ANALISIS PROKSIMAT DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT (Cu dan Pb) DAGING IKAN SAPU-SAPU (Pterygoplichthys pardalis) DI DANAU TEMPE KABUPATEN
WAJO
SKRIPSI
OLEH:
FITRANIA NABILIA MILANDHANI SUPRIATNA 1622060266
PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI
JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2020
i
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS PROKSIMAT DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT (Cu dan Pb) DAGING IKAN SAPU-SAPU (
Pterygoplichthys pardalis)
DI DANAUTEMPE KABUPATEN WAJO
SKRIPSI
Tanggal Lulus: 29 Agustus 2020
ii
Oleh:
FITRANIA NABILIA MILANDHANI SUPRIATNA 1622060266
Skripsi Ini Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Dan Kepulauan
Pembimbing I
Telah diperiksa dan disetujui oleh:
Pembimbing II
D M.Si
NIP.1975062 2001112 1 001 NIP.19720828 199903 2 003
Mengetahui,
Direktur Ketua Jurusan
Dr. Ir. Darmawan, M.P NIP. 196 0202 199803 1 002
Dr. A. Ridwan Makkulawu,S.T.,M.Si NIP.1975062 2001112 1 001
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI
Judul Skripsi : Analisis Proksimat dan Kandungan Logam Berat (Cu dan Pb) Daging Ikan Sapu-Sapu Di Danau Tempe Kabupaten Wajo Nama : Fitrania Nabilia Milandhani Supriatna
NIM 1622060266
Program Studi : Agroindustri
Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Menyetujui, Tim Penguji:
1. D r. Andi Ridwan Makkulawu, ST., M.Si
2. Dr. Sriwati Malle, STP., M.Kes
3. Dr. Ir. Sri Udayana Tartar, M.Si
4. A. Ita Juwita, S.Si., M.Si
Mengetahui, Ketua Program Studi,
Dr. M.Si
NIP 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar serjana disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam daftar pustaka.
Pangkep, 15 Agustus 2020 Yang menyatakan,
Fitrania Nabilia Milandhani Supriatna
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia- Nya, kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian “Analisis Proksimat Dan Kandungan Logam Berat (Cu Dan Pb) Daging Ikan Sapu-Sapu Di Danau Tempe Kabupaten Wajo”.
Salam serta shalawat kepada junjungan nabi besar kita Muhammad Saw, Nabi sebagai rahmatan lilalamin. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Supriatna dan Ibunda Kasmawati tercinta yang dengan penuh ketulusan dan kasih sayang selama ini telah membimbing serta senantiasa memberikan dukungan moral maupun dukungan moril kepada penulis yang tak ternilai harganya. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Andi Ridwan Makkulawu, ST., M.Si selaku dosen Pembimbing I yang telah meluangkan tenaga, waktu, fikiran dan ilmunya melalui dunia virtual ibu memberikan arahan, bimbingan, saran, doa dan motivasi yang luar biasa kepada penulis serta terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada ibu Dr. Sriwati Malle, S.T.P., M.Kes selaku Pembimbing II atas bimbingan, saran dan arahannya dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih yang mendalam kepada ibu Dr. Ir. Udayana Tartar, M.Si dan ibu A. Ita Juwita, .S.Si., M.Si selaku penguji atas segala kritik dan saran yang membangun serta ilmu dan motivasinya kepada Melalui kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr.Ir.Darmawan, MP selaku direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
2. Bapak Dr. Andi Ridwan Makkulawu, ST., M.Si. selaku ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
3. Ibu Dr. Ir. Sitti Nurmiah, M.Si selaku ketua Program Studi Agroindustri sekaligus selaku penasehat akademik.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Agroindustri yang telah membimbing dan memotivasi serta memberikan ilmu selama penulis menjalani studi
v
dan Staf Akademik Program Studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
5. Saudara-saudari penulis serta segenap keluarga tercinta dan sahabat- sahabat penulis yang memberikan semangat untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Prodi Agroindustri angkatan XXIX atas pengalaman yang berharga, cerita suka duka, kebersamaan, kerjasama dan dukungan selama penulis melaksanakan pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karenanya saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wabillahi taufik walhidayah Assalamu’ alaikum Wr. Wb
Pangkep, 15 Agustus 2020
Fitrania Nabilia Milandhani Supriatna
vi
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
ABSTRAK ... xi
ABSTRACT ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Peneitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Sapu-sapu (Lyposarcus pardalis) ... 5
2.2 Logam ... 7
2.2.1 Pengertian logam berat ... 7
2.2.2 Tembaga ... 8
2.2.3 Timbal ... 11
2.3 Protein ... 14
2.3.1 Fungsi protein ... 15
2.3.2 Sumber protein ... 15
2.4 Kadar air ... 16
vii 2.5 Lemak ... 17
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 19
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 19
3.4 Metode Pengambilan Sampel ... 20
3.5 Prosedur Pengukuran ... 20
3.5.1 Analisis Proksimat ... 20
3.5.2 Analisis Logam Berat ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan proksimat dan logam berat daging ikan sapu-sapu ... 28
4.2 Kandungan Proksimat ... 28
4.3 Kandungan Logam Berat ... 31
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 4.1. Kandungan proksimat dan logam berat ikan sapu-sapu ... 28
ix
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Pterygoplichthys pardalis asal Danau Tempe Kabupaten Wajo ... 5
Gambar 2. Bentuk mulut pengisap ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) ... 7
Gambar 4.2. Grafik kandungan proksimat ikan sapu-sapu ... 29
Gambar 4.3. Grafik kandungan logam berat ikan sapu-sapu ... 31
x
ABSTRAK
Fitrania Nabilia Milandhani Supriatna, 1622060266. Analisis Proksimat dan Kandungan Logam Berat (Cu dan Pb) Daging Ikan Sapu-sapu Di Danau Tempe Kabupaten Wajo. Dibimbing oleh Andi Ridwan Makkulawu dan Sriwati Malle.
Danau Tempe telah dikenal merupakan penghasil ikan air tawar terbesar di dunia, karena dasar danau ini menyimpan banyak sumber makanan ikan yang melimpah. Salah satu ikan air tawar yang terdapat di Danau Tempe yaitu Ikan Sapu-sapu. Ikan ini juga dikenal dengan sebutan janitor fish atau ikan pembersih karena memakan alga yang berada di dasar perairan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proksimat dan kandungan logam berat (Cu dan Pb) daging ikan sapu-sapu di danau tempe. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu, pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam tembaga (Cu) pada daging ikan sapu-sapu tidak terdeteksi sedangkan kandungan logam timbal (Pb) pada daging ikan sapu- sebesar 0.0047. Hal ini berarti daging ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) yang berasal dari Danau Tempe Kabupaten Wajo layak dikonsumsi karena tidak terdeteksi mengandung logam tembaga (Cu) dan logam timbal (Pb) tidak melebihi kadar maksimum yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil analisis proksimat didapatkan hasil kadar air 81,31%, kadar protein 6,88%, dan kadar lemak 3,12%. Sehingga disimpulkan bahwa kandungan protein yang terdapat pada ikan sapu-sapu yaitu sebesar 6,88%, maka ikan sapu- sapu ini dapat dijadikan sebagai bahan utama dalam pembuatan pakan maupun bahan campuran dalam pakan komersil.
Kata kunci: Ikan sapu-sapu, logam berat (Cu dan Pb), analisis proksimat.
xi
ABSTRACT
Fitrania Nabilia Milandhani Supriatna, 1622060266. Proximate Analysis and Heavy Metal Content (Cu and Pb) of Janitor Fish Meat in Tempe Lake, Wajo Regency. Supervised by Andi Ridwan Makkulawu and Sriwati Malle.
Tempe Lake is known to be the largest freshwater fish producer in the world, because the bottom of this lake holds many abundant sources of fish food.
One of the freshwater fish found in Tempe Lake is the Janitor fish. This fish is also known as the janitor fish or cleaning fish because it feeds on algae in the bottom of the water.
The purpose of this study was to analyze the proximate and heavy metal content (Cu and Pb) of janitor fish meat in the tempe lake. The research design used is descriptive quantitative. The method used in this research is purposive sampling method, namely, purposive sampling in accordance with the required sample requirements.
Based on the results of the analysis carried out, it was found that the copper content (Cu) in janitor fish meat was not detected while the metal content of lead (Pb) in janitor fish meat was 0.0047. This means that the janitor fish (Pterygoplichthys pardalis) meat from Lake Tempe, Wajo Regency is suitable for consumption because it is not detected that copper (Cu) and lead (Pb) metal do not exceed the maximum levels that have been determined. Based on the results of the proximate analysis, the results obtained water content of 81.31%, protein content of 6.88%, and fat content of 3.12%. So it can be concluded that the protein content found in janitor fish is 6.88%, so this janitor fish can be used as the main ingredient in the manufacture of feed and as a mixture of ingredients in commercial feed.
Keywords: Janitor fish, heavy metal (Cu and Pb), proximateanalysis.
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau besar di Indonesia yang memiliki kekayaan biota yang tinggi. Pulau ini termasuk dalam kawasan Wallacea bersama-sama dengan Philipina dan Nusa Tenggara yang merupakan daerah peralihan antara zoogeografi Oriental dan Australia (Whitten et al., 1987). Ada tiga tipe danau di Sulawesi, yaitu tipe danau vulkanik (Danau Tondano, Danau Mooat), tipe danau tektonik (Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Poso) dan tipe danau rawa banjiran (Danau Tempe, Danau Sidenreng). Danau Tempe dengan tipe danau rawa banjiran, terletak di Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Luas sekitar 13.000 ha dengan kedalaman maksimum 5,5 meter dan dapat mencapai lebih dari 30.000 ha saat banjir besar dan pada musim kemarau luas genangannya hanya ± 1.000 ha dengan kedalamam maksimum 1 meter. Perbedaan tinggi permukaan air pada waktu musim hujan dan musim kemarau ± 4 meter. Pada musim kemarau daerah yang tidak digenangi air merupakan hamparan lahan yang subur yang digunakan sebagai lahan pertanian palawija, sedangkan areal yang digenangi air diperkirakan
± 45% permukaannya tertutupi oleh tumbuhan air, selebihnya merupakan areal penangkapan ikan dan alur pelayaran.
Danau Tempe telah dikenal merupakan penghasil ikan air tawar terbesar di dunia, karena dasar danau ini menyimpan banyak sumber makanan ikan yang melimpah. Salah satu ikan air tawar yang terdapat di Danau Tempe yaitu Ikan Sapu – Sapu. Seiring perkembangan zaman danau ini menjadi tidak terawat dan
2
semakin dangkal. Hal tersebut disebabkan karena danau tempe telah mengalami kerusakan, akibat pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Berdasarkan kenyataan yang ada sekarang di Danau Tempe, semua pihak menyatakan bahwa kondisi danau sudah mengalami degradasi lingkungan yang sangat parah akibat sedimentasi dan pencemaran.
Ikan sapu-sapu yang ada di Indonesia merupakan hasil introduksi dari Brazil (Rueda-Jasso & Mendoza, 2013). Ikan ini juga dikenal dengan sebutan janitor fish atau ikan pembersih karena memakan alga yang berada di dasar perairan. Penyebaran ikan sapu-sapu dimulai dari Amerika Latin kemudian ke berbagai negara tropis seperti Indonesia, Malaysia, Filipina (Jumawan, et al 2016). Ikan ini mudah beradaptasi dengan perairan yang tercemar (Tisasari, Efizon & Pulungan, 2016). Dengan kandungan oksigen terlarutnya rendah dan pertumbuhannya yang relatif cepat tanpa membutuhkan pemeliharaan intensif seperti jenis ikan lainnya. Ikan ini bersifat invasif yang dapat berkompetisi dengan ikan jenis native species (Wu, et al, 2011).
Hingga saat ini belum ada penelitian yang menganalisis kandungan logam tembaga (Cu) dan logam timbal (Pb) beserta kandungan proksimat pada daging ikan sapu-sapu yang berasal dari Danau Tempe. Kurangnya pemanfaatan dan data tentang ikan sapu-sapu asal Danau Tempe menjadikan potensi ikan sapu-sapu belum banyak terungkap. Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi dalam penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan daging ikan sapu-sapu yang berasal dari Danau Tempe Kabupaten Wajo.
3
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kandungan logam tembaga (Cu) dan kandungan logam timbal (Pb) pada daging ikan sapu-sapu yang ada di Danau Tempe ? 2. Bagaimanakah kandungan proksimat pada daging ikan sapu-sapu di Danau
Tempe?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kandungan proksimat pada daging ikan sapu-sapu di Danau Tempe.
2. Menganalisis kandungan logam tembaga (Cu) dan kandungan logam timbal (Pb) pada daging ikan sapu-sapu di Danau Tempe.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai kandungan proksimat serta logam tembaga (Cu) dan kandungan logam timbal (Pb) pada daging ikan sapu- sapu di Danau Tempe Kabupaten Wajo.
2. Sebagai bahan rujukan tentang kandungan proksimat serta logam tembaga (Cu) dan kandungan logam timbal (Pb) pada daging ikan sapu-sapu di Danau Tempe Kabupaten Wajo untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Sapu – Sapu (Lyposarcus pardalis)
Ikan sapu-sapu bukan merupakan jenis ikan asli indonesia, melainkan di introduksi dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Rendahnya persepsi masyarakat terhadap ikan sapu-sapu. Secara sepintas ikan sapu-sapu terlihat kurang menarik karena penampilannya yang menyeramkan. Dalam ukuran besar 30 cm ikan tersebut mempunyai kepala, kulit sisik yang sangat keras dan sulit untuk ditangani (Nurilmala dkk., 2007).
Sistem klasifikasi dari ikan sapu-sapu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Famili : Loricariidae Genus : Liposarcus
Spesies : Liposarcus pardalis
Ikan-ikan anggota dari famili Loricariidae (lebih dari 700 spesies) merupakan yang terbanyak jumlahnya diantara famili lain dalam ordo Siluriformes. Salah satu ikan yang termasuk ke dalam famili Loricariidae adalah Pterygoplichthys pardalis (Hossain, et al, 2018). Banyak nama lain dari Pterygoplichthys pardalis, antara lain Hypostomus pardalis, Liposarcus pardalis, Liposarcus varius, Liposarcus jeanesianus (Rao & Sunchu, 2017).
4
5
Gambar 1. Pterygoplichthys pardalis asal Danau Tempe Kabupaten Wajo.
Ikan sapu-sapu yang ada di Indonesia merupakan hasil introduksi dari Brazil (Rueda-Jasso & Mendoza, 2013). Ikan sapu-sapu dikenal dengan sebutan janitor fish atau ikan pembersih karena memakan alga yang berada di dasar perairan. Penyebaran ikan sapu-sapu ini dimulai dari Amerika Latin kemudian ke berbagai negara tropis seperti Indonesia, Malaysia, Filipina melalui kolektor ikan hias yang minat dengan ikan ini (Jumawan, et al 2016). Pada masa awal diperkenalkan ikan sapu-sapu banyak yang menjadikan ikan ini sebagai ikan peliharaan di akuarium, namun ikan ini dapat tumbuh dengan cepat dan memakan apa saja. Hal ini yang menjadikan ikan tersebut kemudian dibuang ke sungai oleh kolektor atau pemilik akuarium dan menjadi invasif di alam (Wu, et al, 2011). Di sungai, ikan sapu-sapu mendiami perairan dangkal memiliki arus lambat, dasar perairan yang landai atau berbatu (Hossain, et al, 2018). Ikan sapu-sapu telah mendominasi di perairan Danau Tempe. Sebanyak 70% hasil tangkapan nelayan di Danau Tempe adalah ikan sapu-sapu (Desy, 2020).
Ikan sapu-sapu memiliki 2 organ pernafasan yaitu insang dan labirin. Hal ini yang menjadikan ikan sapu-sapu mampu hidup di perairan yang kondisinya buruk, bahkan ikan ini bisa menjadi ikan dominan di perairan tersebut. Organ utama insang digunakan saat bernafas di air yang jernih, labirin digunakan oleh
6
biota yang hidup di lumpur atau air yang keruh. Labirin atau hypoxia ini diketahui juga berfungsi sebagai alat pernafasan bagi ikan yang memungkinkan ikan untuk bertahan hidup di daratan selama hampir 30 jam (Hariandati, 2015).
Ikan sapu-sapu memiliki tubuh yang dorso-ventral. Badannya tertutup oleh sisik-sisik keras kecuali pada bagian ventral yang tidak tertutup sisik. Sisik-sisik keras menjadikan predator sulit untuk memakan ikan ini. Sirip punggungnya tinggi, berjumlah 9 atau lebih dengan tulang yang kuat dan mencuat (Hossain, et al, 2018). Ikan Sapu-sapu dapat hidup secara optimal di perairan tropis dengan kisaran pH 7-7,5 dan suhu antara 23-28ºC. Disebut juga dengan suckermouth fish karena memiliki mulut penghisap yang menghadap ke bawah. Jenis mulut ini memungkinkan ikan menempel pada permukaan yang halus (Aksari, 2016).
Ikan sapu-sapu memiliki lambung semu (Tisasari, Efizon, & Pulungan, 2016), yang berarti makanan lebih banyak dicerna di ususnya yang mencapai 6 kali dari panjang tubuhnya (Cardoso, et al, 2017). Ikan ini memiliki corak bintik- bintik di sepanjang tubuhnya yang dapat dijadikan pembeda antar spesies (Wu et al., 2011). Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) memiliki corak tubuh berupa titik-titik (spots) sedangkan anggota spesies lain yang umum ditemukan di perairan Asia, Pterygoplichthys disjunctivus memiliki corak tubuh melengkung (vermiculated) (Rao & Sunchu, 2017).
7
Gambar 2. Bentuk mulut pengisap ikan sapu-sapu(Pterygoplichthys pardalis)
Ikan sapu-sapu hidup di habitat yang sama dengan native species dan menjadi invasif. Ikan ini diketahui juga memakan biota lain seperti udang dan menjadi ancaman bagi perikanan. Kurangnya predator efektif bagi ikan ini memungkinkan ikan sapu-sapu untuk mendominasi suatu perairan. (Chaichana &
Jongphadungkiet, 2012) menyatakan bahwa di Thailand satu-satunya cara untuk mengurangi kelimpahan ikan sapu- sapu di perairan adalah dengan mengonsumsi ikan tersebut yang ditangkap oleh nelayan di sungai-sungai Thailand. Di Indonesia, sejumlah masyarakat mengolah ikan sapu-sapu sebagai bahan baku pembuatan berbagai jenis panganan seperti otak-otak, kerupuk dan somai.
2.2. Logam
2.2.1. Pengertian logam berat
Ikan merupakan salah satu biota air yang dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran yang terjadi di perairan. Jika didalam tubuh ikan telah terkandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah ditentukan dapat sebagai indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan.
8
Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5 gr untuk setiap cm3
-nya. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum yang di konsumsi ataupun melalui rantai makanan akuatik (Rajeshkumar, 2018). Terdapat berbegai jenis logam yang bersifat esensial tapi dapat menjadi toksik (racun) apabila digunakan berlebihan, misalnya besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn) yang merupakan logam yang terikat sistem berat lainnya bersifat non-esensial dan bersifat toksik dalam jumlah yang lebih sedikit misalnya arsen (Ar), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) (Palar, 2012).
Logam-logam berat yang ada di perairan mengalami pengendapan dan dapat masuk ke dalam sedimen dengan cara adsorpsi. Adanya logam berat yang terendapkan dalam sedimen akan memberikan dampak negatif bagi organisme yang hidup di dasar sungai seperti kerang-kerangan dan udang. Logam tersebut akan diakumulasi dan akan tertimbun di dalam jaringan tubuh organisme perairan sehingga akan menggangu proses metabolisme dari organisme tersebut (Palar, 1994).
2.2.2. Tembaga
Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang diproduksi secara alami dan banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai sektor industri. Unsur Cu bisa ditemukan pada berbagai jenis makanan, air, dan udara sehingga manusia bisa terpapar Cu melalui jalur makanan, minuman, dan saat bernafas (Widowati, Sastiono, & Jusuf R, 2008).
Unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat
9
dalam bentuk mineral. Selain itu, unsur tembaga (Cu) juga terdapat dalam makanan. Dalam badan perairan laut, unsur tembaga dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti CuCO₃, CuOH⁺. Tembaga di alam memiliki tingkat oksidasi/valensi +1 dan valensi +2. Tembaga dengan bilangan oksidasi/valensi +2 merupakan tembaga yang sering ditemukan, sedangkan tembaga dengan bilangan oksidasi/valensi +1 jarang ditemukan karena senyawa tembaga ini hanya stabil jika dalam bentuk senyawa kompleks. Selain dua keadaan oksidasi tersebut, dikenal pula tembaga dengan bilangan oksidasi/valensi +3, tetapi jarang digunakan, misalnya K₃CuF6 (Sukandarrumidi, Maulana, &
Rakhman, 2018).
Kebutuhan manusia terhadap tembaga cukup tinggi. Konsumsi tembaga yang baik bagi manusia adalah 2,5 mg/kg berat tubuh/hari bagi orang dewasa dan 0,05 mg/kg berat tubuh/hari untuk anak dan bayi (Palar, 2012). Berdasarkan Peraturan Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan (POM) No.
03725/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam daging, batas cemaran logam Cu pada daging ikan yaitu sebesar 2,0 mg/kg.
Pada manusia, Cu dikelompokkan ke dalam metalloenzim dalam sistem metabolismenya. Cu juga dibutuhkan manusia sebagai kompleks Cu-protein yang mempunyai fungsi tertentu dalam pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin otak. Di samping itu, Cu juga terlibat dalam proses pembentukan energi untuk metabolisme serta dalam aktivitas tirosin. Namun demikian, meski sangat dibutuhkan, Logam Cu akan berbalik menjadi bahan racun untuk manusia bila masuk dalam jumlah berlebihan. Garam-garam khlorida dan sulfat dalam bentuk terhidrasi yang sebelumnya diduga mempunyai daya
10
racun paling tinggi, ternyata memiliki daya racun yang lebih rendah dari debu- debu Cu. Daya racun yang dimiliki oleh garam khlorida terhidrasi (CuCl₂.2H₂O) akan mengakibatkan kematian pada dosis 9,4 mg/kg (Palar, 2012). Manusia biasanya terpapar Cu melalui tanah, debu, makanan, serta minuman yang tercemar Cu yang berasal dari pipa bocor pada penambangan Cu dan industri yang menghasilkan limbah Cu. Kira-kira 75-99% total intake Cu berasal dari makanan dan minuman. Setiap hari, manusia bisa terpapar Cu yang antara lain berasal dari peralatan dapur atau koin.
Keracunan kronis logam tembaga (Cu) pada manusia dapat menimbulkan kerusakan otak, demielinasi, penurunan fungsi ginjal hingga pengendapan Cu dalam kornea mata. Sedangkan keracunan akut Cu berupa abdomen, muntah, feses dan muntahan berwarna hijau-kebiruan, shock berat, suhu tubuh turun secara drastis, denyut jantung meningkat (Widowati, Sastiono, & Jusuf R, 2008).
Hasil pengukuran kadar logam tembaga (Cu) dengan menggunakan eceng gondok dalam menurunkan kadar logam tembaga pada perairan Danau Tempe Kabupaten Wajo yaitu penurunan kadar logam tembaga (Cu) yang sangat cepat terjadi pada perlakuan 6 rumpun eceng gondok dimana pada hari ke-7 kadar logam tembaga (Cu) turun menjadi 0.020 mg/l atau turun 54% dari konsentrasi awal yaitu 0.043 mg/l. Kemudian penurunan semakin jelas terlihat pada hari ke-14 dimana kadar logam tembaga (Cu) turun menjadi 0.013 mg/l atau mengalami penurunan 70% dari kadar awal. Palar (1994) menyatakan bahwa logam tembaga yang terakumulasi dalam tubuh eceng gondok baru akan mengakibatkan kematian apabila dosisnya melebihi 3.5 mg/l.
11
2.2.3. Timbal
Timbal adalah suatu unsur kimia dalam table periodik yang memiliki lambang Pb dan nomor atom 82. Lambangnya diambil dalam bahasa latin Plumbum. Logam Pb diklasifikasikan oleh U.S. Environmental Protection Agency sebagai senyawa yang sangat beracun atau bersifat karsinogen bagi manusia karena senyawa Pb bukan senyawa yang dibutuhkan oleh organisme dan sistem biologis organisme. Cemaran logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur pernapasan dan oral (Ghasemidehkordi et al., 2018). Timbal merupakan padatan logam putih abu-abu keperakan-putih yang lembut dengan titik leleh 327,43°C dan titik didih 1740°C. Warna pada logam timbal dapat memudar ketika terkena paparan udara. Timbal sangat lunak dan mudah ditempa, mudah dicairkan, dicetak, digulung dan diekstrusi (NPI AU, 2018).
Logam berat Pb apabila terakumulasi pada biota-biota laut termasuk ikan dapat menimbulkan masalah bagi keamanan pangan. Hal ini disebabkan ikan merupakan sumber makanan yang banyak dikonsumsi manusia. Apabila ikan telah tercemar Pb, maka dapat menjadi sumber kontaminan dan berakumulasi pada tubuh manusia. Menurut Soemirat (2003) yang disitasi oleh Rahayu (2016) adanya fenomena biomagnifikasi, berdampak pada manusia. Hal ini berkaitan dengan jejaringan makanan dimana manusia pemegang posisi puncak pada hampir semua rantai makanan dalam ekosistem. Sehingga manusia menanggung risiko biomagnifikasi paling tinggi apabila dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya.
Organisme yang terpapar logam berat Pb dengan konsentrasi rendah biasanya tidak mengalami kematian, tetapi akan mengalami pengaruh subletal, yaitu pengaruh yang terjadi pada organisme tanpa mengakibatkan kematian pada
12
organisme tersebut. Pengaruh subletal ini dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu menghambat (misalnya pertumbuhan dan perkembangan, serta reproduksi), menyebabkan terjadinya perubahan morfologi, dan merubah tingkah laku organisme (Bryan (1976) yan g disitasi oleh Musriadi, 2014).
Logam timbal yang terdapat pada perairan akan masuk secara langsung ke dalam tubuh ikan melalui insang. Hal ini dikarenakan insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam (Purnomo, dkk., 2007). Ion Pb2+ dapat berikatan dengan eritrosit dan dapat ditransfer melalui darah menuju ke jaringan lunak, termasuk ginjal, hati, otak, otot, jantung, dan limpa (Meyer et al., 2008).
Gangguan pada homeostasis Ca2+ dan kelainan neurologis diakibatkan karena adanya paparan kronis ikan terhadap cemaran Pb2 (Mager, et al., 2008).
Sumber utama paparan manusia terhadap logam Pb dapat berasal dari uptake Pb oleh makanan yang dikonsumsi (EFSA, 2012). Keracunan yang disebabkan oleh keberadaan logam Pb dalam tubuh mempengaruhi banyak jaringan dan organ tubuh. Organ-organ tubuh yang banyak menjadi sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb adalah sistem syaraf, sistem ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung. Setiap bagian yang diserang oleh oleh racun Pb akan memperlihatkan efek yang berbeda-beda (Palar, 2008).
Berdasarkan SNI 01-2729.1-2006 batas maksimal kandungan timbal pada ikan adalah 0,4 mg/kg. Merujuk dari ATSDR (2007) rata-rata ditemukannya Pb di dalam tubuh orang dewasa sebanyak 94% dan pada anak-anak 73% terdapat di tulang. L ogam Pb yang terserap oleh ikan akan menyebar ke jaringan otot (daging) yang dapat berikatan dengan senyawa metallothionein (MTN) di dalam
13
tubuh ikan yang bersifat permanen di dalam sel, tidak dapat diregulasi dan tidak dapat di eksresikan sehingga bersifat bioakumalasi (Sukiya, 2004).
Menurut beberapa literatur, bioakumulasi logam oleh ikan dan pendistribusi logam ke organ selanjutnya sangat spesifik. Selain itu, banyak faktor dapat memengaruhi penyerapan logam seperti jenis kelamin, usia, ukuran, siklus reproduksi, pola berenang, perilaku makan, dan lingkungan hidup (misalnya, lokasi geografis). Oleh karena itu, ikan dianggap sebagai salah satu indikator terbaik kontaminasi logam berat di perairan (Sivakumar et al.,2018).
Hasil pengukuran kadar logam timbal (Pb) dengan menggunakan eceng gondok dalam menurunkan kadar logam timbal pada perairan Danau Tempe Kabupaten Wajo yaitu Konsentrasi logam timbal (Pb) dalam media berkurang dari konsentrasi awal 1 ppm menjadi 0.67 ppm. Hal ini berdasarkan uji degradasi logam timbal (Pb) yang bersumber dari Danau Tempe Kabupatem Wajo oleh bakteri (Pseudomonas aeruginosa). Pada waktu 48 jam, konsentrasi logam Pb dalam media menjadi 0.45 ppm. Hasil pengukuran kadar logam timbal (Pb) pada Danau Tempe jauh berbeda dengan hasil pengukuran kadar logam timbal (Pb) pada Perairan PPN Prigi antara 0,060 ± 0,013 mg/l sampai dengan 0,211 ± 0,0135 mg/l melebihi ambang batas maksimum dari Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 yang telah di ralat pada Nomor 179 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, dimana baku mutu air laut untuk kandungan Pb pada perairan pelabuhan adalah sebesar 0,05 mg/l. Tingginya kadar Pb pada Perairan PPN Prigi disebabkan karena peningkatan jumlah industri yang diikuti dengan pertambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas.
14
2.3. Protein
Protein adalah sumber asam amino yang terdiri dari unsur karbon, oksigen, hidrogen dan nirogen yang berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pegatur proses metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat (Ida, 2016).
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuan-satuan dasar kimia. Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan karbohidrat dan lemak yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), akan tetapi ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Dalam molekul protein, asam-asam amino ini saling berhubung-hubungan dengan suatu ikatan yang disebut ikatan peptida (CONH). Satu 4 molekul protein dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat mencapai jumlah ratusan asam amino (Budianto, 2009).
Kandungan energi protein rata-rata 4 kkal/gram atau setara dengan kandungan energi karbohidrat (Sudarmadji, 1989). sebagai penyusun biomolekul sperti nukleoprotein (terkandung dalam inti sel, tepatnya kromosom), enzim, hormon, antibodi dan kontraksi otot. Pembentuk sel-sel baru, pengganti sel-sel pada jaringan yang rusak serta sebagai sumber energi (Sumantri, 2013).
Protein merupakan komponen penting dari makanan manusia yang dibutuhkan untuk penggantian jaringan, pasikan energi, dan makromolekul
15
serbaguna disistem kehidupan yang mempunyai fungsi penting dalam semua proses biologi seperti sebagai katalis, transportasi, berbagai molekul lain seperti oksigen, sebagai kekebalan tubuh, dan menghantarkan impuls saraf (Fredrick. Et al., 2013). Kekurangan protein penyebab retardasi pertumbuhan, pengecilan otot, edema, dan penumpukan cairan dalam tubuh anak-anak (Bashir, 2015).
2.3.1. Fungsi Protein
Fungsi protein dalam tubuh adalah sebagai berikut:
a. Sebagai enzim berperan terhadap perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologis.
b. Alat pengangkut dan alat penyimpanan banyak molekul dengan BM kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu.
c. Pengatur pergerakan protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran.
d. Penunjang mekanis kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein yang berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut.
e. Pertahanan tubuh pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk kedalam tubuh seperti virus, bakteri, dan selsel asing lain.
2.3.2. Sumber Protein
Protein dapat diperoleh baik dari sumber hewani maupun nabati. Pada umumnya, makanan asal hewani mengandung lebih banyak protein dibandingkan dengan makanan asal nabati, walaupun beberapa sayuran seperti kedelai
16
mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein sayuran umumnya mempunyai nilai biologik (biological value = BV) lebih rendah dibandingkan protein hewani. Tetapi, dalam susunan makanan campuran, hal tersebut tidak terlalu serius lagi, dan pada umumnya, protein nabati lebih menguntungkan karena lebih murah dibandingkan dengan protein hewani. Protein nabati yang mempunyai BV tinggi telah digunakan selama beberapa tahun dan dengan demikian tidak biasa lagi dibedakan antara “protein kelas satu” asal hewani dan
“protein kelas dua” asal nabati (Sumantri, 2013).
2.4. Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar air setiap bahan berbeda tergantung pada kelembaban suatu bahan. Semakin lembab tekstur suatu bahan, maka akan semakin tinggi persentase kadar air yang terkandung di dalamnya (Winarno, 2004).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan
17
baik, misalnya bakteri aw = 0,90, khamir aw = 0,80 - 0,90, kapang aw = 0,60 – 0,70 (Winarno, 2004).
2.5. Lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energy paling tinggi yang menghasilkan 99 kkal untuk tiap gramnya, yaitu 2,5 kalu energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier, 2000 dalam Gifari, 2011).
Dalam tubuh, lemak diperlukan untuk sintesa membran, modifikasi protein dan karbohidrat, pembangunan beragam elemen struktur dalam sel dan jaringan, menghasilkan senyawa penanda dan bahan bakar, melarutkan berbagai macam bagian seluler serta ekstraseluler yang sulit larut dan nonpolar (Tuminah, 2010).
Berdasarkan lokasi distribusinya lemak atau lipida dalam daging antara lain terdiri atas lemak intermuskular, lemak intra muscular, lemak dalam jaringan lemak (adipose), lemak didalam jaringan syaraf dan lemak didalam darah. Adapun komponen-komponen penyusun lemak meliputi senyawa trigliserida, fosfolipida, kolesterol, dan vitamin yang larut dalam lemak. Fosfolipida merupakan golongan fosfogliserida yang berperan penting dalam sensasi cita rasa dan daya simpan daging atau produk daging. Kolesterol merupakan golongan sterol khusus dari produk hewani (Nurwantoro dan Mulyani, 2003).
Kadar lemak dalam darah yang berlebihan dapat membahayakan tubuh.
Lemak dapat menyebabkan artherosklerosis. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kadar lemak dalam darah, diantaranya gaya hidup tidak sehat, pola
18
makan tinggi lemak dan karbohidrat, serta kurangnya olahraga secara teratur berperan penting dalam terjadinya gangguan metabolisme lemak (Suwandi,D 2010).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu dengan pengambilan sampel serta mengumpulkan data dengan instrumen penelitian yang bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan proksimat dan kandungan logam berat pada ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kuantitatif. Selain itu, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer data yang dikumpulkan melalui teknik observasi langsung ke lapangan. Sedangkan data sekunder adalah data yang di dapat berasal dari referensi buku atau jurnal yang berkenaan atau berhubungan dengan penelitian.
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2020 sampai dengan bulan Agustus 2020. Bertempat di Laboratorium Kimia dan Nutrisi Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan Laboratorium Biokimia Universitas Hasanuddin.
3.3. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan sapu – sapu (Pterygoplichthys pardalis) yang berasal dari Danau Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi selatan. Bahan kimia yang digunakan diantaranya aquades, pelarut
19
20
heksana, NaOH, H3BO3, HCL, Na2CO3 1%, CuSO4 1%, AgNO3 1%, HgCl 1%, FeCl2 1%, (campuran metil merah 0,2%).
Adapun Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya oven, timbangan analitik, desikator, cawan, tablet kjedahl, labu kjedahl, erlenmeyer, ekstraksi soxhlet, kondensor, kertas saring, labu lemak, tabung reaksi, tanur, hot plate, wadah porselin. Untuk alat penyiangan terdiri dari baskom, pisau, talenan.
3.4. Metode Pengambilan Sampel
Dalam pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu, pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Ikan yang berhasil dijaring kemudian dipastikan mati dan daging ikan diambil dari badan ikan, dipisahkan dari tulangnya. Setelah itu, daging ikan dimasukkan ke dalam wadah, diberi label kemudian dimasukkan ke dalam cool box yang berisi es batu agar sampel tetap segar dan awet. Sampel di bawa ke Laboratorium Kimia dan Nutrisi Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan Laboratorium Biokimia Universitas Hasanuddin untuk dilakukan persiapan analisis proksimat dan analisis logam. Selanjutnya hasil sampel tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan di intrepretasikan.
3.5. Prosedur Pengukuran
3.5.1. Tahap Uji Proksimat
1. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Nutrisi Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Cara penentuan kadar protein dilakukan berdasarkan metode Kjeldahl. Prinsip analisis protein dengan metode Kjeldahl meliputi tiga
21
tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
(a) Tahap destruksi
• Sampel ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.
• Kemudian sebanyak setengah tablet Kjeldahl (selenium) dan 2 mL H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam tabung tersebut.
• Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan kedalam alat destruksi selama 1 jam pada suhu 400oC.
• Proses destruksi dilakukan sampai larutan berwarna hijau jernih.
(b) Tahap destilasi
• Menyiapkan asam borat sebanyak 15 mL di erlenmeyer
• Cuci alat destilasi dengan aquades kemudian panaskan alat destilasi
• Erlenmeyer destilasi diletakan dikompor
• Masukkan sampel kedalam alat destilasi kemudian tambahkan dengan 15 mL aquades
• Larutkan NaOH 50% sebanyak 10 mL ditambahkan dengan 10 mL aquades kemudian masukan kedalam alat destilasi dengan menggunakan corong setelah itu ditutup
• Dipanas hingga mendidih, kemudian erlenmeyer as. borat diletakan di penampung.
• Destilasi dilakukan sampai diperoleh larutan berwarna hijau.
(c) Tahap titrasi
• Hasil tampungan yang sudah hijau pada proses destilasi
• Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,02 N sampai warna
22
larutan dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.
Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:
% Nitrogen = 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) 𝑋 𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑁 𝑋 14,007 𝑋 𝑓𝑝
X 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% protein = % N x faktor konversi
2. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet
Penelitian ini dilakukan Laboratorium Kimia dan Nutrisi Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet.
• Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak.
• Kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet.
• Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak.
• Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 oC menggunakan pemanas listrik selama 16 jam.
• Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap.
• Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak,
• selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC,
23
• setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut:
% Kadar lemak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑔)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) X 100%
Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat lemak (sampel) 3. Analisis Kadar Air
Penelitian ini dilakukan Laboratorium Kimia dan Nutrisi Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven.
• Cawan yang akan digunakan dikeringkan dalam oven pada suhu 100- 105°C selama 30 menit atau sampai didapat berat tetap.
• Setelah itu didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang.
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram (B1) dalam cawan tersebut lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C sampai tercapai berat tetap (24 jam).
• Sampeldidinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang (B2).
Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut:
% Kadar air = 𝐵1−𝐵2 X 100%
𝐵
Keterangan: B = Berat sampel (gram)
B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan
24
3.5.2. Tahap Uji Logam Berat
1. Prosedur Destruksi Sampel
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Hasanuddin.
• Sampel daging ikan sapu-sapu diblender supaya homogen.
• Setelah homogen, sampel dimasukkan kedalam cawan petri dan ditimbang sebanyak 5 gram kedalam timbangan digital.
• Masukkan sampel kedalam gelas kimia dan dimasukkan kedalam lemari asam sambil menambahkan asam pekat HNO₃ 5 ml dan H₂SO₄ 5 ml.
• Setelah dibiarkan di lemari asam selama 24 jam, kemudian dipanaskan diatas mantel pemanas pada suhu sedang yaitu 60ºC selam 30 menit.
• Kemudian pemanasan dilanjutkan pada suhu tinggi yaitu 120℃-150℃
sampai terbentuk endapan hitam.
• Setelah dingin ditambahkan 10 ml asam nitrat 10% dan dikocok sampai endapan hitam larut.
• Kemudian ditambahkan H₂O₂ sebanyak 3 ml dan dikocok.
• Kemudian dipanaskan ± 15 menit.
• Larutan hasil destruksi setelah dingin disaring dengan kertas saring whatman No.42, dan dimasukkan kedalam labu takar 50 ml dan diencerkan sampai tanda batas.
• Setelah itu dimasukkan kedalam gelas kimia 200 ml, kemudian sampel siap untuk dianalisis logam berat Pb dan Cu dengan metode AAS.
25
2. Pembuatan Larutan Standar Pb
• Dilarutkan 1,59 gram Pb (NO₃)2 dengan aquades, kemudian masukkan kedalam labu takar 1000 ml lalu diencerkan hingga tanda batas.
• Kemudian dipipet 5 ml larutan induk Pb 1000 ppm kedalam labu takar 1000 ml, lalu diencerkan dengan aquades hingga tanda batas.
• Untuk membuat larutan standard kemudian dipipet 0,2, 0,6, 1, 1,4, dan 1,8 m larutan kerja Pb (NO₃)2 50 ppm kedalam labu takar 100 ml lau diencerkan sampai tanda batas sehingga mempunyai konsentrasi Pb 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, dan 9 ppm.
3. Pembuatan Larutan Standar Cu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Hasanuddin.
• Dilarutkan 3,92 gram CuSO⁴.5H₂O dengan aquades, kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml lalu diencerkan hingga tanda batas.
• Kemudian dipipet 5 ml larutan induk Pb 1000 ppm kedalam labu takar 100 ml, lalu diencerkan dengan aquades hingga tanda batas.
• Untuk membuat larutan standar kemudian dipipet 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, dan 1 ml larutan kerja CuSO⁴.5H₂O 50 ppm kedalam labu takar 100 ml lalu diencerkan sampai tanda batas sehingga mempunyai konsentrasi Cu Pb 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm.
4. Pengolahan Data
Teknik yang digunakan dalam analisis ini adalah metode kurva kalibrasi.
Kurva standard terdapat hubungan antara konsentrasi (C) dengan absorbansi (A)
26
maka nilai yang dapat diketahui adalah nilai slope dan intersep, kemudian nilai konsentrasi sampel diketahui dengan memasukkan kedalam persamaan regresi linear dengan menggunakan hokum lambert-beer yaitu:
Y = BX + A
Dimana Y =Menyatakan absorbansi sampel X = Konsentrasi Sampel
B = Koefisien regresi (menyatakan slope = kemiringan) A = Tetapan regresi (menyatakan intersep)
Sampel dalam penelitian ini adalah daging ikan sapu-sapu. Data yang didapat setelah dilakukan spektrofotometri serapan atom akan dimasukkan kedalam tabel yang telah disediakan untuk kemudian dianalisa.
Adapun format tabel data hasil pengujian Spektrofotometri Serapan Atom adalah sebagai berikut:
No. Sampel Absorbansi rata-rata (A)
1 Daging Ikan sapu-sapu
Setelah data pengujian didapat, maka kadar Pb dan Cu pada daging ikan sapu-sapu dapat diketahui berdasarkan perhitungan yang ada dan hasil perhitungan akan disajikan dalam tabel berikut:
27
No. Sampel
Kadar Sampel (mg/Kg)
Logam Pb Logam Cu
1 Daging ikan sapu-sapu
28