FUNGSI DAN MAKNAGONDANG LAE-LAE PADA RITUAL
MANGALAHAT HORBO DI DESA HUTA TINGGI SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
GRAY HUGO G NAIBAHO
NIM. 208142100
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
Gray Hugo G Naibaho, NIM: 208142100. Fungsi dan Makna Gondang
Lae-Lae Pada Ritual Mangalahat Horbo di Desa Huta Tinggi Samosir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi gondang pada ritual Mangalahat Horbo di Desa Huta Tinggi Samosir, untuk mengetahui fungsi dan makna gondang Lae-lae pada masyarakat Huta Tinggi Samosir, untuk mengetahui Tanggapan Masyarakat mengenai fungsi dan makna Gondang Lae-Lae pada ritual Mangalahat Horbo, dan alat music apa saja yang dimainkan pada Gondang Lae-Lae, dan juga semakin jarangnya diadakan ritual Mangalahat Horbo.
Teori yang digunakan adalah fungsi, makna, Gondang, danMangalahat Horbo. Fungsi merupakan kegunaan gondang pada ritual Mangalahat Horbo. Makna adalah maksud yang tersimpul dari hal yang mau ditunjukkan oleh sesuatu atau mau diungkapkan, dipaparkan, dengan kata sebenarnya tidak mencampuri nilai rasa. Gondang adalah komposisi music Batak Toba berupa ensambel musik. Mangalahat horbo adalah upacara kurban persembahan kepada Sang Pencipta.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri dari Kepala Desa Huta Tinggi 1 orang, Tokoh Adat 1 orang, pemusik 3 orang, penari/panortor 2 orang, masyarakat desa Huta Tinggi 5 orang. Sehingga jumlah keseluruhan 13 orang. Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Huta Tinggi Kabupaten Samosir.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya sebuah gondang yang bertempo lambat dan khusus digunakan pada sebuah ritual yang disebut Mangalahat Horbo, dan nama dari gondang tersebut ialah Gondang Lae-Lae. Instrument musik yang dimainkan pada gondang ini antara lain sarune bolon, taganing, gordang bolon, dan ogung. Faktor yang menyebabkan semakin jarang dilaksanakan ritual mangalahat horbo ialah kondisi keluarga, biaya, dan kerbau.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat serta karunia-Nya yang dilimpahkan dengan memberikan
kesehatan, ketabahan serta ketekunan kepada penulis selama penyusunan Skripsi
ini mulai dari awal sampai selesai. Adapun penulisan ini dilakukan untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana
Pendidikan Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengangkat permasalahan tentang Fungsi
dan Makna Gondang lae-lae Pada Ritual Mangalahat Horbo di Desa Huta Tinggi
Samosir. Dalam Skripsi ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk
menyajikan hasil yang terbaik. Dan juga penulis menyadari tanpa bantuan
berbagai pihak, Skripsi ini tidak akan mungkin dapat terselesaikan. Maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si, Selaku Rektor Universitas
Negeri Medan.
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Bahasa dan
Seni Universitas Negeri Medan.
3. Uyuni Widiastuti, M.Pd Selaku Ketua Jurusan Sendratasik Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
4. Panji Suroso, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Musik.
5. Pita H.D Silitonga. M,Pd, selaku Pembimbing Skripsi I
6. Lamhot Basani Sihombing, M.Pd, selaku Pembimbing Skripsi II.
iii
8. Bapak / Ibu Dosen Program Studi Musik Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan yang telah memberikan ilmunya selama
proses pembelajaran berlangsung selama perkuliahan.
9. Teristimewa dan terkhusus kepada Kedua Orang Tua penulis yang
sangat luar biasa BapakJ. Naibaho dan Ibu tercinta N. Butar-butar
yang tidak henti-hentinya mendoakan penulis serta mendukung baik
dari sisi materi maupun semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan semua ini, begitu juga kepada adik-adik penulis,
Cindy, Rina, Alberdo, dan Nico yang tidak pernah berhenti
membantu dan mendoakan penulis untuk terus semangat dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
10.Bua teman terdekat, Ade Irma Suryani Tambunan yang senantiasa
menemani dan memberi dukungan.
11.Sahabat-sahabat terbaik penulis Fenty, Dian, Haholongan, Bang
Albert, Canra, Sofian, Rocky, dan semua mahasiswa seni musik
stambuk 2008 yang telah memberikan banyak dukungan motivasi dan
semangat kepada penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang turut serta mendukung dan membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan,Maret 2015
Gray Hugo G Naibaho
iv A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teoritis ... 10
1. Pengertian Fungsi... 10
2. Pengertian Makna ... 11
3. Teori Musik ... 12
4. Teori Gondang ... 16
5. Gondang Lae-Lae... 21
6. Pengertian Ritual ... 22
7. Mangalahat Horbo ... 24
B. Kerangka Konseptual ... 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 27
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
C. Populasi dan Sampel ... 28
v
2. Sampel ... 28
D. Teknik Pengumpulan Data ... 30
1. Observasi ... 30
2. Wawancara ... 31
3. Dokumentasi ... 32
E. Teknik Analisis Data ... 34
BAB IV. PEMBAHASANDAN HASIL PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Samosir Desa Huta Tinggi ... 36
B. Tata Pelaksanaan Ritual Mangalahat Horbo di Desa Huta Tinggi Samosir ... 36
1. Manogu Tu Alaman ... 37
2. ManambathonTuBorotan ... 37
C. Fungsi Gondang Lae-lae Pada Ritual Mangalahat Horbo ... 38
D. Makna Gondang Lae-lae ... 41
E. Tanggapan Masyarakat Batak Toba Di HutaTinggi Samosir Terhadap Fungsi dan Makna Gondang Lae-lae Pada Ritual Mangalahat Horbo .... ... 43
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 48
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Instrumen Gondang Sabangunan ... 22
Gambar 2.2 Sarune ... 22
Gambar 4.1 Proses Manogu Horbo Tu Alaman ... 37
Gambar 4.2 Proses Manambat Tu Borotan ... 38
Gambar 4.3 Sarune Bolon ... 39
Gambar4.4 Taganing ... 40
Gambar 4.5 Gordan Bolon... 40
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Hasil Dokumentasi... 51
Lampiran II Glosarium ... 54
Lampiran III Daftar Pertanyaan ... 58
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musik merupakan bunyi yang terorganisir dan tersusun menjadi karya
yang dapat dinikmati oleh manusia. Musik memiliki bentuk dan struktur yang
berbeda-beda dan bervariasi. Bentuk dan struktur yang bervariasi, membuat musik
menjadi seni yang yang terbatas, artinya bahwa musik menjadi wadah untuk
mengekspresikan segudang ide-ide kreatif para pecinta seni khususnya seni
musik.
Setiap jenis-jenis musik pasti memiliki spesifiknya masing-masing seperti
musik pop, jazz, rock, blues, keroncong, dangdut, klasik, bahkan musik
tradisional juga memiliki ciri khas tersendiri baik dari segi alat-alat musiknya,
alirannya maupun cara penyajiannya. Bentuk musik jazz terkenal dengan
perpindahan/progress akordnya, musik rock yang biasanya selalu beraliran keras,
musik klasik yang kental dengan notasi, sedangkan bentuk musik tradisional yang
identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka
yang menjadi tangga nada pentatoniknya adalah C, D, E, G, A, C, dan pentatonic
minornya adalah A, C, D, E, G, A dalam penyajiannya, dan begitu juga dengan
jenis-jenis musik lainnya.
Musik tradisional merupakan musik khas suatu daerah atau suku tertentu
2
daerah atau wilayah regional memilki musik tradisionalnya
masing-masing seperti Jawa, Bali, Melayu, Dayak, Melayu, Toraja, Betawi, Batak dan
lainnya.
Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah provinsi yang ada di negara
Indonesia. Provinsi Sumatera Utara memiliki banyak sekali suku, salah satunya
ialah suku Batak. Istilah Batak pada umumnya dikenal untuk menyebutkan
kelompok-kelompok etnis yang terdiri dari Toba, Karo, Mandailing, Angkola,
Pak-pak, dan Simalungun. Tidak demikian halnya bagi sesama kelompok etnis
yang ada. Sebutan “Batak” sendiri lebih sering ditujukan secara khusus untuk
menyebutkan kelompok etnis Batak Toba.
Ditinjau dari letak geografisnya, wilayah kediaman masyarakat Batak
Toba diapit oleh kelompok-kelompok etnis Batak lainnya, yakni kelompok etnis
Pak-Pak, Simalungun, dan Karo disebelah barat laut hingga timur laut, dan
kelompok masyarakat Mandailing dan Angkola-Sipirok disebelah tenggara hingga
barat daya. Jika dilihat dari letak kediamannya, masyarakat Batak Toba persis
berada ditengah wilayah etnis Batak lainnya. Bagi orang luar, pulau Samosir pada
umumnya identik dengan wilayah kediaman orang Batak. Pulau ini terletak di
tengah-tengah Danau Toba.
Di masyarakat Samosir dapat ditemukan berbagai bentuk kesenian seperti
seni rupa, seni tekstil, seni sastra, seni tari, dan seni musik. Dalam konteks
kehidupan tradisional masyarakat samosir, kegiatan bermain musik merupakan
sesuatu yang menonjol. Berbagai kegiatan musik dapat dilihat dari dua konteks
3
sifatnya hiburan/ nonseremonial, dan kegiatan pertunjukan musik yang dilakukan
konteks adat dan ritual keagamaan. Aktifitas musik yang bersifat hiburan
umumnya ditampilkan dalam bentuk nyanyian atau permainan alat-alat musik
tunggal. Adapun jenis kegiatan musik yang bersifat seremonial/ ritual yang
disebut gondang umumnya dimainkan dalam bentuk ensambel.
Masyarakat Batak Toba menyatakan bahwa gondang merupakan alat
utama untuk mencapai hubungan antara manusia dan Sang Pencipta yang disebut
Debata Mulajadi Na Bolon. Sama halnya dengan pemusik. Pemain musik juga
mendapat status dan peran yang penting. Hal ini terlihat dari bagaimana
masyarakatnya menempatkan status para pemusiknya.
Didalam setiap pelaksanaan upacara adat, masyarakat Batak Toba selalu
menggunakan musik tradisional sebagai media setiap pelaksanaan upacara adat.
Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua jenis ensambel musik yang penting,
yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan. Kedua ensambel musik ini
selalu menjadi bagian dari aktifitas upacara ritual dan adat bagi masyarakat Batak
Toba dalam mengiringi musik gondang, seperti gondang mula-mula, gondang
somba-somba, gondang lae-lae, gondang liat-liat dan gondang hasahatan.
Melihat perkembangan dalam musik Batak/gondang jaman sekarang ini
yang semakin bervariasi cara penyajiannya, bentuk komposisinya maupun
struktur gondangnya, timbul niat penulis untuk meneliti bentuk fungsi dan
struktur gondang Batak. Mengingat banyaknya gondang Batak, atau judul
gondang yang biasa disajikan pada acara adat suku Batak Toba, penulis memilih
4
Pada setiap jenis gondang memiliki fungsi dan makna yang berbeda
dengan gondang yang lainnya. Gondang Lae-lae merupakan salah satu gondang
Batak yang disajikan dalam upacara adat dan keagamaan di Samosir. Biasanya
disajikan dalam ritual Mangalahat Horbo Lae-lae (memberi kerbau persembahan
kepada Sang Pencipta). Kerbau diajak keluar dari kandang dan digiring ketempat
yang sudah ditentukan sambil manortor. Ritual ini merupakan sebuah ritual yang
unik namun sangat sakral, dan gondangnya juga memiliki karakteristik yang
berbeda dengan gondang batak lainnya. Namun seiring dengan berjalan nya
waktu gondang dan ritual tersebut sudah jarang dilakukan pada upacara adat
masyarakat Batak Toba.
Dari seluruh ritual adat yang sering dilakukan didalam kehidupan
masyarakat Batak Toba, Gondang lae-lae dan Mangalahat Horbo salah satu ritual
yang disajikan pada upacara Saur Matua/Meninggal dunia. Saur matua adalah
orang yang meninggal dunia telah beranak cucu baik dari anak laki-laki maupun
anak perempuan. Saur artinya lengkap/sempurna dalam kekerabatan, telah
beranak cucu. Karena yang telah meninggal itu adalah sempurna dalam
kekerabatan, maka harus dilaksanakan dengan sempurna.
Melihat masalah diatas, hal tersebut merupakan hal yang sangat menarik
bagi penulis untuk menjadikannya sebagai bahan penelitian. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis memilih judul “FUNGSI DAN MAKNAGONDANG
LAE-LAE PADA RITUAL MANGALAHAT HORBO DI DESA HUTA
5
B. Identifikasi Masalah
Dalam penelitian perlu diadakan identifikasi masalah. Hal tersebut
dilakukan agar penelitian menjadi terarah serta cakupan masalah yang dibahas
tidak terlalu luas. Menurut Sugiyono (2010 : 281) dalam bagian ini perlu
dituliskan berbagai masalah yang ada pada obyek yang diteliti, baik yang akan
diteliti maupun yang tidak akan diteliti sedapat mungkin dikemukakan.
Agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang masalah yang diteliti, maka
perlu identifikasi masalah terkait dengan judul yang diteliti, yaitu:
1. Bagaimana tata pelaksanaan ritual mangalahat horbo di desa
Huta Tinggi Samosir?
2. Bagaimana fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo
di desa Huta Tinggi Samosir?
3. Apa makna gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di
desa Huta Tinggi Samosir?
4. Instrumen/alat musik apa saja yang dimainkan pada gondang
lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
5. Bagaimana tanggapan masyarakat Batak Toba yang ada di
Samosir terhadap fungsi dan makna gondang lae-lae pada ritual
mangalahat horbo?
6. Mengapa masyarakat Batak Toba melakukan ritual Mangalahat
Horbo?
6
C. Pembatasan Masalah
Menurut Sugiyono (2010 :281), karena adanya keterbatasan, waktu, dana,
tenaga, teori-teori, dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka
tidak semua masalah yang diidentifikasikan akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti
memberi batasan dimana akan dilakukan penelitian, variabel apa saja yang akan
diteliti, serta bagaimana hubungan variabel yang satu dengan variabel yang lain.
Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis membatasi masalah yang akan
diteliti. Adapun masalah tersebut yaitu :
1. Bagaimana tata pelaksanaan ritual mangalahat horbo di desa
Huta Tinggi Samosir?
2. Bagaimana fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo
di desa Huta Tinggi Samosir?
3. Apa makna gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di
desa Huta Tinggi Samosir?
4. Bagaimana tanggapan masyarakat Batak Tobadi Huta Tinggi
Samosir terhadap fungsi dan makna gondang lae-lae pada ritual
mangalahat horbo?
D. Rumusan Masalah
Menurut Sugiyono (2010 :35), rumusan masalah merupakan suatu
pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Rumusan
masalah sangat erat kaitannya dengan masalah, karena setiap rumusan masalah
7
Oleh karena itu, rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi penulis
karena penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan
sebagaimana terpapar pada rumusan masalah. Berdasarkan uraian latar belakang
masalah, identifikasi masalah, serta pembatasan masalah di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Bagaimana Fungsi dan
Makna Gondang Lae-Lae Pada Ritual Mangalahat Horbo Di Desa Huta Tinggi
Samosir”?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menjadi kerangka yang selalu dirumuskan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil yang diperoleh. Berhasil atau
tidaknya suatu penelitian yang dilakukan terlihat dari tercapai tidaknya tujuan
penelitian.
Tanpa ada tujuan yang jelas, maka arah kegiatan yang dilakukan tidak
terarah karena tidak tahu apa yang akan dicapai dalam kegiatan tersebut. Maka
dapat disimpulkan setiap penelitian akan tertuju kepada tujuan tertentu, untuk
melihat berhasil tidaknya suatu penelitian dapat dilihat dari tercapainya tujuan
yang telah diterapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009:397) yang
menyatakan bahwa : “Tujuan penelitian adalah untuk menemukan,
mengembangkan dan membuktikan pengetahuan yang sebelumnya belum pernah
ada atau belum diketahui”.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui tata pelaksanaan ritual mangalahat horbo di
8
2. Untuk mengetahui fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat
horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
3. Untuk mengetahui makna gondang lae-lae pada ritual
mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
4. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat Batak Toba di Huta
Tinggi Samosir terhadap fungsi dan makna gondang lae-lae pada
ritual mangalahat horbo?
F. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian pastilah hasilnya sangat bermanfaat, karena penelitian
akan dilakukan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi,
sehingga dengan adanya hasil dari penelitian manusia akan tahu bagaimana masa
lalu dan bagaimana menghadapi masa yang akan datang. Dalam penelitian ini
penulis dapat melihat yang bisa diuraikan, segala sesuatu yang dapat digunakan
baik oleh peneliti itu sendiri maupun lembaga, instansi tertentu ataupun yang lain.
Menurut Sugiyono (2010:283), manfaat atau kegunaan hasil penelitian
merupakan dampak tercapainya tujuan pada masalah yang dirumusakan untuk
diteliti. Manfaat penelitian dapat diuraikan menjadi dua bagian, yakni bermanfaat
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan atau kegunaan teoritis dan juga
bermanfaat sebagai kegunaan praktis, yaitu membantu memecahkan dan
9
Setelah penelitian dirangkumkan, maka penelitian ini dapat memberi
manfaat sebagai berikut:
1. Bahan informasi kepada masyarakat tentang budaya Batak Toba
mengenai Gondang Batak dan ritual Mangalahat Horbo.
2. Menambah wawasan penulis dalam menuangkan gagasan kedalam
suatu karya tulis.
3. Sebagai pedoman bagi peneliti dan masyarakat untuk melestarikan
musik Tradisional dan Budaya Batak.
4. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi menjadi
bahan masukan di jurusan SENDRATASIK FBS UNIMED,
46
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ritual mangalahat horbo adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh
suku Batak Toba di Huta Tinggi Samosir pada upacara kematian saur
matua.
2. Fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo adalah untuk
mengiringi kerbau mulai dari kandang menuju tempat yang telah
disediakan di tengah halaman hasuhuton/keluarga, yang disebut dengan
borotan.
3. Makna gondang lae-lae adalah sebagai media penghantar kerbau yang
akan dikurbankan manusia kepada Sang Pencipta, dengan harapan di beri
berkat dari Sang Pencipta.
4. Berbagai macam tanggapan masyarakat Batak Toba yang berada di Huta
Tinggi Samosir mengenai gondang lae-lae dan ritual mangalahat horbo.
Beberapa orang menyebutkan ritual itu tidak lagi terlalu penting
dilakukan, karena sudah hampir semua masyarakat Batak Toba yang
berada di Huta Tinggi Samosir sudah menganut dan memiliki Agama. Ada
juga yang beranggapan bahwa ritual ini perlu dilakukan, karna berguna
sekali dalam mempertahankan budaya dan adat istiadat Batak Toba,
terutama di Samosir.
47
Keadan keluarga, biaya, dan kelangkaan kerbau adalah penyebab mengapa
semakin jarang dan hampir tidak pernah lagi dilakukannya kegiatan
margondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi
48
A. Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas, penulis mengajukan beberapa saran,
antara lain :
1. Gondang lae-lae harus sering dimainkan dalam ritual dan upacara adat
masyarakat Batak Toba. Gunanya untuk tetap melestarikan kebudayaan batak
toba terutama di bidang seni musik.
2. Sebaiknya masyarakat batak toba jika memiliki kemampuan terutama dalam
materi, sebaiknya kegiatan mangalahat horbo yang diiringi dengan gondang
lae-lae tetap selalu diadakan pada setiap upacara adat terlebih pada upacara
kematian dan mangongkal holi.
3. Masyarakat batak toba dan pemerintah sangat mengharapkan agar generasi
muda juga turut berperan dalam upaya melestarikan adat, alat-alat musik, dan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian.Jakarta. Rineka Cipta
Aziz Alimut Hidayat. 2007. Metode Penulisan Kebinaan dan Teknik Analisa Data. Surabaya: Salemba Media
Berger Peter dan Luckman, Thomas. 1990, “Tafsiran Sosial Atas Kenyataan
Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan” LP3ES, Jakarta.
Budilinggono. 1993. Bentuk dan Analisis Musik. Jakarta: Mahendra Sampana
Esdawara. Suwardi.2006. Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta. Pustaka Widyatama.
Hariani, Dini. 2012. Makna Simbol Tor-Tor Naposo nauli Bulung Pada Masyarakat Angkola. Skripsi FBS, Unimed.
http://devitarapunya.blogspot.com/2014/03/doa-ritual-10-titah-dalam-gondang.html. 1 April 2015
http://www.tnol.co.id/wisata-kuliner/11145-pesta-adat-mangalahat-horbo-pukau-bule-bule.html, 1 April 2015.
Hutajulu. Rithaony & Harahap. Irwansyah. 2005. Gondang Batak. Bandung. P4ST UPI.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta. Bumi Aksara.
Pasaribu. M. Ben. 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan. Pusat dokumentasi dan pengkajian kebudayaan Batak Universitas Nommensen
Sianturi, Sovian. 2014. Keberadaan Alat Musik Keyboard Dan Sulim Pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Di Kecamatan Sosorgadong Kabupaten Tapanuli Tengah. Skripsi FBS, Unimed
Sitohang. Krisman. Daulat. 2012. Keberadaan Hardoni Sitohang Pada Group Musik Neo Tradisional. Skripsi. Universitas Negeri Medan.
Situmorang, H. 2008. Sejarah dan Adat Batak Toba. Medan
Soedarsono. R. M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta