• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 Sakarosa % fraksi massa Min. 27,0 6 Cemaran logam 6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0 6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "5 Sakarosa % fraksi massa Min. 27,0 6 Cemaran logam 6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0 6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Permen Jelly

Permen jelly tergolong jenis permen lunak yang memiliki kenampakan jernih/transparan dengan tekstur dan kekenyalan tertentu. Karakteristik permen jelly yang baik yaitu bentuknya padat dan ketika dikunyah teksturnya relatif lunak dan elastis. Permen jelly dibuat dari campuran gula dan pemanis lain serta bahan pembentuk gel. Pembuatan permen jelly dapat ditambah dengan sari buah (Rosida dan Arumsaka, 2019). Penambahan sari buah bertujuan untuk memberikan cita rasa khas dan warna alami pada permen jelly. Selain buah- buahan, bahan lain yang dapat dimanfaatkan antara lain kacang-kacangan, sayuran, dan susu. Dengan ditambahkannya berbagai bahan tersebut, nutrisi pada permen jelly lebih tinggi dibandingkan permen jelly dengan tambahan essence dari bahan kimia (Amin dkk., 2018).

Menurut BSN (2008), definisi kembang gula lunak jelly adalah kembang gula bertekstur lunak yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karagenan, gelatin, dan lain – lain untuk memodifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal.

Setelah dicetak, permen jelly diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas.

Syarat mutu permen jelly diatur dalam SNI 3547.2-2008.

Tabel 2.1 Standar Mutu Permen Jelly Menurut SNI 3547.2-2008

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau Normal

1.2 Rasa Normal

2 Kadar air % fraksi massa Maks. 20,0

3 Kadar abu % fraksi massa Maks. 3,0

4 Gula reduksi (dihitung sebagai gula inversi)

% fraksi massa Maks. 25,0

5 Sakarosa % fraksi massa Min. 27,0

6 Cemaran logam

6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0

6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0

6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0

(2)

Tabel 2.1 (lanjutan)

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan

6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

7 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0

8 Cemaran mikroba mg/kg Maks.5x104

8.1 Angka lempeng total koloni/g

8.2 Bakteri coliform APM/g Maks. 20

8.3 E. coli APM/g <3

8.4 Staphylococcus aureus koloni/g Maks.1x102

8.5 Salmonella Negatif/25 g

8.6 Kapang/khamir koloni/g Maks.1x102

Sumber : BSN (2008)

B. Bahan Pembuatan Permen Jelly

Faktor penting yang mempengaruhi mutu permen jelly yaitu pembentukan gel. Keberhasilan pembentukan gel dapat dipengaruhi oleh konsentrasi gelling agent, pH, suhu, dan komponen elektrolitnya (Rosida dan Arumsaka, 2019). Sehingga dalam pembuatan permen jelly diperlukan bahan-bahan dengan formulasi tertentu agar diperoleh permen jelly yang bermutu. Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan permen jelly tomat-nanas yaitu tomat, nanas, gelatin, air, sukrosa, high fructose syrup, asam sitrat, serta bahan pelapis berupa tepung tapioka dan tepung gula.

1. Bahan Baku a. Tomat

Tomat dikenal sebagai bahan pangan sumber vitamin A dan C.

Bukan hanya itu saja, komposisi zat gizi dalam tomat cukup lengkap untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Dalam sayur tomat terdapat likopen bagian dari karotenoid yang merupakan pigmen warna merah terang. Likopen termasuk antioksidan yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Komposisi zat gizi dalam 100 gram tomat yaitu protein (1 g), karbohidrat (4,2 g), lemak (0,3 g), kalsium (5 mg), fosfor (27 mg),zat besi (0,5 mg), vitamin A (karoten) 1500 SI, vitamin B (tiamin) 60 µg, dan vitamin C 40 mg (Yani dan Ade, 2004).

Berdasarkan bentuknya, tomat dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu tomat sayur, tamat apel, tomat kentang, tomat tegak, dan tomat

(3)

cherry. Karakteristik dari tomat sayur atau tomat biasa (Lycopersycum esculentum Mill, varietas commune Bailey) yaitu berbentuk bulat pipih tidak teratur dan sedikit beralur pada bagian dekat tangkai. Sesuai namanya, tomat apel atau pir (Lycopersicum esculentum Mill, varietas pyriforme Alef) memiliki bentuk bulat seperti buah apel. Sedangkan ciri khas dari tomat kentang atau tomat daun lebar (Lycopersycum esculentum Mill, varietas grandifolium Bailey) yaitu berukuran besar dan bentuknya bulat dan padat. Kenampakan tomat tegak (Lycopersycum esculentum Mill, varietas validum Bailey) yaitu agak lonong dan memiliki tekstur yang keras. Adapun tomat cherry (Lycopersycum esculentum Mill, varietas cerasiforme Alef) berukuran paling kecil diantara tomat lainnya dengan bentuk bulat hingga bulat memanjang. Ketersediaan tomat sayur lebih banyak daripada jenis tomat yang lainnya sehingga tomat sayur atau tomat biasa lebih mudah dijumpai di pasar lokal dan harganya lebih murah. Oleh karena itu, pembuatan permen jelly tomat-nanas menggunakan jenis tomat sayur atau tomat biasa (Wiryanta, 2007 dalam Rahayuningsih, 2009).

Berdasarkan Statistik Produksi Hortikultura (2021), total produksi tomat pada tahun 2020 di Provinsi Jawa Tengah yaitu sebanyak 79832 ton. Dari hasil tersebut, Jawa Tengah berkontribusi sekitar 7,36% terhadap produksi tomat nasional. Dari data produksi dan luas panen Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018–2020 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (2021) yang mana data tersebut berasal dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa ketersediaan tomat di Kabupaten Karanganyar mengalami peningkatan setiap tahunnya. Produksi tomat di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2018, 2019, dan 2020 secara berturut-turut yaitu 16.873; 20.121; dan 25.568 ton. Luas lahan yang di panen pada tahun 2018, 2019, dan 2020 secara berturut-turut yaitu 116, 162, dan 154 hektar.

(4)

Kelemahan dari sayur tomat yaitu rasanya kombinasi antara manis, getir, dan asam serta memiliki bau yang menyengat. Bau dan rasa tersebut tidak disukai bagi sebagian orang. Hal tersebut menjadi salah satu alasan ketidaktertarikan masyarakat terhadap sayur tomat khususnya untuk mengkonsumsi tomat dalam bentuk segar (Wibowo dkk., 2014). Menurut Mikkelsen (2005), karakteristik rasa pada tomat disebabkan adanya komponen gula (fruktosa dan glukosa) serta kandungan asam organik (asam malat dan sitrat). Sedangkan aroma langu dari tomat disebabkan oleh adanya senyawa volatil meliputi aseton, geranylacetone, heksanal, trans-2-hexenal, cis-3-hexenal, cis-3- hexenol, b-ionone, hexanol, 3-methylbutanal, 3-methylbutanol, 6-metil- 5-hepten-2-satu, 2-phenylethanol, trans-2-pentenal, 1-penten-3-one, 2- isobutylthiazole, etanol, dan methanol (Buttery dkk., 1987).

Fungsi penambahan tomat dalam pembuatan permen jelly untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Selama ini, masyarakat menganggap tomat hanya dapat dikonsumsi dalam masakan sebagai bahan tambahan (Yulianti dkk., 2018). Penambahan tomat dapat meningkatkan kandungan gizi dari permen jelly. Selain itu, karena sudah ditambahkan tomat maka bahan pewarna tambahan tidak diperlukan lagi. Permen jelly dengan tambahan tomat memiliki warna oranye cerah. Hal tersebut dikarenakan adanya karotenoid dalam tomat.

Karotenoid merupakan senyawa yang tersusun dari isoprene dan turunannya yang memiliki kelompok warna kuning, oranye, dan merah oranye (Rahim dkk., 2019). Berdasarkan penelitian Rahim dkk. (2019), kandungan Fe pada permen jelly yang terbuat dari tomat dapat menjadi makanan tambahan yang baik bagi remaja putri. Hal tersebut menjadi salah satu bentuk fortifikasi pangan.

Menurut SNI 01-3162-1992 penggolongan tomat segar berdasarkan beratnya dibagi menjadi 3 yaitu besar, sedang, dan kecil.

Tomat segar dimasukkan dalam golongan besar jika beratnya lebih dari 150 gram/buah, golongan sedang jika beratnya antara 100 gram hingga

(5)

150 gram/buah, dan golongan kecil jika tomat memiliki berat kurang dari 100 gram/buah. Mutu tomat segar dikelompokkan menjadi 2 yaitu mutu I dan mutu II. Dasar pengelompokkan tomat segar yaitu harus sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam SNI 01-3162-1992. Pada proses produksi permen jelly tomat-nanas menggunakan tomat segar mutu I sehingga batas kerusakan pada tomat maksimal 5%.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Tomat Segar Menurut SNI 01-3162-1992

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

1 Kesamaan sifat, varietas - Seragam Seragam 2 Tingkat ketuaan - Tua, tapi tidak

terlalu matang dan tidak lunak

Tua, tapi tidak terlalu matang dan tidak lunak

3 Ukuran - Seragam Seragam

4 Kotoran - Tidak ada Tidak ada

5 Kerusakan, (jumlah/jumlah)

% Maks. 5 Maks. 10

6 Busuk, (jumlah/jumlah) % Maks. 1 Maks. 1 Sumber : BSN (1992)

b. Nanas

Rasa dari buah nanas yaitu ada yang manis hingga sedikit asam. Sehingga nanas dikenal akan rasa segarnya. Di balik rasa yang khas tersebut, buah nanas mengandung senyawa seperti saponin, flavonoid, dan polifenol yang memiliki berbagai manfaat bagi tubuh antara lain sebagai antiimflamasi, antioksidan, antibakteri, dan antifungi. Ciri-ciri buah nanas yang dapat dipanen yaitu warna kulit nanas berubah dari hijau menjadi hijau kekuningan, tangkai buah mengkerut, dan mahkota bunga terbuka (Astuti dan Satria, 2020).

Komposisi zat gizi dalam 100 gram buah nanas yaitu 13,7 gram karbohidrat; 0,54 gram protein; 130 IU vitamin A; 24 mg vitamin C;

dan 150 mg kalium. Seratus gram buah nanas dapat mencukupi 16,2%

kebutuhan vitamin C (Chauliyah dan Etisa, 2015).

Nanas (Ananas comosus L.) merupakan salah satu buah lokal Indonesia. Terdapat 4 varietas nanas yang umumnya dijual dipasaran yaitu spanish, queen, abacaxi, dan smooth cayenne. Adapun varietas

(6)

atau jenis nanas yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah nanas queen dan smooth cayenne (Syaiful dkk., 2020). Ciri khas dari nanas queen yaitu bentuknya kecil, daging buahnya berwarna kuning keemasan, aromanya harum, rasanya manis dengan tekstur yang renyah, bagian tepi daun berduri, serta mata buahnya kecil menonjol. Nanas varietas queen memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan varietas lainnya. Oleh karena itu, pada proses produksi permen jelly tomat-nanas menggunakan nanas dengan jenis queen atau biasa disebut dengan nanas madu (Nuraeni dkk., 2016).

Dari data produksi buah-buahan tahunan menurut jenis tanaman di Provinsi Jawa Tengah diketahui bahwa ketersediaan nanas di Jawa Tengah pada tahun 2018, 2019, dan 2020 secara berturut-turut yaitu 202.823; 173.605; dan 252.221 ton. Meskipun pada tahun 2019 produksi nanas menurun, namun produksi nanas pada tahun 2020 mengalami peningkatan bahkan lebih banyak daripada tahun 2018.

Adapun total produksi nanas nasional pada tahun 2020 yaitu sebesar 2.447.243 ton. Jadi, pada tahun 2020 Jawa Tengah berkontribusi sebesar 10,31% terhadap produksi nanas nasional (BPS, 2021).

Pada pembuatan permen jelly yang dilakukan oleh Basuki dkk.

(2014), penggunaan buah nanas berfungsi sebagai pemberi cita rasa, aroma, dan gizi karena kandungan vitaminnya tinggi. Dalam penelitian Efendi dkk. (2018), penambahan bonggol nanas berfungsi menyamarkan aroma langu pada permen jelly dari wortel. Bonggol nanas mengandung komponen volatil yang sama seperti daging buah nanas. Komponen volatil tersebut terdiri atas senyawa golongan metil ester dan etil ester yang mana merupakan pemberi aroma khas pada nanas.

Berdasarkan SNI 3166:2009 yang mengatur tentang nenas, seluruh varietas nanas famili Bromeliaceae yang dikomersialkan untuk dikonsumsi dalam bentuk segar harus memenuhi ketentuan/persyaratan minimum. Ketentuan tersebut antara lain buah dalam keadaan utuh

(7)

dengan atau tanpa mahkota, tampilan segar, layak dikonsumsi, bersih dan bebas dari benda asing, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari memar, bebas dari kerusakan yang diakibatkan temperatur tinggi maupun rendah, bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, serta bebas dari aroma dan rasa asing (BSN, 2009).

Berdasarkan kelas mutunya, nanas digolongkan menjadi 3 yaitu kelas super, kelas A, dan kelas B. Pada produksi permen jelly tomat-nanas digunakan nanas dengan mutu kelas A sebagai bahan baku.

Masing-masing kelas mutu memiliki beberapa kriteria minimal yang berbeda. Nanas dengan mutu super atau paling baik memiliki ciri-ciri yaitu bebas dari penyimpangan atau penyimpangannya sangat kecil dan jika terdapat mahkota harus tunggal. Nanas yang tergolong dalam kelas A merupakan nanas komersial yang diperbolehkan memiliki kecatatan antara lain bentuknya sedikit mengalami kelainan, warna buah terbakar sinar matahari, terdapat lecet, goresan, dan memar ringan pada kulit buah, total area cacat maksimal 5%. Namun adanya kecacatan pada nanas kelas A tidak boleh mempengaruhi mutu dan penampilan umum.

Jika dijual dengan mahkota, maka mahkota harus tunggal. Nanas dengan kelas mutu urutan ketiga yaitu kelas B diperbolehkan mengalami kecacatan yang masih memenuhi kriteria. Ciri-ciri nanas kelas B antara lain memiliki sedikit kelainan bentuk, warna buah termasuk diakibatkan terbakar sinar matahari, adanya lecet, goresan, dan memar ringan pada kulit buah, total area yang cacat maksimal 10%

dari total luas permukaan buah. Nanas dalam kelas mutu B boleh mengalami kerusakan mekanis selama mutu dan penampilannya tidak terpengaruh. Mahkota nanas dalam golongan ini boleh tunggal maupun ganda dan lurus maupun sedikit bengkok (BSN, 2009).

(8)

c. Gelatin

Gelatin termasuk sejenis protein diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat dan tulanghewan. Gelatin dapat digunakan sebagai pembentuk gel, pemantap emulsi, pengental, penjernih, pengikat air, pelapis danpengemulsi. Sebagai pembentuk gel, gelatin dapat mengubah cairan menjadi padatan yang elastis. Sifat gelatin sebagai pembentuk gel adalah reversible artinya jika dipanaskan akan membentuk sol dan jika didinginkan akan menjadi gel atau padatan kembali. Karakteristik tersebut menjadi keunggulan gelatin dibandingkan dengan bahan pembentuk gel lainnya (Neswati, 2013).

Dalam pembuatan permen jelly, gelatin berfungsi sebagai gelling agent atau bahan pembentuk gel. Selain itu, penggunaan gelatin mempengaruhi kekuatan gel, stabilitas gel, suhu meleleh, kandungan air, dan tekstur akhir permen jelly. Sifat yang dimiliki oleh gelatin sangat dibutuhkan dalam pembuatan permen jelly. Banyak sedikitnya gelatin yang digunakan perlu disesuaikan dengan karakteristik permen jelly yang dikehendaki. Semakin banyak konsentrasi gelatin yang ditambahkan, maka gel yang terbentuk bersifat kaku. Namun jika konsentrasi gelatin terlalu sedikit, maka gel bersifat lunak bahkan gel tidak dapat terbentuk. Sehingga konsentrasi gelatin perlu diperhatikan (Zia dkk., 2019).

Banyaknya gelatin yang dibutuhkan berkisar antara 7 – 15%

tergantung tingkat kekenyalan permen jelly yang diinginkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Neswati (2013), penambahan gelatin sapi sebanyak 11% pada pembuatan permen jelly pepaya menghasilkan tekstur yang paling disukai panelis. Pada konsentrasi tersebut dapat membentuk gel yang lunak dan elastis.

Salah satu parameter penentu kualitas gelatin adalah kekuatan gel. Parameter tersebut berkaitan dengan kekuatan dan kekenyalan gel yang dapat dibentuk oleh gelatin. Berdasarkan kekuatan gel dan viskositas, kualitas gelatin dikelompokkan menjadi 5 jenis. Gelatin yang

(9)

kualitasnya pada urutan no. 1 memiliki kekuatan gel 210 gram bloom dan viskositas 32 mp. Gelatin yang kualitasnya pada urutan no. 2 memiliki kekuatan gel 170 gram bloom dan viskositas 29 mp. Gelatin yang kualitasnya pada urutan no. 3 memiliki kekuatan gel 130 gram bloom dan viskositas 26 mp. Gelatin berkualitas no. 4 memiliki kekuatan gel 90 gram bloom dan viskositas 23 mp. Gelatin dengan kualitas paling rendah pada urutan ke-5 memiliki kekuatan gel 50 gram bloom dan viskositas 20 mp (Hastuti dan Iriane, 2007). Selain itu, karakteristik gelatin lainnya yang ditetapkan sebagai standar mutu gelatin diatur dalam SNI 01-3735-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Standar Mutu Gelatin Menurut SNI 01-3735-1995

Parameter Satuan Syarat

Warna - Tidak berwarna

Bau, rasa - Normal (dapat diterima konsumen) Kadar air % fraksi massa Maks. 16

Kadar abu % fraksi massa Maks. 3,25 Logam berat mg/kg Maks. 50

Arsen mg/kg Maks. 2

Tembaga mg/kg Maks. 30

Seng mg/kg Maks. 100

Sulfit mg/kg Maks. 1000

Sumber : BSN (1995) d. Sukrosa

Dalam pembuatan permen jelly, gula sukrosa berfungsi sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, dan pembentuk cita rasa (Jaldin dkk., 2019). Penambahan sukrosa dapat mencapai 60% dari total bahan. Hal tersebut dapat mempengaruhi tekstur dari permen jelly karena sukrosa berperan dalam pembentukan body produk. Peran sukrosa tidak dapat digantikan oleh bahan lain sepenuhnya. Sehingga sukrosa sangat dibutuhkan dalam pembuatan permen jelly (Malik, 2010 dalam Murtiningsih dkk., 2018). Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kartika (2011) pada pembuatan permen jelly ekstrak kelopak bunga rosela didapatkan hasil terbaik dengan perlakuan penambahan sukrosa konsentrasi 70%. Standar mutu sukrosa

(10)

tercantum pada SNI 3140.2-2011 tentang gula kristal rafinasi dapat dilihat pada Tabel 2.4. Pada produksi permen jelly tomat-nanas menggunakan sukrosa kelas mutu I.

Tabel 2.4 Syarat Mutu Sukrosa Menurut SNI 3140.2-2011

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

I II

1 Keadaan

1.1 Bau - Normal normal

1.2 Rasa - Manis manis

2 Polarisasi (oZ, 20oC) oZ* min. 99,80 min. 99,70

3 Gula reduksi % maks. 0,4 maks. 0,4

4 Susut pengeringan (b/b) % maks. 0,05 maks. 0,05

5 Warna larutan IU** maks. 45 maks. 80

6 Abu konduktifitas (b/b) % maks. 0,03 maks. 0,05

7 Sedimen mg/kg maks. 7,0 maks. 10,0

8 Ukuran partikel***

8.1 Kasar (coarse grain) mm 1,21–2,20 1,21–2,20 8.2 Sedang (medium/fine grain) mm 0,51–1,20 0,51–1,20 8.3 Halus (castorlextra fine

grain)

mm 0,25–0,50 0,25–0,50 9 Belerang dioksida (SO2) mg/kg maks. 2,0 maks. 5,0 10 Cemaran logam

10.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 maks. 0,2

10.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,25 maks. 0,25

10.2 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0

10.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03

11 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 1,0 maks. 1,0 12 Cemaran mikroba

12.1 Angka lempeng total (35oC, 48 jam)

koloni/10g maks. 2x102 maks. 2,5x102 12.2 Bakteri Coliform APM/g < 3 < 3

12.3 Kapang koloni/10g maks. 10 maks. 10

12.4 Khamir koloni/10g maks. 10 maks. 10

CATATAN

* oZ = oZuiker = Sukrosa;

** IU = ICUMSA UNIT

*** Nilai CV (Coefficient of Variation) untuk partikel dicantumkan dalam CoA (Certificate of Analaysis) maksimum 45%

Sumber : BSN (2011)

(11)

2. Bahan Tambahan

a. High Fructose Syrup (HFS)

High Fructose Syrup (HFS) merupakan salah satu jenis gula cair yang terbuat dari amilum. HFS atau sirup fruktosa biasanya diolah dari bahan pangan kaya karbohidrat seperti jagung, singkong, dan kentang. HFS dikenal sebagai pemanis dengan cita rasa lebih segar

dibandingkan sukrosa. (Cahyani dkk., 201). Pemanfaatan high fructose syrup biasanya digunakan sebagai bahan pemanis makanan maupun minuman. Keunggulan dari HFS yaitu sifatnya lebih stabil dan mudah diaplikasikan karena wujudnya cair. Selain itu, kalori HFS tergolong rendah namun tingkat kemanisannya lebih tinggi dibandingkan sukrosa (Qonitah dkk., 2016). Menurut Koswara (2009), tingkat kemanisan sirup fruktosa 1,12 kali lebih tinggi dibandingkan sukrosa.

Dalam pembuatan permen jelly high fructose syrup berfungsi sebagai pembentuk cita rasa manis dan mempengaruhi pembentukan gel. Kombinasi antara fruktosa dan sukrosa pada jumlah tertentu dapat menghasilkan permen jelly dengan tekstur kenyal dan menurunkan tingkat kekerasannya. HFS sangat diperlukan karena dapat mencegah terbentuknya kristal gula penyebab turunnya mutu permen jelly (Koswara, 2009). Penambahan HFS dapat mempengaruhi kecermelangan warna permen jelly menjadi lebih baik (Syafutri dkk., 2010).

Penggunaan HFS pernah dilakukan oleh Manurung dkk.

(2018) dalam pembuatan permen jelly dari rumput laut. Dalam penelitian tersebut, banyaknya HFS 55% dan sukrosa yang ditambahkan yaitu 11,5% dan 20%. Penelitian lain mengenai permen jelly pernah dilakukan oleh Sinurat dan Murniyati (2014). HFS dan sukrosa yang ditambahkan untuk setiap pembuatan 100 gram permen jelly yaitu 20%

HFS dan 35% sukrosa.

Berdasarkan Direktorat Standardisasi Pangan Olahan (2021), karakteristik dasar sirup fruktosa/high fructose syrup yang memenuhi

(12)

standar yaitu kadar fruktosanya tidak kurang dari 42%. Menurut BSN (2021), sirup fruktosa diklasifikasikan menjadi 2 yaitu HFS 42 dan HFS 55. Maksud dari Sirup fruktosa 42 (HFS 42) adalah sirup fruktosa tersebut mengandung fruktosa minimal 42% sampai kurang dari 55%.

Sedangkan HFS 55 mengandung minimal 55% fruktosa. Kadar fruktosa dihitung atas dasar bahan kering. Syarat mutu sirup fruktosa terdapat dalam SNI 2985:2021. Dalam pembuatan permen jelly tomat-nanas, jenis high fructose syrup yang digunakan yaitu HFS 55. Sehingga high fructose syrup tersebut harus memenuhi standar yang mempersyaratkan mengandung fruktosa minimal 55% yang dibuktikan pada label kemasan.

Tabel 2.5 Syarat Mutu High Fructose Syrup Menurut SNI 2985:2021

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

HFS 42 HFS 55 1 Keadaan

1.1 Warna - Normal

1.2 Bau - Normal

1.3 Rasa - Normal

2 Padatan total fraksi massa, % min.71 min. 76 3 Fruktosa, adbk fraksi massa, % 42–54 min. 55 4 Abu sulfat fraksi massa, % maks. 0,05 5 Cemaran logam berat

5.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,25

5.2 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,20

5.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40

maks. 250*)

5.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03

5.5 Arsen (As) mg/kg maks. 1,0

CATATAN:

*) untuk produk yang dikemas dalam kaleng Sumber : BSN (2021)

b. Air

Air termasuk bahan yang penting dalam proses produksi pangan. Keperluan seperti pencucian memerlukan air bersih. Selain itu, air juga dapat ditambahkan langsung ke bahan pangan dalam proses produksi. Dari total ketersediaan air, sekitar 70% digunakan untuk kebutuhan pertanian, 20% digunakan untuk keperluan industri

(13)

(termasuk industri pangan), dan 10% dimanfaatkan sebagai air domestik termasuk air minum (Rahmani, 2015).

Dalam pembuatan permen jelly air sumur digunakan untuk pencucian peralatan dan bahan. Sedangkan untuk melarutkan gelatin dan sebagai bahan campuran pada saat pembuatan sari tomat-nanas menggunakan air isi ulang. Menurut Marhamah dkk. (2020), air isi ulang adalah air yang telah diolah melalui berbagai proses antara lain proses chlorinasi, aerasi, filtrasi , dan penyinaran dengan sinar ultraviolet. Tujuan dari proses tersebut adalah agar air terbebas dari logam berat, zat organik, dan mikroorganisme. Sehingga air dapat aman diminum atau tidak membayakan tubuh manusia.

Persyaratan air yang layak untuk dikonsumsi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 seperti yang dapat dilihat pada Tabel. Air minum harus memenuhi beberapa persyaratan dari segi fisika, kimia, maupun biologi.

Tabel 2.6 Syarat Mutu Air Menurut Permenkes No. 907/MENKES/SK/VII/2002

No Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan

Keterangan A FISIKA

1 Warna TCU 15

2 Rasa dan bau - - Tidak berbau

dan berasa

3 Temperatur oC Suhu udara ± 3oC

4 Kekeruhan NTU 5

B KIMIA

a. Bahan-bahan inorganik (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan)

Antimony mg/liter 0,005

Air raksa mg/liter 0,001

Arsenic mg/liter 0,01

Barium mg/liter 0,7

Boron mg/liter 0,3

Cadmium mg/liter 0,003

Tembaga mg/liter 2

Sianida mg/liter 0,07

Fluroride mg/liter 1,5

(14)

Tabel 2.5 (lanjutan)

No Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan

Keterangan

Timah mg/liter 0,01

Molybdenum mg/liter 0,07

Nikel mg/liter 0,02

Nitrat sebagai (NO3) mg/liter 50 Nitrit sebagai (NO2) mg/liter 3

Selenium mg/liter 0,01

b. Bahan-bahan inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen)

Aamonia mg/liter 1,5

Aluminium mg/liter 0,2

Chloride mg/liter 250

Copper mg/liter 1

Kesadahan mg/liter 500

Hidrogen sulfide mg/liter 0,05

Besi mg/liter 0,3

Mangan mg/liter 0,1

Ph - 6,5–8,5

Sodium mg/liter 200

Sulfate mg/liter 250

Padatan terlarut mg/liter 1000

Seng mg/liter 3

C Bakteriologis

a. Air Minum 0

E. Coli atau fecal coli Jumlah per

100 ml 0

b. Air yang masuk sistem distribusi 0 E. Coli atau fecal coli Jumlah per

100 ml

0 c. Air pada sistem distribusi 0 E. Coli atau fecal coli Jumlah per

100 ml

0

Total bakteri coliform Jumlah per 100 ml sampel

0

Sumber : Kementerian Kesehatan RI (2002) c. Pelapis permen jelly

Dalam pembuatan permen jelly, campuran gula sering digunakan sebagai pelapis. Biasanya permen jelly yang terbuat dari

(15)

gelatin diberi pelapis berupa tepung pati kering. Pelapisan berfungsi agar antar permen tidak saling melekat dan meningkatkan rasa manis.

Pelapisan permen jelly membuat terbentuknya lapisan luar sehingga permen jelly dapat bertahan lama dan bentuk gelnya baik (Koswara, 2009).

Bahan pelapis yang dapat digunakan yaitu berupa campuran tepung tapioka dan tepung gula. Perbandingan komposisi terbaik antara tepung tapioka dan tepung gula yaitu 1 : 1. Sebelum digunakan sebagai pelapis, campuran disangrai terlebih dahulu selama 20 menit (Koswara, 2009). Pelapisan dengan campuran tepung tapioka dan tepung gula dapat mempengaruhi kekerasan permen jelly. Jika pelapisan terhadap permen jelly terlalu tebal, maka permukaannya menjadi keras. Dengan demikian tekanannya besar dan nilai kekerasan menjadi tinggi. Sehingga coating pada permen jelly perlu diperhatikan (Yani, 2006 dalam Mahardika dkk., 2014).

Pelapisan menggunakan campuran tepung tapioka dan tepung gula pernah dilakukan oleh Salamah dkk. (2006) dalam pemanfaatan Glacilaria sp sebagai bahan permen jelly, Muawanah dkk. (2012) dalam pembuatan permen jelly dari bunga kecombrang dan Moniharapon (2016) dalam pembuatan permen jelly rumput laut. Pelapisan dilakukan setelah permen jelly melalui proses aging yaitu didinginkan pada suhu rendah, didiamkan selama beberapa menit untuk menormalkan suhu permen jelly lalu dipotong sesuai ukuran yang dikehendaki.

Menurut BSN (1995), tepung gula adalah tepung yang berasal dari hasil penghalusan gula pasir dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Syarat mutu tepung gula tercantum pada SNI 01-3821-1995 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.7 Tabel 2.7 Syarat Mutu Tepung Gula Menurut SNI 01-3821-1995

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

(16)

Tabel 2.7 (lanjutan)

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1.3 Warna - Normal

2 Gula jumlah dihitung

sebagai sakarosa %b/b min. 93,0

3 Gula pereduksi %b/b maks. 0,2

4 Air %b/b maks. 0,2

5 Abu %b/b maks. 1,0

6 Benda asing - tidak boleh ada

6.1 Serangga - tidak boleh ada

7 Kehalusan

Lolos ayakan 80 mesh

Sesuai dengan SNI 01-02222- 1987 dan revisinya 9 Cemaran logam

9.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 2,0

9.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 20,0

9.3 Seng (Zn) mg/kg maks. 40,0

9.4 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0

9.5 Raksa (Mg) mg/kg maks. 0,03

10 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 1,0 11 Cemaran mikroba

11.1 Angka lempeng total koloni/g maks. 3x103 11.2 Bakteri bentuk koli APM/g maks. < 3 Sumber : BSN (1995)

Menurut BSN (2011), tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari umbi tanaman ubi kayu (Manihot sp). Syarat mutu tepung tapioka tercantum dalam SNI 3451:2011.

Tabel 2.8 Syarat Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI 3451:2011

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bentuk - Normal

1.2 Bau - Normal

1.3 Warna - Normal

2 Kadar air (b/b) % maks. 14

3 Abu (b/b) % maks. 0,5

4 Serat kasar (b/b) % maks. 0,4

5 Kadar pati (b/b) % min. 75

6 Derajat putih (MgO=100) - min. 91

7 Derajat asam mL NaOH 1 N/100 g maks. 4 8 Cemaran logam

8.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2

8.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,25

8.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40

8.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05

(17)

Tabel 2.8 (lanjutan)

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

9 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,5

10 Cemaran mikroba

10.1 Angka lempeng total (35oC, 48 jam)

koloni/g maks. 1x106

10.2 Escherichia coli APM/g maks. 10

10.3 Bacillus cereus koloni/g < 1x104

10.4 Kapang koloni/g maks. 1x104

Sumber : BSN (2011) 3. Bahan Tambahan Pangan

a. Asam sitrat

Berdasarkan BSN (1987), asam sitrat berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk putih, tidak berbau, memili rasa sangat asam, higroskopis, dan mudah larut dalam air. Asam sitrat merupakan asam organik dengan rumus kimia C6H8O7. Asam sitrat dapat diperoleh dari bagian tumbuhan maupun hewan. Pemanfaatan asam sitrat cukup luas di berbagai bidang seperti industri makanan, minuman, dan farmasi.

Sebanyak 70% asam sitrat yang diproduksi digunakan oleh industri makanan dan minuman. Hal tersebut dikarenakan asam sitrat memiliki keunggulan yaitu mudah dilarutkan, tidak berbahaya, menghasilkan rasa asam yang alami, dan menghambat terjadinya oksidasi. Asam sitrat sering digunakan sebagai perisa untuk meningkatkan rasa asam pada makanan maupun minuman (Hambali dkk., 2016).

Salah satu faktor penentu keberhasilan pembuatan permen jelly adalah derajat keasaman/pH karena berperan penting dalam pembentukan gel. Untuk menurunkan pH sehingga kondisi menjadi asam dapat dikendalikan dengan penambahan asam sitrat. Banyaknya asam sitrat yang ditambahkan tergantung jenis bahan pembentuk gel.

Asam sitrat juga berfungsi untuk memperkuat rasa asam (Rismandari dkk., 2017). Menurut Kamsina dan Anova (2013), dalam pembuatan permen jelly membutuhkan asam sitrat sebanyak 0,2–0,3%. Syarat mutu

(18)

asam sitrat teknis tercantum pada SNI 06-00799-1987 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Syarat Mutu Asam Sitrat Menurut SNI 06-00799-1987

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Kadar asam sirat % Min. 99,5

Sisa pemijaran % Maks. 0,05

Logam berat, sebagai Pb Ppm Maks. 10 Sumber : BSN (1987)

C. Proses Pembuatan Permen Jelly

Pembuatan permen jelly yang berasal dari sayur dan buah secara umum terdiri atas 2 tahapan proses yaitu pembuatan sari buah atau sayur dan pembuatan permen jelly (Amaliah dan Farida, 2019).

1. Pembuatan Sari Buah atau Sayur

Tindakan awal yang dilakukan dalam pembuatan sari buah ataupun sayur yaitu melakukan sortasi bahan. Pada tahap sortasi, buah maupun sayur dipilih yang keadaannya baik, sudah matang, dan tidak terkontaminasi.

Dalam penelitian Isnanda dkk. (2016), buah nanas terpilih yaitu tingkat ketuaannya pada indeks kriteria 2 yang ditandai dengan 20–40% mata nanas berwarna kuning. Beberapa jenis buah seperti nanas memerlukan pengupasan untuk membuang kulit dan mata nanas karena bagian tersebut tidak dapat digunakan. Namun untuk beberapa jenis sayur seperti tomat tidak perlu dikupas. Kemudian buah maupun sayur dicuci menggunakan air mengalir untuk membersihkan permukaan bahan dari kotoran yang kemungkinan masih menempel seperti tanah dan sisa pestisida. Setelah bersih, buah maupun sayur siap untuk diblender. Sebelum diblender, buah maupun sayur dapat dipotong-potong sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Buah maupun sayur yang telah dipotong dimasukkan ke dalam blender diberi air secukupnya jika diperlukan. Lalu buah/sayur dihaluskan selama beberapa menit dengan kecepatan maksimal ±14.000 rpm. Hasil penghalusan buah maupun sayur dituang dalam saringan sehingga didapatkan sari buah yang homogen (Yulianti dkk., 2018).

(19)

Pada pembuatan sari buah ataupun sayur ditambahkan sejumlah air pada proses penghancuran atau penghalusan bahan. Tujuannya agar proses ekstraksi untuk mendapatkan sari yang terkandung dalam bahan dapat optimal (Wibowo dkk., 2014). Perbandingan antara buah/sayur dan air dapat bervariasi. Pembuatan sari nanas yang dilakukan oleh Isnanda dkk.

(2016) membutuhkan 125 ml air untuk setiap 500 gram daging buah nanas.

Sehingga perbandingan antara buah dan air dalam pembuatan sari buah yaitu 4:1.

Dalam pembuatan permen jelly sawi yang dilakukan oleh Khamidah dan Novitasari (2017), pembuatan pasta sawi diawali dengan melakukan sortasi untuk membuang bagian yang cacat dan busuk sehingga sawi yang diambil yang keadaannya masih baik dan diambil bagian daunnya saja.

Setelah itu, sawi diblansir selama 2 menit. Kemudian daun sawi diblender dengan menambahkan sejumlah air. Hasil penghancuran tersebut kemudian disaring menggunakan kain saring sehingga diperoleh pasta daun sawi yang siap digunakan untuk membuat permen jelly sawi.

Perlakuan blansir juga dilakukan oleh Wibowo dkk. (2014) dalam pembuatan sari tomat. Setelah dilakukan beberapa proses yaitu sortasi, trimming untuk membuang bagian yang tidak diperlukan, dan pencucian, tomat di-blanching pada suhu 90oC selama 5 menit. Dengan perlakuan tersebut tomat menjadi lunak dan mudah dikupas. Pada penelitian tersebut biji maupun lendir dipisahkan dari daging buah karena mengandung senyawa volatil yang menyebabkan aroma tengik dan langu. Upaya blansir terhadap tomat juga dilakukan oleh Rahim dkk (2019), namun dengan cara pengukusan selama 20 menit.

Beberapa buah maupun sayur yang akan diolah menjadi sari buah ataupun sari sayur diberi perlakuan pendahuluan seperti pengupasan, pencucian, dan blanching. Perlakuan pedahuluan untuk setiap jenis buah dan sayur dapat berbeda. Buah dan sayur dapat dipotong untuk memperkecil ukurannya agar proses penghancuran menjadi lebih mudah. Estiasih dan Ahmadi (2009) dalam Sultan (2018) mengungkapkan bahwa blanching

(20)

merupakan pemanasan dengan suhu sedang yang dilakukan pada buah dan sayuran sebelum diolah lebih lanjut. Perlakuan blanching berfungsi untuk menginaktivasi enzim oksidatif penyebab terjadinya perubahan warna, flavor, dan nilai gizi. Suhu dan lamanya blanching pada setiap buah dan sayur dapat berbeda tergantung jenis dan ukuran buah atau sayur serta metode blanching yang digunakan. Biasanya blanching dilakukan pada suhu 75–95oC selama 1–10 menit.

2. Pembuatan Permen Jelly

Setelah sari buah ataupun sayur dibuat dan bahan-bahan lain telah dipersiapkan, maka tahapan selanjutnya yaitu pembuatan permen jelly dapat dilakukan. Tahapan proses pembuatan permen jelly meliputi penimbangan bahan, pemanasan, pencampuran, pencetakan, dan pendinginan. Untuk menghasilkan produk permen jelly yang bermutu dan sesuai standar, maka selama proses produksi dilakukan upaya pengendalian mutu pada setiap tahapan proses. Pengendalian proses produksi permen jelly antara lain penimbangan bahan sesuai formula menggunakan timbangan yang akurat, pengecekan suhu pada saat pemanasan menggunakan thermometer, melakukan pengadukan secara terus-menerus dan memastikan larutan permen jelly homogen pada saat pencampuran, cetakan yang digunakan dalam keadaan bersih serta pada saat pendinginan tempat harus diusahakan bebas dari kontaminasi dan pendinginan pada suhu ruang antara 22–28oC (Amaliah dan Farida, 2019).

Semua bahan-bahan yang diperlukan meliputi asam sitrat, gelatin, sirup fruktosa, dan sukrosa ditimbang sesuai formula. Pada tahap penimbangan bahan, alat yang digunakan berupa timbangan harus dalam kondisi yang baik dengan tingkat keakuratan tertentu. Pada tahap pemanasan, bahan yang terlebih dahulu dimasukkan adalah sari buah ataupun sayur. Kemudian bahan lain yaitu gula pasir, sirup fruktosa, dan asam sitrat ditambahkan. Menurut Septiani (2015), pemanasan dilakukan hingga suhunya mencapai 103oC. Setelah itu, suhu pemanasan diturunkan menjadi 50–60oC. Kemudian gelatin yang telah dilarutkan dalam air

(21)

bersuhu 100oC dimasukkan dalam campuran bahan. Pemanasan dilanjutkan disertai pengadukan sampai suhu 96oC. Suhu pemanasan tersebut sesuai dengan pernyataan Koswara (2009) bahwa suhu yang dianjurkan untuk memanaskan gelatin dalam larutan gula yaitu di atas 82oC. Selanjutnya adonan permen dituang ke dalam cetakan dan disimpan pada suhu ruang selama 1 jam hingga suhu adonan permen sekitar 27oC. Kemudian permen jelly disimpan pada cooler selama 24 jam dengan suhu 5oC. Setelah itu, permen jelly dikeluarkan dari cooler dan didiamkan beberapa menit untuk menentralkan suhu sehingga suhunya menjadi sekitar 27oC. Kemudian permen jelly dipotong-potong sesuai bentuk dan ukuran yang dikehendaki.

Selanjutnya dilakukan pelapisan menggunakan gula kastor. Caranya dengan menggulingkan permen jelly diatas gula kastor yang telah disiapkan.

Permen jelly dapat dikemas maupun disimpan pada wadah tertutup (Septiani, 2015).

Peneliti lain yaitu Sachlan dkk. (2019) juga pernah melakukan penelitian mengenai permen jelly dari mangga kuini (Mangifera odorata Griff) dengan konsentrasi sirup glukosa dan gelatin yang bervariasi untuk mengetahui sifat organoleptiknya. Pada proses pembuatan permen jelly mula-mula sari mangga kuini beserta sukrosa dan sirup glukosa dipanaskan disertai pengadukan hingga gula larut dan larutan menjadi homogen.

Setelah itu, larutan gelatin yang telah dibuat dengan melarutkan gelatin dalam air hangat bersuhu 50oC dimasukkan dalam larutan sari mangga kuini. Pemasakan dilanjutkan hingga suhu mencapai 80oC selama 5 menit.

Setelah larutan menjadi kental, pemasakan dihentikan. Larutan permen jelly dituangkan ke dalam cetakan, didiamkan selama 1 jam, didinginkan dalam lemari pendingin selama 24 jam, didiamkan kembali selama 1 jam, dipotong, dan diberi bahan pelapis (Sachlan dkk., 2019).

D. Desain Kemasan

Pengemasan merupakan serangkaian kegiatan yang terkoordinasi meliputi mendesain, memproduksi kemasan, dan memasukkan produk ke dalam kemasan sehingga produk siap untuk disimpan, dijual, dan didistribusikan

(22)

(Sucipta dkk., 2017). Menurut Sucipta dkk (2017) dalam bukunya yang berjudul Pengemasan Pangan mengungkapkan bahwa memilih bahan kemasan dan teknik pengemasan untuk produk pangan perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertimbangan utama yaitu kemasan harus mampu mempertahankan mutu produk dalam jangka waktu tertentu dan melindungi produk dari penyebab kerusakan seperti benturan, gesekan, kelembaban, cahaya, oksigen, dan serangga. Pemilihan kemasan yang tepat dapat memperpanjang umur simpan produk. Saat ini kemasan produk pangan tidak hanya dituntut mampu memenuhi fungsi dasar kemasan yaitu sebagai wadah, pelindung produk, dan media komunikasi. Namun juga diharapkan memberikan kemudahan bagi konsumen terkait penyimpanan dan konsumsi produk. Kemasan dapat berupa wadah utama produk, kemasan yang dibuang saat produk akan digunakan, kemasan yang digunakan untuk menyimpan dan pengiriman produk. Kegiatan pengemasan juga meliputi pelabelan yaitu pemberian informasi pada atau di dalam kemasan (Sucipta dkk., 2017).

Label adalah keterangan terkait produk yang dapat berupa gambar, tulisan, kombinasi keduanya, maupun bentuk lain. Pelabelan produk dapat dimasukkan ke dalam kemasan, ditempelkan pada kemasan, atau menjadi satu bagian dengan kemasan (Hartati dkk., 2016). Fungsi label salah satunya sebagai identitas produk. Informasi mengenai produk yang tercantum pada label meliputi siapa pembuatnya, dimana produk dibuat, kapan produk dibuat, isinya, bagaimana produk tersebut digunakan, dan bagaimana cara penggunaan yang aman (Sucipta dkk., 2017). Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan, keterangan yang dicantumkan pada label paling sedikit mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor, halal bagi yang dipersyaratkan, tanggal dan kode produksi, keterangan kedaluwarsa, nomor izin edar, dan asal usul bahan pangan tertentu. Beberapa informasi yaitu nama produk, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor, halal bagi

(23)

yang dipersyaratkan dan keterangan kedaluwarsa harus berada pada bagian label yang paling mudah dilihat dan dibaca.

Kemasan atau packaging adalah suatu wadah yang dibuat untuk ditempati suatu barang. Tujuannya agar barang menjadi lebih aman dan meningkatkan daya tarik sehingga seseorang tertarik untuk membeli barang tersebut. Kemasan dapat menjadi media komunikasi antara produsen dengan calon konsumen. Maka dari itu, kemasan seharusnya juga berisi informasi- informasi terkait produk agar calon konsumen mengenali produk tersebut dan merasa yakin untuk membelinya. Semakin lengkap informasi yang tercantum pada kemasan, maka kepercayaan dan pemahaman calon pembeli terhadap produk semakin meningkat. Produk menjadi lebih dikenal calon pembeli (Mukhtar dan Muchammad, 2015).

Berdasarkan struktur sistem kemas atau hubungan kontak produk dengan kemasan, kemasan dibedakan menjadi 4 yaitu kemasan primer, kemasan sekunder, kemasan tersier, dan kemasan kuartener. Kemasan primer adalah kemasan yang jarak kontak dengan produk paling dekat karena dapat langsung bersentuhan dengan produk. Kemasan kedua disebut dengan kemasan sekunder.

Kemasan ini tidak kontak langsung dengan produk karena kemasan sekunder membungkus produk yang telah dikemas dengan kemasan primer. Urutan kemasan berikutnya adalah kemasan tersier dan kuartener. Kemasan tersebut digunakan setelah kemasan primer dan sekunder. Meskipun produk sudah dikemas per satuan, kemasan berupa kardus atau sejenisnya masih diperlukan dalam pengemasan produk. Walaupun konsumen mungkin tidak melihat kemasan berupa kardus tersebut secara langsung, namun sangat bermanfaat selama pengiriman atau pemasaran produk dan saat distributor menjualnya dengan meletakkannya pada display (Sucipta dkk., 2017).

Bahan kemasan yang digunakan pada pengemasan produk dapat mempengaruhi lama penyimpanan produk. Supaya produk dapat bertahan lama, maka pemilihan bahan kemasan harus disesuaikan dengan sifat produk pangan yang akan dikemas. Pengemasan dengan bahan yang kurang tepat dapat mengakibatkan penurunan mutu produk selama penyimpanan. Bahan kemasan

(24)

yang memungkinkan untuk digunakan pada produk confectionery antara lain kemasan plastik, aluminium foil, dan kertas minyak (Susilawati dan Dewi, 2011). Dalam penelitian Susilawati dan Dewi (2011) diperoleh hasil bahwa kemasan aluminium foil adalah jenis kemasan yang paling dapat mempertahankan sifat kimia, mikrobiologi, dan organoleptik dari permen karamel susu kambing dibandingkan dengan jenis kemasan plastik dan kertas minyak.

Kemasan aluminium foil merupakan materi penghalang paling baik yang dapat melindungi produk dari oksigen, cahaya, dan uap air. Kemasan ini cocok digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang peka terhadap cahaya dan mengandung lemak. Saat ini bahan aluminium foil banyak digunakan sebagai pelapis atau laminan. Jenis bahan yang dapat dilapisi oleh aluminium foil adalah CPP dan PET. Proses melapisi bahan dengan logam dalam kondisi hampa udara disebut dengan vacuum metalization. Mengkombinasikan bahan plastik dengan logam aluminium foil dapat menghasilkan kemasan dengan kemampuan proteksi terhadap uap air, aroma dan gas yang lebih baik tanpa mengubah sifat dasar plastik kecuali transparansinya (BPOM RI, 2014). Terdapat bahan yang sifatnya hampir sama dengan aluminium foil yaitu metalized aluminium foil.

Keunggulan dari bahan ini adalah lebih tipis dan lebih murah namun kemampuan melindungi produk setara dengan aluminium foil (Sucipta dkk., 2017).

E. Analisis Finansial

Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Perlakuan terhadap produk yang rusak antara lain hasil penjualan produk rusak dicatat sebagai pengaruh biaya produksi, kerugian produk rusak dicatat sebagai elemen biaya overhead pabrik, dan hasil penjualan dari produk rusak dicatat sebagai pendapatan luar uasaha. Untuk meminimalisir timbulnya produk cacat maka perlu adanya pengendalian kualitas. Keuntungan yang diterima perusahaan jika menjalankan pengendalian kualitas yang baik dan terus-menerus yaitu peningkatan kualitas produk, produk yang rusak berkurang sehingga produktifitas meningkat, mengantisipasi ketidaksesuaian

(25)

dalam proses produksi sehingga produk yang dihasilkan tetap sesuai dengan standar dan spesifikasi yang telah ditentukan perusahaan, mengurangi biaya yang tidak perlu pada saat proses produksi, serta keuntungan perusahaan meningkat (Yulia, 2017).

Dalam proses produksi mengolah bahan mentah menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi sangat memungkinkan adanya produk yang cacat meskipun sudah diterapkan pengendalian kualitas yang baik (Yulia, 2017). Umumnya perusahaan menetapkan batas produk cacat yang wajar muncul pada produksi suatu produk. Adapun pada produksi permen jahe 77 menetapkan bahwa proses produksi dikatakan mencapai sasaran kualitas jika produk cacat kurang dari 2,5% sampai dengan 5% dari hasil produksi.

Dalam menjalankan usaha, pemilik usaha/wirausahawan perlu memperhatikan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kinerja usaha salah satunya aspek finansial dengan analisis kelayakan usaha. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu usaha untuk dijalankan.

Bukan hanya itu saja, analisis finansial juga dapat digunakan untuk memperkirakan keuntungan yang diperoleh dan sebagai acuan untuk pengembangan usaha ketika usaha sudah berjalan (Nainggolan, 2017). Analisis finansial yang dapat digunakan meliputi BEP, ROI, Payback Period, NPV, Benefit Cost Ratio, dan IRR.

1. Break Even Point (BEP)

Menurut Soeharto (1999) dalam Siahaan (2016), Break Even Point adalah titik impas yang menunjukkan keseimbangan antara biaya produksi dengan pendapatan yang diperoleh. Titik impas menunjukkan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diterima adalah nol. Suatu usaha harus mampu memproduksi dan menjual produknya dalam jumlah tertentu dengan harga konstan agar biaya yang dikeluarkan sebagai investasi awal tertutupi sehingga hanya keuntungan yang diterima setelahnya. Dengan dihitungnya BEP rupiah, maka harga jual produk untuk mencapai titik impas dapat diketahui. Untuk memperoleh keuntungan, sebaiknya produk dijual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan nilai BEP rupiah.

(26)

Dengan demikian suatu usaha layak dijalankan dan waktu yang diperlukan untuk mencapai titik impas lebih cepat. Banyaknya jumlah produk yang terjual dan harga produk untuk mencapai titik impas dapat diketahui dengan perhitungan BEP unit dan BEP rupiah dengan rumus:

BEP unit = 𝐹𝐶

(𝑃−𝐴𝑉𝐶)

(1) ...(1) BEP rupiah = FC

Penjualan produk per bulan + 𝐴𝑉𝐶 ...(2) (Kusuma dan Nur, 2014)

Keterangan

FC : Biaya tetap P : Harga jual per unit AVC : Biaya variabel per unit

2. Return on Investment (ROI)

Return on Investment (ROI) merupakan salah satu cara untuk mengetahui kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan. Return on Investment adalah rasio untuk mengukur kemampuan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi. Nilai ROI diperoleh berdasarkan atas laba operasi dan melibatkan seluruh aktiva yang dimiliki oleh perusahaan (Linthin dkk., 2018). Dengan dihitungnya ROI, maka kemampuan usaha dalam mengembalikan modal investasi dapat diketahui.

Jika nilai ROI besar, maka dapat dikatakan usaha tersebut dapat mengembalikan modal dengan cepat sehingga penggunaan modal investasi tergolong efisien. Perhitungan ROI sebagai salah satu metode analisis kelayakan usaha pernah dilakukan oleh Widya dkk. (2017) terhadap Perusahaan Industri Roti Greyoung Bakery. Hasil perhitungan diperoleh nilai ROI yang besar karena menunjukkan angka 58,6%. Menurut Riswan dan Yolanda (2014), terdapat kekurangan dari analisis ROI yaitu tidak melibatkan unsur biaya modal dalam perhitungannya. Nilai ROI yang tinggi dianggap belum tentu mencerminkan keefektifan perusahaan dalam pengembalian modal sebelum dibandingkan dengan besarnya modal/investasi yang dikeluarkan. Secara matematis Return on Investment dapat dihitung dengan rumus

(27)

𝑅𝑂𝐼 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡 𝑥 100% ...(3)

𝑅𝑂𝐼 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡 𝑥 100% ...(4) (Widya dkk., 2017).

3. Payback Period

Payback Period (PP) merupakan periode waktu untuk mengembalikan segala pengeluaran sebagai bentuk investasi awal suatu usaha. Satuan payback period dapat berupa hari, bulan, dan tahun. Namun biasanya periode pengembalian lebih sering dinyatakan dalam jangka waktu per tahun. Perhitungan payback periode didasarkan atas aliran kas yang dihitung dari selisih antara total penerimaan dengan pengeluaran per tahun (Soeharto, 1999 dalam Siahaan, 2016). Suatu usaha memiliki perkiraan waktu atau umur investasi usaha. Jika hasil perhitungan payback period diperoleh nilai yang lebih kecil atau sama dengan umur investasi, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan karena dianggap menguntungkan.

Sebaliknya jika nilai payback period lebih besar dari umur investasi, maka kemungkinan usaha tersebut tidak menguntungkan sehingga usaha tidak layak untuk dijalankan (Kashmir dan Jakfar, 2012 dalam Widya dkk., 2017). Adapun rumus untuk menentukan payback period menurut Kusuma dan Nur (2014), adalah sebagai berikut:

𝑃𝑃 = 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑥 1 tahun...(5)

4. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan perhitungan yang mempertimbangan pengaruh waktu terhadap nilai uang yang sudah dimasukkan ke dalam perhitungan. Pada NPV digunakan tolak ukur yaitu jika NPV > 0 maka proyek diterima; jika NPV < 0 maka proyek ditolak; jika NPV = 0, maka proyek mengalami titik impas. Jika suatu keputusan

(28)

dihadapkan pada pemilihan beberapa hasil positif, maka proyek yang mempunyai nilai NPV terbesar yang akan dipilih (Setyawan, 2018).

Analisis NPV untuk menganalisis nilai sekarang menggunakan formula sebagai berikut

𝑁𝑃𝑉 = ∑𝑛𝑛=1 𝐵𝑡− 𝐶𝑡

(1+𝑖) ... (6) (Purwanto dan Santoso, 2011).

Keterangan

Bt : besarnya benefit finansial Ct : besarnya biaya finansial n : umur ekonomis (tahun) i : tingkat bunga (%)

5. Rasio Biaya Manfaat (Benefit Cost Ratio)

Metode BC Ratio pada dasarnya menggunakan data ekivalen nilai sekarang dari penerimaan dan pengeluaran, yang dalam hal ini BC Ratio merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari penerimaan atau pendapatan yang diperoleh dari kegiatan investasi dengan nilai sekarang dari pengeluaran (biaya) selama investasi tersebut berlangsung dalam kurun waktu tertentu (Djazuli dkk, 2009).

Terdapat dua perhitungan benefit cost ratio yaitu Net B/C dan Gross B/C. Net B/C diperoleh dari perbandingan antara jumlah Net Present Value yang bernilai positif dengan jumlah Net Present Value yang bernilai negatif.

Jumlah Net Present Value positif sebagai pembilang dan jumlah Net Present Value negatif sebagai penyebut. Hasil dari perhitungan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dapat digunakan untuk memperkirakan berapa kali lipat manfaat/benefit bersih yang diperoleh suatu usaha dari sejumlah biaya/cost yang telah dikeluarkan (Fika dkk., 2013). Selain itu, hasil perhitungan Net B/C dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha. Adapun kriteria penetapan layaknya usaha jika diperoleh nilai Net B/C > 1 berarti suatu usaha layak untuk dijalankan. Jika nilai Net B/C = 1 artinya usaha pada kondisi cash in flows = cash in flows atau dalam keadaan BEP yang mana total revenue = total cost. Sedangkan apabila Net B/C < 1, maka usaha

(29)

tersebut tidak layak untuk dijalankan (Purwanto dan Santoso, 2011). Nilai Net B/C dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑁𝑒𝑡 𝐵/𝐶 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝑃𝑉(+)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝑃𝑉 (−)...(7) (Purwanto dan Santoso, 2011).

Nilai Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) diperoleh dari hasil perhitungan dengan membandingkan antara jumlah present value benefit dengan jumlah present value cost. Gross cost adalah total biaya yang dikeluarkan yang dapat terdiri atas biaya modal (capital cost) atau biaya investasi, biaya operasional dan biaya pemeliharaan. Sedangkan gross benefit adalah penerimaan kotor (Fika dkk., 2013). Dari analisis gross B/C dapat disimpulkan bahwa usaha layak dikerjakan jika nilai gross B/C > 1.

Usaha dikatakan tidak layak dikerjakan jika nilai gross B/C < 1. Sedangkan apabila nilai gross B/C=1, maka usaha beradaa dalam keadaan BEP. Nilai gross B/C dapat diketahui melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut

𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠𝐵

𝐶 = 𝑡=𝑛𝑡=0(𝐵𝑡)(𝐷𝐹)

𝑡=𝑛𝑡=0(𝐶𝑡)(𝐷𝐹) ...(8) (Purwanto dan Santoso, 2011).

Keterangan

Bt : besarnya benefit finansial Ct : besarnya biaya finansial 6. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga (discount rate) yang menghasilkan Net Present Value sama dengan 0. Nilai IRR dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai kemampuan suatu usaha dalam mengembalikan bunga pinjaman atau mengembalikan modal yang ditanamkan (Fika dkk., 2013). Untuk menilai kelayakan suatu usaha, hasil dari perhitungan IRR dibandingkan dengan Marginal Avarage Revenue Return (MARR) atau tingkat suku bunga. MARR yang digunakan berkisar antara 12% – 14% (Kusuma dan Nur, 2014). Meskipun belum ada cara untuk menentukan MARR secara pasti, namun biasanya pemilihan nilai

(30)

MARR berdasarkan atas tingkat suku bunga pinjaman dari bank. Pada penelitian yang dilakukan Kusuma (2012) untuk menentukan kalayakan usaha produksi Nata de Coco, nilai MARR yang digunakan dalam analisis nilai IRR yaitu 12%. Suatu usaha dikatakan layak untuk dikembangkan apabila nilai IRR lebih besar daripada nilai MARR atau tingkat suku bunga.

Sebaliknya jika hasil perhitungan IRR menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai MARR, maka suatu usaha tidak layak untuk dikembangkan (Kusuma, 2012). Untuk menghitung IRR dapat menggunakan rumus sebagai berikut

𝐼𝑅𝑅 = 𝐼

1

+

𝑁𝑃𝑉(+)

𝑁𝑃𝑉(+)− 𝑁𝑃𝑉(−)

(𝐼

2

− 𝐼

1

)

...(9) (Setyawan, 2018)

Keterangan:

I1 = Tingkat discount rate lebih rendah I2 = Tingkat discount rate lebih tinggi

NPV(+) = Net Present Value yang bernilai positif NPV(−) = Net Present Value yang bernilai negatif

Gambar

Tabel 2.6 Syarat Mutu Air Menurut Permenkes                    No. 907/MENKES/SK/VII/2002

Referensi

Dokumen terkait

Pada uji Dissolved Oxygen (DO) dan uji Biological Oxygen Demand (BOD) perlakuan awal yang dilakukan ialah memasukkan sampel ke dalam botol winkler yang bertutup dengan cara

Pasal 1 peraturan tersebut berbunyi: pemilihan rektor dengan cara pemungutan suara oleh Anggota Senat UGM dalam suatu rapat senat tertutup khusus diadakan untuk keperluan

Banyak karya yang telah dibuat, salah satunya adalah tentang bagaimana bilangan pecahan campuran dapat digunakan untuk menentukan tripel Pythagoras yaitu dalam

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Gelombang ultrasonik ini melalui udara dengan kecepatan kurang lebih 344 meter per detik, Tranduser ultrasonik mengeluarkan pulsa atau memancarkan gelombang ultrasonik

Pelayanan kesehatan perorangan primer merupakan upaya kesehatan dasar yang menekankan pada pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan peningkatan dan

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan

Pada tahapan ini adalah tahap permulaan untuk membangun dan mengembangkan aplikasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Bagian ini merupakan kegiatan tentang