• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN A. PengertianTanggung Jawab

Tanggung jawab manusia merupakan sebagian dari sunnatullah atau ketentuan Allah, karena kadar kemampuan dan keinginan manusia itu berbeda maka yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah upaya mengordinasi beberapa kemampuan dan mencocokkan beberapa keinginan yang beragama. Allah berfirman :



Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.(Q.S az-Zukhruuf :32)1

Tanggung jawab adalah keharusan untuk melakukan semua kewajiban atau tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai akibat dari wewenang yang diteri atau dimilikinya, kewajiban- kewajiban untuk melaksanakan dan mempertanggung jawabkan. Tanggung jawab harus sama besarnya dengan wewenang yang dimilikinya. Pertanggung jawaban hanya diberikan kepada orang atau lembaga yang memberikan wewenang tersebut.2

Tanggung jawab merupakan amanah. Jika seorang pemimpin mengetahui kewajiban- kewajiban dan sisi-sisi tanggung jawabnya, kemudian memegangnya dengan teguh, dia akan mampu mengemban tugasnya dengan baik. Namun, jika dia mengetahuinya/jika tidak dia termasuk pemimpin yang bodoh tapi tidak teguh dan konsekuen, atau zalim (tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya), dia akan termasuk pemimpin yang gagal dalam mengemban amanah atau tanggung jawab yang diberikan kepadanya.3

1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,(Bandung:Diponorogo, 2005), hlm.392

2. Thariq As-Suwaidan, Melahirkan Pemimpin Masa Depan, (Jakarta:Gema Insani ,2005), hlm.231

3. Ali Muhammad Taufiq, Praktik manajemen berbasis al-Qur’an,(Jakarta:Gema Insani, 2004), hlm.35

(2)



 

Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanatkepada langit, bumi dan gunung- gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.(QS. Al-Ahzaab :72)4

Zalim dan bodoh merupakan sebab utama munculnya kegagalan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab. Kadang-kadang pemimpin yang diberi amanah mengetahui tanggung jawabnya dan mempunyai niat untuk menjalankannya,namun kemudian dia meninggalkannya.Munculnya hal seperti itu dipicu oleh dua faktor kemungkinan, yaitu karena lupa serta lemahnya tekad dan kemauan. Hal itu telah terjadi pada dirinya Nabi Adam a.s.,5



Dan sesungguhnya telah kami perintahkankepada Adam dahulu, Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak kami dapati padanya kemauan yang kuat. Perintah Allah Ini tersebut dalam ayat 35 surat Al Baqarah. (QS.Thaahaa:115)6





Dan kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.

Pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al Quran dan Hadis tidak menerangkannya. ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan.

4. Departemen Agama RI, op.cit, hlm.341

5. Ali Muhammad Taufiq, Ibid,hlm.37

6. Departemen Agama RI. Op.cit, hlm.255

(3)



Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldidan kerajaan yang tidak akan binasa?".

Pohon itu dinamakan Syajaratulkhuldi (pohon kekekalan), karena menurut syaitan, orang yang memakan buahnya akan kekal, tidak akan mati, pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al Quran dan Hadis tidak menerangkannya. ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan.Dan sesungguhnya telah Kami perintahkankepada Adam dahulu, Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.

Jadi dalam mengemban tugas dan tanggung jawab manusia terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut :

1. Memahami tanggung jawab dan melaksanakannya sehingga merekalah yang digolongkan sebagai golongan yang mendapatkan nikmat Allah swt.

2. Memahami tanggung jawab, namun tidak melaksanakannyamereka digolongkan sebagai golongan yang akan mendapat murka Allah.

3. Tidak memahami sama selaki tugas dan tanggung jawabnya sehingga mereka tersesat.

Mengetahui cara menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan benar merupakan jalan yang lurus, yaitu jalan yang benar dalam melaksanakan tugas secara umum. Karena itu dalam surah al- fatihah kita selalu membaca dan berdo‟a agar diberi petunjuk jalan yang lurus, serta diberi ilham tentang cara-cara melaksanakan amanat dan tanggung jawab.7





7. Ali Muhammad Taufiq, ibid, hlm.41

(4)

Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.(QS. al-Faatihah :6-7)8

Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar.

yang dimaksud dengan ayat Ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.

Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.

Secara umum, manusia adalah makhluk yang diberi tugas dan tanggung jawab karena allah memberi akal agar berbeda dari mahluk-mahluk yang lain dan penjelasan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya terhadap manusia yang lain. Selain itu juga Allah memberikan fasilitas kepada manusia agar dapat menampung informasi berupa otak yang dapat memecahkan dan melahirkan solusi keputusan untuk berbuat sesuatu. Selanjutnya dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya itu.

Manusia dilengkapi tidak hanya dengan sebatas otak (akal) bahkan manusia dapat mengetahui dan membedakan mana yang benar dan mana yang salah . Allah mengutus para nabi dan rasul kepada mereka disertai dengan kitab yang menerangka perbedaan antara yang hak dan yang batil. Allah berfirman tentang pertanggung jawaban manusia terhadap perbuatannya.







“Dan tiap-tiap manusia itu Telah kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah Kitab yang dijumpainya terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu Ini sebagai penghisab terhadapmu". Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri.dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul. (QS.al-Israa: 13-15).9

8. Departemen Agama RI, Op.cit, hlm.4

9. Departemen Agama RI. Ibid, hlm.226

(5)

Tanggung jawab ini timbul karena adanya hubungan antara atasan dan bawahan, dimana atasan mendelegasikan sebagian wewenang (pekerjaan) kepada bawahannya untuk dikerjakan.

Bawahan harus benar-benar mempertanggung jawabkan wewenang yang diterimanya kepada atasan, jika tidak sewaktu-waktu itu dapat ditarik kembali oleh pemimpin dari bawahannya.10

Wewenang sebenarnya mengalir dari atasan ke bawahan, jika diadakan penyerahan tugas, sedangkan tanggung jawab merupakan kewajiban bawahan melakukan tugas itu. Tanggung jawab mengalir dari bawah ke atas jadi merupakan arus balik dari perintah-perintah itu.11

Pemimpin adalah seseorang yang memiliki struktur tanggung jawab, merupakan proses menggerakkan manusia menuju tujuan, sehingga terkadang ada seseorang tentara yang menggerakkan manusia pada saat yang kritis dan terkadang ada orang yang tanpa kedudukan dan pangkat berinisiatif memimpin dan nyatanya dia diikuti oleh orang-orang. Kita harus menghapus pemikiran yang mengatakan bahwa pemimpin adalah posisi struktural.Semua manusia bisa menjadi pemimpin pada situasi yang pas. Sebagaimana yang dilakukan Khalid Ibnul Walid pada saat perang uhud, sebelum ia masuk Islam. Khalid memanfaatkan mundurnya pasukan pemanah dari gunung, lalu ia menyerang pasukan kaum muslimin dari belakang dan mengepung mereka dengan pasukan berkudanya tanpa menunggu perintah dari atasannya. Demikian pula yang dilakukan oleh Tsabit bin Arqam pada perang mut‟ah, ketika ia mengambil panji perang dan menyerahkannya kepada Ibnu Walid.12

10. Habibuan, Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2001), hlm.70

11. Torik as-Suwaidan, Melahirkan Pemimpin Masa Depan, (Jakarta:Gema Insani, 2005), hlm.87

12. Dedi Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta:Rajawali Press, 2012), hlm.8

(6)

Abu hunaidah (wa‟il) bin hadjur r.a. Berkata : salamah bin jazid aldju‟fy bertanya kepada rasulullah saw : ya rasulullah, bagaimana jika terangkat diatas kami kepala-kepala yang hanya pandai menuntut haknya dan menahan hak kami, maka bagaimanakah kau menyuruh kami berbuat? Pada mulanya rasulullah mengabaikan pertanyaan itu, hingga ditanya kedua kalinya, maka rasulullah saw bersabda : dengarlah dan ta‟atlah maka sungguh bagi masing-masing kewajiban sendiri-sendiri atas mereka ada tanggung jawab dan atas kamu tanggung jawabmu. (HR.Muslim)13

Penjelasan:

Rakyat memiliki hak dan pemimpin memiliki tanggung jawab. Begitu pula sebaliknya, rakyat memiliki tanggung jawab dan pemimpin juga memiliki hak. Antara keduanya harus ada keseimbangan dan kesetaraan. Yang satu tidak boleh mendominasi yang lain. Akan tetapi kekuasaan sepenuhnya adalah tetap berada di tangan rakyat. Karena hakekat kepemimpinan hanyalah amanat yang harus disampaikan oleh seorang pemimpin. Bila pemimpin tidak bisa menjaga amanat itu dengan baik, maka kekuasaan kembali berada di tangan rakyat.

Oleh sebab itu, mengingat kesetaraan posisi rakyat dan pemimpin ini, maka masing-masing memilki hak dan tanggung jawabnya. Hadis diatas menjelaskan bahwa seorang pemimpin jangan hanya bisa memenuhi haknya, dan mengebiri hak rakyatnya, akan tetapi seorang pemimpin harus mengakui dan menjamin hak-hak rakyatnya secara bebas.

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, mungkin kita sudah mengenal konsep hak asasi manusia. Oleh sebab itu, bila kita tarik hadis diatas dalam kontek saat ini, maka sebanarnya Nabi Muhammad saw, jauh sebelumnya sudah mengajarkan prinsip-prinsip ham dalam kehidupan politik rakyatnya. Betapa tidak, dari hadis diatas dapat kita gali sebuah pesan bahwa islam menjamin ham termasuk di dalamnya hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekonomi sosial dan budaya. Karena itu, bila seorang pemimpin tidak menjamin hak-hak asasi manusia warganya, maka pemimpin itu telah keluar dari sunnah rasul saw.

13Imam Muslim, Shahih Muslim, (Beirut-Lebanon:Dar Al-Kotob, 2009), hlm.216

(7)

B. Pengertian Kepemimpinan

Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian, tidak ada satupun manusia yang hidup didunia ini tanpa ketergantungan ataupun memerlukan bantuan orang lain, manusia selalu hidup berkelompok, bersuku-suku, hingga berbangsa-bangsa. Oleh karena itu setiap individu harus dapat beradaptasi dengan kelompoknya, agar dapat diterima dan merasa aman serta nyaman didalamnya.Kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.Selain itu juga mempengaruhi interpretasinya mengenai peristiwa-peristiwaa para pengikutnya.14

Ada beberapa pengertian kepemimpinan menurut para ahli, yang dikutip oleh Khoerul Umam dalam buku perilaku organisasi sebagai berikut :

a) Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengarui aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama

b) Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja dengan penuh kemauan sendiri untuk tujuan kelompok

c) Kepemimpinan adalah keseluruan tindakan guna mempengaruhi serta meningatan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan, atau dengan definisi yang lain bahwa kepemimpinan adalah proses pemberian jalan yang mudah dari pada pekerjaan orang lain yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapan.

d) Kepemimpinan adalah suatu kegiatan yang mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama, untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan

Berapa definisi di atasKhaerul Umam dalam bukunya menyimpulkan diatas bahwa kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.15

Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena universal. Siapa pun menjalankan tugas-tugas kepemimpinan, maka dalam tugas itu dia berinteraksi dengan orang lain. Bahkan dalam kapasitas pribadi pun, didalam tubuh manusia ada kapasitas atau potensi pengendalian, yang pada intinya

14.Khaerul Umam, Perilaku Organisasi, (Bandung:Pustaka Setia, 2010), hlm.269

15. Veithzal rivai dan Dedi mulyadi, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, (Jakarta:Rajawali press, 2012), hlm.3

(8)

memfasilitasi seseorang untuk dapat memimpin dirinya sendiri. Oleh karena itu kepemimpinan merupakan sebuah fenomena yang komplek.16

Gambaran tentang arti kepemimpinan menurut Farland dan Piffner yang dikutip oleh Sudarman Darmin dalam buku kepemimpinan yang efektivitas kelompok, mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Piffner mengemukakan bahwa kepemimpinan seni mengkordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oteng Sutisna bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan produser baru, merancang dan mengatur perbuatan, dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama kearah tercapainya tujuan. Penulis buku ini mendefinisikan kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada arah kepada individu atau kelompok lain yang bergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.17

Definisi-definisi tersebut memberi gambaran yang cukup luas dan mendalam tentang kepemimpinan. Beberapa rumusan lain yang dapat diambil dari definisi diatas adalah :

a. Kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung didalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Aktifitas kepemimpinan antara lain terjelma dalam bentuk memberi perintah, membimbing, dan mempengaruhi kelompok kerja atau orang lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.

c. Aktivitas pemimpin dapat dilukiskan sebagai seni(art) dan bukan ilmu (science) untuk mengkoordinasi dan memberikan arah kepada anggota kelompok dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.

16. Khaerul Umam, perilaku organisasi,(Bandung:CV Pustaka Setia, 2010), hlm.269

17. Sudarman Danim, Motivasi, Kepemimpinanan Efektivitas Kelompok, (Jakarta:Rineka Cipta, 2001), hlm.55

(9)

d. Memimpin adalah mengambil inisiatif dalam rangka situasi sosial (bukan perseorangan) untuk membuat prakarsa baru, menentukan prosedur, merancang perbuatan dan segenap kreatifitas lain, dan karena itu pulalah tujuan organisasi akan tercapai.

e. Pimpinan selalu berada dalam situasi sosial, sebab kepemimpinan pada hakikatnya adalah hubungan antara individu dengan individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lain. Individu atau kelompok tertentu disebut pimpinan dan individu atau kelompok lain disebut bawahan.

f. Pemimpin tidak memisahkan diri dari kelompoknya. Pimpinan bekerja dengan orang lain, bekerja melalui orang lain, atau keduanya.18

Masalah yang selalu terdapat dalam membahas fungsi kepemimpinan adalah hubungan yang melembaga antara pemimpin dan yang dipimpin. Dalam arti yang luas kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perseorangan atau kelompok.19

Pimpinan formal (lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif), artinya seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin, atas dasar dan keputusan dan pengangkat resmi untuk memangku suatu jabatan dengan swegala hak sdan kewajiban yang melekat berkaitan dengan posisinya seperti :20

a. Memiliki dasar legalitasnya diperoleh dari penunjukan pihak yang berwewenanang, artinya memiliki legitimasi.

b. Harus memenuhi persyaratan tertentu.

c. Mendapat dsukungan sdari organisasi formal ataupun atasannya.

d. Memperoleh balas jasa/kompensasi baik materil atau imatweril tertentu.

e. Mendapat peluang untuk kenaikan pangkatatau jabatan, dapat dimutasikan, diberhentikan, dan lain-lainnya.

f. Mendapatkan reward dan punishment.

g. Memiliki kekuasa dan wewenang.

18. Khaerul Umam,Perilaku Organisasi,(Bandung:CV Pustaka Setia, 2010), hlm.269

19. Viethzal Rivai, Dedi Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta:Raja wali Pres, 2012), hlm.98

20. Nur Nasution, Manajemen Mutu Terpadu Total Quality Manajemen, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2007), hlm.199

(10)

Pimpinan informal (toko masyarakat, pemuka agama, adat, guru, bisnis, dan lain-lain), artinya seseorang yang ditunjuk memimpin secara tidak formal, karena memliki kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai seorang yang mampu mempengaruhi konsdisipsikis dan prilaku suatu kelompok/komunitas tertentu, seperti :

a. Sebagian tidak/belum memiliki acuan formal atau legitimasi sebagai pimpinan.

b. Masa kepemimpinannya sangat tergantung pada pengakuan dari kelompok atau komunitasnya.

c. Tidak dapat promosi atau kenaikan pangkat, mutasi, dan tidak memiliki atasan.

d. Tidak ada reward dan punishment.21

Konsep kepemimpinan sangatlah erat sekali hubunganya dengan kekuasaan pemimpin dalam memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya.Di dalam islam kepemimpinan identik dengan isatilah khalifah yang berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah Saw menyentuh jug maksud yang terkandung di dalam perkataan “amir” (yang jamaknya umarah) atau penguasa. Oleh karena itu, kedua istilah ini dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin formal, namun jika merujuk kepada firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi :22



 

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."23

Maka kedudukan non formal dari seorang khalifah juga tidak biasa dipisahkan lagi.

Perkataan khalifah sesudah Nabi, tetapi adalah penciptaan Nabi Adam yang disebut dengan tugas

21. Viethzal Rivai, Dedi Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta:Rajawali Press, 2012), hlm.4

22. Jamal Lulail Yunus, Leadership, (Malang:Malang Press, 2009), hlm.25

23. Departemen Agama RI, op.cit. hlm.6

(11)

untuk memakmurkan bumi yang meliputi tugas menyuru orang lain berbuat amar ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar.24

Dalam hadis Rasulullah saw, istilah kepemimpinan dijumpai dalam kata ra‟in atau amir, seperti disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari Muslim :25

“ Setiap orang di antaramu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.

Berdasarkan ayat al-Qur‟an dan hadis Rasulullah saw tersebut dapat disimpulkan bahwa, kepemimpinan Islam itu adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhai Allah swt.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diidentifikasikan beberapa komponen dalam kepemimpinan yaitu :

1. Adanya pemimpin dan orang lain yang dipimpin atau pengikutnya.

2. Adanya upaya atau proses mempengaruhi dari pemimpin kepada orang lain melalui berbagai kekuatan.

3. Adanya tujuan akhir yang ingin dicapai bersama dengan adanya kepemimpinan itu.

4. Kepemimpinan biasa timbul dalam suatu organisasi atau tanpa adanya organisasi tertentu.

5. Pemimpin dapat diangkat secara formal atau dipilih oleh pengikutnya.

6. Pemimpin berada dalam situasi tertentu baik situasi pengikut maupun lingkungan ekternal.

7. Kepemimpinan Islam merupakan kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhai Allah swt.

C. Tanggung Jawab Kepemimpinan

Islam adalah agama yang sempurna, di antara kesempurnaan Islam ialah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah Swt (Hablum minallah) maupun

24. Permadi, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta:Rineka Cipta,1996), hlm.8

25. Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beruit-Libanon:Dar-al-fikr,2009), hlm.77

(12)

hubungan dengan manusia (Hablumminannas), termasuk di antaranya masalah kepemimpinan di pemerintahan. Karena kepemimpinan merupakan suatu amanah maka untuk meraihnya harus dengan cara yang benar, jujur dan baik. Dan tugas yang diamanatkan itu juga harus dilaksanakan dengan baik dan bijaksana. Karena itu pula dalam menunjuk seorang pemimpin bukanlah berdasarkan golongan dan kekerabatan semata, tetapi lebih mengutamakan keahlian, profesionalisme dan keaktifan.26

Kepemimpinan di satu sisi dapat bermakna kekuasaan, tetapi di sisi lain juga bisa bermakna tanggung jawab. Ketika kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan, Allah SWT. mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah SWT. Allah SWT yang memberi kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah pula yang mencabut kekuasaan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya (lihat : al-Qur‟an surat Ali Imran : 26).27





Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Adanya kesadaran seorang mu‟min terhadap hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadiannya, ketika ia memegang kekuasaan, ia akan tetap bersikap rendah hati, tidak ada keangkuhan dalam dirinya sedikit pun, tidak akan menyelewengkan kekuasaannya dalam bentuk apa pun, dan ia gunakan kekuasaannya itu sebagai alat untuk menghambakan dirinya dan alat untuk mencapai ridha Allah SWT. Sehingga ia akan betul-betul melaksanakan amanah dan tanggung jawab jabatannya seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat, bukannya untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya pribadi maupun golongan-golongan tertentu saja. Karena, dalam kehidupan bermasyarakat, diperlukan adanya pemimpin yang

26. Viethzal Rivai, Dedi Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta:Rajawali Press, 2012), hlm.65

27. Ali Muhammad Taufiq ,Ibid, hlm.41

(13)

mengatur, membawahi, dan mengarahkan kehidupan masyarakat itu. Pemimpin harus menjadi abdi masyarakat. Dia harus melayani dan menjadi fasilitator bagi keperluan-keperluan rakyat.28

Dalam Islam, hampir semua ulama menyepakati bahwa pemimpin adalah abdi masyarakat.

Sebab, kepemimpinan sesungguhnya adalah suatu amanah (titipan) yang setiap saat harus dipertanggungjawabkan dan diambil wewenangnya. Amanah itu diperoleh dari Allah SWT lewat pemilihan yang dilakukan oleh manusia, kecuali para Nabi dan Rasul yang langsung dipilih oleh Allah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan amanah, manusia diharapkan senantiasa berbuat baik dan bertanggung jawab. Jika manusia bisa menyadari bahwa kepemimpinan adalah amanah, maka mereka tidak akan berebut kekuasaan dengan temannya sendiri, atau memaksakan diri untuk menjadi pemimpin demi keuntungan materi semata.

Substansi kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar “ahli”, berkualitas dan memiliki tanggungjawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik. Inilah beberapa kriteria yang Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur, sejahtera dan tentram.

Di samping itu, pemimpin juga harus orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. karena ketaqwaan ini sebagai acuan dalam melihat sosok pemimpin yang benar-benar akan menjalankan amanah. Bagaimana mungkin pemimpin yang tidak bertaqwa dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik?. Karena dalam terminologinya, taqwa diartikan sebagai melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Taqwa berarti ta‟at dan patuh, yakni takut melanggar atau mengingkari dari segala bentuk perintah Allah SWT.

Manusia diciptakan oleh Alah SWT di dunia ini dengan misi untuk mengabdi atau beribadah dan menjadi khalifah di bumi Allah SWT ini. Misi kekhalifahan adalah misi yang sangat mulia, karena ia menjadi sarana guna melakukan hal-hal yang bermakna dan menyejahterakan sesamanya. Oleh sebab itu, amanah menjadi hal sangat vital yang harus ditanamkan dan dijadikan pedoman dalam menjalankan aktivitas kepemimpinan seseorang.

Amanah juga menjadi salah satu prinsip kepemimpinan yang dimiliki Nabi Muhammad SAW. Sebagai pemimpin umat, Nabi SAW memiliki empat ciri kepemimpinan: shidiq (jujur), fathanah (cerdas dan berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya), dan tabligh (berkomunikasi dan komunikatif dengan bawahannnya dan semua orang).

28. Viethzal Rivai, Dedi Mulyadi, Ibid, hlm.90

(14)

Sifat-sifat Nabi SAW itu tecermin pada kebijakan dan tingkahlaku beliau sehari-hari, baik sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat dan negara. Sifat kepemimpinan beliau dan Khulafaur Rasyidin dapat dijadikan cermin oleh semua pemimpin. Mereka senantiasa mengabdi, menerima keluh kesah, memfasilitasi, dan siap menjadi “budak” rakyatnya, bukannya menjadi “tuan” bagi masyarakatnya. 29

Seorang pemimpin yang ideal tentu saja adalah yang selalu berpegang teguh pada akhlak kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin. Kisah Umar bin Khattab atau Umar bin Abdul Azis yang rela tidak makan sebelum rakyatnya makan, rela tidak tidur sebelum rakyatnya tidur, tidak mau menggunakan fasilitas negara di luar jam kerja untuk kepentingan keluarga, memberikan contoh hidup sederhana dan dermawan, adalah sebuah tipe kepemimpinan yang ideal. Mereka mempunyai moralitas dan budi pekerti yang luhur.

Selain itu, seorang pemimpin yang ideal haruslah mampu bekerja secara profesional, visioner, kreatif dan punya kemampuan berstrategi, berani, serta mampu menjadikan team work yang dipimpinnya menjadi solid dan berkualitas. Dengan kata lain, kita sangat mengharapkan adanya pemimpin yang mampu menjadikan masyarakat berubah menjadi lebih baik dalam segala sisi kehidupannya yang diberkahi oleh Allah SWT karena adanya pemimpin yang mampu mendorong masyarakatnya menuju peningkatan penghambaan umat manusia kepada Sang Khaliq. 30

Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah gembala, dan kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawaban mengenai gembalaannya. Seorang pemimpin tertinggi adalah pemimpin bagi rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai rakyatnya. (HR. Bukhari)

31

Dari abu Dzar RA, ia berkata, ”Aku pernah berkata, wahai rasulullah tidakkah engkau memberi jabatan kepadaku?” ia berkata, ”Maka beliau memukul pundakku dengan tangannya dan berkata, ”Wahai Abu Dzar sesungguhya engkau adalah orang yang lemah,

29. Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta:Bumi Aksara, 2000), hlm.158

30. Inu Kencana syafi‟I, Al-Qur’an dan Ilmu Politik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm.45

31. Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut-Libanon: Dar Al-Kotob, 2009), hlm.301

(15)

sedangkan jabatan adalah amanah, dan ia di hari kiamat merupakan suatu bencana serta penyesalan kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikannya sesuai yang wajib atasnya dirinya” (HR. Muslim).32

Jadi pemimpin seperti apa yang sebaiknya diangkat di era seperti sekarang ini? Secara umum Al-Qur‟an sudah memberikan gambaran kriteria pemimpin yag harus dipilih, yaitu seperti yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya.



“Dan sungguh Telah kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi Ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh. Yang dimaksud dengan Zabur di sini ialah seluruh Kitab yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi-Nya. sebahagian ahli tafsir mengartikan dengan Kitab yang diturunkan kepada nabi Daud a.s. dengan demikian Adz Dzikr artinya adalah Kitab Taurat”. (QS. Al-Anbiya‟ :105).33

Jadi yang mendapat mandat mengurusi manusia beserta isinya dimuka bumi ini sesuai rekomendasi Allah SWT ternyata hanyalah orang-orang shaleh, bukan orang-orang yang suka membuat kerusakan di dunia34

D. Kepemimpinan Publik

Kepala negara adalah sebuah jabatan individual atau kolektif yang mempunyai peranan sebagai wakil tertinggi dari pada sebuah negara seperti republik, monarki, federasi, persekutuan atau bentuk-bentuk lainnya. Kepala negara mempunyai tanggung jawab dan hak politis yang ditetapkan sesuai dengan konstitusi sebuah negara. Oleh karena itu, pada dasarnya kepala negara dapat dibedakan melalui konstitusi berbeda pada negara tertentu didunia.

Pada dasarnya, berdasarkan tanggung jawab dan hak politis yang diberikan konstitusi masing- masing negara, maka kepala negara dapat dibedakan menjadi:Negara dengan sistempresidentil biasanya berbentuk republik dengan presiden sebagai kepala negara merupakan pemimpin dari perangkat negara pada kementerian-kementerian pada negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan merupakan pemimpin dari

32. Fethullah Gulen, Menghidupkan dengan Mempelajari tanda-tanda kebersamaannya, (Jakarta:Rajagrafindo Press, 2002), hlm.144

33. Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islami Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Panjimas,1996), hlm.252

34. Soetjipto Wirosardjono, Dialog dengan Kekuasaan, (Bandung:Mizan, 1995), hlm.126

(16)

perangkat pemerintahan yang direpresentasi pada bagian dari kementerian negara kepada kementerian-kementerian yang ada pada kabinet. Disini presiden mempunyai hak yang lebih luas sebagai kepala birokrasi/ aparatur negara,mewakili negara ke luar negeri dan kepalanegara dan kepala pemerintahan sebagaimana diatur berdasarkan konstitusi negara dan perundang-undangan negara menjalankan kebijakan dalam negeri. Namun tentunya ada pengecualian bagi beberapa negara berbentuk monarki absolut seperti Arab Saudi, di mana raja biasanya merangkap sebagai kepala pemerintahan.35

Negara dengan sistem ini mempunyai presiden (atau gelar lainnya) dan perdana menteri yang saling membagi tanggungjawab dan hak dalam pemerintahan. Presiden menunjuk perdana menteri yang akan membentuk kabinet. Perdana menteri secara konstitusional bertanggungjawab kepada parlemen, namun tak dapat dipecat oleh parlemen. Parlemen juga tak dapat meminta pertanggungjawaban presiden.

Negara republik adalah suatu negara yang kepala negaranya dijabat oleh seorang presiden.

Seperti juga dengan negara kerajaan, negara republik juga dapat memiliki perdana menteri yang akan memimpin kabinet, yang sudah tentu presiden(kepala negara) terpilih tidak lebih dari sekedar simbol, kecuali sistem pemerintahan memberi posisi kepada presiden, yaitu dengan jalan tidak dapatnya presiden dijatuhkan oleh mosi tidak percaya parlemen(legislatif). Hal ini dicantumkan dalam konstitusi negara tersebut.

Tetapi apabila presiden selain kepala negara juga sekaligus merangkap sebagai kepala pemerintahan yang memimpin kabinet , maka negara republik tersebut berati menganut sistem pemerintahan yang presidensial. Kepemimpinan pemerintah adalah publik polisi (kebijakan pemerintah) yaitu apapun juga yang dipilih pilih pemerintah.36

E. Kepemimpinan Domestik

35. Inu Kencana Syafii‟e, Al-Qur’an dan Ilmu Politik, (Jakarta:Rineka Cipta), hlm.136

36. Inu Kencana Syafii‟e, Al-Qur’an dan IlmuPolitik.(Jakarta : Rineka Cipta), hlm 139

(17)

Negara merupakan organisasi kewilayaan yang bergerak dibidang kemasyarakatan dan kepentingan perseorangan dari segenap kehidupan yang multi dimensional untuk pengawasan pemerintahan dengan legalitas tertinggi (kedaulatan yang sah).

Negara merupakan suatu kelompok yang terorganisasi yaitu sesuatu kelompok yang mempunyai tujuan-tujuan yang sedikit banyak dipertimbangkan, tugas dan perpaduan kekuatan- kekuatan. Anggota-anggota kelompok ini para warga negara, bermukim disuatu daerah tertentu, negara memiliki di daerah ini kekusaan tertinggi yang diakui kedaulatannya. Ia menentukan bila perlu dengan jalan paksaan dan kekerasan. Batas-batas kekuasaan dari orang-orang dan kelompok dalam masyarakat di daerah ini.37

Hal ini tidak menghilangkan kenyataan bahwa kekuasaan negara pun mempunyai batas-batas, umpanya disebabkan kekusaan dari badan-badan internasional dan supra nasional.Kekuasaan negara diakui oleh warga negara dan oleh warga suatukelompok,bersekutu,alat,organisasi kewilayaan/kedaerahansistem politik, kelembagaan, dari suatu rakyat, keluarga,desa baik yang terdiri dari orang-orang yang kuat maupun yang lemah yang merupakan susunan kekuasaan yang memileram, kewibawaan, daulat, hukum, kepemimpinan bahkan sistem pemaksaan, sehingga pada akhirnya diharapkan akan dari dan memperoleh keabsahan, pengakuan, dari dalam dan luar negeri, tempat tinggal yang aman, masyarakat yang tentaram, bangsa yang teratur, hidup bersama yang lebih baik dan terkendali dalam rangka mewujudkan tujuan serta cita-cita rakyat banyak.38

F. Gaya Kepemimpinan

a. Kepemimpinan transformasi

Kepemimpinan transformasi Adalah satu teori yang istimewa adalah kepemimpinan transformasi. Menurut teori ini pemimpinmemiliki empat tugas pokok.

1. Memiliki misi atau gambaran masa depan yang diinginkan

Pemimpin harus mampu menjelaskan tujuan masa depan kepada para pengikut dengan gambaran yang menarik. Hal ini diperlukan agar membuat para pengikut optimis dan teguh

37. Pamudji, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, (Jakarta:Bumi Aksara,1995), hlm.153

38. Al-habib Sihabudin, Op.Cit, hlm.144

(18)

dalam menghadapi cobaan-cobaan, bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugas yang diamanakan kepada mereka, serta konssisten dengan tujuan-tujuan bersama. Pemimpin tidak seorang diri membentuk visi.Ia dapat mengikut sertakan para pengikut.Visi terkadang pula terbentuk dari metode yang mereka bawah.39

2. Mengomunikasikan visi kepada pengikut

Bagaimanpun hebatnya sebuah visi. Hal itu tidak akan bernilai jika tidak dapat dipahami dan diyakini oleh para pengikut. Pemimpin yang berhsil adalah pemimpin yang mampu mengomunikasikan visi kepada para pengikut dari hati kepada hati melalui ilustrasi yang jelas, sehingga mereka memandangnya seperti mereka melihat realitas sebenarnya.

3. Realisasi visi

Pemimpin yang berhasil tidak akan tidak akan merasa puas dengan hanya menjelaskan visi yang dimilikinya. Tidak hanya itu ia juga akan menerapkannya. Pemimpin yang berhasil tidak akan mengatur pengikutnya, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang hidup ditengah-tengah pengikut dan menanggapi setiap kejadian dan peristiwa baik besar maupun kecil melalui interaksi dengan visi yang diinginkan dan mencari keyakinan terhadap kesesuaian semua aktivitas terhadap visi, nilai, nilai, dan prinsip-prinsip yang membentuknya.40

Selain itu juga seorang pemimpin yang berhasil adalah seorang yang penyabar, memiliki keinginan yang besar serta tekad yang kuat dalam perjalanannya dan gerakannya utuk menggapai visi bersama. Dengan semangat dan keteguhannya, kelompok yang dipimpinnya akan semakin solid dan bertambah keyakinan mereka terhadap visi, ketulusan pemimpin, kejujuran, dan pemahaman yang jelas yang dimiliki.41

4.Meningkatkan konsisten pengikut terhadap visi

Ini adalah tugas keempat bagi pemimpin yang berhasil. Setelah ia menentukan visi, menyampaikan kepada pengikutnya, merasakan dan menerapkan kepada dirinya, maka salah satu tugas utamanya adalah meningkatkan komitmen pengikut-pengikutnyaterhadap visi

39. Sudarman Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektifitas kelompok, (Jakarta:Rineka Cipta, 2004), hlm.56

40. Ahmad Sanusi, Kepemimpinan Sekarang dan Masa Depan, (Bandung:Perpustakaan Nasional,2009), hlm.23

41. Didin Hafidhuddin, Manajemen Syariah dalam Praktik, (Jakarta:Gema Insani, 2003), hlm.119

(19)

tersebut. Pemimpin hendaknya menggunakan berbagai macam sarana untuk menanamkan komitmen ini, berikut ini beberapa cara yang dapat digunakan.

Pertama, memberikan dorongan dan selalu mengingatkan dengan kisah orang-orang terdahulu,

misalnya kisah para nabi.

Kedua, mengikut sertakan pengikut dalam membentuk visi, dalam pengambilan keputsan, serta memberikan otoritas-otoritas yang luas, sebagaimana yang didapatkan al-Hubab bin al- Mundzir pada perang badar.

Ketiga, teladan yang baik, kajian-kajian barat yang kontemporer membuktikan bahwa tidak adanya teladan atau panutan serta lemahnya kredibilitas seorang pemimpin merupakan penyebab terbesar lemahnya kinerja institusi.

b. Kepemimpinan situasional

Potensi yang dimilikiny sehingga ia dapat mengarahkanya untuk mencapai tujuan. Ada dua tugas utama seorang pemimpin.

Penagarahan adalah memberikan intruksi-intruksi kepada para pengikut, seperti bagaiman mereka melaksanakan pekerjaan, kapan dan dimana? Peran pengikut adalah mendengarkan dan melaksanakan.

Motivasi adalah usaha mendorong pengikut untuk melaksanakan tugas-tugas dengan kemauan mereka sendiri, mendengarkan masukan-masukan, memberikan wewenang-wewenang, serta mengikut sertakan mereka dalam mengambil keputusan.42

Adanya kesadaran seorang mu‟min terhadap hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadiannya, ketika ia memegang kekuasaan, ia akan tetap bersikap rendah hati, tidak ada keangkuhan dalam dirinya sedikit pun, tidak akan menyelewengkan kekuasaannya dalam bentuk apa pun, dan ia gunakan kekuasaannya itu sebagai alat untuk menghambakan dirinya dan alat untuk mencapai ridha Allah SWT. Sehingga ia akan betul-betul melaksanakan amanah dan tanggung jawab jabatannya seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat, bukannya untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya pribadi maupun golongan-golongan

42. Musthafa al-Adawy, Fikih Akhlak, (Jakarta:Qisthi Press, 2005), hlm.25

(20)

tertentu saja. Karena, dalam kehidupan bermasyarakat, diperlukan adanya pemimpin yang mengatur, membawahi, dan mengarahkan kehidupan masyarakat itu. Pemimpin harus menjadi abdi masyarakat. Dia harus melayani dan menjadi fasilitator bagi keperluan-keperluan rakyat.

Dalam Islam, hampir semua ulama menyepakati bahwa pemimpin adalah abdi masyarakat.

Sebab, kepemimpinan sesungguhnya adalah suatu amanah. Setiap saat harus dipertanggungjawabkan dan diambil wewenangnya. Amanah itu diperoleh dari Allah SWT lewat pemilihan yang dilakukan oleh manusia, kecuali para Nabi dan Rasul yang langsung dipilih oleh Allah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan amanah, manusia diharapkan senantiasa berbuat baik dan bertanggung jawab. Jika manusia bisa menyadari bahwa kepemimpinan adalah amanah, maka mereka tidak akan berebut kekuasaan dengan temannya sendiri, atau memaksakan diri untuk menjadi pemimpin demi keuntungan materi semata.

Substansi kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar “ahli”, berkualitas dan memiliki tanggungjawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik. Inilah beberapa kriteria yang Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur, sejahtera dan tentram.

Di samping itu, pemimpin juga harus orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. karena ketaqwaan ini sebagai acuan dalam melihat sosok pemimpin yang benar-benar akan menjalankan amanah.Bagaimana mungkin pemimpin yang tidak bertaqwa dapat melaksanakankepemimpinannya dengan baik? Karena dalam terminologinya, taqwa diartikan sebagai melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Taqwa berarti ta‟at dan patuh, yakni takut melanggar atau mengingkari dari segala bentuk perintah Allah SWT.

Manusia diciptakan oleh Alah SWT di dunia ini dengan misi untuk mengabdi atau beribadah dan menjadi khalifah di bumi Allah SWT ini. Misi kekhalifahan adalah misi yang sangat mulia, karena ia menjadi sarana guna melakukan hal-hal yang bermakna dan menyejahterakan sesamanya. Oleh sebab itu, amanah menjadi hal sangat vital yang harus ditanamkan dan dijadikan pedoman dalam menjalankan aktivitas kepemimpinan seseorang.Amanah juga menjadi salah satu prinsip kepemimpinan yang dimiliki Nabi Muhammad SAW. Sebagai pemimpin umat, Nabi SAW memiliki empat ciri kepemimpinan: shidiq (jujur), fathanah (cerdas dan

(21)

berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya), dan tabligh (berkomunikasi dan komunikatif dengan bawahannnya dan semua orang).43

Sifat-sifat Nabi SAW itu tecermin pada kebijakan dan tingkahlaku beliau sehari-hari, baik sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat dan negara. Sifat kepemimpinan beliau dan Khulafaur Rasyidin dapat dijadikan cermin oleh semua pemimpin. Mereka senantiasa mengabdi, menerima keluh kesah, memfasilitasi, dan siap menjadi “pembantu” rakyatnya, bukannya menjadi “tuan” bagi masyarakatnya.44

Seorang pemimpin yang ideal tentu saja adalah yang selalu berpegang teguh pada akhlak kepemimpinan Nabi Muhammad. Kisah Umar bin Khattab atau Umar bin Abdul Azis yang rela tidak makan sebelum rakyatnya makan, rela tidak tidur sebelum rakyatnya tidur, tidak mau menggunakan fasilitas negara di luar jam kerja untuk kepentingan keluarga, memberikan contoh hidup sederhana dan dermawan, adalah sebuah tipe kepemimpinan yang ideal. Mereka mempunyai moralitas dan budi pekerti yang luhur.

Selain itu, seorang pemimpin yang ideal haruslah mampu bekerja secara profesional, kreatif dan punya kemampuan berstrategi, berani, serta mampu menjadikan kepemimpinan yang dipimpinnya menjadi solid dan berkualitas. Dengan kata lain, kita sangat mengharapkan adanya pemimpin yang mampu menjadikan masyarakat berubah menjadi lebih baik dalam segala sisi kehidupannya yang diberkahi oleh Allah SWT karena adanya pemimpin yang mampu mendorong masyarakatnya menuju peningkatan.

G. Batas Ketaatan Kepada Pemimpin

Kedudukan seorang pemimpin sangat tinggi dalam agama islam, sehingga ketaatan kepadamereka pun disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana firman-nya :45





43. Pamudji, Ibid, hlm.96

44. MuhammadRidwan Yahya, Ibid, hlm.25

45. Rahmat Syafei, Al-Hadis Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, (Bandung:Pustaka Setia,2002), hlm.142

(22)

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS. An-Nissa :59)46

Sesuai dengan ayat di atas, Rasulullah SAW, bersabda :

Artinya :

Telah menceritakan Musaddad menceritakan kepada Yahya bin Said dari Abdullah menceritakan Nafi dari Abdullah ra, dari Nabi saw, telah bersabda: Barang siapa yang taat kepadaku, berarti taat kepada Allah, dan barang siapa yang taat kepada Allah, dan barang siapa yang melanggar padaku berarti melanggar kepada Allah. Dan siapa yang taat pada pemimpin berarti taat kepadaku, dan siapa yang maksiat kepada pemimpin berarti maksiat padaku”.(H.R. Bukhari dan Muslim).47

Penjelasan

Hadis di atas menunjukkan kepada kita bahwa kepatuhan seorang rakyat terhadap pemimpin tidaklah mutlak. Ada batasan-batasan tertentu dimana seorang rakyat wajib taat dan patuh dan ada pula saat dimana rakyat tidak perlu patuh, bahkan boleh berontak atau melawan.

Dalam hadis di atas, batasan-batasan kepatuhan terhadap pemimpin itu adalah selama pimpinan tidak memerintahkan rakyatnya untuk berbuat ma‟siyat. Secara bahasa ma‟siyatan adalah berarti durhaka atau tidak taat kepada Allah. Namun secara istilahi, makna ma‟siyat cukup beragam.

Karenanya, Apabila kita membatasi makna ma‟siyat hanya pada perkara-perkara semacam pornografi dan pornoaksi, seperti yang dilakukan oleh sekelompok orang yang

46. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,(Bandung : Diponorogo, 2005), hlm.69

47. Rahmat, Al-HAdis Aqidah,Akhlaq, Sosial dan Hukum,(Bandung:Pustaka Setia, 2000), hlm.144-1445

(23)

mengatasnamakan Islam dalam melakukan pengrusakan tempat hiburan dengan dalih menghapus kema‟siyatan.48

Padahal kema‟siyatan bukan hanya berada di tempat hiburan malam, akan tetapi di kantor-kantor pemerintah justru lebih banyak kema‟siyatan dalam bentuknya yang samar namun cukup memprihatinkan. Lihatlah misalnya di kantor-kantor departemen, di ruang-ruang sidang para wakil rakyat, bahkan di masjid sekalipun, kita bisa menjumpai kema‟siyatan. Namun yang dimaksud kema‟siyatan di sini tentunya bukan penari telanjang atau orang yang sedang mabuk- mabukan, melainkan tindakan-tindakan yang mendurhakai allah yang dipertontonkan oleh para pemimpin kita, wakil rakyat kita dan bahkan ulama-ulama kita.

Bukankah korupsi, kolusi dan semua hal yang mengarah pada ketidak jujuran dalam memimpin negeri ini serta mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil juga termasuk ma‟siyat. Bukan hanya itu, seorang ulama yang pandai berkhutbah namun dia menjadi jurkam dari pemimpin yang korup juga telah masuk dalam kategori berbuat ma‟siyat. Bahkan tindakan yang tidak melindungi anak-anak terlantar, janda-janda tua dan kaum miskin papa juga termasuk ma‟siyat karena semua itu merupakan perintah Allah, dan bagi siapa yang tidak melaksanakan perintah allah maka dia telah mendurhakai allah, dan orang yang durhaka berarti berbuat ma‟siyat kepada Allah.49

Dengan demikian, kema‟siyatan yang tidak perlu dipatuhi seorang rakayat terhadap pemimpinnya adalah kema‟siyatan dengan pengertiannya yang cukup luas (mendurhakai allah) bukan saja kema‟siyatan yang berarti sempit (seperti pornoaksi dan pornografi). Oleh sebab itu, dari hadis di atas bisa kita simpulkan bahwa apabila pemimpin kita sudah tidak lagi memegang prinsip-prinsip kejujuran serta tidak lagi berpihak pada kepentingan rakyat kecil, maka batasan kepatuhan terhadap pemimpin tersebut sudah gugur dengan sendirinya, karena pemimpin itu sendiri sudah termasuk kema‟siyatan yang perlu untuk di hapuskan di muka bumi ini.50

48. Muhammad Faiz Almath, Hadis-hadis Terpilih, (Bandung:Pustaka Setia,1999), hlm.163-164

49. Permadi, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta:Rineka Cipta, 1996), hlm.21

50. Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu, (Jakarta:Gema Insani, 2002), hlm.127

(24)

Hal itu menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus ditaati walaupun seorang budakhitam umpamanya. Segala perintah dan perkataannyaharus ditaati oleh semua bawahannya, sebagaimana dinyatakan dalam hadis:

Anas r.a berkata : bersabda Rasulullah saw: dengarlah dan ta‟atlah meskipun yang terangkat dalam pemerintahanmu seorang budak habasyah yang kepalanya bagaikan kismis.

Penjelasan

Islam adalah agama rahmatan lil „alamin. Begitu pula Nabi Muhammad s.a.w diutus sebagai Nabi bukan hanya untuk orang arab saja, melainkan untuk semua umat manusia. Karena itu, para pengikut Nabi bukan saja dari kalangan suku Quraisy yang menjadi suku bergengsi saat itu, melainkan juga dari suku-suku lainnya yang sebelum datang islam termasuk suku “hina”.

Bahkan kita mengenal salah seorang sahabat nabi yang bernama bilal bin rabah yang warna kulitnya cukup hitam legam. Padahal, sebelum datangnya ajaran islam di arab dulu, orang kulit hitam adalah termasuk kelompok suku yang sebagian besar berprofesi sebagai budak. Mereka sama sekali tidak dihargai dan tidak diperlakukan sebagaimana manusia yang lain. Akan tetapi setelah turun ajaran islam, semua batasan-batasan ras, warna kulit, dan golongan itu dihapus, dan semua manusia adalah sama statsunya di muka allah, hanya keimanan dan ketaqwaanlah yang membedakan mereka.51

Pengakuan islam terhadap dimensi kemanusian universal bukan hanya dalam pergaulan sosial sehari-hari, melainkan islam juga mengakui semua orang berhak menjadi pemimpin. Tidak peduli mereka itu berkulit hitam, coklat, merah, hijau, dsb, asalkan bisa memimpin secara adil, maka dia berhak untuk menjadi pemimpin. Dalam konteks ini, keadilan dan kejujuran menjadi kriteria paling pokok dalam menentukan seorang pemimpin, bukan warna kulit atau asal golongan. Dan apabila yang terpilih sebagai pemimpin adalah dari kalangan kulit hitam, islam

51. Rahmat Syafe‟I, Op.Cit, hlm.139

(25)

juga mewajibkan kita agar tidak boleh meremehkan pemimpin itu. Akan tetapi kita juga harus mematuhi semua perintahnya (selama tidak untuk ma‟siyat) sebagaimana kita mematuhi perintah pemimpin-pemimpin yang lain.52

Namun demikian, bukan berarti ketaatan yang tanpa batas karena kewajiban taat kepada seorang pemimpin hanyalah dalam hal-hal yang tidak berhubungan dengan kemaksiataan (dosa), sebagaiman dijelaskan dalam hadis pertama. Apabila pemimpin memerintahkan bawahannya untuk berbuat dosa, pemerintahan itu tidaklah wajib ditaati, bahkan bawahannya harus mengingatkannya.53

Dalam kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang pemimpin menyalahgunakan kekuasaan guna mencapai keinginan dan kepuasan hawa nafsunya. Tidak jarang pula, untuk menggapai cita-citanya tersebut, dia memerintahkan kepada para bawahannya(rakyatnya) untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh agama.

Terhadap perintah demikian, Islam melarang untuk menaatinya.

Dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah saw, pernah memerintahkan seorang bekas budak untuk menggunakan kulit kambing yang telah mati, tetapi budak tersebut tidak menuruti perintah Rasulullah Saw,. Ia beranggapan bahwa menggunakan kulit kambing adalah haram sebagaiman diharamkan memakannya. Nabi kemudian menjelaskan kepadanya bahwa mempergunakan kulit binatang yang mati tidak diharamkan.54

Sikap bekas budak tersebut menunjukkan bahwa ia tidak mau taat kepada pemimpin sekalipun kepada Rasulullah Saw, kalau ia menganggap bahwa perintah untuk melakukan perbuatan maksiat. Ia menganggap bahwa Rasullah memerintahkannya untuk berbuat maksiat dengan menyuruhnya mempergunakan kulit kambing yang mati.

Begitu pula pada hadis yang kedua, para sahabat tidak mau menurut perintah pemimpinnya waktu mereka diperintahkanmasuk ke dalam api, karena seperti itu mereka tidak benar. Ternyata perbuatan para sahabat yang menentan perintah pimpinan mereka tersebut di benarkan oleh Rasulullah saw.

52. Muhammad Ridwan Yahya, Membumikan Kepemimpinan Langit, (Jakarta:Pustaka Nawaitu,2004), hlm.21

53. Taufik Rahman,Hadis Hadis Hukum, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), hlm.144

54. Rahmat Djatnika, Lock.Cit, hlm.254

(26)

Umat islam diwajibkan para pemimpin mereka, baik terhadap aturan-aturan yang disetujuinya maupun tidak, sejauh pemimpin tesebut tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan (dosa). Kalau seorang pemimpin memerintahkan kemaksiatan bawahan tidak wajib menaatinya, bahkan harus berani menegurnya dengan cara yang baik. 55

55. Ali Muhammad Taufiq, Op.Cit, hlm.44

Referensi

Dokumen terkait

Jonari Napitupulu: Tanggung Jawab Hukum Akuntan, 2005... Jonari Napitupulu: Tanggung Jawab Hukum

Analisis Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pengobatan Tradisional di Bidang Pelayanan Kesehatan Untuk Memenuhi Hak-hak Pasien Sebagai Konsumen Jasa. Tanggung jawab pelaku

Menurut penulis, sesuai pada prinsip tanggung jawab pelaku usaha yang berlaku di Indonesia, tanggung jawab developer terhadap hak konsumen atas penggantian operator

Berdasarkan uraian tersebut di atas, tanggung jawab penanggung dalam asuransi tanggung jawab hukum adalah apabila tertanggung melakukan wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum

Tanggung Jawab Internasional ( International Responsibility ) atau yang sering disebut dengan Tanggung Jawab Negara ( State Responsibility ) dalam hukum Internasional

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep organisasi perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung

Adapun hakekat tanggung jawab menurut Levinas adalah: tanggung jawab sebagai fakta terberi eksistensial, tanggung jawab non normatif, tanggung jawab bagi orang lain,