• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI PASOKAN AIR DAN KERENTANAN BANJIR DI SUBDAS SEI BINGEI DAN SEI MENCIRIM UNTUK MITIGASI BENCANA BANJIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS POTENSI PASOKAN AIR DAN KERENTANAN BANJIR DI SUBDAS SEI BINGEI DAN SEI MENCIRIM UNTUK MITIGASI BENCANA BANJIR"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

SEI MENCIRIM UNTUK MITIGASI BENCANA BANJIR

SKRIPSI

ABDUL HANIF 171201124

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

ANALISIS POTENSI PASOKAN AIR DAN

KERENTANAN BANJIR DI SUBDAS SEI BINGEI DAN SEI MENCIRIM UNTUK MITIGASI BENCANA

BANJIR

SKRIPSI

Oleh : ABDUL HANIF

171201124

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Abdul Hanif

NIM : 171201124

Judul Skripsi : Analisis Potensi Pasokan Air Dan Kerentanan Banjir Di Subdas Sei Bingei dan Sei Mencirim Untuk Mitigasi Bencana Banjir

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian – bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, Juli 2021

Abdul Hanif NIM 171201124

(5)

ABSTRACT

ABDUL HANIF : Analysis of Potential Water Supply and Flood Vulnerability in Sei Bingei and Sei Mencirim Subwatersheds for Flood Disaster Mitigation, supervised by BEJO SLAMET.

Rivers are water resources that have potential and many benefits for humans. Floods are rivers or bodies of water that overflow and are caused by excessive rainfall. The purpose of this study was to analyze the flood susceptibility area and the potential for flood water supply in the Wampu Subdas Sei Menistrim and Sei Bingei Watersheds for flood disaster mitigation. In this study, there are 4 types of land systems, and 3 types of landforms. In this study, 5 types of land cover were obtained based on the analysis results on Sentinel 2-A images, which could then be identified based on the conditions in the field. The average daily maximum rainfall for 5 years (2016 – 2020) is 143.28 mm and belongs to the high category.

Areas that have the highest level of vulnerability are alluvial plains and alluvial valleys. This is because alluvial plains and alluvial valleys are areas that are very difficult to absorb water. Generally this area is a downstream area of the river.

Areas that have the potential as water suppliers that cause flooding are mountainous and hilly areas. In general, this area is a river upstream area. This is due to the high intensity of rainfall and is the boundary of the watershed. Efforts that can be made to minimize the occurrence of flooding are to increase interception by planting conservation plants (banyan, cempedak, bamboo, and others) or increase infiltration by making dams or reservoirs or by making biopore holes.

Keywords: Sentinel Image 2-A, Flood Vulnerability, Mitigation, Water Potential, River

(6)

ABSTRAK

ABDUL HANIF : Analisis Potensi Pasokan Air Dan Kerentanan Banjir Di Subdas Sei Bingei dan Sei Mencirim Untuk Mitigasi Bencana Banjir, dibimbing oleh BEJO SLAMET.

Sungai adalah sumber daya air yang memiliki potensi dan banyak manfaat bagi manusia. Banjir merupakan sungai atau badan air yang meluap dan penyebabnya dari curah hujan yang berlebih. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daerah kerentanan banjir dan potensi pasokan air banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu Subdas Sei Mencirim dan Subdas Sei Bingei untuk mitigasi bencana banjir. Dalam penelitian ini terdapat 4 jenis sistem lahan, dan 3 jenis bentuk lahan. Pada penelitian ini di dapatkan 5 tipe penutupan lahan berdasarkan hasil analisis pada citra Sentinel 2-A, yang kemudian dapat di identifikasi berdasarkan dengan kondisi di lapangan. Rata – rata curah hujan maksimun harian selama 5 tahun (2016 – 2020) adalah 143, 28 mm dan termasuk kategori tinggi. Daerah yang memiliki tingkat kerawanan paling tinggi adalah dataran aluvial dan lembah aluvial. Hal ini dikarenakan dataran aluvial dan lembah aluvial termasuk daerah yang sangat sulit dalam menyerap air. Umumnya daerah ini merupakan daerah hilir sungai. Daerah yang berpotensi sebagai pemasok air yang menyebabkan terjadinya banjir adalah daerah pegunungan dan perbukitan.

Pada umumnya daerah ini merupakan daerah hulu sungai. Hal ini dikarenakan faktor intensitas curah hujan yang tinggi dan merupakan batas daerah aliran sungai.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya banjir adalah dengan meningkatkan intersepsi dengan cara menanam tanaman konservasi (beringin, cempedak, bambu, dan lainnya) ataupun peningkatkan infiltrasi dengan cara membuat embung atau waduk ataupun dengan pembuatan lubang biopori.

Kata Kunci : Citra Sentinel 2-A, Kerawanan Banjir, Mitigasi, Potensi Air, Sungai.

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 22 Juli 1999. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Suyono, S.H., M.Si dan Ibu Nurmasia Siregar.

Penulis memulai pendidikan di SD Islam Terpadu Nurul Azizi Medan pada tahun 2005 - 2011, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Islam Terpadu Nurul Azizi Medan pada tahun 2011 – 2014, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Kejuruan di SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru pada tahun 2014 – 2017. Pada tahun 2017, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Penulis memilih minat Departemen Manajemen Hutan.

Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kawasan Hutan Mangrove Kampung Nipah Desa Sei Naga Lawan, Kec.

Perbaungan, Kab. Serdang Berdagai, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019.

Kegiatan tersebut dilaksanakan selama 10 hari (12 Juli – 22 Juli 2019). Pada tahun 2020, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah II Pematang Siantar pada tanggal 1 Juli – 30 Juli 2020. Selama proses perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum pada Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan pada tahun 2020, Penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik pada tahun 2018, 2019, dan 2020.

Semasa kuliah penulis aktif dalam organisasi sebagai anggota Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia pada tahun 2017-2019 dan kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia pada tahun 2019-2020 di UKM Rain Forest USU, anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU pada tahun 2018 – 2021, Sekretaris Umum KPU Fakultas Kehutanan pada tahun 2019 -2020, Staf dalam Kementerian Lingkungan Hidup Pemerintahan Mahasiswa USU pada tahun 2019 – 2020, Menteri Lingkungan Hidup Pemerintahan Mahasiswa USU pada tahun 2020 – 2021.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Potensi Pasokan Air Dan Kerentanan Banjir Di Subdas Sei Bingei dan Sei Mencirim Untuk Mitigasi Bencana Banjir”. Penulisan ini sesungguhnya bukanlah sebuah kerja individual dan akan sulit terlaksana tanpa bantuan banyak pihak yang tak mungkin penulis sebutkan satu per satu, namun dengan segala kerendahan hati dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si selaku Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si selaku Ketua Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dan memberikan banyak pengarahan dalam penyelesaian penelitian ini.

3. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P sebagai dosen penguji I, Ibu Ridahati Rambey, S.Hut., M.Si sebagai dosen penguji II, dan Bapak Ahmad Baiquni Rangkuti, S.Hut., M.Si sebagai dosen penguji III

4. Orangtua saya tercinta, Bapak Suyono, S.H., M.Si dan Ibu Nurmasia Siregar yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian yang tak terhingga, segala do’a yang tak pernah berhenti untuk anaknya supaya anak nya sukses, segala motivasi dan dukungan dana, bimbingan dan masukan yang tak pernah henti diberikan bagi penulis.

5. Adik kembar ku tersayang, Nur Ramadhanadan Nur Ramadhani, yang telah membantu dalam pembelajaran ataupun menyusun tugas selama masa studi perkuliahan.

6. Nurul Fajar Syahbani yang selalu memberikan do’a serta banyak memotivasi, membantu dalam organisasi, menemani, menganalisis dan mengarahkan selama proses perkuliahan, penelitian hingga masa penyusunan skripsi ini.

(9)

7. Abang/Kakak/Leting Ikatan Alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

8. Semua pihak ataupun institusi yang banyak memberikan dukungan material maupun spiritual dalam proses penyusunan skripsi ini.

9. Teman – teman seperjuangan di Program Studi Kehutanan, khususnya Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan atas penyelesaian usulan penelitian ini.

Penulis juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam penyusunan usulan penelitian ini. Penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan usulan penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2021

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN. ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS. ... ii

ABSTRACT. ... iii

ABSTRAK. ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. ... v

KATA PENGANTAR. ... vi

DAFTAR ISI. ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang. ... 1

Tujuan. ... 2

Manfaat Penelitian. ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian. ... 3

Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 3

Tipologi ... 4

Banjir ... 4

Penutupan Lahan ... 5

Sistem Lahan ... 6

Curah Hujan ... 6

Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jarak Jauh ... 7

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 8

Alat dan Bahan Penelitian... ... 8

Prosedur Penelitian. ... 9

Tahap persiapan ... 9

Tahap pelaksanaan ... 9

Sumber Data. ... 11

Analisis Data.. ... 11

Analisis kerentanan daerah banjir... 11

Analisis potensi pasokan air banjir ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kerentanan Daerah Banjir. ... 15

Karakteristik sistem lahan ... 15

Representasi bentuk lahan ... 17

Kerentanan daerah banjir ... 19

Klasifikasi penutupan lahan... 22

Analisis separabilitas ... 22

Uji akurasi... 24

(11)

Tingkat kelerengan ... 27

Tipologi lahan ... 30

Analisis Potensi Pasokan Air Banjir ... 40

Sebaran curah hujan... ... 41

Potensi pasokan air banjir ... 42

Upaya Mitigasi Yang Dilakukan ... 45

Mitigasi pada daerah rawan banjir... 45

Mitigasi pada daerah potensi pasokan air banjir ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. ... 47

Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Data Penelitian ... 11

2. Bentuk Lahan Rentan Kebanjiran ... 11

3. Klasifikasi dan Pembobotan Penutupan Lahan ... 13

4. Formula Kerentanan Lahan ... 13

5. Klasifikasi Tipologi Kerentanan Lahan ... 14

6. Formula Tipologi Pasokan Air Banjir ... 14

7. Sistem Lahan Subdas Sei Mencirim ... 16

8. Sistem Lahan Subdas Sei Bingei ... 16

9. Bentuk Lahan Subdas Sei Mencirim ... 18

10. Bentuk Lahan Subdas Sei Bingei ... 18

11. Tingkat Kerentanan Banjir Subdas Sei Mencirim ... 20

12. Tingkat Kerentanan Banjir Subdas Sei Bingei ... 20

13. Hasil Analisis Separabilitas ... 23

14. Matrik Kontingensi ... 23

15. Penutupan Lahan Subdas Sei Mencirim ... 25

16. Penutupan Lahan Subdas Sei Bingei ... 26

17. Hasil Validasi ... 27

18. Kelerengan Subdas Sei Bingei ... 28

19. Kelerengan Subdas Sei Mencirim ... 29

20. Tipologi Lahan Subdas Sei Bingei ... 31

21. Tipologi Lahan Subdas Sei Mencirim ... 37

22. Klasifikasi Iklim Oldeman Tahun 2016 - 2020 ... 42

23. Potensi Pasokan Air Banjir Subdas Sei Mencirim ... 43

24. Potensi Pasokan Air Banjir Subdas Sei Bingei ... 44

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 8

2. Diagram Alir Penelitian ... 10

3. Peta Sistem Lahan ... 15

4. Peta Bentuk Lahan ... 17

5. Peta Kerentanan Daerah Banjir ... 19

6. Peta Klasifikasi Penutupan Lahan... 24

7. Peta Kelerengan ... 28

8. Peta Tipologi Lahan ... 31

9. Peta Curah Hujan ... 44

10. Peta Potensi Pasokan Air Banjir ... 46

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Sampel Peninjauan Penutupan Lahan ... 32 2. Validasi Kesesuaian Penutupan Lahan ... 33 3. Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahun 2016 – Tahun 2020 ... 36

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai merupakan aliran terbuka yang memiliki arus dan berbatasan dengan dataran. Sungai juga merupakan tempat tinggal berbagai jenis organisme perairan, seperti benthos, plankton dan nekton. Sungai adalah sumber daya air yang memiliki potensi dan banyak manfaat bagi manusia. Masyarakat yang berada disekitar sungai sangat bergantung pada keberadaan sungai, baik dari ketersediaaan sumber air, ataupun sumber mata pencaharian. Salah satu sungai yang berada di Indonesia yaitu Sungai Wampu yang berada di Provinsi Sumatera Utara (Muhtadi et al, 2017).

Sungai adalah bagian alam yang memiliki peranan dalam keberlangsungan makhluk. Air mempunyai fungsi yang tidak dapat tergantikan dengan zat atau benda yang lain, akan tetapi bisa sebaliknya. Air yang tidak terjaga nilai dan mutu kualitasnya akan sangat membahayakan dalam kehidupan. Oleh karena itu, ketersediaan air di sungai sangat berpengaruh bagi keberlangsungan makhluk hidup (Putri, 2011).

Banjir ialah suatu bencana yang terjadi karena air melebihi kapasitas badan air, yang dapat menyebabkan lahan yang berada disekitarnya. Badan air merupakan suatu hamparan berkumpulnya air. Termasuk yang bersifat diam ataupun mengalir.

Contoh badan air seperti, saluran, selokan, sungai, bendungan, ataupun kanal.

Banjir juga dapat diakibatkan apabila volume air pada suatu badan air yang terjadi luapan sehingga menyebabkan air keluar dari suatu bendungan atau batasannya (Murdiyanto dan Gutomo, 2015).

Pengertian kerawanan banjir merupakan tingkatan mengenai sulit ataupun tidak suatu wilayah yang terdampak bencana banjir dengan penyebab yang berasal dari alam. Beberapa elemen yang mempengaruhi terjadinya banjir seperti distribusi curah hujan, intensitas curah hujan, dan karakteristik suatu daerah aliran sungai (elevasi suatu lahan, kelerengan, penggunaan lahan, dan tekstur tanah). Parameter yang dapat digunakan adalah ketinggian lahan, kemiringan lahan, kerapatan sungai, jenis tanah, intensitas curah hujan, dan penggunaan lahan (Darmawan et al, 2017).

Hal yang dapat dilakukan dalam mengendalikan banjir dan sudah dilaksanakan oleh pejabat pemerintah seperti pada pembangunan secara struktural

(16)

tetapi tetap saja kurang efektif. Mitigasi dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak ataupun resiko terhadap terjadinya bencana seperti kegiatan pembangunan secara fisik, meningkatkan kesiapsiagaan sewaktu terjadi bencana, dan tingkat kesadaran di masyarakat. (Budiarti et al, 2017).

Mitigasi merupakan suatu hal penting yang harus dilakukan agar tidak ada korban jiwa dalam suatu bencana. Seperti pada saat kejadian maut yang menimpa 15 orang wisatawan di Pemandian Alam Petar dan Pelaruga di Dusun I, Desa Rumah Galuh, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat. Insiden terjadi pada hari minggu tanggal 29 Mei 2016, dengan total korban ada 15 orang. 2 ditemukan tewas, 1 hilang dan selebihnya selamat. Pada saat kedua rombongan tersebut sedang mandi-mandi di Kolam Abadi, sekitar pukul 14.00 WIB air di pemandian tersebut tiba-tiba meluap setinggi 2 meter dengan arus yang sangat deras. Kondisi ini yang membuat kedua rombongan yang lagi mandi di kolam abadi tersebut terbawa arus yang tiba-tiba meluap, sehingga korban hanyut. Sedangkan yang lainnya, berhasil selamat dengan bantuan pemandu/ranger masing-masing, sebagian lagi bisa mencapai tepian berkat upaya sendiri. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya bencana banjir dilakukan analisis mengenai potensi daerah pemasok air banjir dan juga daerah yang termasuk kawasan rentan banjir (Aribowo dan Guslina, 2016).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis daerah kerentanan banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu Subdas Sei Mencirim dan Subdas Sei Bingei.

2. Menganalisis daerah yang berpotensi sebagai pemasok air banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu Subdas Sei Mencirim dan Subdas Sei Bingei.

3. Membuat rekomendasi mitigasi bencana banjir pada daerah rentan banjir dan daerah pasokan air banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu Subdas Sei Mencirim dan Subdas Sei Bingei.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai karakteristik daerah kerentanan banjir dan potensi pasokan air banjir di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu Subdas Sei Mencirim dan Subdas Sei Bingei sebagai upaya dalam kegiatan mitigasi bencana banjir.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu adalah sumber air yang salah satunya dimiliki oleh Kabupaten Langkat di Provinsi Sumatera Utara. Memiliki panjang aliran sungai sekitar 105 km, lebar 100 m, dan volume normal 80 km3. Sungai Wampu mengalir di beberapa kecamatan seperti Bahorok, Hinai, Kuala, Salapian, Secanggang Selesai, Stabat, dan Tanjung Pura. Luas total wilayah DAS Wampu sekitar 2.569 Ha hingga kini merupakan perairan yang mempunyai tingkat perikanan yang beraneka ragam. DAS Wampu merupakan DAS yang memiliki jangkauan terpanjang maupun terluas di Kabupaten Langkat. DAS Wampu juga ditetapkan sebagian daerahnya menjadi daerah konservasi. Dengan demikian, sangat penting untuk memperhatikan tingkat kualitas air ataupun kondisi tutupan vegetasi di kawasan DAS Wampu (Muhtadi et al, 2017).

Sungai Bingei adalah sungai yang menjadi bagian dari DAS Wampu.

Sungai Bingei adalah sungai yang mengalir melalui Kota Binjai, dengan panjang sungai 15 km dan luas 150 km² di wilayah Binjai Utara. Hancurnya ekosistem pada DAS Wampu yang mengakibatkan berkurangnya kualitas sungai. Ini disebabkan dari kegiatan alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian, menebangi hutan secara ilegal, juga bangunan atau lahan masyarakat yang mengakibatkan erosi atau pengkisan maupun sedimentasi atau mengendap pada tanah diatasnya (Sembiring et al, 2015).

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai adalah kawasan daratan yang menjadi bagian dengan sungai dan anak sungai. Memiliki fungsi sebagai penyimpan, penampung, dan juga mendistribusikan air yang asalnya dari hujan menuju laut ataupun danau. Batas DAS di darat adalah yang memisahkan topografi seperti punggung bukit dan batas di laut sampai dengan daerah yang berpengaruh oleh daratan. Sub DAS merupakan suatu bagian dari DAS. Fungsi sub DAS sebagai penerima air dari hujan yang turun dan mengalirkan air melalui anak-anak sungai ke sungai bagian utama. Suatu DAS terbagi menjadi beberapa Sub DAS. Wilayah DAS adalah suatu kesatuan wilayah

(18)

yang mengelola sumber air nya pada satu ataupun lebih, layaknya seperti pulau – pulau kecil yang memiliki luasan sama dengan ataupun kurang dari 2.000 km2 (200.000 Ha) (Amin et al, 2011).

DAS merupakan suatu lingkungan alami yang batasnya adalah punggung bukit. Hujan yang turun ke permukaan bumi kemudian akan mengalirkan air menuju sungai-sungai dan akan berakhir di danau ataupun laut. Daerah aliran sungai terbagi menjadi dua bagian. Bagian yang dimaksud adalah bagian hulu atau penyedia air dan bagian hilir atau penerima air. Bagian hulu dan hilir ini juga harus diperhatikan karena sangat berpengaruh pada ekosistem yang berada di DAS.

Beberapa peranan dari bagian ini diantaranya untuk menangkap air yang jatuh, penyimpanan air, dan penyaluran air (Halim, 2014).

Tipologi

Tipologi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari karakter manusia pada suatu kumpulan berdasarkan kepribadiannya. Tipologi pada pengelolaan DAS dapat di terapkan khusunya tipologi banjir, sebagai gambaran DAS yang menjelaskan mengenai tingkat kerentanan dan tingkat potensial DAS tejadi banjir yang kemungkinan terjadi, dari tingkat rentan pada pemasok air yang menyebabkan kebanjiran maupun tingkat rentannya lahan terhadap terjadinya banijr (Paimin et al, 2012).

Tipologi lahan merupakan gambaran atau karakteristik mengenai penting nya suatu lahan. Lahan adalah bentang alam dan memiliki peran dalam hidup suatu makhluk. Lahan sangat penting bagi masyarakat dikarenakan sebagai tempat bermukim, bertahan, menjalani aktivitas bertani, berternak, berinvestasi dan banyak hal lain nya. Ketersediaan lahan menjadi berkurang diakibatkan keserakahan manusia. Banyak cara ataupun tindakan manusia secara kemampuan maupun keahlian diri dalam pemenuhan ekonomi, jasmani dan psikologis yang menggunakan lahan sebagai objek (Juhadi, 2010).

Banjir

Banjir merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh banyak faktor.

Suatu peristiwa yang kerap menjadi perhatian banyak negara, salah satunya Indonesia. Terjadinya bencana ini diakibatkan apabila air pada sungai kemudian

(19)

melebihi batasan nya dan berlebihnya air di permukaan dengan tingkat curah hujan yang tinggi disertai waktu yang tidak sebentar. Daerah yang menjadi rawan terhadap banjir adalah daerah yang memiliki potensi tinggi terjadi fenomena banjir berdasarkan analisis yang menyebabkan terjadi banjir (Awaliyah et al, 2014).

Banjir merupakan bencana yang terjadi sangat signifikan dan sangat berdampak bagi dunia selama satu dekade terakhir, serta menyebabkan kerugian dan kerusakan yang sangat banyak di daerah yang terdampak. Banjir merupakan luapan atau juga genangan yang berasal dari suatu sungai ataupun badan air, dan sering kali mengancam kehidupan beraktivitas masyarakat dan aset-asetnya.

Bahkan lebih dari 50 % kejadian bencana banjir secara global terjadi di Asia (Mardikaningsih et al, 2017).

Penutupan Lahan

Penggunaan lahan dan penutupan lahan memiliki makna yang tidak sama.

Penutupan lahan mengacu pada penampakan yang jelas dipermukaan bumi sementara penggunaan lahan terkait pada aktivitas manusia terhadap suatu lahan.

Informasi penutupan lahan dapat diperoleh melalui data inderaja seperti foto udara dan citra satelit. Citra satelit adalah hasil rekaman dari teknologi spasial yang banyak dimanfaatkan dalam pemerolehan suatu keadaan penutup lahan karena memiliki resolusi spasial, spectral, dan temporal yang baik. Berdasarkan resolusi spectral, semakin banyak jumlah band atau saluran yang dimiliki oleh suatu citra satelit maka semakin banyak informasi objek yang dapat diidentifikasi. Begitu juga dengan resolusi spasial, semakin besar resolusi spasial suatu citra maka semakin detail informasi objek yang diterima (Rini, 2018).

Penutupan lahan menjelaskan kondisi alam dan buatan yang berada pada suatu lahan. Kondisi yang dijelaskan adalah penampakan yang terlihat langsung melalui perekaman menggunakan satelit. Citra digital dapat didefinisikan sebagai kombinasi bidang, titik, garis, dan komposisi warna dalam membentuk sebuah tiruan dari sebuah bentuk. Gambarannya didapatkan melalui energi ataupun tingkat sinyal yang ditimbulkan dari suatu bentuk. Citra digital didefinisikan sebagai citra berkelanjutan yang dapat di ganti menjadi pola-pola, yang mana pola-pola itu mempunyai nilai baik pada koordinatnya ataupun pancaran sinarnya. Segmentasi

(20)

citra merupakan kegiatan penyortiran suatu citra berdasarkan analisis mengenai tingkatan kesamaan nya (Simamora et al, 2015).

Sistem Lahan

Peta sistem lahan adalah gambaran sistem yang terdiri dari iklim, batuan induk, topografi, dan satu kombinasi tanah. Sistem lahan menjelaskan kesamaan potensi dan faktor – faktor pembatasnya. Suatu sistem lahan yang mempunyai klasifikasi disebut faset lahan. Sebagai contoh, sistem lahan vulkanik. Penamaan suatu sistem lahan dengan cara menggunakan 3 alfabet, yang merupakan singkatan nama geografi yang detail yang menjelaskan sistem lahan pertama kali ditemukan.

Sedangkan batasnya didasarkan dari hasil analisis berbagai data citra satelit dengan penginderaan jauh. Contohnya citra landsat, foto udara, dan radar, lalu di tempatkan dalam peta dasar JOG (Joint Operation Graphic) (Nurwadjedi, 2007).

Data mengenai sumber daya lahan dibutuhkan dalam menganalisis potensi lahan agar dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penjelasan tentang keadaan geomorfologi sebuah wilayah adalah peranan penting dalam sebuah kerangka untuk mengelola suatu lahan. Kondisi hamparan bumi selalu berubah bentuk dari zaman ke zaman. Ini dikarenakan adanya proses pada geomorfologi. Ini terjadi secara endogen ataupun dari dalam dan eksogen atau dari luar (Raharjo, 2013).

Bentuk lahan diklasifikasikan berdasarkan genesis, proses, dan batuan.

Bentuk lahan yang paling banyak di bumi ini salah satunya yaitu merupakan bentuk lahan fluvial. Bentuk lahan fluvial terjadi akibat air yang mengalir lalu menjadi aliran permukaan ataupun aliran yang terpusat. Perkembangan bentuk lahan merupakan salah satu aspek dalam kajian proses geomorfologi. Pembelajaran mengenai bagaimana peran antara bentukan pada sungai dan proses bagaimana terjadinya pada ruang dan juga waktu disebut geomorfologi fluvial (Miardini, 2019).

Curah Hujan

Curah hujan adalah sejumlah air yang kemudian jatuh pada permukaan bumi dalam masa tertentu. Diukur dengan satuan millimeter pada permukaan yang horizontal jika tidak terjadinya evaporasi, run off dan infiltrasi hujan memiliki nilai yang dinamis. Negara Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan

(21)

musim kemarau. Musim penghujan terjadi peristiwa meningkatnya intensitas curah hujan yang menguntungkan beberapa pihak tetapi bisa jadi merugi. Untungnya curah hujan meningkat adalah pada sektor pertanian dapat meningkatkan hasil tani karena air yang melimpah. Di daerah yang berisiko rawan terhadap bencana banjir ataupun longsor, intensitas hujan menjadi penyebab terjadinya bencana apabila intensitas curah hujan tinggi. Keadaan sebaliknya terjadi di musim kemarau yang intensitas hujan tidak tinggi. Peristiwa yang kemudian menjadi ancaman adalah kekeringan yang mengakibatkan gagal panen, terbakarnya hutan dan lahan, dan menurunnya ketersediaan air (Suprayogi, 2017).

Data hujan yang sudah didapatkan melalui alat penakar hujan adalah keadaan hujan pada satu titik atau satu tempat saja (point rainfall). Pada suatu tempat yang hamparan nya luas, satu penakar hujan tidak cukup untuk mendapatkan nilai hujan di tempat itu dikarenakan variasi hujan yang beragam di berbagai tempat (space). Diperlukan banyak keterwakilan data sebagai acuan. Oleh karena itu, metode mendapatkan nilai hujan juga di dapat dari nilai rerata stasiun pengukur hujan (Ningsih, 2012).

Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jarak Jauh

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah perangkat yang fungsinya mampu menganalisis daerah yang pertumbuhannya berangsur menurun maupun meningkat.

Cara menggunakannya ialah variabel yang diperoleh sebelumnya dimasukkan ke dalam sistem perangkat. SIG adalah sistem informasi khusus yang digunakan sebagai gambaran ataupun manipulatif permukaan bumi. SIG mengaplikasikan data menjadi sebuah informasi dengan mensortir beberapa data yang memiliki perbedaan berdasarkan mutu yang berkualitas, menjadikan analisis menjadi terpusat, dan menghasilkan hasil akhir yang mendukung dalam pengambilan sebuah keputusan (Sofyan, 2017).

SIG merupakan sebuah sistem yang berada pada komputer dan mampu mengolah beragam data geografi seperti data masukan, analisis dan manipulatif data, simpan dan panggil ulang data (manajemen data), maupun output yang menjadi sebuah hasil. Output kemudian menjadi pedoman saat kegiatan pengambilan suatu putusan pada pembahasan ataupun rencana pengelolaan mengenai geografi (Purnaweni dan Riwayatiningsih, 2017).

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada Bulan Januari 2021 – Maret 2021. Penelitian ini dilaksanakan di Subdas Sei Mencirim dan Subdas Sei Bingei. Pengelolaan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Terpadu Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System (GPS) sebagai perekam titik koordinat, perangkat Geographic Information System (GIS) dengan software ArcMap 10.3 yang digunakan untuk pengolahan data pemetaan, software Erdas Imagine 9.1 yang digunakan untuk menganalisis penutupan lahan, tally sheet untuk mencatatan jenis kesesuaian data, alat tulis dan kamera digital sebagai dokumentasi.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), peta Regional Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT) tahun 1987 skala 1:250.000, peta topografi, Citra Digital Elevation Model (DEM), Citra Sentinel 2-A, dan Data Curah Hujan Tahun 2016 – 2020.

(23)

Prosedur Penelitian Tahap persiapan

Hal pertama harus dilakukan adalah memastikan ketersediaan data yang dibutuhkan yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dibutuhkan diantaranya data sistem lahan, data citra Digital Elevation Model (DEM) yang di peroleh dari website resmi Badan Informasi geospasial (BIG), dan data curah hujan harian tahun 2016 – 2020 yang di peroleh dari Badan Meteorologi, Klimatlogi, dan Geofisika (BMKG) pada Stasiun Geofisika Kelas I, Deli Serdang. Data primer yang dibutuhkan adalah observasi langsung kelapangan untuk memastikan penutupan lahan yang digunakan untuk uji validitas dalam pembuatan peta klasifikasi penutupan lahan.

Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan dilakukan dengan mengambil data primer dengan melakukan observasi secara langsung di lapangan. Kemudian dilanjut dengan pengolahan data.

Data sistem lahan diolah dengan cara memotong area sesuai dengan lokasi penelitian kemudian di olah menjadi peta sistem lahan. Peta sistem lahan kemudian di analisis berdasarkan karakteristik lahan yang sama, dan dilakukan pemberian nilai (score) seperti pada Tabel 2. Data kemudian diolah menjadi peta bentuk lahan.

Pembuatan peta penutupan lahan diawali dari mengunduh citra sentinel 2 – A.

Dilakukan analisis berdasarkan tingkat kejelasan citra terhadap lokasi penelitian.

Tingkat intensitas awan harus minim pada citra. Dilakukan analisis penutupan lahan dan analisis separabilitas serta pengujian akurasi. Tingkat akurasi harus diatas 85%.

Setelah diperoleh hasil, dilakukan uji validitas terhadap penutupan lahan. Uji validitas ini merupakan pengujian yang dilakukan dengan cara menganalisis tingkat kesesuaian penutupan lahan yang di interpretasi dari citra degan penelusuran dilapangan. Dilakukan pembuatan peta klasifikasi penutupan lahan nya. Pembuatan peta kerentanan lahan dilakukan dengan cara mengoverlay/tumpangsusunkan peta bentuk lahan dan peta penutupan lahan. Diklasifikasikan berdasarkan formula kerentanan lahan seperti pada Tabel 4. Dilakukan klasifikasi berdasarkan klasifikasi tipologi kerentanan lahan seperti pada Tabel 5.

Pembuatan peta kelerengan diawali dengan mengunduh data DEM dari website resmi BIG (Badan Informasi Geospasial). Di analisis berdasarkan kelas

(24)

kelerengan. Pembuatan peta tipologi lahan dilakukan dengan cara mengoverlay/tumpangsusunkan peta bentuk lahan, peta penutupan lahan, dan peta kelerengan. Pembuatan peta curah hujan, di mulai dari pemerolehan data curah hujan harian. Data curah hujan harian yang digunakan adalah data curah hujan maksimum harian selama satu hari, dari tahun 2016 – tahun 2020. Masukkan koordinat stasiun BMKG yang merupakan tempat memperoleh data curah hujan.

Pembuatan peta potensi pasokan air banjir, dilakukan dengan cara mengoverlay/tumpangsusunkan peta tipologi lahan dengan peta curah hujan.

Dilakukan klasifikasi berdasarkan formula tipologi pasokan air banjir seperti pada Tabel 6.

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

(25)

Sumber Data

Tabel 1. Data Penelitian

No. Data Diperoleh dari

1 Peta Rupa Bumi Indonesia

Badan Informasi Geospasial

2 Peta DAS WAMPU BPDASHL Wampu Sei Ular

3 Peta Sistem Lahan Regional PhysicalPlanning Programme for Transmigration (RePPProT) 4 Data Hujan Tahun

2016 – 2020

Stasiun Geofsika Deli Serdang

5 Citra DEM Badan Informasi Geospasial

6 Citra Sentinel 2-A https://scihub.copernicus.eu

Analisis Data

Analisis kerentanan daerah banjir

Informasi mengenai kerentanan daerah banjir diperoleh dari peta sistem lahan yang dikelompokkan menjadi peta bentuk lahan. Peta sistem lahan diperlukan untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan alami lahan yang menunjukkan daerah cekungan (basin) sebuah hamparan yang didasarkan pada jenis daerah (terrain) penyusunnya. Informasi sistem lahan berupa peta yang diperoleh dari Regional Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT). Peta sistem lahan di olah menjadi peta bentuk lahan dikarenakan dalam data sistem lahan terdapat bentuk lahan yang dapat digabungkan menjadi satu kesatuan.

Penentuan kelas bentuk lahan menggunakan metode klasifikasi dan skoring.

Parameter bentuk lahan kemudian diklasifikasi kedalam 5 kelompok berdasarkan daerah tingkat kerentanan banjir dan diberi nilai (score) pada Tabel 2.

Tabel 2. Bentuk Lahan Rentan Kebanjiran

Bentuk Lahan Nilai

Rawa-rawa, Pantai, Jalur kelokan 5

Dataran aluvial, Lembah aluvial 4

Dataran 3

Kipas dan lahar, Teras-teras 2

Pegunungan dan Perbukitan 1

Sumber : Paimin et al., 2012

(26)

Analisis potensi pasokan air banjir

Pengertian potensi pasokan air banjir merupakan daerah yang menjadi pemasok air yang kemudian berpotensi menyebabkan kebanjiran. Diperoleh dari hasil analisa menggunakan penginderaan jauh antara interaksi curah hujan yang sebagai masukan dan lahan yang menjadi prosesor. Potensi pasokan air banjir mendeskripsikan daerah yang menjadi asal pemasok air yang menyebabkan banjir.

Analisis mengenai potensi pasokan air banjir diperlukan beberapa data yaitu, data tipologi lahan dan data curah hujan yang sudah diklasifikasi. Data tipologi lahan merincikan interaksi antara penutupan lahan, bentuk lahan, dan kelerengan.

Informasi penutupan lahan digunakan dalam memperoleh informasi mengenai pola penggunaan lahan dan perkembangan struktur pada daerah penelitian. Informasi penutupan lahan berupa peta diperoleh dari hasil interpretasi Citra Sentinel 2-A yang kemudian diklasifikasi penutupan lahannya.

Dalam penelitian ini, untuk melakukan analisis separabilitas menggunakan metode transformasi divergensi (TD). Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. Nilai TD ini dapat diketahui dengan persamaan:

TDij = 2000 [1 – exp [-Dij ] ] ... (1) 8

TDij = separabilitas antara kelas i dengan kelas j exp = -2.718

Dij = divergensi

Kriteria tingkat keterpisahan antar kelas dari nilai transformasi divergensi adalah sebagai berikut:

a. Tidak terpisah (unseparable) : <1600 b. Kurang keterpisahannya : 1600 - <1800 c. Cukup keterpisahannya : 1800 - <1900 d. Baik keterpisahannya : 1900 - <2000 e. Sangat baik keterpisahannya : 2000

Setelah itu dilakukan uji akurasi. Akurasi yang dapat dihitung berdasarkan tabel antara lain, akurasi pengguna (user’s accuracy), akurasi pembuat (producer’s accuracy), akurasi keseluruhan (overall accuracy), dan kappa accuracy

(27)

Akurasi pengguna (user’s accuracy) = 𝑋𝑖𝑖

𝑋+𝑖 100%

Akurasi pembuat (producer’s accuracy) = 𝑋𝑖𝑖

𝑋𝑖+ 100%

Akurasi keseluruhan (overall accuracy) = 𝑟𝑖=1𝑋𝑖𝑖

𝑁 100%

Kappa Akurasi = 𝑁 ∑𝑟𝑖=1𝑋𝑖𝑖 − ∑𝑟𝑖=1𝑋𝑖+ 𝑋+1

𝑁2− ∑ 𝑋𝑖+ 𝑋+1 100

Penentuan kelas penutupan lahan yang digunakan adalah proses klasifikasi dan skoring. Parameter penutupan lahan kemudian diklasifikasi kedalam 6 kelompok penutupan lahan dan diberi nilai (score) pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi dan Pembobotan Penutupan Lahan

No. Klasifikasi Penutupan Lahan Nilai

1. Air Payau, Air Tawar, dan Gedung 1

2. Hutan Lindung, Hutan Konservasi 1

3. Hutan Produksi, Perkebunan 2

4. Sawah, Rumput, Semak/Belukar 3

5. Pemukiman 4

6. Tegal, Tanah Berbatu 5

Sumber : Paimin et al., 2012

Dalam menyusun karakterisasi tipologi lahan digunakan formula kerentanan lahan yang merupakan interaksi dari pembobotan parameter bentuk lahan dengan pembobotan parameter penutupan lahan pada Tabel 4.

Tabel 4. Formula Kerentanan Lahan

Sumber : Paimin et al., 2012

Kemudian, kerentanan lahan terhadap degradasi ataupun terhadap erosi dapat diklasifikasi seperti Tabel 5.

Sistem Lahan

Penutupan Lahan

Air Payau, Tawar, Gedung

Hutan Lindung, Hutan Konservasi

Hutan Produksi /Perkebunan

Sawah, Rumput, Semak/Belukar

Pemukiman Tegal, Tanah berbatu

Rawa-rawa,

Pantai 1 1 1 1 1 1

Dataran aluvial, Lembah aluvial,

1 1,5 1,5 2 2 2,5

Dataran 1 2 2,5 3 3,5 4

Kipas dan Lahar,Teras- teras

1 2,5 3 3,5 4 4,5

Pegunungan

&Perbukitan 1 3 3,5 4 4,5 5

(28)

Tabel 5. Klasifikasi Tipologi Kerentanan Lahan

Nilai Tingkat Kerentanan / Degradasi

> 4,3 Sangat Rentan

3,5 – 4,3 Rentan

2,6 – 3,4 Sedang

1,7 – 2,5 Agak Rentan

< 1,7 Tidak Rentan

Sumber : Paimin et al., 2012

Data tipologi kerentanan lahan kemudian diolah dengan parameter curah hujan harian maksimum. Pengumpulan data curah hujan didapatkan dari Stasiun Geofisika Deli Serdang dari Tahun 2016 – 2020. Data tersebut dijumlahkan dan dirata-ratakan untuk melihat nilai fluktuasi curah hujan. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian maksimal. Data tersebut kemudian diklasifikasikan dan dibobot berdasarkan lima kelas, yaitu: <20 mm (sangat rendah); 21-40 mm (rendah); 41-75 mm (sedang); 76-150 mm (tinggi); >150 mm (sangat tinggi). Dibuat peta curah hujan wilayah DAS Wampu Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei dengan menggunakan metode polygon Thiessen.

Hasil interaksi antara tipologi kerentanan lahan dengan parameter curah hujan harian maksimum ini menghasilkan potensi pasokan air banjir. Potensi pasokan air banjir disusun dengan menggunakan formula tipologi pasokan air banjir pada Tabel 6.

Tabel 6. Formula Tipologi Pasokan Air Banjir

Sumber : Paimin et al., 2012 Hujan Harian

Maksimum

Kerentanan Lahan

< 1,7 (Sangat Rendah)

1,7 - 2,5 (Rendah)

2,6 – 3,4 (Sedang)

3,5 – 4,3 (Tinggi)

> 4,3 (Sangat Tinggi)

< 20 (Sangat

Rendah) < 1,7 < 1,7 1,7 - 2,5 1,7 - 2,5 2,6 – 3,4 21 – 40

(Rendah) 1,7 - 2,5 1,7 - 2,5 1,7 - 2,5 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 41 – 75

(Sedang) 1,7 - 2,5 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 76 – 150

(Tinggi) 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 3,5 – 4,3 3,5 – 4,3

> 150 (Sangat

Tinggi 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 3,5 – 4,3 > 4,3 > 4,3

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kerentanan Daerah Banjir

Analisis kerentanan daerah banjir disusun dengan beberapa parameter yaitu sistem lahan, bentuk lahan, dan penutupan lahan. Daerah yang memiliki tingkat sangat rentan terhadap terjadinya banjir terjadi pada daerah hilir sungai. Daerah yang memiliki tingkatan tidak rentan terhadap terjadinya banjir adalah daerah hulu yang merupakan daerah pegunungan ataupun perbukitan.

Penyebab terjadinya banjir karena aliran permukaan yang melebihi batas maksimalnya dan daerah tersebut tidak mampu dalam menyerap air (Nuryanti et al, 2018).

Karakteristik sistem lahan

Sistem lahan yang berada di lokasi penelitian terdiri dari 5 jenis sistem lahan yaitu dataran, pegunungan, perbukitan, dataran aluvial dan lembah aluvial, seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Sistem Lahan Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei

Berdasarkan analisis pada Peta Sistem Lahan Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei (Gambar 3) diperoleh data sebaran sistem lahan Subdas Sei Mencirim (Tabel 7) dan sistem lahan Subdas Sei Bingei (Tabel 8)

(30)

Tabel 7. Sistem Lahan Subdas Sei Mencirim

Kecamatan Sistem Lahan Subdas Sei Mencirim

Luas (Ha) Dataran Dataran Aluvial Perbukitan

Binjai Selatan 3352.59 3352.59

Binjai Timur 1389.67 1310.02 2699.68

Kota Limbaru 5088.75 67.27 5156.02

Pancur Batu 52.61 52.61

Sei Bingei 10994.97 10994.97

Sunggal 24.98 24.98

Luas Total (Ha) 20903.57 1310.02 67.27 22280.86

Tabel 8. Sistem Lahan Subdas Sei Bingei

Kecamatan Sistem Lahan Subdas Sei Bingei

Luas Total (Ha) Dataran Dataran Aluvial Lembah Aluvial Pegunungan Perbukitan

Binjai 0.24 0.24

Binjai Barat 12.82 12.82

Binjai Kota 134.15 134.15

Binjai Selatan 3352.59 3352.59

Binjai Timur 1389.67 1310.02 2699.68

Binjai Utara 1481.86 18.38 1500.24

Kota Limbaru 4966.42 1876.10 6842.52

Salapian 729.18 729.18

Sei Bingei 10994.97 13938.62 3117.64 28051.23

Selesai 478.37 478.37

Sibolangit 221.23 197.95 419.18

Simpang Empat 151.80 151.80

Luas Total (Ha) 21403.25 2938.85 18.62 16893.64 3117.64 44372.00

Berdasarkan data sistem lahan Subdas Sei Mencirim (Tabel 7) dan sistem lahan Subdas Sei Bingei (Tabel 8) diketahui bahwasanya sistem lahan dengan luas tertinggi yaitu 28.051,23 Ha terdapat pada Kecamatan Sei Bingei Subdas Sei Bingei yang memiliki jenis sistem lahan dataran (10.994,97 Ha), Pegunungan (13.938,62 Ha) dan Perbukitan (3.117,64 Ha). Sistem lahan dengan luas terendah yaitu 0,24 Ha terdapat pada Kecamatan Binjai Subdas Sei Bingei yang hanya memiliki satu sistem lahan yaitu lembah aluvial.

Darmawan et al (2017) mengemukakan bahwa sistem lahan dataran aluvial dan lembah aluvial sangat berpotensi terhadap terjadinya bencana banjir dikarenakan sistem lahan ini sangat sulit dalam menyerap air. Apabila proses infiltrasi terjadi sangat lambat dapat menyebabkan potensi terhadap terjadinya banjir semakin besar. Sistem lahan perbukitan dan pegunungan sangat berpotensi

(31)

menjadi daerah pemasok air yang menyebabkan terjadinya banjir dikarenakan intensitas curah hujan yang tinggi.

Representasi bentuk lahan

Bentuk lahan yang terdapat di lokasi penelitian ada tiga, yaitu dataran;

dataran aluvial dan lembah aluvial; pegunungan dan perbukitan. Berdasarkan analisis data sistem lahan yang kemudian diklasifikasikan menjadi bentuk lahan, terdapat kesamaan karakter antara pegunungan dan perbukitan, begitupun dengan lembah aluvial dan dataran aluvial, seperti pada Gambar 4. Kesamaan terdapat pada jenis tanah dan jenis batuan serta kemiringan lereng pada sistem lahan nya.

Gambar 4. Peta Bentuk Lahan Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei

Peta bentuk lahan merupakan peta yang terbentuk dari data sistem lahan yang dikembangkan menjadi basis data dalam pembuatan peta bentuk lahan.

Pembuatan peta bentuk lahan ini, dikarenakan adanya hubungan saling ketergantungan satu sama lain antara faktor agroklimat, tipe batuan, topografi, tanah, kondisi hidrologi, dan organisme. Berdasarkan analisis pada Peta Bentuk Lahan Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei (Gambar 4) diperoleh data sebaran bentuk lahan Subdas Sei Mencirim (Tabel 9) dan bentuk lahan Subdas Sei Bingei (Tabel 10)

(32)

Tabel 9. Bentuk Lahan Subdas Sei Mencirim

Luas Total (Ha) 20903.57 1310.02 67.27 22280.86

Tabel 10. Bentuk Lahan Subdas Sei Bingei

Luas Total (Ha) 21403.25 2957.47 20011.28 44372.00

Berdasarkan data bentuk lahan Subdas Sei Mencirim (Tabel 9) dan bentuk lahan Subdas Sei Bingei (Tabel 10) diketahui bahwasanya bentuk lahan dengan luas tertinggi yaitu 28.051,23 Ha terdapat pada Kecamatan Sei Bingei Subdas Sei Bingei yang memiliki bentuk lahan dataran (10.994,97 Ha), dan bentuk lahan Pegunungan dan Perbukitan (17.056,26 Ha). Bentuk lahan dengan luas terendah terdapat pada Kecamatan Binjai Subdas Sei Bingei yaitu 0,24 Ha dan hanya memiliki satu bentuk lahan yaitu dataran aluvial, lembah aluvial.

Nurwadjedi (2007) mengemukakan lebih lanjut bahwa bentuk lahan merupakan hasil proses geomorfologi pada berbagai jenis batuan dan bahan induk lainnya yang terjadi selama kurun waktu yang bervariasi. Setiap unit kategori yang lebih detail menunjukkan tingkat keseragaman yang lebih banyak pada fada faktor tanah, topografi, iklim dan vegetasi.

Kecamatan Bentuk Lahan Sei Mencirim

Luas (Ha) Dataran Dataran aluvial, Lembah aluvial Pegunungan dan Perbukitan

Binjai Selatan 3352.59 3352.59

Binjai Timur 1389.67 1310.02 2699.68

Kota Limbaru 5088.75 67.27 5156.02

Pancur Batu 52.61 52.61

Sei Bingei 10994.97 10994.97

Sunggal 24.98 24.98

Kecamatan

Bentuk Lahan Sei Bingei

Luas (Ha) Dataran Dataran aluvial, Lembah aluvial Pegunungan dan Perbukitan

Binjai 0.24 0.24

Binjai Barat 12.82 12.82

Binjai Kota 134.15 134.15

Binjai Selatan 3352.59 3352.59

Binjai Timur 1389.67 1310.02 2699.68

Binjai Utara 1500.24 1500.24

Kota Limbaru 4966.42 1876.10 6842.52

Salapian 729.18 729.18

Sei Bingei 10994.97 17056.26 28051.23

Selesai 478.37 478.37

Sibolangit 221.23 197.95 419.18

Simpang Empat 151.80 151.80

(33)

Kerentanan daerah banjir

Daerah pada lokasi penelitian yang memiliki tingkatan sangat rentan berdasarkan interaksi bentuk lahan dan penutupan lahan nya (Tabel 4) adalah dataran aluvial dan lembah aluvial. Daerah yang rentan terhadap banjir di dominasi oleh dataran, dan daerah yang tidak rentan terhadap banjir merupakan daerah yang di dominasi oleh pegunungan, seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Kerentanan Daerah Banjir Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei Pembuatan peta kerentanan daerah banjir menggunakan formula kerentanan lahan (Tabel 4). Menggunakan metode tumpang susun/overlay peta bentuk lahan dan peta penutupan lahan yang kemudian diberi nilai (score) pada masing-masing kesesuainnya (Tabel 4). Klasifikasi berdasarkan tingkat kerentanan lahannya dengan menggunakan formula klasifikasi tipologi kerentanan lahan (Tabel 5).

Klasifikasi tipologi kerentanan lahan menunjukkan tingkat kerentanan lahan terhadap terhadap degradasi dan erosi. Oleh karena itu, semakin rentan lahan dapat terjadi erosi, maka semakin rendah tingkat kerentanan lahan terhadap banjir.

Apabila semakin rendah tingkat erosi, maka tingkat kerentanan lahan terhadap banjir sangat tinggi. Berdasarkan analisis pada Peta Kerentanan Banjir Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei (Gambar 5) diperoleh data tingkat kerentanan banjir Subdas Sei Mencirim (Tabel 11) dan bentuk lahan Subdas Sei Bingei (Tabel 12)

(34)

Tabel 11. Tingkat Kerentanan Banjir Subdas Sei Mencirim

Kecamatan Tingkat Kerentanan Banjir Luas (Ha)

Binjai Selatan Agak Rentan 6292.17

Rentan 13874.52

Sedang 588.96

Binjai Timur Agak Rentan 6754.27

Rentan 15873.82

Sangat Rentan 940.82

Sedang 619.14

Kota Limbaru Agak Rentan 6773.04

Rentan 14159.94

Sedang 660.02

Tidak Rentan 7.55

Pancur Batu Agak Rentan 6293.37

Rentan 13882.24

Sedang 589.04

Sei Bingei Agak Rentan 6753.82

Rentan 14159.94

Sedang 619.14

Sunggal Agak Rentan 461.65

Rentan 285.42

Sedang 30.18

Tabel 12. Tingkat Kerentanan Banjir Subdas Sei Bingei

Kecamatan Tingkat Kerentanan Banjir Luas (Ha)

Binjai Rentan 8.84

Sangat Rentan 9.78

Binjai Barat Rentan 1691.42

Sangat Rentan 940.82

Binjai Kota Agak Rentan 6290.40

Rentan 15588.40

Sangat Rentan 940.82

Sedang 588.96

Binjai Selatan Agak Rentan 6292.17

Rentan 15587.93

Sangat Rentan 867.03

Sedang 588.96

Binjai Timur Agak Rentan 6754.27

Rentan 15715.90

Sangat Rentan 940.82

Sedang 619.14

Binjai Utara Rentan 1722.72

Sangat Rentan 950.60

(35)

Kecamatan Tingkat Kerentanan Banjir Luas (Ha)

Kota Limbaru Agak Rentan 11564.55

Rentan 13874.52

Sedang 7396.40

Tidak Rentan 3870.56

Salapian Agak Rentan 5274.14

Sedang 6807.44

Tidak Rentan 3861.20

Sei Bingei Agak Rentan 12925.09

Rentan 13874.52

Sedang 8164.27

Tidak Rentan 4810.63

Selesai Agak Rentan 6292.17

Rentan 13874.52

Sedang 588.96

Sibolangit Agak Rentan 11566.32

Rentan 13874.52

Sedang 7396.40

Tidak Rentan 3870.56

Simpang Empat Sedang 6807.44

Berdasarkan data tingkat kerentanan banjir Subdas Sei Mencirim (Tabel 11) dan tingkat kerentanan banjir Subdas Sei Bingei (Tabel 12) diketahui bahwa daerah kerentanan banjir dengan tingkat sangat rentan tertinggi (950,60 Ha) terdapat pada Kecamatan Binjai Utara Subdas Sei Bingei, daerah dengan tingkat rentan tertinggi (15.873,82 Ha) terdapat pada Kecamatan Binjai Timur Subdas Sei Mencirim.

Daerah dengan tingkat sedang tertinggi (8164,27 Ha), agak rentan tertinggi (12.925,09 Ha), tidak rentan tertinggi (4810,63 Ha) terdapat pada Kecamatan Sei Bingei Subdas Sei Bingei.

Daerah kerentanan banjir dengan tingkat sangat rentan terendah (9,78 Ha) dan tingkat rentan terendah (8,84 Ha) terdapat pada Kecamatan Binjai Subdas Sei Bingei. Daerah dengan tingkat sedang terendah (30,18 Ha) dan agak rentan terendah (461,65 Ha) terdapat pada Kecamatan Sunggal Subdas Sei Mencirim.

Daerah dengan tingkat tidak rentan terendah (7,55 Ha) terdapat pada Kecamatan Kota Limbaru Subdas Sei Mencirim.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Wismarini dan Sukur (2015) mengemukakan bahwa wilayah yang rentan terhadap banjir ialah wilayah yang memiliki tingkat rawan yang tinggi terhadap terjadinya banjir. Kawasan rentan

(36)

banjir adalah kawasan yang kerap berpotensi tinggi terhadap terjadinya banjir.

Kawasan tersebut dicirikan dengan menggunakan pendekatan dari segi geomorfologi, karena kenampakan seperti kipas aluvial, teras, sungai, rawa, dan delta yang merupakan bentukan banjir yang terjadi berulang dan merupakan bentuk lahan yang detail dan memiliki karakteristik penyebab terjadinya banjir.

Klasifikasi penutupan lahan

Pembuatan peta penutupan lahan dilakukan dengan metode klasifikasi secara terbimbing (supervised classification) dengan pendekatan maximum likelihood menggunakan aplikasi Erdas Imagine 9.1 dan bahannya berupa citra sentinel 2-A. Pemilihan citra sentinel 2-A ini, dikarenakan citra ini memiliki resolusi spasial yang tinggi dan waktu perekaman yang singkat. Pemilihan citra juga disesuaikan dengan wilayah lokasi penelitian dan juga keadaan awan yang berada pada citra atau menutupi wilayah penelitian. Keberadaan awan semaksimal mungkin tidak ada pada wilayah penelitian, agar vegetasi ataupun penutupan lahan dapat terlihat jelas sewaktu di analisis.

Analisis penutupan lahan diperlukan pembuatan training area atau sampel penutupan lahan. Semua training area penutupan lahan dibuat simpan kedalam AOI (Area of Interest) layer. Simpan signature editor, agar mudah diperbaiki jika ada kesalahan dalam pembuatan training area yang belum baik. Informasi nilai dari setiap kelas tutupan lahan digunakan untuk menjalankan fungsi separabilitas (keterpisahan) dan fungsi akurasi dengan melihat matriks kontingensinya.

Analisis separabilitas

Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang menjelaskan informasi tentang evaluasi keterpisahan training area dari setiap kelas. Tujuan dari analisis separabilitas ini adalah untuk menilai seberapa besar tingkat kesalahan dan ketelitian dari hasil klasifikasi penutupan lahan dengan cara membandingkan data observasi lapangan dan hasil klasifikasi. Berdasarkan klasifikasi penutupan lahan di peroleh hasil analisis separabilitas (Tabel 13).

(37)

Tabel 13. Hasil Analisis Separabilitas

Klasifikasi Penutupan Lahan Hutan Perkebunan Lahan Pertanian Pemukiman Tanah Terbuka Awan Bayangan Awan

Hutan 0 1997 2000 2000 2000 2000 2000

Perkebunan 1997 0 2000 2000 2000 2000 2000

Lahan Pertanian 2000 2000 0 2000 2000 2000 2000

Pemukiman 2000 2000 2000 0 2000 2000 2000

Tanah Terbuka 2000 2000 2000 2000 0 2000 2000

Awan 2000 2000 2000 2000 2000 0 2000

Bayangan Awan 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0

Tabel 14. Matrik Kontingensi

Kelas Penutupan Lahan Hutan Perkebunan Lahan Pertanian Pemukiman Tanah Terbuka Awan Bayangan Awan Jumlah Baris User Akurasi

Hutan 63 0 0 0 0 0 0 63 100

Perkebunan 0 69 0 0 0 0 0 69 100

Lahan Pertanian 0 0 50 0 0 0 0 50 100

Pemukiman 0 0 0 64 0 0 0 64 100

Tanah Terbuka 0 0 0 0 50 0 0 50 100

Awan 0 0 0 1 0 50 0 51 98

Bayangan Awan 0 0 0 0 0 0 56 56 100

Jumlah Kolom 63 69 50 65 50 50 56 403

Produser Akurasi 100 100 100 99.9 100 100 100 100

Overall Akurasi 99%

Kappa Akurasi 99%

(38)

Hasil analisis separabilitas (Tabel 13) diperoleh nilai rata – rata 1999,9.

Nilai masing – masing penutupan lahan senilai 2000, kecuali pada penutupan lahan hutan dan perkebunan yang masing – masing senilai 1997. Hasil analisis separabilitas menunjukkan bahwa setiap kelas penutupan lahan terklasifikasi dengan terpisah satu sama lain sehingga memperoleh nilai yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat pembuatan training area terdapat kesamaan piksel antara tutupan lahan hutan dengan perkebunan. Ini sangat mempengaruhi nilai separabilitas antara setiap kelas penutupan lahan. Oleh karena itu, diperlukan ketelitian dan akurasi yang baik pada saat proses klasifikasi penutupan lahan pada citra. Secara umum, hasil analisis separabilitas menunjukkan nilai yang termasuk kategori baik hingga sangat baik.

Uji akurasi

Uji akurasi digunakan untuk melihat parameter kesalahan yang terjadi pada saat klasifikasi area contoh sehingga dapat ditentukan nilai persentase ketelitian pada saat pemetaan. Uji akurasi ini menilai tingkat keakuratan secara visual dari klasifikasi terbimbing. Akurasi ketelitian pada pemetaan dilakukan dengan membuat matrik kontingensi atau matrik kesalahan (confusion matrix) (Tabel 14).

Berdasarkan hasil pengujian akurasi dari matrik kontingensi diperoleh nilai tertinggi dari user akurasi yaitu 100% pada penutupan lahan hutan, perkebunan, lahan pertanian, pemukiman, tanah terbuka, dan bayangan awan. Nilai terendah terdapat pada penutupan lahan bayangan awan yaitu 98 %. Hal ini dikarenakan pada saat proses klasifikasi penutupan lahan awan terdapat 1 piksel penutupan lahan pemukiman yang ikut termasuk dalam bagian penutupan lahan awan.

Kesalahan pada saat proses klasifikasi penutupan lahan awan juga berdampak pada nilai produser akurasi pada penutupan lahan pemukiman yaitu 99,9% yang menjadikan nilai produser akurasi penutupan lahan pemukiman menjadi berkurang.

Nilai akurasi keseluruhan (overall akurasi) yaitu sebesar 99% untuk keseluruhan penutupan lahan dan untuk uji akurasi dengan perhitungan Kappa Accuracy diperoleh nilai sebesar 99%. Sebaiknya pada saat proses pembuatan training area dilakukan pemisahan penutupan lahan secara detail dengan memperbesar piksel – piksel sesuai dengan warna pada objek penutupan lahannya.

Hasil berupa peta klasifikasi penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 6.

(39)

Gambar 6. Peta Klasifikasi Penutupan Lahan Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei Berdasarkan hasil klasifikasi (Gambar 5) terdapat lima kelas penutupan lahan yang dapat diidentifikasi dalam lokasi penelitian, yaitu hutan, perkebunan, lahan pertanian, pemukiman dan tanah terbuka. Penutupan lahan pada bagian hulu di dominasi oleh hutan maupun perkebunan. Sementara untuk bagian hilir di dominasi oleh pemukiman. Oleh karena itu, pada bagian hulu sangat rentan terjadinya erosi dan pasokan air yang menyebabkan banjir sangat tinggi. Sebaran penutupan lahan pada lokasi penelitian terdapat pada (Tabel 15) dan (Tabel 16) Tabel 15. Penutupan Lahan Subdas Sei Mencirim

Kecamatan Penutupan Lahan

Luas (Ha) Hutan Lahan Pertanian Pemukiman Perkebunan Tanah Terbuka

Binjai Selatan 5865.28 554.14 5944.06 6355.77 1.40 18720.66

Binjai Timur 7439.71 606.05 8328.29 7188.90 2.31 23565.27

Kota Limbaru 6933.34 618.99 6750.97 7270.52 2.16 21575.98

Pancur Batu 5872.76 483.82 5946.99 4771.98 17075.56

Sei Bingai 6818.68 617.07 6721.86 7243.70 1.73 21403.04

Sunggal 127.03 29.91 459.15 156.73 772.81

Total Luas (Ha) 33056.81 2909.98 34151.31 32987.61 7.61 103113.32

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian  Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Tabel 5. Klasifikasi Tipologi Kerentanan Lahan
Gambar 3. Peta Sistem Lahan Subdas Sei Mencirim dan Sei Bingei
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alat ini memiliki keterbatasan yaitu pintu tanggul tidak mampu menahan sampai batas tinggi tertentu yang mengakibatkan air banjir tetap dapat mengalir apabila terjadi banjir

Hasil dari penelitian ini Kecamatan Batujaya merupakan wilayah yang memiliki indeks kerugian tinggi 0,4 – 0,6 terhadap tingkat kerentanan bencana banjir Sungai Citarum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) faktor penyebab banjir di Daerah Aliran Sungai Tungka (2) Tingkat kerentanan banjir di Daerah Aliran Sungai Tungka

Berdasarkan peta hasil skenario kerentanan fisik menggunakan SMCE (Gambar 3) desa yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi dan tinggi terletak pada Desa Jumoyo dan

Peneltian yang berjudul “Analisis Klasifikasi Tingkat Kerentanan Daerah Rawan Banjir Berbasis Sistem Informasi Geografis” pada dasarnya memiliki 3 (tiga) variabel

Peneltian yang berjudul “Analisis Klasifikasi Tingkat Kerentanan Daerah Rawan Banjir Berbasis Sistem Informasi Geografis” pada dasarnya memiliki 3 (tiga) variabel

Tingkat kerentanan nafkah petani di daerah bahaya banjir tinggi pada Kecamatan Telukjambe Barat menunjukkan petani di Dusun Pengasinan dan Dusun Kampek, Desa

Berdasarkan peta hasil skenario kerentanan fisik menggunakan SMCE (Gambar 3) desa yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi dan tinggi terletak pada Desa Jumoyo dan