Edisi Kamis, 20 Oktober 2011)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan Memper oleh Gelar Sarj ana Pr ogr am Studi Ilmu Komunikasi Pada FISIP UPN”Veter an” J awa Timur
Oleh :
DHODO ARYO BIMO
NPM. 0843010033
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Dengan mengucapkan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan
Rasulullah Muhammad SAW, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul PEMAKNAAN
KARIKATUR DALAM RUBRIK OM KEDIP DI SITUS MATANEWS.COM (Studi
Semiotika Pemaknaan Kar ikatur Pada Rubr ik Om Kedip di Situs Matanews.com Edisi
Kamis, 20 Oktober 2011)
Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan skripsi
setiap mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Bersama dengan terselesaikannya penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha dan
menganalisa sesuai dengan kemampuan penulis, dan kesemuanya tidak lepas dari bimbingan
serta saran-saran dari Bapak Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si selaku Dosen Pembimbing serta
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi. selaku Dekan Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.sos, Msi. selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, Msi. selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi.
5. Kedua Orang tua yang memberi dukungan moral dan material, serta doa-doa yang
6. Kakak, dan adikku yang selalu memberi semangat.
7. Teman-teman seangkatan 2008 terutama Fadzri dan Indri yang berjuang sama-sama
dalam menyelesaikan Skripsi. Tidak lupa teman-teman dekat saya Irfan, Sandik, Tisa,
Paksi, Ria, dan Sandy yang selalu mambantu penulis kapanpun dan dimanapun ketika
mengalami kesulitan, tanpa kalian penulis tentunya akan semakin kesulitan hahaha... I
love all of you guys!!
8. Spesial for pacar saya Dini yang selalu sedia printernya dan memberi support dalam
penyelesaian Skripsi ini.
9. My Laptop yang selalu fight setiap waktu, dan Perpustakaan FISIP atas segala
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan
saran dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur khususnya dan pembaca
pada umumnya.
Surabaya, 21 Oktober 2011
Halaman
HALAMAN J UDUL... i
HALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR……….. iii
DAFTAR ISI……… iv
DAFTAR GAMBAR... v
DAFTAR LAMPIRAN... vi
ABSTRAKSI... vii
BAB I PENDAHULUAN……….……….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah………... 1
1.2 Perumusan Masalah……….…….. 9
1.3 Tujuan Penelitian……….…..… 9
1.4 Kegunaan Penelitian……….…... 9
BAB II KAJ IAN PUSTAKA……….…... 11
2.1 Landasan Teori……….….……….…..…. 11
2.1.1 Media Cetak...………...…...…. 11
2.1.2 Surat Kabar Sebagai Media Massa………...…...… 12
2.1.3 Kartun dan Karikatur………...… 14
2.1.4 Karikatur Dalam Media Massa………...… 17
2.1.5 Kritik Sosial... 18
2.1.6 Karikatur Sebagai Proses Komunikasi………... 23
2.1.7 Komunikasi Politik... 29
2.1.9 Semiotika Charles Sanders Peirce………...…………...… 33
2.1.10 Konsep Makna………... 36
2.1.11 Pemaknaan Warna... 39
2.1.12 DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)... 43
2.1.13 Tikus... 46
2.1.14 Kursi... 46
2.2 Kerangka Berfikir... 46
BAB III METODE PENELITIAN………...… 49
3.1 Metode Penelitian………..… 48
3.2 Definisi Konseptual………...… 50
3.2.1 Corpus... 50
3.2.2 Karikatur………...……... 51
3.2.3 Semiotika... 51
3.3 Unit Analisis……….…...… 51
3.4 Teknik Pengumpulan Data………....…… 53
3.5 Teknik Analisis Data……….………....…… 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 54
4.1 Karikatur Om Kedip... 55
4.1.1 Matanews.com... 56
Halaman
4.2 Penyajian Data... 61
4.2.1 Ikon, Indeks, dan Simbol Dalam Karikatur Om Kedip di Situs Matanews.com Edisi 20 Oktober 2011... 61
4.2.2 Tanda dan Acuan Tanda... 63
4.2.3 Penggambaran Karikatur Om Kedip di Situs Matanews.com... 61
4.2.4 Karikatur Om Kedip di Situs Matanews.com Dalam Kategori Tanda Peirce... 64
4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur Om Kedip Edisi Kamis 20 Oktober 2011... 68
4.3.1 Ikon... 68
4.3.2 Indeks... 70
4.3.3 Simbol... 71
4.4 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur Om Kedip Dalam Model Triangle of Meaning Peirce... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 77
5.1 Kesimpulan... 77
5.2 Saran... 78
DAFTAR PUSTAKA... 80
SITE MATANEWS.COM (meaning Semiotics Studies Rubr ic Car icatur e At Om Kedip Matanews.com Site Edition Thur sday, October 20, 2011)
The purpose of this study was to determine how meaning is communicated caricature section on the site Matanews.com Om Kedip edition October 20, 2011.
The theory used is the semiotic of Charles Sanders Peirce who divide between sign and referent into three categories: Icon, Index, Symbol is a sign that the relationship between the marker and the marker is the same natural shape. Frame of mind which is used in this study based on Frame of Reference (based on knowledge) and the Field of Experience (backfield).
Semiotic methods in qualitative research is descriptive, ie a method that is easier to adjust when it is in fact double this study, presents a direct relationship between the researcher with the object of researchers, more sensitive and can adjust to a lot of influence on the patterns of face value. Techniques of data analysis in this research is descriptive method, the data collected in the form of words and images.
The results indicate that the message conveyed through the depiction of these
caricatures is a view of the existence of a Kleptocracy Cabinet on Cabinet government led by President Susilo Bambang Yudhoyono because many corruption cases that occurred and conducted by government officials so that known by the Cabinet Kleptocracy.
Conclusions This study, which became an icon in the rubric caricature
caricature Om Kedip matanews is demonstrated with images Susilo Bambang Yudhoyono, and Om Kedip icon matanews.com caricature. the index in this intensive search is stone with a hole, line gestures, the words "State Money Robbed", and the words "rat-rat is not afraid of the speech pack". As for the symbol is a rat, money, chairs, coat dress, a blue background color, background color behind the white stone with a hole, the black background color behind the words "State Money Robbed", the color red on the seat foam, brown color on the handle of a wooden chair, and red color on "mouse-rat" and "speech".
MATANEWS.COM (Studi Semiotika Pemak naan Kar ikatur Pada Rubr ik Om Kedip di Situs Matanews.com Edisi Kamis, 20 Oktober 2011)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna yang dikomunikasikan karikatur rubrik Om Kedip di situs Matanews.com edisi 20 Oktober 2011.
Teori yang digunakan adalah semiotik Charles Sanders Peirce yang membagi antara tanda dan acuannya menjadi tiga kategori yaitu : Ikon, Indeks, Simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada Frame of Reference (berdasarkan pengetahuan) serta Field of Experience (latar belakang pengalaman).
Metode semiotik dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu sebuah metode yang lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar.
Hasil yang didapat menandakan bahwa pesan yang disampaikan melalui penggambaran karikatur tersebut adalah sebuah pandangan mengenai adanya sebuah Kabinet Kleptokrasi pada Kabinet Pemerintah yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena banyak sekali kasus Korupsi yang terjadi dan dilakukan oleh Pejabat Pemerintah sehingga dikenal dengan Kabinet Kleptokrasi.
Kesimpulan penelitian ini, yang menjadi ikon dalam karikatur Om Kedip pada rubrik karikatur matanews ini ditunjukkan dengan gambar Susilo Bambang
Yudhoyono, dan Om Kedip ikon karikatur matanews.com. yang menjadi indeks
dalam peneletian ini adalah batu berlubang, garis gerak-gerik, tulisan “ Uang Negara Dirampok”, dan tulisan “Tikus-tikusnya tidak takut dengan pidato pak”. Sedangkan untuk simbol adalah tikus, uang, kursi, baju jas, warna background biru, warna background putih di belakang batu berlubang, warna background hitam di belakang tulisan “Uang Negara Dirampok”, warna merah pada busa kursi, warna coklat pada gagang kursi kayu, dan warna merah pada tulisan” tikus-tikusnya” dan “pidato”.
Kata Kunci : Karikatur, Semiotik, Matanews.com, Om Kedip, Charles Sanders
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam menyampaikan informasi, media mempunyai cara pengemasan
yang variatif dan beragam yang disesuaikan dengan segmentasi
konsumennya, orientasi internal dari media itu sendiri dan banyak
faktor-faktor kepentingan yang lain. Media massa seperti surat kabar, majalah,
tabloid, radio, televisi dan lain sebagainya juga menyajikan berbagai macam
informasi.
Pers dalam media massa lahir karena dibutuhkan masyarakat,
informasinya terus-menerus, baik lokal maupun internasional. Pers yang
disebut sebagai lembaga sosial menurut Wilbur Schramm harus mampu
berperan sebagai watcher, forum dan teacher. Sebagai watcher, pers harus
bisa memberikan informasi dari dalam dan luar negeri. Sebagai forum, pers
harus dapat memberikan tempat di masyarakat untuk mengeluarkan
pendapatnya secara tertulis, dan sebagai teacher pers harus turut mewariskan
nilai-nilai kemasyarakatan dari generasi ke generasi (Effendy, 2000: 87).
Kehadiran media massa terutama media cetak merupakan penanda awal
dari kehidupan modern sekarang ini pesan melalui media cetak diungkapkan
dengan huruf-huruf dan baru menimbulkan makna apabila khalayak berperan
secara aktif. Karena itu berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain pada media
cetak harus disusun sedemikian rupa, sehingga mudah diterima oleh
didokumentasikan, dan dihimpun untuk kepentingan pengetahuan, serta dapat
dijadikan bukti otentik yang bernilai tinggi (Effendy, 2000: 313-314).
Lebih tegasnya lagi pers merupakan lembaga atau organisasi atau badan
yang menyebarluaskan berita dan jurnalistik diibaratkan jiwa dan raga. Pers
adalah aspek raga, karena ia berwujud, konkret, nyata dan karena itulah di
beri nama, sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa karena ia abstrak,
merupakan kegiatan daya hidup, menghidupi aspek pers (Effendy, 2000: 90).
Pers sebagai sarana yang menyiarkan produk jurnalistik memiliki
beberapa fungsi yang antara lain yang pertama fungsi menyiarkan informasi
yang merupakan fungsi utama dari sebuah surat kabar. Khalayak pembaca
memerlukan informasi mengenai berbagai hal atau peristiwa yang terjadi.
Fungsi yang kedua yaitu mendidik, merupakan sarana pendidikan massa
(Mass Education), surat kabar memuat tulisan-tulisan yang mengandung
pengetahuan sebagai khalayak pembaca bertambah pengetahuannya.
Fungsi ini secara implisit dalam membentuk berita dan secara eksplisit
dalam bentuk artikel atau tajuk rencana, kadang-kadang cerita bersambung
atau berita bergambar yang mengandung aspek pendidikan. Fungsi ketiga
dari pers yaitu adalah fungsi menghibur, hal-hal yang bersifat hiburan sering
dimuat surat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (HardNews) dan
artikel-artikel yang berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan bisa
berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki
silang, karikatur dan tajuk rencana. Maksud pemuatan isi yang mengandung
pembaca dihidangi berita dan artikel yang berat. Fungsi pers yang keempat
yaitu fungsi mempengaruhi, yang menyebabkan surat kabar memegang
peranan penting dalam kehidupan masyarakat karena suatu surat kabar
bersifat independen yang bebas melakukan kontrol sosial (Effendy, 2000:94).
Media massa bertanggung jawab atas informasi atau berita yang
disiarkan. Di dalam proses pembuatan berita, pers harus menjaga identitasnya
sebagai lembaga kemasyarakatan yang dapat melakukan kontrol sosial. Pers
dianggap dapat menjalankan kontrol masyarakat terhadap fenomena yang
terjadi baik berupa dukungan maupun kritikan. Kontrol sosial di dalam surat
kabar dapat dilihat pada penulisan tajuk rencana dalam menanggapi
permasalahan-permasalahan yang terjadi dan berkembang. Permasalahan itu
yang mendominasi tentang berita-berita yang dipublikasikan oleh media
massa pada waktu tertentu. Gambar merupakan media yang lebih cepat untuk
menanamkan pemahaman. Informasi berupa gambar lebih disukai
dibandingkan dengan informasi berupa tulisan (orang cenderung suka dengan
informasi yang disertai gambar). Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek
yang mudah dipahami dan merupakan simbol yang jelas dan mudah dikenal.
Kontrol sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara baik secara
eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit kontrol sosial ini dapat terlihat dari
berita utama. Sedangkan implisit kontrol sosial dapat dilakukan salah satunya
dengan tampilan kartun. Keberadaan karikatur dalam surat kabar bukan
hanya sebagai pelengkap dalam penyajian berita surat kabar, namun karikatur
dengan gambar dan sedikit tulisan-tulisan tentang kritik sosial maupun opini
tajam namun dapat menggelitik. Unsur humor yang dikedepankan membuat
kelugasan karikatur sehingga membuat pembaca dapat tersenyum dan tertawa
(Waluyo,2000:128).
Sebuah gambar lelucon yang muncul di media massa, yang membawa
pesan kritik sosial dan bersifat lucu dan mengandung unsur humor itulah
yang dirasakan dapat mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan
artikel-artikel berbobot dalam surat kabar. Sehingga biasanya surat kabar
menempatkan karikatur sebagai tanda-tanda visual dan kata-kata. Untuk
menguak sebuah makna karikatur pada kenyataannya bukan pekerjaan
mudah, mengingat berbagai persoalan menyangkut permasalahan yang
berkembang dalam masyarakat khususnya mengenai masalah sosial. Selain
itu elemen pembentuk karikatur cukup kompleks, yaitu terdiri dari
unsur-unsur berbagai disiplin ilmu seperti bidang seni rupa, sastra dan lainnya.
Dalam penyajiannya di media cetak, karikatur merupakan salah satu
unsur penting, bahkan tidak terpisahkan dalam tajuk rencana, opini, dan
artikel pilihan lainnya. Bagi pembaca atau setidak-tidaknya bagi para
pembaca awal, karikatur membawa arti komunikasi yang cukup penting.
Ketika pesan tidak lagi disampaikan dalam bentuk tulisan, maka karikatur
seringkali justru bermaka penting karena bisa diinterpretasikan menurut
pengalaman personal. Fakta-fakta yang terkadang merupakan peristiwa pahit
Karikatur itu sendiri dalam penulisan bahasa latin adalah carricare, yang
berarti gambar yang didistorsikan, diplesetkan, dan dipletotkan secara
karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni
memeletotkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke-17 di Eropa,
Inggris, dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media
cetak pada masa itu (Pramoedjo, 2008:13).
Karikatur merupakan deformasi berlebih pada wajah seseorang atau
tokoh, biasanya orang terkenal dengan mempercantik bertujuan mengejek.
Deformasi itu sendiri adalah penggambaran berlebihan terhadap salah satu
fokus dalam objek. Deformasi dikatakan berlebihan dalam arti ukuran bisa
besar, menonjol, dan bisa pula diperkecil, sehingga tampak berbeda dari
gambar lainnya di dalam objek. Objek biasanya seperti tokoh terkenal seperti
Presiden, Ketua Parpol, Ketua DPR, dan sebagainya. Biasanya bagian yang
di deformasi kan adalah wajah, perut, hidung, mulut, gigi, mata, dan
sebagainya, atau bahkan sosok dari gambar di dalam obyek (Sudarta, 1987:49
dalam Sobur,2006:138).
Karikatur yang ada di media cetak dibagi menjadi tiga macam yaitu
karikatur editorial, karikatur murni dan karikatur komik. Karikatur editorial
merupakan karikatur yang sering dimuat di surat kabar. Karikatur editorial
biasanya digunakan sebagai visualisasi tajuk rencana surat kabar atau majalah
dan biasanya membicarakan masalah politik atau peristiwa aktual sehingga
Keberadaan karikatur pada surat kabar bukan hanya melengkapi saja
tetapi juga memberikan hiburan selain berita-berita utama yang disajikan, dan
juga memberikan informasi dan tambahan pengetahuan kepada khalayak
pembaca. Karikatur merupakan bentuk komunikasi yang paling mudah
terbaca. Karena sering diberi kata-kata tertulis, kartun terlihat mudah untuk
dimaknai. Namun pada kenyataannya kita harus terlebih dahulu
mendeskripsikan jalinan tanda pada karikatur, yang selanjutnya gambar
karikatur tersebut tampil sebagai “tanda” karena ada kedekatan antara gambar
dengan objeknya. Setelah itu kita mengamati unsur-unsur pembentuk
karikatur yang tercantum di dalam ilustrasi tersebut, dan kemudian
mendeskripsikannya dengan mempertimbangkan Signs, Object &
Interpretant.
Karikatur penuh dengan perlambangan-perlambangan yang kaya makna.
Oleh karena itu selain dikaji sebagai teks atau gambar, secara kontekstual
juga dilakukan, yaitu dengan menghubungkan karya seni tersebut dengan
situasi yang menonjol di masyarakat. Ini dilakukan untuk menjaga signifikasi
permasalahan dan sekaligus menghindari pembiasan tafsiran, dimana
karikatur mudah di tangkap pikiran orang, tetapi tidak mampu menjelaskan
persoalan yang sedang berlangsung secara lengkap dan tuntas. Penyampaian
pesan secara implisit dalam artian karikatur sebagai symbol speech
(komunikasi tidak langsung) dimaksudkan untuk pengembangan kreatifitas,
imajinasi pembacanya dalam menginterprestasi makna yang terkandung
diharapkan mampu memberikan solusi, pemecahan atau koreksi diri bagi
kalangan masyarakat, pemerintah ataupun individu-individu tentang suatu
permasalahan.
Karikatur-karikatur Om Kedip ciptaan Joko Luwarso yakni salah satu
karikaturis di indonesia merupakan karikatur yang sering menggambarkan
peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, meliputi peristiwa politik, sosial,
ekonomi, budaya dan sebagainya. Pemilihan gambar karikatur karya Joko
Luwarso dari situs Matanews edisi 20 Oktober 2011 sebagai objek penelitian
dikarenakan banyak merebut perhatian media massa Indonesia termasuk pada
situs Matanews adalah berita tentang Kabinet Kleptokrasi.
Penulis hendak menjabarkan makna yang terkandung dalam karikatur
secara semiotika berdasarkan teori Peirce mengenai pemaknaan gambar
dengan ikon, indeks, dan symbol. Penulis akan mengartikan karikatur Om
Kedip “Kabinet Kleptokrasi” yang termasuk karikatur editorial, karikatur
editorial merupakan karikatur yang memiliki sifat mengkritik atau memiliki
makna kritik sosial. Karikaturis menciptakan sensasi melalui gambar tentang
sesuatu yang memiliki makna tersembunyi yang menggelitik bagi pembaca,
yang dimaksud makna tersembunyi merupakan makna konotatif, makna
konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari
makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai
tertentu. Kalau ada makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak orang,
maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya
Penulis tertarik dengan karikatur editorial Om Kedip karena karikatur ini
menggunakan konsep yang sederhana tetapi memiliki arti yang cukup luas.
Hasil karikatur yang baik dapat dengan jelas memvisualisasikan komunikasi
politik dan maksud karikatur tersebut. Konsep yang menarik dari karikatur
Om Kedip karya Joko Luwarso adalah pada gambar tersebut terlihat Presiden
Indonesia yakni Bapak Susilo Bambang Yudhoyono duduk di sebuah kursi,
dimana kursi tersebut ada diatas sebuah batu yang dijadikan sarang tikus
dengan membawa uang. Tetapi ilustrasi tersebut memiliki makna yang dalam
dan komunikatif, sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Alasan peneliti dalam mengambil objek penelitian karikatur pada rubrik
Om Kedip di Matanews.com edisi Kamis, 20 Oktober 2011, karena masalah
ini yang sedang terjadi di Negara kita dan banyak pemberitaan di media
massa baik cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang
penangkapan sejumlah pelaku koruptor di era kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Faktor lain peneliti memilih karikatur tentang
kleptokrasi karena pemberitaannya yang tiada henti di berbagai media massa,
hingga saat ini pemberitaannya masih mendominasi media massa dan
menyita perhatian masyarakat dan pada karikatur tersebut juga terdapat
banyak tanda-tanda yang mengandung makna tersembunyi.
Dengan pendekatan semiotika oleh Charles Sanders Peirce, studi tentang
tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya,
hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya
menginterpretasikan pesan makna, tanda dan gambar yang ditampilkan oleh
karikatur editorial Om Kedip pada situs Matanews. Penulis menggunakan
pendekatan semiotika dalam menganalisis karikatur editorial tersebut. Penulis
ingin mempelajari tanda-tanda, hubungan tanda tersebut dengan tanda lain,
serta memaknai tanda, pesan, dan gambar yang terdapat pada karikatur
editorial Om Kedip.
1.2. Per umusan Masalah
Berdasarkan diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah pemaknaan karikatur Om Kedip pada situs Matanews edisi 20
Oktober 2011?
1.3. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari uraian tentang latar belakang masalah dan perumusan
masalah yang telah diajukan, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui pemaknaan karikatur Om Kedip pada situs Matanews edisi 20
Oktober 2011?
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, referensi,
dan sumbangan ilmu atas wawasan yang bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya mengenai studi analisis dengan pendekatan semiotik, dan
dapat digunakan untuk menambah referensi kepustakaan Universitas
Pembangunan Nasional mengenai penelitian yang menggunakan
pendekatan semiotik.
2. Kegunaan Praktis
Memberikan landasan pada pengelola media massa dalam hal ini bahwa
informasi atau berita tidak hanya bisa dijabarkan melalui tulisan maupun
siaran, namun dapat pula berupa bentuk gambar kartun berupa karikatur
yang menarik, memiliki nilai humor didalamnya, mengandung kritikan
2.1 Landasan Teor i
2.1.1. Media Cetak
Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni
media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak
maupun media massa elektronik merupakan media massa yang banyak
digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di
masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio,
televisi, film, dan lain-lain, tidak terlepas kaitannya dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi
jembatan yang menghubungkan komunikator dengan omunikan yang
melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat.
(Sugiharti, 2003:3).
Media cetak adalah media yang proses bekerjanya berdasarkan pada
prinsip cetak. Media cetak menyampaikan berita dan informasi dengan
cara mencetak gambar atau tulisan dari proses terjadinya suatu peristiwa,
seperti pada koran dan merupakan bagian dari saluran informasi msyarakat
2.1.2 Sur at Kabar Sebagai Media Massa
Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan
dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan
surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann
Gutenberg di Jerman” (Ardianto & Erdinaya, 2005, p.99). Perkembangan
surat kabar di Indonesia sendiri juga telah melewati perjalanan panjang
selama lima periode, yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang,
menjelang kemerdekaan, zaman orde lama serta orde baru. Surat kabar
sebagai media massa dalam masa orde baru mempunyai misi
menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat
mencerdaskan rakyat Indonesia. Dari empat fungsi media massa
(informasi, edukasi, hiburan, dan persuasif), fungsi yang paling menonjol
adalah informasi” (Ardianto & Erdinaya, 2005, p.104).
Berdasarkan isinya, surat kabar lebih variatif dengan isi yang
beragam. Terdapat rubrik olahraga, berita lokal, nasional, maupun
internasional, terdapat media cetak terkini bila dibandingkan media cetak
lainnya karena nilai kebaruannya. Adanya isi surat kabar yang variatif,
dari berita— berita internasional hingga lokal. Namun secara sederhana isi
surat kabar dapat dibagi tiga yaitu, berita (news), opini (value), iklan
(advertising). Berita dalam surat kabar tidak terfokus pada salah satu
fenomena masyarakat (seperti pada tabloid yang hanya membahas
fenomena tentang olahraga) namun semua fenomena atau peristiwa dalam
para pekerja media (wartawan dan karikaturis), terdapat perbedaan antara
media satu dengan media yang lainnya.
Menurut Assegaf (1991: 140) surat kabar adalah penerbitan yang
berupa lembaran yang berisi berita - berita, karangan - karangan dan iklan
yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum.
Selain itu surat kabar juga mempunyai beberapa karakteristik. Menurut
Pareno (2005 : 24) karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut :
Berita merupakan unsur utama yang dominan.
1. Memiliki ruang yang relatif lebih leluasa.
2. Memiliki waktu untuk “dibaca ulang” lebih lama.
3. Umpan balik relatif lebih lamban.
4. Kesegaran (immediately) relatif lebih lamban.
5. Dalam hal kenyataan relatif kurang kredibel.
Ada beberapa alasan orang membaca surat kabar. Seseorang ingin
tahu sesuatu karena berbagai alasan : untuk meraih prestise,
menghilangkan kebosanan, agar merasa lebih dekat dengan
lingkungannya, atau untuk menyesuaikan perannya di masyarakat. Bagi
sebagian orang, koran merupakan sumber informasi dan gagasan tentang
berbagai masalah publik yang seruis. Bagi sebagian yang lain, koran
Sebagian pembaca juga menjadikan koran sebagai alat kontak sosial. Ada
pula yang menjadikan koran untuk membuang kejenuhan dari kehidupan
sehari - hari. (Rivers dan Peterson, 2003: 313)
2.1.3 Kar tun dan Kar ikatur
Karikatur adalah bagian dari kartun, namun memiliki muatan pesan
yang bernuansa kritik atau usulan terhadap seseorang (tokoh) atau suatu
masalah. Walaupun dibumbui dengan humor, karikatur merupakan kartun
satir yang kadang dapat menyindir seseorang dan membuat seseorang
tersenyum kecut saat membacanya. Kartun merupakan gambar lucu atau
dilucukan yang bertujuan agar pemirsanya terhibur, tersenyum, atau
tertawa geli. Sementara karikatur, adalah bagian kartun yang diberi muatan
pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap seseorang atau suatu
masalah. Karikatur cenderung diisi dengan humor. Namun, tetap
merupakan sebuah kartun satir yang kadang bukannya menghibur, tapi
dapat membuat seseorang tersenyum kecut setelah melihatnya (Sobur,
2003:138).
Melalui media visual, kritikan-kritikan yang disampaikan secara
jenaka tidak begitu dirasa melecehkan atau mempermalukan. Bahkan,
seringkali gambar terkesan lucu, sehingga membuat para pembaca
tersenyum dan tertawa karena mengandung unsur humor. Pejabat
pemerintah atau tokoh masyarakat yang menjadi objek karikatur pun tidak
tersinggung, tetapi justru sebaliknya merasa senang karena dirinya
menurut Sutarno pimpinan redaksi harian Suara Pembaruan, karikatur
maupun kartun merupakan salah satu bentuk karya jurnalistik non-verbal
yang cukup efektif dan mengena baik dalam penyampaian pesan maupun
kritik sosial (Pramoedjo, 1996:9).
Karikatur dalam bahasa latin disebut carricare memiliki arti sebagai
gambar wajah yang didistorsikan, diplesetkan, atau dilebih-lebihkan secara
karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Bahkan
dalam museum The House of Humor and Satire di Gabrovo, Bulgaria, atau
di The House of Humor di Montreal, Kanada, wajah-wajah karikatural
tokoh dunia dalam bentuk patung atau gambar dwimatra (dua dimensi)
dipajang dengan anggun dan artistik (Pramoedjo, 2008).
Dalam Encyclopedie Internasional karikatur didefinisikan sebagai
sebuah ’satire’ dalam bentuk gambar atau patung. Thomas Nast, kartunis
di pertengahan abad ke-18 merupakan salah satu kartunis politik yang
paling berpengaruh di Amerika. Nast berhasil menjatuhkan jaringan Boss
Tweed dan mesin politik koruptor di New York Tammany Hall dengan
karikaturnya. Kreasi Nast yang paling terkenal hingga sekarang adalah
Santa Claus. Sementara dalam Encyclopedie Britaninica, karikatur adalah
penggambaran seseorang, suatu tipe, atau kegiatan dalam keadaan
terdistorsi (penyajian dibuat berlebihan dari gambar-gambar binatang,
burung, sayur, dan lainnya yang menggantikan bagian-bagian benda hidup
Menurut Kornreich dan Schimmel, bentuk gambar sangat membuka
peluang seseorang untuk lebih berani mengekspresikan dirinya terhadap
emosi ataupun agitasi yang ditekan (dalam Setiawan, 2002:xviii). Oleh
sebab itu, berkomunikasi melalui media gambar, membuat seseorang tidak
akan merasa terancam karena takut mengaitkan hal-hal yang dianggap
tabu, bahkan sebaliknya, berkomunikasi dalam bentuk gambar visual
memiliki kekuatan sendiri dalam penggambaran suatu hal. Dengan kata
lain, gambar karikatur merupakan produk suatu keahlian seorang
karikaturis, baik dari segi pengetahuan, referensi atau bacaan, maupun
bagaimana cara memilih topik atau isu dalam lingkungan sosial politik
yang sedang dihadapi. Karena itu, media Pers Indonesia menampilkan
karikatur sebagai ungkapan kritis terhadap berbagai masalah yang
berkembang secara tersamar dan tersembunyi. Untuk itu, pembaca diajak
berpikir, merenungkan, dan memahami pesan-pesan yang terdapat dalam
gambar karikatur (Augustin Sibarani,2001:27).
Adapun sifat-sifat karikatur dapat dibagi menjadi tiga macam
(Sibarani, 2001), yaitu: karikatur orang-pribadi, karikatur sosial, dan
karikatur politik. Karikatur orang-pribadi menggambarkan seseorang
(biasanya tokoh yang dikenal) dengan mengekspose ciri-cirinya dalam
bentuk wajah ataupun kebiasaannya tanpa objek lain atau situasi di
sekelilingnya secara karikatural. Karikatur sosial mengemukakan dan
menggambarkan persoalan-persoalan masyarakat yang menyinggung rasa
situasi politik sedemikian rupa agar kita dapat melihatnya dari segi humor
dengan menampilkan para tokoh politik (Sibarani, 2001).
Pelukisan karikatur sendiri memiliki dua ciri, yaitu adanya satire dan
distorsi. Satire dalam hal ini diartikan sebagai ironi, tragedi-komedi, atau
parodi. Sehingga, di dalamnya dapat mengandung sesuatu yang janggal,
absurd , yang dapat menertawakan, namun bisa juga memprihatinkan atau
menyedihkan (Komunitas Ruang Baca – Tempo, Rimbun Natamarga,
2010). Dalam buku Ilmu Komunikasi. Teori dan Praktek karya Onong
Uchjana Effendy, karikatur dalam media manjalankan salah satu fungsi
pers, yaitu fungsi menghibur (to entertain ).
2.1.4 Kar ikatur Dalam Media Massa
Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi yang
dilakukan melalui media massa seperti majalah, surat kabar, radio, televisi
dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi dimana
penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui media
massa. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini sudah
bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan
dan estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan
perlambangan-perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu
karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam
masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang diampaikan sebuah
kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang
sedang hangat di permukaan.
Menurut Anderson, dalam memahami studi komunikasi politik di
Indonesia akan lebih mudah dianalisa mengenai konsep politik Indonesia
dengan membedakan dalam dua konsep, yaitu dengan Direct Speech
(komunikasi langsung) dan Symbolic Speech (komunikasi tidak langsung).
Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya
dipahami sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat
langsung, seperti humor, gossip, diskusi, argumen, intrik, dan lain - lain.
Sedangkan komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung
dipahami maupun diteliti seperti patung, monument dan simbol - simbol
lainnya (Bintoro dalam Marliani, 2004: 49).
Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan di atas,
merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai objek studi ini.
Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik
yang sehat dan juga suatu keahlian karikaturis adalah bagaimana dia
memilih topik - topik isu yang tepat dan masih hangat.
2.1.5 Kr itik Sosial
Indonesia terbangun ketika budaya tulis sudah menyebar luas, ketika
segala tatanan kehidupan dirumuskan secara tertulis dan tidak tertulis baik
dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, dan internet.
ketika segala bentuk tulisan sebagian besar menyampaikan berbagai
informasi melalui bahasa Indonesia dijadikan media resmi pendidikan
nasional dan sebagai alat komunikasi dalam birokrasi (Masoed, 1999: 42).
Dengan demikian melestarikan atau mempertahankan kritik
terselubung dalam konteks budaya yang tidak lagi menopangnya, sama
saja dengan membunuh eksistensi kritik sehingga sebuah institusi sosial
yang lahir dari kebutuhan pengembangan hidup bersama manusia. Dalam
konteks budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada
budaya tulis di atas pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik
sama statusnya dengan pembangunan dan pengembangan, dan penyebaran
kritik itu sendiri.
Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi negatif
seperti “celaan”, namun kata “kecaman” mengandung kemungkinan kata
positif yaitu dukungan, usulan, atau saran, penyelidikan yang cermat.
(Masoed, 1999: 36). Definisi “kritik” menurut kamus Oxford adalah “one
who appreises literaryor artistic work” atau suatu hal yang membentuk dan
memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap sesuatu.
Kritik awalnya dari bahasa Yunani (Kritike = pemisahan, Krinoo =
memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris “critism” yang berarti
evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu
kajian yang menyangkut kehidupan dalam bermasyarakat menciptakan
Dalam kritik sosial, pers dan politik Indonesia kritik sosial adalah
salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau
berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan
salah satu unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata
lain, kriti sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi
dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Abar dalam Masoed,
1999: 47).
Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial dalam arti bahwa
kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru, sembari menilai
gagasan lama, untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial konservatif,
status quo dalam masyarakat untuk perubahan sosial, kritik sosial dalam
pengertian ini sering muncul ketika masyarakat atau sejumlah orang atau
kelompok sosial dalam masyarakat yang menginginkan suasana baru,
suasana yang lebih bai dan lebih maju, atau secara kritik sosial yang
demikian yang lebih banyak dianut kaum oleh kritis dan strutualis. Mereka
melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan
perubahan sosial. Suatu kritik sosial selalu menginginkan perbaikan, ini
berarti bahwa suatu kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada
peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan
mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan -
kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan
sehingga diharapkan dapat menuju ke arah perbaikan dalam masyarakat
untuk mewujudkan suatu ketertiban sosial. (Susanto, 1986: 105).
Kritik sosial dapat disampaikan melalui berbagai wahana, mulai dari
cara yang paling tradisional, seperti berjemur diri, ungkapan - ungkapan
sindiran melalui komunikasi antar personal dan komunikasi sosial melalui
berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni
sastra, dan melalui media massa. Kritik dari masyarakat ini hendaknya
ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Memang dalam menanggapi
kritik dari masyarakat, belum menjamin persoalan akan selesai, tetapi itu
menunjukkan adanya perhatian dari pemerintah. Perhatian inilah yang
secara akumulatif membentuk kesan, pemerintah mempunyai kepedulian
yang tinggi terhadap rakyatnya. Apabila masyarakat sudah diperhatikan
aspirasinya, masyarakat tidak akan lupa budi, sehingga apabila pemerintah
mempunyai program kerja maka partispasi masyarakat akan muncul
dengan sendirinya (Panuju, 1999: 49).
Kritik sosial itu sebenarnya merupakan sesuatu yang positif karena ia
mendorong sesuatu yang terjadi didalam masyarakat untuk kembali ke
kriteria yang dianggap wajar dan telah disepakati bersama. Menurut Aris
Susanto dalam bidang politik istilah kritik sosial seringkali memperoleh
konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan - kelemahan pihak
lain dalam pertarungan politik sehingga arti yang substansial dari kritik
Kesan oposisi sejauh mungkin harus dapat dihindarkan, masyarakat
awam menganggap kritik sama dengan oposisi, yang artinya “pihak sana”
(out group) sehingga kritik tertuju kebijaksanaan atau oknum aparat
pemerintah, diidentifikasi sebagai penentang atau melawan pemerintah.
Padahal, kritik bukanlah seperti itu. Kritik tidak selamanya berarti
melawan. Kritik itu mengandung muatan - muatan saling memberi arti.
Setidaknya menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijaksanaan dan tindak lanjutnya. (Ali, 1999: 84).
Kritik - kritik terbaik, sesuai dengan setting sosial, politik, dan budaya
kita adalah kritik yang membuat saran kritik menangis, tapi dalam mimik
mukanya yang tetap tertawa, artinya jika kita melaksanakan kritik kepada
sasaran tertentu, kritik tersebut tidak boleh membuat malu sasaran kritik
dihadapan publik, apalagi secara meluas.
Sesuai dengan ciri makhluk rasional, maka keterbukaan dan kritik
harus mengandung beberapa unsur utama. Diantaranya adalah peningkatan
supremasi individu, kompetisi dan membuka peluang pengarahan bagi
tindakan manusia untuk meraih sukses dan keuntungan di planet bumi ini.
(Ali, 1999: 194).
Dengan demikian, melestarikan atau mempertahankan kritik
terselubung dalam konteks budaya yang tidak lagi menopangnya sama saja
membunuh eksistensi kritik sebagai sebuah institusi sosial yang lahir dari
budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada budaya
tulis diatas, pembangunan, pengembangan, penyebaran kritik sama
statusnya dengan pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik itu
sendiri.
2.1.6 Kar ikatur Sebagai Pr oses Komunikasi
John Dewey pernah menyatakan bahwa komunikasi adalah “ hal
penting menakjubkan” (rivers,2003:33). Dalam pandangannya, masyarakat
dan terus berkembang berkat komunikasi. Dengan komunikasi, manusia
melakukan berbagai penyesuaian diri yang diperlukan dan memenuhi
berbagai kebutuhan dan tuntunan yang ada sehingga masyarakat manusia
tidak bercerai berai. Karena manusia bisa menciptakan simbol-simbol,
maka ia juga mampu mengkomunikasikan suatu niat, makna, keinginan
atau maksud yang kompleks dan karena itu pulabisa mengubah bentuk
kehidupan sosialnya. Manusia modern tidak bisa melepaskan dari
penggunaan simbolisme dalam komunikasi modern karena penggunaan itu
begitu jelas ada disekitarnya (Tatt, 1996:3). Simbolisme merupakan ciri
universal yang hakiki dari semua kebudayaan agama. Peradaban
tergantung pada kemampuan manusia untuk menggunakan dan
menciptakan simbol-simbol, bahasa iu sendiri merupakan sekumpulan
simbol yang dimanipulasi untuk menyampaikan ide.
Simbol-simbol yang digunakan untuk menyampaikan ide, makna
ungkapan-ungkapan baru. Simbiolisme-simbiolisme kuno dalam bentuk gambarlah
yang pada akhirnya melahirkan tulisan-tulisan abjad. Simbiolisme adalah
sesuatu yang hidup. Simbiolisme telah mengambil bentuk baru dengan
penggunaan yang baru pula. Dari awal munculnya peradaban hingga
masaa kontemporer ini simbol merupakan bagian hakiki kehidupan
sehari-hari. Tanda-tanda lalu lintas dan pettunjuk arah membimbing sseseorang
dalam perjalanannya di kota-kota dan di pedalaman. Simbol-simbol seperti
“dilarang merokok” dan “dilarang masuk” memerikan ancaman kepada
mereka yang melanggarnya. Orang dapat saja mengabaikan simbol-simbol
yang menggambarkan bahaya tapi ia harus siap menanggung akibanya.
Beberapa simbol dengan kejadian-kejadian yang tindakan umum.
Binatang menunjukkan pola tingkah laku tertentu menjelang terjadinya
gempa bumi atau angin badai. Orang-orang pada zaman kuno mempelajari
fenomena ini dan menganggapnya menjadi pertanda bagi nasib baik atau
nasib buruk. Hal ini merupakan suatu ilmu yang mulai dipelajari oleh
ilmuwan-ilmuwan modern yang menaruh minat besar. Dalam hal
meramalkan datangnya gempa bumi dan badai. Tingkah laku alamiah yang
diperlihatkan oleh binatang atau bahkan bentuk-bentuk kehidupan
tumbuh-tumbuhan berhubungan dengan hal hal diatas. Dengan membayangkan
seekor merpati yang kita dapatkan adalah gambar keluguan, kedamaian
dan kelembutan. Membayangkan seekor singa yang kita dapatkan adalah
Menurut Berger dan Chaffe ilmu komunikasi adalah suatu
pengamatan terhadap proses, produksi dan pengaruh dari sistem-sistem
tanda lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan
digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan
dengan proses, produksi dan pengaruh sistem-sistem tanda lambang. Dari
definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi adalah
pengetahuan tentang peristiwa komunikasi dalam konteks hubungan antar
manusia atau komunikasi antar manusia yang diperoleh melalui suatu
penelitian tentang sistem, proses dan pengaruh yang dilakukan secara
rasional dan sistematik, serta kebebasan dapat diuji dan digeneralisasikan.
Peristiwa atau fenomena komunikasi yang diamati dalam ilmu komunikasi
sangat luas dan kompleks, karena menyangkut berbagai aspek dari
kehidupan manusia misalnya aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi
oleh karena itu, ilmu komunikasi merupakan salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang termasuk dalam kelompok ilmu-ilmu sosial.
Komunikasi adalah suatu proses simbolik, yakni penggunaan
lambang-lambang yang diberi makna. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang
digunakan untuk menunjukkan atau mewakili sesuatu atau yang lainnya
berdasarkan kesepakatan bersama. Tetapi, lambang pada dasarnya tidak
mempunyai makna. Kitalah yang memberi makna pada dasarnya tidak
mempunyai makna. Kitalah yang memberi makna pada suatu lambang.
Tidak ada hubungan alami atau pasti antara lambang dengan apa yang
dilambangkan bersifat sembarang atau mana suka. Lambang adalah salah
satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga
dipresentasikan oleh indeks, ikon, namun ikon dan indeks tidak
memerlukan kesepakatan (Mulyana, 2001:84)
Hal senada dengan Mulyana dan Nimo (2000:6) menyatakan
komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk
menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang
berdasarkan itu mereka bertindak) dan bertukar citra itu melalui
simbol-simbol.
Proses Komunikasi, seperti dikatakan Tubbs and Moss dalam Human
Communicationnya :
“Proses Komunikasi itu sebenarnya mencakup pengiriman pesan dari
sistem syaraf seseorang kepada sistem syaraf orang lain, dengan maksud
untuk menghasilkan sebuah makna yang sama dengan yang ada dalam
benak pengiriman. Pesan verbal melakukan hal tersebut melalui kata-kata
yang merupakan komunikasi tanpa kata, maka tanda nonverbal berate
tanda minus bahasa atau tanda minus kata (sobur,2009:123)
Bahasa tubuh adalah salah satu aspek komunikasi nonverbal
disamping aspek-aspek komunikasi nonverbal lainnya yang berkenaan
dengan benda, seni, ruang dan waktu komunikasi nonverbal sama
pentingnya dengan komunikasi verbal meskipun terkadang diabaikan.
wajah dan kontak mata adalah perilaku-perilaku yang kesemuanya disebut
bahasa tubuh yang mengandung makna pesan potensial. Studi sistematik
aspek-aspek gerakan tubuh yang terpola dipelajari dan bersifat simbolik
disebut kinesika (kinesics) (Mulyana, 2004: 159).
Tanpa sadar, banyak orang sebenarnya telah menggunakan bahasa
tanpa ucap ini setiap kali berkomunikasi dengan orang ain. Peningkatan
kemampuan mengenai bahasa tubuh sehingga menjadi benar-benar fasih
banyak dipengaruhi oleh gerak-gerik. Kontak mata, ekspresi wajah dan
gerakan kepala, walaupun memang sangat penting, tetapi memiliki
beberapa keterbatasan. Gerak-gerik memungkunkan dilakukan dengan
aspek komunikasi nonverbal lainnya (wainwright, 2003: 81). Bahasa tubuh
memiliki peran yang sangat penting dalam presentasi diri dan pengelolaan
kesan, yang cukup masuk akal jika kita memandangnya sebagai sarana
untuk mencapai sebuah tujuan.
Banyak orang yang mengkaji pentingnya komunikasi nonverbal demi
keberhasilan komunikasi, bukan hanya ahli-ahli komunikasi, tetapi juga
antropolog, psikolog dan sosiolog. Simbol-simbol nonverbal lebih sulit
ditafsirkan daripada simbol-simbol verbal. Tidak ada satupun kamus andal
yang dapat membantu penerjemah simbol nonverbal. Setiap anggota tubuh
seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala,
kaki bahkan tubuh secara keseluruhan dapat kita aplikasikan untuk
terdapat pada benda-benda atau sesuatu yang bersifat nonverbal atau
pencarian makna pada “meta- tanda nonverbal” (Sobur, 2009: 122).
Sekali lagi kita sepakat atas suatu sistem simbol, kita dapat
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Tentu saja, bila semua tanda
yang digunakan hanya merujuk pada benda, maka masalah komunikasi
akan menjadi sederhana. Kita dapat menentukan apa referensi yang
diperbincangkan hampir tanpa kesulitan. Akan tetapi bagaimana jika hal
tersebut merujuk pada peristiwa, sifat sesuatu, tindakan, hubungan, konsep
dan lain-lain tentu boleh jadi akan muncul perdebatan berbicara mengenai
karikatur Indonesia, sama dengan menentukan posisinya diantara berbagai
sarana komunikasi yang terdapat di negeri ini (Sobur; 2009: 139).
Gambar karikatur merupakan symbolic speech (komunikasi tidak
langsung) artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar
karikatur tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan
bahasa simbol. Dengan kata lain makna yang terkandung dalam gambar
karikatur adalah makna secara terselubung. Menurut Van Zoest dalam
Bintoro (2002: 4) simbol-simbol pada gambar karikatur tersebut
merupakan simbol yang disertai maksud (signal) yang digunakan yang
digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya (si pengirim) dan
mereka yang menerimanya (si penerima).
Karikatur merupakan bentuk komunikasi yang paling mudah terbaca.
dimaknai. Membuat kajian komik – kartun – karikatur. Berarti berhadapan
dengan tanda-tanda visual dan kata-kata. Maka dari itu, pembahasan ini
menggunakan kajian kritis yang bertujuan untuk mengungkap makna
tanda-tanda atau simbol-simbol yang ada (Sobur, 2009: 132). Dengan
mendesripsikan jalinan tanda digambar kariaktur tersebut tampil sebagai
“tanda” karena ada kedekatan antara gambar dengan objeknya. Setelah itu
kita mengamati unsur-unsur pembentuk karikatur yang tercantum dalam
ilustrasi tersebut dan kemudian mendeskripsikannya dengan
mempertimbangkan sign, object dan interpretanta.
2.1.7 Komunikasi Politik
Komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi
yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan
dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan
pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah
hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi
antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”.
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan
mengaturnya sedemikian rupa -”penggabungan kepentingan” (interest
aggregation) dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk
Komunikasi politik adalah penyebaran aksi, makna, atau pesan yang
bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur
komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan
komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga
khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol.
Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap
lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor
parlemen.(Jack Plano dkk).
2.1.8 Semiotika
Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti
tanda, atau Seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri berakar
dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, poetika. Semiotika
adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda
terdapat dimana - mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat,
lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur
film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai
tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda - tanda tersebut
menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non
verbal sehingga bersifat komunikatif.
Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima
tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika
Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua
segi kehidupan manusia, sehingga Derrida (dalam kurniawan, 2008: 34),
mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini sepenting bahasa.
“there is nothing outside languange”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai
“teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting
dalam kehidupan umat manusia sehingga : “manusia yang tak mampu
mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kurniawan,
2008).
Charles Sanders Peirce merupakan ahli filsafat dan tokoh terkemuka
dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya
dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat
berkomunikasi dengan tanda. Tanda yang dapat dimanfaatan dalam seni
rupa berupa tanda visual yang bersifat non verbal, terdiri dari unsur dasar
berupa seperti grafis, warna, bentuk, tekstur, komposisi, dan sebagainya.
Tanda - tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan, seperti
objek, manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal hal lainnya yang
abstrak. Apapun alasan (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya
adalah sesuatu yang kasat mata, karena itu secara umum bahasa digunakan
untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media atara
perupa dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi
bahasa rupa pada segitiga, estetis - simbolis - bercerita (story telling).
Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang
Menurut Peirce model yang membahas mengenai makna dalam studi
semiotik mempunyai tiga fundamental yaitu :
1. Ikon
Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan acuannya
bersifat bersamaan bentuk alamiah ( berupa hubungan
kemiripan ). Misalnya adalah potret dan peta. Potret
merupakan ikonik dari pulau yang ada dalam potret tersebut,
sedangkan peta merupakan ikonik dari pulau yang ada dalam
peta tersebut.
2. Indeks
Adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
tanda dan acuannya yang bersifat kausal atau hubungan sebab
akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataannya.
Misalnya ada asap sebagai tanda apinya.
3. Simbol
Adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
tanda dan acuannya ( berdasarkan hubungan konvensi atau
perjanjian ). Misalnya orang yang menggelengkan kepalanya
merupakan simbol yang menandakan ketidak setujuan yang
termasuk secara konvensional. ( Sobur 2006 : 41 ).
Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai
ahli, seperti Saussure, Peirce, dan sebagainya. Pada penelitian ini yang
kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi
linguistik.
2.1.9 Semiotika Char les Sander s Peir ce
Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai
kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur,
2004: 83). Bagi Peirce tanda “is something which stand to somebody for
something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan
teori Segitiga Makna (Triangel Meaning), menurut Peirce salah satu
bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk
tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Peirce
disebut ground. Konsekuensinya, tanda (Sign atau Represetamen) selalu
terdapat dalam sebuah triadik, yakni ground, object dan interpretant
(Sobur, 2004: 41).
Sementara itu interpretant adalah suatu tanda yang ada dalam benak
seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen
makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna
tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan
bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan
orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan, 2008: 37).
Charles Sanders Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut
menjadi kategori yaitu ikon, indeks, simbol adalah tanda yang hubungan
dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang
bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta.
Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara
tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau
tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas
ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada
denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional
yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol tanda yang menunjuk hubungan
alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat
arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian
masyarakat (Sobur, 2004: 42). Hubungan segitiga makna Peirce lazimnya
ditampilkan dalam gambar berikut.(Fiske dalam Sobur, 2001: 85)
Sign
Interpretant Object
Menurut Pierce sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan, dan
representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari
tanda itu sendiri yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan
harus merujuk pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Pierce ingin
mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan mengembangkannya
kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Dalam pendekatan
semiotik model Charles S. Peirce, diperlukan adanya 3 unsur utama yang
bisa digunakan sebagai model analisis, yaitu tanda, objek, dan interpretant.
Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut
menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks, simbol. Ketiga kategori tersebut
digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :
Icon
Index Simbol
2.1.10 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan
kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of
Meaning, (Odgen dan Richards dalam buku Kurniawan, 2008: 27) telah
mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.
Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur, 2004:
248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para
ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam.
Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan
“ultrarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu
dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan
mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner.
“Tetapi”, (kata Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008: 47), “setiap usaha
untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti
misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan pekulatif. Yang lainnya
memberikan jawaban salah.”
Menurut Devito, makna bukan terletak pada kata - kata melainkan
pada manusia. “Kita”, lanjut Devito, menggunakan kata - kata untuk
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata - kata ini
secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita
maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan -
Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak
pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan
dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1)
menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah,
(3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur,
2004: 258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna.
Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997: 123 - 125) sebagai
berikut :
1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata - kata
melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata - kata untuk
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata - kata
tersebut tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan
makna yang ingin kita gunakan untuk memproduksi dibenak
pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah
proses yang bisa salah.
2. Makna berubah. Kata - kata relatif statis, banyak dari kata - kata
yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari
kata - kata ini dan berubah khusus yang terjadi pada dimensi
3. Makna membutuhkan acuan, walaupun tidak semua komunikasi
mengacu pada dunia nyata. Komunikasi hanya masuk akal
bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan
eksternal.
4. Penyingkiran berlebihan akun mengubah makna. Berkaitan erat
dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana
terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan
tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang
cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep - konsep
lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang
spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah
kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas.
Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa
menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara
berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.
Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita
peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks.
Tetapi hanya sebagian saja dari makna - makna ini yang benar - benar
dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam
benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga
merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur,
2.1.11 Pemaknaan War na
Para teoritis batihasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata
memiliki makna majemuk. Setiap kata-kata seperti : merah, kuning, hitam,
dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan, dalam Roget’s
Thesaurus, seperti dikutip Mulyana ( 2003 : 260-261 ), terdapat kira-kira
12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan warna-warna
seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat dengan
bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hyal-hal yang bersifat buruk dan
negative, missal : daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.
Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat
positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu
yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang bersifat
kebaikan, seperti : murni bersih dan suci. Jadi kata hitam umumya
berkonotasi negative dan warna putih berkonotasi positif ( Sobur, 2001:25)
Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal, misalnya
warna merah, berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah darah
lebih tua dibandingkan dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa
bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi merah darah.
Karena unsur – unsur tersebut, merah dapat diartikan sebagai hasrat yang
kuat dalam hubunganya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaanya, namun
tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan
Kuning bisa diartikan sebagai optimis, filosofi dalam budaya barat.
Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spiritual, misteri,
kebangsawanan, transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna oranye
yang berarti energi, keseimbangan, kehangatan, menekankan pada suatu
produk yang tidak mahal, menurut budaya barat ( Mulyana, 2003 : 376 )
Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992, dalam bukunya
“Periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan
periklanan karena perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan
mempunyai nilia ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya :
1. Merah
Merah merupakan warna power, energy, kehangatan, cinta, nafsu,
agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, bersaing,
warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras dan penuh
semangat, seiring juga diapresiasikan untuk menunjukan emosi
atau debaran jantung.
2. Oranye
Oranye merupakan warna energy, keseimbangan, kehangatan,
antusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan,
keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan pikiran dan
pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang
tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan dan