui periode yang berbahaya. Lebih lanjut

Jenis Pohon

Kenanga (Cananga odorata)

Pancang

Kerapatan mp

per ha

/

(50)

menurut Richard (1952) suatu jenis tumbuhan membutuhkan cara yang optimal untuk dapat bertahan pada masa tingkat semai.

Sinaga (1992) menyatakan bahwa habitat orangutan di Bahorok didominasi oleh jenis-jenis pohon damar laut (Shorea materialis), kayu minyak (Dipterocarpus sp.), semak jambu (Ixonathus icesandra), kayu merah (Eugenia sp.), durian hutan (Durio sp.), meranti bakau (Shorea macroptera) dan kencing batu (Quercus spicata). Lebih lanjut disampaikan bahwa perbandingan antara jumlah semai dan pancang mempunyai variasi perbandingan yang cukup besar. Sedangkan Rijksen (1978) berdasarkan hasil penelitiannya di Ketambe, menyatakan bahwa karakteristik habitat orangutan di daerah tersebut adalah tidak adanya dominasi dari satu jenis pohon atau vegetasi. Stratifikasi hutan terutama terdiri dari strata B dan C, dan pada lantai hutan terutama ditumbuhi oleh herba. Lain halnya dengan habitat orangutan di Tanjung Puting, menurut Galdikas (1978) habitat di daerah tersebut berupa hutan rawa bergambut. Rawa gambut ini secara musiman dapat kering, tetapi selama musim hujan permukaan air yang dekat sungai dapat mencapai ketinggian kurang lebih dua meter.

Orangutan pada dasarnya adalah hewan frugifora, proporsi waktu untuk makan makanan jenis buah-buahan jauh melebihi untuk jenis yang lainnya. Seiama pengamatan di Mentoko, jenis makanan yang sering dimakan orangutan adalah buah, disusul daun dari jenis pohon mapun liana, kulit pohon dan kulit liana, serta jenis lainnya dalam jumlah yang sedikit. Diantara jenis-jenis buah yang selalu dimakan orangutan adalah laban (YiTex pzrbescens), sengkuang (Draconto~~zelon duo), jerenjang (Polyaltia sp.), dan liana. Jenis-jenis makanan utama, kerapatan pohon dan indeks niiai penting dapat dilihat pada Tabel 7.

Tahel7. Jenia Pohon, Kerapatan dan Indeks Nilai Penting pohon pakan orangutan pada plot pengamatan di Mentoko

(51)

23

/

Semangkuk (Scaphiu~n macropodum)

I

Buah

I

1.56

1

2.45

24

1

Kapul (Baccaureapluricularis)

1

Buah 3.12

1

5.86

Jenis sumber makanan lain yang penting bagi orangutan di Mentoko adalah tumbuhan liana yang banyak tumbuh dan menjalar ke atas tegakan pohon. Liana merupakan sumber makanan penghasil buah dan daun yang disukai orangutan. Karena menjalar hingga sampai ke bagian tajuk pohon, baik pohon yang berada dekat dengan pangkal akar maun jauh, daun-daun liana kelihatan menyatu dan sama dengan daun pohon utama. Masyarakat mengenal beberapa jenis-jenis liana dengan nama daerah misalnya; akar ubar, akar kelawit, akar serapet. Menurut Richards (1952) dalam Meijaard dan Rijksen (1999), habitat yang baik untuk orangutan tidak hanya terdiri dari pepohonan, sejumlah besar buah dan daun yang disukai sebagai makanan orangutan berasal dari liana. Liana juga merupakan alat utama bagi orangutan untuk bergera dari pohon ke pohon (Rijksen 1978).

(52)

(Ficus spp.), rambutan hutan (Nephelitrm sp.), ulin ((Ezrsideroxylon -wageri?, dan liana.

Menurut Meijaard dan Rijksen (1999) Orangutan tidak tersebar merata menurut waktu dan lokasi di suatu kawasan. Keberadaan Orangutan dalam suatu lokasi mungkin dipengaruhi oleh distribusi ketersediaan makanan menurut waktu dan tempatnya. Faktor waktu penting artinya karena; agar dapat bertahan hidup maka suatu populasi orangutan menggantungkan hidupnya pada komposisi pepohonan dan liana yang menyediakan makanan selama musim produktif sepanjang tahun secara terus menerus. Sedangkan menurut Galdikas (1978)

orangutan memanfaatkan buah, bunga, daun, kuncup dan kulit kayu serta cairan dari berbagai spesies pohon, tanaman menjalar dan tanaman lain, dan juga berbagai tanaman merainbat. Dari penelitian selama einpat tahun di Tanjung Puting lebih lanjut Galdikas menyatakan bahwa kebanyakan pakan orangutan hampir 235 atau sekitar 74% berasal dari spesies pohon.

Gambar 5. Orangutan Dewa di Mentoko-TN Kutai sedang makan kulit liana bergantung dengan kedua kakinya.

[image:52.523.96.416.364.583.2]
(53)

p o h o n buah yang menjadi sumber makanan. Menurut Rijksen (1978) Berdasarkan l u a s distribusi, orangutan dapat beradaptasi pada berbagai tipe hutan: dari hutan rawa, hutan dataran rendah, sampai ke hutan pegunungan dengan batas ketinggian 1 8 0 0 in dpl. Selanjutnya menurut Meijaard ef a1 (1999), habitat yang optimal bagi orangutan paling sedikit mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi sungai dan d a t a r a n kering yang berdekatan. Tepi sungai lnungkin berupa dataran banjir, rawa, atau tanah alluvial.

Struktur Vegetasi

Berdasarkan pengukuran tehadap sebaran, komposisi jenis, diameter dan tinggi p o h o n serta ukuran proyeksi tajuk, struktur vegetasi habitat orangutan di mentoko M e n t o k o Taman Nasional Kutai dapat dibagi menjadi 3 strata, yaitu strata A (2 30

m), strata B (21 sld 30 m), dan strata % (5 2 0 m).

Strata A terdiri dari jenis-jenis pohon laban (Vitex pubescens), medang (Litsea sp.), kenanga (Cananga odorata), sengkuang (Dracontomelon dao), b e n u a n g (Octomeles sumatrana), bayur (Pterospermum diversifolium), dan ulin (Eusideroxylon zwageri).

Strata B terdiri dari jenis-jenis pohon laban (Vitex pubescens), kayu arang (Diospyros borneensis), sengkuang (Dracontomelon duo), maligara (Dillenia borneensi.~), Jerenjang (hlyaltia ~ p , ) , dan Rambutan

hutan

(Yephelium sp.). Sedangkan strata C terdiri dari jenis pohon sumpa labu (Mallotus sp.), kenanga (Cunungu ~dorutu), jerenjang (PolyaIti sp,), dan sebagainya.

Kawasan hutan Mentoko mempunyai kerapatan pohon 167 pohonlha, d e n g a n keragaman jenis 3.75 (Indeks Sannon Wiener) dan indeks kemerataan

0.95. Hal tersebut menggambarkan bahwa baik kerapatan rendah, namun keanekaragamannya cukup tinggi.

(54)

sarang lebih menyukai pada ketinggian 20 - 30 meter atau pada strata B.

Menurut Rijksen (1978) hutan hujan sebagai habitat primata dapat dibagi atas beberapa tingkatan secara vertikal

,

yaitu strata atas, strata pertengahan, dan strata bawah yang erat hubungannya dengan penyediaan makanan.

S t ~ k t u r hutan Mentoko tersusun atas jenis-jenis tumbuhan sumber makanan baik sebagai penghasil buah maupun penyedia daun yang disukai oleh orangutan. Hal ini dapat menjelaskan mengapa orangutan relatif mudah dijumpai di hutan Mentoko.

Gambar 6 a . Diagram Profil Habitat Orangutan di Mentoko

-

TN

Kutai (Tampak Samping)

Keterangan :

Ca = Cananga odorata Ps = Polyalthia sumatrana

L = Litsea sp. Pd = Pterospennurn diversijiolium

V p = Vite~~nubescen~ N = Nephelium sp.

Ez = Eusideroxyln mageri Ob = Ocrhoma bicolor

[image:54.527.67.475.225.721.2]
(55)
[image:55.523.73.440.46.498.2]

Gambar 6b

.

Diagram Profil Habitat Orangutan di Mentoko - TN Kutai

(Tampak Atas)

Keterangan :

Ca = Cananga odorata Ps = Polyalti suinatrana

L = Litsea sp. Pd = Pterspermunz diersifoliun~

Vp = Virex pubescens

N

= Nephelium sp.

Ez = Ezisideroxylon zwageri Ob = Ocrhoma bicolor

Dd = Dracontomelon dao P = Ptenandra sp.

(56)

Pola Penggunaan Ruang

Sebaran Spasial Aktivitas pada Struktur Vertikal

Dalam kegiatan hariannya, orangutan mulai beraktivitas sejak matahari terbit sampai matahari terbenam. Aktivitas orangutan yang berhasil teramati selama penelitian adalah makan, bergerak, istirahat, bersarang dan kopulasi

Orangutan mencari makan berupa buah-buahan sebagai makanan utama, dedaunan beberapa jenis pohon termasuk daun tumbuhan liana (akar-akaran) yang banyak dijumpai merambat pada batang pohon. Jenis makanan lain yang sering dimakan adalah kulit beberapa jenis pohon dan kulit liana serta jenis-jenis makanan lain dalam tingkat konsumsi yang kecil.

Orangutan adalah satwa diurnal yang melakukan aktivitas hidupnya di atas pohon (arboreal). Pergerakan dan perpindahan dilakukan dari satu pohon ke pohon lainnya. Selama pengamatan tidak pernah ditemukan berjalan di permukaan tanah. Kegiatan bergerak orangutan di dalam hutan sangat lamban dan malas. Faktor-faktor yang menyebabkan lambannya pergerakan mereka ialah karena berat badannya yang cukup besar dan pohon-pohon di dalam hutan yang sangat bervariasi baik tinggi manpun letaknya, hingga mereka harus berhati-hati dalarn pergerakannya. Dari hasil pengamatan selama penelitian lama aktivitas keseluruhan yang teramati berdasarkan berdasarkan ketinggian tempat, didapatkan bahwa aktivitas harian orangutan paling banyak dilakukan pada ketinggian tertentu dari permukaan tanah. Sebagaimana terlihat pada Gambar 7.

Aktivitas orangutan lebih banyak dilakukan pada ketinggian antara 20

-

30 meter dari permukaan tanah. Dewi hampir 82.58% dari seluruh waktu aktivitas hariannya dilakukan pada ketinggian ini, sedangkan aktivitas pada ketinggian di bawah 20 meter dan di atas 30 meter masing-masing sebesar 17% dan 0.27 %.

Demikian juga dengan Ayu sebanyak 80.43% pada ketinggian 20

-

30 meter, 19%
(57)
[image:57.541.156.405.51.242.2]

Waktu P

Gambar

Grafik Ketinggian Sarang Ayu dan Surya ........................................
Tabel 1. Ikhtisar laporan-laporan penelitian orangutan terbaru berdasarkan
Gambar 3. Bentuk dan ukuran petak pengamatan analisis vegetasi dengan metode petak
Gambar 4a. Sarang Orangutan di Mentoko-TN Kutai dibangun pada -
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap pada penderita skabies tentang penyakit skabies di desa Geneng Sari kecamatan Kemusu kabupaten

2. Kebutuhan lanjut usia terlantar secara biologis yaitu makanan yang dikonsumsi kurang tercukupi dan tidak bergizi sehingga berpengaruhi terhadap

Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa pemberian irigasi tetes secara tidak langsung meningkatkan integritas dinding sel dengan meningkatnya serapan Ca ke buah sehingga ekskresi

Peraturan Bupati Bantul Nomor 2 A Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas (Berita Daerah Kabupaten Bantul

Pengujian perbedaan tingkat kinerja SIA antara perusahaan yang memiliki dengan yang tidak memiliki Pendidikan dan Pelatihan Pengguna, Komite Pengendali SI, dan Lokasi Departemen

Hasil kegiatan Penelitian dan P2M ini adalah : (1) telah dilaksanakan penyuluhan dan pelatihan : (a) teknik budidaya rosela secara organik, (b) teknik pengeringan rosela

Jika jumlah kendaraan melebihi dari jumlah kendaraan yang boleh berada ditempat Start, maka Pengawas Perlombaan akan memutuskan apakah Pembalap tersebut boleh start