• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM DAN PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL TERHADAP PEKERJA ALIH DAYA DI KOTA MEDAN. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM DAN PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL TERHADAP PEKERJA ALIH DAYA DI KOTA MEDAN. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM DAN PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL TERHADAP PEKERJA ALIH DAYA DI KOTA MEDAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh : Dini Sari 140200185

Departemen Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan Hukum Perburuhan

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

ABSTRAK Dini Sari*

Agusmidah**

Suria Ningsih***

Dalam rangka pemenuhan hak-hak buruh diperlukan untuk mengadakan pengawasan.Untuk mengetahui apakah hak-hak pekerja khususnya outsourcing sudah diberikan sepenuhnya atau tidak.Perlindungan hukum dan pelaksanaan jaminan sosial merupakan bagian dari hak-hak buruh.Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak untuk mendapat jaminan kesehatan dan hak untuk mendapat jaminan ketenagakerjaan. Pekerja outsourcing tidak seharusnya dipandang sebelah mata, karena pekerjaan yang mereka lakukan sama dengan pekerja lainnya (pekerja tetap). Tidak ada perbedaan antara pekerja tetap atau pekerja alih daya.Setiap pemberi kerja berhak untuk memberikan hak pekerjanya, termasuk hak untuk mendapat pelayanan kesehatan dan hak untuk mendapat keselamatan kerja.Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial menyatakan bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif yang didukung penelitian lapangan dengan melakukan penelitian ke lapangan guna mengumpulkan data-data dan mendukung data sekunder dengan melakukan wawancara dengan BPJS Kesehatan Kota Medan, BPJS Ketenagakerjaan Kota Medan, dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan jaminan kesehatan terhadap pekerja alih daya di Kota Medan untuk sudah berjalan dengan baik.Namun, untuk jaminan ketenagakerjaan belum berjalan dengan baik.Pemberi kerja hanya mendaftarkan pekerjanya pada satu program saja, yaitu jaminan kecelakaan kerja.Sementara ketiga jaminan lainnya, yaitu jaminan kematian, pensiun, dan hari tua tidak didaftarkan.Sesuai dengan wawancara yang penulis lakukan dengan pihak BPJS Ketenagakerjaan bahwa setiap pemberi kerja berhak untuk mendaftarkan pekerjanya minimal dua program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Sementara itu, pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara terhadap pelaksanaan jaminan sosial sudah dilaksanakan sesuai peraturan. Hanya saja dalam menjalankan tugasnya, Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan mengalami hambatan, berupa minimnya personil Pegawai Pengawas dalam melakukan tugas lapangan.

Kata Kunci :Jaminan Sosial, Pengawasan, Pekerja Alih Daya

*Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Pembimbing I

***Dosen Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Pembimbing II

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam, berkat Rahmat, Taufik dan Inayah-Nyalah, skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum dan Pelaksanaan Jaminan Sosial Terhadap Pekerja Alih Daya Di Kota Medan” ini dapat terwujud.Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah pada Nabi kita Muhammad SAW, beserta keluarga sahabatnya dan kepada seluruh umat Islam yang sholeh dan sholehah.

Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera UtaraDepartemen Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan Hukum Perburuhan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati penulis akan sangat berterimakasih jika ada kritik maupun saran membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan waktu, membimbing penulis dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Ibu Suria Ningsih, S.H., M.Hum, selaku selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah memberikan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani proses perkuliahan.

8. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan beserta memberikan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan.

9. BPJS Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data dan bersedia memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

(6)

10. BPJS Ketenagakerjaan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data dan bersedia memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

11. Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data dan bersedia memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

12. Kedua orang tua penulis, Ayah dan ibu saya Rahmad Gunadi dan Nila Warna yang telah berjuang mendidik, merawat dan menasehati saya sejak kecil hingga beranjak dewasa sekarang ini dan senantiasa berdoa bagi kesuksesan saya.

Sehingga saya termotivasi untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.

13. Keluarga penulis, abang dan adik-adik saya, Imam Fuanda, Nirwansyah Tri Yanda, dan Ikhsan Maulana yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

14. Sahabat penulis may, tiwi, rani, rizka, galuh, desy, silvia, mutia, meliani, Hanim, iga, Okpin, Rojik, yang selalu memberikan semangatkepada penulis selama penulisan skripsi ini.

15. Mahasiswa Stambuk 2014 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang menjadi teman penulis selama perkuliahan.

Medan, Juni 2018 Penulis

Dini Sari

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Keaslian Penulisan... 8

F. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Perlindungan Hukum ... 9

2. Jaminan Sosial ... 11

3. Tenaga Kerja Alih Daya ... 13

G. Metode Penulisan ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II PERLINDUNGAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA ALIH DAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ... 19

A. Perlindungan Jaminan Sosial Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan ... 19

B. Perlindungan Jaminan Sosial Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ... 25

1. Jaminan Kecelakaan Kerja ... 25

2. Jaminan Kematian ... 30

C. Perlindungan Jaminan Sosial Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun ... 34

D. Perlindungan Jaminan Sosial Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua ... 38

(8)

BAB III PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA ALIH

DAYA DI KOTA MEDAN ... 41

A. Pengertian Jaminan Sosial ... 41

B. Pengertian Pekerja Alih Daya ... 42

C. Pengaturan Pelaksanaan Jaminan Sosial ... 44

D. Pelaksanaan Jaminan Sosial Di Kota Medan ... 47

1. Deskripsi Penelitian ... 47

2. Jaminan Kesehatan ... 51

3. Jaminan Ketenagakerjaan ... 53

a. Jaminan Kecelakaan Kerja ... 54

b. Jaminan Kematian ... 56

c. Jaminan Pensiun ... 56

d. Jaminan Hari Tua ... 57

BAB IV PENGAWASAN PELAKSANA JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA ALIH DAYA ... 61

A. Pengawasan ... 61

1. Pengertian ... 61

2. Jenis – Jenis Pengawasan ... 64

3. Pengaturan Pengawasan ... 66

B. Hasil Wawancara Pengawasan Pelaksana Jaminan Sosial Bagi Pekerja Alih Daya Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara ... 68

1. BPJS Kesehatan ... 68

2. BPJS Ketenagakerjaan ... 71

3. Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara ... 74

BAB V PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi, tidak terkecuali bagi pekerja alih daya.Sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 “Tiap – tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dan Pasal 33 ayat (1) “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan”.Pelanggaran terhadap hak dasar yang dilindungi konstitusi merupakan pelanggaran hak asasi manusia.Setiap manusia berhak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satunya dengan bekerja.Setiap orang bekerja kepada orang yang memiliki tempat usaha agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Perlindungan hukum terhadap pekerja alih daya dimaksudkan juga untuk menjamin hak–hak dasar yang sama dengan pekerja yang bukan alih daya serta menjamin kesamaan perlakuan tanpa adanya diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan para pekerja alih daya. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yaitu perlindungan atas :

1. Keselamatan dan kesehatan kerja;

2. Moral dan kesusilaan agama;

3. Kelakuan sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai agama.

(10)

Perlindungan terhadap tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum ketenagakerjaan.Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerjasama secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan–tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah.1

Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait dengan perlindungan hukum khususnya bagi pekerja alih daya adalah banyaknya penyimpangan atau pelanggaran terhadap norma kerja dan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang dilakukan oleh pengusaha dalam menjalankan bisnis outsourcing.

Peraturan perundang–undangan yang terkait dengan perlindungan bagi pekerja alih daya adalah Undang–Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Permenkertrans No. 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

2

1. Perusahaan tidak melakukan klasifikasi terhadap pekerjaan utama (core bussiness) dan pekerjaan penunjang perusahaan (non core bussiness) yang merupakan dasar dari pelaksanaan outsourcing (alih daya), sehingga dalam praktiknya yang di outsource adalah sifat dan jenis pekerjaan utama perusahaan. Selain itu tidak adanya klasifikasi terhadap sifat dan jenis pekerjaan yang di outsource, yang mengakibatkan pekerja/buruh dipekerjakan untuk jenis–jenis pekerjaan pokok atau pekerjaan yang Penyimpangan atau pelanggaran tersebut dapat berupa :

1Andi Fariana, Aspek Legal Sumber Daya Manusia Menurut Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), Hal. 35.

2Uti Ilmu Royen, SH, Tesis: “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Outsourcing (Studi Kasus di Kabupaten Ketapang)” (Semarang: UNDIP, 2009), Hal. 4.

(11)

berhubungan langsung dengan proses produksi bukan dengan kegiatan penunjang sebagaimana yang dikehendaki oleh undang–undang,

2. Perusahaan yang menyerahkan pekerjaan (principal) menyerahkan sebagaian pelaksanaan pekerjaanya kepada perusahaan lain/perusahaan penerima pekerjaan (vendor) yang tidak berbadan hukum,

3. Perlindungan kerja bagi pekerja/buruh alih daya sangat minim jika dibandingkan dengan pekerja/buruh lainnya yang bekerja langsung pada perusahaan principal.

Di kasus lainnya yang sering terjadi di lapangan adalah para pekerja alih daya tidak diikutsertakan dalam program jaminan sosial yang semestinya terdapat pada Pasal 99 ayat (1) Undang–Undang No. 13 Tahun 2003 “Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja”. Dalam Undang–Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional terdapat 5 (lima) jenis program jaminan sosial yaitu, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.3

Program jaminan sosial merupakan program perlindungan bersifat dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko–risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus

Pasal 28H ayat (3) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia juga mengatakan bahwa “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat”.

3Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Pasal 6 ayat (1) dan (2).

(12)

penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari terjadinya risiko–risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.4

Dikutip dalam buku Zaeni Asyhadie “Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja” “pekerja/buruh adalah tulang punggung

perusahaan”. Kalimat ini tampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna yang berarti, namun kalau dikaji lebih jauh lagi maka akan kelihatan maknanya.

Pekerja/buruh dikatakan sebagai tulang punggung karena dia mempunyai peran yang penting. Tanpa adanya pekerja/buruh dalam suatu perusahaan maka perusahaan tersebut tidak berjalan, dan tidak bisa pula ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) merupakan suatu perlindungan bagi tenaga kerja yang diberikan dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

5

Bagi tenaga kerja apa yang dinamakan jaminan sosial sangatlah diperlukan untuk meningkatkan produktivitas. Dapat dibayangkan bagaimana keadaan suatu perusahaan apabila tenaga kerja yang bekerja di perusahaan tersebut tidak diberikan jaminan/kesejahteraan sama sekali, dapat dikatakan bahwa keadaan perusahaan seperti ini sama saja dengan kerja paksa atau rodi. Menyadari akan pentingnya pekerja/buruh bagi perusahaan, tak terkecuali bagi pekerja alih daya yang juga

4Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,(Medan: Usu Press, 2010), Hal. 115.

5Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada ,2007) , Hal. 77.

(13)

memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan pekerja lainnya. Maka perlu dilakukannya pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan.Pemikiran–pemikiran tersebut merupakan program perlindungan kerja yang dalam praktik sehari – hari berguna untuk mempertahankan produktivitas dan kestabilan perusahaan.

Adapun jenis perlindungan bagi tenaga kerja menurut Soepomo dalam Asikin (1993: 76) perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : perlindungan ekonomis, sosial dan teknis. Ketiga jenis perlindungan tersebut harus dipahami dan dilaksanakan sebaik–baiknya oleh pengusaha sebagai pemberi kerja.

• Perlindungan Ekonomis yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja diluar kehendaknya.

• Perlindungan Sosial yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.

• Perlindungan Teknis yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.

Fakta dari penelitian mengenai perlindungan hukum dan pelaksanaan Jaminan sosial terhadap pekerja alih daya di Kota Medan ini tidak akan berbeda jauh dengan praktik–praktik outsourcing yang ada di berbagai daerah, karena dimanapun praktik outsourcing ini berada tetap para pekerja yang tertindas dan selalu dirugikan. Penulis percaya bahwa hasil dari penelitian ini akan bermanfaat

(14)

bagi para pekerja alih daya yang selama ini merasa tertindas oleh tingkah para pemberi kerja.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menganalisis secara mendalam yang hasilnya dituangkan kedalam bentuk penelitian dengan judul :Perlindungan Hukum dan Pelaksanaan Jaminan Sosial Terhadap Pekerja Alih Daya di Kota Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan diatas maka dapat dirumuskan beberapapermasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini sebagai kerangka acuan dalam pembahasan selanjutnya sehingga diharapkan uraian dan kesimpulan yang diperoleh pada akhir penulisan dapat dengan mudah dicerna dan dipahami. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan jaminan sosial terhadap pekerja alih daya menurut Peraturan Perundang-undangan?

2. Bagaimana pelaksanaan jaminan sosial bagi pekerja alih daya di Kota Medan?

3. Bagaimana pengawasan pelaksana jaminan sosial bagi pekerja alih daya?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang dibahas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut :

(15)

1. Untuk mengetahui apakah perlindungan jaminan sosial terhadap pekerja alih daya benar-benar diterapkan sesuai dengan peraturan perundang–

undangan yang ada.

2. Untuk mengetahui seperti apakah pelaksanaan jaminan sosial di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengawasan terhadap pekerja alih daya di kota Medan. .

D. Manfaat Penulisan

Adapun suatu penelitian, selain mempunyai tujuan yang jelas juga diharapkan memberikan manfaat terutama bagi bidang ilmu yang diteliti, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi serta pemahaman yang baru kepada pendidikan ilmu hukum, khususnya pada hukum perburuhan yang berkaitan dengan perlindungan hukum dan pelaksanaan jaminan sosial terhadap pekerja alih daya.

b. Sebagai sumbangan pada perpustakaan agar dapat dibaca untuk menambah wawasan bagi mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pembaca, tenaga kerja, pengusaha serta pemerintah agar tidak lepas

(16)

tangan terhadap kehidupan para tenaga kerja namun memberikan perlindungan hukum serta jaminan sosial bagi para tenaga kerja khususnya para pekerja alih daya (outsourcing), dan juga bagi pengusaha agar memahami perlunya untuk memperhatikan kehidupan para tenaga kerjanya.

E. Keaslian Penulisan

Penulis telah menelusuri seluruh daftar skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Administrasi Negara, program kekhususan Perburuhan, bahwa penulis tidak menemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan dengan judul dan permasalah an yang diangkat oleh penulis yaitu tentang “Perlindungan Hukum dan Pelaksanaan Jaminan Sosial Terhadap Pekerja Alih Daya di Kota Medan”. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan karya asli penulis yang disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah.

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa skripsi yang penulis susun ini merupakan karya asli penulis dan tidak meniru dari kepunyaan orang lain.

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum bagi buruh sangat diperlukan mengingat kedudukannya yang sangat lemah. Secara sosiologis dan filosofis, perlindungan hukum dari kekuasaan majikan akan terlaksana apabila peraturan perundang-

(17)

undangan dalam bidang perburuhan mengharuskan majikan untuk bertindak seperti dalam peraturan perundang-undangan.6

Perlindungan hukum diartikan sebagai suatu bentuk tindakan atau perbuatan hukum pemerintah yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan hak dan kewajiban yang dilaksanakan berdasarkan hukum positif di Indonesia.Perlindungan hukum timbul karena adanya suatu hubungan hukum.Hubungan hukum merupakan interaksi antara subjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai akibat hukum itulah yang menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban.

Perlindungan merupakan mengayomi sesuatu dari hal–hal yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang.Selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh sesorang terhadap orang yang lebih lemah. Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya untuk mengintegrasikan dan mengkoordinir kepentingan–kepentingan yang dapat bertentangan dengan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, maka hukum harus mampu mengintegrasikannya sehingga benturan–benturan kepentingan itu dapat terkikis secara sedikit-sedikit.

7

Perlindungan hukum juga dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah.Yang bertujuan untuk mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada.Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan baik perempuan maupun laki-laki.Dan pada prinsipnya sistem pemerintahan Negara sudah diatur dan dicantumkan pada penjelasan UUD 1945,

6Zainal Asikin, “Dasar-Dasar Hukum Perburuhan” (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Hal. 6

7Soeroso, “Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan,” (Jakarta: Sinar Grafika,2006), Hal. 49

(18)

diantaranya menyatakan prinsip “Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum dan pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar).”8

1. Perlindungan Hukum preventif

Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu :

Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa.9

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan ini pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam menganbil keputusan.

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan hukum yang diberikan setelah adanya sengketa.Perlindungan hukum ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.Berbeda dengan perlindungan hukum preventif yang bertujuan untuk mencegah sengketa.

Menurut Imam Soepomo, perlindungan hukum bagi pekerja meliputi lima bidang hukum perburuhan, yaitu : Bidang pengerahan atau penempatan pekerja; bidang hubungan kerja; bidang kesehatan kerja; bidang keamanan kerja;

bidang jaminan sosial buruh.

2. Jaminan Sosial

Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan secara sempit.Dalam pengertian secara luas jaminan sosial meliputi berbagai usaha yang

8Ibid, Hal. 49

9Hadjon dkk, “Pengantar Administrasi Negara” (Yogyakarta: Gajah Mada University,2002), Hal. 3

(19)

dapat dilakukan oleh masyarakat dan/atau pemerintah. Usaha-usaha tersebut oleh Sentanoe Kertonegoro (1996: 25) dikelompokkan dalam empat kegiatan usaha utama sebagai berikut :

• Usaha–usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, yaitu usaha–usaha di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum, dan lain–lain yang dapat dikelompokkan dalam pelayanan sosial (Social Service).

• Usaha–usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat, dan berbagai ketunaan yang dapat disebut sebagai Bantuan Sosial (Social Assistance).

• Usaha–usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi, perumahan, transmigrasi, koperasi dan lain–lain yang dapat dikategorikan sebagai Sarana Sosial (Social Infra Structure).

• Usaha–usaha di bidang perlindungan ketenagakerjaan yang khusus ditujukan untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga pembangunan dan selalu menghadapi resiko–resiko sosial ekonomis, digolongkan dalam Asuransi Sosial (Social Insurance).

Jaminan sosial secara sempit dapat dijumpai dalam berbagai kepustakaan Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Imam Soepomo (1983: 136)

“Jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin kepastian

(20)

pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya”.

Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal International Scurity Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Training ISSA, seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta, mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut : (Introduction to The Principle of Social Scurity dipetik dari Sentanoe Kertonegoro, 1986: 29).

“Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota–anggotanya untuk risiko–risiko atau peristiwa–peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa–

peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagaian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”.10

• BPJS Kesehatan yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 1 Ayat 2 menyatakan bahwa “Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak”.Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau biasa yang dikenal dengan BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Dimana dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 membentuk dua BPJS, yaitu :

10 Ibid. Hal. 103

(21)

• BPJS Ketenagakerjaan yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.11

3. Tenaga Kerja Alih Daya

Istilah pekerja alih daya atau outsourcing sudah lama dikenal di Indonesia, Istilah outsourcing dapat ditemukan dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa sebagian pekerjaan kepada pihak lain, dimana perusahaan menyerahkan pekerjaan tertentu kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan tujuan untuk membagi risiko dan mengurangi beban perusahaan.

Outsourcing menurut Sehat Damanik dalam buku tahun 2007 adalah

“pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing).Melalui pendelegasian ini maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing.Dapat dikatakan bahwa outsourcing atau alih dayaadalah salah satu hasil samping dari business process reengineering (BPR)”.

Pengaturan hukum tentang pekerja alih daya (outsourcing) di Indonesia diatur dalam :

1. Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (Pasal 64,65 dan 66);

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Keputusan 101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004).

G. Metode Penelitian

11 Asih Eka Putri, Paham SJSN “Sistem Jaminan Sosial Nasional”, Cetakan I, (Komunitas Pejaten Mediatama, 2014) Hal. 22.

(22)

Penelitian merupakan sutau kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.Sedangkan penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.12

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan secara yuridis normatif yaitu yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat memecahkan masalah-masalah yang terjadi dan juga mengacu kepada norma–norma hukum yang ada.

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif, penulis menggunakan teknik:

a. Studi Kepustakaan

Yaitu suatu cara untuk memperoleh data atau bahan keterangan dengan jalan membaca dan mempelajari buku-buku literatur pada kepustakaan, pendapat paraahli melalui buku ilmiah dan bahan-bahan tertulis lain yang relevan dengan pokokbahasan.

b. Studi lapangan

12Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, (Jakarta: UI-Press, 1986), Hal. 43.

(23)

Yaitu suatu cara kerja untuk mendapatkan data atau bahan keterangan dengan jalan mengadakan pengamatan langsung pada objek studi untuk mendapatkandata yang faktual.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Interview

Yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan tanya jawab secaralangsung dengan responden.

b. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan pengamatan langsungatas gejala-gejala yang diteliti.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data penulis terlebih dahulu mengumpulkan, meneliti data yang diperoleh untuk mengetahui tentang benar atau tidaknya data tersebut.Kemudian data yang sudah diteliti tersebut diklasifikasikan sehingga dapat mempermudah penelitian.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar, dimana didalamnya dibahas mengenai pembenaran umum tentang latar belakang dari masalah yang akanditeliti,

(24)

adanya perumusan masalah, tujuuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II : Perlindungan Jaminan Sosial Terhadap Pekerja Alih Daya Menurut Peraturan Perundang–undangan

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang perlindungan jaminan sosial terhadap pekerja alih daya menurut Peraturan Perundang-undangan.Penulis memulai dengan menguraikan jaminan kesehatan yang diatur pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.Yang dilanjutkan dengan menguraikan tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015.Selanjutnya tentang Jaminan Pensiun yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015, dan terakhir menguraikan tentang Jaminan Hari Tua yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015. Yang mana bab ini akan terdiri dari 4 sub bab.

BAB III : Pelaksanaan Jaminan Sosial Pekerja Alih Daya di Kota Medan

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang pelaksanaan jaminan sosial pekerja alih daya di Kota Medan. Yang mana penulis akan melakukan riset atau menyebarkan beberapa kuisoner yang nanti nya setelah melakukan riset dan menyebarkan kuisoner, maka penulis akan tahu seperti apa pelaksanaan Jaminan Sosial bagi pekerja alih daya yang ada di Kota Medan.

BAB IV : Pengawasan Pelaksanaan Jaminan Sosial Bagi Pekerja Alih Daya

(25)

Dalam bab ini Penulis akan menguraikan tentang pengawasan pelaksanaan jaminan sosial bagi pekerja alih daya. Yang mana penulis akan melakukan wawancara terlebih dahulu untuk dapat menyelesaikan bab ini. Adapun wawancara yang akan penulis lakukan yaitu terhadap pihak BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan terkait pengawasan yang mereka lakukan terhadap pelaksanaan jaminan sosial bagi pekerja alih daya.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi.Bab ini berisikan dari dua bagian, yaitu kesimpulan dan saran.Yang mana kesimpulan merupakan inti dari permasalahan pokok secara keseluruhan.Dan saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal–hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berguna.

(26)

BAB II

PERLINDUNGAN JAMINAN SOSIAL TERHADAP PEKERJA ALIH DAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Perlindungan Jaminan Sosial Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

Sebelum berkembangnya sistem jaminan sosial tenaga kerja, segala risiko yang timbul, yang dapat membahayakan kesehatan ataupun keselamatan pekerja sepenuhnya merupakan tanggungjawab yang harus ditanggung oleh pekerja itu sendiri.13Kesehatan kerja merupakan jenis perlindungan sosial yang karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan yang bermaksud untuk memberi batasan kepada majikan untuk tidak melakukan tindakan “semaunya” kepada pekerja.14 Keselamatan kerja yang dimaksud disini adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.15

Jaminan sosial khususnya kesehatan kini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.Kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksana melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan ini memberikan titik terang

13Abdul Rahmad Budiono, Hukum Perburuhan Di Indonesia,Cetakan I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Hal. 227.

14Zaeni Asyhadie, Op. Cit. Hal. 79

15Ibid. Hal. 227

(27)

kepada pekerja, bahwa kesehatan pekerja dan keluarganya akan dijamin oleh pemerintah. Apabila peraturan ini dilanggar oleh pemberi kerja maka akan dikenakan sanksi. Jaminan kesehatan sebagaimana yang tercantum pada pasal 1 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Timbulnya hukum perburuhan menyebabkan pemerintah untuk membuat dan mengeluarkan peraturan kesehatan kerja.Peraturan ini ditujukan kepada majikan/pengusaha agar tidak adanya lagi tindakan kesewang-wenangan majikan terhadap buruh.Yang dengan kesewenang-wenangan itu membuat kesehatan buruh/pekerja baik fisik maupun nonfisik menjadi terganggu.Peraturan kesehatan kerja adalah aturan-aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan dan kesesuaian dalam seseorang itu melakukan atau karena itu melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja.16

Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013, peserta jaminan kesehatan dibagi menjadi dua bagian yaitu : PBI (Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan dan bukan PBI (Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan.

Buruh/pekerja merupakan bagian dari bukan Penerima Bantuan Iuran jaminan

16Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Buruh), Cetakan III (Jakarta: Pradnya Paramita,1986), hal. 2.

(28)

kesehatan.Pemberi kerja diwajibkan untuk mendaftarkan pekerja nya beserta anggota keluarganya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Apabila pemberi kerja tidak melaksanakannya, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.

Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.17

Bagi peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau para pekerja penerima upah, iuran jaminan kesehatan yang harus mereka bayar adalah sebesar 5%, dengan ketentuan 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh peserta.

Iuran yang harus dibayar oleh pemerintah untuk para peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah sebesar Rp.23.000.00, (dua puluh tiga ribu rupiah) per orang untuk setiap bulannya. Besar iuran ini sudah ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

18

a. Rp. 25.500.00, (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang untuk setiap bulannya dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.

Besar iuran untuk jaminan kesehatan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja adalah sebesar :

b. Rp. 51.000.00, (lima puluh satu ribu rupiah) per orang untuk setiap bulannya dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

17Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan KesehatanPasal 3 ayat (1)

18Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan KesehatanPasal 16B ayat (2)

(29)

c. Rp. 80.000.00, (delapan puluh ribu rupiah) per orang untuk setiap bulannya dengan manfaatn pelayanan di ruang perawatan kelas I.19

Apabila ada peserta jaminan kesehatan yang menginginkan kelas perawatan dan pelayanan kesehatan yang lebih daripada haknya, maka peserta tersebut dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 “Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.” Dan Pasal 27 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 “Peserta jaminan kesehatan dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan.”

Adapun jaminan pemeliharaan kesehatan yang sudah dijamin oleh BPJS Kesehatan untuk pekerja dan keluarganya meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Rawat jalan tingkat pertama;

b. Rawat jalan tingkat lanjutan;

c. Rawat inap;

d. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;

e. Penunjang diagnostik;

f. Pelayanan khusus;

g. Pelayanan gawat darurat.

19Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga AtasPeraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Pasal 16F ayat (1)

(30)

Adapun upaya pemeliharaan kesehatan lainnya meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diberikan secara tidak terpisah-pisah.Akan tetapi, khusus untuk tenaga kerja jaminan kesehatan yang diberikan lebih ditekankan pada aspek kuratif dan rehabilitatif tanpa tidak mengabaikan kedua aspek lainnya.20

a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;

Dan beberapa pelayanan kesehatan yang tidak dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana terdapat dalam Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 adalah :

b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat;

c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;

d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;

e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

f. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

g. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

h. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;

20Abdul Rahmad Budiono, Op. Cit. Hal. 247

(31)

i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;

j. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupunktur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment);

k. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);

l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

m. Perbekalan kesehatan rumah tangga;

n. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah; dan

o. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan.

B. Perlindungan Jaminan Sosial Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

1. Jaminan Kecelakaan Kerja

Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan kecelakaan kerja.Kecelakaan kerja maupun penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan merupakan risiko yang harus dihadapi oleh setiap pekerja.Maka untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah mengeluarkan peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan

(32)

Jaminan Kematian.Peraturan ini menjadi jaminan bagi pekerja apabila mereka mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Jaminan kecelakaan kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja terdiri atas dua bagian, yang sudah tercantum pada Pasal 5 ayat (2), (3) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 :

1. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara Negara terdiri dari :

a. Pekerja pada perusahaan;

b. Pekerja pada orang perseorangan; dan

c. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

2. peserta bukan penerima upah terdiri dari : a. Pemberi kerja;

b. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan

c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah.

Adapun besar iuran yang harus dibayar sesuai dengan tingkat risiko lingkungan kerja bagi peserta penerima upah yang mana sudah tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 menyebutkan bahwa

“Iuran JKK bagi peserta penerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok tingkat risiko lingkungan kerja, meliputi :

(33)

a. Tingkat risiko sangat rendah : 0,24% (nol koma dua puluh empat persen) dari Upah sebulan;

b. Tingkat risiko rendah : 0,54% (nol koma lima puluh empat persen) dari Upah sebulan;

c. Tingkat risiko sedang : 0,89% (nol koma delapan puluh sembilan persen) dari Upah sebulan;

d. Tingkat risiko tinggi : 1,27% (satu koma dua puluh tujuh persen) dari Upah sebulan; dan

e. Tingkat risiko sangat tinggi : 1,74% (satu koma tujuh puluh empat persen) dari Upah sebulan.”

Sedangkan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja bagi peserta bukan penerima upah didasarkan pada nilai nominal tertentu dari penghasilan peserta.21

a. Pelayanan Kesehatan

Adapun manfaat yang didapat dalam Jaminan Kecelakaan Kerja berdasarkan Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 adalah :

Seperti : pemeriksaan dasar dan penunjang; perawatan tingkat pertama dan lanjutan; rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah, atau rumah sakit swasta yang setara; perawatan intensif; penunjang diagnostik; pengobatan; pelayanan khusus; alat kesehatan dan implan; jasa dokter/medis; operasi; transfusi darah;

dan/atau rehabilitasi medic.

b. Santunan berupa uang

21Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan KematianPasal 20 ayat (1)

(34)

Seperti : penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;

santunan sementara tidak mampu bekerja; santunan Cacat sebagian anatomis, Cacat sebagian fungsi, dan Cacat total tetap; santunan kematian dan biaya pemakaman; santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila Peserta meninggal dunia atau Cacat total tetap akibat Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja; biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu (orthose) dan/atau alat pengganti (prothese);

penggantian biaya gigi tiruan; dan/atau beasiswa pendidikan anak bagi setiap Peserta yang meninggal dunia atau Cacat total tetap akibat kecelakaan kerja.

Hak-hak manfaat jaminan kecelakaan kerja akan gugur apabila hak untuk menuntut manfaat tersebut telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak kecelakaan kerja terjadi.22

a. Janda, duda, atau anak;

Adapun hak-hak atas manfaat JKK diberikan kepada ahli waris sesuai Pasal 37 ayat (5) meliputi :

b. Dalam hal janda, duda, atau anak tidak ada, maka manfaat JKK diberikan sesuai urutan sebagai berikut:

1. Keturunan sedarah Pekerja menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat kedua;

22Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang PenyelenggaraanProgram Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan KematianPasal 26

(35)

2. Saudara kandung;

3. Mertua;

4. Pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Pekerja; dan

5. Bila tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pihak lain yang mengurus pemakaman, sedangkan santunan kematian diserahkan ke Dana Jaminan Sosial.

Pemberi kerja merupakan orang perseorang, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggaraan Negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Adapun kaitan pemberi kerja dengan kecelakaan kerja adalah:

1. Menanggulangi segala akibat kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja nya;

2. Wajib mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sampai memperoleh hak- haknya;

3. Wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa pekerja nya dengan surat tercatat kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secepat-cepatnya tidak lebih dari 2 kali 24 jam;

4. Wajib melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara secepat-cepatnya tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah

(36)

pekerja nya yang tertimpa kecelakaan oleh dokter yang merawatnya dinyatakan sembuh, cacat atau meninggal dunia.23

Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.Apabila tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih belum mampu untuk bekerja, maka pengusaha tetap membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan sampai penetapan akibat kecelakaan kerja tersebut diterima oleh semua pihak atau ditetapkan oleh Menteri.Kemudian Badan Penyelenggara mengganti uang santunan yang telah diberikan pengusaha kepada tenaga kerja yang masih belum mampu untuk bekerja.Lalu apabila santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara lebih besar daripada upah yang telah dibayar pengusaha kepada tenaga kerja, maka selisihnya langsung diberikan kepada tenaga kerja tersebut.Tetapi jika santunan yang diberikan Badan Penyelenggara lebih sedikit daripada upah yang telah dibayarkan kepada tenaga kerja tersebut, maka selisihnya tidak diberikan kepada tenaga kerja tersebut.24

Adapun sanksi-sanksi yang akan diberikan kepada pemberi kerja selain penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (4) dan (7), pasal 27 ayat (1), pasal 32 ayat (2), ayat (3), ayat (4), pasal 43 ayat (1) dan ayat (3), pasal 44 ayat (1) dan ayat (3), pasal 45

23Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Ketenagakerjaan Di Indonesia, Cetakan III,(Jakarta PT. Rineka Cipta, 2001) Hal.133.

24Abdul Rahmad Budiono, Op. Cit. Hal. 242

(37)

ayat (4), pasal 52 ayat (1), akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif dapat berupa :

a. Teguran tertulis;

b. Denda; dan/atau;

c. Tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

2. Jaminan Kematian

Meninggalnya tenaga kerja merupakan keadaan yang memberatkan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan.Kematian muda atau kematian dini/premature pada umumnya menimbulkan kerugian finansial bagi mereka yang ditinggalkan.Kerugian tersebut dapat berupa kehilangan mata pencaharian atau penghasilan dari pekerja yang meninggal, dan kerugian yang diakibatkan oleh biaya perawatan selama pekerja yang bersangkutan sakit serta biaya pemakaman. Oleh karena itu, dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja pemerintah mengadakan adanya program Jaminan Kematian. Yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Jaminan kematian adalah manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja.25

a. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara Negara, dan

Peserta program Jaminan Kematian sama seperti peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja,yaitu :

25Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan KematianPasal 1 ayat (2)

(38)

b. Peserta bukan penerima upah.26

Iuran jaminan kematian bagi peserta penerima upah adalah sebesar 0,30%

(nol koma tiga puluh persen) dari upah sebulan. Iuran tersebut wajib dibayar oleh pemberi kerja selain penyelenggara Negara.27

a. Janda atau duda : yaitu istri atau suami dari tenaga kerja yang menjadi pasangan yang sah pada saat tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja atau meninggal dunia;

Pemberi kerja harus mendaftarkan pekerjanya dalam program JKM yang mana ini sudah tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) bahwa “Pemberi kerja selain penyelenggara Negara yang belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jaminan Kematian kepada BPJS Ketenagakerjaan, bila terjadi risiko terhadap pekerjanya, pemberi kerja selain penyelenggara Negara wajib membayar hak pekerja sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini.”

Berikut yang dapat menerima biaya Jaminan Kematian adalah :

b. Anak : yaitu anak sah dari pasangan suami atau istri dari tenaga kerja yang usianya tidak lebih dari 21 (dua puluh satu) tahun, yang belum menikah, yang belum memiliki penghasilan sendiri, dan masih menjadi tanggung jawab dari tenaga kerja tersebut;

c. Orang tua : yaitu ayah dan ibu kandung atau ayah dan ibu angkat yang menjadi tanggungan dari tenaga kerja tersebut;

26Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan ProgramJaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan KematianPasal 5 ayat (1)

27Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Pasal 18 ayat (1) dan (2)

(39)

d. Kakek atau nenek : yaitu kakek atau nenek yang masih menjadi tanggung jawab dari tenaga kerja tersebut;

e. Cucu : yaitu cucu yang sah atau yang disahkan yang berusia tidak lebih dari 21 (dua puluh satu) tahun, yang belum menikah, yang belum memiliki penghasilan sendiri, dan masih menjadi tanggung jawab dari tenaga kerja tersebut;

f. Mertua : yaitu ayah atau ibu kandung dari istri/suami yang masih menjadi tanggung oleh si tenaga kerja;

g. Saudara kandung : yaitu saudara dari tenaga kerja tersebut yang seayah dan seibu yang menjadi tanggungan tenaga kerja.28

Pihak-pihak yang disebutkan diatas dapat mengajukan pembayaran Jaminan Kematian kepada pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan disertai bukti- bukti, seperti : kartu peserta dan surat keterangan kematian. Berdasarkan pengajuan inilah pihak Badan Penyelenggara dapat memberikan uang santunan kematian dan biaya kematian kepada pihak keluarga tenaga kerja yang ditinggalkan.

Adapun manfaat yang akan diterima oleh ahli waris peserta, apabila peserta meninggal dunia dalam masa aktif sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) dan (2) adalah :

1. Manfaat JKM dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila peserta meninggal dunia dalam masa aktif, terdiri atas :

a. Santunan sekaligus Rp.16.200.000.00, (enam belas juta dua ratus ribu rupiah);

28Sendjun H. Manulang, Op. Cit. Hal. 132-133

(40)

b. Santunan berkala 24 x Rp.200.000.00, = Rp.4.800.000.00, (empat juta delapan ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus;

c. Biaya pemakaman sebesar Rp.3.000.000.00, (tiga juta rupiah);

d. Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iuran paling singkat 5 (lima) tahun.

2. Beasiswa pendidikan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan sebanyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap peserta.

Adapun sanksi-sanksi yang akan diberikan kepada pemberi kerja selain penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) “Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang belum mengikutsertakan Pekerjanya dalam program JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan, bila terjadi resiko terhadap Pekerjanya, Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib membayar hak Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini” dapat dikenakan sanksi administratif. Yang mana sanksi administratif dapat berupa :

a. Teguran tertulis;

b. Denda; dan/atau

c. Tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

C. Perlindungan Jaminan Sosial Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun

(41)

Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara Negara dan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara Negara.Kepesertaan jaminan program pensiun ini mulai berlaku sejak pekerja terdaftar sebagai peserta dan iuran pertama telah dibayarkan dan disetor oleh pemberi kerja selain penyelenggara Negara kepada pihak BPJS Ketenagakerjaan.29

Dalam hal kepesertaan jaminan pensiun ini, maka setiap pemberi kerja selain penyelenggara Negara diwajibkan untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk menjadi peserta jaminan pensiun sesuai penahapan kepesertaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.30

• Mengisi formulir pendaftaran; dan

Apabila pemberi kerja selain penyelenggara tidak mendaftarkan pekerjanya, maka pekerja berhak untuk mendaftarkan dirinya sendiri sebagai peserta jaminan pensiun yang mana ini sudah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015.

Yang mana pendaftaran oleh pekerja dapat dilakukan dengan cara:

29Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan PensiunPasal 3 ayat (1)

30Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan PensiunPasal 4 ayat (1)

(42)

• Melampirkan :

1. Perjanjian kerja, surat keputusan pengangkatan, atau bukti lain yang menunjukkan sebagai pekerja;

2. Kartu Tanda Penduduk; dan 3. Kartu Keluarga.

Namun, jika pemberi kerja selain penyelenggara Negara tidak mendaftarkan pekerjanya untuk menjadi peserta jaminan sosial, maka akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015.

Yang mana sanksi administratif ini berupa :

• Teguran tertulis;

• Denda; dan

• Tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

Usia pensiun untuk pertama kalinya ditetapkan pada usia 56 (lima puluh enam) tahun. Namun, mulai 1 Januari 2019 nanti usia pensiun akan bertambah menjadi 57 (lima puluh tujuh) tahun. Selanjutnya usia pensiun akan bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun.31

1. Peserta;

Penerima manfaat pensiun terdiri atas :

31Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan ProgramJaminan Pensiun Pasal 15

(43)

2. 1 (satu) orang istri atau suami yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Paling banyak 2 (dua) orang anak; atau 4. 1 (satu) orang orang tua.32

Adapun manfaat pensiun berupa berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 yaitu :

• Pensiun Hari Tua;

• Pensiun Cacat;

• Pensiun Janda atau Duda;

• Pensiun anak;

• Pensiun Orang Tua.

Apabila pihak BPJS Ketenagakerjaan terlambat untuk membayarkan hak atas manfaat pensiun dari peserta dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari nilai nominal yang seharusnya diterima peserta, janda atau duda, anak, atau orang tua.33

32Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan ProgramJaminan PensiunPasal 14 ayat (1)

33Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan PensiunPasal 35

Besaran iuran yang harus dibayarkan oleh setiap peserta jaminan pensiun adalah sebesar 3% dari upah per bulan sebagaimana ini sudah diatur dalam pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015. Yang mana iuran tersebut ditanggung secara bersama-sama oleh pemberi kerja diluar penyelenggara Negara dan peserta dengan ketentuan bahwa:

(44)

• 2% dari upah ditanggung oleh pemberi kerja selain penyelenggara Negara; dan

• 1% dari upah si peserta/pekerja.

Dan apabila peserta terlambat untuk menyetor iuran maka akan dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatannya, yang mana ini sudah tercantum pada Pasal 31 ayat (1) “Keterlambatan penyetoran Iuran oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari Iuran yang seharusnya disetor oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.”

D. Perlindungan Jaminan Sosial Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua atau yang disingkat dengan JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.34

a. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara Negara, seperti;

Peserta dari program Jaminan Hari Tua ini adalah :

• Pekerja pada perusahaan;

• Pekerja pada orang perseorangan; dan

• Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan.

b. Peserta bukan penerima upah, seperti;

34Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari TuaPasal 1 ayat (1)

(45)

• Pemberi kerja;

• Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan

• Pekerja yang tidak termasuk pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri yang bukan menerima upah.

Besar iuran Jaminan Hari Tua bagi peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara Negara dan bukan penerima upah berbeda. Bagi peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara Negara iurannya sebesar 5,7% dari upah per bulan, dengan ketentuan :

• 2% ditanggung oleh pekerja; dan

• 3,7% ditanggung oleh pemberi kerja.35

Sedangkan besaran iuran bagi peserta bukan penerima upah sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 bahwa “Iuran JHT bagi peserta bukan penerima upah didasarkan pada jumlah nominal tertentu dari penghasilan peserta yang ditetapkan dalam daftar sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.”

Bahwa berdasarkan pasal tersebut, maka pembayaran iuran sebagaimana dimaksudkan pasal diatas dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melalui wadah, atau melalui kelompok tertentu yang dibentuk oleh peserta.36

35 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua Pasal 16 ayat (1)

36 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua Pasal 21 ayat (2)

Pembayaran iuran ini

(46)

dibayar setiap bulan yang jatuh pada tanggal 15, apabila ditanggal 15 tersebut jatuh pada hari libur, maka dapat dibayar pada hari kerja berikutnya.

Manfaat dari Jaminan Hari Tua ini berupa uang tunai yang dibayarkan apabila peserta sudah berusia 56 tahun, atau meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.37Besar manfaat dari Jaminan ini adalah sebesar nilai akumulasi seluruh iuran yang telah dibayar oleh peserta ditambah lagi dengan hasil pengembangan peserta yang tercatat dalam rekening setiap peserta.38Apabila peserta meninggal dunia, maka hak atas manfaat Jaminan Hari Tua diberikan kepada ahli waris yang sah.Yang mana ahli waris tersebut adalah janda, duda, dan anak.39

1. Keturunan sedarah pekerja menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat kedua;

Dalam hal ketiga waris diatas, Jaminan Hari Tua diberikan sesuai dengan urutan sebagai berikut :

2. Saudara kandung;

3. Mertua; dan

4. Pihak yang ditunjuk dalam wasiat oleh pekerja. Namun apabila pekerja tidak menunjuk siapapun dalam wasiatnya, maka Jaminan Hari Tua tersebut

37Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua Pasal 22 ayat (1)

38Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua Pasal 22 ayat (2)

39Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua Pasal 23 ayat (1) dan (2)

(47)

dikembalikan ke balai harta peninggalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.40

BAB III

PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA ALIH DAYA DI KOTA MEDAN

A. Pengertian Jaminan Sosial

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.41Sistem jaminan sosial merupakan suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.42

a. Jaminan kesehatan;

Adapun program jaminan yang diselenggarakan adalah :

b. Jaminan kecelakaan kerja;

c. Jaminan hari tua;

d. Jaminan pensiun; dan

40 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan ProgramJaminan Hari Tua Pasal 23

41 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Pasal 1 ayat (2)

42Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 1 ayat (2)

(48)

e. Jaminan kematian.43

Jaminan sosial sendiri mencakup bidang pencegahan dan pengembangan, bidang pemulihan dan penyembuhan, serta bidang pembinaan. Ketiga bidang ini jika dikaitkan lebih jauh lagi akan menuju apa yang di namakan perlindungan buruh.

Sistem jaminan sosial nasional pada dasarnya merupakan program negara yang mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan memperoleh jaminan apabila mengalami kecelakaan dan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Pengertian Pekerja Alih Daya

Pekerja alih daya atau biasa lebih dikenal dengan kata Outsourcingadalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing.44 Selain itu ada pula yang mengartikan bahwa alih daya sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak.45

43Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial NasionalPasal 18

44Sehat Damanik, Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Cetakan Kedua, (Jakarta: DSS Publishing, 2007), Hal. 3

45Ni Made Dyah Nanda Widyaswari, “Pelaksanaan Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Pekerja Outsourcing Pada Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Provinsi Bali”

(Denpasar: Universitas Udayana, 2016), Hal. 31

(49)

Sementara dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 (selanjutnya UU Ketenagakerjaan) tidak ada istilah outsourcing, namun pengertian outsourcing sendiri secara tidak langsung dapat dilihat dalam Pasal 64 yang menyatakan bahwa

“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.” Dari pasal tersebut, praktek outsourcing yang dimaksud adalah pemborongan pekerjaan dan penyediaan pekerja/buruh.

Menurut Aloysius Uwiyono pada dasarnya ada dua bentuk Outsourcing yang hendak diintrodusir olehh UU Ketenagakerjaan, bentuk pertama adalah Outsourcing pekerja (Pasal 66) dan bentuk kedua adalah outsourcing pekerjaan.

Menurut uwiyono bentuk pertama dapat dipandang sebagai human trafficking (perdagangan manusia), penilaian nya didasarkan pada asumsi dengan adanya perjanjian dimana perusahaan penyedia jasa menyediakan tenaga kerja dan pengguna menyerahkan sejumlah uang, maka seolah-olah terjadi penjualan tenaga kerja.kemudian untuk bentuk yang kedua, pekerja/buruh tetap memiliki hubungan kerja dengan perusahaan pemborong. Sedangkan hubungan yang tercipta antara pengguna dengan perusahaan pemborong hanyalah terkait dengan pekerjaan yang diborongkan tersebut.46

Pengertian alih daya (Outsourcing) menurut Maurice Greaver adalah tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terkait dalam

46Ika Adi Permana, “Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan Oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Terhadap Praktek Outsourcing Di Surakarta” (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2008) Hal. 27-28

Referensi

Dokumen terkait

Saya mengharapkan kesediaan Anda untuk dapat mengisinya sesuai dengan diri Anda, sebab dalam kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar ataupun salah.. Saya

coli (c), fecal streptococci (d) and total bacteria (e) during incubation at green house after alkaline stabilization of pig manure with coal fly ash and lime

[r]

[r]

Pada penulisan ilmiah yang berjudul Aplikasi Modul Optik O1 Laboratorium Fisika Dasar dengan Java ini, penulis mencoba membuat aplikasi visualisasi lensa yang

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan coating gel untuk menahan susut bobot pada tomat yang dilapisi mulai berkurang karena susut bobot tomat yang dilapisi hidrokoloid

Dengan α = 5% maka dapat disimpulkan bahwa semangat kerja dan disiplin kerja secara serempak berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT Bank

Didalam Pancasila terdapat 3 nilai yang pertama nilai dasar yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu dan