• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Pengawet Pada Jajanan Anak Sekolah Di Perkotaan Dan Pinggiran Kota Di Sukoharjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Pengawet Pada Jajanan Anak Sekolah Di Perkotaan Dan Pinggiran Kota Di Sukoharjo."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Peneliti melakukan pengambilan sampel di 10 Sekolah Dasar(SD) negeri di wilayah perkotaan dan 10 SD negeri di wilayah pinggiran kota pada bulan Desember 2014. Dari setiap SD diambil 2 sampai 3 sampel untuk kemudian diteliti kandungan boraks dan formalinnya.

Data yang diperoleh dipaparkan sebagai berikut:

Tabel 1 Nama SD, jenis makanan, dan jumlah sampel yang diambil di wilayah perkotaan:

No Nama SD Jenis makanan Jumlah

1 SDN Pondok 01 Pempek, Mie 3

2 SDN Manang 01 Cireng, Cilok 3 3 SDN Telukan 01 Baso bakar, Cimol 2 4 SDN Cemani 02 Cilok, Tahu baso 2 5 SDN Banaran 02 Cimol, Tahu baso 2 6 SDN Pucangan 03 Cilok, Pempek 2 7 SDN Kartasura 04 Pempek, cimol 3 8 SDN Ngemplak 01 Batagor, cireng 3 9 SDN Singopuran 01 Cimol, batagor 2 10 SDN Gumpang 01 Mie, Batagor 2

Total sampel 24

Sumber: Data Primer

(2)

Tabel 2 Nama SD, jenis makanan, dan jumlah sampel yang diambil di wilayah pinggiran kota:

No Nama SD Jenis makanan Jumlah

1 SDN Bekonang 02 Mie, Cilok 3 2 SDN Joho 01 Cilok, Tahu baso 2

3 SDN Palur 02 Cimol, Mie 2

4 SDN Wirun 01 Cireng, Cilok 3 5 SDN Plumbon 03 Batagor, Pempek 2

6 SDN Gentan 01 Mie, Cireng 2

7 SDN Waru 01 Batagor, Pempek 2 8 SDN Jetis 02 Cilok, Cireng 3

9 SDN Gentan 01 Tahu, Cilok 2

10 SDN Purbayan 02 Tahu baso, Batagor 3

Total sampel 24

Sumber: Data Primer

Dari tabel 1 dan 2 jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 24 untuk masing-masing wilayah. 5 SD berasal dari kecamatan Grogol, 5 SD berasal dari kecamatan Kartasura, 5 SD berasal dari kecamatan Baki, dan 5 SD berasal dari kecamatan Mojolaban. Dari kedua wilayah tersebut jenis makanan jajanan yang dijual di SD tidak terlalu berbeda.

Pengambilan sampel sedikit lebih banyak pada beberapa SD disesuaikan dengan banyaknya pedagang makanan jajanan yang terdapat di sekolah tersebut. Di setiap SD ada 3 sampai 7 penjual makanan jajanan. Sampel diambil sesuai kriteria restriksi yang sudah ditentukan dan yang paling banyak dibeli oleh siswa.

(3)

Tabel 3 Hasil Uji Boraks dan Formalin pada Sampel

No Nama Jumlah BTM positif BTM negatif

1 Mie 5 4 1

2 Cilok 10 7 3

3 Tahu baso 5 5 0

4 Cimol 5 5 0

5 Cireng 7 5 0

6 Batagor 7 4 3

7 Pempek 7 5 2

8 Tahu 1 1 0

9 Baso bakar 1 1 0

TOTAL 48 39 9

Sumber: Data primer

Pada tabel 3 didapatkan hasil bahwa sebagian sampel mie, cilok, batagor dan pempek tidak menggunakan BTM berisiko. Sedangkan sampel tahu baso, cimol, cireng, tahu, dan baso bakar semuanya mengandung BTM berisiko.

Tabel 4 Hasil Uji Formalin pada Sampel

Wilayah Formalin negatif Formalin positif

Angka % Angka %

Perkotaan 7 29,2 17 70,8

Pinggiran kota 3 12,5 21 87,5

Sumber: Data primer

Dari tabel 4 didapatkan dari seluruh sampel yang berasal dari wilayah perkotaan (kecamatan Grogol dan Kartasura) terdapat 17 sampel mengandung formalin. Sedangkan dari seluruh sampel yang berasal dari wilayah pinggiran kota (kecamatan Baki dan Mojolaban) terdapat 21 sampel mengandung formalin.

(4)

Tabel 5 Hasil Uji Boraks pada Sampel

Wilayah Boraks negatif Boraks positif

Angka % Angka %

Perkotaan 16 66.7 8 33,3

Pinggiran kota 13 54,2 11 45,8

Sumber: Data primer

Dari tabel 5 didapatkan dari seluruh sampel yang berasal dari wilayah perkotaan (kecamatan Grogol dan Kartasura) terdapat 8 sampel mengandung boraks. Sedangkan dari seluruh sampel yang berasal dari wilayah pinggiran kota (kecamatan Baki dan Mojolaban) terdapat 11 sampel mengandung boraks.

Tabel 6 Hasil Uji BTM pada Sampel Secara Keseluruhan

Wilayah BTM negatif BTM positif

Angka % Angka %

Perkotaan 6 25 18 75

Pinggiran kota 3 12,5 21 87,5

Sumber: Data primer

Dari keseluruhan sampel yang diuji didapatkan hasil bahwa 75% sampel makanan jajanan di perkotaan mengandung pengawet berisiko, dan 87,5% sampel makanan jajanan di pinggiran kota mengandung pengawet berisiko.

Tabel 7 Hasil Uji Laboratorium pada Sampel

Wilayah Kandungan BTM Berisiko Total

Tidak ada Mengandung 1 BTM Mengandung 2 BTM

Perkotaan 6 11 7 24

Pinggiran kota

3 10 11 24

Sumber: Data primer

Banyak didapatkan kandungan boraks dan formalin dalam 1 makanan sampel. Pada tabel 7 dipaparkan hasil uji laboratorium pada semua sampel dan didapatkan hasil yang berbeda untuk masing-masing wilayah dalam

(5)

penggunaan BTM berisikonya. Pada wilayah perkotaan terdapat 6 sampel yang tidak mengandung formalin dan boraks, sedangkan pada daerah pinggiran kota terdapat 3 sampel yang tidak mengandung formalin dan boraks. Penggunaan salah satu BTM berisiko hampir sama di kedua wilayah. Pada wilayah perkotaan terdapat 11 sampel yang mengandung 1 jenis BTM berisiko, sedangkan wilayah pinggiran kota terdapat 10 sampel yang mengandung 1 jenis BTM berisiko. Pada wilayah perkotaan terdapat 7 sampel yang mengandung formalin dan boraks, sedangkan pada pinggiran kota terdapat 11 sampel yang mengandung formalin dan boraks.

Tabel 8 Hasil analisisChi-Square

Wilayah Kandungan BTM Berisiko P

Tidak ada Salah satu BTM Kedua BTM

Angka % Angka % Angka % 1.937 0.380

Perkotaan 6 25 11 45,8 7 29,2

Pinggiran kota

3 12,5 10 41,7 11 45,8

Tabel 8 menunjukkan hasil analisis Chi-Square, dengan nilai Significancy sebesar 0,380. Karena nilainya >0,05 artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan bahan pengawet berisiko pada jajanan anak sekolah di perkotaan dengan pinggiran kota. Nilai Chi-Square (X2) sebesar 1,937. Lalu nilailikehood ratiosebesar 0,375.

Dikarenakan ada yang nilai expected-nya tidak memenuhi maka dilakukan analisis data menggunakan ujiKolmogorov-Smirnov.

Tabel 9 Hasil analisis Kolmogorov-Smirnov

Kandungan BTM Berisiko Most Extreme Differences Absolute 0.167

Positive 0.167

Negative 0.000

Kolmogorov-Smirnov Z 0.577

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.893

(6)

Tabel 9 menunjukkan hasil analisis Kolmogorov-Smirnov, dengan nilai Significancy sebesar 0,893. Karena nilainya >0,05 artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan bahan pengawet berisiko pada jajanan anak sekolah di perkotaan dengan pinggiran kota.

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan antara pemakaian bahan pengawet berisiko pada jajanan anak sekolah di perkotaan dan pinggiran kota di kabupaten Sukoharjo. Pada penelitian ini setiap kelompok berisi 24 sampel dilakukan uji kandungan formalin dan boraks. Sampel yang diambil seluruhnya berasal dari sekolah dasar negeri. Pengujian kandungan formalin dan boraks dilakukan di laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Punvanti (2007) di sekolah-sekolah di Surakarta yang menunjukkan hasil bahwa dari 57 sampel yang diambil, sebanyak 28 (49%) positif mengandung formalin. Pada penelitian ini sampel diambil dari 4 SD, 4 Sekolah Menengah Pertama(SMP), 3 Sekolah Menengah Atas(SMA), dan 1 Sekolah Menengah Kejuruan(SMK). Jenis makanan jajanan yang diambil yaitu gorengan, batagor, kue, dim sum, dan pasta. Kondisi georafi, sosial dan ekonomi yang tidak terlalu berbeda antara Surakarta dan Sukoharjo diduga menyebabkan kesamaan hasil penelitian ini.

Penelitian oleh Maskar (2004) di beberapa sekolah di Jakarta menunjukkan bahwa dari 10 sampel terdapat 4 sampel (40%) mengandung boraks. Pada pengujian formalin dari 5 sampel terdapat 3 sampel (60%) yang positif formalin. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa semakin tinggi uang saku juga berperan signifikan dalam meningkatnya konsumsi formalin dan boraks. Jika dilihat dari faktor ekonomi, maka uang saku untuk anak sekolah pada wilayah perkotaan cenderung lebih lebih tinggi daripada anak sekolah pada wilayah pinggiran kota.

(7)

Penelitian sebelumnya oleh Pujiastuti (2002) pada produk kerupuk di kecamatan Kaliwungu, Kendal dengan jumlah sampel 44 mendapatkan hasil bahwa 33 sampel (75%) mengandung boraks. Metode uji pada penelitian tersebut adalah dengan HCl, CaCl2, dan reagen PP. Pada penelitian ini juga

ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi, pendidikan, dan pengetahuan produsen dan pemakaian BTM berisiko.

Penelitian sebelumnya oleh Sugiyatmi (2006) pada makanan jajanan di pasar tradisional di kota Semarang dengan jumlah sampel sebesar 48 buah mendapatkan hasil yaitu 14 sampel (29%) mengandung boraks. Pada penelitian ini metode uji kandungan boraks menggunakan ekstak kurkumin. Perbedaan hasil ini diduga karena jenis jajanan yang berbeda antara jajanan anak sekolah dengan jajanan pasar, sehingga juga mempengaruhi penggunaan BTM berisiko.

Penelitian oleh Sultan (2013) di SD negeri Mangkura Makassar dengan menggunakan 3 buah sampel dan metode accidental sampling mendapatkan hasil bahwa tidak ada sampel yang menggunakan boraks. Metode uji boraks yang digunakan menggunakan uji nyala api. Perbedaan hasil ini diduga karena perbedaan jumlah sampel dan tempat pengambilan sampel.

Penelitian sebelumnya dengan metode uji kualitatif dan kuantitatif sebelumnya oleh Hastuti (2010) di Madura menunjukkan kadar formalin rata-rata sebanyak 38,28 mg/kg dan Suwahono (2009) di Kendal menunjukkan rata-rata sebanyak 29,22 mg/kg. Penelitian oleh Hastuti menggunakan metode uji asam kromatofat, sedangkan Suwahono menggunakan metode uji FeCl3

0,5% yang dialiri H2SO4 pekat. Lalu keduanya dilakukan uji kuantitatif

menggunakan alat spektofotometri.

Penelitian sebelumya oleh Cuprasitrut (2011) di Bangkok, Thailand terhadap 92 sampel menunjukkan 6 sampel (3,3%) mengandung boraks dan tidak ada sampel mengandung formalin. Penelitian tersebut menggunakan uji analisis Chi-Square. Pada penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa

(8)

pengetahuan, sikap, perilaku, dan kebersihan diri berpengaruh signifikan terhadap penggunaan BTM berisiko.

Formalin akan menyebabkan iritasi dan rasa terbakar pada mukosa kavum nasi, mulut dan saluran nafas bagian atas jika masuk secara inhalasi. Pada konsentrasi lebih tinggi mampu mencapai bronkiolus dan alveoli lalu menginduksi edema paru dan pneumonia. Sedangkan bila tertelan dalam konsentrasi tinggi menimbulkan gejala akut berupa iritasi di mulut, kerongkongan, ulkus di saluran pencernaan, nyeri dada dan perut, mual, muntah, diare, perdarahan gastrointestinal, asidosis metabolik, gagal ginjal bahkan kematian (Hearn, 2007).

Sedangkan boraks dapat menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak boraks menyebabkan demam, anuria, koma, kerusakan sistem saraf pusat, sianosis, kerusakan ginjal, anemia, muntah, diare, pingsan, bahkan kematian (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Peraturan mengenai pelarangan penggunaan formalin dan boraks sudah diterbitkan sejak 1998, akan tetapi pengetahuan masyarakat, serta pengawasan dan penindakan yang kurang membuatnya masih banyak

digunakan masyarakat luas. Boraks biasa disebut ‘garam bleng’ dan bisa

dibeli di pasar tradisional. Formalin dan boraks biasanya ditemukan pada mie, bakso, krupuk, lontong, gendar, batagor, cimol, cilok, dan pempek (Maskar, 2004).

Masalah penggunaan formalin dan boraks pada makanan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi banyak negara berkembang yang juga mengalami masalah krusial yang sama. Pasar secara terbuka menjual makanan olahan, jajanan, daging, ikan, buah, dan sayur yang menggunakan formalin dan boraks untuk menjaga kesegarannya. Kurangnya pengetahuan, kesadaran hidup sehat, dan kurangnya kontrol dari pemerintah menjadi penyebab utama masalah ini (Ali, 2013).

Beberapa bahan pengawet yang aman antara lain ascorbic acid, citric acid, sodium benzoat, sorbates, Chitosan, dan asam sorbat. Bahan pengawet

(9)

ini sudah dinyatakan aman olehFood and Drug Administration(FDA). Bahan pengawet ini tidak memiliki risiko sampai tingkat risiko rendah (Ali, 2013).

Kekurangan dari penelitian ini adalah metode uji yang hanya secara kualitatif saja, sehingga tidak bisa menentukan jumlah kandungan BTM berisiko secara lebih akurat. Kelebihan dari penelitian ini adalah jenis makanan jajanan yang beragam, semua sekolah merupakan SD negeri, dan sampel yang jumlahnya cukup banyak.

Gambar

Tabel 2 Nama SD, jenis makanan, dan jumlah sampel yang diambil
Tabel 4 Hasil Uji Formalin pada Sampel
Tabel 9 Hasil analisis Kolmogorov-Smirnov

Referensi

Dokumen terkait

Laporan kasus ini mendapatkan hasil yang baik pada 1 kasus neurektomi nasalis posterior disertai septoplasti dengan follow up 1 tahun, dengan perbaikan skor VAS pada gejala

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan rata-rata nilai pretes geografi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, (2) Perbedaan yang signifikan rata-

- Untuk pencarian yang rentangnya diluar default bisa di perlebar sesuai keperluan, klik pada tanggal, dan pilih (tanggal, bulan, tahun), kemudian entrykan surat

[r]

Pada hari ini, Jumat tanggal 17 Februari 20t2, saya yang dengan Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor 188 Tahun 2012 tanggal 14 Februari 2Ot2, dosen

Klik 2 kali setiap item dan layar yang terhubung akan serupa dengan dengan Condition Search Menampilkan kemiripan dari pola yang dipilih. Harian Mingguan Bulanan

Diajukan untuk dipertanggung jawabkan dihadapan Dewan Penguji Guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Strata satu (S1) pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan

Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel Non Performing Loan, Capital Adequacy Ratio dan Loan to Deposit Ratio secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan terhadap