• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PENYULUH AGAMA ISLAM DI KABUPATEN CILACAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PENYULUH AGAMA ISLAM DI KABUPATEN CILACAP"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

e-ISSN. 2685-8509; p-ISSN. 2685-5453

Homepage: https://alisyraq.pabki.org/index.php/alisyraq/

91

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PENYULUH AGAMA ISLAM

DI KABUPATEN CILACAP

INTERVENTION FACTORS RELATED TO THE MOTIVATION OF ISLAMIC EXTENDERS IN CILACAP DISTRICT

Rifa Umami1*, Muhtar Mochamad Solihin1

1 Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia

*E-mail: rifa.umami16@mhs.uinjkt.ac.id

Abstract

Functional Islamic Religious Extenders (PAIF) and Honorary Islamic Religious Extenders (PAH) are expected to have high motivation in carrying out their duties and responsibilities. This study aims to analyze the level of motivation of the PAIF and PAH, and to analyze the factors related to the motivation of the Islamic Religious Exterders. This study uses a quantitative approach with survei methods The number of samples is 65 people who are determined using the Slovin formula from a population of 184 people. Data collection uses observation, interviews, and questionnaires. Then the data is analyzed using descriptive analysis (frequency distribution and percentage) and inferential analysis (Spearman rank correlation). The results of this study indicate that:

(1) the majority of PAIF and PAH motivation levels are low. However, PAH's motivation tends to be better than PAIF's motivation in carrying out its main duties and functions; (2) the factors that are moderately related to motivation are informative support. Then the factors that are weakly related to motivation it is instrumental support and reward support. The factors that are closely related to motivation are emotional support, age, sex, education level, years of service, and the position of the assisted group.

Keywords: Factors; Characteristics; Social Support; Motivation; Islamic Religion Extenders.

Abstrak

Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) maupun Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) diharapkan memiliki motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diembannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat motivasi PAIF dan PAH, dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi Penyuluh Agama Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

(2)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

92

metode survei. Jumlah sampel sebanyak 65 orang yang ditentukan menggunakan rumus Slovin dari jumlah populasi sebanyak 184 orang.

Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif (distribusi frekuensi dan persentasi) dan inferensial (korelasi rank Spearman).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tingkat motivasi PAIF maupun PAH mayoritas tergolong rendah. Namun demikian, motivasi PAH cenderung lebih baik dari pada motivasi PAIF dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya; (2) faktor-faktor yang berhubungan sedang dengan motivasi adalah dukungan informatif. Kemudian faktor-faktor yang berhubungan lemah dengan motivasi adalah dukungan instrumental dan dukungan penghargaan. Adapun faktor-faktor yang berhubungan sangat lemah dengan motivasi adalah dukungan emosional, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, dan jumlah kelompok binaan.

Kata Kunci: Faktor-faktor; Karakteristik; Dukungan Sosial; Motivasi;

Penyuluh Agama Islam.

Pendahuluan

Permasalahan kehidupan berkembang beriringan dengan berkembangnya zaman. Selain permasalahan ekonomi dan pendidikan, permasalahan sosial keagamaan pun perlu untuk diperhatikan oleh kita semua. Hal tersebut karena Indonesia merupakan negara beragama, yang mana setiap warga negaranya wajib memiliki agama. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia menerapkan unsur agama dalam seluruh aspek kehidupan, terutama agama Islam. Umumnya permasalahan yang sering kita jumpai adalah moralitas umat yang menurun yaitu mencakup kriminalitas, kenakalan remaja, narkotika, dan lain-lain. Kemudian permasalahan lainnya seperti tingkat perceraian yang tiap tahunnya semakin meningkat, kurangnya toleransi antar umat beragama, dan lain sebagainya.

Dalam upaya mengurangi permasalahan sosial keagamaan, pemerintah mempunyai tangan panjang yang bertugas terjun ke masyarakat. Perpanjangan tangan pemerintah ini adalah penyuluh. Penyuluh memiliki beberapa bidang kepenyuluhan sesuai dengan bidang permasalahannya, seperti penyuluh pertanian, penyuluh kehutanan, penyuluh sosial, penyuluh kesehatan, dan penyuluh agama.

Berfokus pada penyuluh agama, menurut Keputusan Menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 547 dan No. 178 tahun 1999 pengertian penyuluh agama adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,

(3)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

93

dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluh pembangunan melalui bahasa agama (Al-Asyhar, 2016), sehingga dapat diartikan Penyuluh Agama Islam adalah seseorang yang diberi wewenang untuk melakukan bimbingan kepada masyarakat denga bahasa agama Islam. Penyuluh Agama Islam (PAI) sendiri terdiri dari Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) dan Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH).

Menurut wawancara dalam Majalah Bimas menyebutkan bahwa Penyuluh Agama Islam mengalami beberapa problematika keprofesian diantaranya yaitu kurangnya perhatian dari pemerintah contohnya seperti Penyuluh Agama Islam (PAI) tidak mendapatkan kendaraan dinas, gaji kecil yang tidak sesuai dengan beban kerja. Problematika lainnya adalah tugas atau tuntutan Penyuluh Agama Islam (PAI) yang berat dan banyak, hubungan dengan rekan kerja yang kurang baik dan sering disepelekan, kemudian terakhir adalah belum adanya kode etik resmi terkait standar tugas dan kinerja. Penelitian Hamzah (2018) menunjukkan bahwa sebagian penyuluh agama melakukan pelanggaran terhadap disiplin kerja seperti mengumpulkan laporan tidak tepat waktu yang menunjukkan tidak konsistennya penyuluh agama dengan disiplin kerja. Hal tersebut diakibatkan oleh ketidakseimbangnya tugas penyuluh yang berat dengan kurangnya penghargaan atau reward dalam hal ini contohnya gaji minim yang diterima oleh Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH). Penyuluh Agama Islam baik yang Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) maupun Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) diharapkan memiliki motivasi yang tinggi, agar bisa menghadapi semua problematika tersebut dan bertanggung jawab atas tugas dan fungsinya. Motivasi adalah dorongan individu atau kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan kegiatan yang mengarahkan pada tercapainya tujuan tertentu (Masni, 2017).

Motivasi sangat diperlukan oleh Penyuluh Agama Islam (PAI) yang bertugas di daerah pedalaman atau daerah tertinggal. Kabupaten Cilacap merupakan Kabupaten yang berada di Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terdapat 60 desa dari 19 kecamatan yang tercatat sebagai daerah tertinggal. Berangkat dari sinilah, peneliti merasa tergerak untuk meneliti lebih jauh tentang tingkat motivasi Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) maupun Penyuluh Agama Islam

(4)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

94

Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap dan apa saja faktor yang berhubungan dengan motivasi Penyuluh Agama Islam (PAI) di Kabupaten Cilacap.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei.

Jumlah sampel sebanyak 65 orang yang ditentukan menggunakan rumus Slovin dari jumlah populasi sebanyak 184 orang. Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif (distribusi frekuensi dan persentasi) dan inferensial (korelasi rank spearman). Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ho : Tidak terdapat hubungan nyata antara usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, jumlah kelompok binaan, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif dengan motivasi Penyuluh Agama Islam di Kabupaten Cilacap.

Ha : Terdapat hubungan nyata antara usia, jenis klamin, pendidikan, masa kerja, jumlah kelompok binaan, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif dengan motivasi Penyuluh Agama Islam di Kabupaten Cilacap.

Hasil dan Pembahasan

Analisis Deskriptif Mengenai Karakteristik, Dukungan Sosial, dan Motivasi Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH)

Adapun karakteristik Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap

Karakteristik PAH Kategori Skor Frekuensi Persentase Usia

Muda (28-38 tahun) 19 33%

Dewasa (39-49 tahun) 24 42%

Tua (50-60 tahun) 14 25%

(5)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

95

Karakteristik PAH Kategori Skor Frekuensi Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki 43 75%

Perempuan 14 25%

Tingkat Pendidikan

Rendah (5-10 tahun) 1 2%

Sedang (11-16 tahun) 49 86%

Tinggi (17-22 tahun) 7 12%

Masa Kerja

Baru (36-109 bulan) 43 75,40%

Sedang (110-183 bulan) 11 19,29%

Lama (184-258 bulan) 3 5,26%

Jumlah Kelompok Binaan

Sedikit (1-7 pokbin) 46 81%

Sedang (8-14 pokbin) 10 17%

Banyak (15-21 pokbin) 1 2%

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas PAH di Kabupaten Cilacap adalah dewasa dengan rentang usia 39-49 tahun, usia tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja, artinya responden masih mampu melakukan sesuatu untuk dirinya, keluarga, dan lingkungan. Mayoritas PAH berjenis kelamin laki-laki, karena di Kabupaten Cilacap sudah menjadi budaya bahwa rata-rata yang menjadi tokoh agama atau orang yang bekerja di pemerintahan adalah laki-laki. PAH di Kabupaten Cilacap didominasi oleh penyuluh yang berpendidikan sedang yaitu antara 11-16 tahun yang jika diartikan maka mayoritas PAH menempuh pendidikan formal tingkat SLTA-S1. Mayoritas PAH di Kabupaten Cilacap adalah penyuluh junior yang masa kerjanya 3-9 tahun, artinya regenerasi atau pengangkatan PAH di Kabupaten Cilacap cukup sering dilakukan. PAH di Kabupaten Cilacap mayoritas memiliki pokbin sedikit (1-7 pokbin), sisanya memiliki pokbin sedang (8-14 pokbin), dan memiliki pokbin banyak (15-21 pokbin), artinya terdapat kesenjangan beban kerja, karena terdapat 1 PAH yang memiliki pokbin banyak.

Adapun dukungan sosial PAH di Kabupaten Cilacap ditunjukkan pada Tabel 2.

(6)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

96

Tabel 2. Dukungan Sosial Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap

Variabel dan Sub dimensi

Kategori

Skor Skor Frekuensi Persentase Dukungan Emosional Rendah

Tinggi

21-25 26-30

33 24

58%

42%

Dukungan Penghargaan Rendah Tinggi

16-22 23-29

13 44

23%

77%

Dukungan Instrumental Rendah Tinggi

18-23 24-29

14 43

25%

75%

Dukungan Informasi Rendah Tinggi

18-24 25-31

35 22

61%

39%

Total Rendah

Tinggi

74-95 96-15

19 38

33%

67%

Tabel 2 menunjukan bahwasannya secara umum Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap mayoritas memiliki dukungan sosial yang tinggi (96-15) yaitu dengan persentase sebesar 67 persen (38 orang). Hal ini terjadi karena PAH di Kabupaten Cilacap mayoritas adalah ustadz, hafidz, dan pengasuh pondok pesantren, sehingga secara tidak langsung mereka dihormati dan disegani oleh masyarakat. Dukungan emosional pada PAH mayoritas rendah (21-25) dengan persentase sebesar 58 persen yaitu 33 responden PAH, dukungan emosional pada PAH di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah dikarenakan rasa empati antar rekan kerja masih kurang. Dukungan penghargaan pada PAH di Kabupaten Cilacap mayoritas tinggi (23-29) dengan persentase sebesar 77 persen yaitu 44 reponden PAH, hal ini karena adanya dorongan untuk maju antar rekan kerja sebagai penyuluh misalnya dengan meyakinkan satu sama lain bahwa penyuluh mampu menjalankan tugasnya, kemudian mereka juga saling menyemangati satu sama lain dengan saling memberikan pujian.

Dukungan instrumental pada PAH di Kabupaten Cilacap mayoritas tinggi (24-29) dengan persentase sebesar 75 persen yaitu 43 responden PAH. Hal ini karena PAH di Kabupaten Cilacap mendapatkan bantuan secara langsung berupa tindakan misalnya keluarga yang selalu meluangkan waktu dan rekan kerja yang selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi ketika ada rekannya yang mendapatkan kesulitan, faktor lain yang membuat dukungan instrumental PAH tinggi adalah

(7)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

97

tempat penyuluhan yang memadai untuk keberlangsungan kegiatan penyuluhan.

Dukungan informatif pada PAH Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (18-24) dengan persentase sebesar 61 persen yaitu 35 reponden PAH. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi atau petunjuk terkait kepenyuluhan, misalnya tidak adanya gambar alur atau proses penyuluhan di kantor.

Adapun motivasi Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Motivasi Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap Variabel dan Sub

Dimensi Kategori Skor Skor Frekuensi Persentase

Motif Rendah

Tinggi

32-38 39-45

30 27

53%

47%

Harapan Rendah

Tinggi

34-41 42-49

31 26

54%

46%

Insentif Rendah

Tinggi

9-18 19-28

27 30

47%

53%

Total Rendah

Tinggi

85-100 101-216

35 22

61%

39%

Tabel 3 menunjukan bahwasannya motivasi PAH di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (85-100) dengan persentase sebesar 61 persen yaitu 35 responden PAH, motivasi rendah pada PAH di Kabupaten Cilacap disebabkan oleh gaji atau upah yang rendah dan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari penyuluh. Dimensi motif pada PAH mayoritas rendah (32-38) dengan persentase sebesar 53 persen yaitu 30 responden PAH, hal ini karena gaji tersebut tidak sesuai dengan beban kerja sebagai penyuluh. Dimensi harapan pada PAH di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (34-41) dengan persentase sebesar 54 persen yaitu 31 responden PAH. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesempatan mengembangkan karir misalnya seperti penyuluh tidak memiliki kesempatan untuk naik jabatan, kemudian kurangnya kemampuan pada penyuluh dalam memberi sikap simpatik misalnya penyuluh kurang merasakan apa yang dirasakan oleh sasaran penyuluhan. Dimensi insentif pada PAH di Kabupaten Cilacap mayorita tinggi (19- 28) dengan persentase sebesar 53 persen yaitu 30 responden PAH. Hal ini karena

(8)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

98

ketika penyuluh bekerja dan bertanggung jawab dengan tidak mengharapkan imbalan, kemudian penyuluh juga memiliki kesempatan untuk dipromosikan.

Analisis Deskriptif Mengenai Karakteristik, Dukungan Sosial, dan Motivasi Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF)

Karakteristik Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) di Kabupaten Cilacap ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) di Kabupaten Cilacap

Karakteristik PAIF Kategori Skor Frekuensi Persentase

Usia

Muda (43-45 tahun) 2 25%

Dewasa (46-48 tahun) 4 50%

Tua (49-51 tahun) 2 25%

Jenis Kelamin Laki-laki 6 75%

Perempuan 2 25%

Tingkat Pendidikan

Rendah (14-15 tahun) 1 12,50%

Sedang (16-17 tahun) 6 75%

Tinggi (18-19 tahun) 1 12,50%

Masa Kerja

Baru (156-175 bulan) 4 50%

Sedang (176-195 bulan) 1 12,50%

Lama (196-216 bulan) 3 37,50%

Jumlah Kelompok Binaan

Sedikit (6-9 pokbin) 2 25%

Sedang (10-13 pokbin) 3 37,50%

Banyak (14-17 pokbin) 3 37,50%

Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas PAIF di Kabpaten Cilacap berusia dewasa dengan rentang usia 46-48 tahun, sama seperti PAH, usia dewasa ini dianggap sebagai usia yang produktif untuk bekerja. Kemudian PAIF di Kabupaten Cilacap didominasi oleh laki-laki, hal ini terjadi karena budaya di Kabupaten Cilacap yang rata-rata kaum laki-laki menduduki pemerintahan dan tokoh agama.

PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas berpendidikan sedang yaitu 16-17 tahun dengan kata lain mayoritas PAIF telah menempuh pendidikan S1, artinya seseorang yang ingin menjadi PAIF minimal adalah lulusan S1. Mayoritas PAIF di

(9)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

99

Kabupaten Cilacap masa kerjanya baru yaitu 13-14 tahun, artinya jika dibandingkan dengan PAH, PAIF dalam meregenerarisasi intensitasnya lebih sedikit dibandingkan dengan PAH, hal ini terlihat masih banyaknya PAIF yang masa kerjanya lama dengan persentase sebesar 37,50 persen. Karakteristik yang terakhir adalah mayoritas PAIF di Kabupaten Cilacap memiliki kelompok binaan sedang (10-13 pokbin) dan banyak (14-17 pokbin) dengan masing-masing memiliki persentase sebesar 37,50 persen, sisanya memiliki pokbin sedikit (6-9 pokbin) dengan persentase sebesar 25 persen, artinya kesenjangan beban kerja pada PAIF hampir tidak ada, karena penyebaran pokbin hampir merata.

Adapun dukungan sosial Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) di Kabupaten Cilacap ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Dukungan Sosial Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) di Kabupaten Cilacap

Variabel dan Sub

Dimensi Kategori Skor Skor Frekuensi Persentase Dukungan Emosional Rendah

Tinggi

20-24 25-29

7 1

87,5%

12,5%

Dukungan Penghargaan Rendah Tinggi

18-21 22-25

1 7

12,5%

87,5%

Dukungan Instrumental Rendah Tinggi

21-25 26-30

6 2

75%

25%

Dukungan Informasi Rendah Tinggi

22-24 25-27

7 1

87,5%

12,5%

Total Rendah

Tinggi

90-97 98-105

6 2

75%

25%

Tabel 5 menunjukkan bahwasannya PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas memiliki dukungan sosial yang rendah (90-97) dengan persentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden PAIF, rendahnya dukungan sosial pada PAIF terjadi karena setiap kecamatan hanya memiliki satu atau dua PAIF, sehingga PAIF merasa dukungan sosial dari rekan kerjanya kurang, kemudian PAIF yang bertempat di daerah pelosok seperti Kecamatan Kampung Laut mengalami kendala sinyal, sehingga penyuluh kurang bisa optimal dalam mengakses informasi. Dukungan

(10)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

100

emosional pada PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (20-24) dengan persentase sebesar 87,5 persen yaitu 7 responden PAIF, hal ini karena PAIF di Kabupaten Cilacap kurang mendapatkan rasa empati dari pihak keluarga misalnya saja keluarga tidak merasa sedih ketika melihat penyuluh sedih, kemudian empati antar rekan kerja pun kurang dirasakan, misalnya saja ketika ada rekan kerja yang sedang mengalami kesulitan, mereka tidak berempati dengannya. Dukungan penghargaan PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas tinggi (22-25) yaitu dengan persentase sebesar 87,5 persen yaitu 7 responden PAIF, karena PAIF mendapatkan pujian dan semangat dari sesama rekan kerja ketika sedang terpuruk, kemudian rekan kerja saling meyakinkan satu sama lain bahwsannya penyuluh bisa menjalankan tugasnya.

Dukungan instrumental PAIF mayoritas rendah (21-25) dengan persentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden PAIF, ini terjadi karena kurangnya bantuan secara langsung dari rekan kerja, misalnya saja ketika kendaran salah satu penyuluh rusak, rekan kerja yang lain tidak meminjamkan kendaraannya. Dukungan informatif PAIF mayoritas rendah (22-24) dengan persentase sebesar 87,5 persen yaitu 7 responden PAIF, dukungan informatif mayoritas rendah pada PAIF karena intensitas konsultasi dengan atasan kurang, sehingga penyuluh kurang mendapatkan nasihat atau saran dari atasan ketika menghadapi kendala dalam proses penyuluhan. kemudian kurangnya informasi terkait alur atau proses penyuluhan, misalnya tidak adanya gambar alur atau proses penyuluhan di kantor.

Adapun motivasi Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) di Kabupaten Cilacap ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Motivasi Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) di Kabupaten Cilacap

Variabel dan Sub Dimensi

Kategori

Skor Skor Frekuensi Persentase

Motif Rendah

Tinggi

40-43 44-47

6 2

75%

25%

Harapan Rendah

Tinggi

39-43 44-48

6 2

75%

25%

Insentif Rendah 13-19 2 25%

(11)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

101 Variabel dan Sub

Dimensi

Kategori

Skor Skor Frekuensi Persentase

Tinggi 20-26 6 75%

Total Rendah

Tinggi

99-108 109-118

6 2

75%

25%

Tabel 6 menunjukan bahwasannya motivasi PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (99-108) dengan persentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden PAIF, hal ini disebabkan oleh tidak adanya tunjangan selama bekerja menjadi penyuluh. Dimensi motif pada PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (40- 43) dengan persentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden PAIF, hal ini dikarenakan penyuluh merasa kurang fokus ketika diawasi oleh atasannya.

Dimensi harapan pada PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (39-43) dengan persentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden PAIF, hal ini disebabkan oleh penyuluh kurang mampu memberikan sikap simpatik misalnya peyuluh kurang berusaha merasakan masalah yang dihadapi oleh rekan kerjanya.

Kemudian posisi jabatan penyuluh, kurang sesuai dengan kemampuannya.

Dimensi insentif pada PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas tinggi (20-26) dengan persentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden PAIF, hal ini karena penyuluh bekerja dan bertanggung jawab dengan tidak mengharapkan imbalan dan penyuluh lebih bersemangat ketika mendapatkan tunjangan.

Perbandingan Dukungan Sosial dan Motivasi antara PAH dengan PAIF

Apabila dibandingkan, maka PAH memiliki dukungan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan PAIF, temuan ini sesuai dengan fakta di lapangan.

PAH yang mayoritas berasal dari tokoh agama menjadi lebih disegani oleh masyarakat, yang mana secara tidak langsung PAH mendapatkan dukungan penghargaan yang tinggi dari masyarakat atau kelompok binaannya. kemudian PAH juga memiliki rekan kerja sesama penyuluh yang cukup banyak dalam satu kecamatan, sehingga PAH bisa saling bertukar fikiran, saling bertukar informasi, dan saling berbagi keluh kesah dan pengalaman selama menjalani penyuluhan.

Selain itu PAH juga memiliki kesempatan yang lebih besar untuk terjun bermasyarakat, hal ini memberikan kemudahan bagi PAH untuk mengetahui

(12)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

102

informasi terkait permasalahan-permasalahan sosial yang ada di masyarakat secara langsung.

Berbanding terbalik dengan PAH, PAIF memiliki dukungan sosial yang rendah di bandingkan PAH, temuan ini sesuai dengan fakta lapangan. Rata-rata perkecamatan hanya memiliki satu sampai dua PAIF, hal ini mengakibatkan kurangnya dukungan sosial antar rekan kerja. Kemudian PAIF sering kali mengadakan kegiatan Penyuluhan dikemas secara formal, seperti acara seminar, penyuluhan-penyuluhan di balai desa yang biasanya hanya di hadiri oleh ketua RT, kemudian datang ke masjid atau mushola untuk mengetahui jumlah tempat ibadah di tiap kecamatan, dan lain sebagainya. Hal tersebut mengakibatkan kurang dikenalnya PAIF oleh masyarakat, sehingga dukungan sosial dari masyarakat pun rendah, yang mana berdampak juga pada kurangnya pengetahuan PAIF terhadap problematika atau permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Motivasi PAIF apabila dibandingkan dengan PAH, maka PAIF sedikit lebih banyak memiliki motivasi yang rendah. Artinya motivasi PAH lebih tinggi dibandingkan dengan PAIF. Temuan ini memberi makna bahwa PAH di Kabupaten Cilacap yang hampir semua berasal dari tokoh agama seperti ustadz, hafidz, dan pengasuh pondok pesantren memiliki kesadaran agama yang tinggi, sehingga PAH memiliki motif selain materi, yang mana dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh agama, PAH menganggap tugas tersebut sebagai salah satu bentuk berdakwah dan beribadah kepada Allah SWT.

Analisis Inferensial Mengenai Hubungan Karakteristik (X1) dengan Motivasi (Y) Penyuluh Agama Islam

Hubungan karakteristik (X1) dengan motivasi (Y) Penyuluh Agama Islam di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Koefisien Korelasi antara Karakteristik dengan Motivas.

Karakteristik Penyuluh Agama Islam

Motivasi

Rs Sig.(2 tailed)

Usia -.143 .255

Jenis Kelamin .018 .886

(13)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

103

Tingkat Pendidikan .027 .834

Masa Kerja -.116 .359

Kelompok Binaan .092 .466

Total -.010 .934

Tabel 7 menunjukkan bahwa karakteristik Penyuluh Agama Islam berhubungan negatif dan tidak signifikan dengan motivasi, dengan tingkat keeratan sangat lemah. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian Sukanata & Yuniati (2017) yang menyatakan bahwa karakteristik mempunyai hubungan yang nyata dengan motivasi. Karakteristik usia berhubungan negatif dan tidak signifikan dengan motivasi, dengan tingkat keeratan sangat lemah, hasil tersebut sejalan dengan penelitian Zahara et al. (2011) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan motivasi. Kemudian tidak sejalan dengan Mutia (2015) yang menyatakan bahwa usia atau umur memiliki hubungan positif dengan motivasi tenaga kerja. Jenis kelamin berhubungan positif dan tidak signifikan dengan motivasi Penyuluh Agama Islam, dengan tingkat keeratan sangat lemah, hasil tersebut sejalan dengan penelitian Mutia (2015) yang menyatakan bahwa karakteristik jenis kelamin nyaris tidak memiliki hubungan dengan motivasi tenaga kerja, selain itu hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Robbins & Judge (dalam Silaya, 2017) yang menjelaskan bahwa laki-laki lebih agresif dan lebih besar kemungkinan dalam memiliki pengharapan dan motivasi untuk sukses, sehingga laki-laki lebih baik kinerjanya dibandingkan perempuan.

Tingkat pendidikan berhubungan positif dan tidak signifikan dengan motivasi, dengan tingkat keeratan sangat lemah, hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian Susanti (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara karakteristik tingkat pendidikan dengan motivasi. Masa kerja berhubungan negatif dan tidak signifikan dengan motivasi, dengan tingkat keeratan sangat lemah, hasil tersebut sejalan dengan penelitian Nurimi (dalam Anggoro et al., 2019) yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan motivasi kerja, namun tidak sejalan dengan penelitian Susanti (2013) yang menyatakan bahwa masa kerja atau lama kerja memiliki hubungan positif yang siginifikan, semakin lama bekerja maka semakin tinggi pula motivasinya,

(14)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

104

sebaliknya semakin sedikit masa kerja maka motivasinya sedikit. Kelompok binaan berhubungan positif dan tidak signifikan dengan motivasi, tingkat keeratan sangat lemah. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Hanafiah (2013) menyimpulkan bahwa jumlah kelompok binaan tidak berkorelasi nyata dengan motivasi atau produktivitas kerja.

Analisis Inferensial Mengenai Hubungan Dukungan Sosial (X2) dengan Motivasi Penyuluh Agama Islam

Hubungan dukungan sosial (X2) dengan motivasi (Y) Penyuluh Agama di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Koefisien Korelasi antara Dukungan Sosial dengan Motivasi.

Dukungan Sosial Motivasi

Rs Sig.(2-tailed)

Dukungan Emosional .199 .112

Dukungan Penghargaan .308* .012

Dukungan Instrumental .342** .005

Dukungan Informatif .530** .000

Total .448** .000

Keterangan **. Berhubungan nyata pada α = 1 % (0,01) *. Berhubungan nyata pada α = 5 % (0,05)

Tabel 8 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial berhubungan positif dan signifikan dengan motivasi Penyuluh Agama Islam, dengan tingkat keeratan sedang. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Rahmadita (2013) yang menyatakan bahwa dukungan sosial berhubungan atau berkorelasi positif dan signifikan dengan motivasi kerja pada karyawati di Rumah Sakit Abdul Rivai.

Selain itu, Prakoso (dalam Thoybah & Aulia, 2020) juga menyatakan bahwa dukungan sosial bisa menjadi prediktor bagi tinggi rendahnya tingkat motivasi.

Artinya dukungan sosial berhubungan positif secara signifikan dengan motivasi.

Dimensi dukungan emosional berhubungan positif dan tidak signifikan dengan motivasi, dengan tingkat keeratan sangat lemah. Hal tersebut sejalan dengan Sepfitri (2011) yang menunjukkan hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan yang

(15)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

105

signifikan antara dimensi dukungan emosional dengan motivasi siswa MAN 6 Jakarta. Kemudian penelitian Allifni (2011) juga menunjukkan bahwa dukungan emosional tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks.

Dukungan penghargaan berhubungan positif dan signifikan dengan motivasi Penyuluh Agama Islam dengan tingkat keeratan lemah. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Nuryanti (2016) yang menyatakan bahwa dukungan penghargaan berhubungan dengan motivasi. House & Kahn (dalam Nuryanti, 2016) menjelaskan bahwa dukungan penghargaan dapat meningkatkan status psikososial, semangat, motivasi, dan peningkatan harga diri. Dukungan instrumental berubungan positif dan signifikan dengan motivasi Penyuluh Penyuluh Agama Islam dengan tingkat keeratan lemah, hasil tersebut sejalan dengan penelitian Prakoso (dalam Thoybah & Aulia, 2020) yang menyatakan bahwa dukungan instrumental berhubungan dengan motivasi siswa. Hal tersebut tejadi karena fasilitaas-fasilitas yang memadai dan mendukung proses berjalannya kegiatan seperti kegiatan belajar ataupun penyuluhan dapat meningkatkan motivasi pada inidividu. Dukungan informatif berhubungan positif dan signifikan dengan motivasi Penyuluh Agama Islam, dengan tingkat keeraatan sedang. Hasil tersebut sejalan dengan Sepfitri (2011) yang menyatakan bahwa dukungan informatif berhubungan positif dengan motivasi penderita kanker serviks.

Simpulan

Berdasarkan kajian tentang Motivasi Penyuluh Agama Islam di Kabupaten Cilacap maka diperoleh hasil bahwa tingkat motivasi Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) maupun Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) mayoritas tergolong rendah. Namun demikian, motivasi PAH cenderung lebih baik dari pada motivasi PAIF dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, meskipun perbedaan diantara keduanya tidak menunjukkan secara signifikan. Adapun faktor- faktor yang berhubungan sedang dengan motivasi adalah dukungan informatif.

Kemudian faktor-faktor yang berhubungan lemah dengan motivasi adalah dukungan instrumental dan dukungan penghargaan. Adapun faktor-faktor yang

(16)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

106

berhubungan sangat lemah dengan motivasi adalah dukungan emosional, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, dan jumlah kelompok binaan.

Daftar Pustaka

Al-Asyhar, T. (2016). Saat Peran Penyuluh Agama di Perbincangkan. Bimas Islam Edisi No. 4/III/2016.

Allifni, M. (2011). Pengaruh Dukungan Sosial dan Religiusitas terhadap Motivasi untuk Berobat pada Penderita Kanker Serviks. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Anggoro, W. T., Aeni, Q., & Istioningsih, I. (2019). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Perilaku Caring. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 6(2), 98-105.

Hamzah, A. (2018). Kinerja Penyuluh Agama Non PNS Kementerian Agama.

Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman,18(2).

Hanafiah, M. A., Rasyid, W., & Purwoko, A. (2013). Hubungan Karakteristik, Motivasi dan Kompetensi Terhadap Produktivitas Kerja Penyuluh Pertanian Di Kota Bengkulu. Jurnal Agrisep Universitas Bengkulu, 12(1), 69-84.

Masni, H. (2017). Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Dikdaya, 5(1), 34-45.

Mutia, C. R. (2015). Hubungan Karakteristik Dengan motivasi Tenaga Kerja Pada Proyek Rusunawa Kota Banda Aceh. ETD Unsyiah.

Nuryanti, S. (2016). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dan Motivasi Melakukan ROM Pada Pasien Pasca Stroke. Mahakam Nursing Journal, 1(2), 80-89.

Rahmadita, I. (2013). Hubungan Antara Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial Pasangan dengan Motivasi Kerja pada Karyawan di Rumah Sakit Abdul Rivai – Berau. Jurnal Psikologi, 1(1)

Sepfitri, N. (2011). Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Motivasi Berprestasi Siswa MAN 6 Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Silaya, M. A. (2017). Perbedaan Persepsi Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap Tipe Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional (Studi pada PT Indofood Sukses Makmur Semarang). Bisman-Jurnal Bisnis &

Manajemen, 2(02), 149-158.

Sukanata, I. K., & Yuniati, A. (2016). Hubungan Karakteristik dan Motivasi Petani dengan Kinerja Kelompok Tani. Agrijati Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian, 28(1).

(17)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

107

Susanti, E. N. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat dengan Motivasi Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Kebersihan Diri Pasien di Ruang Rawat Inap RSU Dr. H.

Koesnadi Bondowoso.Universitas Jember.

Thoybah, N., & Aulia, F. (2020). Determinan Kesejahteraan Siswa Di Indonesia (Sebuah Tinjauan Literatur). Jurnal Riset Psikologi, 2020(2).

Zahara, Y., Sitorus, R., & Sabri, L. (2011). Faktor-Faktor Motivasi Kerja:

Supervisi, Penghasilan, dan Hubungan Interpersonal Mempengaruhi Kinerja Perawat Pelaksana. Jurnal Keperawatan Indonesia, 14(2), 73-82.

(18)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 4, No. 2 (2021), pp. 91-108

108

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH)   di Kabupaten Cilacap
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas PAH di Kabupaten Cilacap adalah  dewasa  dengan  rentang  usia  39-49  tahun,  usia  tersebut  merupakan  usia  produktif  untuk bekerja, artinya responden masih mampu melakukan sesuatu untuk dirinya,  keluarga,  dan  li
Tabel 2. Dukungan Sosial Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH)   di Kabupaten Cilacap
Tabel 3. Motivasi Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap  Variabel dan Sub
+7

Referensi

Dokumen terkait

Remaja rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

Terdapat hubungan yang signifikan konsentrasi dengan hasil penalty stroke pada permainan hoki field, bahwa korelasi antara konsenrasi dengan penalty stroke

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Untuk hasil penetasan telur sendiri banyak yang menetas namun yang bertahan hingga larva hanya sedikit hal ini disebabkan oleh faktor kualitas air serta karena daya tahan

Strategi-strategi yang dapat digunakan oleh anak dalam memperoleh bahasa sebagai berikut, yaitu ...b. peniruan, pengalaman, bermain, penyederhanaan