• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI APRESIASI PEMBELAJARAN SEJARAH, PENGHAYATAN IDEOLOGI PANCASILA DAN NILAI-NILAI AGAMA TERHADAP SIKAP NASIONALISME : Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONTRIBUSI APRESIASI PEMBELAJARAN SEJARAH, PENGHAYATAN IDEOLOGI PANCASILA DAN NILAI-NILAI AGAMA TERHADAP SIKAP NASIONALISME : Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember)."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

AGAMA TERHADAP SIKAP NASIONALISME

(Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor

Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh

Mohamad Na’im

0908406

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

B A N D U N G

▸ Baca selengkapnya: manfaat dan nilai apa saja yang di peroleh dari penghayatan hukum karma pada ajaran punarbhawa?

(2)
(3)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, atas rahmat hidayahNya disertasi ini dapat diselesaikan, dengan judul " Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama terhadap Sikap Nasionalisme (Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember).

Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang difokuskan pada Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Penghayatan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme melalui penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait, dalam rangka menumbuhkembangkan sikap nasionalisme di

kalangan siswa MA/SMA demi kemajuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selesainya penulisan disertasi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan mulai dari persiapan penyusunan proposal penelitian sampai dengan tersusunnya laporan penelitian dalam bentuk disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd.. selaku Promotor. Di tengah kesibukan yang luar biasa, beliau senantiasa meluangkan waktu untuk mengkritisi, memberikan saran, arahan dan bimbingan sehingga menambah wawasan dan pemahaman penulis sebagai bekal dalam menyelesaikan disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.H. Bunyamin Maftuh, M.Pd. MA selaku Ko-promotor. Disela-sela aktivitas beliau yang padat, tetap memberikan waktu dan kemudahan dalam berkonsultasi. Kecermatan ketelitian dan kesabaran beliau dalam memeriksa setiap naskah bimbingan yang penulis ajukan dan memberikan alternatif solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi selama proses penelitian, sangat membantu penyelesaian disertasi ini.

(4)

penulisan disertasi.

Kepada Bapak Dr. Rudy Gunawan, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk serta dorongan selama ini, dengan penuh kesabaran, untuk penyempurnaan penulisan disertasi .

Kami menyadari pula bahwa keseluruhan proses penelitian memerlukan dukungan legalitas formal untuk keterlaksanaanya, oleh karena itu tidak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Program Studi Pendidikan IPS UPI,

Direktur Sekolah Pascasarjana UPI, Kepala Kem.Agama Kab.Jember, Kepala MA Jember yang membantu proses penelitian ini. semoga amal kebaikan dan ketulusan hati yang telah dicurahkan untuk terwujudnya hasil penelitian disertasi senantiasa Allah Swt mencatatnya sebagai amal kebaikan. Amiin.

Bandung, ... 2014

Penulis

(5)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iii

ABSTRAK... iv

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah... 14

1. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...……….……...……... 20

A. Apresiasi Pembelajaran Sejarah... 21

1. Pengertian Apresiasi... 24

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Apresiasi... 23

3. Pembelajaran Sejarah dan Apresiasi Pembelajaran Sejarah... 25

4. Landasan Filosofis Mata Pelajaran Sejarah... 27

B. Penghayatan Ideologi Pancasila... 39

1. Pengertian Penghayatan dan Ideologi... 39

2. Ideologi Pancasila……...………....……...…... 41

3. Fungsi dan Arti Penting Ideologi dalam Kehidupan Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara... 42

4. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kehidupan Bermasyarakat…... 44

5. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara... 48

6. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Sebagai Mata Pelajaran Pendidikan Nilai... 53

7. Landasan Filosofis Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Sebagai Mata Pelajaran... 55

C. Penghayatan Nilai-Nilai Ajaran Agama tentang Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara... 59

1. Pengertian Nilai dan Sumber Nilai... 59

(6)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Psikologis... 61

4. Ajaran Agama Islam tentang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara... 62

5. Peran Pendidikan Agama dalam Memperkuat Nasionalisme... 70

6. Nasionalisme dalam Islam... 73

D. Sikap Nasionalisme... 77

1. Sikap...………... 77

2. Nasionalisme... 79

3. Pembelajaran Sejarah dan Pembentukan Sikap Nasionalisme... 103

4. Hubungan Ideologi Pancasila dan Sikap Nasionalisme... 106

E. Penelitian Terdahulu... 108

F. Kerangka Pemikiran... 113

1. Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah (X1) terhadap Sikap Nasionalisme (Y) ... 113

2. Kontribusi Penghayatan Ideologi Pancasila (X2) terhadap Sikap Nasionalisme(Y)... 114

3. Kontribusi Penghayatan Nilai-nilai Agama Islam tentang Kehidupan ... Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara (X3) terhadap Sikap Nasionalisme (Y)... 114

4. Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah (X1), Penghayatan Ideologi Pancasila(X2) dan Penghayatan Nilai-nilai Agama (X3) terhadap Sikap Nasionalisme... 115

G. Hipotesis... 117

BAB III METODE PENELITIAN... 118

A. Lokasi Populasi dan Sampel Penelitian... 118

1. Lokasi, Populasi Penelitian... 118

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 118

B. Paradigma, Desain, Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian... 120

1. Paradigma dan Desain Penelitian... 120

D. Hasil Uji Coba Instrumen... 138

E. Hasil Uji Asumsi... 141

(7)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 144

A. Hasil Penelitian... 144

1. Deskripsi Data Penelitian... 144

2. Matrik Korelasi antar Variabel... 165

B. Pengujian Hipotesis... 167

1. Pengujian Hipotesis Pertama... 167

2. Pengujian Hipotesis Kedua... 168

3. Pengujian Hipotesis Ketiga... 168

4. Pengujian Hipotesis Keempat... 169

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 172

1. Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah terhadap Sikap Nasionalisme... 172

2. Kontribusi Penghayatan Ideologi Pancasila terhadap Sikap Nasionalisme... 178

3. Kontribusi Penghayatan Nilai-nilai Agama terhadap Sikap Nasionalisme... 188

4. Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Penghayatan Nilai-nilai Agama terhadap Sikap Nasionalisme... 192

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 194 A. Kesimpulan... 194

B. Implikasi... 195

C. Rekomendasi... 197

DAFTAR PUSTAKA... 202

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 216

ix

(8)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mohamad Na’im, 2013. KONTRIBUSI APRESIASI PEMBELAJARAN SEJARAH, PENGHAYATAN IDEOLOGI PANCASILA DAN NILAI-NILAI AGAMA TERHADAP SIKAP NASIONALISME (Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember). Program Studi Pendidikan IPS, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Promotor: Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. Ko-Promotor Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd. MA, Anggota, Prof. Dr. H. Asmawi Zainul, M.Ed.

Sikap nasionalisme siswa SMA/MA saat ini rendah dan menghawatirkan. Hal ini diindikasikan oleh sering terjadinya tawuran antar kelompok remaja, pertikaian antar etnis, antar kelompok agama dll, dimana mayoritas pelakunya adalah anak remaja. Perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji lebih jauh bagaimana peran pembelajaran Sejarah, PKn dan juga Pendidikan Agama dalam membangun karakter dan menumbuhkembangkan sikap nasionalisme. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji ada tidaknya kontribusi yang signifikan dari apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif dengan Concurrent embedded strategy, yakni campuran yang tidak seimbang atau

dikenal juga dengan “ the dominant-less dominant design”. Penggunaan kombinasi

kuantitatif dan kualitatif akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik. Bagian pertama dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitiannya adalah penelitian korelasional, yakni mencari hubungan antar variabel. Variabel yang diteliti meliputi apresiasi pembelajaran sejarah sebagai variabel bebas pertama (X1), penghayatan ideologi Pancasila sebagai variabel bebas kedua (X2),

penghayatan nilai-nilai agama sebagai variabel bebas ketiga (X3) dan sikap

nasionalisme sebagai variabel terikat (Y). Metode pengumpulan data dengan kuesioner dan dilengkapi dengan wawancara dan observasi. Data kuantitatif diperoleh dari sampel yang dipilih secara random dengan teknik undian. Pengumpulan data kualitatif dikumpulkan berdasarkan sampel purposive dan snowball. Data kuantitatif yang telah terkumpul dianalisis dengan statistik dan data kualitatif dianalisis secara deskriptif kualitatif.

(9)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Mohamad Na'im, 2013. THE CONTRIBUTION OF APPRECIATION OF HISTORY INSTRUCTION, MANIFESTATION OF PANCASILA IDEOLOGY, AND MANIFESTATION OF RELIGIOUS VALUES TO NATIONALISM ATTITUDE (Research to the Students of Madrasah Aliyah in the Regency of brawl among youth groups, inter-ethnic conflicts, inter religious groups, etc., in which the majority of the perpetrators are teenagers. Research is needed to examine further the role of instruction in History, Civics and Religious teaching in building character and cultivation of nationalism attitude. The purpose of this study was to examine whether there is a significant contribution of appreciation of history instruction, manifestation of Pancasila ideology and manifestation of religious values to nationalism attitude.

This study used two approaches, quantitative and qualitative approaches with

Concurrent embedded strategy / unbalanced mixture or also known as "the dominant-less dominant design". The combination of quantitative and qualitative approach would

be able to gain a better understanding. The first part of this study used a quantitative approach. The design of the research was correlational research, the search for relationships between variables. Variables which were examined included the appreciation of History instruction as the first independent variable (X1), manifestation of Pancasila ideology as the second independent variable (X2), manifestation of religious values as the third independent variable (X3) and nationalism attitude as the dependent variable (Y). Questionnaire was used for data collection method complemented with interviews and observation. Quantitative data was obtained from a randomly selected sample with lottery technique. Qualitative data was collected using on purposive and snowball sampling. Quantitative data that had been collected was analyzed statistically while the qualitative data was analyzed descriptive qualitatively.

(10)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(11)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi penelitian ini, meliputi: 1) beberapa indikasi rendahnya sikap nasionalisme dan penghayatan ideologi Pancasila para generasi muda dan bahayanya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara; 2) tantangan hidup berbangsa dan bernegara di era globalisasi yang makin kompleks; 3) perlunya mensinergikan pendidikan sejarah, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama dalam membangun sikap nasionalisme; 4) kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Lebih lanjut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Beberapa Indikasi Rendahnya Sikap Nasionalisme dan Penghayatan Ideologi

Pancasila Para Generasi Muda dan Bahayanya Bagi Kehidupan Berbangsa

dan Bernegara

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, sehat, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No. 20 Th. 2003). Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa

(12)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menumbuhkembangkan sikap nasionalisme atau jiwa patriotik dan cinta tanah air serta bertakwa, merupakan keharusan, bagi setiap warga negara, maka perlu ditanamkan sejak kecil pada setiap diri generasi penerus. Dalam penanaman nilai-nilai semacam ini, lembaga pendidikan memiliki peranan penting, karena di sinilah terjadi proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai tersebut, yang dilakukan melalui materi pelajaran, terutama melalui materi sejarah, pendidikan kewarganegaraan serta pendidikan agama.

Ditinjau secara psikologis, masa remaja merupakan masa mulai memikirkan tentang hal-hal yang benar dan yang tidak benar, tentang norma-norma untuk membimbing tingkah lakunya, dan mensintesiskan nilai-nilai yang diperoleh, berikut memilih nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang dipilih sering berubah-ubah, pada masa remaja tersebut merupakan masa mencari jati diri (Soesilowindradini, 2003;

Megawangi, 2004; Atkinson, 2003). Kondisi yang demikian mudah dipengaruhi, sebab nilai-nilai yang dianutnya belum begitu kuat melekat dalam sanubarinya. Menurut Furter (1989:57), masa remaja merupakan masa mengerti nilai-nilai dan terjadi proses internalisasi, nilai tersebut dijadikan sebagai nilai-nilai pribadi. Nilai-nilai inilah yang membimbing individu dalam menentukan aktivitas dan tujuan yang ingin dicapainya (Hurlocks, 1976; Atkinson; 2003). Berbahaya jika kondisi lingkungan sosialnya kurang mendukung untuk penanaman nilai-nilai yang positif, yakni nilai yang sesuai ideologi Pancasila dan nilai- nilai agama.

Masa SMA atau masa remaja merupakan masa bergolak, juga merupakan suatu masa siap menerima nilai-nilai, sehingga nilai-nilai tersebut sangat tepat jika ditanamkan pada saat ini. Hal yang dimaksud menyangkut nilai-nilai moral, disiplin, nilai patriotisme dan nasionalisme, yang dapat ditanamkan melalui lembaga pendidikan, keluarga dan masyarakat (Wirojoedo, 1986; Desmita, 2009). Masa remaja merupakan masa yang paling strategis untuk menanamkan nilai-nilai, sehingga terbentuk kepribadian yang mantap, memiliki rasa kebangsaan yang tinggi,

(13)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

cinta tanah air, kemantapan ideologi serta rela berkorban untuk bangsa dan negaranya.

Menurut Heru (2009: 2) pemahaman dan penghayatan Pancasila di kalangan pelajar penting, mengingat Pancasila sebagai ideologi bangsa merupakan salah satu falsafah yang mengikat persatuan bangsa. Pancasila juga merupakan salah satu dari empat pilar wawasan kebangsaan, selain pemahaman terhadap Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keragaman budaya. Pancasila merupakan identitas Bangsa Indonesia serta nilai-nilainya sebagai landasan dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara yang modern (Darmaputera, 1997: 5).

Berkurangnya pemahaman terhadap ideologi Pancasila berdampak pada menipisnya rasa nasionalisme, yang sudah mulai terlihat beberapa waktu terakhir. Maraknya pertikaian antar remaja dan perkelahian antar etnis atau antar kelompok

masyarakat merupakan salah satu tanda menipisnya rasa nasionalisme. Sebagaimana ditegaskan oleh Azra (2009: 61) kerusuhan - kerusuhan massal di Indonesia merupakan bukti sebuah kemunduran nasionalisme.

(14)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kelangsungan hidup bangsa, mengembangkan potensi bangsa dan mencegah hal-hal yang dapat membahanyakan eksistensi bangsa.

Rendahnya sikap nasionalisme generasi muda, sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa dan negara, serta dapat menuju ke ambang kehancuran, karena generasi mudalah sebagai generasi penerus bangsa, maka perlu segera diatasi.

Merosotnya nasionalisme sangat berbahaya karena nasionalismelah yang mampu menghimpun kekuatan, ketetapan hati untuk membangun bangsa dan negaranya (Barbara, 1982: 37). Nasionalisme mampu menciptakan kohesi dan loyalitas di antara individu yang berpartisipasi dalam sistem yang berskala besar (Eriksen, 1993: 104). Nasionalisme menjadi daya dorong dalam memperjuangkan cita-cita bersama (Abdullah, 2001: 51). Suatu negara akan runtuh apabila nasionalisme lemah dan integrasi nasionalnya mengalami gangguan. Sebagai

contoh, pada tahun 1988 Uni Soviet yang merupakan negara super power runtuh karena nasionalisme dan integrasi nasionalnya lemah (Iriani, 1992: 30). Hal ini memberikan gambaran yang cukup jelas dan dapat dijadikan pelajaran, betapa pen-tingnya membangun dan menumbuhkembangkan sikap nasionalisme generasi muda.

(15)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kurangnya pemahaman dan penghayatan nilai-nilai perjuangan yang telah dilakukan para pahlawan kemerdekaan pada beberapa kelompok siswa, tampak pada saat melakukan upacara bendera setiap hari Senin dan upacara peringatan hari besar nasional. Mengikuti upacara dengan tidak serius, kesannya malas, tidak bergairah, mengikuti upacara dengan terpaksa. Kurang menghormati lambang negara, identitas bangsa, seperti pada saat penghormatan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambil bergurau. Hal ini menunjukkan indikasi kemerosotan sikap nasionalisme, kesetiakawan sosial yang makin menipis, serta melemahnya budaya gotong royong di kalangan pelajar, bahkan yang berkembang adalah individualisme. Kondisi seperti ini, perlu segera diatasi, karena berbahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mata pelajaran yang erat kaitanya dengan penanaman nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan

nasionalisme adalah Pendidikan kewarganegaraan (PKn), Sejarah dan Pendidikan agama, maka memiliki posisi strategis untuk menumbuhkembangkan sikap nasionalisme.

2. Tantangan Hidup Berbangsa dan Bernegara Di Era Globalisasi yang Makin

Kompleks

(16)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ancaman disintegrasi bangsa, dan (6) melemahnya kemandirian bangsa (Pemerintah RI, 2010: xix).

Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersumber dari budaya Indonesia telah menjadi ideologi dan pandangan hidup. Pancasila merupakan ideologi negara dan sebagai dasar negara. Pancasila sebagai pandangan hidup mengandung makna bahwa hakikat hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dijiwai oleh moral dan etika yang dimanifestasikan dalam sikap perilaku dan kepribadian manusia Indonesia. Idealnya diwujudkan dalam melakukan hubungan manusia dengan yang maha pencipta, dan hubungan antara manusia dengan manusia, serta hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Namun dalam kehidupan masyarakat prinsip tersebut tampak belum terlaksana dengan baik. Kekerasan, korupsi, kolusi, dan nepotisme masih belum dapat diatasi. Masalah

tersebut muncul karena belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila (Suprapto, 2010: 7). Pada era reformasi terdapat keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila. Belum ada lembaga khusus yang mampu secara optimal memasyarakatkan nilai-nilai ideologi Pancasila ke seluruh lapisan masyarakat. Pancasila sebagai landasan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Akibatnya, penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai wahana dan sarana membangun jati diri dan karakter bangsa, meningkatkan komitmen terhadap NKRI serta menumbuhkembangkan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia belum optimal. Oleh karena itu, pewujudan nilai-nilai esensi Pancasila pada semua lapisan masyarakat Indonesia perlu didukung perangkat kebijakan terpadu dan regulasi yang mampu memandu dalam rangka nation and character

building (Winataputra, 2012; 249). Mengoptimalkan peran lembaga pendidikan

(17)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Salah satu pengaruh negatif globalisasi adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pergeseran nilai sangat nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti makin memudarnya nilai solidaritas sosial, toleransi, kekeluargaan, musyawarah mufakat, sopan santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air. Kasus korupsi masih banyak terjadi, identitas dan kepentingan kelompok/golongan cenderung ditonjolkan. Ruang publik yang yang mustinya dimanfaatkan bersama, dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang berkepanjangan. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali dibarengi dengan tindakan anarkis, melanggar hukum, merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang Negara yang seharusnya dijunjung dan dihormati

(Sukadi, 2011; Zamroni, 2007). Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta rendahnya nasionalismenya, maka masih perlu ditingkatkan.

(18)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Indonesia, terutama kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar masyarakat Indonesia dapat menyerap budaya asing yang positif dan tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa sehingga tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia. Globalisasi menjadi tantangan sekaligus dapat menjadi ancaman jika tidak dapat mencari solusinya (Sumaryati, 2010; Pemerintah RI, 2010).

Disintegrasi bangsa merupakan ancaman dan gangguan serius terhadap kedaulatan negara, keselamatan bangsa, dan keutuhan wilayah NKRI. Hal ini terkait banyak aspek diantaranya adalah belum kuatnya nasionalisme dan jati diri setiap warganegaranya. Pemahaman masalah multikulturalisme yang kurang tepat dan menonjolnya etnosentrime dapat berdampak munculnya gerakan separatis dan

konflik horisontal (Warsono, 2004: Azra, 2006). Selain itu, belum meratanya hasil pembangunan antar daerah, primordialisme yang tak terkendali dan dampak negatif implementasi otonomi daerah cenderung mengarah kepada terjadinya berbagai permasalahan di daerah yang belum teratasi mempercepat proses disintegrasi bangsa (Siregar dan Fitriani, 2006: 246).

(19)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

permasalahan yang dihadapi bangsa ini dengan semangat nasionalisme serta menerapkan nilai-nilai ideologi Pancasila secara optimal.

Pada masa pembangunan sekarang ini membangun manusia Indonesia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial percaya diri, memiliki rasa persatuan dan kesatuan, kesadaran berbangsa dan bernegara serta kerelaan berkorban untuk bangsa dan Negara itu sangat penting. Hal ini karena tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia makin berat dan kompleks. Juga karena kemajuan jaman, arus globalisasi dan kecanggihan teknologi informasi, pengaruh dari luar negeri makin kuat. Ada pengaruh positif dan negatif. Sisi negatifnya antara lain, berkembang individualisme, konsumerisme, melunturnya nilai-nilai agama dll,. harus segera diatasi (Zamroni, 2007: 6). Perubahan multi dimensional di satu pihak menggembirakan, di pihak lain

memprihatinkan. Ada kecenderungan nilai-nilai barat mendesak nilai-nilai ketimuran. Makin meluasnya perkembangan individualisme, sedangkan gotong royong makin memudar (Soemitro, 2001: 72).

(20)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terbingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, kondisi seperti ini perlu segera diatasi melalui berbagai pendekatan atau pendekatan terpadu. Salah satu pendekatan dalam rangka penguatan kembali rasa kebangsaan adalah dengan mengoptimal fungsi pendidikan agama (Yusuf, 2007: 5). Posisi pendidikan agama sangat stategis karena keyakinan nilai -nilai agama menjadi landasan individu dalam bersikap dan berprilaku dengan penuh keikhlasan, hanya mengharap keridaan Allah, bahka nyawapun dipertaruhkan demi keyakinannya tersebut.

Kondisi di atas sudah selayaknya menjadi bahan pemikiran, agar tidak menjadi kehilangan arah, dan pegangan dalam hidup masyarakat berbangsa dan bernegara. Pemantapan ideologi Pancasila sangat diperlukan sebab ideologi memberikan pedoman perilaku, pandangan hidup, arah dan tujuan hidup ini. Ideologi akan mantap jika dibarengi dengan mantapnya pemahaman dan penghayatan

nilai-nilai ideologi tersebut. Di SMA upaya kearah pemantapan ideologi Pancasila telah dilakukan, melalui kegiatan intrakurikuler yaitu melalui mata pelajaran PKn, sejarah nasional dan mata pelajaran lain. Banyak yang menilai hasilnya kurang memuaskan. Menurut Riberu (2004: 5), banyak kalangan atau khalayak yang belum puas dengan pelaksanaan PKn yang cenderung kurang menarik minat siswa. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran PKn secara nasional tahun 2007 yang dilakukan oleh Balitbang Puskur Kemendiknas, hasilnya belum menggembirakan dan masih belum optimal. Setelah dilakukan uji kompetensi masih banyak sekolah yang pencapaian ketuntasannya di bawah 85%. Sikap dan perilaku siswa belum seperti yang diharapkan, belum mencerminkan nilai-nilai yang yang terkandung dalam Pancasila (Depdiknas, 2007: 23). Menunjukan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

(21)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bangku sekolah dan di masyarakat. Menurut Guru Besar UNHAS ini, pada era reformasi ini, pengenalan dan pengajaran nilai-nilai luhur Pancasila melalui sektor pendidikan tidak sekental pada periode sebelumnya. Padahal, penting untuk merekatkan persatuan bangsa. Terjadinya konflik horizontal, merupakan cerminan dari lunturnya "roh" Pancasila di masyarakat. Sudah saatnya pemerintah selaku pengambil kebijakan memikirkan kembali untuk membumikan nilai-nilai luhur Pancasila (Kompas,1-10-2010). Menurut Djaharuddin (2010: 5), Pancasila sekarang cenderung dipinggirkan, membuat perilaku masyarakat akhir-akhir ini semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila harus dilestarikan. Menurut Anggraini (2010: 98) lunturnya nilai-nilai Pancasila berarti memudarnya karakter bangsa dan cenderung menunjukkan hilangnya jati diri bangsa. Kondisi bangsa dan negara ini seakan berjalan menuju lubang kubur yang telah digali sendiri di tengah

arus globalisasi. Jika tidak segera diatasi maka NKRI akan runtuh. Tantangan yang kompleks ini mendesak untuk diatasi atau dicarikan solusi.

3. Perlunya Mensinergikan Pendidikan Sejarah, Pendidikan Kewarganegaraan

dan Pendidikan Agama dalam Membangun Sikap Nasionalisme

(22)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

moyangnya. Kebesaran yang dicapai Melayu, Sriwijaya, Mataram, kebesaran jaman Sendok, Erlangga serta kebesaran Mojopahit. Selaras dengan pandangan Kahin (1995: 50), bahwa kejayaan masa lalu akan mendasari kebanggan komunitas dan lebih lanjut akan mendasari perkembangan nasionalismenya. Nasionalisme adalah produk dari pemahaman dan pengahayatan sejarah bangsanya, maka sudah seharusnya, generasi penerus yang melestarikannya, sebagai modal dasar untuk membangun bangsa sesuai dengan tuntutan zaman (Tosh, 2002; Grosby, 2005).

Pendidikan tentang ideologi Pancasila yang terdapat dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang bercirikan cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) berpikir secara kritis analitis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; 3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk jati diri berdasarkan karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain; 4) berinteraksi secara baik dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia (Depdiknas, 2006a: 231). Bertujuan juga, agar siswa memahami, menghayati dan mengamalkan sila-sila dalam Pancasila dalam perilaku sehari-hari (Depdiknas, 2004: 8).

(23)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

membangun dan memperkuat: 1) Nasionalisme, universalisme, respek terhadap hak azazi manusia. 2) Pluralisme dan multikulturalisme (Yusuf, 2007: 11). Nilai-nilai agama merupakan acuan utama yang membawa setiap individu ke kehidupan yang bermoral (Lickona, 2012: 64). Nilai-nilai yang bersumber dari keagamaan selama ini terbukti menjadi sumber nilai yang memperkokoh pertimbangan dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku dalam masyarakat (Al-Muchtar, 2001: 3).

Pendidikan agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Agama merupakan tata nilai, pedoman, pembimbing dan pendorong manusia untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan sempurna. Bagi bangsa Indonesia agama merupakan tenaga penggerak yang sangat tinggi nilainya diperlukan untuk menciptakan persatuan dan budaya bangsa. Pendidikan Agama adalah pembinaan rasa dan tindak kemanusiaan yang adil dan beradab, maka pemahaman yang tepat dan benar tentang nilai-nilai agama diperlukan untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa (Feisal, 2005: 27). Sebaliknya jika pemahaman dan penghayatan nilai-nilai agama yang salah akan menjadi generasi yang merusak, menjadi kelompok yang radikal bahkan lebih jauh dapat menjadi seorang teroris.

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat digaris bawahi bahwa mata pelajaran sejarah, PKn dan pendidikan agama berpeluang dan dapat dioptimalkan proses dan perannya dalam membangun sikap nasionalisme peserta didik secara sinergi.

4. Kesenjangan antara Harapan dan Kenyataan

(24)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sendiri, apabila pendidikan dilakukan berulang kali secara baik dan benar (Wiriaatmadja, 1993: 102). Jelaslah bahwa pengajaran sejarah memiliki posisi yang cukup strategis asal dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Akhir-akhir ini ada beberapa permasalahan berkaitan dengan pembelajaran sejarah, yakni ada kecenderungan kelompok siswa tertentu kurang begitu tertarik dan berminat terhadap pengajaran sejarah bahkan cenderung meremehkan. Hal ini tidak terlepas dari adanya persepsi bahwa pelajaran sejarah tidak sepenting pelajaran matematika atau fisika yang berkaitan langsung dengan tuntutan kebutuhan teknologi di era global (Zamroni, 2007: 6). Sering terdengan isu-isu adanya kemerosotan minat terhadap pembelajaran sejarah, adanya keluhan bahwa pembelajaran sejarah tidak menarik dan membosankan karena merupakan mata pelajaran hafalan. Ada juga isu adanya semangat kebangsaan dan patriotisme generasi muda makin mengendor yang sebenarnya berbahaya bagi integrasi dan ketahanan nasional (Suryo, 1999; Lu’aili, 2008).

Kurangnya penghargaan terhadap pembelajaran sejarah banyak dirasakan para guru mata pelajaran sejarah. Pada umumnya suasana kelas pada saat pembelajaran sejarah berlangsung, siswa banyak yang berwajah muram, lesu dan murung. Sikap dan perilaku yang kurang terpuji sering dilakukan pada saat pembelajaran (Umamah, 2007: 89). Partisipasi siswa rendah, banyak siswa menganggap bahwa mengikuti pelajaran hanya sekedar rutinitas belum diiringi kesadaran akan arti penting mempelajari sejarah. Akibatnya, siswa kurang berpartisipasi, kurang terlibat dan tidak memiliki inisiatif serta kontribusi baik secara intelektual maupun emosional dalam pembelajaran (Sumiyanto, 2008: 9). Masih ada yang memandang mata pelajaran sejarah bukanlah mata pelajaran yang penting, tidak menyenangkan, sebagai mata pelajaran yang dianggap antik dan dibuang sayang (Hasan, 2012: 60). Berarti ada indikasi apresiasi siswa terhadap pembelajaran sejarah rendah. Masih ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

(25)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

nilai-nilai Pancasila sehingga mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sebagai mana yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran PKn tahun 2007 oleh Balitbang Puskur masih banyak yang ketuntasannya di bawah 85%, berarti masih ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Sementara itu, Pendidikan Agama diharapkan memiliki peran yang amat penting dalam mewujudkan suatu kehidupan yang damai dan bermartabat. Bagi bangsa Indonesia agama merupakan tenaga penggerak yang sangat tinggi nilainya diperlukan untuk menciptakan persatuan dan budaya bangsa. Pemahaman yang tepat dan benar tentang nilai-nilai agama diperlukan untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa (Faisal, 2005: Taher, 2003), tetapi dalam praktiknya, ada indikasi belum berperan optimal, sehingga masih ada kesenjangan antara harapan dengan kenyataan.

Gambaran kondisi pembelajaran sejarah, PKn dan Pendidikan Agama, di atas, menimbulkan banyak pertanyaan. Sejauh mana siswa menerima, merespons, memberi penghargaan serta penghayatannya terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah atau apresiasinya terhadap pembelajaran sejarah? Apakah telah tercapai mata pelajaran PKn, Sejarah dalam membangun sikap nasionalisme? Apakah pendidikan agama berperan dalam membangun kesadaran dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Untuk membuktikan dan mengetahui lebih jauh tentang hal ini perlu diadakan penelitian.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

1. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

(26)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat dirinci pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:

1. Apakah ada kontribusi signifikan apresiasi pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme ?

2. Apakah ada kontribusi signifikan penghayatan ideologi Pancasila terhadap sikap nasionalisme ?

3. Apakah ada kontribusi signifikan penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme ?

4. Apakah ada kontribusi signifikan apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama secara bersama-sama terhadap sikap nasionalisme ?

2. Identitifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini meliputi: Variabel X1 adalah

apresiasi pembelajaran sejarah. Variabel X2 adalah penghayatan ideologi Pancasila.

Variabel X3 adalah penghayatan nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Variabel Y adalah sikap nasionalisme.

Apresiasi pembelajaran sejarah berkedudukan sebagai variabel bebas atau

(27)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya, serta dilengkapi dengan observasi dan wawancara.

Penghayatan ideologi Pancasila berkedudukan sebagai variabel bebas kedua atau independent variable yang kedua (X2), yang dimaksud penghayatan ideologi

Pancasila adalah penghayatan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila. Meliputi Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Data variabel penghayatan ideologi Pancasila dikumpulkan dengan menggunakan angket penghayatan ideologi Pancasila yang dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya, serta dilengkapi dengan observasi dan wawancara.

Penghayatan nilai-nilai agama berkedudukan sebagai variabel bebas ketiga atau independent variable yang ketiga (X3), yang dimaksud penghayatan nilai-nilai

agama meliputi nilai-nilai ajaran agama Islam tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Meliputi: nilai toleransi, kerukunan, kelembutan dan kebaikan, kerjasama dan kekompakan, ketaatan, keadilan, kejujuran, permusyawaratan, kesetaraan/ persamaan hak dan kewajiban, perjuangan dan kecintaan pada tanah air. Data variabel ini dikumpulkan dengan angket nilai-nilai ajaran agama Islam tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya, serta dilengkapi dengan observasi dan wawancara.

Sikap nasionalisme berkedudukan sebagai variabel terikat atau dependent

variable (Y). Dalam penelitian ini yang dimaksud sikap nasionalisme adalah

(28)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji tingkat apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila, penghayatan nilai-nilai agama dan sikap nasionalisme siswa Madrasah Aliyah se-Kabupaten Jember.

2. Untuk mengkaji kontribusi dan signifikansi apresiasi pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme .

3. Untuk mengkaji kontribusi dan signifikansi penghayatan Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terhadap sikap nasionalisme.

4. Untuk mengetahui kontribusi dan signifikansi penghayatan nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terhadap sikap nasionalisme.

5. Untuk mengetahui kontribusi dan signifikansi apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama secara bersama-sama terhadap sikap nasionalisme.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

(29)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam konteks ini adalah ideologi Pancasila maka secara teoritik akan terbentuklah sikap dan perilaku yang sesuai dan selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tersebut (Thomson, 1994: 133). Diharapkan pada akhirnya tercapailah tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Larrain, 1996: 2). Nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan landasan yang sangat kuat dalam bersikap dan berperilaku karena diyakini ajaran agama tersebut sebagai kewajiban yang harus dilakukan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Darajat, 1984: 49).

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pihak-pihak yang terkait dalam mengambil kebijakan pendidikan pada umumnya dan khususnya guru sejarah. Setelah mengetahui tingkat apresiasi pembelajaran sejarah siswa maka diambil langkah-langkah berdasarkan kondisi riil yang ada pada diri siswa. Jika apresiasi siswa sangat rendah, maka perlu diambil langkah, memberikan pemahaman dan menekankan arti penting, fungsi dan manfaat pembelajaran sejarah bagi diri siswa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Akan lebih bagus lagi, jika, arti penting, fungsi dan manfaat pembelajaran sejarah, dimasukkan menjadi salah satu kompetensi dasar dalam kurikulum mata pelajaran sejarah. Jika masih rendah pada kawasan penghayatan nilai nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah maka perlu diambil langkah memberikan pemahaman dan pengayaan cara menelaah/mengkaji nilai-nilai yang terkandung pada setiap materi pembelajaran sejarah yang dipelajarinya.

(30)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masukan bahwa upaya menumbuh kembangkan sikap nasionalisme dapat dilakukan juga melalui peningkatan apresiasi pembelajaran sejarah.

b. Setelah diketahui tingkat penghayatan siswa terhadap ideologi Pancasila, yakni Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dapat memberi kontribusi kepada pihak yang terkait khususnya guru PKn, Jika sudah baik maka perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi tingkat penghayatan nilai-nilai ideologi Pancasila tersebut. Jika tingkat penghayatannya masih rendah maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut, faktor-faktor yang menyebabakan rendahnya penghayatan nilai-nilai ideologi Pancasila tersebut dan dicarikan solusinya. Dapat juga sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dan lembaga pendidikan, sehingga dapat diambil langkah yang tepat dan sinergi antara pengambil kebijakan dan pelaksananya yakni antara pemerintah, lembaga pendidikan/sekolah dan guru pengajarnya. Diharapkan setelah diketahui kontribusi dan signifikansi penghayatan ideologi Pancasila terhadap sikap nasionalisme, maka dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah, dunia pendidikan khususnya untuk pengajar tentang perlunya peningkatan penghayatan ideologi Pancasila. Perlu memberikan persentase yang lebih besar lagi materi ideologi Pancasila dalam kurikulum mata pelajaran PKn, agar dapat berperan maksimal untuk meningkatkan sikap nasionalisme siswa.

(31)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

langkah-langkah yang tepat untuk meningkatakan penghayatan tersebut. Setelah nanti diketahui kontribusi dan signifikansi penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme maka dapat digunakan sebagai bahan masukan, bahwa meningkatkan sikap nasionalisme siswa dapat melalui peningkatan penghayatan nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perlu menambahkan materi-materi agama yang dapat menumbuhkembangkan sikap nasionalisme. Upaya meningkatkan sikap nasionalisme dapat diperkokoh melalui pendidikan agama.

(32)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode penelitian yang meliputi: 1) penentuan lokasi, populasi dan teknik menentukan sampel penelitian; 2) desain dan langkah-langkah penelitian, metode pengumpulan data dan penyusunan instrumen penelitian; 3) metode analisis data.

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi dan Populasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Madrasah Aliyah se-Kabupaten Jember. Populasinya adalah seluruh siswa kelas XII IPS Madrasah Aliyah se-Kabupaten. Jumlah Madrasah Aliyah Swasta yang terakreditasi se-Kabupaten Jember sebanyak 13 sekolah yaitu: 1) MA Miftakhul Ulum; 2) MA Miftakhul Ulum Suren; 3) MA Ma’arif Ambulu; 4) MA Ma’arif Jenggawah; 5) MA Ma’arif Kencong; 6) MA Muhammadiyah; 7) MA Riyadlus Solikhin; 8) MA Ashri; 9) MADarussolah; 10) MA Al-Hidayah; 11) MA Al-Amin; 12) MA Alqodiri; 13) MA Wahid Hasyim dengan jumlah total siswa Kelas XII IPS sebanyak 699 siswa. Madrasah Aliyah Negeri di Jember sebanyak 3 Sekolah yaitu: MAN 1 Jember; 2) MAN 2 Jember; MAN 3 Jember, dengan jumlah total siswa kelas XII IPS sebanyak 322. Jumlah total siswa kelas XII IPS dari MA negeri dan swasta sebanyak 1021 siswa (Kemenag. Kab. Jember, 2013).

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah

Proporsional random sampling yakni pengambilan sample secara acak dengan

teknik undian dengan mempertimbangkan proporsinya antara siswa kelas XII IPS dari MAN dan MA Swasta se-Jember. Sampel yang dimaksud adalah siswa kelas XII

(33)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

IPS MA Negeri dan Swasta se-Kabupaten Jember yang dipilih secara acak dengan teknik undian.

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian antar para ahli berbeda. Menurut Ary, Jacobs&Rezavieh (1979:198), tidak ada ketentuan yang mengharuskan, berapa jumlah sampel yang dipakai, prinsipnya adalah yang penting representatif, mencerminkan karakteristik populasi. Makin besar suatu sampel makin besar

kemungkinan mendekati karakteristik populasi. Dianjurkan 10-20 % dari populasi yang terjangkau. Sementara Issac dan Michael (2007) dalam tabelnya menetapkan responden jika sebanyak 1100 jumlah sampelnya pada taraf signifikansi 0,01 sebanyak 414 dan pada taraf signifikansi 0,05 sebanyak 265.

Dalam penelitian ini Jumlah sampelnya peneliti tetapkan 40 % dari total populasi (Jumlah siswa kelas XII) IPS MA se-Kabupaten Jember yaitu sebanyak 1021 x40 %= 408 siswa. Dipilih secara random dengan teknik undian. Untuk sumber data kualitatif dilakukan dengan teknik purposive dan snawball.

Secara rinci Responden Penelitian dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 3.1. Data Populasi dan Sampel

No. Nama Sekolah Populasi Sampel

1. Madrasah Aliyah Negeri I 121 48

2. Madrasah Aliyah Negeri 2 139 56

3. Madrasah Aliyah Negeri 3 125 50

(34)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 15. Madrasah Aliyah Alqodiri Jember 36 14

Jumlah 1021 408

Sumber: Kemenag. Kab. Jember, 2013.

Responden dipilih kelas XII, baik siswa putra maupun putri, karena

pertimbangan psikis. Secara psikis, siswa kelas XII telah cukup menyerap materi pelajaran sejarah, materi pembelajaran agama maupun PKn. Memilih MA se-Kabupaten Jember dengan pertimbangan sifat-sifat yang relatif sama. Beberapa kesamaan yang di maksud, antara lain adalah: (1) seluruh populasi adalah siswa dari

Madrasah Aliyah, hal ini berarti dalam kegiatan belajar mengajar dan bentuk layanan sekolah kepada seluruh siswa antara sesama sekolah relatif tidak berbeda; (2) dari segi sarana, preasarana relatif sama; (3) dari segi pembinaan, seluruhnya dibina secara langsung oleh Kementrian Agama Kabupaten Jember. Berarti ada kesamaan dan kesatuan langkah dan gerak dalam pembinaan, baik kurikulum yang berlaku maupun kebijaksanaan yang diterapkan; (4) segi latar belakang sosial ekonomi siswa-siswi antar MA relatif sama, kesamaan latar belakang sosial ekonomi ini berkaitan dengan pola kehidupan dan nilai-nilai yang dianutnya; (5) segi geografis, dalam satu ruang lingkup kabupaten yang sama, berarti ada persamaan perolehan informasi jika ada perubahan ketentuan atau pembaharuan pendidikan; (6) segi umur siswa rata-rata 17-18 tahun, berarti tingkat kematangan jiwanya relatif sama.

B. Paradigma, Desain, Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

1. Paradigma dan Desain Penelitian

Menurut Creswell (2009: 7) dan Sugiyono (20011: 398) setiap penelitian memiliki paradigma filosofis yang berfungsi sebagai landasan dalam melaksanakan

penelitian, apakah itu penelitian: 1) kuantitatif; 2) kualitatif; 3)campuran keduanya

(mixed). Penelitian kuantitatif mendasarkan diri pada filsafat positivisme yang

(35)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

variabel dalam penelitiannya. Penelitian kualitatif mendasarkan diri pada konstruktivisme, berpandangan tidak semua gejala dapat diamati dan diukur, gejala

mengandung makna harus diamati dan dirasakan. Makna adalah data di balik data yang tampak. Penelitian kualitatif diarahkan pada upaya untuk mengkonstruksikan gejala. Penelitian campuran (mixed) atau penggabungan antara kuantitatif dan kualitatif, paradigma filosofisnya adalah pragmatisme. Menurut Tashakkori &

Teddlie (2010: 16) pragmatisme sebagai landasan paradigma filosofis penelitian campuran berfokus pada masalah penelitian dan pemecahannya. Selanjutnya dipertegas oleh Creswell (2009: 16), Pragmatisme sebagai landasan filosofisnya, maka peneliti dapat dengan bebas melibatkan asumsi-asumsi kuantitatif dan kualitatif dalam penelitiannya. Setiap peneliti memiliki kebebasan memilih, metode, teknik, prosedur penelitian yang dianggap terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitiannya. Kebenaran adalah apa yang terjadi pada saat itu. Kebenaran tidak didasarkan pada dualitas antara kenyataan yang ada diluar pikiran atau dalam pikiran. Dalam penelitian yang penting adalah memahami dan memecahkan masalah penelitian dengan baik.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu Kuantitatif dan kualitatif

dengan strategi Embeded konkurent (Concurrent embeded strategy)/ Campuran yang tidak seimbang (Creswell, 2010: 321) atau dikenal juga dengan “ the dominant-less dominant design” (Creswell, 1994: 177). Dalam desain penelitian ini yang

primer (utama) adalah Kuantitatif yang sekunder (pelengkap) adalah kualitatif. Data

base sekunder kualitatif berperan sebagai pendukung dalam penelitian ini (Cresswell,

2010: 312). Penggunaan kombinasi kuantitatif dan kualitatif akan dapat memperoleh

pemahaman yang lebih baik (Cresswell, 2009; Sugiyono, 2011).

Bagian pertama dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan

kuantitatif. Rancangan penelitiannya adalah penelitian korelasional, yakni mencari

(36)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

meliputi apresiasi pembelajaran sejarah sebagai variabel bebas pertama (X1),

penghayatan ideologi Pancasila sebagai variabel bebas kedua (X2), penghayatan

nilai-nilai agama sebagai variabel bebas ketiga (X3) dan sikap nasionalisme sebagai

variabel terikat (Y). Menggunakan rancangan korelasional karena untuk mengetahui

kontribusi variabel X terhadap variabel Y, harus dianalisis terlebih dahulu korelasi

selanjutnya determinansi dan kontribusinya (Sudjana, 1992; Hadi, 2004).

Hubungan antar variabel terlihat dalam bagan di bawah ini: HUBUNGAN VARIABEL X1, X2, X3 DENGAN Y

Keterangan :

X1 = Apresiasi pembelajaran sejarah

X2 = Penghayatan Ideologi Pancasila

X3 = Penghayatan nilai-nilai agama

Y = Sikap nasionalisme

Strategi kombinasi Embeded konkurent (Concurrent embedded strategy) langkah langkahnya dapat divisualkan sebagai berikut:

X

1

X

2

X

3

Y

Korelasi: 1)X1 dengan Y 2)X2 dengan Y 3) X3 dengan Y

(37)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN STRATEGI KOMBINASI EMBEDED KONKURENT (CONCURRENT EMBEDDED STRATEGY)

(Creswell, 2009; Sugiyono, 2011)

Langkah-langkahnya secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: Penelitian ini berangkat dari masalah penelitian yang selanjutnya dirumuskan dalam bentuk rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Selanjutnya peneliti memilih teori untuk memperjelas masalah dan untuk merumuskan hipotesis, berikut menyusun instrumen penelitian. Setelah instrumen diuji validitas dan reliabilitasnya dan sudah dipastikan valid dan reliabilitasnya, maka digunakan untuk mengumpulkan data, guna menjawab rumusan masalah kuantitatif dan menguji hipotesis yang dirumuskan. Pengumpulan data kuantitatif (primer) dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data kualitatif (sekunder). Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yaitu kuesioner apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama. Pengumpulan data kualitatif dengan observasi dan wawancara. Data kuantitatif diperoleh dari sampel yang dipilih secara random dengan teknik undian. Pengumpulan data kualitatif dikumpulkan berdasarkan sampel purpusive dan snawball. Data kuantitatif yang telah terkumpul dianalisis

(38)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Data kuantitatif yang telah terkumpul dengan teknik pengumpulan data kuantitatif yakni kuesioner dan data kualitatif yang telah terkumpul dengan teknik

pengumpulan data kualitatif yakni observasi dan wawancara selanjutnya dianalisis untuk digabungkan dan dibandingkan, sehingga dapat ditemukan data kualitatif mana yang memperkuat, memperluas dan menggugurkan data kuantitatif. Jika ditemukan data kualitatif yang tidak selaras dengan data kuantitatif maka dapat dilakukan teknik

trianggulasi (metode, sumber, waktu) sehingga diperoleh kepastian data atau data yang akurat. Data kuantitatif yang bersifat deskriptif dan hasil pengujian hipotesis, berikut data kualitatif sebagai pelengkapnya selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan dilengkapi dengan data kualitatif. Selanjutnya data tersebut diberikan pembahasan sehingga hasil penelitian semakin lengkap, jelas dan mantap. Berdasarkan hasil analsis data dan pembahasan maka dirumuskan kesimpulan dan saran-saran (Creswell et al. dalam Thashakkori &Teddlie, 2010; Sugiyono, 2011).

2. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan tambahan sebagai pelengkap (kurang dominan), yang dominan pendekatan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang utama untuk mengumpulkan data tentang apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila, penghayatan nilai-nilai agama dan sikap nasionalisme menggunakan angket atau kuesioner. Dilengkapi metode wawancara dan observasi yang sifatnya kualitatif. Hal ini sesuai

(39)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

juga diterapkan dengan tujuan untuk memperkuat atau memperjelas serta mempertegas data yang diperoleh, sebagaimana yang diungkapkan oleh Singarimbun

(1995: 9), dalam penelitian kuantitatif yang menggunakan kuesioner kemudian diperkaya dengan wawancara dan observasi yang kualitatif, gambaran fenomena sosial sosial yang diperoleh akan semakin jelas. Untuk menguji keabsahan data kualitatif menggunakan triangulasi sumber dan metode (Patton, 1987: 331). Metode

pengumpulan data yang digunakan lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan responden yaitu tentang apresisasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila, penghayatan nilai-nilai agama dan sikap nasionalismenya. Jenis wawancara yang diterapkan adalah wawancara umum dengan pendekatan terarah, yang merupakan jalan tengah atau perpaduan antara wawancara bebas dan wawancara berstruktur atau dikenal dengan

the general interview approach (Patton, 1987: 109; Wiraatmadja, 1992: 149).

Wawancara dilakukan pada responden yang menjawab ekstrim atau yang dipandang perlu oleh peneliti untuk memvalidasi jawaban-jawaban responden sebelumnya yang telah diperoleh melalui kuesioner, dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik dan mendalam. Diharapkan memperoleh informasi tambahan yang lebih jelas dan mendalam.

Kelebihan wawancara ini baik untuk mengukur sikap dan isi hati yang memungkinkan penjajagan bagi peneliti serta dapat memberikan informasi yang matang dan mendalam (Turner & Johnson dalam Thashakkori &Teddlie, 2010: 277).

b. Observasi

(40)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian ada di lokasi penelitian, baik pada saat menyebarkan kuesioner maupun pada saat pembelajaran berlangsung atau kesempatan lain yang dipadang perlu oleh

peneliti dalam selang waktu yang tidak terlalu lama. Metode observasi juga diterapkan sebagai pelengkap dengan tujuan untuk memperkuat atau memperjelas serta mempertegas data yang diperoleh melalui kuesioner sebelumnya. Dalam melakukan observasi juga menggunakan pedoman observasi dalam bentuk rubrik

penilaian perilaku berbasis nilai/karakter formatnya mengikuti format dari dari Puskur Kemdiknas (Puskur, 2010: 23) Kelebihan metode obsevasi memungkinkan peneliti menyaksikan perbuatan subyek penelitian secara langsung dan memungkinkan pengukuran perilaku yang relatif obyektif (Turner & Johnson dalam Thashakkori &Teddlie, 2010: 283).

c. Kuesioner

Kuesioner sebagai metode pengumpulan data yang utama untuk mengumpulkan data tentang apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila, penghayatan nilai-nilai agama dan sikap nasionalisme. Bentuk kuesioner dijelaskan lebih lanjut dalam sub-bab instrumen penelitian. Alasan penggunaanya karena kelebihan kuesioner adalah baik untuk mengukur sikap, menggali motivasi, isi hati dari subyek penelitian dan mudah dilakukan serta validitas pengukurannya lumayan tinggi untuk kuesioner yang tersususun dan teruji baik (Turner & Johnson dalam Thashakkori &Teddlie, 2010: 275).

3. Definisi Operasional

(41)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

baik, bernilai dan menarik untuk dipilih sebagai pedoman perilaku maka diidam-idamkan, yang pada akhirnya memberikan kegembiraan dan kepuasan. Sedangkan

pembelajaran sejarah yang di maksud adalah: keseluruhan kegiatan belajar mengajar dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Data diperoleh menggunakan angket apresiasi pembelajaran sejarah, yang dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Indikatornya dan deskriptornya

meliputi: 1) menerima dan memberikan perhatian secara terseleksi: a) mau menerima keberadaannya; b) mau memberikan perhatian karena ada rasa tertarik: 2) setuju memberi respon: a) kepasifan inisiatif dalam memberikan respon; b) patuh melakukan aktivitas karena di wajibkan; 3)mau memberikan respon: a) ada kemauan pribadi dalam memberikan reapon; b) melakukan aktivitas didorong oleh minat, pemahaman dan atas dasar kesadaran; 4)merasa senang dan puas memberikan repon: a) ada kepuasan dan dapat menikmati dalam memberikan respon; b) menggemari; c) terhibur pada saat dan setelah melakukan aktivitas atau merespon; 5) menerima dan menghayati nilai-nilai: a) dapat merasa bahwa pengajaran sejarah memberikan nilai dan makna; b) menerima nilai-nilai karena memahami nilai tersebut berguna baginya; 6)memilih nilai: a) memilih nilai-nilai sebagai pedoman perilaku; b) selalu mencari nilai-nilai terkandung dalam objek yang dibaca, didengar dan dilihatnya.

b. Penghayatan ideologi Pancasila adalah penghayatan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila. Meliputi Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, data dikumpulkan dengan

(42)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penghayatan ideologi Pancasila. Indikatornya terdiri atas 1) Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat. Deskriptornya meliputi:

a)sebagai ideologi dalam kehidupan sosial keagamaan; b) sebagai ideologi dalam kehidupan sosial ekonomi; c)sebagai ideologi dalam kehidupan sosial budaya; d) sebagai ideologi dalam kehidupan sosial politik. 2) Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Deskriptornya meliputi: a) sebagai

ideologi individu dalam kehidupannya sebagai bangsa (warga negara) Indonesia; b) sebagai ideologi bangsa Indonesia dalam hubungannya dengan bangsa/negara lain.

c. Penghayatan nilai-nilai agama meliputi nilai-nilai ajaran agama Islam tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, meliputi: nilai toleransi, kerukunan, kelembutan dan kebaikan, kerjasama dan kekompakan, ketaatan, keadilan, kejujuran, permusyawaratan, kesetaraan/persamaan hak dan kewajiban, perjuangan, kecintaan pada tanah air. Data dikumpulkan dengan angket nilai-nilai ajaran agama Islam tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya, serta dikumpulkan dengan observasi dan wawancara.

Indikator dan deskriptornya adalah: 1)Toleransi: saling menghargai perbedaan pendapat, sikap, tindakan, kepercayaan/agama dan budaya; 2) Kerukunan: membina kerukunan antar sesama pemeluk agama maupun beda agama, etnik, budaya (masyarakat majmuk); 3) Kelembutan dan kebaikan: lemah lembut pada sesama, menjalin hubungan baik antar individu, kelompok

Gambar

Tabel 3.1.  Data  Populasi dan Sampel
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Kuesioner Apresiasi   Pembelajaran Sejarah

Referensi

Dokumen terkait

Perpustakaan sebagai pusat sumber ilmu, karena di perpustakaan guru dan siswa.. serta masyarakat dapat mencari berbagai ilmu dan pengetahuan yang diperlukan,

Hasil simulasi blok pengontrol segitiga dengan nilai satu pada port control 31f.

5) Benda uji BK mengalami keruntuhan lentur dengan kerusakan beton serat tekan terluar mulai terjadi pada saat mendekati beban maksimum. Untuk benda uji BP1 terjadi spalling pada

[r]

Kota Tebing Tinggi sebagai sumber informasi dalam menunjang kebutuhan.

Pembuatan kolam penampungan (Pond) disebelah utara Bandar Udara Ahmad Yani dengan luas 10 ha, disebelah timur Bandara Ahmad Yani dengan luas 0,36 ha yang fungsinya untuk menampung

PENGARUH KOMPETENSI PED AGOGIK GURU TERHAD AP EFEKTIVITAS PROSES PEMBELAJARAN PAD A MATA PELAJARAN PROD UKTIF D I SMK PASUND AN 3 BAND UNG.. Universitas Pendidikan Indonesia

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD PADA. PEMBELAJARAN IPS” ini beserta