• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Langkah Perbaikan Produk Permen Cokelat ‘Jimbarwana’ di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Langkah Perbaikan Produk Permen Cokelat ‘Jimbarwana’ di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali"

Copied!
227
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN PRODUK PERMEN COKELAT ‘JIMBARWANA’ DI KOPERASI WANITA SRIKANDI

JIMBARWANA, JEMBRANA, BALI

Oleh :

JAMAL ZAMRUDI F24104113

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Jamal Zamrudi. F24104113. Identifikasi Langkah Perbaikan Produk Permen

Cokelat ‘Jimbarwana’ di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali. Di bawah bimbingan: Tien R. Muchtadi, Sugiyono, dan Masrizal. 2008.

RINGKASAN

Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali adalah koperasi kakao pada lini sekunder yang mengolah biji kakao kering dengan proses fermentasi menjadi produk cokelat yang dapat dijual dengan harga dan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao mentah. Produk cokelat yang dihasilkan oleh koperasi ini adalah permen cokelat ‘Jimbarwana’ dan minuman cokelat 3 in 1 ‘Jimbarwana’. Koperasi ini juga menjual produk setengah jadi seperti cokelat bubuk dan lemak cokelat. Masalah yang ada di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana saat ini cukup kompleks. Kondisi pasar yang belum teridentifikasi dengan baik dan mutu produk yang kasar dan berpasir, mengakibatkan produksi dan pemasaran saling memberatkan. Sisi produksi saat ini masih dalam skala terbatas karena ada kekhawatiran produk tidak terjual akibat pasar yang belum jelas. Sisi pemasaran pun belum berani melakukan ekspansi besar-besaran karena perencanaan produksi belum siap dan mutu produk belum sesuai harapan konsumen. Terlebih lagi,saat ini harga biji kakao kering dengan proses fermentasi sedang tidak stabil yaitu dalam periode antara Maret – Juni 2008 harga kakao fluktuatif berkisar antara Rp.17.000 hingga Rp.27.000 per kg.

Metode Quality Function Deployment (QFD) adalah alat bantu perencanaan yang efektif dalam pengembangan produk baru maupun peningkatan mutu produk yang sudah ada. Metode ini dapat digunakan dalam menerjemahkan keinginan konsumen (voice of customer) menjadi spesifikasi teknis suatu produk tertentu yang sesuai dengan harapan pasar. QFD diawali dengan identifikasi keinginan konsumen yang kemudian menjadi basis dalam menentukan kebutuhan. Matriks QFD umum dikenali sebagai ‘Rumah Mutu’ (House of Quality), yaitu gambaran grafis dari hasil perencanaan proses. Matriks ini merupakan matriks hubungan kebutuhan pelanggan dan kebutuhan teknis dari pihak koperasi.

Kegiatan magang ini dilakukan untuk menerapkan metode QFD dalam memperbaiki produk permen cokelat Jimbarwana dalam hal mutu (penampakan, rasa/flavor, dan tekstur). Metode QFD digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasi keinginan konsumen terhadap produk permen cokelat yang kemudian diwujudkan dalam rekomendasi langkah perbaikan yang mudah diaplikasikan. Selain itu, dalam kegiatan ini juga diciptakan suatu program komputer (Microsoft Office Excel 2003) untuk perhitungan analisis kelayakan bisnis. Program ini dapat digunakan dalam mengantisipasi harga biji kakao yang fluktuatif. Hasil analisis perbaikan mutu dengan metode QFD menunjukkan bahwa karakteristik organoleptik permen cokelat Jimbarwana belum sesuai dengan harapan target konsumen. Sehingga rekomendasi langkah perbaikan yang perlu dilakukan adalah memperbaiki mutu bahan baku dan proses produksi.

(3)

dipanaskan ulang hingga kembali ke suhu 33oC, adonan siap untuk dicetak. Perbaikan pada tahap pendinginan adalah dengan mempercepat proses pendinginan (5oC/menit).

Langkah perbaikan parameter keutuhan kokoa dan kepahitan juga dilakukan dengan memperbaiki proses penyangraian. Kendala proses penyangraian selama ini adalah tidak dimilikinya alat ukur kadar air biji kakao yang akurat. Akibatnya titik akhir proses penyangraian sulit ditentukan. Direkomendasikan untuk dilakukan pembelian alat ukur kadar air tersebut. Selain itu, langkah perbaikan parameter keutuhan kokoa dilakukan dengan memastikan bahwa biji kakao yang digunakan merupakan biji kakao yang memenuhi standar dan diproses dengan fermentasi yang cukup. Hal ini penting untuk mendapatkan citarasa cokelat yang sempurna pada pasta dan lemak cokelat.

Langkah perbaikan parameter kemanisan dilakukan dengan meningkatkan kadar gula dalam formulasi. Jika menggunakan standar benchmark Coco Creamy Milk Chocolate atau Cadbury Dairy Milk Chocolate, kadar gula dapat ditingkatkan menjadi 34 % hingga 42.61 %. Langkah perbaikan parameter bercak putih juga dapat dilakukan dengan menyusun Standard Operational Procedure (SOP) bahan baku. Dalam SOP tersebut, disyaratkan bahan baku gula halus harus mempunyai ukuran partikel < 20 m (kategori fine) dan bukan jenis gula higroskopis karena jenis gula ini dapat mengakibatkan bercak putih. Langkah perbaikan parameter rasa susu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas susu bubuk yang digunakan. Penambahan susu bubuk dapat pula dilakukan, namun perlu diperhatikan bahwa kadar susu yang berlebihan dapat mengganggu terbentuknya tekstur yang halus.

Langkah perbaikan parameter kehalusan dapat dilakukan dengan meningkatkan kehalusan bahan baku yang digunakan dan memperbaiki proses yang berhubungan dengan penghalusan adonan. Peningkatan kehalusan bahan baku salah satunya dapat dilakukan dengan menyusun SOP bahan baku dengan menetapkan bahwa bahan baku susu bubuk dan gula halus harus mempunyai ukuran partikel < 20 m (kategori fine). Dalam hal proses, peningkatan kehalusan adonan dapat dilakukan dengan menambah ulangan tahap penghalusan dan memperbaiki tahap konsing. Tahap penghalusan yang semula dilakukan sebanyak lima kali ulangan proses, dapat ditingkatkan menjadi enam kali ulangan proses. Perbaikan pada tahap konsing adalah mengenai roda konsing. Tahap konsing dalam hal ini mempunyai peran yang sama dengan tahap penghalusan, yaitu menghasilkan adonan yang lebih halus. Kendala yang dihadapi dalam proses konsing adalah perputaran roda konsing yang tidak lagi menyentuh dasar mesin konsing. Akibatnya, adonan tidak menerima gaya tekan roda selama proses konsing berlangsung.

(4)

IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN PRODUK PERMEN COKELAT ‘JIMBARWANA’ DI KOPERASI WANITA SRIKANDI

JIMBARWANA, JEMBRANA, BALI

Oleh

JAMAL ZAMRUDI F24104113

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN PRODUK PERMEN COKELAT ‘Jimbarwana’ DI KOPERASI WANITA SRIKANDI

JIMBARWANA, JEMBRANA, BALI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh

JAMAL ZAMRUDI F24104113

Dilahirkan pada 10 April 1986 di Semarang, Jawa Tengah Tanggal Lulus : Agustus 2008

Menyetujui, Bogor, September 2008

Prof.Dr.Ir. Tien R. Muchtadi,MS

Dosen Pembimbing Utama

Dr.Ir.Sugiyono,MAppSc. Dr.Ir.Masrizal,MSc. Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing III

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kota Semarang pada tanggal 10 April 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Arfan Lazuardi, SH dan Ibu Siti Nurjannah. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 01 Pagi Jakarta Utara pada tahun 1992-1998, menempuh sekolah lanjutan di SMP Negeri 200 Jakarta Utara pada tahun 1998-2001, serta SMA Negeri 13 Jakarta pada tahun 2001-2004.

Penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa IPB pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (yang sekarang diubah menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Fateta, IPB). Selama di bangku perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik, non akademik, dan organisasi kampus.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-NYA yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Identifikasi Langkah Perbaikan Produk Permen Cokelat ‘Jimbarwana’ di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali”.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan, dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak, Ibu, Yoga, Puput, dan keluarga besar atas segala kasih sayang, doa dan nasihat, serta bantuan secara moril dan materil yang diberikan tanpa henti kepada penulis selama ini.

2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, perhatian, dan masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama kuliah hingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc. selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama kegiatan magang berlangsung hingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Dr. Ir. Masrizal, MSc. selaku dosen pembimbing III yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama kegiatan magang berlangsung hingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan kegiatan magang di Agro Techno Park (ATP) Jembrana, Bali, serta bantuan pembiayaan kegiatan yang diberikan selama kegiatan magang berlangsung.

(8)

7. Inke, Nene, Dindun, Bima, Mangkun, Kani, Ofa, Ririn, Anto, Yuke, Rina, Teni, Tomi, dan rekan-rekan angkatan 41, 40, 42, dan 43 atas perhatian, doa, dukungan, nasihat dan canda tawa serta kebersamaan selama ini yang tiada hentinya diberikan kepada penulis, semoga persahabatan ini dapat dijaga sampai akhir hayat.

8. Keluarga Bu Ratna, keluarga Bu Elin, keluarga Bu Bayu, keluarga Bu Min, keluarga Bu Budi, keluarga Bu Jero, keluarga Sholeh, dan keluarga lainnya di Melaya, Jembrana, Bali atas dukungan dan bantuannya kepada penulis selama kegiatan magang berlangsung.

9. Bu Etha, Nengah, Eka, Pak Bajra, dan Pak Wayan atas kebersamaannya dalam suka dan duka di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembarana, Bali, dan atas persahabatan yang sangat berarti.

10. Kadek yang selalu membantu selama penulis di Kampus Bukit Jimbaran Udayana, Rendra yang begitu baiknya mengijinkan penulis tinggal dikosannya selama penelitian di Udayana, Indah rekan sharing, dan rekan-rekan di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana yang telah banyak membantu.

11. Pak Gatot, Mas Edi, Pak Sidik, Pak Sobirin, Pak Mul, Pak Yahya, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Wahid, Bu Rubiyah, Bu Antin, Mbak Ida, dan Mbak Darsih atas segala bantuan dan bimbingannya kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu khususnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB.

Bogor, September 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

D. RUANG LINGKUP ... 4

E. WAKTU DAN TEMPAT ... 4

II. KEADAAN UMUM KOPERASI ... 5

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KOPERASI... 5

B. PEMASARAN ... 6

C. EVALUASI UMUM KOPERASI ... 6

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. SEJARAH SINGKAT TANAMAN COKELAT ... 10

B. ISTILAH-ISTILAH ... 12

C. PRODUK COKELAT DAN PENGOLAHANNYA ... 12

D. KONSEP MUTU ... 14

E. METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT ... 15

IV. METODOLOGI ... 17

A. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

B. KEGIATAN MAGANG ... 17

V. ASPEK PRODUKSI ... 23

A. SARANA PRODUKSI ... 23

1. Alat Uji Belah ... 23

(10)

3. Mesin Pemecah Nib dan Pemisah Kulit... 25

4. Mesin Pemasta Kasar ... 26

5. Alat Pengempa ... 26

6.Mesin Pencampur... 27

7. Mesin Penghalus ... 28

8. Mesin Konsing ... 28

9. Mesin Tempering ... 29

B. BAHAN-BAHAN PRODUKSI ... 32

C. PROSES PRODUKSI ... 33

1. Lini Persiapan Bahan Baku ... 34

2. Lini Produksi Permen Cokelat ‘Jimbarwana’ ... 40

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 56

A. IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN MUTU ... 56

1. Identifikasi Pasar... 56

2. Identifikasi Masalah dan Eksekusi Tujuan Redesain... 59

3. Penentuan Parameter Mutu Kritis ... 60

4. Identifikasi Persyaratan Desain... 67

5. Nilai Target Tujuan ... 70

6. Matriks Interaksi Parameter Mutu dan Persyaratan Desain ... 72

7. Perhitungan Tingkat Kepentingan Absolut... 82

8. Trade-Off Persyaratan Desain ... 86

9. Uji Organoleptik Permen Cokelat ‘Jimbarwana’ dan Benchmark... 94

10.Uji Laboratorium Permen Cokelat ‘Jimbarwana’ dan Benchmark... 102

11.Analisis House of Quality (HOQ) dan Rekomendasi Langkah Perbaikan... 104

B. PERHITUNGAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA ... 123

1. Asumsi ... 123

2. Analisis Biaya Proses ... 124

3. Analisis Seluruh Biaya... 124

(11)

5. Analisis Net Present Value (NPV)... 129

6. Analisis Internal Rate Return (IRR) ... 132

7. Penyusunan Program... 134

VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 141

A. KESIMPULAN ... 141

B. SARAN ... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 144

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil evaluasi umum Koperasi Srikandi Jimbarwana berdasarkan

hasil FGD dengan tim produksi koperasi tersebut ... 7

Tabel 2. Beberapa sarana produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’ ... 30

Tabel 3. Pengamatan proses penyangraian biji kakao setelah periode tertentu... 35

Tabel 4. Perhitungan kecepatan input dan output proses deshelling ... 36

Tabel 5. Pengukuran kecepatan nib proses pemastaan ... 38

Tabel 6. Data uji kempa dengan massa input 300 gram... 39

Tabel 7. Kesetimbangan massa proses pengempaan 6880 g pasta cokelat ... 40

Tabel 8. Rasio formulasi bahan baku permen cokelat rekomendasi Puslit Kopi dan Kakao Jember ... 41

Tabel 9. Hasil pengamatan subjektif output proses refining... 43

Tabel 10. Uji akurasi suhu tempering beda dek (19 Maret 2008)... 47

Tabel 11. Uji akurasi suhu tempering dek bawah (26 Maret 2008)... 47

Tabel 12. Uji pendinginan permen cokelat ‘Jimbarwana’ ... 49

Tabel 13. Uji pendinginan lanjutan permen cokelat ‘Jimbarwana’ ... 49

Tabel 14. Uji pendinginan lanjutan sesi dua permen cokelat ‘Jimbarwana’... 50

Tabel 15. Pengukuran bobot kemasan produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ 51

Tabel 16. Pengukuran bobot produk setelah dikemas... 52

Tabel 17. Total produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ ... 52

Tabel 18. Tabulasi data lini persiapan bahan baku (pasta cokelat dan lemak cokelat)... 54

Tabel 19. Tabulasi data lini produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’ ... 55

Tabel 20. Tabulasi hasil survey sifat umum dan organoleptik pada mahasiswa FTP Universitas Udayana, Bali... 61

(13)

Tabel 22. Tabulasi hasil survey sifat kondisi pemanfaatan atau komunikasi

pada mahasiswa FTP Universitas Udayana, Bali... 63

Tabel 23. Tabulasi hasil survey konsumen terhadap produk permen cokelat pada detail parameter penampakan, rasa/flavor, dan tekstur ... 66

Tabel 24. Kuantifikasi persyaratan desain permen cokelat ‘Jimbarwana’... 70

Tabel 25. Analisis interaksi parameter mutu dan persyaratan desain produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ ... 73

Tabel 26. Perhitungan tingkat kepentingan absolut produk permen cokelat ‘Jimbarwana’... 83

Tabel 27. Definisi parameter mutu dan rentang uji intensitas ... 96

Tabel 28. Tabulasi rataan data uji hedonik permen cokelat ... 97

Tabel 29. Tabulasi rataan data uji intensitas permen cokelat... 98

Tabel 30. Biaya investasi awal tahun (2007) ... 126

Tabel 31. Biaya tetap per tahun dan per bulan... 126

Tabel 32. Biaya tidak tetap per tahun (akumulasi biaya proses)... 127

Tabel 33. Biaya pokok permen cokelat ‘Jimbarwana’ dan minuman cokelat 3 in 1 ‘Jimbarwana’... 127

Tabel 34. Perhitungan BEP produk campuran ... 128

Tabel 35. Lama ketercapaian BEP setiap tahun... 129

Tabel 36. Analisis arus kas per tahun selama 10 tahun... 130

Tabel 37. Analisis Net Present Value (NPV)... 132

Tabel 38. Analisis Internal Rate Return (IRR) ... 133

Tabel 39. Tampilan program analisis kelayakan usaha cokelat Koperasi Wanita Srikandi ‘Jimbarwana’... 136

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagian-bagian buah kakao: buah kakao di Indonesia (a), bagian

dalam buah kakao (b), biji kakao setelah proses fermentasi dan

pengeringan (c), dan nib hasil pemecahan kulit (d) ... 11

Gambar 2. Alat uji belah (a) dan sampel biji kakao (b)... 23

Gambar 3. Perubahan warna pada proses fermentasi biji kakao... 24

Gambar 4. Mesin sangrai yang digunakan Di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana ... 25

Gambar 5. Mesin pemisah kulit (a), motor penggerak (b), dan katup pengatur lebar input udara (c) ... 25

Gambar 6. Mesin pemasta kasar tipe ulir... 26

Gambar 7. Alat pengempa dengan tipe pompa hidrolik manual (a) dan alat pengukur tekanan (b)... 27

Gambar 8. Mesin pencampur tipe satu lengan pengaduk ... 27

Gambar 9. Mesin penghalus tipe gilingan bertingkat (a) dan tuas saklar (b) 28 Gambar 10. Mesin konsing (a) dan kontrol panel mesin konsing (b)... 29

Gambar 11. Mesin tempering (a) dan panel pengatur suhu (b) ... 29

Gambar 12. Ilustrasi konstruksi mesin refiner... 43

Gambar 13. Kurva suhu tempering adonan permen cokelat ... 46

Gambar 14. Analisis trade-off produk permen cokelat ‘Jimbarwana’... 87

Gambar 15. Uji hedonik permen cokelat ‘Jimbarwana’ dan benchmark... 97

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Denah lokasi Koperasi Kerta Semaya Samaniya dan Koperasi

Wanita Srikandi Jimbarwana ... 146

Lampiran 2. Denah Lokasi Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dan layout mesin ... 147

Lampiran 3. SNI Biji Kakao : 01-2323-2002 ... 149

Lampiran 4. Penetapan gula menurut Luff Schrool... 187

Lampiran 5. Data Produksi permen cokelat Jimbarwana April 2007 hingga Februari 2008 ... 188

Lampiran 6. Kuisioner permen cokelat ... 189

Lampiran 7. Data lengkap hasil survey konsumen ... 194

Lampiran 8. Data lengkap hasil survey konsumen pada detail parameter penampakan, rasa/flavor, dan tekstur... 197

Lampiran 9. Hasil analisis data uji hedonik dengan progam SPSS 12.0... 198

Lampiran 10. Data uji laboratorium... 208

(16)
(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jembrana merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang letak geografisnya paling dekat dengan Pulau Jawa. Jembrana merupakan kota yang dapat dikatakan telah maju dan mandiri. Kemajuan yang dimaksud antara lain adalah Jembrana telah menggunakan teknologi komputasi dalam kepemerintahannya dan pengaturan tata letak bangunan yang baik. Mandiri yang dimaksud terutama kemandirian Jembrana dalam hal pendidikan yang membebaskan siswanya dari biaya SPP. Selain itu, Jembrana saat ini juga sedang dalam proses pengembangan konsep Agro Techno Park (ATP).

ATP adalah kawasan percontohan dan alih teknologi pertanian terpadu dimana kebutuhan satu kawasan ditunjang oleh kawasan lain sehingga tercipta suatu kondisi kemandirian dan sinergisitas. ATP Jembrana terdiri atas beberapa bidang pertanian, di antaranya adalah peternakan sapi Bali, peternakan ayam dan pengolahan produknya, serta perkebunan dan pengolahan kakao. Kebutuhan saling menunjang misalnya kulit buah kakao yang tidak terpakai dapat diolah menjadi pakan sapi Bali. Sapi Bali sendiri dijual secara massal ataupun potongan daging. Dan ayam diolah menjadi nugget dan bakso. Alhasil, pertanian di Jembrana mampu mandiri dan secara lokal mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat setempat. Hal ini secara tidak langsung turut menyukseskan ketahanan pangan tingkat nasional.

(18)

Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana adalah koperasi kakao pada lini sekunder, yaitu mengolah biji kakao kering fermentasi menjadi produk cokelat yang dapat dijual dengan harga dan nilai yang lebih tinggi dibandingkan jika hanya menjual kakao mentah. Produk cokelat yang dihasilkan oleh koperasi lini sekunder ini adalah permen cokelat ‘Jimbarwana’ dan minuman cokelat 3 in 1 ‘Jimbarwana’. Koperasi ini juga menjual produk setengah jadi seperti cokelat bubuk dan lemak cokelat.

Salah satu masalah yang dihadapi Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana saat ini adalah mengenai penyediaan bahan baku biji kakao karena kondisi Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya saat ini sedang nonaktif. Akibatnya Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana harus mencari bahan baku biji kakao langsung ke petani atau subak. Namun, karena kondisi pengolahan pasca panen kakao pada tingkat petani tidak standar, Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana perlu melakukan seleksi dengan pengambilan sampel dari beberapa petani/subak. ATP Jembrana mempunyai potensi sebagai wadah yang strategis dalam menyikapi masalah tersebut. ATP akan berperan sebagai mediator yang membantu koperasi dalam memenuhi kebutuhan biji kakao koperasi dan membantu petani kakao dalam memasarkan produknya. Biji kakao kering yang dihasilkan petani juga dapat distandarisasi karena ATP dapat melakukan pengaturan langsung mengenai proses pengolahan pasca panen dengan pemberlakuan Standard Operational Procedure (SOP). Selain itu, ATP dapat dengan mudah mengatur koordinasi penanganan limbah pod kakao untuk dimanfaatkan sebagai pakan sapi.

Kegiatan magang yang telah dilakukan adalah identifikasi langkah perbaikan produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Identifikasi langkah perbaikan produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ ini meliputi dua fokus yang seluruhnya bertujuan mengembangkan pasar (gain market), yaitu sebagai berikut.

1. Identifikasi langkah perbaikan mutu :

(19)

identifikasi langkah perbaikan mutu ini adalah metode Quality Function Deployment (QFD).

2. Perhitungan analisis kelayakan usaha :

Perhitungan analisis kelayakan usaha meliputi aspek Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), penentuan harga (pricing) dan perhitungan lainnya yang penting dalam menyokong fleksibilitas usaha produk permen cokelat ‘Jimbarwana’. Tujuan akhir dari perhitungan ini adalah program komputasi yang dapat mengkalkulasi kondisi kelayakan usaha produk akhir apabila terjadi perubahan kondisi inputnya. Misalnya, bagaimana kondisi BEP apabila terjadi perubahan harga kakao.

B. TUJUAN

Tujuan umum dari kegiatan magang di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana adalah mendapatkan pengalaman langsung dunia industri dan seluruh kegiatan yang terkait di dalamnya beserta permasalahannya untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan, sikap dan kemampuan profesionalisme, serta etos kerja. Selain itu, kegiatan magang ini dapat menjadi implementasi praktik di dunia kerja dari teori yang diperoleh di perguruan tinggi. Tujuan khusus kegiatan magang ini adalah melakukan identifikasi langkah perbaikan produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ dalam hal mutu (penampakan, rasa/flavor, dan tekstur) dengan metode QFD dan perhitungan analisis kelayakan usaha.

C. MANFAAT

(20)

Jimbarwana dalam memperbaiki produk yang telah ada maupun mengembangkan produk baru. Perhitungan analisis kelayakan usaha diwujudkan dalam program komputasi dengan Microsoft Office Excel 2003. Dengan program ini, Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dapat melakukan perhitungan kelayakan usaha pada kondisi tertentu dengan lebih mudah. Program ini dirancang fleksibel untuk mengkalkulasi kondisi proses dan usaha secara keseluruhan apabila terjadi perubahan yang signifikan pada nilai variabel proses.

D. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup atau fokus dari pelaksanaan magang ini adalah aplikasi metode QFD dalam melakukan identifikasi langkah perbaikan mutu produk dan perhitungan analisis kelayakan usaha. Metode QFD dalam identifikasi langkah perbaikan mutu produk mencakup identifikasi pasar, identifikasi masalah produk dan eksekusi tujuan redesain, penentuan parameter mutu kritis, identifikasi persyaratan desain, nilai target tujuan, matriks interaksi parameter mutu dan persyaratan desain, perhitungan tingkat kepentingan absolut, trade-off persyaratan desain, uji organoleptik permen cokelat Jimbarwana dan tolok ukur (benchmark), uji laboratorium permen cokelat Jimbarwana dan benchmark, penyusunan rumah mutu (House of Quality) permen cokelat Jimbarwana, analisis HOQ, dan eksekusi langkah perbaikan mutu produk. Perhitungan analisis kelayakan usaha mencakup perhitungan biaya dan profit, Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), dan penyusunan program.

E. WAKTU DAN TEMPAT

(21)

II. KEADAAN UMUM KOPERASI WANITA SRIKANDI JIMBARWANA

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KOPERASI

Pengembangan sektor pertanian kakao di Jembrana diawali dengan adanya program Bappenas tahun 1995 yang melalui program ini telah dibentuk kawasan cepat tumbuh berbasis agribisnis kakao. Masing-masing daerah di Bali pada dasarnya mempunyai fokus pengembangan agribisnis tertentu, misalnya Tabanan merupakan daerah untuk pengembangan sayuran, Bangli merupakan daerah untuk pengembangan kopi, dan daerah lainnya termasuk Jembrana yang fokus pada pengembangan kakao. Konsep program Bappenas ini adalah terpadu. Oleh karena itu, sektor agribisnis yang dijalankan merupakan interaksi terpadu pada aspek hulu hingga hilir yang melibatkan berbagai instansi, terutama pihak pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah kabupaten yang bersangkutan.

Agribisnis kakao di Kabupaten Jembrana dikelola oleh Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya pada aspek primer dengan melibatkan petani kakao (subak) setempat. Lokasi koperasi ini adalah di Jalan Raya Negara-Gilimanuk. Bangunan dan peralatan pengolahan kakao primer ini berasal dari pemerintah provinsi Bali. Untuk menambah value produk yang dihasilkan, dibentuklah Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana yang mempunyai misi mengolah biji kakao kering yang dihasilkan Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya menjadi produk cokelat. Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana ini berlokasi di area yang sama dengan koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya. Denah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

(22)

bahan baku disuplai dari subak, Dinas Perkebunan Daerah, ataupun Perusahaan Daerah.

Struktur Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana pada divisi yang menangani usaha pengolahan cokelat lini sekunder ini belum jelas. Divisi ini terdiri atas 5 orang tim produksi (termasuk satu orang koordinator) yang bertugas menyiapkan bahan baku produksi, melaksanakan produksi, hingga pemasaran produk. Lima orang tim produksi tersebut adalah Nobertha Yohana Lima (koordinator), Ni Nengah Yudiantari, I Kadek Bajra Sana, I Wayan Nirta, dan Ni Komang Rediti Eka Nilawati.

B. PEMASARAN

Pemasaran produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ masih terbatas pada area lokal Jembrana. Hal ini dikarenakan belum teridentifikasinya segmen pasar yang dibidik sebagai konsumen potensial (potencial costumers). Tidak jelasnya pasar produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ ini berdampak pada skala produksi yang dilakukan. Pasar yang belum jelas mengakibatkan kecenderungan produksi hanya dilakukan dalam skala terbatas untuk memperkecil resiko produk tidak terjual.

C. EVALUASI UMUM KOPERASI

(23)

Tabel 1. Hasil evaluasi umum Koperasi Srikandi Jimbarwana berdasarkan hasil FGD dengan tim produksi koperasi tersebut

No. Identifikasi Masalah Alternatif Solusi

1. Pengadaan bahan baku a. Bahan baku sulit dicari

sehingga menghambat produksi

b. Kebutuhan produksi sulit ditentukan

c. Jumlah stok untuk penggudangan sulit ditentukan

Bahan baku dicari langsung ke subak; bekerja sama dengan perusahaan tertentu yang mampu menyediakan bahan baku secara berkesinambungan

Pemasaran diperkuat

Tren data penjualan dianalisis, kemudian ditentukan rata-rata penjualan per bulan

2. Produksi

a. Bahan baku tidak sesuai spesifikasi yang dibutuhkan (misalnya gula halus bukan kategori fine)

b. Mesin tidak dapat

difungsikan sebagaimana semestinya (misalnya roda conching tidak berputar, suhu tempering tidak akurat)

c. Standar sanitasi produksi belum diidentifikasi (misalnya banyak terdapat lalat, sarung tangan tidak

Pencarian bahan baku dilakukan ke supplier lain; alternatif proses perlu dianalisis lebih lanjut; perlu disusun Standard Operational Procedure (SOP) atau prosedur operasi standar pembelian bahan baku

Digunakan jasa teknisi; digunakan jaminan garansi; dan dilakukan alternatif proses

(24)

digunakan, terdapat jamur pada alat)

d. Alat yang dibutuhkan tidak tersedia (misalnya alat ukur kadar air, timbangan digital skala gram)

(Sanitation SOP) dan diterapkan

Pembelian peralatan yang dibutuhkan

3. Produk

a. Formula produk yang diinginkan pasar belum ditemukan

b. Belum jelas umur simpan produk (selama ini masih digunakan rekomendasi puslit Jember)

c. Produk masih belum terstandarisasi (misalnya ukuran dan kondisi lain tidak seragam)

d. Kemasan kurang melindungi produk dari kontaminasi (misalnya terjadi kontak udara yang mengakibatkan tumbuh jamur)

e. Standar label kemasan belum terpenuhi (MD, halal, BPOM, dan sebagainya)

Dilakukan analisis konsumen, benchmarking, dan reformulasi

Perlu dilakukan uji umur simpan secara sederhana

Perlu disusun SOP, IK (Instruksi Kerja), dan manual mutu

Kemasan diganti dengan yang lebih memenuhi standar sanitasi

Perlu dilakukan pengurusan ijin yang berkaitan tersebut

4. Pemasaran

a. Visi dan misi bisnis belum jelas (akibatnya bisnis tidak mempunyai target)

(25)

b. Riset pasar belum

dilakukan sehingga segmen dan target pasar belum diidentifikasi

c. Tujuan posisi pasar produk belum jelas

d. Kemasan produk kurang eye-catching (kurang menarik)

Perlu dilakukan riset pasar secara sederhana

Tujuan posisi pasar produk ditentukan

Kemasan diganti dengan yang lebih menarik perhatian konsumen

5. Sumber Daya Manusia

a. Belum terdapat pembagian kerja yang jelas (akibatnya kerja serabutan)

b. Kurang mendapat pelatihan manajemen produksi c. Belum terdapat target

produksi (akibatnya banyak waktu pegawai

menganggur)

Disusun pembagian kerja, kemudian dilakukan penjelasan, dilakukan kontrol dan evaluasi Dilakukan pelatihan

Disusun target produksi,

(26)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. SEJARAH SINGKAT TANAMAN COKELAT

Pohon kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman yang asli berasal dari hutan tropis Amazon dengan rata-rata kondisi cuaca hangat dan memiliki kelembapan tinggi. Pohon kakao merupakan tanaman yang hanya dapat ditanam dengan kondisi altitud, latitud, dan kelembapan tertentu. Wood (1985) dalam Minifie (1999) menyatakan bahwa 75 persen pohon kakao di dunia ditanam di antara 18o Lintang Utara dan 18o Lintang Selatan. Suhu pertumbuhan yang optimum bagi tanaman kakao adalah 18o – 32o C. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kakao adalah berkisar antara 1500 hingga 2000 mm per tahun. Kondisi ini akan menghasilkan kondisi kelembapan 70 hingga 80 persen di sepanjang hari. Pohon kakao umumnya tumbuh di altitud yang rendah yaitu di kurang dari 3000 kaki di atas permukaan laut. Dan tinggi pohon kakao dapat mencapai 20 hingga 30 kaki (Minifie, 1999).

Kakao mempunyai tiga varietas yang membedakan karakteristiknya, yaitu criollo, forastero, dan trinitario. Menurut Minifie (1999), varietas Criollo merupakan jenis tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai cokelat mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa, dan edel cocoa. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak, dan biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jumlahnya ± 7% dari produksi kakao dunia, merupakan varietas yang dihasilkan di Ekuador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika, Srilanka, Indonesia, dan Samoa.

(27)

Varietas Trinitario merupakan hibrida dari varietas Criollo dengan varietas Forastero secara alami, sehingga kakao jenis ini sangat heterogen. Varietas Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah. Varietas ini ditemukan di Ekuador, Trinidad, Kostarika, dan Meksiko. (Minifie, 1999).

Gambar 1 menunjukkan buah kakao yang ada di Indonesia dan bagian-bagiannya. Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan sebagai makanan adalah biji kakaonya, yang sewaktu dipetik masih mengandung plasenta (lapisan putih). Plasenta ini nantinya menjadi media pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi. Setelah proses fermentasi dan pengeringan, dilakukan proses pemecahan kulit dan diperoleh nib. Nib inilah yang menjadi bahan baku utama industri makanan cokelat.

Gambar 1. Bagian-bagian buah kakao: buah kakao di Indonesia (a), bagian dalam buah kakao (b), biji kakao setelah proses fermentasi dan pengeringan (c), dan nib hasil pemecahan kulit (d).

(a) (b)

(28)

Perkembangan areal tanaman kakao rakyat yang cukup pesat di Indonesia, perlu didukung dengan kesiapan sarana dan metode pengolahan yang cocok untuk petani agar mereka mampu menghasilkan biji kakao dengan mutu seperti yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu yang pasti, diikuti dengan ketersediaannya dalam kuantum yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan beberapa prasyarat yang dibutuhkan untuk memasarkan biji kakao rakyat dengan tingkat harga yang layak (Mulato et al., 2005). Standar Nasional Indonesia mengenai biji kakao terdapat dalam SNI 01-2323-2002 (BSN, 2002). SNI tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.

B. ISTILAH-ISTILAH

Kakao (cacao) merupakan istilah yang digunakan untuk bahan-bahan yang berhubungan dengan buah atau biji cokelat ataupun pohonnya. Istilah ini dipergunakan sebagai kata sifat untuk pohon, bunga, kulit, dan biji. Kokoa (cocoa) merupakan istilah yang digunakan dalam dunia perdagangan, terutama ditujukan pada hasil-hasil pengolahan cokelat yang dipergunakan untuk membuat minuman, misalnya cocoa powder. Istilah cokelat merupakan istilah yang dipergunakan pada hasil-hasil pengolahan lebih lanjut dalam bentuk padat, misalnya baking chocolate, milk chocolate, dark chocolate, sweet chocolate, dan sebagainya (Nasution et al, 1976).

C. PRODUK COKELAT DAN PENGOLAHANNYA

(29)

Chocolate chip berbentuk bulat krucut, biasanya ditambahkan pada pembuatan cookies, sedangkan chocolate stick biasa dipergunakan sebagai pengisi pada pembuatan roti manis (Trianawati, 1996).

Badan Standarisasi Nasional (1996) mendefinisikan bahwa cokelat susu adalah produk makanan yang diperoleh dari salah satu atau campuran dari (kakao nib, kakao massa, kakao bubuk termasuk kakao bubuk yang dikurangi lemaknya) dengan atau tanpa penambahan lemak cokelat, padatan susu bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Kategori makanan yang termasuk dalam cokelat susu adalah cokelat susu (milk chocolate) yaitu cokelat dengan penambahan gula dan padatan susu, cokelat kaya susu (milk chocolate with high milk content) yaitu cokelat dengan penambahan gula dan padatan susu, cokelat susu skim (skimmed milk chocolate) yaitu cokelat dengan penambahan gula dan susu skim, dan cokelat krim (cream chocolate) yaitu cokelat dengan penambahan gula, krim, dan padatan susu.

(30)

Ada tiga tahap dasar perlakuan dalam pengolahan cokelat yang menggunakan bahan cocoa powder, susu bubuk, dan bahan-bahan lainnya, yaitu pencampuran, penghalusan, dan conching. Pencampuran yaitu suatu proses mencampurkan semua bahan sehingga terbentuk campuran yang merata. Proses penghalusan adalah proses untuk menghancurkan partikel-partikel bahan sehingga diperoleh tekstur halus pada cokelat. Sedangkan conching merupakan proses pencampuran terakhir untuk memperoleh flavor dan rasa yang diinginkan dari cokelat (Minifie, 1999). Selama proses conching, air dan senyawa penyebab citarasa yang tidak diinginkan terutama citarasa asam akan menguap. Selain itu, selama proses conching partikel cokelat, gula, dan susu akan terikat dan terselimuti dengan baik oleh lapisan lemak sampai memberikan sensasi halus di mulut (Mulato et al., 2005).

Menurut Wollgast dan Anklam (2000), konsing merupakan proses penting dalam produksi makanan cokelat karena berperan dalam mengembangkan tektur dan flavor produk akhir. Fungsi konsing antara lain mengurangi kelembapan adonan, menghilangkan substansi volatil, dan mendistribusikan lemak sehingga partikel dapat terdispersi seluruhnya pada fase lemak. Umumnya kondisi proses konsing yang digunakan untuk permen cokelat susu adalah 60oC selama 16-24 jam dan untuk permen cokelat murni (dark chocolate) umumnya menggunakan suhu lebih tinggi yaitu 70-82oC. Menurut Lange dan Fincke (1970) dalam Wollgast dan Anklam (2000), pasta cokelat sebelum dicetak didinginkan terlebih dahulu hingga 10oC kemudian dipanaskan ulang hingga 29-31oC untuk memperoleh kristalisasi yang baik.

D. KONSEP MUTU

(31)

peningkatan bisnis dan akhirnya dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi serta meningkatkan tingkat pengembalian investasi.

Kolarik (1995) dalam Suprihatini (2005) juga menekankan pada upaya peningkatan mutu produk, yang ditunjukkan melalui peningkatan penampilan produk, penurunan biaya, dan peningkatan ketepatan waktu penyerahan. Gasperz (1997) dalam Suprihatini (2005) juga menambahkan perhatian penuh pada perbaikan mutu akan memberikan dampak positif kepada perusahaan, minimal melalui dua cara, yaitu dampak terhadap biaya produksi dan dampak terhadap pendapatan.

E. METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

Quality Function Deployment (QFD) adalah alat bantu perencanaan yang efektif dalam pengembangan produk baru maupun perbaikan mutu produk yang sudah ada. Metode ini digunakan dalam menerjemahkan bahasa konsumen (voice of costumer) menjadi aksi dan sumber komitmen dalam memenuhi kebutuhan konsumen. QFD adalah alat bantu yang secara signifikan mampu mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam pengembangan produk, meningkatkan kepuasan konsumen, dan meningkatkan daya saing (competitiveness) dengan produk lain (Jiao zhong, 2008).

Menurut Wollover (1997) dan Pyzdek (2001), QFD adalah proses perencanaan produk dan jasa yang berbasis konsumen. QFD diawali dengan identifikasi bahasa konsumen yang kemudian menjadi basis dalam menentukan kebutuhan. Matriks QFD umum dikenali sebagai ‘Rumah Mutu’ (House of Quality), yaitu gambaran grafis dari hasil perencanaan proses. Matrik ini merupakan matrik hubungan kebutuhan pelanggan dan kebutuhan teknis dari pihak perusahaan (Suprihatini, 2005). Tahapan penggunaan QFD menurut Suprihatini (2005) adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi kemauan pelanggan. Dalam hal ini pelanggan ditanya mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk.

(32)

pengolahan. Hal ini didasarkan pada data yang tersedia, aktivitas dan sarana yang digunakan untuk menghasilkan produk, dalam rangka menentukan kualitas pemenuhan kebutuhan pelanggan.

3. Menghubungkan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan tersebut dapat sifatnya kuat, sedang, atau lemah. Setiap aspek dari konsumen diberi bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap kualitas produk.

4. Membandingkan kinerja. Tahap ini membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing.

5. Mengevaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing.

6. Menentukan keterkaitan pengaruh antara aktivitas dalam proses atau sarana yang satu dengan yang lainnya.

(33)

IV. METODOLOGI

A. KERANGKA PEMIKIRAN

Produk permen cokelat Jimbarwana saat ini dapat dikatakan masih kasar dan berpasir. Akibatnya, penjualan tidak terlalu signifikan dilakukan karena pasar yang menjadi target belum teridentifikasi dengan baik. Karena pasar belum teridentifikasi dengan baik, segi produksi juga menjadi tersendat karena ada kekhawatiran resiko produk tidak terjual, terlebih kondisi mutu produk yang belum memuaskan. Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah konkret untuk mengidentifikasi pasar target, kemudian menerjemahkan keinginan pelanggan secara objektif yang dapat digunakan sebagai dasar dalam perbaikan mutu permen cokelat Jimbarwana secara berkesinambungan. Keseluruhan langkah untuk perbaikan mutu ini disusun berdasarkan metode Quality Function Deployment (QFD). Selain itu, diperlukan pula suatu program yang dapat secara fleksibel mengkalkulasi kelayakan usaha apabila terjadi perubahan kondisi pada taraf tertentu.

B. KEGIATAN MAGANG

Kegiatan magang yang dilakukan di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana adalah sebagai berikut.

1. Wawancara

Dilakukan dengan cara bertanya secara langsung dengan personil pihak koperasi untuk memperoleh data berkaitan dengan kondisi umum koperasi yang meliputi sejarah dan perkembangan, lokasi dan tata letak, struktur organisasi, ketenagakerjaan, dan pemasaran koperasi.

2. Pengamatan Langsung

Dilakukan dengan mengamati proses produksi secara langsung dan ikut berperan aktif dalam kegiatan produksi.

3. Pengumpulan dan Analisis Data

(34)

a. Focus Group Discussion (FGD)

Dilakukan dengan pihak koperasi untuk memperoleh data tentang pemasaran, meliputi objektivitas pemasaran, strategi pemasaran (segmenting, targeting, dan positioning), dan taktik pemasaran (product, place, proce, dan promotion). Selain itu, melalui FGD ini juga akan digali informasi tentang kondisi produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ saat ini.

b. Uji organoleptik

Dilakukan terhadap permen cokelat ‘Jimbarwana’ dengan dua produk pembanding yaitu Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate. Uji organoleptik yang akan dilakukan adalah uji hedonik dan uji pemeringkatan (rating). Uji pemeringkatan dilakukan untuk memperoleh data tentang posisi pasar produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ dibandingkan dengan produk lain sejenis di pasar. Uji hedonik dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkat kesukaan produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ dibandingkan dengan produk lain sejenis di pasar.

c. Uji laboratorium

Dilakukan terhadap permen cokelat ‘Jimbarwana’ untuk mengetahui kadar lemak dan terhadap Cadbury Dairy Milk Chocolate untuk mengetahui kadar gula.

1. Analisis kadar gula metode Luff Schrool (Egan et al., 1981) Prosedur :

(35)

b. Dilakukan persiapan bahan kimia yang akan digunakan, yaitu: KI 20 %, HCl 4 N, asam asetat 3 %, H2SO4 26.5 %, dan larutan Luff Schrool. Larutan Luff Schrool dibuat dengan melarutkan sodium bikarbonat 14.4 gram dalam aquades panas, kemudian setelah larut dan tidak panas lagi ditambahkan asam sitrat 2.5 gram yang telah diencerkan dan Cu 1.25 gram yang juga telah diencerkan.

c. Analisis total gula dilakukan dengan menyiapkan filtrat sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HCl 4 N sedikit demi sedikit.

d. Kemudian sampel tersebut dipanaskan dalam waterbath suhu 70oC selama 15 menit.

e. Dilakukan penetralan keasaman sampel dengan menggunakan basa NaOH dan asam asetat, yaitu dengan terlebih dahulu ditambahkan idikator phenolphtatein (PP) sebanyak 3 tetes kemudian ditambahkan NaOH sedikit demi sedikit hingga larutan berubah warna menjadi merah, kemudian ditambahkan asam asetat sedikit demi sedikit hingga warna berubah seperti warna semula.

f. Kemudian dilakukan pengenceran sampel hingga 100 ml. g. Diambil sampel sebanyak 1 ml, ditambahkan 9 ml aquades dan

10 ml larutan Luff Schrool.

h. Sampel tersebut dididihkan selama 5 menit atau lebih hingga terdapat endapan merah bata.

i. Kemudian sampel ditambahkan H2SO4 26.5 % 5 ml, KI 20% 2.5 ml, dan amilum 3 tetes, lalu dilakukan titrasi dengan Na-tiosulfat hingga warna berubah menjadi putih susu, catat jumlah Na-tiosulfat yang digunakan untuk titrasi tersebut. j. Blanko disiapkan dengan mencampurkan 10 ml aquades, 10 ml

(36)

Analisis :

X = (V0 – V1) x N Na2S2O3 0.1

V0 = volume titrasi blanko (ml) V1 = volume titrasi sampel (ml)

N = normalitas

Nilai X menentukan jumlah gula total dalam sampel dengan cara mencocokan nilai tersebut dengan tabel Luff Schrool pada Lampiran 4. Nilai X merupakan banyaknya ml Na2S2O3 yang terpakai. Dengan tabel Luff Schrool, nilai X kemudian dikonversi menjadi kadar gula (y).

Kadar gula total (%) = y x Fp x 100 %

W

y = kadar gula terbaca pada tabel Luff Schrool Fp = faktor pengenceran (100 x pengenceran) W = bobot sampel (mg)

2. Analisis kadar lemak metode Soxhlet (Apriyantono et al., 1989) Peralatan :

Peralatan yang dibutuhkan dalam analisis lemak adalah timbangan analitik, oven 100oC, pinset, desikator, kertas saring, dan peralatan ekstraksi lemak soxhlet lengkap.

Bahan :

Bahan yang dibutuhkan dalam analisis lemak adalah sampel sebanyak 5 gram dan petroleum eter (PE).

Prosedur :

(37)

b. Labu soxhlet disiapkan dengan terlebih dahulu ditimbang bobotnya dan dipanaskan dalam oven suhu 100oC selama 1 jam, kemudian labu soxhlet didinginkan dalam desikator selama 15 menit.

c. Peralatan soxhlet lainnya disiapkan, dirangkai dengan labu soxhlet, kemudian dimasukkan timbal.

d. PE dimasukkan ke dalam soxhlet sebanyak 2 siklus ekstraksi, kemudian soxhlet dirangkai ke refluks, heat plate dipanaskan hingga suhu mencapai 600oC, dan pompa reluks dinyalakan, jika PE di labu soxhlet sudah mendidih suhu heat plate diturunkan menjadi 400oC.

e. Proses ekstraksi lemak dilakukan selama kurang lebih 5 jam. f. Setelah 5 jam, timbal dikeluarkan dari soxhlet, kemudian

dipisahkan antara PE dengan lemak yang terekstraksi dengan cara PE pada soxhlet diuapkan hingga mendekati 1 siklus ekstraksi, PE yang mendekati 1 siklus tersebut dituang, dan hal ini dilakukan berulang kali hingga hanya lemak yang tersisa di labu soxhlet.

g. Kemudian labu soxhlet dipanaskan di oven 105oC selama 1 jam, lalu didinginkan dalam desikator, kemudian labu berisi lemak yang terekstraksi tersebut ditimbang dengan timbangan digital.

h. Labu soxhlet tersebut dipanaskan kembali selama 15 menit, didinginkan kembali dalam desikator, kemudian ditimbang, proses ini dilakukan berulang kali hingga diperoleh bobot labu soxhlet berisi lemak terekstraksi tersebut stabil.

Analisis :

Kadar lemak sampel (%) = L1 – L0 x 100 %

(38)

L0 = bobot labu soxhlet kosong (gram)

L1 = bobot labu soxhlet berisi lemak terekstraksi (gram) S = bobot sampel (gram)

d. Metode Quality Fuction Deployment (QFD), dilakukan untuk memperoleh titik terang antara akar masalah yang teridentifikasi dan faktor penyebabnya. Metode QFD ini membutuhkan data tentang bahan baku, proses, peralatan, hasil uji organoleptik, dan data sekunder (literatur) yang diperlukan.

e. Eksekusi langkah perbaikan dilakukan berdasarkan analisis masalah dengan metode QFD. Berdasarkan data QFD, akan diperoleh rekomendasi langkah perbaikan, baik berupa redesain bahan baku maupun redesain proses.

(39)

V. ASPEK PRODUKSI

A. SARANA PRODUKSI

Sarana produksi yang dimaksud di sini adalah mesin produksi dan peralatan pendukung lainnya dalam proses produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’ dari bahan baku biji kakao kering fermentasi hingga permen cokelat telah berada dalam kemasan. Tabel 2 menunjukkan beberapa sarana produksi yang digunakan dalam proses produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’ dari persiapan bahan baku biji kakao kering fermentasi hingga pengemasan produk jadi meliputi alat uji belah (cut test), mesin penyangrai (roaster), mesin pemecah nib dan pemisah kulit (desheller), mesin pemasta kasar (nib grinder), alat pengempa (presser), mesin pengayak (siever), mesin pencampur (mixer), mesin penghalus (refiner), mesin konsing (conche), dan mesin tempering (tempering machine).

1. Alat Uji Belah

Alat uji belah digunakan untuk mengetahui tingkat kesempurnaan proses fermentasi secara fisis. Uji ini dilakukan dengan membelah biji kakao hasil fermentasi secara membujur tepat di bagian tengahnya. Alat ini dapat membelah sampel sebanyak 50 biji kakao secara bersamaan dalam waktu kurang dari 5 menit. Belahan-belahan biji kakao berjajar terbuka di atas papan kayu sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi warna dan lekukan jaringan permukaan belahan biji kakao (Mulato et al., 2005). Gambar 2 menunjukkan alat uji belah dan sampel biji kakao yang telah dibelah dengan alat ini.

Gambar 2. Alat uji belah (a) dan sampel biji kakao (b)

(40)

Gambar 3 menunjukkan perubahan warna pada proses fermentasi biji kakao. Warna jaringan biji kakao yang semula ungu dan pejal berangsur berubah menjadi lebih coklat dan berongga sebagai fungsi dari waktu fermentasi. Biji kakao ”slaty” (warna ungu agak keabu-abuan) umumnya dihasilkan dari proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari), sedangkan biji kakao rapuh dan berbau kurang sedap atau kadang berjamur adalah produk dari proses fermentasi yang terlalu lama (lebih dari 5 hari). Keduanya merupakan cacat mutu. Biji kakao dengan waktu fermentasi 5 hari mempunyai warna belahan coklat agak tua dan tekstur berongga. Sebaliknya, biji kakao ”slaty” mempunyai tekstur pejal (Wood dan Lass (1985) dalam Mulato et al. (2005)).

Gambar 3. Perubahan warna pada proses fermentasi biji kakao (Mulato et al., 2005)

2. Mesin Penyangrai

(41)

Gambar 4. Mesin sangrai yang digunakan Di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana

3. Mesin Pemecah Nib dan Pemisah Kulit

Mesin pemecah nib dan pemisah kulit digunakan untuk memisahkan kulit biji kakao yang telah disangrai menjadi fraksi nib dan fraksi kulit dengan ukuran dan sifat fisik yang berbeda secara bersamaan. Saat membentur silinder mesin pemisah kulit yang berputar, nib akan pecah dengan ukuran yang relatif besar dan seragam karena nib mempunyai sifat elastis. Sebaliknya, kulit biji karena sifatnya rapuh terpecah menjadi partikel-partikel halus dan mudah dipisahkan dari butiran nib dengan cara hisapan (pneumatik). Meskipun demikian, tidak seluruh butiran nib dapat dipisahkan dari partikel klulit secara sempurna. Persentase fraksi kulit yang terbawa dalam fraksi nib sebesar 0.6 %, sebaliknya persentase fraksi nib yang terbawa dalam fraksi kulit sebesar 1 %. Ukuran rata-rata butiran nib adalah 10 mesh (Mulato et al., 2005). Gambar 5 menunjukkan mesin pemisah kulit beserta bagian-bagiannya.

G

Gambar 5. Mesin pemisah kulit (a), motor penggerak (b), dan katup pengatur lebar input udara (c)

(42)

4. Mesin Pemasta Kasar

Mesin pemasta kasar digunakan untuk menghancurkan nib yang semula berbentuk butiran padat kasar menjadi pasta cair kental. Proses pemastaan dilakukan 2 kali. Proses pertama untuk mengubah nib kasar menjadi partikel lebih halus dengan ukuran > 40 m. Proses kedua dilakukan untuk mengubah partikel halus menjadi bentuk pasta cair kental dengan ukuran < 20 m (Mulato et al., 2005). Prinsip kerja mesin ini adalah memecah struktur sel di dalam nib yang mengandung banyak lemak cokelat. Lemak cokelat yang semula berbentuk padat akan meleleh akibat panas yang berasal dari gaya gesek ulir di dalam mesin pemasta (Minifie, 1999). Gambar 6 menunjukkan mesin pemasta kasar tipe ulir yang digerakkan oleh motor listrik.

Gambar 6. Mesin pemasta kasar tipe ulir

5. Alat Pengempa

(43)

Gambar 7 menunjukkan alat pengempa yang digunakan di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Alat pengempa yang digunakan mempunyai tipe pompa hidrolik manual. Pemompaan tuas akan memberikan input udara yang akan terakumulasi dalam tabung tekanan. Tekanan udara dalam tabung tekanan kemudian diteruskan ke tabung pengempaan dengan tekanan tertentu.

Gambar 7. Alat pengempa dengan tipe pompa hidrolik manual (a) dan alat pengukur tekanan (b)

6. Mesin Pencampur

Mesin pencampur digunakan untuk mencampurkan bahan baku permen cokelat ‘Jimbarwana’. Bahan baku yang dicampurkan adalah pasta cokelat, lemak cokelat, gula halus, dan susu bubuk fullcream. Pencampuran dilakukan hingga diperoleh adonan permen cokelat yang homogen. Gambar 8 menunjukkan mesin pencampur dengan penggerak motor listrik. Mesin pencampur ini mempunyai satu lengan pengaduk dengan 2 baling-baling yang masing-masing mempunyai 3 tangan.

Gambar 8. Mesin pencampur tipe satu lengan pengaduk

(a) (b)

(44)

7. Mesin Penghalus

Mesin penghalus digunakan untuk memperoleh kondisi adonan permen cokelat yang halus. Alat penghalus yang digunakan merupakan tipe gilingan (roll) bertingkat untuk menghasilkan kehalusan adonan dengan ukuran partikel < 20 m. Gambar 9 menunjukkan mesin penghalus yang digunakan di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Mesin ini mempunyai 5 buah gilingan yang dipasang secara seri. Proses penghalusan berlangsung di dalam perputaran gilingan yang berlangsung secara berulang hingga diperoleh adonan permen cokelat dengan tingkat kehalusan kurang dari 20 m (Mulato et al., 2005).

Gambar 9. Mesin penghalus tipe gilingan bertingkat (a) dan tuas saklar (b)

8. Mesin Konsing

Mesin konsing digunakan untuk lebih menghaluskan dan menyempurnakan citarasa adonan permen cokelat. Proses konsing atau proses penghalusan adonan cokelat hasil refiner dilakukan pada suhu dan periode tertentu. Suhu konsing diatur antara 60-70oC selama 18-24 jam secara terus menerus. Selama proses konsing, air dan senyawa penyebab citarasa yang tidak diinginkan terutama citarasa asam pada adonan permen cokelat akan menguap. Selain itu, selama proses konsing partikel cokelat, gula, dan susu akan terikat dan diselimuti dengan baik oleh lapisan lemak cokelat sampai memberikan sensasi halus di mulut (Mulato et al., 2005).

Gambar 10 menunjukkan mesin konsing yang digunakan di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Mesin ini mempunyai dua tombol saklar dan satu roda pengatur suhu. Tombol saklar bagian kanan berfungsi

(45)

untuk menghidupkan roda konsing dan tombol saklar bagian kiri berfungsi untuk menghidupkan pemanas konsing.

Gambar 10. Mesin konsing (a) dan kontrol panel mesin konsing (b)

9. Mesin Tempering

Mesin tempering digunakan untuk menyimpan sekaligus mengondisikan adonan permen cokelat dalam ruang dengan kondisi suhu dan waktu tertentu. Hal ini diperlukan untuk memperoleh kristal lemak cokelat yang stabil. Gambar 11 menunjukkan mesin tempering dan panel pengatur suhu. Mesin tempering ini terdiri atas 2 bagian yang masing-masing bagian mempunyai 3 rak. Bagian atas mesin tempering adalah ruangan hangat dengan suhu di atas 30oC yang digunakan untuk menyimpan pasta cokelat, lemak cokelat, dan adonan permen cokelat. Bagian bawah mesin tempering adalah ruangan sejuk untuk menyimpan cokelat bubuk dan bahan kering lainnya.

Gambar 11. Mesin tempering (a) dan panel pengatur suhu (b) (b)

(a)

(46)

Tabel 2. Beberapa sarana produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’

Nama Peralatan Spesifkasi

Alat uji belah Bahan alat : kayu

Bahan pisau : stainless steel Kapasitas : 50 biji kakao/batch Pengoperasian : manual

Mesin penyangrai Bahan mesin : besi persegi, profil plat alumunium

Kapasitas : 8-10 kg/ 30-45 min/batch Penggerak : motor listrik ½ HP Bahan bakar : minyak tanah Mesin pemecah kulit Kapasitas : 80 kg/jam

Penggerak : motor listrik 1 HP, 220 volt, transmisi pulley dan sabuk karet V Spesifikasi motor :

Single phase AC motor Type JY1A-4; ½ HP 1420 rpm; cont class E 110/220 V; 8.4/4.2 A; 50 Hz Made in Shijiazhuang, China Spesifikasi electric blower : Size 3#; 220 V

1 phase; 2 AMP

50/60 cycles; 3000/3600 rpm Mesin pemasta kasar Tipe : ulir (screw)

Kapasitas : 4 kg/jam

Penggerak : motor listrik ½ HP, 2 volt, transmisi pulley, dan sabuk karet V Spesifikasi motor :

Single phase AC motor Type JY2A-4; 1 HP 1400 rpm; cont class B 110/220 V; 14/7 A; 50 Hz Made in China

Spesifikasi saklar : BS216 B

(47)

Tabel 2. Beberapa sarana produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’ (lanjutan)

Alat pengempa Tipe pompa : hidrolik manual

Pengempaan pasta dilakukan di dalam tabung yang dilengkapi dengan penyaring 120 mesh dengan tekanan hidrolik sampai 40 atm

Mesin pencampur Kecepatan : 0-1-2 Mesin penghalus Kapasitas : 2 kg/jam

Penggerak : motor listrik 2 HP 1 fase, transmisi gear rantai, pulley, dan sabuk V

Spesifikasi cam starter : Tipe GZ-15P/3; 500 V; 15 A Champion Japan

Rancang bangun :

Divisi Produksi Alat dan Mesin Pengolahan

Koperasi Karyawan Sekar Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Jl. PB Sudirman No.90 Jember 68118

Mesin konsing Rancang bangun :

Divisi Produksi Alat dan Mesin Pengolahan

Koperasi Karyawan Sekar Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Jl. PB Sudirman No.90 Jember 68118 Mesin tempering Bahan konstruksi : siku, plat

alumunium, dimensi (pxlxt) adalah 650x500x2100 mm

(48)

B. BAHAN-BAHAN PRODUKSI

Bahan-bahan produksi yang dimaksud di sini adalah bahan baku utama dan bahan tambahan makanan yang digunakan dalam formulasi permen cokelat ‘Jimbarwana’. Bahan-bahan tersebut antara lain lemak cokelat, pasta cokelat, susu bubuk, gula halus, emulsifier lesitin, dan pencitarasa vanili. Berikut adalah detail bahan baku dan tambahan tersebut.

1. Lemak cokelat

Lemak cokelat merupakan bahan baku utama yang diperoleh dari pengempaan pasta cokelat dengan karakteristik mudah membeku pada suhu ruang, plastis, mempunyai kandungan senyawa lemak padat relatif tinggi, warna putih kekuningan, dan mempunyai bau khas cokelat.

2. Pasta cokelat

Pasta cokelat merupakan bahan baku utama yang diperoleh dari pemastaan (pasting/grinding) nib cokelat dengan karakteristik mudah membeku pada suhu ruang, berbentuk pasta, berwarna cokelat, terdiri atas padatan cokelat dan lemak cokelat, dan mempunyai bau khas cokelat.

3. Susu bubuk

Susu bubuk merupakan bahan baku utama jenis full-cream dengan karakteristik berbentuk bubuk halus, berwarna putih kekuningan, dan tidak menggumpal.

4. Gula halus

Gula halus merupakan bahan baku utama jenis fine sugar dengan karakteristik berbentuk bubuk halus, berwarna putih bersih, dan tidak menggumpal.

5. Emulsifier lesitin

(49)

6. Pencitarasa vanili

Pencitarasa vanili merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan sebagai perasa/peningkat rasa pada suatu produk pangan. Pencitasa vanili yang digunakan dalam formulasi ini berbentuk bubuk berwarna putih.

C. PROSES PRODUKSI

Pengamatan proses produksi dilakukan dengan mengamati jalannya proses produksi dari awal (penyangraian biji kakao) hingga hingga akhir (pengemasan permen cokelat ‘Jimbarwana’). Pengamatan proses produksi ini dirancang untuk memperoleh data mengenai variabel parameter tertentu yang terkait dengan proses tertentu (misalnya suhu yang digunakan selama proses tempering, dan sebagainya). Dengan data ini dapat dipelajari standarisasi proses, waktu proses (process timeline), standarisasi produk, dan biaya proses produksi.

Selain itu, pengamatan proses produksi ini dirancang untuk mempelajari kesetimbangan massa (mass balance) yanng terjadi selama proses produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’. Dengan data ini dapat dipelajari kesetimbangan massa input dan output masing-masing proses, besarnya prosess loss (besarnya massa yang hilang selama proses), dan biaya bahan baku produksi. Selain itu, dengan data ini dapat disusun target produksi yang ingin dicapai dengan memperhatikan waktu proses dan kesetimbangan massa. Pengamatan proses produksi ini kemudian akan digunakan sebagai dasar perbaikan mutu permen cokelat ‘Jimbarwana’.

(50)

itu, pada lini persiapan bahan baku ini dilakukan proses tambahan yaitu proses pengayakan gula halus dan susu bubuk fullcream apabila ketersediaan bahan baku tersebut bukan dalam kategori fine (sangat halus).

Lini produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’ mencakup proses pencampuran pasta cokelat, lemak cokelat, gula halus, dan susu bubuk fullcream, penghalusan adonan, konsing adonan, tempering adonan, pencetakan adonan, pendinginan, dan pengemasan (packing). Hasil pengamatan proses produksi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Lini Persiapan Bahan Baku

a. Proses penyangraian biji kakao (roasting)

Proses penyangraian biji kakao merupakan proses yang pertama kali dilakukan dalam mempersiapkan bahan baku cokelat yang dibutuhkan untuk produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’. Proses ini dilakukan untuk membentuk aroma dan citarasa khas cokelat dari biji kakao dengan perlakuan panas, memperoleh kadar air yang sesuai dengan yang disyaratkan (maksimal 7 %).

Mesin penyangrai mempunyai kecepatan putar 20 rpm ke kiri dengan bahan bakar minyak tanah. Mesin ini mempunyai 3 burner yang terletak di bawah disusun secara berjajar. Untuk ke proses selanjutnya, biji kakao yang telah disangrai didinginkan terlebih dahulu dengan mengaduknya secara manual dengan sendok kayu. Proses pendinginan dilakukan sampai biji kakao bersuhu hangat-hangat kuku (sekitar 36-37oC).

Suhu proses yang digunakan adalah 130oC (Tsetting). Namun,

(51)

penyangraian biji kakao setelah periode tertentu. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa biji kakao yang disangrai selama 50 menit mudah untuk dilakukan cracking.

Tabel 3. Pengamatan proses penyangraian biji kakao setelah periode tertentu

Waktu Proses Kondisi Biji Kakao

10 menit Biji kakao masih basah 20 menit Biji kakao masih basah 30 menit Biji kakao masih agak basah

40 menit Biji kakao agak kering, tetapi masih sulit untuk dilakukan cracking

50 menit Biji kakao telah kering, mudah dilakukan cracking, aroma harum

Hasil pengamatan terhadap kesetimbangan massa proses ini menunjukkan bahwa dengan massa input sebesar 9.4 kg akan menghasilkan massa output sebesar 9.0 kg. Jadi, massa yang hilang selama proses ini (process loss) adalah 0.4 kg atau 400 gram. Sehingga, persentase rendemen proses ini adalah 95.74 %. Kehilangan massa diasumsikan terjadi akibat penguapan air dari biji kakao dan pengambilan biji kakao untuk sampel kecukupan proses tiap 10 menit.

b. Proses pemecahan nib dan pemisahan nib (deshelling)

(52)

dikontrol dengan mengatur panjang kolom udara. Panjang kolom udara yang digunakan adalah 4.5 cm dari maksimal panjang 5.3 cm. Dengan lebar kolom adalah 3.5 cm, maka luas kolom udara adalah 15.75 cm2. Suhu input adalah hangat-hangat kuku (berkisar antara 36-37oC) dengan suhu alat adalah suhu ruang (berkisar antara 24-25oC). Waktu yang dibutuhkan untuk proses ini dengan massa input sebesar 9 kg adalah 70 menit.

Hasil pengamatan terhadap kesetimbangan massa proses ini menunjukkan bahwa dengan massa input sebesar 9.0 kg akan menghasilkan massa output sebesar 8.6 kg (7 kg berupa nib dan 1.6 kg berupa kulit). Jadi, massa yang hilang selama proses ini (process loss) adalah 0.4 kg atau 400 gram. Sehingga, persentase rendemen kasar (nib dan kulit) proses ini adalah 95.55 % dan persentase rendemen bersih (nib) adalah 77.78 %. Kehilangan massa diasumsikan terjadi akibat reevaporasi (ketika proses pendinginan) dan terbuang ke lingkungan (out of machine). Berikut adalah perhitungan kecepatan input (biji kakao yang telah disangrai) dan kecepatan output (nib).

Tabel 4 menunjukkan perhitungan kecepatan input dan output proses ini. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata massa input periodik adalah 347 gram dengan kecepatan 3.8 g/detik dan rata-rata massa nib periodik adalah 270 gram dengan kecepatan 3.0 g/detik. Rata-rata kehilangan massa berupa kulit per periodik adalah 77 gram per 347 gram atau setara dengan 22.19 %.

Tabel 4. Perhitungan kecepatan input dan output proses deshelling

Ulangan minput

(gram)

mnib (gram)

mkulit (gram)

trelatif (detik)

νinput

(g/detik)

νnib

(g/detik)

1 350 280 70 100 3.5 2.8

2 340 260 80 91 3.7 2.9

3 350 270 80 83 4.2 3.2

(53)

c. Proses pembersihan nib (cleaning)

Proses pembersihan nib ini dilakukan untuk menghilangkan bagian kulit yang ikut terbawa dalam nib pada proses sebelumnya (deshelling). Proses pembersihan ini dilakukan secara manual dengan mengandalkan keterampilan tangan dan mata. Dari pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa dengan jumlah pekerja yang terlibat sebanyak 3 orang dibutuhkan waktu proses selama 30 menit untuk massa nib 7000 gram.

Dengan demikian, kecepatan pembersihan adalah 7000 gram per 30 menit, yaitu 233.33 g/min. Dan kecepatan per pekerja relatif adalah 77.78 g/min/orang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 7000 gram input, massa nib bersih adalah 6985 gram dan massa kulit yang terbawa hanya 15 gram. Atau dengan kata lain, rendemen nib bersih adalah 99.78 %. Hal ini menunjukkan bahwa proses sebelumnya (deshelling) telah cukup baik dalam memisahkan nib dan kulit.

d. Proses pemastaan nib (nib grinding)

Proses pemastaan nib kakao dilakukan untuk menghancurkan dan menghaluskan nib menjadi bentuk pasta. Karena sel dalam nib hancur, maka minyak yang terperangkap dalam nib pun dapat diekstrak. Proses pemastaan ini dilakukan dua kali. Mesin pemasta ini dikondisikan dengan besar kolom input adalah 70 x 4 mm. Panjang pipa giling adalah 28 cm dengan diameter 10 cm.

(54)

Gambar

Gambar 2. Alat uji belah (a) dan sampel biji kakao (b)
Gambar 4. Mesin sangrai yang digunakan Di Koperasi Wanita Srikandi
Gambar 6. Mesin pemasta kasar tipe ulir
Gambar 8. Mesin pencampur tipe satu lengan pengaduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu pengukusan dan penambahan sejumlah minyak goreng tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar likopen sari buah

Pembahasan di utamakan pada bagaimana sebuah peralatan listrik dapat dikontrol dari jarak jauh melalui sebuah komputer dengan menggunakan paket data SMS, dengan objek yang

Penelitian yang dilakukan oleh Braithwaite, Murphy, and Reinhart (2007) menggunakan indi- kator postur motivasi (motivational posture) untuk mengetahui motivasi wajib pajak

Kesimpulan Penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan senam body language dan pilates terhadap penurunan

Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengukuran emisi karbon dari kegiatan transportasi yang berdasarkan dari jumlah dan jenis kendaraan yang melintas pada ruas

Dengan membuat tempat sampah dalam ruangan yang memiliki unsur pemilahan sampah dan sistem pressing yang baru serta menerapkan mobilisasi yang teratur

(2) Makna acuan yang terdapat pada tatanama tempat usaha di Kabupaten Sumedang dibedakan yaitu, mengacu pada nama tumbuhan, tempat atau daerah, nama orang, sifat orang

Di balik gedung-gedung megah Jakarta tak jauh dari bisingnya jalan Iskandar muda (arteri Pondok Indah) Jakarta, kehidupan warga yang masih begitu dekat dengan