• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.

Proses pembangunan yang dilakukan olehh bangsa Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemanfaatan sumber daya alam masih menjadi modal dasar pembangunan di Indonesia saat ini dan masih diandalkan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu penggunaan sumber daya alam tersebut harus dilakukan secara arif dan bijak.

Salah satu kegiatan manusia yang sangat berhubungan dengan lingkungan adalah hadirnya sebuah industri. Industrialisasi yang berlangsung dalam proses pembangunan, pada hakekatnya sumber alam, keahlian manusia, modal, dan teknologi, secara berkesenambungan. Semakin banyak kebutuhan masyarakat, semamin banyak kegiatan industri yang berlangsung, sehinga semakin besar pula tekanan untuk meningkatkan pemanfaatan faktor-faktor tersebut.

1

(2)

Industri pada dasarnya adalah dilema, disatu pihak pembangunan industri sangat diperlukan oleh masyarakat, untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara melalui eksport. Tetapi, dilain pihak industrilisasi juga mempunyai dampak negatif, khususnya ditinjau dari kepentingan kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam.1

Pembangunan sektor industri mempunyai dampak positif dan dampak negatif, dampak positif dengan dibangunnya industrialisasi yaitu dapat meningkatkan pendapatan perkapita, memperluas lapangan pekerjaan, meningkatnya mutu pendidikan masyarakat, memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat dan masih banyak lagi sisi positif dari pembangunan. Sedangkan dampak negatif dengan adanya pembangunan industrialisasi adalah timbulnya berbagai macam pencemaran, akibat penggunaan mesin-mesin dari industri tersebut.2

Industri telah memberikan potensi sumbangan bagi perekonomian daerah melalui barang produk dan jasa yang dihasilkan, namun disisi lain pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Buangan air limbah industri mengakibatkan timbulnya pencemaran air sungai yang berdampak bagi masyarakat yang tinggal disepanjang aliran sungai, seperti berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya hasil tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk. Perkembangan pembangunan dengan

1Hardjosoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1990, hlm. 196.

2Isnaini Umraifun Afifah, Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Terhadap Limbah Pabrik Tahu, Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2019.

https://www.google.com/search?q=skripsi+hukum+administrasi+negara+tentang+pengawasan+ba dan+lingkungan+hidup+terhadap+izin+industri&oq=s&aqs=chrome. Diakses tanggal 10 November 2020, Pukul 21.45 WIB

(3)

berbagai teknologi yang digunakan berdampak pada kualitas lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan bagi para industriawan pemahaman mengenai masalah lingkungan hidup sangat penting artinya di dalam menangani masalah limbah atau buangan yang berasal dari industri, sehingga lingkungan yang bersih dan nyaman akan dapat terwujud.

Sedangkan bagi pejabat pemerintah dan pemerintah daerah, diperlukan adanya perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan secara terpadu, sehingga kualitas dan kenyamanan hidup benar–benar dapat dicapai. Masyarakat umum juga diharapkan partisipasinya terutama berkaitan dengan kesadaran tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan agar daya dukung alam bagi kelangsungan hidup manusia tetap terjamin sampai akhir zaman. Pada akhirnya semua lapisan masyarakat memang harus terlibat dan ikut menjaga serta melestarikan fungsi lingkungan hidup

Industrialisasi sebagai proses dan pembangunan yang berada pada satu jalur kegiatan, yaitu pada hakikatnya berfungsi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteran rakyat. Industrialisasi sendiri tidak terlepas dari upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dan pemanfaatan sumber daya alam. Semakin berkembangnya industri di berbagai daerah, maka masalah lingkungan hidup juga menjadi perhatian yang sangat besar dan harus mendapat perhatian yang lebih dari pihak swasta tersebut.

Terhadap penyimpangan dalam penggunaan izin, yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, baik terhadap undang-undang, peraturan pemerintah maupun peraturan Daerah (Perda), maka dijatuhkan

(4)

pemberian sanksi administrasi. Beberapa kasus lingkungan mengacu pada Perda Provinsi, dimana pelanggaran terhadap izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dianggap sebagai pelanggaran terhadap izin lingkungan, maka berdasarkan Pasal 16 Perda Nomor 6 Tahun 2012, Gubernur menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi administratif terdiri atas: teguran tertulis; paksaan Pemerintah; pembekuan izin lingkungan; atau pencabutan izin.

Terkait dengan permasalahan pencemaran lingkungan akibat industri membawa dampak yang luar biasa terhadap kehidupan masyarakat karena bisa menimbulkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu perlu penanganan yang serius untuk mengatasinya. Sehingga antara pemerintah, masyarakat dan lingkungan dibutuhkan hubungan timbal balik yang selalu harus dikembangkan agar tetap dalam keadaan yang serasi dan dinamis. Untuk melastarikan hubungan tersebut dibutuhkan adanya peran serta dari masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Hal ini agar tidak terjadi gangguan, masalah-masalah maupun perusakan yaitu pencemaran lingkungan.

Mencapai tujuan organisasi perlu diadakan kegiatan pengawasan agar segala sesuatu yang telah direncanakan dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan serta ketika terjadi penyimpangan-penyimpangan bisa dilakukan koreksi terhadap kejadian tersebut. Karena tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf

(5)

pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan- kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan publika.

Dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, maka salah satu otoritas pemerintah yaitu menerapkan izin lingkungan (environmental licence). Izin merupakan salah satu wujud tindakan pemerintahan.

Tindakan pemerintahan tersebut berdasarkan kewenangan publik yaitu membolehkan atau memperkenankan menurut hukum bagi seseorang atau badan hukum untuk melakukan sesuatu kegiatan.3

Menurut N.M.Spelt dan JBJM. Ten Berge membedakan penggunaan istilah perizinan dan izin,

Dimana perizinan merupakan pengertian izin dalam arti luas, sedangkan istilah izin digunakan untuk pengertian izin dalam arti sempit. Pengertian perizinan (izin dalam arti luas) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.4

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas

3Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Tata Perizinan Pada Era Otonomi Daerah, Makalah, Surabaya, November, 2001, hlm. 1.

4NM Spelt, dan JBJM Ten Berge, 1993, Pengantar Sanksi Perizinan, disunting oleh Philipus M.Hadjon, Yuridika, Surabaya, hlm.2.

(6)

yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan.

Pelaksanaan urusan pemerintah di bidang lingkungan hidup perlu untuk menyelenggarakan pengawasan dalam mengelola limbah pabrik. Dekosentrasi bidang lingkungan hidup tersebut diharapkan dapat meningkatkan kapasitas daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup dan menjunjung pencapaian alam dan lingkungan hidup yang diukur berdasarkan indikator kinerja utama meningkatnya pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah dan emisi penurunan pencemaran lingkungan pada air.

Peran pemerintah selaku aparatur administrasi negara (birokrat) harus mampu sebagai penghubung atau menjabatani pihak swasta dengan masyarakat.

Dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Muaro Jambi mempunyai peran untuk mengawasi perusahan-perusahaan industri pengelolaan kayu agar tidak ada penyimpangan izin yang telah diberikan.

Akibat perusahaan-perusahaan industri membuang limbah yang tidak sesuai dengan ketentuan baku mutu atau batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan alam. Padahal dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, terutama dalam hal membuang limbah industri harus memiliki izin lingkungan seperti dalam Pasal 1 butir (1) PP Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, disebutkan bahwa: “Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai persyaratan memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan”

(7)

Selanjutnya sebagai peraturan pelaksana maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, terlebih dahulu definisi izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai persyaratan memperoleh izin usaha atau kegiatan. Pemrakarsa wajib menyusun dokumen Amdal atau UKL- UPL dan mempresentasikan dihadapan Komisi Penilai Amdal serta perwakilan masyarakat yang terkena dampak, Komisi Penilaian Amdal melakukan penilaian dan hasilnya berupa rekomendasi hasil penilaian akhir yang nantinya disampaikan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati Walikota sesuai kewenangannya.

Pemrakarsa yang tidak mampu menyusun dokumen Amdal/UKL-UPL dapat meminta bantuan jasa konsultan Amdal atau perorangan yang telah memiliki sertifikat kompetensi dalam penyusunan Amdal. Permohonan izin lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan selaku pemrakarsa kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya bersama dengan pengajuan dokumen Amdal (Amdal/RKL/RPL) atau pemeriksaan UKL-UPL. Permohonan izin lingkungan ini ketika disampaikan harus dilengkapi dengan dokumen Amdal atau dokumen UKL-UPL, dokumen pendirian usaha atau kegiatan serta profil usaha.

Rekomendasi hasil penilaian akhir Amdal/UKL-UPL yang disampaikan komisi penilaian Amdal kepada yang berwenang (Menteri, Gubernur/Bupati/Walikota) menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan izin. Pejabat yang berwenang setelah menerima permohonan izin lingkungan, wajib mengumumkan kepada

(8)

masyarakat luas (melalui media cetak dan elektronik). Masyarakat yang terkena dampak akibat adanya usaha/kegiatan wajib memberikan masukan guna menjadi bahan pertimbangan (batas waktunya selama tiga hari kerja sejak diumumkan) setelah dipertimbangkan, izin lingkungan kemudian diterbitkan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mewajibkan kepada instansi terkait untuk melakukan pengawasan dan memberikan sanksi administasi terhadap izin yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang menggunakan Amdal/UKL-UPL.

Pengawasan diatur dalam Pasal 71 dan Pasal 72 UUPPLH.

1. Pengawasan Pasal 71

(1) Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

(2) Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangnnya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

(3) Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.

Pasal 72

Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.

2. Sanksi Administrasi Pasal 76

(1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung Jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.

(9)

(2) Sanksi administratif terdiri atas:

a. Teguran tertulis;

b. Paksaan pemerintah;

c. Pembekuan izin lingkungan; atau d. Pencabutan izin lingkungan.

Pasal 82

(1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota berwenang untuk memaksa penanggulang jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusahaan lingkungan hidup yang dilakukannya.

(2) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota berwenang atau dapat menunjukkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Adanya kewenangan yang berkenaan dengan pengolahan lingkungan hidup di luar dari kewenangan yang dialokasikan kepada pemerintah (pusat) dan provinsi menjadi kewenangan otonomi kabupaten/kotamadya yang meliputi kewenangan-kewenangan sebagai berikut:

1. Pemberian konsesi (pemanfaatan/pengusahaan) sumber daya alam yang berdampak pada keseimbangan daya dukung ekosistem dan masyarakat adat/setempat (penyelenggaraan perizinan).

2. Pengendalian dampak dari suatu kegiatan terhadap sumber daya air, udara, tanah, termasuk melaksanakan pengawasan penataan sampai dengan penjatuhan sanksi administrasi (pengendalian dampak lingkungan)5

Kabupaten Muaro Jambi merupakan kabupaten yang memiliki beberapa industri pengolahan hasil kayu. Dalam kegiatan industri pengolahan hasil kayu sebagian besar industri tersebut berada dipinggir sungai Batanghari, sehingga tidak menutup kemungkinan limbah-limbah dari pengolahan kayu tersebut akan dibuang ke sungai sehingga mengakibat adanya pencemaran air sungai. Terhadap

5Bachrul Amiq, Penerapan Sanksi Administrasi dalam Hukum Lingkungan, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2013, hlm. 50

(10)

hal tersebut seharusnya pemerintah Kabupaten memberi sanksi terhadap perusahaan yang berdampak terhadap keseimbangan ekosistem lingkungan.

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan untuk dijadikan karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengawasan Terhadap Izin Lingkungan Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Izin Lingkungan pada Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi?

2. Apa Hambatan Pengawasan Terhadap Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Izin Lingkungan pada Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi.

b. Untuk mengetahui hambatan Pengawasan Terhadap Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi.

(11)

2. Manfaat Penelitian 1) Secara Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya Hukum Administrasi Negara di bidang peran pengawasan Izin Industri

2) Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi alternatif pemecahan masalah yang timbul saat ini, berkaitan dengan Pengawasan Terhadap Izin Lingkungan Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi.

D. Kerangka Konseptual

Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian yang dilakukan ini, maka penulis mendefenisikan konsep-konsep dari judul penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengawasan

Menurut Sujamto dalam Angger Sigit dan Meylani Chahyaningsih, pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya6

Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau

6Angger Sigit Pramukti & Meylani Chahyaningsih, Pengawasan Hukum Terhadap Aparatur Negara, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2016, hlm.13

(12)

kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak.7 Pengertian pengawasan tersebut menekankan pada suatu proses pengawasan berjalan sistematis sesuai dengan tahap-tahap yang telah ditentukan.

2. Izin Lingkungan

Izin atau perizinan diistilah dengan lincince, permit (Inggris);

Vergunning (Belanda). Izin bidang lingkungan hidup merupakan alat

pemerintah yang bersifat yuridis preventif, dan digunakan sebagai instrumen administrasi untuk mengendalikan perilaku dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 8

Pasal 1 angka (22) Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi, menyebutkan bahwa “Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan”

Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha Kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi untuk mengemudikan tingkah laku para warga.

Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha Kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi untuk mengemudikan tingkah laku para warga.

7Sujamto, Otonomi Daerah Yang Nyata dan Bertanggung Jawab, Sinar Grafika, Jakarta, 1990, hal. 17.

8Helmi, “Membangun Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup di Indonesia”. Journal. Fakultas Hukum Universitas Jambi.

(13)

3. Perusahaan Industri pengolahan kayu

Industri adalah kegiatan ekonomi mengolah dan merubah bahan menjadi suatu produk yang baru agar mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi dari sebelumnya9 yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Industri pengolahan kayu yang membutuhkan pasokan kayu bulat adalah industri yang langsung mengolah kayu (industri pengolahan kayu hulu) seperti industri kayu gergajian, pulp dan kayu lapis. Sedangkan industri pengolahan kayu hilir seperti moulding dan mebel (furniture) mengolah bahan baku yang berasal dari industri kayu gergajian. Dengan demikian berkembangnya industri hilir sangat ditentukan oleh industri pengolahan kayu hulu sebagai pemasok bahan baku. Jenis kayu yang banyak digunakan adalah kayu Meranti, Pinus dan Karet.10

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka yang dimaksud dengan judul skripsi adalah sutu kegiatan pengamatan izin industri pengolahan kayu, baik gergajian, pulp atau kayu lapis di Kabupaten Muaro Jambi.

9Vallen Laurinda Defrina Widyawan, et.all, “Pengembangan Industri Pengolahan Kayu Sebagai Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 7, hlm. 105

10Ibid

(14)

E. Landasan Teoretis 1. Teori Pengawasan

Mengenai definisi pengawasan dari segi tata bahasa, istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah awas sehingga pengawasan merupakan kegiatan mengawasi saja,dalam arti melihat sesuatu dengan seksama.11 Dalam memberikan definisi atau batasan tentang pengawasan tidaklah mudah. Menurut S.P.Siagian, “pengawasan merupakan proses pengamatan pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”12 sedang menurut Sarwoto definisi pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.

Pengawasan, pada dasarnya merupakan bagian dari penegakan hukum lingkungan secara preventif, yaitu upaya mewujudkan atau merealisasikan Planningnya seperti yang tertuang dalam ketentuan-ketentuan dibidang

lingkungan hidup, dalam Pasal 71 Ayat (1) Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditegaskan: “Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Selanjutnya ayat (2) pasal ini menyatakan:

“Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan

11M.Victor Situmorang dan Jusuf Juhir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah, PT.Rineka Cipta,Jakarta. 1993, hlm.17

12Siagian P. Sondang, Filsafat Administrasi, Haji Mas Agung, Jakarta 1989, hlm. 98.

(15)

kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Pada ayat (3), dikatakan: “Dalam melaksanakan pengawasan, menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.”

Berdasarkan Pasal 71 ayat (3) jo Pasal 74 ayat (1) Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pejabat pengawas lingkungan hidup sebagai pejabat profesional yang ditunjuk/diangkat oleh menteri, gubernur, atau pun oleh bupati/walikota memiliki wewenang yang cukup luas, termasuk dapat melakukan tindakan administratif berupa

“menghentikan pelanggaran tertentu. Pasal 74 ayat (2) Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan “dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.” Pada ayat (3) dinyatakan: “penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.

Pelaksanaan pengawasan terhadap pemerintah, dapat ditentukan oleh beberapa teori konsekuensi pengawasan yang berpeluang dapat menjelaskan penyebab keberhasilan dan kegagalan atau efektifitas suatu sistem pengawasan.

Pertama; teori kekuatan yuridis, kedua; teori tipe pengawasan. Ketiga; teori

(16)

otoritas pengawasan, keempat ; teori komunikasi, kelima; teori publisitas dan keenam; teori arogansi kekuasaan.13

Mengenai definisi pengawasan dari segi tata bahasa, istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah awas sehingga pengawasan merupakan kegiatan mengawasi saja, dalam arti melihat sesuatu dengan seksama. Dalam memberikan definisi atau batasan tentang pengawasan tidaklah mudah.

Menurut S.P.Siagian, pengawasan merupakan proses pengamatan pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya sedang menurut Sarwoto definisi pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Definisi pengawasan dari Soekarno K sebagai berikut pengawasan adalah suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus di kerjakan, agar apa yang harus dikerjakan, agar apa yang harus diselenggarkan sejalan dengan rencana.14

Pengawasan, pada dasarnya merupakan bagian dari penegakan hukum lingkungan secara preventif, yaitu upaya mewujudkan atau merealisasikan Planningnya seperti yang tertuang dalam ketentuanketentuan dibidang lingkungan hidup, dalam Pasal 71 Ayat (1) Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditegaskan: “Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan

13Fitria, “Karakteristik Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah”. Jurnal Hukum, Vol. 7 No. 3 tahun 2014.

14M.Victor Situmorang dan Jusuf Juhir, Op. Cit, hlm.17

(17)

terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Selanjutnya ayat (2) pasal ini menyatakan:

“Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Pada ayat (3), dikatakan: “Dalam melaksanakan pengawasan, menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.”

2. Teori Kewenangan

Kewenangan menurut Sujamto, yang dikutip oleh Siagian mengatakan bahwa pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.15 Dalam negara hukum, yang menempatkan asas legalitas sebagai sendi utama penyelenggaraan pemerintahan, wewenang pemerintahan (bestuursbevoegheid) berasal dari peraturan perundang-undangan.

Menurut Bagir Manan, mengatakan bahwa:

Wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht).

Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus bearti hak dan kewajiban (rechtem en plichten). Kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. vertikal

15Sujamto, Beberapa Pengertian Di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 19

(18)

berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.16

Kewenangan yang di dalamnya terkandung hak dan kewajiban, menurut P. Nicolai dalam Ridwan, adalah:

Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu (yaitu tindakan- tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum). Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau memuat pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindak tertentu.17

F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Daerah Muaro Jambi.

2. Tipe Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian empiris memandang hukum sebagai fakta yang dapat dikonstatasi diamati dan bebas nilai18. Menentukan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan dengan cara langsung objek penelitian tentang Pengawasan Terhadap Izin Lingkungan Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi.

3. Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan masalah yang penulis teliti, maka spesifikasi penelitian yang penulis gunakan adalah bersifat deskriptif analisis, yakni dengan menggambarkan dan menganalisis hal-hal yang bersifat umum, kemudian

16Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah, Makalah pada Seminar Nasional, Fakultas Hukum Unpad, Bandung, 13 Mei 2000, hlm. 1

17Ibid

18Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm.

81

(19)

menarik kesimpulan yang bersifat khusus tentang pengawasan terhadap Izin lingkungan perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi.

4. Populasi Sampel dan informan peneliti a. Populasi

Populasi diartikan sebagai keseluruhan atau himpunan obyek dengan karakter yang sama. Populasi adalah seluruh obyek, seluruh individu, seluruh gejala atau seluruh kejadian termasuk waktu, tempat, gejala-gejala, pola sikap, tingkah laku, dan sebagainya yang mempunyai ciri atau karakter yang sama dan merupaka unit satuan yang diteliti.19 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pubrik kayu yang berjumlah 24 (dua puluh emat) industri/pabrik pengolahan kayu di Muaro Jambi.

b. Sampel Responden

Menurut Bahder Johan Nasution sampel adalah Himpunan bagian atau sebagian dari Populasi.20 Penarikan sampel pada penelitian izin perusahaan pengolahan kayu dengan metode Purposive Sampling yaitu dengan menentukan terlebih dahulu kriteria-kriteria bagi responden yang dianggap paling berkompeten dengan masalah yang diteliti, yaitu pengawasan badan lingkungan hidup daerah terhadap izin perusahaan industri pengolahan kayu di Kabupaten Muaro Jambi. Adapun sampel dalam penelitian yaitu berjumlah 4 (empat) perusahaan industri pengolahan kayu yang penulis ambil 15% dari 24 industri pengolahan kayu di Kabupaten Muaro Jambi.

19 Ibid., hlm. 145

20Ibid., hlm. 145.

(20)

c. Informan

1. Kepala Kantor Dinas Lingkungan Hidup Muaro Jambi;

2. Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu 5. Jenis dan Sumber Data

Adapun mengenai jenis dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer dari penelitian lapangan dapat dilakukan baik melalui pengamatan (observasi), wawancara ataupun penyebaran kuesioner.21

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang didapat melalui penelitian kepustakaan, yang dari kekuatan sudut mengikatnya digolongkan kedalam :

1. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat Dimana data tersebut terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Perindustrian No.

14/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian

hlm.16.

21 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007,

(21)

Izin Usaha Indstri Izin Perusahaan dan Tanda Daftar Industri, dan Peraturan Perundang-Undangan lain yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, buku-buku hukum, karya ilmiah, bahan internet, majalah, koran, artikel, pendapat dari kalangan pakar hukum (Doktrin Hukum) sepanjang relevan dengan objek kajian penelitian dan bahan-bahan hukum lainnya.

3. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum, seperti kamus umum dan kamus hukum sepanjang memuat informasi yang relevan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunaka dalam penelitian ini adalah dengan wawancara (interview) kepada responden untuk menjawab beberapa pertanyaan yang ditentukan oleh penulis dan studi kepustakaan yang diperoleh melalui bahan-bahan tertulis seperti buku-buku, dokumen atau literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Dalam penelitian ini digunakan dua metode pengumpulan bahan yaitu:

(22)

a) Studi Kepustakaan Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan atau studi dokumentasi dari bahan-bahan seperti Undang- Undang, literatur, buku- buku lain yang relevan dengan materi penelitian yang dibahas.

b) Studi Lapangan Untuk mendapatkan data-data lain yang mendukung penelitian, berupa data primer, dokumen-dokumen, keterangan atau informasi dilakukan dengan wawancara terstruktur kepada Kepala Kantor Dinas Lingkungan Hidup Muaro Jambi, dan Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Muaro Jambi, dimana wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman, dengan maksud untuk memperoleh penjelasan dari responden.

6. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu menganalisis data yang sudah terkumpul diolah berupa gambaran dan penjabaran secara sistematis menggunakan kalimat-kalimat sehingga diperoleh hasil bahasan atau paparan yang sistematis dan dapat dimengerti.22

G. Sistimatika Penulisan

Bab I. Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka konsepsional, kerangka teoritis, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan.

22Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 10

(23)

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Terhadap Izin Pada Perusahaan Indsutri Pengolahan Kayu. Bab ini menguraikan tetang pengertian perizinan, pengawasan, Kewenangan, Proses Penerbitan Izin Lingkungan.

Bab III. Mekanisme Pelaksanaan Pengawasan Izin Lingkungan Terhadap Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi.

Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan terhadap Izin Lingkungan Perusahaan Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Muaro Jambi? Apa saja hambatan pengawasan terhadap izin perusahaan industri pengolahan kayu di Kab. Muaro Jambi?

Bab IV. Bab Penutup berisikan kesimpulan dan saran dari bab pembahasan.

Referensi

Dokumen terkait

• Pengawasan lingkungan hidup dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab

32 Tahun 2009 bahwa Pemerintah Pusat, Presiden dalam hal ini Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap

(1) Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas pelaksanaan ketentuan dalam

(1) Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas pelaksanaan ketentuan dalam

lingkungan, BLH sudah dijalankan, hal ini sesuai dengan fungsi pengawasan yang diatur dalam Pasal 71, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib

Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang- undangan

(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh

Pasal 112 Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan