• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, PENGERTIAN DAN PEMAKAIAN VERBA AGARU, NOBORU, DAN NORU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, PENGERTIAN DAN PEMAKAIAN VERBA AGARU, NOBORU, DAN NORU"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, PENGERTIAN DAN PEMAKAIAN VERBA AGARU, NOBORU, DAN

NORU

2.1 Pengertian Verba

Terdapat beberapa defenisi verba antara lain menerangkan tentang pemakaiannya didalam konteks kalimat dan mengklasifikasikannya.

Penulis mencoba menggunakan defenisi verba bahasa jepang. Sebelum menelaah fungsi bahasa Jepang secara umum dan pemakaian verba agru, noboru, dan noru, penulis akan menerangkan pengertian verba yang diambil dari beberapa sumber.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa verba adalah kata yang menggambar proses, perbuatan atau keadaan, yang juga disebut kata kerja ( Poerwadarmita, 2005:1260).

Dalam bahasa Jepang verba disebut dengan doushi. Makna doushi dilihat dari kanjinya :

動く = ugoku, dou = bergerak 詞 = kotoba, shi = kata

動詞 = doushi = kata yang bermakna gerak

Doushi adalah kata kerja yag berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyo) dan bisa berdiri sendiri (Sutedi, 2003:42).

(2)

Nomura dan Koike brpendapat hampir sama dengan Sutedi. Mereka mengatakan bahwa verba ( doushi) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan adjektiva-I dan adjektiva- namenjadi sala satu yougen.

Kelas kata ini dipaka untuk menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan (katsuyo) dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat ( Nomura dalam Sudjianto, 2004:149).

2.2 Jenis- jenis Verba

Dalam buku dasar-dasar linguistik bahasa Jepang ( Dedi Sutedi, 2003:27), verba dalam bahasa Jepang digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan pada bentuk konjugasinya.

a. Kelompok I

Kelompok I disebut dengan 五段動詞 ( godan- doushi), karena kelompok ini mengalami perubahan dalam lima derertan bunyi bahasa jepang yaitu : あ、い、う、え、お ( a-i-u-e-o), cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) hurufう, つ、る、ぶ、ぬ、む、く、す、ぐ ( u-tsu-ru-bu-nu-mu-ku- su-gu).

Contoh:

- 買う ka-u ( membeli ) - 立つ ta-tsu ( berdiri ) - 売る u-ru ( menjual )

(3)

- 書くka-ku ( menulis ) - 泳ぐ oyo- gu ( berenag ) - 読む yo- mu ( membaca )

- 死ぬ shi-nu ( mati ) - 遊ぶ aso-bu ( bermain ) - 話す hana-su ( berbicara )

b. Kelompok II

Kelompk II disebut dengan 一段動詞 ( ichidan- doushi), karena perubahanya hanya pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini adalah yang berakhiran suara e-ru disebut kami ichidan doushi atau yang berakhiran i-ru disebut shimo ichidan-doushi.

Contoh:

- 見る mi-ru ( melihat) - 起きる oki-ru ( bangun )

- 寝る ne-ru ( tidur ) - 食べる tabe-ru ( makan )

c. Kelompok III

(4)

Verba kelompok III ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga disbut 変格動詞 ( henkaku- doushi) diantaranya terdiri dari dua verba yaitu :

Contoh:

- する suru ( melakukan)

- 来る kuru ( datang)

Dalam buku A Dictionary Of Basic Japanese Grammar ( Seiichimakino dan Tsutsui,1997: 582-584) mengklasifikasikan verba secara semantik menjadi lima jenis yaitu:

1. Verba Stative ( yang menyatakan diam / tetap)

Verba ini menunjukkan keberadaan. Biasanya verba ini tidak muncul bersamaan dengan verba bantu –iru.

Contoh :

- いる iru ( ada )

- できる dekiru ( dapat )

- 要る iru ( mrmbutuhkan )

2. Verba Contional ( yang menyatakan selalu, terus menerus )

Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan aspek pergerakan.

Contoh:

- 食べる taberu ( makan )……… 食べている tabete iru ( sedang makan )

(5)

- 飲む nomu ( minum )………..飲んでいる nonde iru ( sedang minum )

3. Verba punctual ( yang menyatakan tepat pada waktunya )

Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan tindakan atau perbuatan yang berulang-ulang atau suatu tingkatan/ posisi setelah melakukan suatu tindakan atau penempatan suatu benda.

Contoh:

- 知る shiru ( tahu)………... 知っている shite iru ( mengetahui ) - 打つ utsu ( memukul )………….. 打っている utteiru ( memukuli )

4. Verba Volitional ( yang menyatakan bukan kemauan )

Veba ini biasanya tidak memiliki bentuk ingin, bentuk perintah, dan bentuk kesanggupan. Diklasifikasikan menjadi verba yang berkenan dengan emosii atau perasaan dan verba yang tidak berkenan dengan emosi atau persaan.

Contoh:

- 愛する aisuru ( mencintai, berkenaan dengan perasaan)

- 聞こえるkikoeru ( kedengaran / terdengar, tidak berkenaan dengan perasaan)

5.Verba Movemen ( yang menyatakan pergerakan )

(6)

Verba ini menunjukkan pergerakan.

Contoh:

- 走る hashiru ( berlari) - 行くiku ( pergi )

Dalam buku Pengantar linguistik Bahasa Jepang ( Shimizu, 2000: 45), verba dalam bahasa Jepang dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

1. Jidoushi 自動詞 ( verba intransitif )

Jidoushi merupakan verba yang tidak disertai dengan objek penderita.

Pengertian dilihat dari huruf kanjinya yang bermakna kata yang bergeraj sendiri.

Contoh:

- 変わる kawaru ( tukar) - 起きる okiru ( bangun ) - 寝る neru ( tidur ) - 入る hairu ( masuk )

- 集まる atsumaru ( berkumpul ) - 流れる nagareru ( mengalir )

2. Tadoushi 他動詞 (verba transitif )

Verba yang memiliki objek penderita. Pengertian dilihat dari makna kanjinya yang bermakna “kata yang digerakkan yang lain “, jadi ada gerakan dari subjek

(7)

Contoh :

- 起こす okosu ( membangunkan ) - 寝かす nekasu ( menidurkan ) - 入れる ireru ( memasukkan ) - 集める atsumeru ( mengumpulkan ) - 流す nagasu ( mengalirkan )

3. Shodoushi 所動詞

Shodoushi merupakan kelompok verba ( doushi ) yang memasukkan pertimbangan pembicara, maka tidak dapat diubah kedalam bentuk pasif dan kausatif. Selain itu, shodoushi tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan ( ishi hyogen ). Diantara verba-verba yang termasuk kelompok ini, kelompok doushi yang memiliki makna potensial seperti ikeru dan kireru yang disebut 可能動詞 kanou doushi ( verba potensial ).

Contoh:

- 見える mieru ( terlihat

- 聞こえる kikoeru ( terdengar )

- 行ける ikeru ( dapat pergi ) 2.3 Fungsi Verba

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 2.1 ( pengertian verba , pada umumnya verba berfungsi sebagai predikat dalam sebuah kalimat, dan terletak diakhir kalimat . contoh:

私は本を読む。

(8)

Watashi wa hon o yomu

“saya membaca buku”

Verba berfungsi untuk membantu verba-veba yang ada pada bagian sebelumnya dan menjadi bagian dari predikat sebaimana halnya fuzukugo ( Sudjianto,2004:159 ).

Contoh :

1. 先生に本をかしてもらう。

Sensei ni hon o kashite morau “guru meminjamkan saya buku “

Verba berfungsi sebagai keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat, dalam bentuk kamus selalu diakhiri dengan vocal u ( Sudjianto,2004:149).

Contoh :

これは田中 さんが書く絵です。

Kore wa Tanaka san ga kaku e desu.

“ini adalah gambar yang digambar oleh tuan tanaka”

私はエアコンがある車がほしいです。

Watashi wa eakon ga aru kuruma ga hoshiidesu.

“Saya ingin mobil yang ada AC nya”

2.4 Pengerian Verba Agaru, Noboru, Noru 2.4.1 Pengertian Veba Agaru

(9)

Verba Agaru adalah verba yang termasuk ke dalam kelompok I (語段動詞). Berikut akan dijelaskan tentang pengertian dan pemakaian verba agaru tersebut:

a. Dalam buku Effective Japanese Usage Dictionary, Shoji dan hirotase mengatakan bahwa verba Agaru is to move upward. The focus is on the result of the movement, such as a destination, location, or degree.

(2001:3)

低い所から高い所へ移動することです。

移動所、位地、程度など移動のけっかにじゅうてんがある。

Pergerakan, perpindahan dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Ada titik fokus sebagai hasil pergerakan seperti tempat perpindahan, posisi, tingkat, dan lain-lain. Dan juga tingkat atau nilai, harga menjadi tinggi.

Contoh: 子供達が一階から二階に上がった。

kodomotachi ga ikkai kara nikkai ni agatta Anak-anak naik dari lantai 1 ke lantai 2.

b. Dalam buku Ruigigo Tsukaiwake Jiten, Izuhara Shoji mengatakan bahwa Agaru merupakan hal berpindah terus menerus sampai selesai dan di fokuskan pada akhir perpindahan dan posisi (2001:14)

Contoh : エレベ-タ-で屋上に上がる。

erebeta de okujoo ni agaru Naik ke tingkat atas dengan lift.

(10)

c. Dalam Kamus bahasa Jepang Edisi Bahasa Indonesia, Nomuto Kikuo bahwa agaru adalah hal naik ( tentang suatu barang),pindah dari tempat tinggi, juga pindah dari dalam air, permukaan air ke darat ( 1988 : 4 ).

Contoh : せんすいふが海から船に上がった。

Sensuifu ga umi kara fune ni agatta.

Penyelam naik dari laut ke kapal.

2.4.2 Pengertian Verba Noboru

Verba Noboru adalah verba yang termasuk ke dalam kelompok I(

語段動詞) .Berikut akan dijelaskan pengertian dan pemakaian verba noboru tersebut:

a. Dalam buku Effective Japanese Usage Dictionary, Shoji dan Hirotase bahwa Noboru is to move from a low position to hight position. The hight position is considered to be objective and therefore. The focus is on the process of moving to ward it ( 2001 : 5)

低い所から高い所へ移動することです

移動してかて移動していくかていに重点があります。

自分の力で移動する物について使います。

Pergerakan dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Poin pentingnya adalah pada proses perpindahannya menuju tempat tinggi itu, biasanya digunakan untuk perpindahan dengan kemauan sendiri.

Contoh : 子供のころよくこの木に登った。

(11)

kodomono koro yoku kono ki ni nobotta.

Ketika kecil selalu naik pohon ini.

b. Dalam Kamus Bahasa Jepang Edisi Bahasa Indonesia, Nomoto Kikuo bahwa Noboru adalah merupakan niak menuju ketempat yang tinggi, naik menyusuri permukaan tanah dan permukaan benda .( 1988: 843 ).

Contoh : 今度の休みに山登るのが楽しみだ。

kondo no yasumi ni yama ni noboru no ga tanoshimida.

Menyenangkan naik gunung pada liburan yang akan datang.

2.4.3 Pengertian Noru

Verba Noru adalah verba yang termasuk ke dalam verba kelompok I (godan doushi ). Berikut akan dijelaskan pengertian dan pemakaian verba noru tersebut:

a. Dalam Kamus Bahasa Jepang Edisi Bahasa Indonesia, Nomoto Kikuo bahwa Noru adalah merupakan naik ataupun menunggang, mengendarai kendaraan ataupun lainya ( 1988 : 851)

Contoh : 空を飛びたいとき、タケコプタ-に乗る。

Sora o tobitai toki, takekoputa ni noru

Ingin terbang ke langit naik baling-baling bambu

b. Dalam buku Informative Japanese Dictionary,Yukiko Sakata bahwa noru adalah merupakan perpindahan naik ke dalam dan keatas kendaraan. (1995:755).

Contoh : 毎朝9時ごろ電車に乗る。

mai asa 9 ji goro densha ni noru

(12)

Setiap pagi jam 9 naik kereta api 2.5 Definisi Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata dari sema itu adalah tanda linguistik. Seperti yang dikemukan oleh Ferdinand De Saussure dalam Chaer (1994:285) bahwa setiap tanda linguistik terdiri dari dua komponen yaitu : (1) komponnen yang mengartikan yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa. Misalnya, (Perancis : significant, Inggris : signifier) dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama. Misalnya, (Perancis : signifie, Inggris : signified) sebenarnya tidak lain daripada konsep atau makna sesuatu tanda bunyi. Kedua komponen ini adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau yang dilambanginya adalah sesuatu yang berada diluar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.

Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatikal dan semantik.

Selain istilah semantik dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau

(13)

lambang. Namun, istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda- tanda lalu lintas, kode morse, dan tanda-tanda ilmu matematika. Sedangkan cakupan semantik hanyalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.

Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi. Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah tidak lain untuk menyampaikan suatu makna (Sutedi :2003:103). Misalnya seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena ia bisa menyerap makna yang disampaikan dengan baik.

Semantik tidak hanya membahas kata-kata yang bermakna leksikal saja, tetapi juga membahas makna kata-kata yang tidak bermakna bila tidak dirangkaikan dengan kata lain seperti partikel atau kata bantu, yang hanya memiliki makna gramatikal.

2.6 Jenis-jenis Makna dalam Semantik

Menurut Chaer (1994:59) jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan kriteria atau sudut pandang, yakni :

1. Berdasarkan jenis makna semantik, makna dapat dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.

Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referensinya, makna yang sesuai dengan observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh

(14)

nyata dalam kehidupan kita. Contohnya: kata Tikus, makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus.

Makna nampak jelas dalam kalimat tikus mati diterkam kucing atau panen kali ini gagal akibat serangga hama tikus, kata tikus pada kedua kalimat itu jelas merujuk kepada binatang tikus, bukan kepada yang lain. Tetapi dalam kalimat yang menjadi tikus di gudang kami ternyata berkepala hitam bukanlah dalam makna leksikal karena tidak merujuk kepada binatang tikus melainkan kepada seorang manusia.

Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal atau proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Contoh proses afiksasi / ter- / pada kata / angkat /dalam kalimat batu seberat itu terangkat juga oleh adik, awalan ter- pada kata terangkat melahirkan makna “dapat”, dan dalam kalimat ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas, melahirkan makna gramatikal “tidak sengaja”. Contoh reduplikasi dapat dilihat pada kata pulpen yang bermakna “sebuah pulpen”, menjadi buku-buku yang bermakna “banyak buku”. Sedangkan contoh komposisi dapat dilihat pada kata sate ayam tidak sama dengan sate madura. Yang pertama menyatakan asal bahan, yang kedua menyatakan asal tempat. Begitu juga dengan komposisi orang tua asuh. Yang pertama menyatakan anak yang diasuh, sedangkan yang kedua menyatakan orang tua yang mengasuh.

2. Berdasarkan ada tidaknya pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna non-referensial.

(15)

Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata lain. Contoh : kata lemari dan kasur, disebut bermakna referensial karena kedua kata itu mempunyai referen yaitu sejenis perabot rumah tangga.

Sedangkan kalau kata-kata itu tidak memiliki referen, maka kata itu disebut kata bermakna non-referensial. Contoh : kata jika dan meskipun tidak memiliki referen, jadi kata tersebut bermakna non-referensial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang termasuk kata penuh seperti lemari dan kasur termasuk kata-kata referensial, sedangkan yang termasuk kata tugas seperti preposisi, konjugasi dan kata tugas lain adalah kata-kata yang bermakna non- referensial.

3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial, sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan atau pengalaman lainnya. Jadi makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Karena itu sering disebut sebagai makna sebenarnya. Contoh : kata wanita dan perempuan. Karena kata-kata ini mempunyai denotasi yang sama, yaitu manusia dewasa bukan laki-laki. Walaupun kata perempuan mempunyai nilai rasa yang rendah, sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa yang tinggi. Makna tambahan pada suatu kata yang sifatnya memberi nilai rasa baik positif maupun negatif disebut makna konotasi.

(16)

4. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah.

Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Hal ini dapat dilihat dari contoh dalam bidang kedokteran kata tangan dan lengan, digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang berbeda. Makna tangan adalah “pergelangan”, sedangkan dalam bahasa umum tangan adalah “pergelangan sampai ke pangkal bahu”. Sebaliknya dalam bahasa umum tangan dan lengan dianggap bersinonim (maknanya sama).

5. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan menjadi makna asosiatif, idiomatik, kolokatif dan sebagainya.

Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambang-lambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain.

Contohnya kata melati digunakan sebagai perlambang kesucian, kata merah digunakan sebagai perlambang keberanian, dan kata srikandi digunakan sebagai perlambang kepahlawanan wanita.

Berbeda dengan makna idiomatik, kata idiom berarti satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh frase menjual rumah bermakna “si pembeli menerima rumah dan si penjual menerima uang”, tetapi menjual gigi bukan bermakna si pembeli menerima gigi dan si penjual menerima uang”, melainkan bermakna “tertawa keras-keras”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna idiomatik adalah makna

(17)

sebuah satuan bahasa (kuat, frase atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.

Sedangkan makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase. Contoh frase gadis itu cantik dan pemuda itu tampan. Kita tidak dapat menyatakan gadis itu tampan atau pemuda itu cantik, karena pada kedua kalimat itu maknanya tidak sama walaupun informasinya sama.

2.7 Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat yang kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari (Chaer:1994 :11). Bagi seorang wartawan, seorang reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka barangkali akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengetahui semantik.

Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum, tanpa pengetahuuan akan konsep-konsep polisemi, homonimi, denotasi, konotasi dan nuansa-nuansa makna tentu akan sulit bagi mereka untuk dapat menyampaikan informasi secara tepat dan benar.

Bagi mereka yang berkecipung dalam penelitian bahasa, seperti mereka yang belajar di Fakultas sastra, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis kepadanya untuk menganalisis bahasa atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik akan manfaat teoritis dan juga manfaat praktis.

(18)

Manfaat teoritis karena dia sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang diajarkannya. Teori-teori semantik ini akan mencoba menolongnya memahami dengan lebih baik konsep-konsep bahasa yang akan diajarkannya. Sedangkan manfaat praktis akan diperolehnya berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada murid-muridnya.

Seorang guru bahasa, selain harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mengenai segala aspek bahasa, juga harus memiliki pengetahuan teori semantik secara memadai. Tanpa pengetahuan ini dia tidak akan dapat dengan tepat menjelaskan perbedaan dan persamaan semantik antara dua buah bentuk kata, serta bagaimana menggunakan kedua bentuk kata yang mirip itu dengan benar.

Sedangkan bagi orang awam atau orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan yang luas akan teori semantik tidaklah diperlukan. Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia di sekelilingnya yang penuh dengan informasi dan lalu lintas kebahasaan. Semua informasi yang ada di sekelilingnya, dan yang juga harus mereka serap, berlangsung melalui bahasa, melalui dunia lingual. Sebagai manusia yang bermasyarakat tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekitar mereka yang berlangsung melalui bahasa.

2.8 Kesinoniman

Secara etimologi kata sinonimi atau disingkat sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’, dan syn yang berarti ‘dengan’.

(19)

Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’ (Chaer, 1994 :82).

Sementara menurut H.G Tarigan (1993:78) kata sinonim terdiri dari sin (“sama” atau “serupa”) dan akar kata onim ”nama” yang bermakna “sebuah kata yang dikelompokkan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkann makna umum. Dengan perkataan lain : sinonim adalah kata-kata yang mengandung arti pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai kata. Atau secara singkat : sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi.

Bambang Yudi Cahyono (1995:208) mengatakan bahwa sinonim adalah dua kata atau lebih, yang memiliki makna yang sama atau hampir sama, tetapi tidak selalu dapat saling mengganti dalam kalimat. Contoh-contoh sinonim adalah sudah-telah, sebab-karena, meskipun-walaupun, jikalau-apabila, cinta-kasih, mati-meninggal.

Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan 類義語 (ruigigo).dalam kamus sinonim atau 類義語辞典 (ruigigo jiten) karya Minazima Tatuo definisi sinonim adalah :

類義語というのは、意味が同じか、またはよく似ている単語のことである

Ruigigo to iu no wa, imi ga onajika, matawa yoku niteiru tango no koto de aru.

‘Yang disebut dengan sinonim adalah kata yang memiliki arti sama atau sangat mirip’.

(20)

Perlu diperhatikan bahwa pengertian kesamaan makna yang digunakan dalam membicarakan sinonim tidak mesti sama secara utuh. Kadang-kadang sebuah kata kata dapat cocok dalam kalimat tertentu, tetapi sinonim kata itu akan membuat kalimat itu tidak enak didengar. Misalnya, kata makan cocok digunakan dalam kalimat Para pekerja bangunan sedang makan nasi ransum kiriman majikannya. Akan tetapi bersantap yang merupakan sinonim kata itu terasa kurang pas.

Istilah sinonim dipakai karena pertindihan pada kata-kata yang bersinonim itu cukup sehingga menyebabkan kemiripan fungsi kata-kata yang bersinonim itu.

Kata jejaka dan kata duda dalam bahasa Indonesia memiliki banyak kemiripan mengenai cirri-cirinya kecuali dalam status perkawinan. Pertindihan yang tidak luas itu tidak masuk dalam sinonim karena adanya perbedaan yang mendasar pada kata-kata itu. Memang kedua kata itu memiliki persamaan bahwa yang dimaksud ialah seorang manusia yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi persamaan itu tidak pernah dihiraukan orang, justru perbedaanya yang menjadi pusat perhatian yakni perbedaan status perkawinannya.

Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995:208) ada dua syarat suatu dikatakan sinonim, yaitu memiliki kemiripan hampir menyeluruh dan sesuatu yang ada diluar kemiripan itu tidak dianggap penting dan tidak banyak berpengaruh. Sedangkan menurut T.Fatimah Djajasudarma (1999:42) ada tiga batasan untuk sinonim, yaitu :

1. Kata-kata dengan referen ekstra linguistik yang sama 2. Kata-kata yang memiliki makna yang sama

3. Kata-kata yang dapat disulih dalam konteks yang sama

(21)

Tiap-tiap ahli bahasa membagi sinonim berbeda-beda. Dibawah ini akan diuraikan penggolongan sinonim menurut beberapa ahli bahasa:

1. Pembagian sinonim dengan mengikuti Palmer dalam T.Fatimah Djajasudarma (1999:40) sebagai berikut :

a) Perangkat sinonim yang salah satu anggotanya berasal dari bahasa daerah atau bahasa asing dan yang lainnya, yang terdapat didalam bahasa umum.

Mis, konde dan sanggul, domisili dan kediaman, khawatir dan gelisah.

b) Perangkat sinonim yang pemakaiannya bergantung kepada langgam dan laras bahasa. Mis, dara, gadis, dan cewek; mati, meninggal, dan wafat.

Pemakaian kosakata langgam dan laras bahasa yang berbeda akan menghasilkan kalimat yang tidak apik (ill-formed). Mis, “Cewek yang tinggal di rumah besar itu kemarin wafat”.

c) Perangkat sinonim yang berbeda makna emotifnya, tetapi makna kognitifnya sama. Mis, negarawan dan politikus; ningrat dan feodal.

d) Perangkat sinonim yang pemakaiannya terbatas pada kata tertentu (keterbatasan kolokasi). Mis, telur busuk, nasi basi, mentega tengik, susu asam, baju apek, busuk, basi, tengik, asam dan apek memiliki makna yang sama, yakni buruk, tetapi tidak dapat saling menggantikan karena dibatasi persandingan yang dilazimkan.

e) Perangkat sinonim yang maknanya kadang-kaddang tumpang-tindih.

Misalnya, buluh dan bamboo; bumbu dan rempah-rempah; bimbang, cemas, dan sangsi; nyata dan kongkret.

(22)

2. Penggolongan sinonim menurut pembagian Colliman dalam T.Fatimah Djajasudarma (1999:39-41) membagi jenis sinonim menjadi Sembilan, dan bila kita lihat contohnya di dalam bahasa Indonesia, sebagai berikut : a) Sinonim yang salah satu annggotanya memiliki makna yang lebih

umum (generik), bandingkan mis, menghidangkan dan menyediakan atau menyiapkan; kelamin dengan seks.

b) Sinonim yang salah satu anggotanya memiliki unsur makna yang lebih intensif. Mis, jenuh dan bosan; kejam dan bengis; imbalan dan pahala.

c) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih menonjolkan makna emotif.

Mis, mungil dan kecil; bersih dan ceria; hati kecil dan hati nurani.

d) Sinonim yang salah satu anggotanya bersifat mencela atau tidak membenarkan. Mis, boros dan tidak hemat; hebat dan dahsyat;

mengamat-amati dan memata-matai (di dalam bahasa Sunda dikenal ujaran bodo ‘bodoh’ dan hese ngarti gancang poho ‘sulit mengerti cepat lupa’).

e) Sinonim yang salah satu anggotanya menjadi istilah bidang tertentu.

Mis, plasenta dan ari-ari; ordonansi dan peraturan; disiarkan dan ditayangkan.

(23)

f) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih banyak dipakai didalam ragam bahasa tulisan. Mis, selalu dan senantiasa; enak dan lezat; lalu dan lampau; bisa dan racun.

g) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih lazim dipakai di dalam bahasa percakapan. Mis, kayak dan seperti; ketek dan ketiak.

h) Sinonim yang salah satu anggotanya dipakai dalam bahasa kanak- kanak. Mis, pipis dan berkemih; mimik dan minum; bobo dan tidur, mam (mamam) dan makan.

i) Sinonim yang salah satu anggotanya biasa dipakai di daerah tertentu saja. Mis, cabai dan lombok; sukar dan susah; lepau dan warung;

katak dan kodok; sawala dan diskusi.

BAB III

ANALISIS PEMAKAIAN VERBA AGARU, NOBORU, DAN NORU

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan manajemen risiko memerlukan pedoman penerapan yang meliputi kebijakan manajemen risiko, pedoman manajemen risiko, prosedur manajemen risiko, instruksi kerja

Perlu dibahas element-element penting untuk mendukung implementasi rantai peringatan seperti : Back up Posko 24/7 BPBD ditingkat Provinsi, Kapasitas Staff Posko, Soft

Performa reaktor berperan penting dalam operasional dan biaya operasi karena berpengaruh terhadap unit operasi yang lain (pemisahan, pengeringan, dan lain-lain). Reaktor

Secara keseluruhan pada Gambar 14 dijelaskan bahwa Aplikasi Pembelajaran Aneka Ketupat Berbasis Animasi ini memiliki Struktur Hierarki yang terdiri dari Menu Utama, Tentang Ketupat,

Metode penelitian menguraikan tentang desain penelitian, instrumen pengumpulan data, lokasi penelitian, partisipan penelitian, lamanya penelitian dan hal lainnya yang relevan

Sistem pencatatan setiap rincian biaya pasien rawat inap atau opname masih menggunakan semi komputerisasi sehingga masih ada berkas-berkas yang tersimpan dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.. Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang

Berikutan daripada kenyataan-kenyatan di atas ini, kajian ini dilakukan dan satu rekabentuk telah dicadangkan untuk disesuaikan dengan keperluan cara makan dan jenis