• Tidak ada hasil yang ditemukan

CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI TAHUN 2020 DI KABUPATEN PASAMAN MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI TAHUN 2020 DI KABUPATEN PASAMAN MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI TAHUN 2020 DI

KABUPATEN PASAMAN MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Pada Program Studi Hukum Tatanegara

(Siyasah)

Oleh :

MAWADDATUL HASANAH NIM. 1317.002

Pembimbing:

FAJRUL WADI, S.Ag., M.Hum Nip. 197405251998031006

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (JINAYAH) FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM

NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

TAHUN 2021 M/1442 H

(2)

i

Skripsi dengan judul: “CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI TAHUN 2020 DI KABUPATEN PASAMAN MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH”. Yang disusun oleh saudari MAWADDATUL HASANAH, NIM. 1317.002, memandang bahwa skripsi yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan ilmiah dan disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah.

Demikianlah persetujuan ini diberikan untuk dapat digunakan seperlunya.

Bukittinggi, 22 Juli 2021

Dosen Pembimbing

Fajrul Wadi, S.Ag., M.Hum NIP. 197405251998031006

Mengetahui

Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syari’ah IAIN Bukittinggi

Dr. Helfi, M.Ag

NIP. 197510022006041015

(3)

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Mawaddatul Hasanah

Nim : 1317.002

Jurusan : Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas : Syari’ah

Dengan ini menyatakan sesungguhnya skripsi saya yang berjudul:

“CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI TAHUN 2020 DI KABUPATEN PASAMAN MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH”. Adalah benar asli karya penulis, kecuali yang dicantumkan sumbernya. Apabila dikemudian hari terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka hal tersebut sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis.

Demikian surat pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan seperlunya.

Bukittinggi, 22 Juli 2021 Yang menyatakan

MAWADDATUL HASANAH NIM: 1317.002

(4)

iii

Judul skripsi ini adalah: “ CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI TAHUN 2020 DI KABUPATEN PASAMAN MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH”, ditulis oleh MAWADDATUL HASANAH NIM. 1317.002 pada jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi 2021 M/1442 H. Motivasi penulis dalam penulisan judul ini adalah beberapa masyarakat di Kabupaten Pasaman berpendapat bahwa masyarakat tidak ada niat untuk menggunakan hak pilihnya disebabkan hanya ada satu pasangan calon yang bisa mencalonkan diri menjadi calon Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Pasaman, mereka beranggapan bahwa memilih atau tidak memilih tetap tidak berpengaruh terhadap jumlah suara disebabkan paslon hanya berlawanan dengan kolom kosong dan masyarakat sudah yakin bahwa suara sudah dipegang oleh calon tunggal.

Pokok bahasan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja faktor penyebab munculnya calon tunggal pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman dan untuk mengetahui bagaimana tinjauan perspektif fiqih siyasah terhadap calon tunggal dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU No 13 tahun 2018. Adapun tujuan dari penelitian untuk mengetahui faktor penyebab munculnya calon tunggal pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman dan untuk mengetahui tinjauan perspektif fiqih siyasah terhadap calon tunggal dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU No 13 tahun 2018.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang dilakukan di Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Dalam pembahasan skripsi ini digunakan metode kualitatif, data diperoleh melalui observasi, wawancara, dokumentasi-dokumentasi yang dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan penelitian ini yaitu Komisioner KPU Kabupaten Pasaman yaitu Ketua KPU Kabupaten Pasaman, Ketua Devisi Perencanaan Data dan informasi, Ketua Devisi Penyelenggaraan, Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia, dan ketua Devisi hukum dan Pengawasan. Kemudian dari Masyarakat biasa Kabupaten Pasaman.

Dari penelitian diketahui bahwa di Kabupaten Pasaman telah terjadi fenomena calon tunggal pertama kali. Faktor penyebab munculnya calon tunggal ini adalah pasangan calon tunggal (Benny Utama dan Sabar As) ini dianggap tidak terkalahkan sehingga paslon lain lebih memilih mundur terlebih dahulu, kurangnya minat menjadi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pasaman, agar bisa maju untuk menjadi paslon Bupati dan Wakil Bupati membutuhkan dana yang banyak sementara kondisi pada saat itu berada pada masa pandemi covid-19.

Tinjauan perspektif fiqih siyasah terhadap calon tunggal dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU No 13 tahun 2018 setelah dikaji inti adalah berdasarkan Qs.

(5)

iv

An-Nisa’ ayat 59 kewajiban memilih pemimpin lebih diutamakan daripada mematuhi peraturan perundang-undangan, artinya seseorang yang menyadari betapa pentingnya ada pemimpin lebih mengutamakannya daripada mematuhi Undang-Undang yang menuntutnya untuk ditunda proses pemilihan pemimpinnya. Artinya adanya peraturan PKPU No 13 Tahun 2018 yang mengatur bagaimana teknis penyelenggaraan calon tunggal dalam Pilkada ini sesuai dengan fiqih siyasah yang lebih mengutamakan memilih pemimpin.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segenap puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT, hanya karena berkat limpahan rahmat dan karunianya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: “CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI TAHUN 2020 DI KABUPATEN PASAMAN MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH” selanjutnya shalawat beserta salam teruntuk buat Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan kepada alam yang berilmu pengetahuan seperti saat ini.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka menyelesaikan kuliah guna meraih gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syari’ah Program Studi Hukum Tata Negara Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Rektor dan Bapak/ibu Wakil Rektor, serta Bapak Dekan Fakultas Syari’ah, Ketua Jurusan Hukum Tata Negara Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah memfasilitasi penulis dalam menambah ilmu pengetahuan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ini.

(7)

vi

2. Bapak Adlan Sanur Tarihoran, M.Ag, selaku Pembimbing Akademik.

3. Bapak Fajrul Wadi, S.Ag., M.Hum selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan/i Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

5. Karyawan/karyawati perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis dalam mencari literatur-literatur terkait penelitian ini.

6. Penghargaan dan cinta terbesar penulis tujukan kepada Ayahanda Kasman dan Ibunda Mastinar, BA yang membesarkan, mendidik serta memberikan motivasi kepada penulis.

Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga amal kebaikan mereka dibalas dengan pahala yang setimpal oleh Allah SWT. Kiranya karya ini memberikan sumbangsih bagi para pembaca dan menjadi amal shaleh bagi penulis. Amin.

Bukittinggi, 22 Juli 2021 Penulis

MAWADATUL HASANAH NIM. 1317.002

(8)

vii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1

B. Rumusan masalah ... 9

C. Tujuan dan manfaat penelitian ... 10

D. Tinjauan Kepustakaan ... 10

E. Penjelasan Judul ... 13

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II PEMILU DI INDONESIA A. Pemilu di Indonesia 1. Pengertian Pemilu ... 20

2. Tujuan Pemilu ... 22

3. Dasar Hukum Pemilu di Indonesia... 23

B. Sistem Pemilu di Indonesia ... 28

C. Macam-Macam Pemilu di Indonesia... 39

D. Calon Tunggal Dalam Pilkada Menurut Persfektif Hak Memilih Dalam Pemilu di Indonesia ... 40

BAB III FIQIH SIYASAH A. Pengertian Fiqih Siyasah ... 45

(9)

viii

B. Macam – Macam Fiqih Siyasah ... 46 C. Konsep Pemilihan Pemimpin dalam Fiqih Siyasah ... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Monografi Singkat Kabupaten Pasaman ... 58 b. Profil Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pasaman . B. Faktor Penyebab Munculya Calon Tunggal pada Pilkada Tahun

2020 di Kabupaten Pasaman ... 64 C. Tinjauan Fikih Siyasah Tentang Calon Tunggal pada Pemilihan

Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU Nomor 13 Tahun 2018

1. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Dengan Satu Pasangan Calon Menurut PKPU No 13 Tahun 2018 ... 72 2. Tinjauan Fikih Siyasah Tentang Calon Tunggal pada Pemilihan

Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU Nomor 13 Tahun 2018 ... 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(10)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan adalah dengan melaksanakan Pemilu. Pemilu adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari Presiden, Wakil Rakyat diberbagai tingkat Pemerintahan, sampai Kepala Desa.1 Dalam penelitian ini peneliti melakukan batasan dalam melakukan penelitian yaitu Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Sampel yang dijadikan objek penelitian adalah seluruh masyarakat yang ada di Kabupaten Pasaman seban yak sekurang- kurangnya 20 orang baik itu perempuan maupun laki-laki.

Pada tahun 2020 ini adalah tahun penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 melaksanakan Pilkada serentak di tengah Pandemi wabah Covid-19.

Menggelar Pilkada tahun 2020 di tengah pandemi Covid-19 adalah pengalaman pertama bagi penyelenggaraan Pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia.

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disebut Pilkada atau Pemilukada, merupakan pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang telah memenuhi syarat. Sebelumnya, Kepala

1 Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum Pemilihan Umum, cet. ke-1, (Jakarta:

Prenada Media, 2018), 1

(11)

2

Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPRD).

Dasar hukum penyelengaraan Pilkada adalah UUD No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah. Namun, dalam UU tersebut Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah) belum dimasukkan dalam ranah pemilihan Umum (Pemilu).

Pilkada Pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.2

Ketentuan pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis. Untuk mewujudkan amanah tersebut telah ditetapkan Undang-Undang No.8 tahun 2015 tentang Perubahan atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU. UU No.8 Tahun 2015 tersebut kemudian disempurnakan lagi menjadi UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Perubahan atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.3

Dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk pertama kalinya dipilih secara langsung oleh rakyat. Sebelumnya hampir tak pernah terbayangkan bahwa rakyat akan dilibatkan secara langsung dalam

2 Taufiq Masykur, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2005 Tentang Calon Tunggal Dalam Pilkada Serentak 2015 Perspektif Fiqih Siyasah, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,2016), 1

3 Ahmad Hudri, Badai Politik Uang Dalam Demokrasi Lokal, Edisi I, (Malang: Inteligensi Media, 2020), 51

(12)

pengambilan keputusan yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan. Sebelum ini pemilihan Kepala Daerah Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi, sedangkan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh DPRD Kabupaten atau Kota hasil pilihannya sekurang-kurangnya tiga orang. Diajukan ke Pemerintah Pusat untuk diangkat salah seorang dari mereka. Pemerintah Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang dibantu oleh Wakil Kepala Daerah. Sebutan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah:

a. Untuk Daerah Provinsi disebut Gubernur dan Wakil Gubernur.

b. Untuk Daerah Kabupaten disebut Bupati dan Wakil Bupati.

c. Untuk Daerah Kota disebut Walikota dan Wakil Walikota.

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh rakyat/warga negara yang mempunyai hak pilih di daerah yang bersangkutan.4 Tetapi disaat masyarakat bersemangat untuk berdemokratis menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada tahun 2020 dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di kabupaten Pasaman ditemui sebuah permasalahan dimana pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati hanya ada satu pasangan calon yang memenuhi syarat. peristiwa Ini pertama kali terjadi di Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat dimana hanya ada pasangan calon tunggal.

Untuk itu Ketua KPU Provinsi Sumatera Barat Amnasmen mengatakan, “ dari 13 Kabupaten/Kota yang menggelar Pilkada di Sumbar, hanya Pasaman yang akan memperpanjang masa pendaftaran mulai dari tanggal 10 hingga 11 September 2020.

4 Ibid,. 52-53

(13)

4

Disebabkan Pilkada Pasaman hanya diikuti 1 pasangan calon. Untuk itu sesuai aturan berlaku berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf a dan Pasal 4 ayat 1 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 14 Tahun 2015 tentang pilkada dengan satu pasangan calon sebagaimana telah diubah dengan PKPU Nomor 13 Tahun 2018 maka Kabupaten Pasaman melakukan penundaan”.

Dan Ketua KPU Pasaman Rodi Andermi mengakui hanya ada satu pasangan calon yang mendaftar. Sesuai aturan, partai yang sudah mengusung dan mendaftar pada bapaslon tidak boleh lagi mengalihkan pada bapaslon lain atau tidak boleh membatalkan. Dan dia menjelaskan bahwa “jika ada penambahan dukungan dari partai lain masih bisa diterima tapi tidak bisa kalau menarik dukungan dan mengalihkan ke pasangan lain”.5

Juli Yusran selaku Ketua Divisi Teknis dan Penyelenggaraan Pemilu KPU Kabupaten Pasaman dalam pemaparannya menyampaikan kondisi teknis pencalonan yang terjadi di Kabupaten Pasaman. Kondisi dimana pada akhir pendaftaran hanya ada satu pasangan calon yang mendaftar ke KPU Pasaman yaitu H. Benny Utama, SH. MM sebagai Bupati dan Sabar AS, S.Ag sebagai Wakil Bupati yang didukung 8 partai (Golkar, Demokrat, PAN, PPP, PKS, PDIP, NasDem) 29 kursi dari 35 kursi yang ada di DPRD Kabupaten Pasaman yang berhak mengusung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pasaman. Pasangan calon itu adalah anggota DPRD Sumbar yang masing-masing berasal dari Partai Golkar dan Partai Demokrat. Dan pada tanggal

5http://wwwnews.detik.com/berita/d-5163803/hanya-ada-1-paslon-pendaftaran-pilkada- pasaman-sumbar-diperpanjang diakses 03 Oktober 2020

(14)

23 September 2020 KPU Kabupaten Pasaman menetapkan pemilihan dengan satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pilkada Kabupaten Pasaman Tahun 2020.6 Untuk pemungutan Suara Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) Pasaman pada tanggal 9 Desember 2020 di laksanakan di 707 TPS yang tersebar di 37 Nagari, 12 Kecamatan yang ada di Pasaman. Dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Pasaman Tahun 2020 ini ditetapkan DPT (Daftar Pemilih Tetap) secara keseluruhan sebanyak 193.999 Pemilih. Dimana Jumlah yang menggunakan Hak Pilihnya dalam DPT 126.750 Pemilih, dan yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam DPT sebanyak 67.249 pemilih. Jumlah Pemilih yang Pindah Memilih secara keseluruhan (DPPh) secara keseluruhan berjumlah 485 pemilih, dan jumlah yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 484 Pemilih, berarti yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam DPPh sebanyak 1 Pemilih saja. Serta jumlah Pemilih tidak terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilih dengan KTP-Elektronik atau surat keterangan (DPTb) secara keseluruhan sebanyak 1.744 Pemilih, dalam DPTb semuanya menggunakan hak pilih. Sementara jumlah seluruh Pemilih Disabilitas sebanyak 744 Pemilih tetapi yang menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu hanya 280 Pemilih, berarti yang tidak menggunakan hak pilihnya 464 Pemilih. Jadi Jumlah seluruh Data Pemilih di Kabupaten Pasaman sebanyak 196.228 Pemilih, Jumlah pengguna hak Pilih seluruhnya sebanyak 128. 978 Pemilih dan jumlah data pemilih

6http://www.kab-pasaman.kpu.go.id/2020/08/28/pengumuman-pendaftarann-pasangan-calon- pemilihan-bupati-dan-wakil-bupati-pasaman-tahun-2020 diakses pada 03 Oktober 2020/

(15)

6

Disabilitas seluruhnya 744 pemilih dan jumlah Data yang menggunakan hak pilih yang menyandang Disabilitas sebanyak 280 Pemilih.

Berdasarkan data diatas jumlah pemilih secara keseluruhan di Kabupaten Pasaman Provinsi Sumtera Barat adalah 196.972 Pemilih, dan yang menggunakan hak pilihnya berjumlah 129.258 Pemilih. Jadi jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 67.714 Pemilih.

Berdasarkan Wawancara yang saya lakukan bersama masyarakat yang ada di Kabupaten Pasaman, beberapa masyarakat berpendapat bahwa mereka tidak ada niat untuk datang ke TPS untuk menggunaka Hak Pilihnya karena menurut mereka tidak ada persaingan dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pasaman disebabkan hanya ada satu pasangan calon tunggal, mereka beranggapan bahwa memilih atau tidak memilih pun yang menang tetap pasangan Benni dan Sabar karena hanya melawan kotak kosong.7

Teknis pelaksanaan pasangan calon tunggal sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU). Mengenai Pilkada dengan satu pasangan calon hal itu dimungkinkan dan telah diatur dalam PKPU. PKPU yang dimaksud adalah PKPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang pilkada dengan satu pasangan calon, yang kemudian direvisi dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2018.

Dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2018 Ketentuan ayat (1) pasal 14 diubah dan pasal 14 ayat (2) huruf e dan huruf f dihapus sehinggal pasal 14 ayat (1) berbunyi “

7 Yusnimar, Masyarakat Kabupaten Pasaman, Wawancara Pribadi, 3 Desember 2020

(16)

sarana yang digunakan untuk memberikan suara pada pemilihan satu pasangan calon menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon dan satu kolom kosong yang tidak bergambar”.8

Dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2018 dalam Pasal 22 Ayat (1) berbunyi” KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/Kota Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon yang mendapatkan suara sah lebih dari 50% dari suara sah sebagai pasangan calon terpilih pada pemilihan satu pasangan calon”. 9

Dilanjutkan dalam ayat (2) berbunyi “ dalam hal perolehan suara pasangan calon kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pasangan calon dapat mencalonkan diri pada pemilihan berikutnya”. Dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2018 pasal 25 ayat (1 ) yang berbunyi ” apabila perolehan suara dalam kolom kosong lebih banyak dari perolehan suara dari pada kolom foto pasangan calon, KPU Provinsi /KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten atau kota menetapkan penyelenggaraan pemilhan kembali pada pemilihan serentak pada periode berikutnya.10

Dilanjutkan lagi dalam ayat (2) yang berbunyi “ pemilihan serentak berikutnya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.11 Dan dilanjutkan lagi dalam ayat (3) berbunyi: “dalam hal

8 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesian Nomor 13 Tahun 2018 Diakses pada Tanggal 29 Oktober 2020

9 Ibid.

10 Ibid.

11 Ibid.

(17)

8

terjadi penetapan penyelenggaraan pemilihan serentak periode berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP/Kabupaten atau Kota melalui KPU berkoordinasi dengan kementrian yang membidangi urusan dalam negeri untuk penugasan pejabat Gubernur dan Wakil Gubernur, pejabat Bupati dan Wakil Bupati, atau pejabat Walikota dan Wakil Walikota”.

Dari Fenomena peristiwa calon tunggal itu ternyata berdampak pada gairah partisipasi masyarakat, ini bisa berimplikasi panjang karena dampak langsungnya pada keinginan masyarakat berpartisipasi dalam pemilihan. Jika hanya ada satu calon keinginan untuk terlibat utamanya sebagai pemilih bisa jadi menurun karena tidak terjadi persaingan antar calon di kabupaten pasaman. Selain itu calon tunggal juga berimplikasi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bila seluruh partai bergabung dalam satu koalisi, ini dikhawatikan mekanisme chek and balances tidak terjadi dengan baik yang outputnya kembali lagi masyarakat yang merasakan.

Jika ditinjau kedalam hukum Islam, Maka dapat dikaji kedalam ranah Fiqih Siyasah Dusturiyah yakni yang mengatur hubungan antar warga negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara yang lain dalam batas-batas administratif lembaga negara.12 Pendapat dari J Suyuthi Pulungan yang menuliskan bahwasanya Fiqih Siyasah Dusturiyah ini adalah siyasah yang berhubungan dengan peraturan dasar tentang bentuk pemerintahan dan batasan kekuasaannya, cara pemilihan (kepala

12 Djazuli, Edisi Revisi Fiqih Siyasah Implementasi kemaslahatan Ummat dalam Rambu- rambu Syari’ah , (Jakarta: Prenada Media , 2003), 48

(18)

negara), batasan kekuasaan yang lazim bagi pelaksanaan urutan umat, dan ketetapan hak yang lazim bagi individu dan masyarakat serta hubungan antara penguasa dengan rakyat.

Agama tidak mungkin tegak tanpa jama’ah kecuali dengan kepemimpinan dan tidak ada pemimpin melainkan dengan ketaatan. Al-Hasan al-Bashri pernah mengatakan “mereka memimpin lima urusan kita, sholat Jum’at, sholat jma’ah, sholat Ied, perbatasan negara dan penetapa sanksi hukum. Demi Allah, tidak akan tegak agama tanpa mereka, kendati mereka melakukan maksiat atau berlaku zalim”.

Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menjadikannya dalam sebuah bentuk karya ilmiah (skripsi) yang diberi judul “ Calon Tunggal Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman Menurut Perspektif Fiqih Siyasah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis menguraikan pembahasan penelitian pada rumusan masalah yaitu:

1. Faktor Penyebab Munculnya Calon Tunggal pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman?

2. Bagaimana Tinjauan Perspektif Fiqih Siyasah terhadap Calon Tunggal dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU Nomor 13 Tahun 2018?

(19)

10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.Tujuan penelitian

a. Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Munculnya Calon Tunggal pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman?

b. Untuk Mengetahui Bagaimana Tinjauan Perspektif Fiqih Siyasah Terhadap Calon Tunggal dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman.

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk memenuhi salah satu syarat guna untuk mencapai gelar Sarjana program Strata Satu (SI) Pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Fakultas Syari’ah dalam bidang Hukum Tata Negara (Siyasah).

b. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan fikih sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan ini.

c. Untuk menambah wawasan penulis terhadap Calon Tunggal Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman Menurut Perspektif Fiqih Siyasah.

D. Tinjauan Kepustakaan

Dalam penelitian sebelumnya ada beberapa peneliti yang sudah membahas masalah yang terkait dengan calon tunggal:

(20)

Penelitian yang dilakukan oleh Iza Rumesten RS (skripsi tahun 2015) Universitas Sriwijaya yang berjudul “Fenomena Calon Tunggal dalam Pesta Demokrasi”. Dengan rumusan masalah apa solusi hukum dalam menghadapi calon tunggal dan bagaimana langkah hukum untuk mencegah lahirnya calon tunggal dalam pilkada.

Penelitian yang dilakukan oleh Taufiq Masykur (skripsi 2016) Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “ Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 Tentang Calom Tunggal Dalam Pilkada Serentak 2015 (Perspek tif Siyasah)”. Skripsi ini menggunakan penelitian kuantitatif yang menjelaskan bagaimana latar belakang munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 dan bagaimana pandangan Siyasah Dusturiyah tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015.

Penelitian yang dilakukan oleh Sangga Sabda Muhammad (skripsi tahun 2018) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel yang berjudul “Tinjauan Fiqih Siyasah Dusturiyah Terhadap Penetapan Wakil Gubernr Calon Tunggal Menurut Undang- undang No.10 Tahun 2016 (Studi Kasus di Provinsi Kepulauan Riau). Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana pemilihan Wakil Gubenur calon tunggal menurut undang-undang nomor 10 tahun 2016 dan bagaimana tinjauan fiqih siyasah dusturiyah terhadap pemilihan Wakil Gubernur calon tunggal menurut undang-undang nomor 10 tahun 2016.

(21)

12

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Kandiaz (skripsi 2018) UIN Syariffuddin Hidayatullah Jakarta yang berjudul “ Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No 100-PUU-XIII\2015 Tentang Pasangan Calon Tunggal Terhadap Demokrasi Indonesia”. Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif yang menjelaskan tentang Bagaimana pelaksanaan pemberlakuan calon tunggal dalam pemilihan Kepala Daerah serentak dan Bagaimana pengaruh putusan Mahkamah Konstitusi No. 100-PUU’-XIII/2015 Terhadap pelaksanaan pemilihan umum Kepala Daerah serentak.

Penelitian yang dilakukan oleh Dian Hidayat (skripsi 2019) UIN Alauddin Makassar yang berjudul “ Fenomena Kotak Kosong Dalam Pemilihan walikota Makassar Tahun 2018 (Perspektif Syari’ah)”. Dengan rumusan masalah bagaimana peran KPU menghadapi kotak kosong di Kota Makassar, bagaimana sikap partai politik mengenai kotak kosong terhadap pemilu di Kota Makassar dan bagaimana konsep Fiqih siyasah Syari’ah dalam memandang kotak kosong terhadap pemimpin.

Dari beberapa skripsi yang telah penulis paparkan diatas ada perbedaan dengan tulisan yang penulis buat, dimana penulis membahas mengenai “ Perspektif fiqih Siyasah Terhadap Calon Tunggal Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman”. Skripsi yang saya tulis ini lebih fokus kepada bagaimana implikasi adanya calon tunggal pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020 di Kabupaten Pasaman dan bagaimana tinjauan perspektif fiqih siyasah terhadap calon

(22)

tunggal dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU Nomor 13 tahun 2018.

E. Penjelasan Judul

Untuk mempermudah dalam memakai judul yang penulis buat, maka penulis mencoba menjelaskan kata-kata yang dianggap sulit dalam judul skripsi ini diantaranya:

Perspektif : Sudut pandang atau pandangan. Jadi perspektif adalah dimana sesuatu itu dipandang pada sudut pandang tertentu untuk dapat diketahui atau mengetahui sesuatu yang akan diamati.13

Fikih Siyasah : Ialah yang mempelajari hal ihwal urusan umat dan negara dengan segala bentuk hukum, pengaturan, dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang sejalan dengan dasar-dasar ajaran syari’at untuk mewujukan kemaslahatan umat.14

13 Dapartemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 864

14 Iwan,dkk, Handbook Metodologi Study Islam, cet. ke-1, (Jakarta: Prenadamedia Group,2018), 148

(23)

14

Calon Tunggal dalam Pilkada : Ialah dimana Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (Pilkada) yang diikuti hanya ada satu pasangan Calon Kepala Daerah.

Kabupaten Pasaman : Sebuah Kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Barat yang terdiri atas 12 Kecamatan dengan Ibu kota Lubuk Sikaping dengan jumlah kelurahan 21.

Jadi yang dimaksud dengan judul penelitian ini adalah bagaimana perspektif fiqih siyasah terhadap calon tunggal dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2020 di Kabupaten Pasaman.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang dilakukan di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. 15 Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dapat di amati.

15 Imran Arifin, Penelitian Kualiatas Dalam Bidang Ilmu-Ilmu Sosiologi Dan Agama, (Malang:

Kalima Sahada Press, 1994), 12

(24)

2. Sumber data Penelitian

Menurut Arikunto, sumber data adalah “Subjek dari mana data dapat di peroleh”.16Maka yang dijadikan subjek informan dalam penelitian ini adalah dari Komisioner KPU Kabupaten Pasaman yaitu Ketua KPU Kabupaten Pasaman, Ketua Devisi Perencanaan Data dan informasi, Ketua Devisi Penyelenggaraan, Ketua Devisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia, dan ketua Devisi hukum dan Pengawasan. Kemudian dari Masyarakat biasa Kabupaten Pasaman.

Informan data dalam penelitian ini terdiri atas dua macam, adalah:

a. Sumber Primer, yakni wawancara dengan Komisioner KPU Kabupaten Pasaman.

Responden, terdiri dari :

1) Ketua KPU 2) Divi KPU

3) Masyarakat dengan menggunakan Teknik Snowball Sampling

Teknik Snowball Sampling adalah metode dimana sampel diperoleh dari satu responden ke responden yang lainnya. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang tetapi karena pendapat dari dua orang tersebut dirasa belum lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti

16Arikunto, Suharmi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 31

(25)

16

mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data dari yang diberikan oleh orang-orang sebelumya dan begitupun seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak.

Tetapi, apabila jawaban-jawaban dari responden sama maka dicukupkan sampai disitu saja.

b. Sekunder, adalah bahan pustaka yang merujuk atau yang mengutip kepada sumber primer.

3. Teknik pengumpulan data

a. Observasi

Observasi merupakan salah satu cara pengumpulan data dalam masalah penelitian lapangan dengan menggunakan pengamatan secara langsung ke lapangan atau ke lokasi mengenai masalah yang akan diteliti.17 Peneliti langsung ke lokasi yang berada di KPU Kabupaten Pasaman.

b. Wawancara

Wawancara, Nasution dalam metode research menjelaskan pengertian wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.18Peneliti melakukan wawancara kepada Komisioner KPU Kabupaten Pasaman dan Masyarakat biasa Kabupaten Pasaman.

17 Sanafiah Faisal, Metodologi Penelitan, (Surabaya: Usaha Nasional, 2004), 204

18 S. Nasution, Metode Reseach, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 113

(26)

c. Dokumentasi-Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk gambar, karya-karya monumental dari seseorang, tulisan, biografi, peraturan,sejarah kehidupan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya seperti karya seni yang berupa flm, gambar, patung. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, sketsa, gambar hidup, dan lain-lain.19

4. Teknik Analisis Data

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan metode di bawah ini:

a. Metode Deduktif

Suatu pernyataan yang bersifat global yang kebenarannya telah diketahui dan diakhiri pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus.

b. Metode Induktif

Suatu pernyataan yang khusus dapat diartikan kepada suatu pernyataan yang lebih global. Mengumpulkan semua jawaban-jawaban dari responden, Komisioner Kabupaten pasaman dan Masyarakat biasa di Kabupaten Pasaman, lalu dianalisa dengan Fiqih Siyasah.

19 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif Kualitatif, Kuantitatif dan RD, (Bandung:

Alfabeta, 2005), 240

(27)

18

F. Sistematika Pembahasan

Pembahasan ini terdiri dari lima bab, tiap-tiap bab dirinci kepada beberapa sub bab, masing-masing bab dan sub bab merupakan kesatuan dan saling berhubungan antara bab satu dengan bab lainnya. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang berisikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Penjelasan Judul, Metode Penelitian, Sistimatika Pembahasan.

BAB II : Pemilu di Indonesia, yang terdiri dari (Pengertian, Tujuan, dan Dasar Hukum Pemilu di Indonesia, Sistem Pemilu di Indonesia, Macam-Macam Pemilu di Indonesia, Calon Tunggal dalam Pilkada menurut Perspektif Hak Memilih dalam Pemilu di Indonesia).

BAB III : Fiqih Siyasah, yang terdiri dari (Pengertian Fiqih Siyasah, Macam-macam Fiqih Siyasah, Konsep Pemilihan Pemimpin dalam Fiqih Siyasah).

BAB IV : Hasil penelitian, berisikan Gambaran Umum Lokasi Penelitian (Monografi Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat dan Profil Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pasaman,

(28)

Faktor Penyebab Munculya Calon Tunggal pada Pilkada Tahun 2020 Kabupaten Pasaman, Analisis Fikih Siyasah Tentang Calon Tunggal pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU Nomor 13 Tahun 2018 (Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Dengan Satu Pasangan Calon Menurut PKPU No 13 Tahun 2018 dan Tinjauan Fikih Siyasah Tentang Calon Tunggal pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 di Kabupaten Pasaman menurut PKPU Nomor 13 Tahun 2018).

BAB V : Penutup, yang berisikan kesimpulan dan saran.

(29)

20

BAB II

PEMILU DI INDONESIA

A. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Pemilu di Indonesia 1. Pengertian Pemilu

Ada banyak pengertian Pemilu di Indonesia, diantaranya pengertian Pemilu menurut UU Pemilu dan pengertian Pemilu menurut Para Ahli. Untuk lebih rincinya akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengertian Pemilu Menurut UU Pemilu

Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.20

b. pengertian Pemilu menurut para Ahli

Ada beberapa pengertian pemilu menurut para ahli diantaranya, sebagai berikut:

1) Menurut Jimly Ashiddiqie

20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum Bab 1 Pasal 1

(30)

Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa “Pemilu merupakan cara yang diselenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat secara demokratis”. Wakil rakyat itu bertindak atas nama rakyat, dan wakil-wakil rakyat itulahyang menentukan corak dan cara bekerjanya pemerintahan, serta tujuan apa yang hendak dicapai baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka waktu yang relatif pendek. Agar wakil-wakil rakyat benar-benar bertindak atas nama rakyat dan wakil-wakil itu harus ditentukan sendiri oleh rakyat yaitu melalui Pemilu (General Election).21

2) Dahlan Thaib

Menurut Dahlan Thaib Pemilu adalah “suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi”. Prinsip-prinsip pemilu seperti Langsung,Umum, Bebas, Rahasia serta Jujur dan Adil merupakan prinsip dasar pemilu yang sudah seharusnya digariskan oleh konstitusi, sehingga orang-orang yang terpilih melalui pemilu untuk menjalankan pemerintahan dapat melaksanakannya berdasarkan prinsip pemerintahan yang demokratis.22

3) Ali Maertopo

Menurut Ali Maertopo, Pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya sesuai dengan asas yang bermaktub dalam pembukaan UUD 1945.23

21 Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum Pemilihan Umum, cet. ke-1, (Jakarta: Prenada Media, 2018), 3

22 Ibid.

23 Ibid.,6

(31)

22

2. Tujuan Pemilu

Ada lima Tujuan Pemilihan Umum (Pemilu) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yangterdapat di dalam Bab 2 Pasal 4 yaitu Pengaturan Penyelenggaraan Pemilu yang bertujuan untuk:24 a. Memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis.

b. Mewujudkan Pemilu yang adil dan berintegritas.

c. Menjamin konsistensi pengaturan sistem Pemilu.

d. Memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan Pemilu.

e. Mewujudkan Pemilu yang efektif dan efisien.

Sedangkan menurut Teori Prihatmoko, Pemilihan Umum (Pemilu) dalam pelaksanaannya memiliki tiga tujuan yaitu:

a. Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum (public policy).

b. Pemilu sebagai pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan- badan Perwakilan Rakyat melalui wakil-wakil yang terpilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin.

c. Pemilu sebagai sarana memobilisasi, menggerakkan atau menggalang dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.25

24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Bab 2 Pasal 4

25 Khoirul Muslimin, Buku Ajar Komunikasi Politik, cet. ke-1 (Yogyakarta: Uninsu Press, 2019), 102.

(32)

3. Dasar Hukum Pemilu

Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pemilihan/Pilkada) didasarkan kepada Undang-Undang. Untuk teknis pelaksanaan secara lebih rinci diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Undang- Undang saat ini yang dijadikan sebagai dasar hukum penyelenggaraan Pemilu adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Pemilukada/Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan Undang- Undang Dasar 1945 pada Pasal 18 ayat (a) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih dengan cara demokratis. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Selain itu dasar hukum Pemilu Pasca Reformasi di Indonesia antara lain:26 a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu.

26 Muhammad Afied Hambali, Pemilukada Pasca Reformasi di Indonesia, Unsa: jurnal Rechstaat Ilmu Hukum Fakultas Hukum, vol.8, no. 1 (2014), 4-5

(33)

24

b. PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

c. Permendagri Nomor 57 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

d. Peraturan KPU Nomor 61 2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan Jumlah dan Tata Cara Pengisian Keanggotaan DPRD Prov atau DPRD Kab/Kota Induk dan DPRD Prov atau DPRD Kab/Kota yang dibentuk setelah Pemilu 2009.

e. Peraturan KPU Nomor 62 Tahun 2009 tentang Penyusunan Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

f. Peraturan KPU Nomor 63 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Tata Kerja KPU Prov, KPU Kab/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

g. Peraturan KPU Nomor 64 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemantauan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

h. Peraturan KPU Nomor 65 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Sosialisasi dan Penyampaian Informasi Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

i. Peraturan KPU Nomor 66 Tahun 2009 tentang Penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kebutuhan Pengadaan serta Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

(34)

j. Peraturan KPU Nomor 67 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pemuktahiran Data dan Daftar Pemilih dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

k. Peraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

l. Peraturan KPU Nomor 69 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Kompanye Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

m. Peraturan KPU Nomor 72 Tahun 2009 Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di TPS.

n. Peraturan KPU Nomor 73 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh PPK, KPU Kab/Kota, dan KPU Prov, serta Penetapan Calon Terpilih, Pengesahan, Pengangkatan dan Pelantikan.

Beberapa aturan Kepemiluan yang pernah berlaku di Indonesia, diantaranya:

a. UUD RI Tahun 1945

Konstitusi atau UUD RI Tahun 1945 telah mengatur secara jelas mengenai penyelenggaraan pemilu. Dalam Pasal 22 E NRI Tahun 1945 berbunyi:

a) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

(35)

26

b) Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

c) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah parti politik.

d) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah persseorangan.

e) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.27

b. UU Nomor 7 Tahun 1953

UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Aggota Dewan Perwakilan Rakyat yang ditetapkan pada 4 April 1953 merupakan undang- undang pertama yang mengatur tentang pemilu di Indonesia. Di dalam diktum dinyatakan” bahwa untuk pemilihan anggota Konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu diadakan peraturan Undang-undang. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 mengatur mengenai:

a) Hak Pilih.

b) Daftar pemilih.

c) Daerah pemilihan dan daerah pemungutan suara.

d) Badan-badan penyelenggaran pemilihan.

27 Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum., 35

(36)

e) Jumlah penduduk warga negara Indonesia, pemnetapan jumlah anggota untuk seluruh Indonesia dan untuk masing-masing daerah pemilihan.

f) Pencalonan.

g) Daftar Calon.

h) Pemungutan suara dan penghitungan suara.

i) Penetapan hasil pemilihan.

j) Pengumuman hasil pemilihan dan pemberitahuan kepada terpilih.

k) Penggantian.

l) Permulaan keanggotaan.

m) Pasal-pasal pidana.

n) Pasal-pasal penutup dan peralihan.

Dengan Undang-Undang inilah pemilu pertama di Indonesia diselenggarakan, dimana pengaturan terhadap kontennya sangat baik. Karena itu, Pemilu Tahun 1955 dianggap sebagai pemilu yang sangat baik dan demokratis. Hasilnya adalah para negarawan yang menjadi anggota konstituante dan anggota DPR pada masa itu.

e. UU Nomor 3 Tahun 1999

Pemilihan Umum merupakan sarana demokratis guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintahan negara yang dibentuk melalui pemilihan umum itu adalah yang berasal dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat dan diabadikan untuk kesejahteraan rakyat. Di dalam diktum Undang- Undang Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat

(37)

28

dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Karena itu , Pemilihan Umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga Permusyawaratan /Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.28

Penyelenggaraan pemilihan umum dilakukan secara demoktratis dan transparan, jujur dan adil, dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dengan prinsip tersebut, diharapkan kematangan demokrasi dapat tercipta dengan baik dan kekuasaan dapat melakukan peremajaan dan sukses secara fair.29

B. Sistem Pemilu di Indonesia

Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan Pemilu (Pemilihan Umum) sejak zaman kemerdekaan. Semua Pemilihan Umum itu tidak diselenggarakan dengan kondisi yang vakum, tetapi berlangsung dalam lingkungan yang turut menentukan hasil Pemilihan Umum tersebut. Dari Pemilu yang diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem Pemilu yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia:

1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)

28 Ibid.

29 Ibid., 49

(38)

Pada masa ini Pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (1955). Pada Pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan dua kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada Pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.

Pelaksanaan Pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khitmad, tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan dengan menarik. Pemilu ini diikuti oleh 27 partai dan 1 perorangan. Akan tetapi, stabilitas politik yang begitu diharapkan tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI, Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.

2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentangan keleluasaan untuk mendirikan partai pilitik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.

3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Setalah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis dan stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keiginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi

(39)

30

membicarakan tentang sistem distrik yang terdengar baru di telinga bangsa Indonesia.

Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program- programya terutama di bidang ekonomi.

Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik melalui sistem pemilu Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan visi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), Golongan Spritual (PPP). Pemilu tahun 1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih oleh Golkar.

4. Zaman Reformasi (1998-Sekarang)

Pada masa Reformasi 1998, terjadilah Liberasasi di segala aspek kehidupan, berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangan jauh berbeda dengan jumlah Orba.

(40)

Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannnya ambang batas (Electoral Threshold) sesuai dengan UU Nomor 3 1999 tentang Pemilu yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjutnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politik yang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru. Untuk partai politik baru persentase Threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentase Electoral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikkan lagi atau diturunkan.

Didalam buku yang dikarang oleh Ni’matul Huda dan Imam Nasef sistem pemilu di Indonesia dijelaskan Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945 ketentuan tentang pemilihan hanya dikembangkan dari: (i) Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan ”Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR’.

Syarat kedaulatan rakyat adalah pemilihan umum. (ii) Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. (iii) Penjelasan Pasal 3 uud 1945 yang menyatakan” Sekali dalam lima tahun Majelis memperhatikan segala hal yang terjadi.Dari penjelasan Pasal-pasal tersebut dapat dikembangkan bahwa pemilu di Indonesia melaksanakan sekali dalam 5 (lima) tahun. (iv) Pasal 19 UUD 1945, susunan DPR ditetapkan dengan undang-undang. Undang-undang yang dimaksud berarti

(41)

32

mengatur pemilihan umum.30 Setelah diadakannya perubahan UUD 1945 oleh MPR pada sidangTahunan 2001, masalah sebagai berikut:

1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adilsetiap lima tahun sekali.

2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD.

3. Peserta pemilihan umum untuk untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.

4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota adalah perseorangan.

5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.31 Untuk konteks Indonesia, banyak sekali orang yang mencampuradukkkan antara electoral laws dengan electoral proceses. Didalam ilmu politik yang disebut dengan electoral laws menurut Douglas Rae, adalah sistem pemilihan dan aturan yang menata bagaimana pemilu dijalankan serta distribusi hasil pemilihan umum, Sementara electoral proceses adalah mekanisme yang dijalankan di dalam pemilihan umum, seperti mekanisme penentuan calon, dan cara berkompanye.

30 Ni’matul Huda dan M.Imam Nasef, Penataan Demokrasi dan pemilu di Indonesia Pasca Reformasi, cet. ke-1 (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2017), 42.

31 Ibid.

(42)

Menurut Affan Gafar, sistem pemilihan (electoral laes) tidak mempunyai kaitan dengan sistem kepartaian di Indonesia. Proses dan mekanisme pemilihan yang membawa konsekuensi terhadap sistem kepartaian. Ada dua alasan yang mendasari pendapat tersebut; pertama, sejak tahun 1973 Indonesia sudah menganut sistem tiga partai yang meruapkan hasil reformasi sistem kepartaian yang dibuat oleh pemerintah bukan sesuatu yang terjadi secra alamiah.32 Akibatnya karena peraturan yang ada, maka sudah tidak mungkin lagi membentuk partai politik yang baru, kecuali kalau undang- undangnya yang harus diubah. Kedua, mekanisme dan proses Pemilu yang tidak kompetitif telah berhasil membuat partai politik yang hegemonik. Proses pemilihan umum tersebut mencakup rekrutmen calon-calon yang tidak terbuka terutama partai- partai politik yang non-pemerintah. Didalam proses rekrutmen tersebut partai yang non- pemerinth tidak mempunyai keleluasaan untuk menampilkan calon-calon yang mempunyai kualitas tinggi sehingga mampu menarik massa dukungan yang diharapkan.

Hal itu terjadi besarnya peranan Lembaga Pemilihan Umum dalam menyaring calon- calon partai.33

Ketika situasi politik berubah searah arus reformasi yang ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Sueharto Tahun 1998, pelaksanaan Pemilu Tahun 1999 yang disiapkan dalam waktu singkat, terlaksana dengan relatif bebas, jujur dan adil khususnya jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya pada rezim Orde Baru. Meskipun

32 Ibid., 43

33 Mulyana W, Kusumah, dkk, Menata Politik Paska Reformasi, (Jakarta: KIPP Indonesia, 2000), 1-2

(43)

34

demikian, Pemilu tahun 1999 baru merupakan pancangan awal menuju ke arah terbentuknya tatanan politik yang demokratis , suatu tatanan politik yang mampu menjamin tegaknya hak-hak politik rakyat sebgai cerminan dari prinsip kedaulatan rakyat.

Pemilu tahun 1999, jelas baru langkah awal dan belum mampu menjadi sarana partisipasi politik rakyat, harusnya Pemilu merupakan aktualisasi nyata demokrasi dimana rakyat bisa menyatakan kedaulatannya terhadap negara dan pemerintahannya.

Melalui Pemilu ini, rakyat menentukan siapa yang menjalankan dan mengawasi jalannya pemerintahan negara. Di sini, rakyat memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakilnya. Hanya saja persiapan Pemilu 1999 perangkat peraturan perundang- undangannya masih memihak status quo dan tidak mencerminkan amanat reformasi.

Sekurang-kuranganya ada dua penjelasan, Pertama, Pemilu dipersiapkan secara tergesa- gesa sehingga tidak memberikan kesempatan kepada partai politik untuk melakukan sosialisasi program kepada masyarakat luas. Kedua, perangkat perundang-undangan yang disiapkan masih biasa kepentingan partai yang Orde Baru.34

Kembali ke soal sistem pengisian anggota badan perwakilan, secara teoretis pada umumnya cara yang bisa dianut melalui pengangkatan atau penunjukan, biasa disebut dengan sistem pemilihan organis dan pemilihan umum yang biasa disebut sistem pemilihan mekanis. Tetapi pelaksanaan kedua sistem tersebut tidak sama disemua

34 Ni’matul Huda dan M.Imam Nasef, Penataan Demokrasi., 45

(44)

negara, karena biasanya disesuaikan dengan masing-masing negara. Menurut Wolholf dalam sistem Organisme ” Rakyat dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka warna persekutuan hidup seperti genealogi (rumah tangga), dan teritorial (desa, kota, daerah), fungsional spesial (cabang industri), lapisan- lapisan masyarakat dipandangnya sebagai suatu organisasi yang terdiri dari organ-organ yang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam totaliter organisasi itu.

Persekutuan-persekutuan hidup inilah sebagai pengendali hak pilih untuk mengutus wakil-wakil kepada Perwakilan Masyarakat (rakyat).Menurut Wolhof, rakyat dipandang sebagai massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai sebagai pengendali hak pilih aktif sebagai masing-masing mengeluarkan satu suara dalam tiap pemilihan untuk satu Lembaga Perwakilan. Sistem pemilihan mekanis biasanya dilaksanakan dengan dua sistem pemilihan umum, yaitu: sistem proporsional dan sistem distrik.

Sistem pemilihan Proporsional adalah suatu sistem pemilihan dimana kursi yang tersedia diperlemen dibagikan kepada partai-partai politik (organisasi peserta pemilihan umum) sesuai dengan imbangan perolehan suara yang didapat partai politik /organisasi peserta pemilihan bersangkutan. Karena itu sistem pemilihan umum ini disebut juga dengan sistem berimbang. Dalam sistem proporsional, wilayah negara merupakan satu daerah pemilihan. Akan tetapi, karena luasnya wilayah negara dan jumlah penduduk warga negara yang cukup banyak, maka wilaya itu dibagi atas daerah-daerah pemilihan (misalnya, provinsi menjadi satu daerah pemilihan). Kepada daerah-daerah pemilihan

(45)

36

ini dibagikan sejumlah kursi yang harus diperebutkan, luas daerah pemlihan, perimbangan politik, dan sebagainya. Jumlah kursi yang diperebutkan masing-masing daerah pemilihan lebih dari satu, karena itu sistem proporsional ini disebut dengan

“Multi-member constituency”. Sisa suara dari masing-masing peserta pemilihan umum di daerah pemilihan tertentu tidak dapat lagi digabungkan dengan sisa suara di daerah pemilihan lainnya.35

Sedangkan sistem pemilihan Distrik adalah suatu sistem pemilihan dimana wilayah negara dibagi atas distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama degan kursi yang tersedia diparlemen. Setiap distrik pemilihan hanya memilih satu orang wakil dari calon-calon yang diajukan oleh masing-masing partai politik/organisasipesrta pemilihan umum. Karrena itu sistem ini juga disebut “Single-member constituency”. Yang jadi pemenangnya adalah yang memperoleh suara terbanyak (mayoritas) dalam distrik tersebut.36

Sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa usaha-usaha untuk menggunakan sistem Pemilu pluralitas/mayoritas untuk memilih anggota parlemen atau DPR selalu tida membuahkan hasil yang maksimal. Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 22 E aayt (3) menyatakan:”Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik”. Dengan ketentuan bahwa peserta pemilu untuk memilih annggota DPR dan DPRD adalah partai

35 Ibid., 46

36 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), 180

(46)

politik, maka dengan sendirinya konstitusi menegaskan bahwa sistem Pemilu yang digunakannya adalah sistem pemilu proporsional.37 Dalam konteks Indonesia, sistem yang digunakan adalah List PR with open List System. Dalam sistem ini, transfer suara ke kursi bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu: (a) berdasarkan rata-rata tertinggi atau biasa disebut dengan pembagi (devisor), dan (b) suara sisa terbesar (largest remainder) atau disebut dengan kuota.38 Di Indonesia mengadopsi cara Large Remainder untuk melakukan penghitungan suara. Langkah-langkahnya adalah menentukan kuota suara dan besarnya kursi yang diperoleh masing-masing partai berdasarkan jumlah suara yang diperoleh. Sementara sisa suara yang belum terbagi akan diberikan kepada Parpol yang mempunyai suara terbesar.39

Kasus Indonesia pernah ditulis oleh Andrew E, dengan tajuk”Indonesia:

Continuity, Deals and Consensus”. Direktur Regional untuk Program Asia dan pasifik IDEA (International Institute for Democracy and Electoral Assista nce) tersebut memaparkan sejak Pemilu 1955 hingga 2004, Indonesia menganut sistem Proporsional dengan metode penghitungan Largest Raimander (Hare Quota). Sementara itu, untuk sistem Pemili anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Cara kerja metode penghitungan Largest Remainder di Indonesia, sebagaimana juga dinegara-negara lain yang menerapkan metode surupa adalah melalui dua tahap.

37 Andrew Reynold dan August Mellaz, Pemilu Indonesia Mendiskusikan Penguatan Sistem, (Jakarta: IDEA, 2011), 2

38 Dian Agung Wicaksono, Metode Konversi Suara Menjadi Kursi dalam Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia, dalam Jurnal Rechts Vinding, Volume 3, Nomor 1, April 2014, 76

39 Ibid., 77

(47)

38

Pertama, menentukan kuota atau di indonesia disebut bilangan pembagi pemilih ( BPP).

Kedua, sisa kursi dibagi kepada pemilik sisa suara terbesar dan seterusnya sampai habis.

Sejak pemilu 1955 Indonesia menganut sistem Proporsional dalam pemilu. Pada sistem ini, jumlah kursi dilembaga perwakilkan didasarkan pada perolehan suara masing- masing peserta pemilu secara Proporsional. Alokasidan distribusi kusi didasarkan pada jumlah penduduk. Namun tidak sepenuhnya dilakukan berdasarkan jumlah penduuduk untuk luar Jawa, Hal ini lakukan sebagai upaya untuk membuat keseimbangan anatara wakil daan luar Jawa yang luas wilayahnya tetapi sedikit jumlah penduduknya dengan Jawa yang sempit luas wilayanya tetapi besar penduduknya.40

Sementara metode pembagian kursi di Indonesia lebih banyak menggunakan metode The largest Remainder dan Hare Quota. Namun pada Pemilu Tahun 1955, Indonesia dalam mendistribusikan kursi dilakukan secara berarah dengan menggunakan model d’Hondt meski secara umum Indonesia mengandung Proporsional dengan metode penghitungan Quota Hare, Namun detailnya berbeda-beda. Sistem Proporsional tertutup sejak Pemilu 1955-1999 telah berganti dengan Proporsional terbuka pada Pemilu 2004- 2009. Begitupun dengan metode penghitungannya, Largest Remainder (Hare Quota) yang diterapkan pada Pemilu 1999 dan 2004, Misalnya, berbeda dengan 2009. Pemilu 2009 menerapkan metode yang telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh pembuat undang-undang, sehingga menjadi kompleks.41

40 Ni’matul Huda dan M.Imam Nasef, Penataan Demokrasi .,49

41 Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum Suatu Himpunan Pemikiran, (Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000), 60

(48)

C. Macam – Macam Pemilu di Indonesia

Menurut Hamdan Zoelva, selaku juru bicara F-PBB mempertegas pembedaan macam-macam Pemilu, Pemilu terbagi menjadi 3 macam yaitu:

1. Pemilu Legislatif, merupakan Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD setiap lima tahun sekali.

Menurut UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum anggota DPR,DPD, dan DPRD menyatakan bahwa Pemilihan Umum anggota Legislatif merupkan Pemilihan umum yang dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD baik di tingkat propinsi maupun tingkat Kabupaten atau Kota dalan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Indonesia melakukan Pemilihan Umum Legislatif sejak tahun 1955. Menurut UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD menyatakan bahwa peserta Pemilihan Umum anggota DPR,DPD, dan DPRD adalah partai politik.42

2. Pemilu Eksekutif , merupakam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Indonesia mulai melakukan Pemilihan Umum Presiden dan wakil Presiden sejak tahun 2004, dimana sebelumya Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR.

Dalam Pemilihan Umum tersebut dilangsungkan melalui dua putaran karena pada saat itu para kandidat pasangan Presiden dan Wakil Presiden tidak ada yang berhasil mendapatkan suara yang lebih dari 50%. 43

42 Ni’matul Huda dan Imam Nasef, Penataan Demokrasi., 255

43 Ibid.

Gambar

Tabel II

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Setelah terisi penuh truk langsung menuju ke tempat pemerosesan atau ke TPA. Dari lokasi pemerosesan tersebut, kendaraan kembali ke jalur pelayanan berikutnya sampai

14 Tinggi pagar Tinggi pagar pada ruang pada ruang kerja listrik di kerja listrik di udara terbuka udara terbuka sudah sudah sesuai.. sesuai 15 Grounding 15

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.. Sumsum sambung

Pengontrolan Kualitas Kaca Automotive Tipe Laminated Menggunakan Diagram Kontrol Fuzzy U Diagram kontrol fuzzy u digunakan ketika dalam proses pengontrolan kualitas

Presentase kerusakan produk digunakan untuk melihat presentase kerusakan produk pada tiap sub-group (tanggal).. Dari diagram diatas terdapat tiga titik yang berada diluar

Bupati Klaten ttg Tata Cara Pengad.Brng & Js yg dibiayai dari APBD... Berencana

pemegang saham mayoritas BCA pada saat ini, untuk menetapkan pembagian tantiem tersebut di antara para anggota Dewan Komisaris dan Direksi BCA yang menjabat dalam dan selama

Sistem ini dilihat berdasarkan kebutuhan dari permasalahan yang terjadi dimana sistem ini dapat membantu dalam melakukan pendataan spasial dan pendataan non