• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Kepala Keluarga Korban Bencana Situ Gintung Pasca Bencana Yang Berada di Pengungsian Kertamukti Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Kepala Keluarga Korban Bencana Situ Gintung Pasca Bencana Yang Berada di Pengungsian Kertamukti Jakarta."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan tahun 2010 dengan tujuan untuk mengetahui derajat resilience pada para kepala keluarga korban bencana Situ Gintung. Penelitian ini bersifat deskriptif dan pemilihan sample menggunakan metode purposive sampling.

Menurut Bonnie Bernard, resilience adalah kemampuan individu untuk dapat menyesuaikan diri secara positif dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan serta banyak halangan dan rintangan. Derajat resilience dapat dilihat dari empat aspeknya, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future. Keempat aspek ini memiliki kecenderungan keterkaitan dengan protective factors dari keluarga, komunitas dan lingkungan kerja dimana kepala keluarga tersebut berada.

Data tentang derjat Resilience diperoleh dengan menggunakan kuesioner derajat resilience yang disusun peneliti berdasarkan teori resilience oleh Bonnie Benard (2004). Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus Rank Spearman diperoleh 53 item yang diterima. Validitasnya bergerak dari 0,103 sampai 0,745. Uji reliabilitas alat ukur diperoleh hasil reliabilitas 0,960 artinya reliabilitas tinggi. Subjek penelitian terdiri dari 32 orang kepala keluarga korban bencana Situ Gintung.

Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil penelitian, bahwa sebanyak 53,1% kepala keluarga memiliki derajat resilience tinggi dan 46,9% kepala keluarga memiliki derajat resilience rendah.

(2)

vi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Judul Lembar Pengesahan

ABSTRAK …………..………..……….. iii

KATA PENGANTAR…………..……….. iv

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR BAGAN……….. ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN………..….. xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2.Identifikasi Masalah ………. 10 1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian ………. 10 1.3.1. Maksud Penelitian ………... 10 1.3.2. Tujuan Penelitian ………...………. 10 1.4.Kegunaan Penelitian ………...……….. 10 1.4.1. Kegunaan Teoritis ………..……... 10

(3)

vii Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Resilience ………..….. 24 2.1.1. Definisi Resilience ………..……….. 24 2.1.2. Aspek Resilience ………..…. 24

2.1.3. Protective Factors ……….……… 33

2.2. Masa Dewasa Madya ………..………...……… 46

2.3.1. Ciri-ciri Masa Dewasa Madya …...………...… 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ………..……… 48

3.2. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, Definisi Operaional 3.2.1. Variabel Penelitian ……….……... 49

3.2.2. Definisi Konseptual ………..………. 49

3.2.3. Definisi Operasional ………..……… 49

3.3. Alat Ukur ………..… 53

3.3.1. Kuesioner ………..……… 53

3.3.2. Prosedur Pengisian ………..……….. 62

3.3.3. Sistem Penilaian ………..………….. 62

3.3.4. Data Pribadi dan Data Penunjang ………. 63

3.3.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……… 64

3.4 Populasi Sasaran ……….……….…… 65

(4)

viii Universitas Kristen Maranatha 3.5 Teknik Analisis Data ……… 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Responden………... 67 4.1.1 Persentase Responden Berdasarkan Usia ………...………. 67 4.2 Hasil Pengolahan Data……….. 68

4.2.1 Hasil Pengolahan Data……….. 68 4.2.2 Tabulasi Silang Derajat Resilience dengan Aspek-Aspek

Resilience……… 69 4.3 Pembahasan………. 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………. 87 5.2 Saran……… 88

5.2.1 Untuk Penelitian Lebih Lanjut……… 88

5.2.2 Saran Praktis……… 88

(5)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Halaman

(6)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.3.1 Tabel alat ukur resiliensi……….53 Tabel 4.1.1 Tabel Presentase Responden Berdasarkan Usia...………..…67 Tabel 4.1.2 Tabel Presentase Responden Berdasarkan Jumlah Anak …..68 Tabel 4.2.1 Tabel Derajat Resiliensi………...…...70 Tabel 4.2.2 Tabel Tabulasi Silang Derajat Resiliensi dengan

(7)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Hasil Validitas dan Reliabilitas Alat Ukuk Resilience

Lampiran B. Kuesioner Resilience

Lampiran C. Data Mentah

(8)
(9)

LAMPIRAN A

Hasil Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Resilience

No Item Validitas Keterangan

(10)

32 0.572 Terima

(11)

LAMPIRAN B

Kuesioner Resilience

KATA PENGANTAR

Dalam rangka memenuhi syarat kelulusan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah mata kuliah Skripsi.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka saya mohon bantuan dan kerjasama Anda untuk meluangkan waktu dalam mengisi kuesioner ini. Data yang Anda berikan akan sangat bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini

Peneliti sangat mengharapkan Anda bersungguh-sungguh mengisi kuesioner ini sesuai dengan kenyataan yang ada dan menggambarkan keadaan diri Anda yang sebenarnya. Data yang Anda berikan ini akan dijaga kerahasiaannya. Atas kerjasamanya peneliti mengucapkan terima kasih.

Hormat saya,

(12)

DATA PRIBADI DAN DATA PENUNJANG

DATA PRIBADI Nama (inisial) : Usia : Pekerjaan : Jumlah anak :

Kuesioner Data Penunjang

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang Saudara rasakan saat ini. Berilah tanda silang (X) pada huruf yang sesuai dengan pernyataan yang Saudara anggap sesuai.

1. Saya mendapatkan perhatian dari keluarga, sehingga saat mengalami bencana, saya tidak merasa sendirian dalam menghadapinya.

a. Ya. b. Tidak.

2. Keluarga saya mendukung saya untuk tetap optimis dalam menjalani hidup pasca bencana.

(13)

b. Tidak

3. Keluarga saya memberi harapan bahwa saya dapat mengatasi stress pasca bencana Situ Gintung dan pengusiran dari pengungsian sehingga dapat membuat saya menjadi lebih tegar.

a. Ya b. Tidak

4. Keluarga saya memberi kepercayaan kepada saya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tuntutan hidup kami pasca bencana.

a. Ya. b. Tidak.

5. Keluarga saya memberi kesempatan kepada saya untuk melakukan kegiatan yang saya sukai.

a. Ya. b. Tidak.

6. Keluarga saya memberi kesempatan kepada saya untuk mengambil keputusan sehingga saya merasa lebih percaya diri.

(14)

7. Linkungan kerja saya memberikan dorongan agar saya mampu terus bekerja dengan baik walau dalam keadaan sulit.

a. Ya. b. Tidak.

8. Teman-teman kerja saya memberi dukungan kepada saya saat saya mengalami kesulitan dalam hal pekerjaan.

a. ya. b. Tidak.

9. Linkungan kerja memberi harapan agar saya dapat mendedikasikan yang terbaik dari diri saya untuk pekerjaan yang saya tekuni walau dalam keadaan sulit.

a. Ya. b. Tidak.

10. Linkungan kerja memberi kepercayaan bahwa saya mampu tetap bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas pekerjaan walaupun masih menghadapi masa-masa sulit pasca bencana.

(15)

11.Linkungan kerja saya memberikan kesempatan pada saya untuk berperan aktif dalam kegiatan yang ada sehingga mengembangkan kompetensi yang ada dalam diri saya.

a. Ya. b. Tidak.

12. Linkungan kerja saya memberi kesempatan kepada saya untuk mengungkapkan pendapat dalam menyelesaikan masalah sehingga saya merasa percaya diri.

a. Ya. b. Tidak.

13.Saya mendapatkan perhatian dari komunitas tetangga, sehingga saya tidak merasa sendirian dalam menghadapi kesulitan pasca bencana.

a. Ya. b. Tidak.

14.Komunitas tetangga saya mendukung untuk tetap menjalin relasi dengan harapan agar saya mampu melanjutkan hidup normal pasca bencana.

(16)

15.Komunitas tetangga memberi harapan bahwa saya dapat lepas dari stress pasca bencana dan pengusiran dari pengungsian serta menjalani hidup dengan tegar.

a. Ya. b. Tidak.

16.Komunitas tetangga memberikan kepercayaan bahwa saya tetap mampu bertanggung jawab memenuhi tuntutan dalam hidup.

a. Ya. b. Tidak.

17. Komunitas tetangga saya memberikan kesempatan pada saya untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang ada dalam komunitas.

a. Ya.2 b. Tidak.

18.Komunitas tetangga saya memberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat dalam kegiatan yang ada di komunitas.

(17)

Kuesioner

Berikanlah tanda  pada salah satu dari alternatif jawaban dari pernyataan yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda pada kolom:

- SS jika Saudara Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut, - S jika Saudara Setuju dengan pernyataan tersebut,

- TS jika Saudara Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut, atau - STS jika Saudara Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.

PERNYATAAN SS S TS STS

1. Saya mampu mendengarkan dengan sabar pendapat-pendapat yang diungkapkan orang lain untuk saya walaupun saya dalam keadaan sedih setelah bencana.

2. Saya dapat menetapkan tujuan yang harus saya capai walaupun mengalami masalah.

3. Menurut saya, saya adalah seorang yang mampu menghadapi bencana dengan sabar.

4. Saya memiliki tujuan yang jelas untuk masa depan dan keluarga. 5. Saya mampu memberikan saran-saran yang berguna kepada

teman yang senasib dengan saya.

6. Saya memiliki target yang jelas dalam hal-hal yang saya tekuni. 7. Saya mampu menyelesaikan pekerjaan saya dengan baik

(18)

8. Walaupun ada hambatan, saya tetap berusaha untuk mencapai tujuan.

9. Saya mampu untuk berteman dengan orang-orang baru di pengungsian maupun di lingkungan baru.

10.Saya memiliki perencanaan yang jelas dalam usaha saya mencapai tujuan.

11.Saya percaya diri mampu menghadapi masalah dalam hidup. 12.Keadaan di tempat pengungsian ataupun di lingkungan baru tidak

menurunkan niat saya untuk tetap berhasil.

13.Saya mampu menceritakan kesedihan saya kepada orang lain dan teman kerja.

14.Saya disiplin dalam menjalankan apa yang telah saya rencanakan untuk keluarga saya walaupun saya mengalami kesulitan.

15.Saya selalu berusaha untuk melakukan hal-hal yang berguna untuk memperbaiki kehidupan setelah terjadi bencana.

16.Saya tetap melakukan hobby dan kegemaran saya walaupun berada dalam situasi pengungsian atau lingkungan baru.

17.Saya mampu mengatakan apa yang saya pikirkan dan rasakan kepada orang lain.

18.Saya dapat mencari solusi lain dalam mengatasi masalah jika solusi awal tidak berjalan sesuai harapan.

(19)

20.Hobby yang saya lakukan membuat saya merasa senang.

21.Walaupun saya mengalami masa sulit namun masih banyak orang lain yang mengalami kesulitan yang lebih sulit dari yang saya alami.

22.Dalam menghadapi masalah, saya memikirkan beberapa jalan keluarnya terlebih dahulu.

23.Saya dapat mengontrol sikap dan perilaku saya terhadap orang lain walaupun dalam keadaan tertekan.

24.Saya dapat membayangkan apa yang dapat saya lakukan untuk menenangkan diri.

25.Saya dapat mendapatkan makna dari kejadian atau bencana yang menimpa saya.

26.Saya akan terus mencoba menyelesaikan masalah, sampai ditemukan jalan keluarnya

27.Saya merasa yakin dapat bangkit kembali setelah mengalami bencana.

28.Saya yakin bahwa bencana Situ Gintung akan membawa hikmah pada diri saya.

29.Saya mampu menghibur teman saya yang menghadapi masalah. 30.Apabila tidak dapat menyelesaikan masalah secara mandiri, saya

akan meminta bantuan orang lain.

(20)

32.Saya optimis akan masa depan saya walaupun bencana menyulitkan keadaan saya.

33.Saya mampu membayangkan diri saya berada pada posisi orang lain untuk mengerti apa kesulitan yang dirasakan oleh mereka. 34.Saya selalu mendapat dukungan dari orang lain saat saya

membutuhkan dukungan.

35.Saya yakin dapat bertanggung jawab dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga dan pekerjaan.

36.Saya percaya bahwa segala sesuatu dapat menjadi hal yang positif bagi saya.

37.Walaupun saya mengalami bencana, saya masih mau membantu teman-teman yang sedang membutuhkan saya.

38.Saya berdiskusi dengan orang yang dapat dipercaya saat menghadapi masalah.

39.Saya membuka diri untuk mencoba melakukan hal-hal baru yang mendukung saya melewati keadaan sulit ini.

40.Saya yakin bahwa keberadaan saya ini berarti bagi orang lain. 41.Saya mampu memaafkan orang lain yang tidak peduli akan

kejadian yang menimpa saya dan keluarga.

(21)

43.Saya terus berusaha mencapai tujuan hidup, walaupun orang lain berkata bahwa saya tidak mungkin melakukannya.

44.Dengan beribadah, saya merasa lebih tenang dan merasa dapat menjalani hidup dengan sabar.

45.Saya membantu orang lain yang mengalami kesulitan tanpa mengharapkan imbalan.

46.Saya akan mencari kesempatan untuk terus bekerja walaupun dalam kesulitan.

47.Saya adalah seorang yang mandiri dalam mengerjakan tanggung jawab saya.

48.Saya mampu mengambil jarak terhadap orang-orang yang membawa pengaruh buruk bagi saya.

49.Saya merasa bahwa agama yang saya anut dapat membuat saya bertahan dari cobaan.

50.Saya dapat mendapatkan makna dari kejadian atau bencana yang menimpa saya.

51.Saya mampu menyadari bahwa keluarga saya juga bersedih karena bencana yang menimpa.

52.Pengalaman adalah guru yang dapat membuat saya lebih kuat untuk menjalankan hidup ini.

(22)

54.Saya mengandalkan Tuhan dalam menghadapi kesulitan setelah bencana terjadi.

55.Saya tidak mudah marah atau tersinggung jika ada orang yang membuat saya merasa tidak nyaman.

56.Saya dapat mengontrol emosi walau dalam keadaan tertekan. 57.Saya selalu berusaha lebih lagi untuk menyelesaikan masalah

saya.

58.Walaupun mengalami bencana, saya mampu menghibur diri sendiri agar tidak terus bersedih.

59.Saya mampu menghibur teman-teman yang masih mengalami kesedihan.

(23)
(24)
(25)
(26)
(27)

LAMPIRAN D

Tabulasi Silang Antara Data Primer Dengan Data Penunjang

Tabel 4.1 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Perhatian Keluarga

Perhatian Keluarga

Tabel 4.2 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga

Tabel 4.3 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience dengan Harapan Keluarga Untuk Mengatasi Stress Pasca Bencana

Tabel 4.4 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience dengan Kepercayaan Keluarga Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Tuntutan Hidup

Kepercayaan Keluarga Derajat Resiliense

Total

Rendah Tinggi

Tidak 4 80% 1 20% 5 100%

(28)

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Kesempatan dari Keluarga untuk

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Kesempatan dari Keluarga untuk Mengambil Keputusan

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Dorongan dari Lingkungan Kerja

Dorongan dari Lingkungan

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Dukungan Dari Teman Kerja

Dukungan Dari Teman Kerja Derajat Resiliense

Total

Rendah Tinggi

Tidak 8 80% 2 20% 10 100%

(29)

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Harapan dari Lingkungan Kerja agar dapat Mendedikasikan yang Terbaik bagi Pekerjaan

Harapan dari Lingkungan

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Antara Derajat Resiliensi Dengan Kepercayaan Lingkungan Kerja untuk Bertanggung Jawab dalam Menyelesaikan Pekerjaan

Kepercayaan dari Lingkungan

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Kesempatan Dari Lingkungan Kerja untuk Berperan Aktif

(30)

Tabel 4.13 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Perhatian Komunitas Tetangga

Perhatian Komunitas Tetangga Derajat Resiliense Total

Rendah Tinggi

Tidak 3 100% 0 0% 3 100%

Ya 12 41,4% 17 58,6% 29 100%

Tabel 4.14 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Dukungan Komunitas Tetangga

Dukungan Komunitas

Tabel 4.15 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Harapan Komunitas Tetangga untuk Mengatasi Stress Pasca Bencana

Harapan Komunitas Tetangga Derajat Resiliense

Total

Rendah Tinggi

Tidak 4 100% 0 0% 4 100%

Ya 11 39,3% 17 60,7% 28 100%

Tabel 4.16 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Kepercayaan Komunitas Tetangga untuk Bertanggung Jawab dalam Memenuhi Tuntutan Hidup

Kepercayaan Komunitas

Tabel 4.17 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Kesempatan Dari Komunitas Tetangga untuk Berpartisipasi dalam Kegiatan Komunitas

(31)

Tabel 4.18 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Kesempatan Dari Komunitas Tetangga untuk Mengungkapkan Pendapat

Kesempatan Dari Komunitas Tetangga untuk Mengungkapkan Pendapat

Derajat Resiliense

Total

Rendah Tinggi

Tidak 8 66,7% 4 33,3% 12 100%

(32)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai mahkluk sosial diharapkan dapat beradaptasi dalam lingkungan hidupnya. Tidak hanya beradaptasi terhadap individu lainnya, tetapi juga diharapkan mampu beradaptasi terhadap lingkungan alam sekitarnya. Namun, terkadang terdapat keadaan yang membuat manusia sulit untuk beradaptasi di dalam lingkungannya, salah satunya adalah bencana alam. Bencana alam merupakan kondisi yang tidak terduga dan manusia cukup sulit untuk menyesuaikan diri dalam situasi tersebut. Bencana alam merupakan keadaan yang tidak menyenangkan bagi seseorang, tidak dapat dihindari sehingga individu tersebut merasa tidak berdaya dan putus asa. Bencana alam yang tidak terduga seringkali menjadi salah satu faktor penyebab yang dapat membuat seorang individu mengalami stress yang hebat dan trauma (www.health.nsw.gov.au.2009)

(33)

2

Universitas Kristen Maranatha air yang melimpas ke luar sungai mencapai 2 juta kubik, setara dengan 400.000 truk tangki BBM yang berkapasitas 5.000 liter.

Danau seluas 21,4 hektar ini mempunyai kedalaman 10 meter. Dilihat dari konstruksinya, tanggul situ pada umumnya berupa tanah urukan tanpa penguatan sehingga rawan jebol bila terjadi retakan dan tekanan tinggi ketika volume air meningkat. Tanggul berisiko besar jebol bila terjadi retakan, apalagi jika volume airnya meningkat. Jebolnya tanggul Situ Gintung ini terjadi karena hujan deras yang turun selama lima jam tanpa henti. Hujan ini membuat debit air bertambah sehingga terjadi limpasan ke luar. Limpasan air ini yang menggerus kaki-kaki tanggul yang terbuat dari tanah sehingga tanggul tidak kuat lagi menahan debit air. (www.kompas.com.2009)

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan beberapa warga, sebelum terjadinya bencana Situ Gintung, sebagian besar warga yang tinggal di daerah Situ hidup berkecukupan dengan adanya rumah masing-masing dan memiliki fasilitas yang cukup untuk kehidupan mereka. Rumah yang dimaksud bisa berupa rumah kontrakan maupun rumah pribadi. Selain itu mereka juga masih memiliki pekerjaan tetap dan anak- anak masih dapat bersekolah.

(34)

3

Universitas Kristen Maranatha sedih dan putus asa karena kehilangan saudara, teman dan orang yang mereka kasihi. Selain merasa sangat sedih, para korban juga merasa terkejut, bingung dan takut karena kehilangan orang tempat mereka menyandarkan hidup. Selain tidak ada lagi orang yang menyokong kebutuhan hidup, korban jebolnya Situ Gintung yang kehilangan orang yang mereka kasihi merasa seperti kehilangan tujuan hidup dan semangat hidup mereka.

Harta benda seperti rumah juga hancur akibat bencana tersebut. Sebagian besar dari korban Situ Gintung yang tinggal di daerah dekat aliran air kehilangan rumah mereka. Berdasarkan wawancara awal dengan 15 kepala keluarga, rumah yang terbuat dari batu bata dan semen juga hancur menjadi puing-puing. Barang yang berharga seperti uang, perhiasan maupun barang-barang lainnya tidak sempat diselamatkan. Hal tersebut membuat para korban merasa sangat kehilangan, bingung dan takut tidak dapat melanjutkan hidup mereka karena tidak memiliki harta benda lagi.

(35)

4

Universitas Kristen Maranatha Dengan dampak yang terjadi pada korban Situ Gintung, pemerintah setempat membangun pengungsian yang dinamakan pengungsian Kertamukti di wilayah Cirendeu, Ciputat. Jumlah korban yang berada di penampungan Kertamukti I sebanyak 24 KK, di penampungan Kertamukti II sebanyak 48 KK. Di luar daerah itu, masih ada korban yang mengontrak sebanyak 124 KK dan ditampung lembaga Dompet Dhuafa sebanyak 17 KK. (kompas.com,2009). Meskipun para korban sudah menempati pemukiman yang sudah disediakan tetap saja sebagian besar dari mereka merasa tidak nyaman.

(36)

5

Universitas Kristen Maranatha Keadaan di pengungsian tersebut telah mereka jalani selama kurang lebih 10 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, para korban sudah mendapatkan bantuan berupa uang maupun makanan dari pemerintah maupun melalui aksi sosial untuk membantu memenuhi kebutuhan mereka. Para korban bertahan di pengungsian Kertamukti I, hingga pada bulan Januari 2010 lalu pemerintah setempat memberikan kebijakan agar para korban segera pindah dan hidup mandiri. Menurut Ahadi, salah satu koordinator di pengungsian, pemberitahuan secara tertulis tersebut sekaligus untuk menegaskan agar para pengungsi mau meninggalkan lokasi pengungsian secara sadar, tanpa harus dipaksa. "Melalui surat ini, kami berharap penghuni wisma dengan penuh kesadarannya segera mengosongkan tempat itu”. Menurut Ahadi, permintaan untuk segera

meninggalkan tempat itu terkait dengan habisnya waktu sewa pakai gedung milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat setelah dihuni korban bencana Situ Gintung (www.Kompas.com.2009)

Para korban Situ Gintung yang mengalami bencana kurang lebih 10 bulan lalu itu menanggapi pemindahan yang dianggap “pengusiran” oleh pemerintah

(37)

6

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan data di pusat pengungsian Kertamukti I, terdapat total 24 kepala keluarga yang tinggal di Kertamukti I sebelum pemindahan. Setelah dilakukan pemindahan, terdapat 20 kepala keluarga yang belum mampu membeli rumah sendiri maupun mengontrak rumah bagi keluarga mereka. Sedangkan 3 diantaranya sudah berhasil memperbaiki rumah mereka. Satu diantaranya memilih untuk tinggal dengan anggota keluarga yang mau menampung mereka. Dengan ini, peneliti fokus pada 20 keluarga yang belum mampu mengontrak maupun membeli rumah sendiri. Ditambah lagi dengan 12 kepala keluarga lainnya yang berasal dari pengungsian Kertamukti II, yang juga belum memiliki rumah setelah diusir dari pengungsian tersebut.

(38)

7

Universitas Kristen Maranatha membuat para keluarga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Mereka diharuskan untuk hidup mandiri padahal mereka merasa belum siap secara ekonomi maupun secara psikologis.

Berdasarkan wawancara dengan 20 kepala keluarga yang belum mampu memiliki rumah sendiri setelah pemindahan, 15 diantaranya merasa lebih kesulitan setelah diusir dari pengungsian karena harus beradaptasi lagi dengan lingkungan baru yang lebih sulit. Sedangkan 5 orang lainnya merasa keadaan di tempat baru sama saja sulitnya dan mereka tidak kesulitan beradaptasi karena sudah merasa terbiasa dengan keadaan sulit yang menimpa mereka selama ini.

Selain masalah fasilitas, para kepala keluarga tersebut juga merasa bingung karena keluarga mereka harus pindah tempat padahal keadaan ekonomi mereka belum stabil dan dirasakan masih kekurangan. Berdasarkan survey awal dengan 20 kepala keluarga, 13 diantaranya merasa lebih tertekan dengan pemindahan yang dilakukan karena belum adanya rumah atau fasilitas baru yang layak mereka tempati serta keadaan keuangan mereka yang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya bila harus pindah dari pengungsian. Sedangkan 7 orang lainnnya tidak merasa pemindahan merupakan hal yang membuat mereka merasa lebih tertekan karena mereka sudah dapat memenuhi kebutuhan keluarganya

(39)

8

Universitas Kristen Maranatha tengah situasi yang menekan dan banyak rintangan. (Bernard, 1991). Situasi yang menekan dan banyak rintangan disini merupakan situasi pasca bencana Situ Gintung. Ada individu yang mampu bertahan dan pulih dari situasi yang menekan secara efektif, sedangkan individu lainnya ada yang gagal untuk bertahan atau pulih dari situasi yang menekan. Resiliensi terdiri dari empat aspek yaitu Social Competence, ProblemSolving, Autonomy dan Sense of Purpose.

Kepala keluarga memiliki peran penting dalam keluarga yaitu bertanggung jawab dalam sebuah keluarga, melindungi keluarganya serta menjadi panutan dalam keluarganya. Bencana Situ Gintung yang terjadi telah mengguncang setiap keluarga yang mengalaminya, khususnya para kepala keluarga karena dalam hal ini seorang kepala keluarga harus tetap dapat bertahan demi keluarganya. Sebagian besar kepala keluarga merasa beban yang mereka tanggung sangat berat karena mereka bukan hanya menanggung diri sendiri melainkan harus menanggung anak serta anggota keluarga lainnya. Selain itu, peran yang dijalankan tidaklah mudah, seperti mengambil keputusan dalam situasi sulit, memikirkan biaya tanggungan serta menopang anggota keluarga yang sedang

stress akibat bencana.

(40)

9

Universitas Kristen Maranatha Sedangkan 12 kepala keluarga korban Situ Gintung merasa sulit berempati dan menghibur sesamanya karena mereka merasa sangat terpukul akan kehilangan anggota keluarganya. Mereka merasa bahwa tidak ada yang mengerti keadaan mereka sehingga mereka sulit untuk membagi permasalahannya dengan sesama (social competence).

Berdasarkan survey awal dengan 20 kepala keluarga korban Situ Gintung, 10 kepala keluarga tetap dapat merencanakan kegiatan mereka sehari-hari pasca bencana dan tetap meneruskan kegiatan sehari-hari, seperti menyelesaikan pekerjaan mereka. Namun 10 kepala keluarga merasa pasrah dengan keadaan sehingga merasa sulit untuk melanjutkan pekerjaan mereka (problem solving). Selain itu, 15 kepala keluarga korban Situ Gintung memiliki tujuan yang jelas walaupun telah mengalami bencana, seperti akan terus melanjutkan pekerjaan yang masih ada, atau mencari pekerjaan sambilan sesuai kemampuan mereka untuk mempertahan perekonomian keluarga yang sulit akibat bencana, serta mampu memotivasi diri untuk mencapai tujuan tersebut. Namun 5 kepala keluarga merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya berharap keadaan sulit tersebut segera berlalu (Autonomy).

(41)

10

Universitas Kristen Maranatha bencana karena mereka melihat keadaan sekarang yang masih sulit untuk mereka lalui. Mereka ini merasa kurang yakin bahwa kehidupan spiritual yang mereka jalani dapat membawa harapan yang lebih baik mengingat cobaan yang mereka hadapi sangat berat bagi mereka (sense of purpose).

Kemampuan korban Situ Gintung untuk melanjutkan hidup setelah bencana terjadi menggambarkan kemampuan resiliensi pada setiap individunya. Hasil survey awal diatas menggambarkan adanya perbedaan derajat kemampuan reseiliensi pada setiap individu. Ada yang memiliki kecenderungan resiliensi tinggi ada juga yang masih memiliki kecenderungan resiliensi rendah. Dari fenomena yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai derajat resiliensi pada kepala keluarga korban bencana Situ Gintung.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana derajat resiliensi pada kepala keluarga korban jebolnya tanggul Situ Gintung yang pasca bencana berada di pengungsian Kertamukti Jakarta.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

(42)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat resilience pada kepala keluarga korban jebolnya tanggul Situ Gintung yang pasca bencana berada di pengungsian Kertamukti Jakarta..

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi:

1. Ilmu Psikologi khususnya Psikologi Sosial dan Klinis mengenai resilience

pada Kepala keluarga korban jebolnya tanggul situ gintung di kertamukti Jakarta.

2. Peneliti lain sebagai bahan masukan serta pertimbangan berkaitan dengan

resilience pada Kepala keluarga korban jebolnya tanggul situ gintung di kertamukti Jakarta.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi bagi:

(43)

12

Universitas Kristen Maranatha 2. Atasan dalam lingkungan pekerjaan agar dapat mengetahui kemampuan

resilience para kepala keluarga, sehingga dapat mendukung dari segi psikologis seperti memberi pengarahan dan motivasi dalam pekerjaan mereka.

1.5 Kerangka Pemikiran

(44)

13

Universitas Kristen Maranatha Bencana alam tidak terduga, seperti jebolnya tanggul Situ gintung merupakan salah satu kondisi yang dapat menghambat perkembangan kepala keluarga dan menimbulkan stress. Lazarus, 1984 berpendapat bahwa stress merupakan bentuk interaksi antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh individu sebagai hal yang membebani atau melampaui kemampuan yang dimilikinya. Selain bencana Situ Gintung yang dialami para korban, terdapat

stressor lain, yaitu pemindahan dari pengungsian Kertamukti secara paksa yang dilakukan pemerintah terhadap para korban. Pemindahan ini dianggap menambah

stressor bagi sebagian besar korban karena merasa belum siap untuk pindah dari pengungsian dan memenuhi kebutuhan hidup mereka, salah satunya seperti mempunyai rumah sendiri.

Di dalam kondisi tertekan tersebut, kepala keluarga korban jebolnya tanggul situ gintung diharapkan memiliki kemampuan beradaptasi secara positif dan berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan dan banyak halangan serta rintangan. Kemampuan untuk dapat beradaptasi dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan dan banyak halangan dan rintangan disebut juga

resilience (Benard, 2004). Setiap individu memiliki kemampuan resilience di dalam dirinya, termasuk kepala keluarga korban jebolnya tanggul Situ Gintung. Kemampuan resilience diperlukan oleh para kepala keluarga korban jebolnya tanggul Situ Gintung untuk dapat bertahan di dalam memenuhi tuntutan sebagai kepala keluarga dan tugas-tugas perkembangannya sebagai kepala keluarga meskipun mereka baru saja mengalami situasi yang penuh kesusahan. Resilience

(45)

14

Universitas Kristen Maranatha taraf tinggi dan rendah. Secara umum, resilience terbagi dari 4 aspek seperti yang dikemukakan oleh Benard, yaitu kemampuan dalam sosial competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose.

Social competence, merupakan kemampuan sosial mencakup karakteristik, kemampuan dan tingkah laku yang diperlukan untuk membangun suatu relasi dan kedekatan positif terhadap orang lain. Seperti halnya kepala keluarga dapat memunculkan respon yang positif dari lingkungan, menjalin dan mempertahankan hubungan yang dekat dengan orang lain, berkomunikasi secara efektif, mampu untuk menunjukkan empati kepada orang lain, memperhatikan dan menolong orang lain yang sedang membutuhkan dan memiliki rasa humor. Dalam hal ini, kepala keluarga korban Situ Gintung yang memiliki kemampuan Social competence tinggi akan mampu berkomunikasi dengan baik serta berempati walaupun dalam keadaan stressfull, seperti tetap mampu mendengarkan orang lain, tetap mampu menjalin dan menciptakan relasi dengan orang lain. Namun jika para kepala keluarga kurang mampu berempati, tidak mau tahu akan masalah orang lain, serta kurang mampu menjalin relasi dengan orang lain, maka kemampuan dalam aspek Social competence tergolong rendah.

(46)

15

Universitas Kristen Maranatha lebih baik. Problem solving skills dibangun oleh berbagai kemampuan yaitu kemampuan merencanakan, fleksibilitas, pemikiran kritis dan kemampuan merencanakan hal-hal yang positif bagi masa depannya serta memiliki harapan akan masa depannya. Jika kepala keluarga korban Situ Gintung memiliki kemampuan Problem solving yang tinggi, maka mereka akan mampu untuk melihat alternatif dan berusaha mencari solusi baik bagi masalah kognitif maupun sosial, termasuk di dalamnya kemampuan mencari jalan keluar dan tidak terpaku pada satu jalan penyelesaian saja saat menghadapi masalah, misalnya mencari jalan keluar lain bagaimana bertahan dengan situasi sulit. Dengan adanya kebutuhan tambahan akibat bencana yaitu menyewa rumah, biaya sekolah anak serta kebutuhan sehari-hari; bila penghasilan mereka tidak cukup untuk menutupi kebutuhan keluarga, maka dengan kreatif para kepala keluarga akan mencari pekerjaan sampingan lainnya. Namun jika para kepala keluarga kurang mampu melihat alternatif jalan keluar, tidak berusaha mencari solusi dari masalah yang ada serta kurang mampu merancang hal-hal positif bagi masa depannya maka kemampuan dalam aspek Problem solving tergolong rendah.

(47)

16

Universitas Kristen Maranatha korban Situ Gintung yang memiliki Autonomy yang tinggi akan memiliki rasa percaya diri dan yakin akan masa depan yang lebih baik serta mengarahkan perhatian dan usaha mereka agar mencapai goal, mampu mengontrol emosi serta lebih peka dan mengenali pemikiran dan perasaannya sendiri dengan baik. Selain itu, kemampuan Autonomy yang tinggi memampukan kepala keluarga korban Situ Gintung untuk mengubah kesedihan maupun amarah menjadi suasana yang menyenangkan bagi lingkungan mereka, dalam hal ini kepala keluarga dapat menghibur dan memiliki selera humor dalam dirinya walaupun pernah mengalami bencana. Kepala keluarga korban Situ Gintung mampu untuk mengingatkan diri sendiri terhadap tugas dan tanggung jawab pribadi, merasa yakin dengan kemampuan diri dalam menentukan hasil yang diinginkan, dan mengontrol diri sendiri dalam hal mengerjakan tugas-tugas pekerjaannya. Namun jika para kepala keluarga kurang memiliki tanggung jawab pribadi akan dirinya sendiri dan keluarganya serta kurang yakin dengan kemampuan diri sendiri maka kemampuan dalam aspek autonomy tergolong rendah.

(48)

17

Universitas Kristen Maranatha keadaan, menemukan minat khusus yang dapat mengalihkan mereka dari masalahnya, serta mampu membangun keyakinan diri terhadap kemampuan diri mereka sehingga dapat membantu mereka mempertahankan dan meningkatkan taraf hidupnya, maka kemampuan kepala keluarga dalam aspek sense of purpose

tergolong tinggi. Namun jika para kepala keluarga pesimis akan masa depannya, tidak memiliki tujuan serta memiliki identitas diri yang negatif maka kemampuan kepala keluarga dalam aspek sense of purpose tergolong rendah.

Kemampuan resilience pada kepala keluarga korban jebolnya tanggul situ gintung ini tidak terlepas dari protective factor yang mempengaruhi yaitu Caring Relationship, High Expectation dan Opportunities for Participation and Contribution yang diberikan melalui keluarga, komunitas dan lingkungan kerja (Bernard, 2004). Komunitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah teman dan tetangga. Di dalam situasi yang penuh dengan tantangan dan halangan bagi kepala keluarga korban jebolnya tanggul Situ Gintung, keluarga dan lingkungan merupakan faktor yang penting dalam mendukung mereka untuk melakukan

(49)

18

Universitas Kristen Maranatha Keluarga yang memberi kehangatan, memiliki rasa saling percaya, keluarga yang saling mendukung, serta pasangan yang perhatian dapat memberi dukungan dan memberi penghayatan kepada para kepala keluarga korban Situ Gintung bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi keadaan tertekan tersebut. Apabila kepala keluarga mendapatkan Caring Relationship dari keluarga, komunitas dan lingkungan kerja, maka akan mempengaruhi derajat resiliensi para kepala keluarga korban Situ Gintung, sehingga memampukan mereka memberi respon positif pada lingkungan, menjalin dan mempertahankan hubungan baik dengan orang lain, mampu berkomunikasi secara efektif, mampu menunjukkan rasa empati kepada orang lain, masih bisa menghibur orang lain dan peduli untuk membantu orang lain walaupun mereka juga masih dalam keadaan tertekan pasca bencana tersebut (social competence)

.

Selain itu, lingkungan tetangga juga merupakan faktor yang mempengaruhi derajat resilience para kepala keluarga. Menurut Schorr (dalam Benard, 2004),

caring relationship oleh masyarakat dapat berbentuk social support di dalam kehidupan individu yang diberikan oleh teman, tetangga dan lembaga bantuan masyarakat. Terutama dalam hal ini adalah tetangga yang sama-sama mengalami bencana Situ Gintung, sehingga kepala keluarga akan merasa menjadi bagian dalam komunitas tersebut, serta memiliki empati terhadap orang lain (social competence).

(50)

19

Universitas Kristen Maranatha korban Situ Gintung mampu untuk mengatasi segala rintangan dalam hidup pasca bencana serta tetap mampu untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. Misalnya, High expectations yang diberikan oleh lingkungan kerja akan memberikan kesempatan lebih banyak untuk belajar serta melatih untuk dapat berpikir kritis dan kreatif ketika menghadapi masalah. Harapan yang diberikan lingkungan kerja melalui diikutsertakannya kepala keluarga dalam program atau kebijakan-kebijakan juga dapat membantu kepala keluarga untuk menemukan dan melihat kelebihan atau kemampuan yang dimiliki sehingga mereka menjadi lebih percaya diri terhadap kemampuannya (autonomy) serta mampu untuk berpikir kritis dan membuat solusi saat menghadapi suatu permasalahan (problem solving). Apabila kepala keluarga korban Situ Gintung mendapat High Expectation

dari keluarga, komunitas dan lingkungan kerja, maka akan memicu motivasi mereka untuk terus maju melewati halangan yang dihadapi, serta kepala keluarga akan merasa dirinya berarti dan mampu sehingga termotivasi untuk memenuhi harapan tersebut dan memberikan tantangan kepada kepala keluarga untuk menjadi apa yang mereka inginkan, seperti berhasil memenuhi kebutuhan keluarga dan mencapai tujuan hidupnya (sense of purpose and bright future). Sebaliknya jika kepala keluarga tidak memperoleh High Expectation dari keluarga dan lingkungan maka akan menghambat kemampuan resiliensi mereka sehingga mempengaruhi derajat resiliensi.

(51)

20

Universitas Kristen Maranatha yang bermakna yang diperoleh dari keluarga dan lingkungan. Opportunities for Participation and Contribution dalam keluarga dapat berupa memberikan kesempatan dan pembuktian diri bagi kepala keluarga untuk mengambil keputusan, menyelesaikan masalahnya serta memenuhi tuntutan dan tanggung jawab sebagai orang tua, yaitu seperti membiayai kebutuhan keluarga dan anak.

Opportunities for Participation and Contribution dalam lingkungan dapat berupa kesempatan untuk berperan aktif dalam aktivitas lingkungan seperti tempat ibadah, tetangga atau tempat kerja. Dengan adanya Opportunities for Participation and Contribution dari keluarga, komunitas tetangga dan lingkungan kerja, maka akan mempengaruhi derajat resiliensi kepala keluarga korban Situ Gintung.

Berdasarkan uraian diatas, kepala keluarga korban bencana Situ Gintung yang mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan akan mampu untuk melakukan Social Competence, Problem Solving Skills, Autonomy, dan Sense of Purpose terutama pasca bencana. Dengan kata lain, kemampuan resiliensi

mereka tinggi meskipun menghadapi situasi yang menekan dan tuntutan hidup yang berat. Namun apabila mereka kurang mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan, akan menjadikan derajat resiliensi mereka rendah.

(52)

21

(53)

22

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.5. Skema Kerangka Penelitian

(54)

23

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat ditarik sejumlah asumsi sebagai berikut:

1. Kepala keluarga korban jebolnya tanggul Situ Gintung perlu mengembangkan resiliensi.

2. Kemampuan resiliensi kepala keluarga korban jebolnya tanggul Situ Gintung dapat diukur melalui kemampuan social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose.

3. Kemampuan resiliensi pada kepala keluarga korban jebolnya tanggul Situ Gintung dipengaruhi oleh protective factors.

(55)

88 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pembahasan hasil data dari 32 orang Kepala keluarga korban bencana Situ Gintung yang juga mengalami pengusiran dari pengungsian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Sebagian besar kepala keluarga yaitu 53,1% memiliki derajat resilience

yang tinggi. Sedangkan 46,9% kepala keluarga memiliki derajat resiliensi

yang rendah.

2. Derajat resilience yang tinggi tampak pada aspek-aspek resilience yaitu

social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future.

3. Protective factors yang paling memiliki kecenderungan keterkaitan dengan derajat resilience yaitu caring relationships dari keluarga, caring relationships dari lingkungan kerja, high expectations dari lingkungan kerja dan opportunities for participation and contribution dari komunitas. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya jumlah presentase kepala keluarga yang menghayati dirinya mendapatkan protective factors

(56)

89

Universitas Kristen Maranatha 4. Protective factors yang tidak memiliki kecenderungan keterkaitan dengan

derajat resilience yaitu opportunities for participation and contribution

dari keluarga dan caring relationship dari komunitas tetangga. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya jumlah presentase kepala keluarga yang menghayati dirinya tidak mendapatkan protective factors tersebut, semakin rendah pula derajat resiliensi yang dimiliki.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:

5.2.1 Untuk Penelitian Lebih Lanjut

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan untuk memperkaya ilmu psikologi khususnya bidang Psikologi Sosial dengan melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan Resiliensi. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara protective factors dengan aspek-aspek dalam

resilience.

5.2.2 Saran Praktis

1) Bagi para Kepala keluarga yang masih memiliki derajat Resiliensi

rendah.

(57)

90

Universitas Kristen Maranatha mencari sumber-sumber di lingkungan dan memanfaatkannya saat membutuhkan.

2) Bagi keluarga.

- Diharapkan anggota keluarga memberikan dukungan dan perhatian bagi kepala keluarga yang masih memiliki resiliensi rendah, karena

caring relationhip dari keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi derajat resiliensi para kepala keluarga.

3) Bagi atasan dalam lingkungan kerja.

(58)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bernard, Bonnie. 2004. Resilience : What We Have Learnerd. San Fransisco: WestEd.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Grasindo.

Santrock, John W.2003. Middle Adulthood, 6thed. Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

(59)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Delviana, Evi. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Siswa Kelas I SLTPN I Pangandaran Korban Tsunami Pngandaran. Skripsi. Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Permatasari, Intan. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Orang Dengan HIV/AIDS Dari Kalangan Pengguna Napza Suntik Di

Lembaga Rehabilitasi “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Program Sarjana

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

http://www.harianglobal.com/index.php?option=com_content&task=view&id=46

04&Itemid=54, diakses Desember 2009.

http://megapolitan.kompas.com/read/2009/03/28/18091774/BERITA.FOTO.Prose

s.Evakuasi.Korban.Situ.Gintung, diakses Desember 2009.

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/metropolitan/10/11/01/143759-nasib-puluhan-korban-situ-gintung-tak-jelas, diakses Januari 2010.

Gambar

Tabel 4.1 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Perhatian Keluarga
Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Dukungan Dari Teman Kerja
Tabel 4.11 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Kesempatan Dari Lingkungan Kerja untuk Berperan Aktif
Tabel 4.18 Tabulasi Silang Antara Derajat Resilience Dengan Kesempatan Dari Komunitas Tetangga untuk Mengungkapkan Pendapat

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN REKAPITULASI JUMLAH PEMILIH TETAP DALAM PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2012.

Pada bagian server menggunakan aplikasi berbasis web yang digunakan untuk memasukkan master data seperti input transaksi sewa, input jenis, input mainan, input

The band that has the biggest difference of reflectance values between clear pixels and cloud contaminated pixels, and clear pixels and cloud shadow contaminated

PDVDODK HNRQRPL PDV\DUDNDW ORNDO VHNLWDU '$6 6HPHQWDUD SDGD NHQ\DWDDQQ\D SHUWLPEDQJDQ HNRQRPL GDODP NHJLDWDQ UHKDELOLWDVL GDQ SHQJKLMDXDQ DGDODK PHUXSDNDQ VWLPXOXV EDJL PDV\DUDNDW

Berdasarkan lembar observasi guru dalam menerapkan pembelajaran problem solving, guru sudah melaksanakan semua kegiatan pembelajaran dengan baik dan sesuai yang ingin

b) Ujian Tulis (Tahriri) adalah ujian untuk mengetahui tingkat pemahaman santri atas pelajaran KMI (Intrakurikuler) dan kemampuannya menuliskan pemahaman tersebut kedalam

Fakta di atas menjelaskan bahwa kualitas dan kuantitas layanan publik itu memang harus ditingkatkan, namun dalam realita mengungkapkan lain, artinya terlalu banyaknya

101 telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran