• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMBUKTIAN MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMBUKTIAN MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh

gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

(2)

Oleh

Tri Hariyati Nur Indah Sari

S.Si, S.Pd Universitas Negeri Malang, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Tri Hariyati Nur Indah Sari 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

(3)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP)

TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

DAN PEMBUKTIAN MATEMATIS SISWA SMP

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Tatang Herman, M.Ed.

NIP 196110111991011001

Pembimbing II

Dr. Kusnandi, M.Si.

NIP 196903301993031002

Mengetahui,

(4)

ABSTRACT ………. iii

KATA PENGANTAR ……….. UCAPAN TERIMA KASIH ……… iv v DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan Penelitian ………... 8

D. Manfaat Penelitian ……… 8

E. Definisi Operasional ………. 9

Bab II KAJIAN PUSTAKA ………. 10

A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ………... 10

B. Kemampuan Pembuktian Matematis ……… 15

C. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project ………... D. Pembelajaran Konvensional ………. 18 20 E. Penelitian yang Relevan ………... 24

F. Kerangka Berpikir ………. G. Hipotesis Penelitian ……….. 25 27 Bab III METODE PENELITIAN ……….. 29

A. Desain Penelitian ……….. 29

(5)

Pembuktian Matematis ……… 31

2. Instrumen Non Tes ……….. 39

E. Prosedur Penelitian ………... 40

F. Teknik Analisis Data ………. 41

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 45

A. Hasil Penelitian ………. 46

1. Pencapaian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ……. 46

2. Pencapaian Kemampuan Pembuktian Matematis .……….. 52

3. Korelasi antara Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pembuktian Matematis ………..……….. 4. Observasi Pembelajaran ……….. 58 59 B. Pembahasan ……….. 61

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ……...…………. 62

2. Kemampuan Pembuktian Matematis ……..……… 66

3. Korelasi Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pembuktian Matematis ……...………. 72

Bab V SIMPULAN DAN SARAN ………. 74

A. Simpulan ………... 74

B. Saran ………. 74

DAFTAR PUSTAKA ………... 76

(6)

Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa SMP yang masih belum memuaskan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pencapaian kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional serta untuk menelaah korelasi antara kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP). Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain penelitian kelompok kontrol non-ekuivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII pada salah satu SMP Negeri di Kota Balikpapan tahun ajaran 2013/2014. Sampel untuk penelitian ini diambil dari dua kelas sebagai kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dan kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data dilakukan terhadap rata-rata skor post-test antara dua kelompok sampel dan terhadap skor post-test kelas eksperimen untuk mengetahui korelasinya. Analisis data kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis menggunakan uji non parametrik Mann whitney sedangkan untuk uji korelasi menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian ini adalah: (1) kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) kemampuan pembuktian matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (3) terdapat korelasi positif antara kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP).

(7)

Tri Hariyati Nur Indah Sari. (2014). The Influence of Missouri Mathematics Project (MMP) Learning Model Toward Creative Thinking Ability and Mathematical Proving of Junior High School Students

This study, rooted in the unsatisfactory ability of junior high school students in creative thinking ability and mathematical proving. The aims of this study are to examine students’ creative thinking ability and mathematical proving achievement in experiment and control group based on Missouri Mathematics Project (MMP) and to know the correlation between students’ creative thinking ability and mathematical proving. This study is quasi-experimental research with non-equivalent control group design. The whole students of seventh grader in one of Public Junior High School in Balikpapan, academic year 2013/2014 were selected as population. The sample for this study, two classes are taken as experiment class who get Missouri Mathematics Project (MMP) learning and control class who get conventional learning by using purposive sampling technique. Data analysis was conducted on the average of post-test score between two groups of sample and post-test score of experiment class to find out the correlation. Data analysis was conducted on the average of post-test score between two groups of sample and post-test score of experiment class to find out the correlation. The data of creative thinking ability and mathematical proving were analyzed by Mann Whitney non parametric test and Spearman correlation test for the correlation. The results of

this study show that: (1) the ability of students’ mathematical creative thinking on Missouri Mathematics Project (MMP) classroom better than the conventional

class; (2) the ability of students’ mathematical proving on Missouri Mathematics Project (MMP) classroom better than the conventional class; (3) there was a positive correlation between the ability of creative thinking and mathematical proving students in Missouri Mathematics Project (MMP) classroom.

Keywords: Missouri mathematics project (MMP), mathematical creative thinking ability, mathematical proving ability

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (SISDIKNAS) menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pada Pasal 37 disebutkan bahwa

kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pelajaran

Matematika. Matematika sebagai ilmu dasar dari segala bidang ilmu

pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui. Oleh sebab

itu, matematika perlu diajarkan di semua jenjang pendidikan formal, mulai

dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pentingnya matematika bisa

dilihat dari manfaat dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari,

juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu penyempurnaan

kurikulum terus dilakukan Depdiknas, antara lain dengan memasukkan

kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif sebagai

Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika yang termuat dalam

Kurikulum 2006.

Kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan siswa mengingat bahwa

dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan

memungkinkan siapa saja bisa memperoleh informasi secara cepat dan mudah

dengan melimpah dari berbagai sumber dan tempat manapun di dunia. Hal ini

mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup serta perubahan global

dalam kehidupan. Jika para siswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir

kreatif maka mereka tidak akan mampu mengolah, menilai, dan mengambil

(9)

itu, kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan yang penting dalam

mata pelajaran matematika.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Sumarmo (2002, hlm. 2) mengatakan

bahwa pendidikan matematika pada hakikatnya mempunyai dua arah

pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang.

Kebutuhan masa kini yaitu kebutuhan yang mengarah pada kemampuan

pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah

matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Yang dimaksud kebutuhan masa

datang adalah kebutuhan yang mengarah pada kemampuan nalar yang logis,

sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka untuk

menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi

masa depan yang selalu berubah.

Fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif dalam matematika jarang dikembangkan. Padahal kemampuan ini

sangat diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh,

mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Berpikir kreatif merupakan

perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (high-order thinking).

Evans (1991) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas

mental untuk membuat hubungan-hubungan (connections) yang terus menerus

(continuous), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai

seseorang itu menyerah. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-kemiripan

sesuatu atau melalui pemikiran analogis. Asosiasi ide-ide membentuk ide-ide

baru. Jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah

mapan, dan menciptakan hubungan-hubungan tersendiri. Pengertian ini

menunjukkan bahwa berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk

menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya.

Infinite Innovations Ltd (2001) menyatakan bahwa berpikir kreatif dapat

(10)

mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan

gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan. Pengertian ini

lebih memfokuskan pada proses individu untuk memunculkan ide baru yang

merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih

dalam pemikiran. Pengertian berpikir kreatif ini ditandai adanya ide baru yang

dimunculkan sebagai hasil dari proses berpikir tersebut. Berdasar

pendapat-pendapat tersebut, maka berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan

mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang

baru.

Tingkat kreativitas anak-anak Indonesia dibandingkan negara-negara

lain berada pada peringkat yang rendah. Informasi ini didasarkan pada

penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah, Amerika

Serika dan Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman (Supriadi, 1994,

hlm. 85) dari 8 negara yang diteliti, kreativitas anak-anak Indonesia adalah

yang terendah. Berikut berturut-turut dari yang tertinggi sampai yang terendah

rata-rata skor tesnya adalah Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India,

RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia. Apabila hasil penelitian tersebut

menggambarkan keadaan yang sesungguhnya mengenai kreativitas anak-anak

Indonesia, menurut beberapa dugaan, penyebab rendahnya kreativitas

anak-anak Indonesia adalah lingkungan yang kurang menunjang anak-anak-anak-anak tersebut

mengekspresikan kreativitasnya, khususnya lingkungan keluarga dan sekolah.

Salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa khususnya pada hasil dari pembelajaran matematika adalah

terbatasnya kemampuan dimiliki para siswa khususnya kemampuan

pembuktian matematis. Pembuktian mendorong siswa untuk berpikir tingkat

tinggi sehingga dapat megembangkan kemampuan berpikir kreatif.

Pembuktian merupakan salah satu materi yang tidak mudah untuk

diajarkan. Senk (dalam Hanna dan Jahnke, 1996) menyatakan bahwa

(11)

pelajaran Geometri Euclid hanya 30% dari siswa tersebut yang mencapai

tingkat penguasaan menulis bukti sebesar 75% dan hanya 3% dari siswa

tersebut yang mencapai skor ideal (Maya, 2011, hlm. 2). Fakta lain juga

mengungkapkan bahwa dalam menyelesaikan masalah pembuktian banyak

siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini senada dengan dengan Grob, et al

(2008) yang menyatakan bahwa banyak siswa menghadapi kesulitan yang

serius dengan penalaran yang konsisten dan berargumentasi, khususnya pada

pembuktian matematis. Pada kenyataannya kesulitan tersebut terlihat dari

kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam mengemukakan

argumen pada proses pembuktian sehingga prestasi belajar mereka menurun.

Selain itu, pembelajaran matematika di sekolah menengah masih kurang

memperhatikan masalah pembuktian ini. Hal ini mungkin dikarenakan

masalah pembuktian tidak terdapat pada soal Ujian Akhir Nasional (UAN)

baik pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun pada Sekolah

Menengah Atas (SMA). Padahal, pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi

(tingkat perguruan tinggi) masalah pembuktian banyak dipelajari.

Hasil dari penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa kemampuan

berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa di Indonesia masih belum

mencapai hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, upaya untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis

siswa sangat diperlukan agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Banyak

faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika.

Salah satunya adalah metode pembelajaran yang dilakukan.

Berdasarkan hasil video study yang dilakukan oleh Shadiq (2007, hlm. 2)

menemukan bahwa ceramah merupakan metode yang paling banyak

digunakan selama mengajar, waktu yang diperlukan siswa untuk problem

solving hanya 32% dari seluruh waktu di kelas. Pendapat ini sejalan dengan

Turmudi (2010, hlm. 7) yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika

(12)

memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekannya” juga

sangat rendah yang mengakibatkan siswa cepat lupa. Falsafah pembelajaran

yang menganggap siswa sebagai bejana kosong dan siap diisi ilmu

pengetahuan oleh guru (Surjadi, 1983). Siswa adalah manusia yang mungkin

memiliki pengalaman tentang ilmu pengetahuan baik dari kehidupan

sehari-hari ataupun sumber-sumber informasi yang lainnya. Hal ini mengakibatkan

proses pembelajaran menjadi tidak bermakna. Seperti yang dikemukakan oleh

Suherman et al (2001, hlm. 60) bahwa siswa harus dibiasakan untuk diberi

kesempatan bertanya dan berpendapat, sehingga diharapkan proses

pembelajaran matematika lebih bermakna.

Wahyudin (Mina, 2006) mengemukakan bahwa di antara penyebab

rendahnya pencapaian siswa dalam pembelajaran matematika adalah proses

pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses pembelajaran, umumnya

guru asyik sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya. Demikian

juga siswa asyik sendiri menjadi penerima informasi yang baik. Akibatnya

siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan oleh guru, tanpa makna dan

pengertian. Dalam menyelesaikan soal siswa beranggapan cukup dikerjakan

seperti apa yang dicontohkan, sehingga siswa kurang memiliki kemampuan

menyelesaikan masalah dengan alternatif lain. Seringkali juga siswa

mengalami kesulitan dalam menghadapi persoalan matematis yang tidak biasa.

Siswa cenderung tidak mau berusaha untuk memikirkan ide-ide baru atau

cara-cara yang berbeda yang mungkin dapat menyelesaikan masalah-masalah

yang tidak rutin. Akibatnya mereka kurang kreatif dan memiliki daya juang

dalam menghadapi masalah-masalah matematika terutama masalah-masalah

yang lebih sulit, kompleks, dan tidak umum.

Hal tersebut diungkapkan oleh Rohaeti (2008) dalam penelitiannya

bahwa pada saat menyelesaikan soal-soal berpikir kreatif matematis para

siswa pada umumnya kesulitan mengajukan pertanyaan berdasarkan situasi

(13)

dan sering tidak didukung oleh perhitungan matematis yang memadai,

kesulitan dalam mengemukakan lebih dari satu cara penyelesaian suatu

masalah, dan kurang mampu mengaitkan ide-ide yang dikemukakan dengan

konsep yang sudah dipelajarinya.

Upaya untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pelajaran

matematika adalah dengan merancang suatu pembelajaran yang akan

dilaksanakan di kelas. Seperti yang dikemukakan Richards dalam Huang dan

Normandia (2009, hlm. 3) bahwa students will not become active learners by

accident, but by design. Siswa menjadi aktif bukan karena kebetulan, namun

karena adanya desain pembelajaran. Guru, sebagai pengajar, semestinya

memilih metode, strategi, pendekatan, ataupun model pembelajaran dan

merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan selama proses

belajar-mengajar di dalam kelas.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa adalah model pembelajaran

Missouri Mathematics Project (MMP). Model pembelajaran MMP berfokus

pada lima unsur dasar penting. Menurut Joyce dan Weil (Santyasa, 2007),

model pembelajaran ini memiliki lima unsur dasar, yaitu (a) Syntax (sintaks),

yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran; (b) Social system (sistem

sosial), adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran; (c)

Principles of reaction (prinsip reaksi), menggambarkan bagaimana seharusnya

guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa; (d) Support system

(sistem pendukung), yaitu segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar

yang mendukung pembelajaran; (e) Instructional effect (dampak

instruksional), yaitu hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan

yang ingin dicapai; (f) Nurturant effect (dampak pengiring), yaitu hasil belajar

di luar yang dituju.

Model pembelajaran MMP memuat langkah-langkah: pengulasan

(14)

dan penutup (membuat rangkuman pelajaran, membuat renungan tentang

hal-hal baik yang sudah dilakukan serta hal-hal-hal-hal kurang baik yang harus

dihilangkan). Pada tahap pengulasan kembali, guru dan siswa meninjau ulang

materi yang telah dipelajari pada pembelajaran sebelumnya. Kegiatan ini

membantu siswa mengingat kembali materi yang telah dipelajari, dan

diperkuat dengan pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru ketika siswa

belum mengingat sepenuhnya materi pelajaran yang dimaksud. Selanjutnya

pada tahap pengembangan, guru menyajikan perluasan materi dari materi yang

telah disajikan pada pembelajaran sebelumnya yang juga digali dengan

pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru. Tahapan ini dikombinasikan

dengan kerja kooperatif pada kelompok kecil dengan teman-teman sekelas.

Siswa diminta merespon satu rangkaian soal sambil diawasi oleh guru agar

tidak terjadi miskonsepsi. Setelah melakukan kerja secara berkelompok, siswa

diminta untuk mengerjakan soal-soal secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat kemampuan siswa pada masing-masing individu. Pada

tahap akhir, kemampuan siswa dimantapkan dengan memberikan tugas-tugas

yang berkaitan dengan materi yang baru saja mereka pelajari. Diharapkan

dengan penerapan pembelajaran MMP dapat mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model

Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) terhadap Kemampuan

Berpikir Kreatif dan Pembuktian Matematis Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) terhadap kemampuan

(15)

mempermudah pengkajian secara sistematis terhadap masalah yang akan

diteliti, maka rumusan masalah tersebut dirinci menjadi:

1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang belajar melalui

model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) lebih baik

daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional?

2. Apakah kemampuan pembuktian matematis siswa yang belajar melalui

model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) lebih baik

daripada kemampuan pembuktian matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kreatif dan

kemampuan pembuktian matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

Missouri Mathematics Project (MMP)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. untuk menelaah pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

yang belajar melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project

(MMP) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional,

2. untuk menelaah pencapaian kemampuan pembuktian matematis siswa

yang belajar melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project

(MMP) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional,

3. untuk menelaah korelasi antara kemampuan berpikir kreatif dan

pembuktian matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri

Mathematics Project (MMP).

(16)

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dapat tercapai dalam

penelitian ini adalah:

 Teoritis: Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti tentang potensi model

pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dalam

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis

siswa SMP, yang nantinya dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis

yang telah dilakukan sebelumnya dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai

pihak yang berkepentingan untuk berbagai kepentingan, seperti: guru-guru

sekolah menengah, para mahasiswa di LPTK, praktisi pendidikan, dan

lain-lain.  Praktis:

1. Siswa, yaitu memberikan bekal dan pengalaman siswa SMP mengenai

model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian

matematis siswa.

2. Guru matematika, yaitu memberikan alternatif contoh model

pembelajaran matematika untuk mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif dan pembuktian matematis bagi siswa SMP.

3. Sekolah, yaitu memberikan masukan model pembelajaran matematika

dalam rangka inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas.

E. Definisi Operasional

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan yang meliputi

kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi.

a. Kelancaran adalah kemampuan membangun berbagai ide yang

relevan dalam memecahkan suatu masalah dan lancar

mengungkapkannya.

b. Keluwesan adalah kemampuan memecahkan masalah dengan cara

(17)

c. Keaslian adalah kemampuan memecahkan masalah dengan caranya

sendiri atau menggunakan cara yang tidak baku.

d. Elaborasi adalah kemampuan menambah situasi atau masalah

sehingga menjadi lengkap dan merincinya secara detail.

2. Kemampuan pembuktian matematis adalah kemampuan berpikir formal

dan logis yang dimulai dengan aksioma dan bergerak maju melalui

langkah-langkah logis sampai pada suatu kesimpulan.

3. Model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) adalah model

pembelajaran yang memiliki langkah-langkah sebagai berikut: (1) Review,

(2) Development, (3) Cooperative Working, (4) Seat Work, (5)

Assignment.

4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran langsung yang

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian ini ada 2, yaitu kuasi eksperimen dan korelasional.

Penelitian kuasi eksperimen karena subjek pada penelitian ini tidak

dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek penelitian

apa adanya. Pemilihan penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa subjek

penelitian sudah dikelompokkan ke dalam kelas-kelas yang telah ada dan tidak

dimungkinkan untuk mengelompokkan siswa secara acak. Dalam penelitian ini

diambil dua kelas sebagai sampel, yaitu kelas eksperimen yang diberi treatment

berupa pembelajaran MMP dan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran

konvensional. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok

kontrol non-ekuivalen, yaitu subjek penelitian tidak dikelompokkan secara acak

(Ruseffendi, 2006) berikut:

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

Keterangan:

O : pre-test dan post-test kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian

mmatematis

X : model pembelajaran MMP

--- : subjek tidak dikelompokan secara acak

Penelitian korelasional karena penelitian ini menanyakan hubungan antara

dua variabel. Metode korelasional meneliti hubungan atau pengaruh sebab akibat.

Nana Sudjana dan Ibrahim (2007, hlm. 77) menjelaskan mengenai pengertian dari

metode penelitian korelasional yaitu studi korelasi yang mempelajari hubungan

dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variabel

(19)

Sukmadinata (2007, hlm. 79) bahwa studi hubungan (associational study) disebut

juga studi korelasional (correlational study) yang meneliti hubungan antara dua

hal, dua variabel atau lebih. Trianto (2010:201) tujuan dari penelitian korelasional

adalah untuk menyatakan besar kecilnya hubungan dua variabel atau lebih. Pada

penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan antara dua variabel terikatnya.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri

11 Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014. Berdasarkan

peringkat sekolah, SMP Negeri 11 Balikpapan termasuk dalam klasifikasi sekolah

sedang. Pemilihan tempat penelitian dengan klasifikasi sekolah sedang bertujuan

untuk meminimalisir pengaruh luar dalam pelaksanaan penelitian seperti

kemampuan siswa yang tinggi pada sekolah dengan klasifikasi sekolah tinggi dan

kemampuan yang rendah pada sekolah dengan klasifikasi rendah.

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling, yaitu

pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Tujuan

dilakukan pengambilan sampel dengan teknik ini adalah agar penelitian dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal kondisi subyek

penelitian dan waktu penelitian. Sampel penelitian ini terdiri dari dua kelompok

siswa kelas VII SMP Negeri 11 Balikpapan. Sampel tersebut sudah mewakili

populasi karena pada sekolah tersebut untuk kelas VII tidak ada kelas unggulan

sehingga kemampuan siswa pada tiap kelasnya seimbang.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel

terikat.

1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran

(20)

2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan berpikir kreatif

dan pembuktian matematis siswa.

D. Instrumen Penelitian

Pemerolehan data dalam penelitian ini melalui dua jenis instrumen, yaitu

instrumen inti dan instrumen penunjang. Instrumen inti terdiri dari instrumen tes

dan instrumen non tes. Instrumen tes berupa seperangkat soal tes untuk mengukur

kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis, sedangkan instrumen non

tes berupa lembar observasi aktivitas guru dan siswa. Instrumen penunjang terdiri

dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS).

Berikut ini adalah uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan.

1. Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pembuktian Matematis

Instrumen tes kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis

dikembangkan dari materi pembelajaran yang akan diteliti yaitu segitiga. Tes

yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif dan

pembuktian matematis siswa yaitu soal berbentuk uraian. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Fraenkel & Wallen (Runisah, 2008, hlm. 55)

bahwa tes berbentuk urain sangat cocok untuk mengukur higher level

learning outcomes. Soal tes kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian

matematis secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Penyusunan soal tes,

diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang berupa menyusun soal beserta

alternatif kunci jawaban yang dapat dilihat pada lampiran.

Tes kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis terdiri dari

seperangkat soal pre-test dan post-test yang dibuat sama. Pre-test diberikan

dengan tujuan untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal siswa pada

kedua kelas, sedangkan post-test diberikan dengan tujuan untuk mengetahui

pencapaian kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa

(21)

konvensional. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan dalam hal ini pembelajaran MMP

terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa.

Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan indikator kemampuan

berpikir kreatif matematis yang diukur.

Tabel 3.1

2. Mewakili dan menggambarkan ide atau solusi dalam berbagai cara

3. Menghasilkan ide-ide menggunakan beberapa strategi

4. Mengajukan pertanyaan dalam berbagai cara

Keluwesan

1. Menjaga keterbukaan dengan mempertimbangkan ide-ide baru dan beragam dan beberapa perspektif 2. Memilih dan menggunakan beberapa sumber daya 3. Bergerak bebas antara informasi baru dan

pengetahuan sebelumnya

4. Beradaptasi dan menggunakan informasi dan beberapa strategi untuk mencari kejelasan 5. Menunjukkan kemampuan beradaptasi dengan

mengubah ide-ide, pertanyaan, sumber daya, atau strategi ketika dihadapkan dengan bukti

Keaslian

1. Menciptakan ide baru, proses, atau produk menggunakan beberapa dan beragam format 2. Merencanakan dan merumuskan solusi baru, unik,

atau alternatif untuk masalah atau situasi

3. Mengubah ide, proses, atau produk menjadi bentuk baru

Elaborasi

1. Meningkatkan pikiran, gagasan, proses, atau produk dengan menambahkan rincian

2. Menunjukkan pikiran, gagasan, proses, atau produk dengan menggunakan berbagai bentuk komunikasi 3. Menggabungkan atau menambah pikiran, gagasan,

proses, atau produk

(22)

2 soal uraian yang masing-masing soalnya mencakup beberapa indikator.

Adapun rincian indikator kemampuan pembuktian matematis yang akan

diukur adalah sebagai berikut.

Membuat bukti lengkap dari suatu pernyataan

Menuliskan bukti secara lengkap

Untuk pedoman penskoran instrumen tes kemampuan berpikir kreatif

matematis dapat dilihat pada lampiran sedangkan pedoman penskoran

instrument tes kemampuan pembuktian matematis dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 3.3

Sistem Penskoran Tes Kemampuan Pembuktian Matematis

Respon Siswa terhadap Soal/Masalah Skor Tidak menjawab apapun.

Menjawab tidak sesuai dengan permasalahan.

Menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan

Mengorganisasikan fakta untuk

menunjukkan kebenaran suatu pernyataan Membuat bukti lengkap dari suatu

(23)

Sebelum tes berpikir kreatif dan pembuktian matematis digunakan

dilakukan uji coba dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut

sudah memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan

daya pembeda. Soal tes kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian

matematis ini diujicobakan pada siswa kelas VIII yaitu kelas VIII-7 di SMP

Negeri 52 Bandung. Jumlah siswa yang mengikuti uji coba sebanyak 33

siswa dengan waktu yang diberikan pada saat uji coba adalah 2 jam pelajaran

(80 menit). Setelah diajukan uji coba, hasil uji coba ini dianalis validitas,

reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal.

1) Analisis Validitas Instrumen

Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mampu

mengukur apa yang seharusnya diukur (Ruseffendi, 2010). Oleh karena itu,

tingkat kevalidan suatu instrumen tergantung pada sejauh mana ketepatan

instrumen tersebut dalam melaksanakan fungsinya (Suherman & Kusumah, 1990).

Adapun validitas terdiri dari:

a) Validitas Teoritik

Menurut Suherman & Kusumah (1990) validitas teoritik adalah validitas

instrumen yang dilakukan berdasarkan pertimbangan teoritik atau logika.

Validitas teoritik terdiri dari validitas isi dan validitas muka. Validitas isi adalah

validitas yang berkenaan dengan kesesuaian instrumen dengan materi yang akan

ditanyakan, baik menurut per butir soal maupun menurut keseluruhan soal

(Ruseffendi, 2010). Validitas isi dimaksudkan untuk membandingkan antara isi

instrumen (soal) dengan indikator. Validitas muka disebut validitas bentuk soal

atau validitas tampilan, yaitu kesesuaian susunan kalimat atau kata-kata dalam

soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak menimbulkan penafsiran ganda

(Suherman & Kusumah, 1990). Jadi suatu instrumen dapat dikatakan memiliki

validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya

(24)

Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas

muka dan validitas isi untuk instrumen tes dan uji validitas konstruksi psikologik

untuk instrumen non tes oleh para ahli yang kompeten. Uji validitas isi, muka, dan

konstruksi psikologik instrumen diberikan kepada siswa, teman-teman mahasiswa,

dosen pembimbing, dan guru matematika. Untuk mengukur validitas muka,

pertimbangan didasarkan pada kejelasan instrumen dari segi redaksional bahasa.

Adapun untuk mengukur validitas isi, pertimbangan didasarkan pada kesesuaian

instrumen dengan indikator dan materi ajar (segitiga) matematika SMP kelas VII

sedangkan untuk mengukur validitas konstruksi psikologik, pertimbangan

didasarkan pada kesesuaian antara pernyataan dan indikator yang telah ditentukan.

b)Validitas Empirik Butir Instrumen

Validitas empirik butir instrumen adalah validitas yang ditinjau dengan

kriteria tertentu. Kriteria tersebut digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya

koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan koefisien korelasi

pearson (Suherman & Kusumah, 1990). Perhitungan validitas butir instrumen

untuk tes kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis dilakukan

dengan menghitung korelasi antara skor item dengan skor total butir instrumen

menggunakan rumus koefisien korelasi product moment dengan angka kasar,

yaitu:

Dengan taraf signifikan 0,05 dan dk = n-2 sehingga diperoleh interpretasi:

(25)

(ii) Jika rhitung> rtabel, maka korelasi signifikan

Klasifikasi koefisien validitas untuk melihat tingkat kevalidan instrumen dapat

dilihat seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.4

Instrumen penelitian harus reliabel. Instrumen yang reliabel menurut

Suherman & Kusumah (1990) mempunyai reliabilitas yang tinggi. Reliabilitas

instrumen adalah ketetapan instrumen dalam mengukur dan ketetapan siswa

dalam menjawab instrumen tersebut (Ruseffendi, 2010), artinya hasil pengukuran

pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang, waktu dan tempat yang

berbeda akan relatif sama. Untuk mengukur reliabilitas digunakan perhitungan

Cronbach Alpha (Suherman & Kusumah, 1990) dengan rumus sebagai berikut.



r = koefisien reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir soal

2

Sedangkan untuk menghitung varians skor digunakan rumus:

(26)

N = banyaknya sampel/peserta tes

xi = skor butir soal ke-i

i = nomor soal

Adapun keputusan yang diperoleh dilakukan dengan membandingkan rhitung dan

tabel

r pada taraf signifikan 0,05 dan dk = n-2. Jika rhitungrtabelmaka soal reliabel

sedangkan jika rhitungrtabelmaka soal tidak reliabel. Klasifikasi koefisien

reliabilitas untuk melihat tingkat kereliabelan soal dapat dilihat seperti pada tabel

berikut.

Tabel 3.5

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai r11 Reliabilitas

0,80 <r11  1,00 Sangat tinggi

Indeks kesukaran menyatakan tingkat kesukaran suatu butir soal. Untuk

menghitung indeks kesukaran soal yang berbentuk uraian berdasarkan Kurikulum

1994 (Jihad & Haris, 2009) digunakan rumus:

M aks

IK = indeks kesukaran tiap butir soal

SA = jumlah skor yang dicapai siswa kelompok atas

SB = jumlah skor yang dicapai siswa kelompok bawah

n = jumlah siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah

Maks = skor maksimal

Klasifikasi koefisien indeks kesukaran menurut Suherman & Kusumah

(1990) dapat dilihat seperti pada tabel berikut.

(27)

Klasifikasi Interpretasi Tingkat Kesukaran

Daya pembeda dari butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir

soal tersebut dalam membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya

dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (Suherman & Kusumah,

1990). Untuk menghitung daya pembeda digunakan rumus menurut Kurikulum

1994 (Jihad & Haris, 2009) yaitu:

Maks

N = jumlah siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah

Maks = skor maksimal

Klasifikasi koefisien daya pembeda menurut Suherman & Kusumah

(1990) dapat dilihat seperti pada tabel berikut.

(28)

Analisis data hasil uji coba tes kemampuan berpikir kreatif dan

pembuktian matematis menggunakan software Anates V.4 for Windows. Berikut

adalah hasilnya.

Tabel 3.8

Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pembuktian Matematis

Analisis data hasil uji coba tes kemampuan berpikir kreatif matematis

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan kriteria yang telah

dijelaskan sebelumnya maka nilai statistik pada tabel di atas diinterpretasikan

sebagai berikut.

Tabel 3.9

Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pembuktian Matematis

No. soal

Validitas Reliabilitas Tingkat

Kesukaran

Daya Pembeda Interpretasi Klasifikasi Interpretasi Klasifikasi

1 Signifikan Tinggi

Dengan menggunakan acuan yang telah dipaparkan di atas, disimpulkan

(29)

berpikir kreatif matematis dengan perbedaan susunan kalimat yang

digunakan pada pre-test dan post-test.

2. Instrumen Non Tes (Lembar Observasi Kegiatan Guru dan Siswa)

Lembar observasi merupakan alat yang diberikan kepada observer untuk

mengetahui apakah guru selama proses pembelajaran sudah melakukan

tahapan-tahapan yang sesuai dengan model pembelajaran Missouri

Mathematics Project (MMP) dan untuk mengetahui gambaran aktivitas siswa

selama pembelajaran dengan model MMP. Observasi ini dilakukan oleh guru

matematika.

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) bertujuan untuk membantu

peneliti dalam melaksanakan pembelajaran agar sesuai dengan pembelajaran

MMP untuk kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelas

kontrol. Tujuan pembelajaran lebih diarahkan pada kemampuan berikir kreatif

dan pembuktian matematis dengan materi segitiga.

4. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegiatan siswa (LKS) diberikan untuk melatih kemampuan

berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa yaitu berupa permasalahan

yang diinvestigasi siswa secara berkelompok dengan materi segitiga.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1. Tahap persiapan

Pada tahapan ini, kegiatan yang dilakukan adalah:

a. studi pendahuluan, yaitu identifikasi masalah dan studi literatur mengenai

pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran MMP,

(30)

b. menyusun instrumen penelitian disertai dengan proses bimbingan dengan

dosen pembimbing.

c. melakukan uji coba instrumen yang digunakan dan mengolah data hasil

uji coba instrumen tersebut.

d. melakukan perbaikan instrumen.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkan yang dilakukan pada tahap ini, sebagai berikut:

a. menentukan sampel dari populasi yang mempunyai kemampuan

seimbang sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. memberikan pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengetahui kemampuan awal berpikir kreatif dan pembuktian matematis

siswa.

c. Melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pada kelas eksperimen diberikan

treatment model pembelajaran MMP dan untuk kelas kontrol diberikan

pembelajaran konvensional.

d. memberikan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengukur kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa

setelah diberikan treatment.

3. Tahap Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pre-test dan post-test dianalisis secara

statistik dengan bantuan program software SPSS 20 dan Microsoft Office

(31)

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

F. Teknik Analisis Data

Penyusunan Instrumen dan Validasi Ahli

Uji Coba Instrumen

Analisis Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran

Pemilihan Subjek Penelitian dengan Kemampuan Seimbang

Pre-test Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pembuktian Matematis

Post-test Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pembuktian Matematis

Pengolahan dan Analisis Data

Kesimpulan Studi Pendahuluan:

Identifikasi Masalah dan Studi Literatur

Proses Belajar-mengajar Kelas Eksperimen (Pembelajaran MMP)

Proses Belajar-mengajar Kelas Kontrol

(32)

Data yang akan dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes

kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa. Pengolahan

data dilakukan dengan bantuan software SPSS 20.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk karena merupakan uji

normalitas yang paling kuat dan sampel yang akan dianalisis kurang dari

50 (Razali & Wah, 2011).

Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : data berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal

Dengan kriteria uji sebagai berikut :

Jika nilai Sig.(p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak

Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka H0 diterima

Apabila data tidak berdistribusi normal, dilakukan uji nonparametrik

yaitu Uji Mann-Whitney.

2. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas variansi antara dua kelas dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelas sama atau berbeda.

Uji homogenitas dilakukan apabila pada uji normalitas diperoleh

kesimpulan bahwa data berdistribusi normal. Hipotesis yang akan diuji

dinyatakan sebagai berikut (Sudjana, 2005, hlm. 237).

H0 : Variansi skor tes kemampuan berpikir kreatif dan

pembuktian matematis kelompok homogen

H1 : Variansi skor tes kemampuan berpikir kreatif dan

pembuktian matematis kelompok tidak homogen

Keterangan:

(33)

variansi skor tes kelas dengan pembelajaran konvensional

Uji statistiknya menggunakan uji homogenitas variansi dua buah

peubah bebas, yaitu uji F, dengan rumus:

Kriteria pengujian adalah terima H0 jika dengan

dan tolak H0 jika F mempunyai harga-harga lain

(Kadir, 2010, hlm. 118).

3. Uji Perbedaan Dua Rerata

Untuk mengetahui lebih baik atau tidaknya kemampuan berpikir

kreatif dan pembuktian matematis siswa yang mendapat pembelajaran

MMP dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran

konvesional maka dilakukan pengujian perbedaan dua rerata dengan

. Adapun hipotesis untuk kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis adalah:

H0 : µ1 = µ2 Rata-rata post-test kemampuan berpikir kreatif dan

pembuktian matematis siswa kelas eksperimen sama

dengan rataan post-test kemampuan berpikir kreatif

dan pembuktian matematis siswa kelas kontrol

H1 : µ1 > µ2 Rata-rata post-test kemampuan berpikir kreatif dan

pembuktian matematis siswa kelas eksperimen lebih

baik daripada rataan post-test kemampuan berpikir

kreatif dan pembuktian matematis siswa kelas

kontrol

Kriteria pengujian:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak

(34)

Jika data hasil tes kedua kelas berdistribusi normal dan homogen,

maka uji perbedaan dua rata-rata untuk data pre-test dan post-test

menggunakan uji t independen. Jika data hasil tes kedua kelas berdistribusi

normal dan variansi keduanya tidak homogen maka digunakan uji t’

independen. Jika data hasil tes kedua kelas tidak berdistribusi normal dan

variansi keduanya tidak homogen maka statistik yang digunakan adalah

pengujian bebas asumsi atatu uji nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney

(Uji-U).

4. Uji Korelasi

Untuk menghitung korelasi antara kemampuan berpikir kreatif dan

pembuktian matematis siswa, data diuji dengan menggunakan rumus

korelasi Product Momen Pearson jika data berdistribusi normal. Jika data

tidak berdistribusi normal, maka data diuji dengan menggunakan korelasi

Spearman sebagai berikut (Kadir, 2010, hlm. 260):

Keterangan:

= koefisien korelasi Spearman

N = banyak pasangan

d = selisih peringkat

Adapun rumusan hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

:

Tidak terdapat korelasi antara kemampuan post-test berpikir kreatif

dan pembuktian matematis siswa melalui pembelajaran MMP

:

Terdapat korelasi antara kemampuan post-test berpikir kreatif dan

pembuktian siswa melalui pembelajaran MMP

(35)

diterima jika

(36)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh model

pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) terhadap kemampuan

berpikir kreatif dan pembuktian matematis siswa sekolah menengah pertama

diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project

(MMP) lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

yang memperoleh pembelajaran melalui pembelajaran konvensional, akan

tetapi kemampuan berpikir kreatif matematis kedua kelas tersebut masih

tergolong sedang jika dibandingkan dengan skor ideal.

2. Kemampuan pembuktian matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) lebih

baik daripada kemampuan pembuktian matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran melalui pembelajaran konvensional, akan tetapi kemampuan

pembuktian matematis kedua kelas tersebut masih tergolong rendah jika

dibandingkan dengan skor ideal.

3. Terdapat korelasi positif bahwa jika kemampuan pembuktian matematis

siswa mengalami peningkatan maka akan mengakibatkan meningkatnya

pula kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan begitu pula

sebaliknya.

B. Saran

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat

(37)

1. Model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dapat

diterapkan dengan syarat pada tahap review siswa harus mampu

menguasai materi prasyarat agar dapat mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif dan pembuktian matematis yang lebih baik.

2. Siswa harus sering diberi latihan soal yang dapat mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif dan pembuktian matematis.

3. Untuk memperdalam kemampuan berpikir kreatif matematis siswa,

terlebih dahulu harus dipastikan bahwa siswa memiliki kemampuan

penalaran matematis yang baik.

4. Untuk penelitian selanjutnya, perlu juga diakukan penelitian yang

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. I. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/ Buku Dua. Diterjemahkan oleh Soetjipto, H.P & Soetjipto, S. M. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ambarwati, D. (2011). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Melalui Pendekatan Pembelajran Langsung dan Tak Langsung. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Budiman, A. K. (2008). Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Game-Tournaments dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMP. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Daswa. (2013). Penerapan Model Sinektik Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis Siswa Madrasah Ibtidaiyah. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Evans, J. R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. Cincinnati: South-Western Publishing Co.

Fisher, R. (1995). Teaching Children to Think. London: Stanley Thornes Ltd.

Fitri, A. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Model Missouri Mathematics Project (MMP) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Grob, C., Heinze, A., Reiss, K. M. & Renki, A. (2008). Reasoning and proof in geometry: effects of a learning environment based on heuristic worked-out examples. The International Journal on Mathematics Educations, 40(3), pp. 455-467.

(39)

Hartono. (2009). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Aplikasi Matematika Siswa pada Pembelajaran Open-Ended dengan Konvensional di Sekolah Menengah Pertama. (Disertasi Program Doktor Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Huang J dan Normandia B. (2009). Students’ Perceptions on Communicating

Mathematically: A Case Study of a Secondary Mathematics Classroom. The International Journal of Learning. 16, (5).

Hudgins, B.B. & Smith, L. M. (1983). Educational Psychology. Itasca, USA: F.E. Peacock Publishers, Inc.

Istianah, E. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) pada Siswa SMA. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Infinite Innovations Ltd. (2001). Creativity and Creative Thinking. Tersedia di: http://www.brainstorming.co.uk/tutorials/tutorialcontents.html. [Diakses 10 Februari 2014]

Jihad, A & Haris, A. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: MLC.

Juandi, D. (2008). Pembuktian, Penalaran, dan Komunikasi Matematik.

Tersedia di:

http://file.upi.edu/Direktori/fpmipa/Jur._Pend._Matematika/196401171992 021-Dadang_Juandi/Penalaran_dan__Pembuktian.pdf. [Diakses 12 Februari 2014]

Kadir. (2010). Statistika Untuk Penelitian Ilmu-ilmu sosial. Jakarta: Rosemata Sampurna.

(40)

Kim, K. H. (2006). Can We Trust Creativity Tests? A Review of the Torrance Tests of Creative Thingking (TTCT). Creativity Research Journal, 18 (1), hlm. 3-14.

Krismanto, AL. (2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika.

Kusdwiratri, S. (1983). Teori Perkembangan Kognitif. Bandung: Fakultas Psikologi Unpad.

LTSIN. (2001). Learning Teaching. Scotland: Learning and Teaching Scotland.

Mahmudi, A. (2008). Mengembangkan Soal Terbuka (Open-Ended Problem) dalam Pembelajaran Matematika. Dalam Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Mahmudi, A. (2010). Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Makalah Disajikan Pada Konferensi Nasional Matematika XV. Manado: Universitas Negeri Manado.

Martono, K. (1999). Kalkulus. Jakarta: Erlangga.

Maya, R. (2011). Pengaruh Pembelajaran dengan Metode Moore Termodifikasi Terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pembuktian Matematik Mahasiswa. (Disertasi Program Doktor Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mina, E. (2006). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMA Bandung. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Munandar, U. (1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

(41)

Ratnaningsih. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. (Disertasi Program Doktor Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Razali, N. & Wah, Y. (2011). Power Comparisons of Shapiro-Wilk, Kolmogorov-Smirnov, Lilliefors and Anderson-Darling Tests. Journal of Statistical Modeling and Analytics, 2(1), hlm. 21-33.

Rohaeti, E. E. (2008). Pembelajaran dengan Pendekatan Eksplorasi untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Disertasi Program Doktor Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Rohaeti, T. (2012). Pendekatan Problem Posing pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Self Esteem Siswa Sekolah Menengah Atas. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Runisah. (2008). Penggunaan SQ3R dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Sadat, A. (2013). Implementasi Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dalama Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Confidence Siswa Madrasah Tsanawiyah. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Santyasa, I W. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Makalah disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi guru-guru SMP dan SMA di Nusa Penida tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007

(42)

Shadiq, F. (2007). Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika 15-16 Maret 2007 di P4TK (PPPG) Matematika. Yogyakarta: Depdikdas, P4TK Matematika Yogyakarta.

Sopiany, H. N. (2013). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Pemahaman dan Keruangan Matematis Siswa SMP. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Stylianides, A. L. (2007). Proof and proving in school mathematics. Journal for Research in Mathematics Education. Tersedia di: http://www.nctm.org/publications/article.aspx?id=17390. [Diakses 18 Agustus 2014]

Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sudjana, Nana dan Ibrahim (2007). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugilar, H. (2012). Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematika siswa madrasah tsanawiyah melalui pembelajaran generatif. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI

Suherman, E & Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika: untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sukmadinata, N. S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional FPMIPA UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

(43)

Supriadi, D. (1994). Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabeta.

Suriany, Erma. (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Math-Talk Learning Community. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Surjadi, A. (1983). Membuat Siswa Aktif Belajar. Bandung: Binacipta.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

Turmudi. (2010). Matematika Eksploratif dan Investigatif: Referensi Metodologi Pembelajaran untuk Guru Matematika. Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Tersedia di: http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf [Diakses 10 Februari 2014]

Gambar

Tabel 3.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Tabel 3.3 Sistem Penskoran Tes Kemampuan Pembuktian Matematis
Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Validitas
Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

This paper presents an assessment of the present management of Polychlorinated Biphenyls (PCBs) in the Philippines with emphasis on its inventory to develop safe and

[r]

Hal ini disebabkan karena asam kuat HCl telah melepaskan logam pengotor yang ada pada abu sekam padi saat proses aktivasi awal sebelum sintesis zeolit dilakukan. Sehingga

Maka sebagai guru fisika pada kelas tersebut, penulis mencoba mengatasi masalah tersebut dengan menyusun tugas proyek untuk dapat dikerjakan siswa yakni “membuat video

Pembelajaran Membaca Permulaan Pada Siswa Low Vision Kelas I SDLB Di SLB Negeri A Kota Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: Kuantitas tidur bayi usia 3-6 bulan sesudah dilakukan pemijatan

Teori agensi memprediksi bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi karena biaya keagenan perusahaan dengan