PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
(Penelitian Tindakan di Kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung
Kabupaten Cirebon)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Ragil Wyda Triana
0906084
Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia
2014 Click to buy NOW!
PDF-XCHANGE
w w
w .tr
acker-softwar e.c
om Click to buy NOW!
PDF-XCHANGE
w w
w .tr
acker-softwar
e.c
Halaman Hak Cipta untuk M ahasiswa S1
PENERAPAN METODE DISKUSI
UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERBICARA SISWA
KELAS XI IPS 1 SMA
MUHAMMADIYAH KEDAWUNG
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
(Penelitian Tindakan di Kelas XI IPS 1
SMA Muhammadiyah Kedawung
Kabupaten Cirebon)
Oleh Ragil Wyda Triana
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Ragil Wyda Triana 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
Click to buy NOW!
PDF-XCHANGE
w w
w .tr
acker-softwar e.c
om Click to buy NOW!
PDF-XCHANGE
w w
w .tr
acker-softwar
e.c
Click to buy NOW!
PDF-XCHANGE
w w
w .tr
acker-softwar e.c
om Click to buy NOW!
PDF-XCHANGE
w w
w .tr
acker-softwar
e.c
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan gerbang untuk membentuk karakter masyarakat
yang dapat bersifat formal maupun non-formal. Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri serta bertanggung jawab (Trianto, 2011: 1). Untuk tujuan tersebut
pelaksanaan pendidikan harus melibatkan berbagai kalangan. Dalam tataran
formal telah diketahui fasilitas yang tersedia ialah sekolah. Sekolah sebagai
tempat belajar formal merupakan tiang utama pendidikan. Disebut sebagai tiang
utama pendidikan karena sekolah merupakan lembaga yang didirikan di
tengah-tengah masyarakat sebagai lembaga yang berperan langsung untuk melaksanakan
pendidikan, dalam hal ini kegiatan belajar mengajar. Sekolah juga menjadi tempat
berlangsungnya tumbuh kembang dan perubahan perilaku peserta didik yang juga
menjadi salah satu tujuan pendidikan. Selain dijadikan tempat dalam proses
belajar mengajar, sekolah juga merupakan tempat bagi siswa untuk melatih
kemampuan berinteraksi antar individu yang lebih luas. Misalnya interaksi siswa
dengan teman sebaya, interaksi adik kelas, interaksi dengan kakak kelas, serta
interaksi dengan para guru dan karyawan sekolah. Sekolah juga memberikan
fasilitas untuk pembinaan minat dan bakat siswa sebagai usaha dalam
pembentukan karakter yang sesuai dengan minat dan bakat masing-masing.
Ketersediaan kegiatan ekstra ini juga sebagai langkah dalam pelatihan
keterampilan sosial dan berorganisasi agar siswa dapat siap terjun ke masyarakat
sebagai individu yang dapat melaksanakan perannya dengan baik.
Kegiatan belajar akan diawali oleh siswa dan guru yang harus datang ke
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan waktu yang sudah ditentukan atau sesuai dengan jadwal yang ada. Di
kelas, guru memberikan materi-materi pelajaran yang harus dipelajari siswa sesuai
dengan kurikulum yang berlaku. Uraian yang diberikan guru diharapkan dapat
diterima oleh siswa dengan baik sebagai pengetahuan baru. Dalam prosesnya,
setiap siswa yang menjadi pesertanya diharapkan dapat memperoleh pengetahuan
dan ilmu baru dengan ikut serta dalam proses belajar di sekolah. Proses belajar
sendiri dinilai sebagai suatu kegiatan positif yang dilakukan untuk menambah
pengetahuan serta mengubah pola pikir dan sikap seorang individu, dalam hal ini
ialah siswa.
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan
perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau
pengalaman-pengalaman (Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 12). Pendapat tersebut didukung
oleh dengan pendapat Rusman (2010: 1) bahwa: “belajar dapat dipandang sebagai
proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman”.
Hal itu menandakan bahwa pembelajaran yang bermakna akan terjadi apabila
siswa turut serta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Tidak hanya
duduk, mendengarkan, dan mencatat, tetapi juga ikut serta berperan aktif
bertanya, menjawab, menjelaskan, dan mengemukakan pendapat serta gagasan
dan ide. Proses pembelajaran yang melibatkan siswa akan menimbulkan
pembelajaran bermakna sehingga siswa tidak hanya hadir di dalam kelas tetapi
juga merasakan pengalaman dari pembelajaran tersebut. Maka, untuk mencapai
suatu menghasilkan proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif, guru
diharapkan menggunakan metode yang variatif. Dengan demikian diharapkan
pembelajaran akan dapat mempengaruhi terjadinya perubahan sikap pada siswa
yang menjadi tujuan belajar itu sendiri. Selain pada guru, dalam pembelajaran,
siswa juga dituntut untuk melakukan proses berpikir karena salah satu
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam proses pembelajaran, peneliti menemukan bahwa guru sering
memberikan pertanyaan dan kesempatan bertanya atau mengemukakan pendapat
pada siswa di tengah-tengah pelajaran. Namun, sesering itu pula siswa tidak
menjawab pertanyaan guru atau memilih diam saja ketika guru memberikan
kesempatan bertanya. Hal seperti ini sering terjadi dalam proses belajar mengajar.
Peristiwa tersebut terjadi karena kemampuan guru dalam memberikan stimulasi
kepada siswa menjadi salah satu penyebab munculnya sikap pasif siswa. Proses
pembelajaran yang terlalu berpusat pada guru masih menjadi metode andalan
yang dapat mematikan aktivitas pembelajaran. Siswa yang merasa bosan akan
menjadi acuh terhadap proses pembelajaran. Mereka akan lebih memilih
menyimpan suaranya dan melakukan hal-hal yang menurutnya lebih asyik.
Rendahnya minat siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat
karena masih adanya rasa malu dan ragu-ragu untuk mengungkapkan apa yang
ada di pikiran mereka. Selain itu “...ada juga yang menganggap topik pembicaraan
pada saat pembelajaran kurang menarik dan menantang” (Nurjaya, 2002: 109).
Hal tersebut membuat sebagian besar siswa menjadi jenuh dan berharap jam
pelajaran segera usai. Diskusi yang dilaksanakan menjadi sepi peminat dan tidak
ada maknanya. Faktor lainnya disebabkan masih kurangnya keahlian
berkomunikasi dengan bahasa Indonesia karena pengaruh bahasa daerah yang
kental sehingga siswa kesulitan mengutarakan pertanyaan, gagasan atau idenya.
Fenomena rendahnya keterampilan berbicara tersebut merupakan masalah yang
sering dihadapi oleh siswa sekolah menengah. Tidak sampai disitu, keterampilan
berbicara yang rendah juga membuat minat belajar siswa menjadi rendah karena
rendahnya kualitas berkomunikasi mereka kepada guru dan teman sebaya dalam
hal belajar.
Permasalahan di atas merupakan masalah pembiasaan bertanya,
menjawab, dan mengemukakan gagasan yang harus diterapkan dalam setiap
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kehidupan sosial untuk berinteraksi dengan individu maupun suatu kelompok.
Membiasakan siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat akan
menumbuhkan keberanian dan mengasah kemampuan public speaking yang
dimiliki siswa. Selain menumbuhkan keberanian, keterampilan berbicara harus
didukung dengan adanya pengetahuan yang memadai sehingga dapat memicu
munculnya cara berpikir kritis dalam diskusi. Dalam pembelajaran sejarah peneliti
memilih diskusi sebagai sarana untuk belajar menyuarakan pertanyaan, pendapat,
gagasan dan ide siswa yang kebanyakan dipendam dan dibiarkan menjadi
imajinasi dalam karung. Seperti yang diutarakan oleh Tjokrodihardjo (2000: 3)
dalam Trianto (2011: 124) bahwa:
Diskusi digunakan oleh para guru untuk setidaknya 3 (tiga) tujuan pembelajaran yang penting, yaitu: Pertama, meningkatkan cara berpikir siswa dengan jalan membantu siswa membangkitkan pemahaman isi pelajaran. Kedua, menumbuhkan keterlibatan dan partisipasi siswa. Ketiga, membantu siswa mempelajari keterampilan komunikasi dan proses berpikir.
Pernyataan di atas secara jelas menyampaikan bahwa diskusi terbukti
dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang berarti siswa dituntut
untuk dapat menguasai kemampuan berbicara secara baik. Dengan melaksanakan
metode diskusi yang baik, diskusi dapat melatih keterampilan berbicara siswa
agar menjadi lebih baik. Penggunaan metode diskusi dapat digunakan untuk
melatih keterampilan berbicara siswa karena dalam diskusi dituntut adanya proses
tanya jawab, mengemukakan pendapat, gagasan, serta ide. Trianto (2011)
berpendapat bahwa diskusi bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan siswa
dalam pembelajaran dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Peneliti
sependapat dengan pemikiran Trianto karena diskusi memiliki kelebihan dalam
memicu siswa untuk aktif berbicara dalam proses pembelajaran. Diskusi
diharapkan akan memberikan peningkatan keterampilan berbicara siswa karena
dengan berdiskusi “...keterampilan berbicara dapat berkembang secara optimal”
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam diskusi, diharapkan siswa mampu melatih kemampuan berbicara karena “... semua aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja” (Roestiyah, 2008: 5).
Sehubungan dengan pembelajaran sejarah, sejarah memiliki kedudukan
dalam tiga hal, yaitu sejarah sebagai peristiwa, sejarah sebagai ilmu, dan sejarah
sebagai cerita. Sejarah tidak hanya perlu dicatat atau ditampilkan dengan tulisan,
tetapi juga fungsi sejarah sebagai cerita menuntut adanya interpretasi peristiwa
sejarah secara lisan. Dari beberapa arti kata sejarah, Supardan (2008: 287)
mengungkapkan: “...dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri, sekarang
ini memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi
pada masa lalu”. Dalam fungsi dan kedudukan sejarah sebagai cerita, diperlukan
keterampilan berbicara untuk melakukan apa yang disebut sebagai oral history.
Keterampilan berbicara diperlukan agar pemaparan sejarah tidak kering dan tetap
berdasar pada fakta-fakta yang ada.
Dari beberapa permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk menuliskan
skripsi dengan judul: “Penerapan Metode Diskusi untuk Meningkatkan
Keterampilan Berbicara Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung
Dalam Pembelajaran Sejarah”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, terdapat pembagian
rumusan masalah yang akan dijadikan sebagai batasan-batasan masalah dalam
penelitian, yaitu:
1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran siswa kelas XI IPS 1 SMA
Muhammadiyah Kedawung sebelum diterapkannya metode diskusi untuk
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Bagaimana perencanaan metode diskusi untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah
Kedawung pada mata pelajaran sejarah?
3. Bagaimana pelaksanaan metode diskusi untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah
Kedawung pada mata pelajaran sejarah?
4. Apa solusi terhadap kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan metode
diskusi untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas XI
IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung dalam mata pelajaran sejarah?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini sebagai
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian, yaitu:
1. Mendeskripsikan kondisi awal belajar siswa sebelum diterapkan metode
diskusi untuk meingkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1
SMA Muhammadiyah Kedawung pada mata pelajaran sejarah.
2. Menjelaskan perencanaan metode diskusi untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah
Kedawung terhadap mata pelajaran sejarah.
3. Menjelaskan pelaksanaan metode diskusi untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah
Kedawung terhadap mata pelajaran sejarah.
4. Menjelaskan solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala dari
pelaksanaan metode diskusi dalam meningkatkan keterampilan berbicara
pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kefawung dalam mata
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
a. Dapat melatih kemampuan berfikir kritis peneliti dalam
menyelesaikan permasalahan di kelas.
b. Melatih kemampuan peneliti untuk melakukan penelitian yang dapat
dikembangkan di masa yang akan datang.
c. Mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah.
2. Manfaat Bagi Guru
a. Membantu guru untuk mengatasi permasalahan yang ada di kelas
dan menerapkan solusi penelitian dalam kegiatan belajar-mengajar
sehari-hari.
b. Menumbuhkan budaya meneliti untuk menyelesaikan permasalahan
yang ada di sekolah.
3. Manfaat Bagi Siswa
a. Meningkatkan ketertarikan siswa untuk terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran sejarah.
b. Meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran sejarah
sehingga dapat melakukan pembelajaran yang bermakna.
c. Dapat melatih dan meningkatkan kemampuan berbicara dalam
pembelajaran sejarah.
E. Struktur Organisasi
Struktur organisasi atau sistematika penulisan skripsi akan disesuaikan
dengan yang tertera pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI 2013,
yaitu:
Bab I Pendahuluan. Bagian-bagian dalam bab ini ialah latar belakang yang
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Selain itu juga berisi
identifikasi dan rumusan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
ingin diselesaikan, dan tujuan penelitian yang berisi jawaban dari rumusan
masalah. Serta manfaat penelitian yang berisi kemanfaatan skripsi ini bagi
peneliti, siswa, dan guru. Terakhir disertai dengan penjelasan struktur organisasi
skripsi.
Bab II Kajian Pustaka. Dalam bab ini dijelaskan kajian teoritik untuk
istilah-istilah penting yang berhubungan dengan penelitian. Kajian teoritis
tersebut didapatkan dari literatur-literatur yang dianggap relevan dengan
penelitian. Interpretasi peneliti akan dihubungkan dengan teori dan hasil
penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi pemaparan secara rinci mengenai
lokasi dan subjek penelitian, desain dan metode penelitian, definisi operasional
variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik
pengumpulan data, dan analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Disini akan dipaparkan
mengenai pengolahan data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan
masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan membahas
keseluruhan proses penelitian dan hasil temuan di lapangan serta pengolahan
datanya.
Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi penafsiran dan pemaknaan
peneliti terhadap hasil analisis penelitian mengenai penerapan diskusi untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Serta pendapat dan rekomendasi dari
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan metode penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian. Selain itu pada bagian ini akan dijelaskan juga
mengenai desain penelitian dan teknik pengumpulan data secara rinci, juga subjek
penelitian yang akan digunakan peneliti untuk melakukan penelitian.
A. Metode Penelitian
Untuk melakukan penelitian dibutuhkan pendekatan penelitian yang
dijadikan sebagai landasan dalam menentukan tahapan-tahapan dan alat penelitian
yang tepat. Kesesuaian pendekatan penelitian akan memudahkan peneliti dalam
menyelesaikan permasalahan yang timbul pada kondisi subjek. Dengan
permasalahan yang ada peneliti akan menggunakan penelitian tindakan sebagai
metode dalam menyelesaikan permasalahan di kelas. Meskipun penggunaan
metode ini sudah sangat populer, namun penelitian tindakan dinilai masih relevan
untuk digunakan sebagai salah satu metode penelitian karena kelebihannya tidak
dimiliki oleh metode lain, seperti penerapan langsung di wilayah penelitian,
fleksibel dan adaptif, serta temuannya dapat diterapkna pada fenomena-fenomena
yang hampir sama. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang juga dikenal
dengan istilah Classroom Action Research (CAR) merupakan salah satu metode
penelitian yang digunakan untuk memperbaiki suatu keadaan dengan
memanipulasi data dengan kondisi tertentu.
Stephen Kemmis (1983) memberikan definisi yang cukup luas mengenai
penelitian tindakan yang menurutnya dapat dilakukan dalam kondisi-kondisi
sosial. Penelitian tindakan dilakukan dalam instansi-instansi tertentu yang
menghendaki adanya perubahan, seperti untuk meningkatkan rasionalitas dan
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
praktik tersebut, dan situasi yang melingkupi pelaksanaan praktik. Dalam
pendidikan, penelitian tindakan dilakukan secara kolaboratif sebagai usaha untuk
mengembangkan kurikulum berbasis sekolah, pengembangan profesional,
program-program pengembangan sekolah, pengembangan kebijakan dan
perencanaan sistem. Sedangkan Mills (2003) dalam Hopkins (2011) lebih
menekankan pada guru sebagai peneliti yang melakukan penelitian tersebut
mengumpulkan berbagai informasi sebanyak-banyaknya mengenai berbagai
kegiatan sekolah dengan tujuan untuk memahami, mengembangkan praktik yang
reflektif, memberikan pengaruh-pengaruh positif dalam lingkungan sekolah dan
praktik pendidikan secara umum, serta untuk meningkatkan hasil pembelajaran
siswa.
Selain itu John Elliot (1991) juga memandang bahwa penelitian tindakan
dilakukan untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Disini ia
mengemukakan bahwa penelitian memiliki tujuan untuk mempertimbangkan
secara praktis berbagai teori dan hipotesis dalam situasi konkret yang tidak selalu
bergantung pada uji „saintis‟. Dalam penelitian tindakan lebih ditekankan pada
praktik itu sendiri.
Secara khusus penelitian tindakan dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan,
guru, dan pengembang kebijakan pendidikan. Penelitian tindakan merupakan
penelitian yang bersifat reflektif untuk tujuan tertentu. Penelitian dapat
dimaksudkan untuk memperbaiki diri sendiri (mengevaluasi diri) maupun
memperbaiki kondisi pembelajaran. Memperbaiki diri sendiri dimaksudkan untuk
penelitian yang dilakukan oleh guru dalam praktik-praktik pembelajaran yang
hasilnya dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan keahlian mengajar.
Di dalam penelitian perlu dilakukan kajian secara mendalam agar tindakan yang
dipilih merupakan tindakan yang tepat sehingga permasalahan yang ada dapat
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan profesional agar mendapatkan hasil yang dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah di kelas dan mengembangkan keahlian mengajar.
Menurut Natawijaya (1977) dalam Muslich (2009) PTK merupakan
pengkajian terhadap permasalahan yang bersifat situasional. Permasalahan yang
ada akan dipecahkan dengan tindakan yang tepat untuk memperbaiki situasi yang
menjadi permasalahan tersebut. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suyanto (1997)
dalam Muslich (2009) yang menjelaskan bahwa PTK merupakan penelitian yang
dilakukan untuk memperbaiki kondisi tertentu serta dapat meningkatkan
praktik-praktik pembelajaran bagi guru. Dalam penelitian tindakan, guru dapat
memanfaatkan momen tersebut untuk memperbaiki dan mengembangkan
keahliannya mengajar. Hal ini sejalan dengan pendapat McNiff (1992) dalam
Kusumah dan Dwitagama (2011) yang menyatakan bahwa hasil dari penelitian
tindakan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan keahlian mengajar.
Sebagai metode penelitian, PTK memiliki karakteristik yang menjadi ciri
khas yang tidak dimiliki metode penelitian lainnya. Beberapa ahli mengemukakan
pendapatnya mengenai karakteristik yang dimiliki PTK. Berikut karakter PTK
yang dirangkum dari Undang (2009):
Pertama, masalah yang diteliti adalah masalah “mikro” yang dibatasi oleh
“dinding-dinding kelas”. Maksudnya ialah permasalahan yang ruang lingkupnya
sempit. Permasalahan yang terjadi di kelas merupakan masalah mikro seperti
permasalahan hasil belajar siswa, aktifitas siswa, dan lain-lain. Kedua, PTK
bersifat “evaluasi diri” terhadap kualitas pengajaran guru itu sendiri yang
bertujuan untuk memperbaiki Proses Belajar Mengajar (PBM). Oleh karenanya,
penelitian tindakan sebaiknya dilakukan oleh pihak-pihak yang berkaitan
langsung dengan proses pembelajaran. Ketiga, PTK merupakan penelitian terapan
untuk memecahkan masalah-masalah real yang dihadapi guru dan siswa.
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terjadi di masa depan, namun dapat dipakai pada fenomena yang sama. Keempat,
PTK bersifat siklus. Artinya, perencanaan pengajaran dan pelaksanaan
pembelajaran dapat ditindaklanjuti dengan pengamatan dan upaya
memperbaikinya. Kelima, PTK berorientasi pada daya serap dan taraf serap materi
pengajaran. Maksudnya untuk melihat bagaimana siswa mampu menyerap materi
dengan lebih baik saat dilaksanakannya siklus. Artinya PTK dinilai berdasarkan
proses yang berlangsung dan tidak terpaku pada hasil akhir.
Karakteristik PTK di atas juga termasuk dalam penjelasan Muslich (2009:
12-14) berikut ini:
1. Masalah PTK berawal dari guru
... PTK bukan penelitian yang disarankan oleh pihak lain kepada guru, melainkan muncul dari dalam diri guru sendiri yang merasakan adanya masalah.
2. Tujuan PTK adalah memperbaiki pembelajaran
Dengan PTK, guru akan berupaya untuk memperbaiki praktik pembelajaran agar menjadi lebih efektif. ... Guru tidak perlu mengubah jadwal rutin di kelas yang sudah direncanakan hanya untuk PTK. ...
3. PTK adalah penelitian yang bersifat kolaboratif
Guru tidak harus sendirian dalam upaya memperbaki praktik pembelajaran di kelas. ... Dosen dapat bertindak sebagai mitra diskusi yang baik untuk merumuskan masalah yang tepat, menentukan hipotesis tindakan yang baik, serta membantu analisis data penelitian. Sebaliknya, dosen LPTK dapat memperoleh masukan yang berharga dari orang yang benar-benar berkecimpung di kancah yang tahu secara persis tentang permasalahan yang terjadi di kelasnya. Hal yang lebih penting lagi ialah terbentuknya hubungan kesejawatan yang hamonis antara guru dengan guru ataupun antara guru dengan dosen LPTK. ... 4. PTK adalah jenis penelitian yang memunculkan adanya tindakan
tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas
Tindakan-tindakan tertentu itersebut dapat berupa penggunaan metode pembelajaran tertentu, penerapan strategi pembelajaran tertentu, pemakaian media dan sumber belajar tertentu, jenis pengelolaan kelas tertentu, atau hal-hal yang bersifat inovatif lainnya. ...
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selain itu secara rinci Stephen Kemmis dan Robin McTaggart (1990)
menemukan berbagai karakteristik PTK yang dirangkum sebagai berikut:
Penelitian tindakan merupakan usaha untuk peningkatan mutu dalam
pendidikan. Penelitian ini bersifat partisipatori dan kolaboratif dengan melibatkan
banyak orang yang dapat melakukan kritik diri. Penelitian tindakan berbentuk
refleksi diri karena diharapkan penelitian ini memperbaiki kinerja guru atau
peneliti. Penelitian tindakan dimulai dari hal-hal atau masalah-masalah yang kecil
yang selanjutnya dapat dikembangkan dalam upaya untuk mengatasi
masalah-masalah yang lebih besar.
Dari penjelasan beberapa ahli di atas, terdapat karakteristik yang dapat
diambil sebagai acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Pertama,
penelitian tindakan dilakukan untuk meneliti masalah-masalah yang bersifat
mikro. Artinya permasalahan dalam skala kecil yang dirasa penting diadakannya
perubahan, sehingga permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
alternatif-alternatif cara yang dicobakan. Kedua, penelitian tindakan bersifat mengevaluasi
dan memperbaiki. Pada dasarnya penelitian ini harus menghasilkan perubahan ke
arah yang lebih baik, sehingga dapat memperbaiki kondisi terdahulu.
Kondisi-kondisi yang dimaksud ialah Kondisi-kondisi permasalahan kelas yang sedang diteliti.
Perubahan tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi juga pada guru (peneliti) karena
hal tersebut penting bagi guru untuk selalu mengevaluasi dirinya agar terus
berubah ke arah yang lebih baik. Ketiga, penelitian tindakan merupakan penelitian
terapan dimana hasil penelitian tidak dapat digunakan dalam setiap permasalahan.
Hasil penelitian tersebut dapat digunakan dalam situasi-situasi tertentu yang
merupakan fenomena yang hampir sama dengan permasalahan yang diteliti
sebelumnya.
Keempat, penelitian tindakan bersifat siklus dengan proses belajar yang
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terlihat. Kelima, penelitian tindakan berorientasi pada proses belajar. Penelitian
tindakan mengedepankan proses, sehingga penilaiannya mengutamakan
peningkatan dalam proses bukan pada hasil akhir. Keenam, bersifat kolaboratif.
Penelitian tindakan dilakukan secara kolaborasi dengan menggandeng
orang-orang yang memiliki kemampuan dalam bidang pendidikan. Kolaborasi tersebut
untuk memberi kritik dan saran bagi peneliti sehingga dapat memperbaiki
kekurangannya dalam penelitian dengan berdiskusi bersama. Terakhir, penelitian
tindakan dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Penelitian
tindakan dapat memberikan bukti mengenai kebenaran suatu teori.
Dari karakteristik yang dimiliki PTK di atas, menjadi acuan pula untuk
prinsip-prinsip PTK. Kusumah dan Dwitagama (2011: 11) mengemukakan
prinsip-prinsip dasar PTK sebagai berikut:
1. Berkelanjutan. PTK merupakan upaya yang berkelanjutan secara siklustis.
2. Integral. PTK merupakan bagian integral dari konteks yang diteliti. 3. Ilmiah. Diagnosis masalah berdasar pada kejadian nyata.
4. Motivasi dari dalam. Motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam.
5. Lingkup. Masalah tidak dibatasi pada masalah pembelajaran di dalam dan luar ruang kelas
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan
dilaksanakan secara kontinyu dan bertujuan untuk memperbaiki kinerja di dalam
kelas. Masalah-masalah yang dihadapi pun hanya mencakup permasalahan yang
terdapat di dalam kelas, seperti penggunaan metode, media, evaluasi, dan aktivitas
kelas. Penggunaan metode penelitian ini dirasa sesuai dengan permasalahan dan
solusi yang diambil oleh peneliti karena permasalahan yang menjadi perhatian
peneliti tersebut memerlukan treatment untuk memperbaiki kondisi subjek.
Metode penelitian tindakan memiliki beberapa keunggulan yang
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Praktis dan langsung relevan untuk situasi yang aktual 2. Kerangka kerjanya teratur
3. Berdasarkan pada observasi nyata dan objektif 4. Fleksibel dan adaptif
5. Dapat digunakan untuk inovasi pembelajaran
6. Dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum tingkat kelas 7. Dapat digunakan untuk meningkatkan kepekaan atau profesionalisme
guru
Penelitian tindakan juga mempermudah peneliti untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihan proses penelitian yang akan dilakukan, sehingga dapat
memperbaiki perencanaan dan tindakan penelitian. Dalam penelitian tindakan,
peneliti akan terlibat langsung dalam penelitian, tidak hanya mengobservasi,
tetapi juga melakukan tindakan sebagai guru. Masalah yang diangkat oleh peneliti
dirasa sesuai dengan metode penelitian tindakan karena permasalahan tersebut
sangat situasinal dan dapat diperbaiki dengan melakukan tindakan perbaikan
secara kontinyu.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian atau biasa disebut model penelitian ialah suatu
rancangan yang digunakan unuk merefleksikan sesuatu ke dalam realitas, hal itu
berarti rancangan yang dimaksud ialah untuk dipraktekkan dalam penelitian
tindakan. Penggunaan model penelitian dalam penelitian tindakan memiliki
manfaat yang dinyatakan dalam Sanjaya (2011: 48-49) berikut:
Model berfungsi sebagai sarana yang mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil suatu keputusan, atau sebagai petunjuk menyusun perencanaan untuk kegiatan pengelolaan...
Model penelitian menuntun peneliti melaksanakan prosedur-prosedur
penelitian. Karena dengan prosedur yang ada, peneliti tidak akan kehilangan arah
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan serta jenis penelitian yang
digunakan. Model penelitian yang dipilih sebaiknya merupakan model penelitian
yang paling dimengerti oleh peneliti. Sehingga peneliti tidak kesulitan dalam
menjalankan setiap langkah dalam model penelitian yang dipilihnya.
Pada penelitian tindakan, terdapat beberapa model penelitian yang dapat
digunakan, salah satu yang banyak digunakan Pada dasarnya tahapan-tahapan
dalam penelitian tindakan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Tahapan-tahapan tersebut seperti dikemukakan dalam desain penelitian
model Kemmis yang merupakan desain paling sederhana dari desain-desain yang
ada. Untuk pelaksanaannya cukup mudah bagi peneliti yang baru dalam
melaksanakan penelitian tindakan. Meski terkesan mudah, namun dibutuhkan
ketelitian dalam menjalankan desain penelitian tersebut.
Tahapan-tahapan penelitian model Kemmis ialah sebagai berikut:
1. Perencanaan (plan)
Perencanaan merupakan tahapan merancang strategi yang akan
digunakan dalam pelaksanaan penelitian.
2. Pelaksanaan (act)
Setelah melakukan perencanaan, peneliti kemudian melakukan
tindakan penelitian sesuai dengan rencana yang telah disusun.
3. Observasi (observe)
Observasi merupakan kegiatan pencatatan peristiwa-peristiwa yang
terjadi saat pelaksanaan penelitian. Pencatatan ini sebagai suatu cara
untuk mengumpulkan informasi tentang kekurangan-kekurangan
penelitian serta cara untuk mengetahui efektivitas tindakan yang
terjadi dalam penelitian.
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam tahapan ini peneliti melakukan revisi perencanaan untuk siklus
berikutnya. Dari kegiatan observasi, akan didapatkan informasi
mengenai penelitian sebelumnya yang kemudian akan diperbaiki
perencanaannya. Sehingga kekurangan-kekurangan yang ada dapat
diperbaiki agar tidak terulang pada siklus berikutnya.
Pelaksanaan penelitian dengan empat tahapan di atas terjadi dalam suatu
lingkaran yang terus menerus, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Model Penelitian Model Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja,
2009)
Siklus di atas merupakan model penelitian yang sangat sederhana dan
banyak digunakan oleh para peneliti dalam melaksanakan penelitian. Karena pada
dasarnya tahapan penelitian tindakan ialah seperti gambar di atas. Berikut ialah
beberapa alasan peneliti menggunakan model penelitian Kemmis dan Taggart:
1. Model penelitian Kemmis dan Taggart ialah model penelitian yang
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Model penelitian ini merupakan model penelitian yang paling
dimengerti oleh peneliti.
3. Dengan menggunakan model penelitian ini waktu penelitian yang
dibutuhkan tidak akan terlalu lama.
4. Model penelitian ini sesuai dengan kebutuhan peneliti untuk
melakukan penelitian awal.
C. Subjek Penelitian
Peneliti akan melakukan penelitian menggunakan sampel siswa di sebuah
sekolah menengah atas swasta di kota Cirebon, tepatnya di SMA Muhammadiyah
Cirebon. Sekolah ini berada di Jalan Tujuh Pahlawan Revolusi (Tuparev) No. 70.
Salah satu sekolah swasta yang merupakan binaan organisasi Islam yang didirikan
oleh KH. Ahmad Dahlan ini merupakan alamamater peneliti.
Penelitian akan dilaksanakan di kelas XI IPS 1 yang berjumlah 32 siswa.
Kelas ini dipilih oleh peneliti karena jumlah siswanya yang tidak terlalu banyak
sehingga akan memudahkan proses penelitian. Juga permasalahan di kelas yang
sesuai dengan judul penelitian yang telah diajukan oleh peneliti.
D. Definisi Operasional 1. Metode Diskusi
Metode ialah cara-cara, prosedur, atau strategi untuk menyampaikan
pelajaran kepada siswa agar pembelajaran dapat berjalan untuk mencapai
tujuan tertentu. Pengertian tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli berikut:
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tujuan pembelajaran (Uno, 2009: 2). Suryosubroto (2002: 149) secara
singkat mengemukakan bahwa ...metode adalah cara, yang dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Diskusi merupakan kegiatan interaksi antara dua orang atau lebih
untuk membahas suatu masalah atau fenomena untuk saling menyampaikan
informasi dan mencari penyelesaian dari permasalahan yang dibahas dalam
diskusi. Hal tersebut sesuai dengan Hasibuan dan Moedjiono (2008: 20)
yang memberikan pengertian diskusi sebagai berikut:
Diskusi ialah suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah.
Maka dapat disimpulkan bahwa metode diskusi merupakan suatu
strategi mengajar yang dilakukan oleh guru dimana guru memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk mengadakan pembicaraan ilmiah
secara bersama-sama, saling bertukar informasi, dan menemukan
pemecahan atas suatu masalah.
Pelaksanaan diskusi memiliki keuntungan-keuntungan yang
dijelaskan dalam Reynolds dan Muijs (2008: 75-76) yaitu:
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pelaksanaan diskusi membutuhkan sebuah perencanaan yang baik
sebagai pegangan dalam pelaksanaannya. Diskusi secara umum
dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Guru mengemukakan masalah apa yang akan didiskusikan dan
memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara
pemecahannya.
b. Siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi.
c. Para siswa berdiskusi dalam kelompok masing-masing dan guru
berkeliling ke setiap kelompok, menjaga ketertiban, serta
memberikan dorongan dan bantuan agar setiap anggota
kelompok berpartisipasi aktif, dan diskusi berjalan lancar.
d. Tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut
ditanggapi oleh semua siswa. Guru memberi ulasan atau
penjelasan terhadap laporan tersebut.
e. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan
hasil diskusi dari setiap kelompok.
2. Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa dan
keterampilan berbicara merupakan anak kompeten yang harus dimiliki oleh
setiap orang apalagi pelajar (Abidin, 2009: 123). Menurut Arsjad dan Mukti
(1988: 23) kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan sehingga berbicara dijadikan media lisan untuk
menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan. Keterampilan
berbicara biasanya dilatih dalam pembelajaran Bahasa Indonesia namun
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
atau mata pelajaran lain. Perasaan ingin tahu dan ingin menyampaikan suatu
hal yang ada dalam pikiran membutuhkan pembiasaan karena setiap
individu perlu memiliki keberanian untuk menyampaikannya. Untuk
menunjang itu semua perlu diberikan pembiasaan dalam mengemukakan
pendapat, ide dan gagasan, serta menyampaikan pertanyaan dan jawaban.
Kemampuan berbicara merupakan modal dasar dari komunikasi yang baik
dalam pergaulan antar individu maupun kelompok. Indikator keberhasilan
dalam peningkatan keterampilan berbicara dalam pembelajaran sejarah ialah
kemampuan bertanya, mengungkapkan pendapat, gagasan dan ide.
Kemampuan siswa untuk bertanya akan memperlihatkan tingkat
pemahaman siswa dalam pembelajaran sejarah. Sedangkan dalam
mengungkapkan pendapat, gagasan dan ide, akan diamati kemampuan
berbahasa dan tingkat kekritisan dalam menangkap makna pembelajaran
sejarah. Indikator keterampilan berbicara pada proses diskusi dalam
pembelajaran sejarah antara lain: menyampaikan informasi, menyampaikan
gagasan dan ide, mengajukan pertanyaan, dan menyampaikan hasil diskusi.
Berikut penjelasannya.
1. Menyampaikan informasi
Menyampaikan informasi ialah kegiatan yang dilakukan oleh
siswa untuk menyampaikan masukan dan ilmu yang dimilikinya
kepada siswa lain yang belum mengetahui berdasarkan sumber
yang relevan.
2. Menyampaikan gagasan dan ide
Menyampaikan gagasan dan ide ialah kegiatan dilakukan oleh
siswa dalam memberikan pemikiran baru atau pemikiran yang
berbeda untuk menyelesaikan permasalahan tertentu.
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mengajukan pertanyaan ialah kegiatan yang dilakukan siswa
untuk menyampaikan hal-hal yang tidak dipahami. Dalam
kegiatan diskusi siswa menyampaikan pertanyaannya kepada
siswa lain yang menjadi pembicara atau siswa yang memiliki
ilmu mengenai hal-hal yang ditanyakannya. Pertanyaan yang
diajukan harus sesuai dengan materi yang sedang didiskusikan.
4. Menyampaikan hasil diskusi
Menyampaikan hasil diskusi ialah kegiatan berbicara di hadapan
peserta diskusi mengenai hal-hal apa saja yang didapatkan
selama diskusi berlangsung. Peserta diskusi dapat menggunakan
catatan kecil saat menyampaikan hasil diskusi tersebut agar
tidak lupa hal-hal penting yang hendak disampaikan.
Dalam menyampaikan hal-hal di atas, siswa harus melakukannya
dengan bahas yang baik, jelas, dan mudah dimengerti. Selain itu
pembahasan tidak boleh keluar dari materi yang sedang didiskusikan serta
tidak memotong ketika peserta diskusi lain sedang berbicara.
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi
Observing atau mengamati merupakan salah satu teknik yang sangat
baik untuk mendapatkan informasi. Kunandar (2012: 143) mengemukakan
bahwa: Pengamatan atau observasi adalah kegiatan pengamatan
(pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah
mencapai sasaran. Kegiatan mengamati dengan melihat, mendengar, dan
merasakan kondisi secara langsung informasi yang didapatkan lebih akurat
dan dapat memudahkan peneliti untuk mengidentifikasi permasalahan
secara cepat dan tepat. Salah satu karakteristik PTK ialah bersifat
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini disampaikan Hopkins (2011: 132)
mengenai observasi, yaitu: “Observasi juga mendorong kemampuan guru untuk saling berdiskusi tentang pengajaran mereka...” Hal tersebut
menandakan bahwa dalam melakukan penelitian tindakan kelas, diperlukan
partner untuk melaksanakan beberapa observasi yang diperlukan dalam
mengumpulkan data.
Kusumah dan Dwitagama (2011: 66) menyatakan bahwa:
Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian dan di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan kondisi/ interaksi belajar-mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok.
Pernyataan di atas diperjelas oleh Ali (2012: 231) yang
mengungkapkan dengan jelas bahwa: Observasi sebenarnya dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan karena observasi itu dilakukan
pada saat tindakan sedang dilaksanakan. Dengan cara ini peneliti dapat
mengetahui secara detail apa saja kekurangan dan kelebihan yang ada pada
penelitian serta segera mencari cara untuk memperbaki kekurangan yang
timbul. Hal inilah yang membuat peneliti merasa perlu untuk melakukan
pengamatan atau observasi sebagai salah satu cara dalam pengumpulan data.
Dalam Arifin (2011: 232) disebutkan beberapa kelebihan observasi
antara lain:
... (a) observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena, (b) observasi cocok untuk mengamati orang yang sedang melakukan suatu kegiatan, (c) banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi justru lebih tepat dengan observasi, dan (d) tidak terikat dengan laporan pribadi.
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Wawancara secara umum merupakan suatu cara untuk
mengungkapkan kesaksian atau hal-hal nyata yang terjadi yang direkam oleh
ingatan seseorang. Sebagaimana yang dinyatakan Nasution (2003: 114)
bahwa: Wawancara merupakan alat yang ampuh untuk mengungkapkan
kenyataan hidup, apa yang dipikirkan dan dirasakan orang tentang berbagai
aspek kehidupan. Wawancara memang menjadi sebuah cara yang digunakan
untuk mengumpulkan data-data yang berasal dari ingatan seseorang atau
sekelompok orang untuk membuktikan sesuatu. Bagi Arifin (2011: 233)
wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan
responden untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konteks penelitian tindakan kelas menurut Kunandar (2012:
157) wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara
verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau
penjelasan hal-hal yang dipandang perlu dan memiliki relevansi dengan
permasalahan penelitian tindakan kelas. Wawancara memang diperlukan
dalam penelitian tindakan agar persepsi yang timbul dari peneliti dapat
disesuaikan dengan pandangan dari subjek serta kolaborator. Sehingga
pendapat peneliti dapat sesuai dengan hasil yang dirasakan oleh subjek dan
kolaborator.
Wawancara dilakukan peneliti terhadap siswa sebagai subjek
penelitian untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam
berbicara di hadapan teman-teman sekelas dan penyebab dari
kesulitan-kesulitan yang dirasakannya tersebut. Wawancara juga diharapkan dapat
menggali tingkat keberhasilan dalam penelitian dengan mengemukakan
pertanyaan mengenai bagaimana perasaan siswa setelah diberlakukan
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Studi Dokumentasi
Pengumpulan dokumen-dokumen yang terkait dalam proses
penelitian sangat dibutuhkan. Dokumen dapat dimanfaatkan sebagai sumber
informasi yang tidak terdapat di tempat lain. Dikemukakan oleh Hopkins
(2011: 210) bahwa: “dokumen-dokumen (memo, surat, makalah, kertas
ujian, kliping koran, dan sebaganya) yang menyangkut kurikulum atau
bidang pendidikan lain dapat memberikan rasionalisasi dan tujuan observasi
dengan cara-cara yang menarik”. Studi dokumentasi ini akan menambah
kekayaan informasi yang sudah dimiliki oleh peneliti mengenai subjek
penelitian.
Disebutkan dalam Hopkins (2011: 211) studi dokumentasi memiliki
beberapa kelebihan, yaitu:
Mencerahkan isu-isu seputar kurikulum atau metode pengajaran.
Menyediakan konteks, latar belakang, dan pemahaman.
Cara mudah memperoleh persepsi orang lain.
Agar peneliti lebih banyak mendapatkan informasi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan penelitian tersebut, dibutuhkan studi dokumentasi
untuk mendukung hal tersebut. Maka dari itu, teknik pengumpulan data ini
perlu digunakan oleh peneliti.
F. Instrumen Penelitian 1. Pedoman Observasi
Dalam melakukan pengamatan di arena penelitian, hal terpenting
yang harus dilakukan oleh peneliti ialah merekam dan mencatat. Kegiatan
merekam ini dapat dilakukan dengan cara mengingat hal-hal penting yang
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
proses mencatat. Pencatatan ini memerlukan pedoman yang sistematis agar
informasi yang didapat akan tersusun secara baik. Untuk memudahkan
pencatatan ini, peneliti perlu membuat pedoman observasi yang akan diisi
dengan informasi dari pengamatannya selama proses penelitian
berlangsung. Pedoman observasi akan diisi dengan susunan waktu dan
kejadian-kejadian penting yang terjadi selama proses pengamatan. Jika
diperlukan, catatan observasi akan dilengkapi dengan tanda warna atau
simbol tertentu untuk memberi ciri pada catatan-catatan yang dirasa sangat
penting dan membutuhkan perhatian dalam proses penelitian.
Langkah-langkah penyusunan pedoman observasi dalam Arifin
(2011: 232) antara lain:
... (a) merumuskan tujuan observasi, (b) membuat lay-out atau kisi-kisi observasi, (c) menyusun pedoman observasi, (d) menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan dengan proses belajar peserta didik maupun kepribadiannya, (e) melakukan uji-coba pedoman observasi untuk melihat kelemah-kelemahan pedoman observasi, (f) merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji-coba, (g) melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung, dan (h) mengolah dan menafsirkan hasil observasi.
Dengan menggunakan pedoman observasi, rekan sejawat atau
kolaborator akan lebih mudah dalam memberikan penilaian dalam
melakukan observasi. Akan lebih mudah pula jika apa saja yang akan
diobservasi telah ditentukan sebelumnya, sehingga kolaborator tidak merasa
bingung dalam melakukan observasi. Setelah pelaksanaan observasi,
peneliti dengan kolaborator harus mendiskusikan hasil observasi sehingga
ditemukan kekurangan tindakan dan segera membuat perbaikan untuk
tindakan selanjutnya. Terdapat dua jenis pedoman observasi yang akan
digunakan peneliti dalam penelitian, ialah check list, rating check list,
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a. Check List
Menurut Suparno (2007: 48) ceklis adalah suatu daftar atau
tabel yang berisi hal-hal yang hendak diamati dengan kolom-kolom
yang akan digunakan untuk mengecek apakah sesuatu terjadi atau
tidak terjadi. Check list ini akan digunakan untuk melihat apakah
seluruh perencanaan yang dibuat peneliti sudah sesuai dengan
prosedur. Selain itu akan disertakan pula kotak kosong yang akan
diisi dengan komentar atau keterangan dari pengamat atau observer
mengenai kondsi penelitian. Pendapat tersebut akan djadikan sebagai
masukan bagi peneliti untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan
penelitian.
b. Rating Checklist
Suparno (2007: 49) memberikan gambaran rating checklist
sebagai berikut:
Menurut Johnson, rating checklist ini seperti ceklis tetapi lebih khusus karena untuk melihat tindakan khusus yang ingin kita perhatikan, dengan melihat kualitas tindakan itu. Jadi, bukan hanya mencatat apakah siswa melakukannya, tetapi juga setinggi mana tingkat atau levelnya.
Sesuai dengan penjelasan Suparno (2007) di atas, rating
checklist akan digunakan peneliti sebagai catatan pengamatan
peneliti untuk melihat apakah siswa atau kelompok siswa mengalami
peningkatan keterampilan berbicara atau tidak.
c. Fieldnotes
Fieldnotes atau catatan lapangan merupakan suatu alat
observasi dengan mencatat segala kejadian yang berlangsung dalam
tindakan penelitian. Pencatatan tersebut dilakukan secara terinci
yang nantinya akan digunakan sebagai sumber data untuk
didiskusikan, danalisis, dan ditafsirkan. Tujuan membuat catatan
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sehingga urutan-urutan kejadian tercatat semuanya (Kunandar, 2012:
146).
d. Rubrik
Penggunaan rubrik perlu dilakukan dalam penelitian agar
terlihat perkembangan siswa dari tiap-tiap pelaksanaan tindakan di
kelas. Rubrik memuat aspek-aspek penilaian yang akan digunakan
untuk mengukur sejauh mana tingkat keterampilan berbicara siswa
dalam diskusi.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk mengarahkan pertanyaan
sesuai dengan permasalahan. Tidak hanya itu, pedoman wawancara juga
dapat membatasi permasalahan agar tidak melebar dan menyebar menjadi
pembicaraan yang keluar dari jalur. Menurut Arifin (2011: 233) ada tiga
bentuk pertanyaan wawancara yang digunakan dalam penelitian, yatu: (a)
bentuk pertanyaan berstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban
agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut.
Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu
kompleks dan jawabannya sudah konkret, (b) bentuk pertanyaan tak
berstruktur (open-ended), yaitu pertanyaan bersifat terbuka di mana
responden secara bebas menjawab pertanyaan tersebut. ..., dan (c) bentuk
pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran,
ada yang berstruktur ada pula yang bebas.
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan wawancara dengan
pedoman pertanyaan tidak terstruktur. Menurut Arikunto (2006: 227)
pedoman wawancara tidak terstruktur ialah “… pedoman wawancara yang
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menggunakan wawancara dengan jenis pertanyaan tidak berstruktur karena
peneliti akan melakukan wawancara kepada siswa. Melakukan wawancara
dengan siswa perlu suasana yang lebih santai dan memerlukan kedekatan
emosional yang baik. Oleh karena itu, pertanyaan tidak berstruktur akan
lebih menunjang untuk melakukan wawancara dengan siswa.
Dalam membuat pedoman pertanyaan untuk wawancara dibutuhkan
langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Arifin (2011: 234) sebagai
berikut: (a) merumuskan tujuan wawancara, (b) membuat kisi-kisi atau
layout dan pedoman wawancara, (c) menyusun pertanyaan sesuai dengan
data yang diperlukan dalam bentuk pertanyaan yang diinginkan.... (d)
melaksanakan uji-coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan
yang disusun, sehingga dapat diperbaiki lagi, dan (e) melaksanakan
wawancara dalam situasi sebenarnya.
3. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data berupa dokumen-dokumen dapat dilakukan
melalui pencarian informasi pada instansi terkait. Data yang diperlukan
peneliti seperti data nilai mata pelajaran sejarah, presensi siswa, dan profil
siswa bisa didapatkan dari guru mata pelajaran sejarah atau wali kelas.
Pemanfaatan materi-materi semacam ini dapat menyediakan informasi ...
yang tidak tersedia di tempat lain (Hopkins, 2011: 210). Maksudnya, data
yang dibutuhkan oleh peneliti hanya dimiliki di tempat penelitian terkait dan
tidak bisa didapatkan di tempat lain. Dokumen-dokumen ini akan disusun
secara berurutan sebagai bukti bahwa penelitian yang dilakukan benar
adanya.
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Analisis data dalam proses penelitian menjadi hal yang penting. Untuk itu,
terdapat beberapa pendapat ahli yang menjelaskan tentang analisis data. Kunandar
(2012: 101) mengemukakan bahwa:
Analisis data diwakili oleh momen refleksi putaran penelitian tindakan kelas. Dengan melakukan refleksi peneliti akan memiliki wawasan autentik yang akan membantu dalam menafsirkan datanya.
Beberapa ahli juga memberikan penjelasan langkah-langkah analisis data
yang diperlukan saat melakukan penelitian. Hopkins (2011) menyebutkan
langkah-langkah analisis data, yaitu: pengumpulan data, validasi, dan interpretasi.
1. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data merupakan langkah pertama yang dilakukan
dalam penelitian untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Data
yang dikumpulkan dan didapatkan kemudian tidak hanya menjadi data yang
diam. Data-data tersebut memiliki sejumlah informasi yang dibutuhkan oleh
peneliti. Namun, untuk menggali informasi dari data-data yang telah
terkumpul, ada hal yang harus dilakukan pada tahap akhir pengumpulan
data. Pada akhir tahap pengumpulan data, kita tidak hanya mengumpulkan
data, tetapi juga membangun sejumlah hipotesis, konstruk-konstruk, atau
kategori-kategori untuk menjelaskan apa yang terjadi di ruang kelas
(Hopkins, 2011: 227).
Membuat kategori-kategori yang dimaksud ialah mengkoding data
untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan data. Cara ini untuk
memudahkan peneliti dalam menggali informasi yang ada secara runut.
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Proses validasi data ialah proses penting dimana data perlu diperiksa
kembali menggunakan berbagai cara dan pendapat dari luar diri peneliti.
Untuk mendapatkan hasil data yang terpercaya, dalam penelitian ini akan
digunakan validasi data dengan teknik triangulasi. Triangulasi menurut
Wiriaatmadja (2009) ialah membandingkan hipotesis, atau analisis yang
dibuat oleh peneliti dengan pendapat atau pengamatan dari orang lain.
Semisal ialah kolaborator yang hadir dan menyaksikan kondisi yang terjadi
saat tindakan berlangsung.
Triangulasi digunakan untuk mengurangi unsur subjektivitas yang
muncul dalam penelitian. Triangulasi dilakukan dalam tiga sudut pandang,
yaitu oleh guru (peneliti), siswa, dan kolaborator. Guru atau peneliti
diperlukan pandangan dan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran. Siswa
yang merupakan subjek penelitian diperlukan untuk menjelaskan bagaimana
tindakan guru dan respon siswa terhadap tindakan tersebut. Serta
kolaborator yang menjadi partner guru diperlukan penjelasannya mengenai
pengamatannya tentang kondisi interaksi guru dengan siswa selama
berlangsungnya siklus. Selain itu pernyataan Hasan et al (2011: 78) yang
mendukung alasan peneliti mengenai penggunaan triangulasi bahwa: “Tiga
sudut pandang ini memiliki alasan pembenaran atau justifikasi
epistemology.”
Selain triangulasi, peneliti perlu menggunakan validasi dengan
expert opinion. Kunandar (2012: 109) mengungkapkan pengertian expert
opinion sebagai berikut:
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Expert opinion digunakan untuk mengetahui pendapat dari luar
subjek penelitian seperti pendapat dari kolaborator atau orang-orang yang
lebih ahli di bidang pendidikan atau penelitian tindakan. Karena penelitian
ini merupakan penelitian yang dilakukan pertama kali, maka peneliti
membutuhkan nasehat, saran, dan pendapat dari orang-orang yang lebih
berpengalaman di bidangnya.
3. Interpretasi
Interpretasi data dilakukan dengan ...menggunakan
hipotesis-hipotesis yang valid dan menyesuaikannya dengan kerangka-kerangka
rujukan yang mendasarinya (Hopkins, 2011: 234). Dalam
menginterpretasikan data dibutuhkan kajian pustaka yang berkaitan dengan
Ragil Wyda Triana,2014
PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL-HASIL PENELITIAN
Pembahasan pada bab ini akan mencakup pembahasan mengenai profil
SMA Muhammadiyah seperti sejarah berdirinya SMA Muhammadiyah, alamat,
letak sekolah, dan lain-lain. Selain itu dibahas juga kondisi guru, kondisi siswa,
dan kondisi awal pembelajaran di kelas. Kemudian akan diuraikan perencanaan
untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode diskusi. Dalam bab ini juga
akan diuraikan hasil pelaksanaan siklus, menghadirkan pengolahan data
penelitian, deskripsi pengolahan dan analisis data, serta menjelaskan solusi dari
masalah-masalah yang muncul dalam tindakan meningkatkan keterampilan
berbicara dalam pembelajaran sejarah.
A. Deskripsi SMA Muhammadiyah Kedawung Kab. Cirebon 1. Profil Sekolah
Pada 21 Juli 1954 berkumpul tokoh-tokoh muhammadiyah, yaitu
H. Ahmad Dasoeki, H. Djadjuli, H. Roeslani, Bumita Sastradiredja dan
Sutisna Sastradiredja. Mereka melaksanakan rapat di teras atas Gedung
Percetakan Lima (Jalan Siliwangi Cirebon) membicarakan tentang pendirian
SMA Muhammadiyah Cirebon.
Tanggal 1 Agustus 1954 SMA Muhammadiyah Cirebon mulai
beropereasi, awalnya dengan dua jurusan yaitu jurusan B untuk Eksata dan
jurusan C untuk Ekonomi. Kepala Sekolahnya dijabat oleh Ketua Panitia
Pendirian SMA Muhammadiyah yaitu Bapak Bumita Sastradiredja. Jumlah
murid pada saat itu baru berjumlah 80 orang. Pada 18 November 1954 SMA
Muhammadiyah diresmikan oleh PP Muhammadiyah, Majelis P dan K Bapak
Sarjono dengan mengambil tempat di Jalan Bahagia Cirebon bergabung