• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alief Ibnu Ghali A2 Hukum Dagang

N/A
N/A
Valliandra Fawwaza

Academic year: 2025

Membagikan "Alief Ibnu Ghali A2 Hukum Dagang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Nama:Alief Ibnu Ghali A2 semester 2

Jawaban

1.Gambarkan dalam bentuk bagan pembagian lapangan perusahaan dan jelaskan masing masing yang dimaksud.

PERUSAHAAN

Persekutuan Perseorangan

Perserikatan

Badan Hukum Bukan Badan Hukum

PT FIRMA KOPERAS CV

YAYASAN UD

2.Sebutkan Dan Jelaskan bentuk Badan Usaha

BUMS Badan Usaha Milik Swasta :Badan Usaha Yang didirikan dan dimodali seseorang atau sekelompok orang

Bentuk Badan Usaha BUMS:

A. Perusahaan Umum: bentuk Badan Usaha Milik Negera dalam Bidang Konsumsi, Produksi maupun Distribusi contohnya:Perusahaan Umum Nasional dll

B. Perusahaan Perseroan :BUMN yang Sebagian besar atau sahamnya dimiliki negara contohnya:

PT PERTAMINA, BANK BRI ,DLL

Sedangkan Bentuk Badan Usaha Milik Swasta:

A. Perusahaan Perorangan :Usaha Yang Dibangun Seseorang contohnya: Salon,Warung makan dll B. Firma:Persekutuan 2 Orang atau lebih dengan nama dan modal Bersama untuk menjalankan

usaha dalam mencapai tujuan Bersama

(2)

C. Persekutuan Komanditer(CV):didirikan oleh dua orang atau lebih yang terdiri atas sekutu aktif dan sekutu pasif

D. Bentuk badan usaha yang pendirian dan usahanya diatur oleh undang-undang

3.Jelaskan Mekanisme pendirian antara CV dan Firma, serta dimana letak perbedaan antara kedua perusahaan tersebut?

Mekanisme Pendirian CV:

Copy atau scan E-KTP, KK, dan NPWP dengan format terbaru dari pengurus perusahaan (Persero Aktif dan Pasif)

Copy PBB & bukti bayar PBB tahun terakhir sesuai domisili perusahaan Copy Surat Kontrak/Sewa Kantor atau bukti kepemilikan tempat usaha Surat Keterangan Domisili dari pengelola Gedung/Ruko

Foto kantor tampak dalam dan luar

Kantor berada di zonasi perkantoran / zonasi komersial / zonasi campuran Mekanisme Pendirian Firma:

Membuat Akta Pendirian di Notaris

Pendaftaran Akta Pendirian Firma di Kementerian Hukum dan HAM Membuat NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

Perbedaannya Adalah CV pihak Kedua Menanamkan Modalnya dantidak terlibat secara langsung sedangkan Firma adalah setiap anggota berhak menjadi pengurus dalam artian berhak melakukan Tindakan untuk menerima dan mengeluarkan uang atas nama persekutuan

4.Bagaimana Hubungan antara hukum dagang dengan hukum perdata sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata? Jelaskan dan Hubungan Itu dikenal dengan Adagium Lex Specialis De Rogat Lex Generalis,apa artinya? Dan jelaskan pengertian itu!

Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

5.Jelaskan Proses pendirian BUMN dan Tanggungjawabnya

Dalam Pasal 4 Ayat (1) UU BUMN disebutkan bahwa modal Persero berasal dari uang/kekayaan Negara yang dipisahkan. Dalam konsep hukum perseroan pemisahaan kekayaan Negara yang kemudian dimasukkan dalam modal Persero disebut sebagai penyertaan modal.

(3)

Dalam konsep hukum publik/hukum administrasi, penyertaan modal negara adalah pemisahaan kekayaan negara. Untuk itu diperlukan prosedur administrasi sesuai dengan aturan-aturan pengelolaan kekayaan negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas, bahwa “Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi”.

Selanjutnya dalam Pasal 4 PP No. 44 Tahun 2005 menentukan bahwa, setiap penyertaan dari APBN dilaksanakan sesuai ketentuan bidang keuangan negara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (3) UU BUMN penyertaan dari APBN harus digunakan Peraturan Pemerintah (PP) . Untuk penyertaan negara yang tidak berasal dari APBN, pada penjelasan Pasal 4 Ayat (5) UU BUMN ditegaskan dapat dilakukan dengan keputusan RUPS atau Menteri Negara BUMN dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.

Penyertaan modal berdasarkan Pasal 5 PP No. 44 Tahun 2005 dapat dilakukan oleh negara antara lain dalam hal (a). pendirian BUMN atau Perseroan Terbatas. Pendirian Persero adalah merupakan bagian dari penyertaan modal. Sebelum sebuah “penyertaan” menjadi modal Persero, diperlukan adanya syarat kajian yang mendalam tentang pentingnya “penyertaan” tersebut dilakukan. Kajian ini dilakukan 3 (tiga) menteri yakni oleh Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN dan Menteri Teknis. Secara rinci prosedur “penyertaan” diatur Pasal 10 Ayat (1) sampai Ayat (4) PP Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN Dan Perseroan Terbatas.

Proses berikutnya, adalah diatur dalam Pasal 12 PP Nomor 44 Tahun 2005 bahwa berdasar kajian yang layak tersebut kemudian Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pendirian Persero, yang memuat pendirian, maksud dan tujuan, dan jumlah kekayaan yang dipisahkan untuk modal Persero. Jumlah antara “penyertaan negara” dengan modal harus sama. Dalam PP pendirian juga dimuat bahwa penyertaan modal Negara adalah kekayaan Negara yang dipisahkan yang berasal dari APBN Tahun Anggaran tertentu. Berdasarkan PP Pendirian ini, Menteri Negara BUMN mewakili Negara, menghadap notaris untuk memenuhi tata cara pendirian sebuah Perseroan Terbatas. Hal-hal yang termuat dalam PP Pendirian akan dimuat dalam Anggaran Dasar Persero.

Kedudukan Menteri Negara BUMN mewakili negara sebagai pemegang saham, merupakan delegasi kewenangan dari Presiden, namun proses peralihan kewenangan tidak terjadi langsung dari

(4)

Presiden kepada Menteri Negara BUMN (Pasal 6 UU BUMN). Menteri Keuangan selanjutnya melimpahkan sebagian kekuasaan pada Menteri Negara BUMN, dan atau kuasa substitusinya, bertindak untuk dan atas nama negara sebagai pemegang saham. Pelimpahan ini diatur Pasal 1 PP Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara “.

Setelah proses pemisahaan kekayaan negara melalui PP Pendirian selesai dilakukan, pendirian Persero selanjutnya dilakukan melalui prosedur hukum privat/hukum perseroan. Melalui prosedur hukum ini berubahlah penyertaan negara menjadi modal Persero yang berwujud saham- saham. Sejak Persero berdiri berdasarkan hukum privat/perseroan, Persero dianggap mempunyai hak dan kewajiban sendiri lepas dari negara. Tanggal pengesahan pendirian Persero oleh Menteri Hukum dan HAM RI, merupakan tanggal pemisahan tanggung jawab antara pemegang saham dengan Persero sebagai badan hukum (separate legal entity). Dalam hukum perseroan sebelum memperoleh status badan hukum, negara, direksi dan komisaris bertanggung jawab pribadi atas perbuatan hukum perseroan .

Tanggung Jawab:

Untuk mengelolah usaha perseroan sesuai anggaran dasar

Mengadakan rapat direksi formal untuk mengevaluasi kinerja operasional dan keuangan perseroan serta meninjau strategi dan hal penting lainnya

Mengadakan pertemuan informal untuk membahas dan menyetujui hal-hal yang membutuhkan perhatian dengan segera

6.Jelaskan Batas tanggungjawab hukum pengangkutan darat, laut dan udara Terhadap penumpang dan barang. (harus lengkap)

Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.

Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.

Kemudian, Pasal 41 ayat (1) UU Pelayaran jo. Pasal 181 ayat (2) PP 20/2010 pada intinya menyatakan bahwa tanggung jawab tersebut dapat ditimbulkan sebagai akibat

pengoperasian kapal, berupa:

kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;

musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;

keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau

(5)

kerugian pihak ketiga

Berdasarkan ketentuan di atas, perusahaan angkutan laut bertanggung jawab terhadap musnah, hilang, dan rusaknya barang yang diangkutnya.

Batas tanggung jawab tersebut didasarkan pada kesepakatan bersama antara pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan[1] serta terbatas terhadap jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan[2] atau yang lebih dikenal dengan “bill of lading”.

Dengan demikian, perusahaan angkutan laut harus berhati-hati terhadap barang yang diangkutnya. Untuk mengalihkan risiko terhadap gugatan ganti kerugian oleh pengirim, perusahaan angkutan laut mengasuransikan barang yang diangkut. Asuransi terhadap barang angkutan ini sifatnya diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 41 ayat (3) UU Pelayaran jo. Pasal 181 ayat (3) PP 20/2010.

Perasuransian Barang Muatan

Biaya asuransi tentunya dibebankan kepada pengirim atau pengguna jasa. Perjanjian asuransi yang dibuat adalah antara perusahaan asuransi sebagai penanggung dengan

pengirim/pengguna jasa sebagai tertanggung, walaupun dapat dimungkinkan pula perjanjian asuransi dilaksanakan oleh perusahaan asuransi dengan perusahaan angkutan laut untuk kepentingan pengirim/pengguna jasa.

Definisi asuransi adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”), yaitu:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

Pengertian senada juga diberikan oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU 40/2014”) yang menegaskan ruang lingkup asuransi meliputi asuransi kerugian dan juga asuransi jiwa. Pasal 1 angka 1 UU 40/2014 menyebutkan:

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan

(6)

untuk:

memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau

pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”

Khusus untuk asuransi angkutan laut, tanggung jawab perusahaan asuransi atau penanggung ditegaskan dalam Pasal 637 KUHD yang berbunyi:

Adalah yang harus dipikul oleh si penanggung yaitu segala kerugian dan kerusakan yang menimpa kepada barang-barang yang dipertanggungkan karena angin taufan, hujan lebat, pecahnya kapal, terdamparnya kapal, menggulingnya kapal, penubrukan, karena kapalnya dipaksa mengganti haluan atau perjalanannya, karena pembuangan barang-barang ke laut;

karena kebakaran, paksaan, banjir perampasan, bajak laut atau perampok, penahanan atas perintah dari pihak atasan, pernyataan perang, tindakan-tindakan pembalasan; segala kerusakan yang disebabkan karena kelalaian, kealpaan atau kecurangan nakhoda atau anak buahnya, atau pada umumnya karena segala malapetaka yang datang dari luar, yang bagaimanapun juga, kecuali apabila oleh ketentuan undang-undang atau oleh sesuatu janji di dalam polisnya, si penanggung dibebaskan dari pemikiran sesuatu dari berbagai bahaya tadi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya pihak penanggung atau perusahaan asuransi harus menanggung segala kerugian atas kerusakan barang yang diangkut, termasuk juga yang disebabkan oleh kelalaian awak kapal, kecuali diperjanjian lain dalam polis.

Apabila dalam polis asuransi secara tegas dinyatakan jika karena kelalaian, reefer tidak dihubungkan ke listrik, asuransi all risk tidak berlaku, maka pihak asuransi tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut dan pihak tertanggung tidak dapat menuntut klaim penggantian kepada perusahaan asuransi.

Ganti Kerugian oleh Perusahaan Angkutan Laut

Dalam situasi demikian, pihak perusahaan angkutan laut tetap harus bertanggung jawab untuk membayar ganti kerugian yang diderita oleh pengirim/pengguna jasa berdasarkan ketentuan Pasal 40 dan Pasal 41 UU Pelayaran jo. Pasal 181 PP 20/2010 sebagaimana telah

(7)

diuraikan di atas.

Pihak pengirim/pengguna jasa dapat mengajukan gugatan ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi:

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata juga menegaskan bahwa setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas perbuatannya, namun juga karena adanya suatu kelalaian atau

kesembronoannya.

Pada kasus Anda, pihak pengirim/pengguna jasa mengalami kerugian, karena barang yang dikirim rusak. Kerusakan barang tersebut dikarenakan oleh kelalaian pihak perusahaan anggutan laut, karena tidak menghubungkan container reefer dengan listrik di pelabuhan tujuan.

Dengan demikian, pihak perusahaan angkutan laut harus mengganti kerugian yang diderita oleh pihak pengirim/pengguna jasa untuk barang yang jenis dan jumlahnya dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian angkutan.[3] Besaran nilai kerugian yang digugat dapat ditentukan berdasarkan nilai asuransi terhadap barang tersebut sebagai tolok ukur.

7.Apa Yang Dimaksud dengan sengketa HAKI dan Menurut saudara, apakah HAKI dapat ikut dipailitkan apabila suatu badan hukum mengalami kepailitan ,jelaskan.

Yaitu sengketa Hak Atas Kekayaan Intelektual suatu perusahaan contohnya merek ,dan lain sebagainya dan HAKI tidak dapat dipailitkan karena bukan kebendaan dan lebih kepada brand atau nama sebuah perusahaan saja.

Referensi

Dokumen terkait

Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa

kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

a) Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang

kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

Penanggung menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan , atau tanggung jawab

premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggungjawab hukum kepada pihak

Tanggung jawab terhadap pihak ketiga, merupakan tanggung jawab hukum dari tertanggung atas kerugian pihak ketiga berupa kerugian badaniah atau kerugian harta benda

Yang menjadi esensi dalam pelaksanaan perjanjian asuransi adalah bila terjadi kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, tanggung jawab hukum kepada pihak