• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur- Unsur asuransi: (A.djajuli dan Yadi Janwari,2002: )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Unsur- Unsur asuransi: (A.djajuli dan Yadi Janwari,2002: )"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Asuransi

a. Pengertian asuransi

Istilah asuransi berasal dari Bahasa Inggris yaitu Insurance, dalam bahasa indonesia disebut dengan “pertanggungan”. Dalam bahasa belanda disebut dengan assurantie dan verkezering (pertanggungan). (Tutik Rastutik, 2011:1). Bersumber pada Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang “Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang tidak diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (selanjutnya disebut UU Perasuransian) ialah:

Asuransi merupakan perjanjian antara 2 pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar untuk penerima premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

1) membagikan penggantian kepada tertanggung ataupun pemegang polis sebab kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, ataupun tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang kemungkinan beserta tertanggung atau pemegang polis sebab terbentuknya suatu peristiwa yang tidak pasti.

2) Membagikan pembayaran yang disebabkan pada hidupnya tertanggung ataupun meninggalnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya sudah ditetapkan dan didasarkan pada hasil pengelolaan data.

Unsur- Unsur asuransi: (A.djajuli dan Yadi Janwari ,2002:119-120)

(2)

1) Perjanjian didasari oleh terjadinya perikatan dan hubungan keperdataan antara 2 pihak (tertanggung dan penanggung).

2) Premi berbentuk sejumlah uang yang mampu untuk dilunasi oleh tertanggung kepada penanggung.

3) Memiliki ganti kerugian oleh penanggung untuk tertanggung apabila adanya klaim ataupun waktu perjanjian telah usai.

4) Adanya suatu kejadian yang belum pasti terjadi, yang didasarkan untuk menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi.

b. Tujuan asuransi

Asuransi memiliki tujuan untuk memperalihkan risiko dari tertanggung kepada penanggung, risiko tersebut bisa terjadi dan bisa tidak terjadi. Jika risiko terjadi akan bisa menimbulkan kerugian materiil dan atau imatriil bagi tertanggung. Jika tidak terjadi risiko, maka penanggung tidak memiliki kewajiban kepada tertanggung untuk memberikan ganti rugi, namun jika terjadi risiko yang menimbulkan kerugian, maka muncul kewajiban penanggung untuk memberikan ganti rugi atau santunan yang besarnya telah ditentukan sebelumnya kepada tertanggung.

Pembayaran kerugian merupakan pembayaran ganti kerugian yang benar- benar diderita oleh tertanggung. Hal ini yang terjadi dalam asuransi kerugian.

Berbeda dengan asuransi jiwa, tanggung jawab penanggung kepada tertanggung adalah memberikan santunan sejumlah uang tertentu yang jumlahnya telah ditentukan sebelumnya berdasarkan kesepakatan antara penanggung dan tertanggung (Arief Suryono, 2020: 11-12).

c. Subyek asuransi

Dalam perjanjian asuransi subjek adalah penanggung dan tertanggung.

Penanggung (insure), yaitu pihak yang mengikatkan diri menerima pengalihan resiko dari tertanggung (Sentosa Sembiring, 2014: 20).

hak-hak penanggung ialah:

a) Menuntut tertanggung untuk membayar premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian;

(3)

b) Menanyakan keterangan yang benar serta lengkap kepada tertanggung yang memiliki kaitam pada obyek yang diasuransikan kepadanya;

c) Mempunyai premi serta kerugian ataupun kerusakan yang ditimbulkan karena kesalahan tertanggung sendiri tidak bisa dibebankan ke penanggung.(Pasal 276 KUHD);

d) Mempunyai premi yang telah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang didasarkan oleh perbuatan curang dari tertanggung (Pasal 282 KUHD); dan

e) Melakukan asuransi kembali kepada perusahaan reasuransi yang lain untuk tujuan memberikan resiko yang dihadapinya (Pasal 271 KUHD) (Man Suparman Sastrawidjaja, 2003: 22).

Kewajiban penanggung adalah:

Membagikan ganti rugi ataupun membagikan sejumlah uang kepada tertanggung jika peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali peristiwa yang tidak diharapkan yang terjamin kondisi polis maka penanggung dapat melaksanakan kewajibannya.

Hak-hak tertanggung adalah:

a) Mengharuskan untuk polis agar ditandatangani oleh penanggung (Pasal 259 KUHD);

b) Mengharuskan untuk polis secepatnya diberikan oleh penanggung (Pasal 260 KUHD);

c) Menuntut untuk ganti kerugian (Man Suparman Sastrawidjaja, 2003: 20).

kewajiban tertanggung ialah:

a) Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 KUHD);

b) Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung tentang obyek yang diasuransikan (Pasal 251 KUHD);

c) Menjaga agar peristiwa yang bisa menyebakan kerugian pada obyek yang diasuransikan tidak terjadi ataupun bisa dihindari, jika dibuktikan oleh penanggung, bahwa tertanggung tidak berusaha untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebu maka bisa dijadikan salah satu alasan untuk

(4)

penanggung menolak memberikan ganti rugi serta dapat menuntut ganti rugi kepada tertanggung (Pasal 283 KUHD);

d) Memberi informasi kepada penanggung suudah terjadi peristiwa yang menimpa obyek yang diasuransikan, serta usaha-usaha pencegahannya (Man Suparman Sastrawidjaja, 2003: 21).

d. Obyek asuransi

Bersumber pada Pasal 1 angka 25 UU Perasuransian, menyebutkan

“Objek asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, sertasemua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan/atau berkurang nilainya”.

e. Jenis-jenis asuransi

Asuransi bisa diklarifikasikan dari berbagai kriteria yang bisa ditinjau dari segi ketentuan undang-undang yang mengaturnya (Abdulkadir, 2006: 135).

1) Menurut sifat perikatannya a) Asuransi sukarela

Asuransi yang dilakukan tanpa paksaan serta sesuai dengan perjanjian sukarela antara penanggung dan tertanggung.

b) Asuransi wajib

Asuransi yang dintukan oleh undang- undang dan pemerinta untuk rakyatnya yang bersikap wajib.

2) Menurut jenis risiko

a) Personal lines (asuransi risiko perseorangan) berfokus dibidang perlindungan untuk seseorang, resiko pribadi dari adanya ancaman bahaya ataupun peristiwa yang belum.pasti.

b) Asuransi risiko usaha berfokus dibidang perlindungan terhadap usaha dari adanya ancaman bahaya ataupun peristiwa yang belum pasti berkaitan dengan adanya resiko usaha yang bisa saja terjadi.

3) Menurut jenis pengelolaannya a) Asuransi Sosial

asuransi yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun BUMN yang bertujuan memberikan suatu tingkat jaminan tertentu kepada

(5)

individu ataupun kelompok yang mampu serta tidak mampu untuk memfasilitasi jaminan. Bersumber pada UU SJSN menyatakan bahwa asuransi sosial ialah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran untuk memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang terjadi kepada peserta dan/atau anggota keluarganya.

b) Asuransi komersial

Pihak asuransi menawarkan paket asuransi kepada calon tertanggung dan calon tertanggung bebas untuk menentukan untuk menerima atau menolak. Kepesertaan pada asuransi komersial bersifat sukarela dan diselenggarakan oleh badan usaha swasta.

f. Ruang lingkup asuransi

Bersumber pada Pasal 2 UU Perasuransian tentang Perasuransian ruang lingkup usaha perasuransian dapat dibagi menjadi 3, yakni :

1) Usaha asuransi umum

Usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti (Pasal 1 Angka 5 UU Perasuransian).

2) Usaha asuransi jiwa

Usaha yang mengadakan jasa pencegahan resiko dengan cara melakukan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung , maupun pihak lain yang apabila tertanggung meninggal ataupun masih hidup atau pihak lain pada masa tertentu yang diatur didalam perjanjian yang besarnya sudah diatur pada hasil pengelolaan dana. (Pasal 1 Angka 6 UU Perasuransian)

3) Usaha reasuransi

Jasa untuk melakukan pertanggungan ulang terhadap resiko yang akan terjadi oleh perusahaan penjaminan, perusahaan asurasi, atau perusahaan reasuransi lainnya. (Pasal 1 Angka 7 UU Perasuransian).

g. Bentuk-bentuk Asuransi

(6)

Bentuk-bentu asuransi konvensional (Kuat Ismanto, 2009:38):

1) Asuransi timbal balik (Assurance Mutualle)

Perjanjian perkumpulan antara para peserta pertanggungan, pertanggungan dilaksanakan dikarenakan adanya kecelakaan yang terjadi kepada seseorang dari anggota mereka dan asuransi ini saling menjamin dan menanggung.

2) Asuransi ganti kerugian (Schade Verzekering)

Perjanjian yang didasarkan pada ganti kerugian oleh penanggung kepada tertanggung apabila mengalami kerugian. contoh : asuransi kebakaran.

3) Asuransi sejumlah uang (Sommen-Verzekering)

Perjanjian yang didasarkan ppada penanggung akan membayar individu yg menjadi tertanggung, jumlahnya akan ditetapkan terlebih dahulu, pembayaran klaim tidak ditentukan oleh kerugian tertentu.

4) Asuransi premi (Premie Verzekering)

perjanjian antara perusahaan asuransi di satu pihak sebagai penanggung dan peserta asuransi sebagai tertanggung dilain pihak. Namun demikian para peserta asuransi sebagai tertanggung sendiri-sendiri tidak ada hubungan hukum satu sama lain. Dalam asuransi premi, biasanya diakukan oleh suatu badan atau PT, yang telah menyediakan daftar premi yang harus dibayar oleh Tertanggung mengenai jenis pertanggungan yang ditutupnya. (C.S.T Kansil, 2002:182).

5) Asuransi wajib

salah satu pihak mengharuskan kepada pihak lain untuk mengadakan perjanjian. Biasanya yang mewajibkan adalah Pemerintah, tetapi tidak selalu pemerintah melakukan monopoli. pemerintah sebagai penanggung. Dalam mengambil kebijakan Pemerintah mewajibkan hal tersebut kepada rakyatnya. Kebijakan ini biasanya didasarkan atas pertimbangan melindungi golongan lemah dari bahaya yang akan menimpanya.(Ali Yafie, 1994:209). Dalam hal ini Pemerintah

(7)

menyelenggarakan program BPJS yang bertujuan untuk melindungi kesejahteraan rakyatnya dalam hal ketenagakerjaan maupun kesehatan.

h. Prinsip asuransi

1) Prinsip kepentingan (Insurable Interest)

Adanya hubungan antara penanggung dan tertanggung dengan obyek pertanggungan untuk memberikan hak yang sah untuk mempertanggungkan kerugian keuangan sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian atau kehancuran pada objek pertanggungan.

Tertanggung memiliki kepentingan keuangan yang legal pada objek yang dipertanggungkan.

Pada Pasal 250 KUHD menyatakan bahwa jika individu sudah mengadakan pertanggungan kepada dirinya sendiri, ataupun jika individu yang untuk dirinya sendiri sudah diadakan suatu pertanggungan, maka pada saat terjadinya pertanggunh tersebut tidak memiliki kepentingan terhadap barang yang dipertangggunhkan, sehingga penanngung tidak wajib untuk memberikan ganti kerugian.

2) Prinsip itikad baik

Berdasarkan Pasal 251 KUHD menyatakan, bahwa Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, hal ini menggambarkan adanya itikad buruk dari tertanggung serta mengakibatkan batalnya pertanggungan.

3) Prinsip ganti kerugian (Indemnity)

Prinsip indemnitas berlaku bagi asuransi kerugian, antara ganti rugi yang simbang dengan kerugian yang benar-benar diderita, artinya kerugian yang wajib diganti penanggung kepada tertanggung seimbang dengan risiko yang diperalihkan tertanggung kepada penanggung (Arief Suryono, 2020: 86). Berdasarkan Pasal 253 KUHD, “Kerugian/kerusakan yang diderita oleh tertanggung akan diganti oleh penanggung secara seimbang sesuai dengan kerugian riil yang diderita.” Tujuan dari adanya ganti

(8)

kerugian yaitu untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung atas obyek pertanggungan yang mengalami kerugian kepada posisi semula sesaat sebelum terjadinya kerugian (Chairul Huda, 2006: 62-70).

4) Prinsip subrogasi

Berdasarkan Pasal 284 KUHD Seorang penanggung yang sudah melunasi kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si penanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubungan dengan penerbitan kerugian tersebut, serta tertanggung itu ialah bertanggungjawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.

Pasal 284 KUHD menentukan bahwa subrogasi berlaku secara otomatis, tidak diperlukan adanya penyerahan hak oleh tertanggung kepada penanggung (Safri, 1996:185).

5) Prinsip reasuransi

Berdasarkan pada Pasal 271 KUHD dan Pasal 279 (3) KUHD menjelaskan bahwa Reasuransi adalah penanggung yang sudah menerima peralihan resiko (asuransi) dari tertanggung yang diberikan hak agar bisa mengasuransikan lagi kepada pihak perusahaan Reasuransi. Perusahaan Reasuransi adalah Perusahaan Reasuransi yang khusus hanya menjalankan pertanggungan ulang (Reasuransi) secara profesional dan tidak menerima tawaran permintaan pertanggungan dari tertanggung pertama (Purwosutjipto, 1996:89).

Reasuaransi adalah suatu persetujuan yang dilakukan oleh satu penanggung dengan penanggung lainnya yang disebut reasuradur dalam persetujuan, yang dimana pihak kedua dengan menerima premi asuransi yang telah ditetapkan terlebih dahulu, bersedia memberikan pergantian kepada pihak pertama atas penggantian yang pihak pertama wajib membayar kepada tertanggung dan yang menjadi akibat dari perjanjian pertanggungan yang diadakan anatara pihak pertama dengan tertanggung (Safri, 1996:174).

(9)

2. Tinjauan Umum Tentang BPJS Kesehatan.

a. Pengertian BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.

Berdasarkan UU SJSN, BPJS merupakan trasformasi dari penyelenggara jaminan sosial yang sudah berjalan serta membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial (Asih Eka P, 2014:7). Berdasarkan UU BPJS, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum publik yang secara khusus berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

b. Peserta BPJS Kesehatan.

Berdasarkan pada Pasal 1 angka 4 UU BPJS, menyatakan bahwa peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Menurut Pasal 4 Peraturan BPJS Kesehatan nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan jaminan kesehatan dibagi kedalam 2 kelompok peserta, yaitu:

1) Penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI):

Orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar iuran seperti fakir miskin dan orang tidak mampu maka untuk kepersertaannya akan dibayarkan oleh pemerintah, peserta PBI diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah.

2) Bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (non PBI), terdiri dari:

a) Pekerja Penerima yang Upah dan anggota keluarganya termasuk warga Negara asing yang bekerja diIndonesia paling siedikit 6 (enam) bulan.

b) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya:

c) Bukan pekerja dan anggota keluarganya:

Berdasaran pada Pasal 3 UU BPJS “BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan agar terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya”. Pada Pasal 2 BPJS,

(10)

disebutkan bahwa BPJS Kesehatan menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas:

1) asas kemanusiaan, merupakan asas yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia.

2) asas manfaat, merupakan asas yang bersifat oprasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif.

3) keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesi, merupakan asas yang bersifat adil.

c. Norma dalam UU BPJS Kesehatan, yaitu: (Asih Eka P, 2014:7-8).

1) BPJS Kesehatan dibentuk oleh UU BPJS;

2) BPJS Kesehatan berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.;

3) BPJS Kesehatan diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum;

4) BPJS Kesehatan memliki tugas untuk mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta;

5) BPJS Kesehatan memiliki wewenang untuk melaksanakan pengawasan serta pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja untuk memenuhi kewajiban sesuai pada ketentuan peraturan perundang- undangan jaminan sosial nasional;

6) BPJS Kesehatan bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional;

7) BPJS Kesehatan memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administratif kepada peserta ataupun pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;

d. Hak BPJS Kesehatan.

Berdasarkan pada Pasal 12 UU BPJS, hak BPJS Kesehatan yaitu;

1) Mendapatkan dana operasional guna menyelenggarakan program yang bersumber dari dana jaminan sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(11)

2) Memperoleh hasil monitoring serta evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari Dewan jaminan sosial nasional (DJSN) setiap 6 bulan.

e. Kewajiban BPJS Kesehatan.

(https://www.jamsosindonesia.com/bpjs/view/kewajiban-dan-hak_26) 1) Membagikan nomor identitas tunggal kepada peserta.

2) Meningkatkan aset dana jaminan sosial serta aset BPJS Kesehatan guna kepentingan kepentingan peserta.

3) Membagikan informasi melalui media massa cetak serta elektronik tentang kinerja, kondisi keuangan, dan kekayaan serta hasil pengembangannya 4) Membagikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN.

5) Membagikan informasi kepada peserta tentang hak serta kewajiban guna mematuhi peraturan yang berlaku.

6) Membagikan informasi kepada peserta tentang prosedur guna memperoleh hak serta pelaksaan kewajibannya.

7) Membagikan informasi peserta tentang saldo jaminan hari tua serta pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun.

8) Membagikan informasi kepada peserta tentang besar hak pensiun 1 kali dalam 1 tahun.

9) Membentuk cadangan tekhnis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum.

10) Melaksanakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan Sosial

11) Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

f. Fungsi BPJS Kesehatan

Berdasarkan pada Pasal 9 UU BPJS, BPJS Kesehatan berfungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan dilaksanakan dengan cara nasional menurut prinsip asuransi sosial serta prinsip ekuitas, yang bertujuan untuk menjamin agar peserta mendapatkan

(12)

manfaat pemeliharaan kesehatan serta perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

g. Tugas BPJS Kesehatan

Menurut Pasal 10 UU BPJS tugas BPJS Kesehatan:

1) Melaksanakan dan/atau menerima pendaftaran peserta;

2) Menarik serta menghimpun iuran dari peserta dan pemberi kerja;

3) Mendapat bantuan iuran dari Pemerintah;

4) Memperoses Dana Jaminan Sosial guna kepentingan peserta;

5) Menghimpun serta mengelola data peserta program jaminan sosial;

6) Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan

7) Membagikan informasi tentangi penyelenggaraan program jaminansosial kepada peserta serta masyarakat.

h. Wewenang BPJS Kesehatan

Berdasarkan pada Pasal 11 UU BPJS wewenang BPJS Kesehatan:

1) Menuntut pembayaran Iuran;

2) Mengelola Dana Jaminan Sosial guna investasi jangka pendek serta jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati- hatian, keamanan dana, serta hasil yang memadai;

3) Melaksanakan pengawasan serta pemeriksaan atas kepatuhan peserta serta pemberi kerja untuk mematuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;

4) Membentuk kesepakatan dengan fasilitas kesehatan tentang besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;

5) Membentuk ataupun memutus kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

6) Memberikan sanksi administratif kepada peserta ataupun pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;

7) Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang tentang ketidak patuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(13)

8) Melaksanakan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka untuk menyelenggrakan program jaminan sosial.

3. Tinjauan Umum Tentang Asas Keterbukaan.

a. Pengertian asas keterbukaan

Keterbukaan (transparency) merupakan keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai organisasi (BPJS Kesehatan, 2014:10).

Keterbukaan adalah prinsip untuk membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh akses informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan organisasi dengan memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara (Jubaidah, 2008: 57-58).

Keterbukaan adalah suatu keterbukaan secara sungguh-sungguh, menyeluruh, dan memberi tempat bagi partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam proses pengelolaan sumber daya publik. Keterbukaan adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai (Krina, 2003:13)

b. Prinsip dasar

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, organisasi harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Organisasi harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemangku kepentingan lainnya.(BPJS Kesehatan, 2014:10). Prinsip ini memiliki 2 aspek:

1) Komunikasi publik oleh pemerintah, dan

2) Hak masyarakat terhadap akses informasi.Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya.

Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.

(14)

Oleh karena itu, prinsip-prinsip transparasi paling tidak dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti:

1) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik;

2) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun prosesproses didalam sektor publik;

3) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani.

Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik,

Pada akhirnya akan membuat pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik. Keterbukaan akan menjamin semua tindakan yang dilakukan oleh institusi publik menjadi terang dan jelas sehingga dapat dikontrol jalannya oleh publik dan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan sedini mungkin jika terdapat kekeliruan (penyimpangan) sebelum terjadinya kegagalan secara menyeluruh.

Menurut BPPK dalam artikel pengembangan SDM:

(https://www.bppk.kemenkeu.o.id/publikasi/artikel/168-artikel-pengembangan- sdm/10175-transparansi-mewujudkan-good-governance)

prinsip keterbukaan tidak hanya berhubungan dengan dengan hal-hal yang menyangkut keuangan. Keterbukaan meliputi :

1) Keterbukaan dalam hal rapat-rapat. Para direksi mestilah terbuka dalam melaksanakan rapat-rapat yang penting bagi masyarakat. Keterbukaan dalam hal rapat ini memungkinkan para direksi serius memikirkan hal-hal yang dirapatkan, dan masyarakat dapat memberikan pendapatnya pula.

2) Keterbukaan Informasi

Keterbukaan informasi ini berhubungan dengan dokumen-dokumen yang perlu diketahui oleh masyarakat. Misalnya informasi mengenai pelelangan.

3) Keterbukaan Prosedur

(15)

Keterbukaan prosedur ini berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan maupun prosedur penyusunan rencana. Keterbukaan prosedur ini merupakan tindak keputusan yang bersifat publik.

4) Keterbukaan Register

Register merupakan kegiatan organisasi. Register berisi fakta hukum, Register seperti itu memiliki sifat terbuka artinya siapa saja berhak mengetahui fakta hukum dalam register tersebut. Keterbukaan register merupakan bentuk informasi organisasi.

5) Keterbukaan menerima peran serta masyarakat

Keterbukaan peran serta ini terjadi bila tersedia suatu kesempatan bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya terhadap pokok-pokok kebijakan pemerintah. Peran serta merupakan hak untuk memutus. Hal ini menjadi bentuk perlindungan preventif. Peran serta ini dapat berupa pengajuan keberatan terhadap rancangan keputusan atau rencana organisasi.

c. Pedoman pokok pelaksanaan (BPJS Kesehatan, 2014:10-11).

1) Organisasi harus menyediakan dan mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran dan strategi organisasi, kondisi keuangan, susunan dan komposisi Dewan Pengawas dan Direksi, tidak ada yang memiliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan Tata Kelola yang Baik serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi organisasi.

3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh organisasi tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan organisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

(16)

4) Kebijakan organisasi harus tertulis serta secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

5) Dewan Pengawas dan Direksi bertanggung jawab kepada organisasi untuk menjaga kerahasiaan informasi.

6) Keterbukaan. asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

B. Kerangka Berpikir 1. Bagian Kerangka Pemikiran

2. Penjelasan Kerangka Pemikiran

BPJS merupakan BUMN yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia yang diatur dalam UU BPJS Kesehatan. Dalam pelaksanaannya BPJS Kesehatan mengharuskan peserta bpjs untuk membayar iuran BPJS Kesehatan sesuai golongan yang dipilih kecuali bagi fakir miskin dan orang tidak mampu iuran akan ditanggung oleh pemerintah.

Karena dana yang digunakan pelaksanaan BPJS Kesehatan adalah iuran dari para peserta maka BPJS harus menerapkan asas keterbukaan karena

Jaminan kesehatan

Urgensi asas keterbukaan dalam pelayanan jaminan kesehatan BPJS

Kesehatan Implementasi asas keterbukaan dalam

pelayanan peserta jaminan kesehatan BPJS Kesehatan

Asas keterbukaan

Asuransi sosial

(17)

asas keterbukan adalah asas yang melayani masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak deskriminatif dalam penyelenggarannya.

Dengan demikian, penulis ingin mengatahui bagaimana implemetasi dan urgensi asas keterbukaan dalam pelayanan peserta jaminan kesehatan BPJS Kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan diderita

a) Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang

kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

Penanggung menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan , atau tanggung jawab

premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggungjawab hukum kepada pihak

Yang menjadi esensi dalam pelaksanaan perjanjian asuransi adalah bila terjadi kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, tanggung jawab hukum kepada pihak

Menjamin kerugian yang menjadi tanggung jawab hukum Tertanggung atas kematian, cidera badan, biaya per- awatan atau pengobatan termasuk kerugian dan atau kerusakan atas harta

Asuransi Umum, Asuransi Jiwa, dan Pialang Asuransi  Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis