• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kompetensi Sosial a. Pengertian Kompetensi Guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kompetensi Sosial a. Pengertian Kompetensi Guru"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Deskripsi Teori

1. Kompetensi Sosial

a. Pengertian Kompetensi Guru

Kata kompetensi berasal dari bahasa Ingris yaitu “Competence”

yang berarti kesanggupan, kemampuan atau kewenangan. Suharsaputra (2013: 218) mengatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik individu yang melandasi tingkah laku seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan, baik itu pengetahuan, keterampilan, sikap ataupun motive, yang dapat mempengaruhi kualitas kinerja seseorang.

Hal ini selaras dengan pendapat Musfah (2011: 27) yang mengatakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, perilaku dan keterampilan yang harus dimiliki oleh guru dalam mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan. Dengan demikian kompetensi tidak hanya dilihat dari satu aspek saja, tetapi merupakan perpaduan dari beberapa kemampuan seseorang, yaitu kemampuan pengetahuan, keterampilan dan perilakunya.

Pengertian kompetensi guru menurut Susanto (2016: 136) adalah seperangkat kualifikasi atau kemampuan yang dimiliki oleh guru dalam menunjang tugas keprofesionalannya. Seperangkat kemampuan ini meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang terlihat ketika bagaimana guru itu berpikir dan bertindak. Kompetensi guru ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai agar dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotor dengan baik.

Sementara itu, Hamalik (2008: 52) menjelaskan bahwa guru harus memiliki beberapa kemampuan dasar seperti:

1) Kemampuan menguasai bahan pelajaran 2) Mengetahui cara mengelola pembelajaran

3) Memiliki kemampuan mengelola kelas dengan pengalaman belajar

(2)

4) Kemampuan menggunakan media atau sumber dengan pengalaman belajar

5) Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan dengan pengalaman belajar

6) Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar dengan pengalaman belajar

7) Kemampuan menilai prestasi siswa dengan pengalaman belajar 8) Kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan

dan penyuluhan dengan pengalaman belajar

9) Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah dengan pengalaman belajar

10) Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil- hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.

Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru menurut Undang- Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ada empat, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Undang-Undang Republik Indonesia tentang Guru dan Dosen, 2016: 9). Keempat kompetensi ini merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat menjalankan tugasnya dengan optimal.

Pertama, kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru yang berkenaan dengan penguasaan teori dan praktek tentang mengajar.

Kompetensi ini mengharuskan guru memberikan pengajaran yang baik ketika pembelajaran berlangsung agar pembelajaran dapat berjalan sesuai yang diharapkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai, (Susanto, 2016: 137). Kegiatan yang termasuk kompetensi pedagogik seperti menguasai karakteristik peserta didik, menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip mengajar, mengembangkan kurikulum, memanfaat teknologi dan komunikasi dalam pembelajaran, memfasilitasi pengembangan peserta didik, berkomunikasi dengan peserta didik secara efektif, melakukan evaluasi, memanfaatkan hasil belajar dan melakukan reflektif untuk meningkatkan hasil belajar (Masaong, 2013:

(3)

112). Dengan kata lain, kompetensi pedagogik ini adalah kemampuan dasar guru dalam menyampaikan dan mengolah materi sehingga menghasilkan pembelajaran yang berkualitas.

Kedua, kompetensi kepribadian. Guru diharapkan memiliki pribadi yang baik sehingga dapat dijadikan panutan bagi peserta didik.

Kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan peserta didik dan berakhlak mulia merupakan kepribadian yang dibutuhkan oleh pendidik agar dapat berpengaruh terhadap pencapaian keberhasilan siswa baik dalam bidang afektif, kognitif, maupun psikomotor (Susanto, 2016: 137). Guru harus mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang ada, menampilkan pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan menjadi teladan siswa, memiliki pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menunjukkan etos kerja, serta menjunjung tinggi kode etik profesi guru (Masaong, 2013: 115).

Ketika guru memiliki kompetensi kepribadian, maka guru tersebut akan lebih mudah membentuk akhlak mulia pada diri siswa, karena guru tersebut bisa menjadi teladan bagi siswa.

Ketiga, kompetensi sosial. Guru merupakan makhluk sosial yang dapat berkomunikasi dengan baik terhadap peserta didik dan lingkungan sekitarnya. Guru harus bersikap, bertindak, dan berkomunikasi dengan peserta didik dan masyarakat sekitar, serta dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan baik (Susanto, 2016:

138). Dengan memiliki kompetensi sosial yang baik, guru akan memiliki hubungan yang baik pula terhadap orang-orang di sekitarnya.

Keempat, kompetensi profesional. Menurut Jarnawi dalam Susanto (2016: 138) kompetensi professional merupakan kemampuan guru dalam menguasai teori dan praktek tentang pembelajaran, menggunakan teknologi informasi dalam pembelajaran, penguasaan materi, konsep dan pola pikir keilmuwan, meningkatkan kinerja profesionalnya, serta komitmennya dalam pengabdian kepada masyarakat. Guru yang memiliki kompetensi professional akan lebih memahami konsep tentang keilmuwannya dan mengaplikasikannya

(4)

dalam pembelajaran, dapat memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada serta lebih bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai pendidik.

b. Pengertian Kompetensi Sosial

Seperti manusia pada umumnya, guru adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

Untuk itu, guru diharapkan memiliki kompetensi sosial agar dapat bergaul dan berkomunikasi secara efektif. Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) yang yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Guru dan Dosen (2016: 83-84) mengemukakan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:

1) Berkomunikasi secara lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun 2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara

fungsional

3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik

4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku

5) Menerpakan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Sementara itu, Damsar (2012: 165) mengemukakan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian masyarakat untuk bergaul dan berkomunikasi secara efektif dengan siswa, sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua atau wali siswa dan masyarakat. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator efektif sebagai berikut:

1) Guru dapat bergaul dan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik

(5)

2) Guru dapat bergaul dan berkomunikasi secara efektif dengan sesama guru dan tenaga kependidikan

3) Guru dapat bergaul dan berkomunikasi secara efektif dengan orang tua atau wali siswa dan masyarakat.

Diantara kemampuan sosial dan personal yang paling mendasar dan harus dikuasai guru yaitu idealisme, ialah cita-cita luhur yang ingin dicapai melalui pendidikan (Sukmadinata dalam Musfah, 2011: 53).

Cita-cita ini dapat diwujudkan oleh guru melalui beberapa cara berikut:

1) Kesungguhan mengajar dan mendidik para siswa. Seberat apapun rintangan yang harus dilalui oleh guru, guru harus tetap berjuang melewatinya sehingga dapat memberikan pengajaran bagi muridnya secara maksimal.

2) Pembelajaran masyarakat melalui interaksi dan komunikasi langsung secara tatap muka, baik itu di masjid, balai desa, posyandu, atau pun di tempat-tempat lainnya. Dalam hal ini guru tidak hanya menjadi guru bagi para muridnya, tetapi juga bagi masyarakat.

3) Guru menuangkan dan mengekspresikan pemikirannya dalam bentuk tulisan, baik itu artikel, cerpen, novel, jurnal atau pun karya ilmiah lainnya. Hal ini bertujuan agar guru memiliki kecakapan dalam menulis, sehingga keadaan pendidikan yang terjadi dapat diketahui oleh pembaca.

Dengan demikian, kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, baik itu dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali murid, maupun dengan masyarakat sekitarnya.

c. Pentingnya Kompetensi Sosial

Seperti yang dikutip oleh Mulyasa (2009: 174) Imam Al-Ghazali menempatkan profesi guru sebagai posisi tertinggi dari semua profesi yang ada. Karena menurutnya, guru dalam pandangannya mengemban dua misi sekaligus yaitu tugas keagamaan dan tugas sosiopolitik

(6)

(kekhalifahan) yang berujung pada kebahagiaan di akhirat. Ketika guru menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, dia melakukan suatu kebaikan, dan inilah makna tugas keagamaan. Sedangkan tugas sosiolopitik yaitu ketika guru membangun, memimpin dan menjadi teladan yang menegakkan keteratuan, kerukunan, dan keberlangsungan masyarakat. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar pribadi seperti tanggung jawab, berwibawa, mandiri dan disiplin.

Seperti pendapat Imam Al-Ghazali di atas, anggapan masyarakat Indonesia tentang guru yang mengatakan bahwa “guru bisa digugu dan ditiru” mengharuskan guru memiliki pribadi tertentu agar perkataan yang disampaikan dapat dipercaya kebenarannya (digugu) dan tingkah lakunya dapat dijadikan teladan (ditiru) sehingga guru sering menjadi panutan bagi masyarakat.

Oleh karena itu, guru harus memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat, baik masyarakat sekitarnya maupun masyarakat di tempatnya bekerja agar nilai-nilai yang disampaikan guru tidak menyimpang dengan nilai-nilai masyarakat yang ada. Hal ini juga telah ditetapkan secara nasional dengan adanya kompetensi sosial yang mengharuskan guru memiliki hubungan sosial yang baik di masyarakat (Mulyasa, 2009: 174-175).

d. Standar Kompetensi Sosial Guru SD/MI

Setiap jenjang pendidikan memiliki standar kompetensi guru yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik siswa yang dihadapinya. Standar kompetensi sosial bagi guru MI yaitu sebagai berikut (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2017 tentang guru dan dosen):

1) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi.

2) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.

(7)

3) Beradaptasi ditempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.

4) Berkomunikas dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

Kompetensi sosial guru juga dapat diwujudkan melalui hal-hal berikut:

1) Guru maupun siswa memunculkan rasa saling menjaga, saling membutuhkan dan saling menghormati

2) Guru maupun siswa memiliki keterbukaan dan melakukan kejujuran

3) Guru dan siswa saling menghargai perbedaan, keragaman, dan kreativitas (Rofa’ah, 2016: 75).

e. Berkomunikasi dan Bergaul secara Efektif

Kompetensi sosial merupakan kemampuan antara hubungan antar pribadi dalam kehidupan bermasyarakat (Rofa’ah, 2016: 75). Seseorang yang memiliki hubungan positif antar pribadi merupakan salah satu aset yang baik. Susanto (2016: 113) mengemukakan beberapa indikator seseorang yang dapat bergaul secara efektif, yaitu:

1) Dapat diterima dan bergaul secara efektif baik dengan atasan maupun teman sejawat

2) Dapat berkomunikasi secara efektif 3) Dapat bekerja secara produktif dalam tim 4) Memiliki sifat yang positif dan antusias.

Sebagai pendidik, memiliki hubungan yang baik dengan orang lain merupakan bagian dari kompetensi sosial. Terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif baik di sekolah maupun di masyarakat.

Ketujuh kompetensi sosial tersebut adalah sebagai berikut:

1) Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama

2) Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi

(8)

3) Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi 4) Memiliki pengetahuan tentang estetika 5) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial

6) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan 7) Setia terhadap harkat dan martabat manusia (Mulyasa, 2009: 176).

Guru diharapkan mampu bergaul dan berkomunikasi secara efektif dengan siapa saja, baik itu dengan siswa. sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali murid maupun dengan masyarakat.

Berikut beberapa sikap dan perilaku guru dalam bersosialisasi:

1) Bersikap dan bergaul dengan siswa

Siswa merupakan klien bagi guru. Setiap hari guru berinteraksi dengan siswa, baik secara langsung di kelas maupun secara tidak langsung di lingkungan kelas. Karena itulah sikap dan perilaku guru di lingkungan sekolah sangat menentukan respon balik siswa ketika dalam pembelajaran (Suharsaputra, 2013: 65).

Guru harus terbiasa dan pandai berinteraksi dengan siswa sehingga memberikan kesan yang dapat diterima oleh siswa.

Dalam proses pembelajaran, guru menghadapi siswa yang memiliki karakteristik berbeda-beda dan menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Untuk itu, guru harus menerima perbedaan- perbedaan tersebut dan meyakinkan bahwa semua bisa berubah.

Siswa dapat berubah lebih baik apabila guru dapat membimbingnya dengan sungguh-sungguh. Guru juga harus memberikan perhatian dan rasa peduli kepada siswa agar siswa tahu bahwa mereka sangat diperhatikan oleh guru. Guru harus membiasakan memasuki kelas dengan senyum, seberat apa pun masalah yang sedang dihadapi oleh guru, guru tidak boleh menunjukkan sikap sedihnya sehingga siswa tidak bersemangat dalam belajar (Suharsaputra, 2013: 68).

Interaksi dan komunikasi yang dilakukan oleh guru dan siswa merupakan proses terjadinya pembelajaran. Untuk itu perlu strategi yang tepat untuk melaksanakna interaksi yang efektif. Interaksi dan komunikasi hendaknya tidak hanya dilakukan di dalam kels saja,

(9)

tetapi juga di lingkungan sekitarnya, sehingga menimbulkan komunikasi yang mengandung unsure pembelajaran atau komunikasi edukatif (Suharsaputra, 2013: 72). Dengan adanya komunikasi yang edukatif, sangat memungkinkan siswa untuk belajar di luar kelas, tidak hanya ketika pembelajaran di dalam kelas.

2) Bersikap dan bergaul dengan rekan guru, staff dan pimpinan

Rekan guru adalah orang yang sama-sama mengetahui dan memahami bagaimana susah dan senangnya menjadi guru. Seorang guru perlu berkomunikasi dengan guru lainnya. Karena dengan memiliki komunikasi yang baik terhadap sesama guru, sangat memungkinkan bagi mereka untuk bercerita mengenai masalah- masalah yang dihadapi ketika mengajar, bertukar pikiran mengenai proses pendidikan dan pengajaran, serta dapat memperbaiki dan meningkatkan proses pendidikan dan pengajaran secara bersama- sama (Suharsaputra, 2013: 92). Berkomunikasi dengan sesama guru dapat meningkatkan pengetahuan secara aplikatif mengenai cara mendidik dan mengajar serta memahami siswa. Karena rekan guru adalah teman yang sama-sama mengetahui bagaimana tugas dan peran seorang guru.

Pelaksanaan tugas guru tidak lepas dari kebutuhan yang bersifat administratif. Beberapa tugas guru di sekolah dibantu oleh para staff dalam menyediakan administrasi yang dibutuhkan. Guru diharapkan memiliki komunikasi yang baik dengan para staff, tidak hanya ketika guru membutuhkan bantuannya. Berkomunikasi secara efektif dengan para staff dan membangun kebersamaan antara guru dan para staff akan meningkatkan kohesivitas organisasi sekolah sehingga tujuan organisasi sekolah dapat tercapai dengan efektif dan efisien (Suharsaputra, 2013: 94). Guru yang dapat berkomunikasi secara efektif dengan para staf akan membuat mereka memiliki hubungan baik sehingga para staf akan

(10)

semangat giat mengerjakan tugas-tugasnya dalam mendukung kebutuhan administrasi guru.

Kepala sekolah merupakan seorang guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin sekolah. Guru harus pula memiliki komunikasi yang baik dengan kepala sekolah, bukan karena individunya, tetapi karena kepentingan mutu pendidikan dan pembelajaran. Selain patuh terhadap keputusan kepala sekolah, guru juga harus mampu memberikan saran dan solusinya secara halus ketika kepala sekolah membuat keputusan yang menimbulkan dampak yang kurang baik untuk kemajuan sekolah (Suharsaputra, 2013: 95). Sebagai guru juga perlu mempunyai komunikasi yang baik terhadap kepala sekolah. Bukan karena jabatan yang dimilikinya tetapi karena untuk memajukan pendidikan dan pembelajaran yang ada di sekolah. Dengan memiliki komunikasi yang baik terhadap kepala sekolah. Guru akan mengetahui bagaimana keadaan sekolah dan bersama-sama saling mengingatkan ketika ada kesalahan dalam menjalankan tugasnya.

3) Bersikap dan perilaku serta dalam Masyarakat

Peranan guru tidak lagi terbatas untuk memberikan pembelajaran di sekolah, tetapi juga memiliki tanggung jawab yang lebih yaitu bekerja sama dengan pengelola pendidikan lainnya dalam lingkungan masyarakat. Untuk itu eorang guru harus lebih banyak melibatkan diri dalam kegiatan diluar sekolah. Untuk mlaksanakan tanggung jawabnya di masyarakat, guru harus mampu berkomunikasi dengan masyarakat, bergaul dan melayani masyarakat dengan baik, mendorong dan menunjang kreativitas masyarakat, serta menjaga emosi dan perilaku yang kurang baik (Mulyasa 2009: 183-184).

Mulyasa (2009: 182) juga menambahkan peran guru yang bekaitan dengan kompetensi sosial yaitu sebagai petugas kemasyarakatan. Guru memegang peranan sebagai wakil

(11)

masyarakat yang representative sehingga jabatan guru sekaligus jabatan kemasyarakatan. Guru bertugas membina masyarakat agar masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Oleh karena itu, guru harus memiliki aspek normative kependidikan yang menyatu dalam dirinya ketika melaksanakan tugasnya, memiliki pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan mempunyai program meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.

f. Kompetensi Sosial Guru dalam Proses Pembelajaran

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru dituntut untuk memiliki kompetensi guru, yang salah satunya adalah kompetensi sosial. Kompetensi sosial yang diperlukan guru dalam proses pembelajaran dapat terlihat dari bagaimana guru dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik ketika pembelajaran berlangsung sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan dapat menjadikan siswa yang memiliki akhlak yang baik.

Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Ashsiddiqi (2012) karakteristik kompetensis sosial guru dalam proses pembelajaran ada enam yaitu:

1) Berkomunikasi secara santun

Komunikasi merupakan proses menyampaikan pikiran dan perasaan kepada seseorang atau sekelompok orang. Dengan adanya komunikasi dalam pembelajaran, berarti guru memberikan dan membangkitkan kebutuhan sosial siswa, sehingga siswa merasa diperhatikan dan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.

Selain itu, dengan adanya komunikasi, proses pembelajaran dapat berlangsung maksimal dan tidak menimbulkan suasana yang membosankan yang dapat berpengaruh negatif bagi siswa.

2) Bergaul secara efektif

Dalam bergaul dengan siswa, guru harus dapat memberikan kasih sayang kepada siswa sehingga menimbulkan keterbukaan dalam diri

(12)

siswa dan terjalin sikap saling memberi dan menerima antara guru dan siswa. Guru yang dapat bergaul secara efektif dengan siswa akan lebih mudah membangkikan motivasi siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar.

3) Menguasai psikologi sosial

Roueck and Warren dalam jurnal Ashsiddiqi (2012) mengartikan psikologi sosial sebagai ilmu pengetahuan yang mempunyai segi- segi psikologis dari tigkah laku manusia dan dipengaruhi oleh interaksi sosial. Oleh karena itu, guru harus memiliki interaksi sosial yang baik terhadap siswa. Yaitu dengan memahami pola tingkah laku siswa sehingga guru lebih mudah mengetahui permasalahan yang sedang dialami siswa dan dapat membantu siswa menyelesaikannya.

4) Memiliki keterampilan bekerjasama dalam kelompok

Guru yang memiliki keterampilan bekerjasama dalam kelompok dapat mengembangkan keterampilanya dalam proses pembelajaran berlangsung sehingga dapat meningkatkan semangat belajar siswa dan membangkitkan rasa percaya diri pada siswa.

5) Memiliki kemampuan memberikan umpan balik kepada siswa

Dalam proses pembelajaran, umpan balik dapat disebut juga feedback atau respon yang diberikan siswa. Guru harus dapat merangsang siswa agar dapat memberikan respon atau umpan balik setelah pembelajaran berlangsung.

6) Turun tangan langsung ketika siswa mengalami masalah

Guru yang dapat menyelesaikan secara langsung masalah yang dihadapi oleh siswa merupakan salah satu ciri guru yang memiliki kompetensi sosial. Guru tidak hanya dituntut untuk memahami psikologi siswa sehingga dapat mengetahui masalah yang dihadapi siswa, tetapi juga guru diharapkan mampu menyelesaikan masalah yang dialami siswa selama masalah tersebut dapat diselesaikan oleh guru (Ashsiddiqi, 2012).

(13)

Dengan demikian kompetensi sosial guru tidak hanya berlaku di luar proses pembelajaran atau di luar lingkungan sekolah, tetapi juga mencakup kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif ketika proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung.

2. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi Belajar

Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya pengerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi melakukan suatu tujuan. Motivasi dapat juga diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi tertentu sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka maka dia akan meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak sukanya itu (Sardiman, 2012: 75).

Uno (2013: 3) menambahkan bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang agar terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.

motivasi yang timbul bertitik tolak pada dorongan yang berbeda-beda.

Ada yang bertolak pada dorongan dan pencapaian kepuasan, dan ada pula yang bertitik tolak pada asas kebutuhan. Adanya motivasi karena untuk memenuhi kebutuhan ini paling banyak diminati. Kebutuhan- kebutuhan ini dapat berupa keinginan yang hendak dipenuhinya, tingkah laku, tujuan, dan umpan balik.

Sedangkan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku atau pribadi seseorang yang merupakan hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungannya, baik interaksi yang bersifat formal, informal, maupun nonformal (Uno, 2013: 22). Fahmi dalam Mahmud (2010: 63) juga mengemukakan bahwa belajar yang berbahasa arab “ta’allum”

memiliki arti yaitu proses perubahan tingkah laku dan pemindahan pengetahuan.

Maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan suatu dorongan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan perubahan

(14)

tingkah laku ke arah yang lebih baik. Uno (2013: 23) mengemukakan beberapa indikator siswa yang memiliki motivasi belajar, yaitu:

1) Memiliki hasrat dan keinginan untuk berhasil 2) Memiliki dorongan dan kebutuhan dalam belajar 3) Mempunyai harapan dan cita-cita masa depan 4) Adanya penghargaan dalam belajar

5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar 6) Lingkungan belajar yang kondusif.

b. Fungsi Motivasi

Motivasi berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai ketika seorang siswa ingin mendapatkan prestasi yang baik dalam belajar, maka ia akan termotivasi dan menjadikannya lebih giat dalam belajar agar tujuannya itu dapat tercapai. Sehubungan dengan hal tersebut, maka fungsi motivasi ada tiga, yaitu:

1) Membuat menusia bergerak, motivasi dalam hal ini sebagai motor penggerak dalam melakukan suatu kegiatan.

2) Menentukan arah kegiatan, dengan motivasi ini, kegiatan manusia akan terarah sesuai dengan kegiatan yang ingin dicapai.

3) Menyeleksi perbuatan, ketika seseorang memiliki motivasi, dia akan menyeleksi kegiatannya. Kegiatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan yang ingin dicapainya akan disisihkan (Sardiman, 2012: 85).

c. Macam-macam Motivasi

Macam-macam motivasi dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, antara lain sebagai berikut (Sardiman, 2012: 86-91):

1) Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya, dibedakan menjadi dua yaitu:

a) Motif-motif bawaan, yaitu motif yang sudah ada sejak lahir seperti dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk istirahat, dorongan untuk bekerja, dan dorongan seksual.

(15)

Motif ini sering disebut juga dengan motif-motif yang diisyaratkan secara biologis.

b) Motif-motif yang dipelajari, yaitu motif-motif yang terjadi karena dipelajari, seperti dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan, dorongan mengajar sesuatu di masyarakat. Motif ini sering diisyaratkan dengan motif sosial, karena motif ini akan terbentuk melalui hubungan sosial.

2) Motivasi menurut pembagian Woodworth dan Marquis, dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

a) Motif atau kebutuhan organis, seperti kebutuhan untuk makan, minum, istirahat, bernapas, seksual, dan berbuat.

b) Motif-motif darurat, misalnya dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dorongan untuk berusaha, dan dorongan untuk memburu. Atinya motif ini akan terjadi apabila adanya rangsangan dari luar.

c) Motif-motif objektif, seperti kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, dan menaruh minat. Motif ini muncul untuk menghadapi dunia luar secara efektif.

3) Motivasi jasmaniah dan rohaniah; Ada beberapa ahli yang menyebutkan bahwa motivasi memiliki dua jenis, yaitu motivasi jasmaniah seperti insting, refleks, otomatis dan nafsu, serta motivasi rohaniah yaitu kemauan.

4) Motivasi intrinsik dan ekstrinsik

Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang sudah ada dalam diri individu itu sendiri. Contohnya seorang siswa yang ingin mendapatkan pengetahuan atau keterampilan tertentu, maka dengan sengaja siswa tersebu belajar dengan giat agar mendapatkankannya

Hal ini sesuai dengan pendapat Mahmud (2012: 100) yang mengatakan bahwa motivasi intsinsik hal atau keadaan yang datang dari dalam diri siswa yang dapat mendorongnya melakukan kegiatan belajar. Motivasi dari dalam muncul bilamana pemahaman anak didik tentang tujuan dari sesuatu yang akan dicapainya timbul dari

(16)

dirinya sendiri. Biasanya motivasi ini bersifat kekal selama tujuan itu belum tercapai (Yanuar, 2015: 221).

Sedangkan motivasi ekstrinsik, yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya dorongan dari luar. Contohnya seorang siswa belajar dengan rajin agar mendapat hadiah dari orang tuanya, bukan karena ingin mendapatkan pengetahuan. Dengan kata lain motivasi ekstrinsik ini tidak bergantung pada tujuan utama, melainkan karena adanya faktor lain yang membuatnya termotivasi.

Mahmud (2012: 100) juga berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa yang juga mendorongnya untuk belajar. contohnya seperti pujian dan hadiah, peraturan sekolah, suritauladan orang tua, guru, dan lain sebagainya. Adapun motivasi dari luar muncul bilamana ada rangsangan atau dorongan dari luar peserta didik untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh si pemberi dorongan. Pada umumnya motivasi ini tidak berjalan lama. Jika rangsangan itu masih tetap menarik, maka aktivitas tersebut akan tetap berjalan (Yanuar, 2015:

221).

d. Peran Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran

Secara umum terdapat dua peran penting motivasi dalam belajar.

Pertama, motivasi merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang mengakibatkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan belajar sehingga tercapainya suatu tujuan. Kedua, motivasi memberikan gairah, rasa senang, dan semangat sehingga memberikan banyak kekuatan bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar (Evelin Siregas dan Hartini, 2015: 51).

Sedangkan menurut Uno (2013: 27-29) peran motivasi dalam belajar dan pembelajaran terbagi menjadi tiga yaitu:

1) Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar, hal ini dapat terjadi apabila siswa dihadapkan pada suatu keadaan untuk memecahkan masalah sehingga mengharuskan siswa untuk mencari

(17)

pemecahan masalah terebut. Misalnya serang anak tidak bisa menyelesaikan soal matematika tanpa mmenggunakan tabel logaritma. Maka siswa tersebut harus mencari buku yang memuat tabel logaritma agar dia dapat menjawab soal tersebut. Dengan demikian motivasi dapat menentukan hal-hal di lingkungan siswa yang dapat memperkuat perbuatann belajar.

2) Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar, dapat terjadi ketika siswa memiliki kebermaknaan belajar terhadap sesuatu.

Contohnya siswa diminta membenarkan sebuah radio yang rusak.

Karena dahulu dia pernah membantu ayahnya melakukan hal itu, maka siswa tersebut bisa mempernbaikinya. Dengan begitu, siswa tersebut akan termotivasi untuk mempelajari elektronik, karena dia pernah mendapat pengalaman yang bermakna di bidang elektronik.

3) Motivasi menentukan ketekunan belajar, siswa yang telah termotivasi dalam belajar akan lebih giat dan tekun dalam belajar, daripada siswa yang tidak termotivasi. Siswa yang tidak memiliki motivasi juga akan cepat bosan dalam belajar dan lebih memilih melakukan hal lain daripada belajar. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi menentukan ketahanan dan ketekunan belajar.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Ali Imron dalam Siregas dan Hartini (2015: 53) mengatakan ada enam faktor yang mempengaruhi motivasi dalam pembelajaran yaitu:

1) Cita-cita atau aspirasi pembelajar, siswa yang memiliki cita-cita tertentu akan lebih sungguh-sungguh dalam belajar agar dapat mencapai cita-cita tersebut. Siswa tersebut akan menguasai pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan cita-citanya.

2) Kemampuan pembelajar, setiap siwa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Begitu pun dalam hal pelajaran. Siswa yang memiliki kemampuan dalam pelajaran tertentu akan lebih senang untuk mempelajari dan mengembangkan kemampuannya tersebut.

Hal ini akan menimbulkan motivasi tersendiri dalam dirinya.

(18)

3) Kondisi pembelajar, kondisi fisik dan psiskis mempengaruhi motiasi siswa. ketika kondisi fisik siswa lelah ataupun kondisi psikis siswa sedang sedih, maka siswa tersebut tidak memiliki motivasi dalam belajar. Sedangkan apabila kondisi fisik siswa sedang baik dan kondisi psikisnya sedang gembira, maka siswa tersebut akan memiliki motivasi dalam belajar.

4) Kondisi lingkungan pembelajar, motivasi belajar dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial siswa. Lingkungan fisik yang kurang nyaman untuk belajar akan membuat motivasi belajar siswa menurun. Motivasi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial siswa, seperti teman sepermainan, keluarga dan masyarakat.

Ketika lingkungan sosial tersebut mendukung kegiatan belajar, maka siswa akan termotivasi untuk belajar. Namun jika sebaliknya, siswa tidak akan termotivasi dalam belajar.

5) Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran, seperti sejauh mana motivasi diberikan kepada siswa, bagaimana bahan ajarnya, bagaimana suasana belajarnya, bagaimana alat bantu atau media pembelajarannya, dan hal-hal lainnya yang dapat mendinamisasikan proses pembelajaran.

Upaya guru dalam proses pembelajaran, motivasi dapat dipengaruhi oleh seberapa besar upaya guru dalam proses pembelajaran. Seperti apakah pembelajaran yang dilakukan guru tersebut menarik atau tidak, mudah dimengerti siswa atau tidak, selalu membuat siswa senang atau tidak.

f. Cara Membangkitkan Motivasi Belajar

Meningkatkan motivasi belajar peserta didik merupakan salah satu aktivitas integral yang wajib ada dalam kegiatan belajar mengajar.

Tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi belajar peserta didik yang satu dengan yang lainnya berbeda. Maka guru harus senantiasa mendorong peserta didik agar memiliki semangat belajar. Selain berdampak pada

(19)

peningkatan prestasi, pemberian motivasi dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. (Yanuar, 2015: 220).

Motivasi dapat diberikan kepada peserta didik dengan memperhatikan bakat dan minat. Sebagai contoh seorang anak bercita- cita menjadi pilot. Guru dapat mengatakan kepada anak tersebut bahwa seorang pilot itu pandai berhitung. Setiap saat pilot harus mampu memperhitungkan kapan pesawat meningkatkan ketingian untuk menghindari gunung, berapa kecepatan ideal yang digunakan, serta waktu lepas landas. Sebab keselamatan penumpang bergantung pada kesigapan pilot. Apabila setiap akan melakukan sesuatu pilot itu selalu bertanya, maka pesawat tersebut tentu berada dalam bahaya (Yanuar, 2015: 221).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan oleh guru sehingga dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, yaitu:

1) Siswa akan lebih giat dalam belajar apabila materi yang dipelajari menarik dan berguna untuknya.

2) Tujuan pembelajaran harus disusun dan diinformasikan kepada peserta didik, bila perlu libatkan peserta didik dalam menentukan tujuan pembelajaran.

3) Peserta didik harus diberitahu tentang kompetensi dan hasil belajarnya.

4) Pemberian pujian dan hadiah lebih baik diberikan kepada siswa daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.

5) Manfaatkan sikap, cita-cita, rasa ingin tahu, dan ambisi peserta didik.

6) Usahakan untuk memperhatikan perbedaan peserta didik, baik itu perbedaan kemampuan, perbedaan latar belakang, sikap terhadap sekolah dan lain sebagainya.

7) Usahakan untuk memenuh kebutuhan peserta didik, seperti menunjukkan perhatian guru kepada peserta didik, memperhatikan kondisi fisik peserta didik, memberikan rasa aman, memberikan

(20)

pengalaman belajar yang dapat memperoleh kepuasan dan penghargaan bagi peserta didik, dan mengarahkan pembelajaran kearah keberhasilan belajar, sehingga memperoleh prestasi dan memiliki percaya diri (Mulyasa, 2009: 62-63).

Sementara itu, Sardiman (2012: 92) mengemukakan bahwa ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, diantaranya yaitu:

1) Memberi angka

Banyak siswa yang belajar karena ingin mendapatkan nilai yang besar. Sehingga membuat mereka belajar bersunguh-sungguh agar mendapatkan nilai yang bagus, baik itu dalam ulangan ataupun dalam buku rapor. Angkaangka yang baik itu motivasi yang sangat besar bagi siswa tersebut.

Sementara itu, siswa lainnya ada juga yang belajar hanya karena ingin mendapatkan yang wajibnya saja yaitu naik kelas. Sikap siswa yang kedua ini memiliki motivasi yang kurang kuat. Namun perlu diingat oleh guru, bahwa memiliki nilai yang baik saja tidak akan bermakna apabila tidak diseimbangkan dengan sikap dan keterampilan.

2) Hadiah

Hadiah dapat dijadikan motivasi bagi siswa, namun tidak semua siswa demikian. Siswa yang tidak menyukai kegiatan tersebut tetap tidak akan termotivasi dengan hadiah. Contohnya siswa akan mendapatkan hadiah apabila dapat menggambar alam dengan indah. Tetapi siswa yang tidak menyukai menggambar tetap tidak akan termotivasi dengan hadiah tersebut.

3) Saingan atau kompetisi

Persaingan atau kompetisi dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar. baik persaingan secara individu maupun kelompok.

Dengan adanya persaingan ini, siswa akan berlomba untuk mendapatkan prestasi belajar.

4) Ego involvement

(21)

Motivasi yang juga berpengaruh ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan betapa pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.

5) Memberi ulangan

Dengan memberikan ulangan, siswa akan lebih giat lagi dalam belajar. Hal ini memiliki pengaruh yang besar dalam meningkatkan motivasi belajar sisawa.

6) Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan siswa, apalagi jika mengalami kemajuan, siswa akan termotivasi untuk lebih giat dalam belajar agar mendapatkan hasil yang kembali meningkat.

7) Pujian

Ketika siswa telah menyelesaikan pekerjaannya dengan berhasil, maka dia berhak mendapatkan pujian dari guru. Pujian merupakan bentuk penghargaan positif. Pemberian pujian yang tepat kepada siswa akan menjadi motivasi tersendiri bagi siswa untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.

8) Hukuman

Hukuman merupakan salah satu bentuk penghargaan negatif yang bisa menjadi motivasi bagi siswa apabila diberikan secara tepat dan bijak. Oleh Karena itu ketika ingin memberikan hukuman kepada siswa, guru harus memahami prinsip-prinsip hukuman terlebih dahulu.

9) Hasrat untuk belajar

Hasrat ingin belajar berarti ada keinginan dalam diri siswa untuk belajar. Hal ini sangat baik jika ada dalam diri siswa, karena ia telah termotivasi oleh dirinya sendiri untuk belajar.

10) Minat

Proses belajar akan berjalan tepat apabila disertai minat. Minat merupakan alat motivasi yang pokok. Karena motivasi muncul karena ada kebutuhan. Minat dapat ditumbuhkan dengan cara

(22)

membangkitkan adanya suatu kebutuhan, menghubungkan dengan pengalaman yang lampau, memberi kesemparan untuk mendapatkan hasil yang baik, dan menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.

11) Tujuan yang diakui

Rumusan belajar yang diketahui oleh siswa menjadi poin pendukung bagi siswa untuk belajar. Ketika siswa mengetahui tujuan yang dicapai apabila belajar tentang sesuatu, maka siswa yang memahami tujuan tersebut akan termotivasi untuk belajar, karena merasa perlu dan menguntungkan.

B. Penelitian Terdahulu

1. Handra Yani (Skripsi/ Pengaruh Kompetensi Sosial Guru terhadap Hasil Belajar Siswa di Sekolah Menengah Pertama 25 Kota Pekanbaru)

Hasil penelitian Handra Yani yaitu berdasarkan persentase yang dicapai dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa kompetensi sosial guru terhadap hasil belajar siswa SMPN 25 Kota Pekanbaru tingkat pengaruh antara kedua variabel berada pada kategori cukup tinggi yaitu 0,511 dan memiliki korelasi positif yang signifikan terbukti. Sedangkan kontribusi tingkat kompetensi sosial guru terhadap hasil belajar adalah sebesar 26.1%, sedangkan selebihnya ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.

Persamaan penelitian Handra Yani dengan penelitian yang akan diteliti penulis adalah sama-sama menggunakan kompetensi sosial guru sebagai variabel independen atau variabel bebas. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel dependennya, dalam penelitian Handra Yani variabel terikatnya yaitu hasil belajar siswa, sedangkan penelitian yang akan diteliti penulis menggunakan motivasi sebagai variabel terikatnya.

2. Veronika Ellyana Dian W (Jurnal/ Pengaruh Kompetensi Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di Smk Kristen 1 Surakarta)

(23)

Hasil penelitian Veronika mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kompetensi guru terhadap motivasi belajar siswa. Hasil ini dapat diketahui melalui hasil uji koefisien determinasi (R Square) diperoleh angka sebesar 0,511 atau 51,1%. Hal ini dapat diartikan bahwa 51,1 % variabel motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh kompetensi guru.

Persamaan penelitian Veronika dengan penelitian yang akan diteliti penulis adalah sama-sama menggunakan motivasi sebagai variabel dependen atau variabel terikat. Sedangkan perbedaannya ada pada variabel bebasnya. Dalam penelitan Veronika menggunakan kompetensi guru sebagai variabel bebasnya, sedangkan penulis lebih merinci kompetensi guru yang digunakan dalam penelitian Veronika, yaitu menggunakan kompetensi sosial sebagai variabel dependennya.

3. Yuni Riyati (Skripsi/ Pengaruh Kompetensi Sosial Guru terhadap Sikap Sosial Siswa Kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah Yakti Tegalrejo Magelang Tahun 2011)

Hasil penelitian Yuni Riyati mengungkapkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi sosial guru terhadap sikap sosial siswa kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah Yakti Tegalrejo Magelang tahun 2011, dibuktikan dengan hasil perhitungan korelasi product moment yaitu r hitung 0,937 di atas koefisien korelasi (r tabel), pada taraf 5% yaitu 0,339.

Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti penulis adalah sama- sama menggunakan kompetensi sosial guru sebagai variabel independen atau variabel bebas. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel dependennya, dalam penelitian Yuni Riyati variabel terikatnya yaitu hasil sikap sosial siswa, sedangkan penelitian ini motivasi belaja siswa.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan teori-teori dan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, peneliti membuat gambaran paradigma penelitian berikut:

(24)

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir

Berdasarkan paradigma tersebut, dapat dikatakan bahwa kompetensi sosial guru berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Pengaruh kompetensi sosial guru dengan motivasi belajar siswa ini dapat diketahui melalui seberapa besar hubungan yang dimiliki oleh guru dan siswa.

Hubungan kompetensi sosial guru dengan motivasi belajar siswa berawal dari pengertian kompetensi sosial. Pengertian kompetensi sosial guru yaitu kemampuan guru sebagai makhluk sosial yang mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

Mengakibatkan Menghasilkan KOMPETENSI SOSIAL GURU

Adalah kemampuan guru sebagai makhluk sosial yang mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,

sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan wali peserta didik serta masyarakat sekitar (Mulyasa, 2009: 173)

SISWA

Hubungan baik antara guru dan siswa

Memiliki hasrat dan keinginan untuk berhasil

Memiliki dorongan dan kebutuhan untuk belajar

Mempunyai harapan dan cita-cita masa depan

Adanya penghargaan dalam belajar

Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

Lingkungan belajar yang kondusif Indikator

MOTIVASI BELAJAR

(Uno, 2013:23)

(25)

kependidikan, orang tua dan wali peserta didik serta masyarakat sekitar (Mulyasa, 2009: 173). Guru yang dapat bergaul dan berkomunikasi dengan siswa akan membuat hubungan yang baik pula antara guru dan siswa tersebut.

Ketika siswa memiliki hubungan baik terhadap gurunya, maka ia akan merasa nyaman saat berkomunikasi dengannya.

Siswa yang merasa nyaman berkomunikasi dengan guru akan lebih terbuka kepada gurunya. Dia akan secara mudah menceritkan keadaan dirinya kepada gurunya, sehingga guru dapat memahami keadaan siswa. Ketika siswa memiliki masalah, siswa dapat menceritakan masalahnya kepada gurunya.

Guru tentu dapat menjadi penguat bagi siswa bahkan dapat membantu siswa menyelesaikan masalahnya. Guru juga dapat menjadi pendorong bagi siswa dalam belajar ketika siswa merasa kesulitan belajar. Melalui hubungan baik yang telah tercipta antara siswa dan guru, guru akan lebih mudah memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa perlahan-lahan akan merasa termotivasi.

Hubungan yang baik antara guru dan siswa ini akan berdampak pula pada pembelajaran siswa di kelas. Siswa akan selalu menunggu pembelajaran guru tersebut, dan akan lebih bersemangat ketika pembelajaran guru tersebut berlangsung. Hal ini menunjukkan kompetensi sosial berdampak pada dorongan siswa untuk belajar, atau yang disebut dengan motivasi belajar.

Selain itu, ketika guru memahami keadaan siswa melalui komunikasi yang dilakukannya, guru juga dapat mengetahui hal apa saja yang disukai siswa dan hal apa saja yang menarik bagi siswa. sehingga guru dapat menggunakan kesenangan-kesenangan siswa tersebut untuk memilih metode pembelajaran yang tepat agar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan (Sugiyono, 2016: 96). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis asosiatif atau hipotesis hubungan, yaitu menggunakan hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (H0) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

(26)

Ha (diterima) : Ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi sosial guru terhadap motivasi belajar siswa

H0 (ditolak) : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi sosial guru terhadap motivasi belajar siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Apa yang dimaksud dengan prinsip komunikasi adalah dasar-dasar dibangunnya suatu komunikasi agar komunikasi bisa berjalan dengan baik Sebagaimana telah diksnukakan bahwa

Penelitian dilakukan di desa Mulya Sari daerah reklamasi rawa pasang surut Telang II Kabupaten Banyuasin.Percobaan lapangan dilakukan pada Musim Tanam (MT 1) periode

'Lebih sering daripada tidak, itu melibatkan semacam "scaffolding" proses yang memungkinkan anak atau pemula untuk memecahkan masalah, melaksanakan tugas

Bagr saya dengan seringkali diskusi dengan teman-teman membuat kita semakin dekat dengan teman lainnya Akhirnya kita bisa saling memahanri, karena kelompok kita itu

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka cara tepat yang digunakan untuk perbaikan mutu pembelajaran Bahasa Indonesia di SDN S3 dalam meningkatkan keterampilan menulis

Jika beban statis atau perubahan yang relatif lambat dengan waktu dan diterapkan secara merata di atas penampang atau permukaan dari anggota, perilaku mekanik dapat ditempati

[r]

The data is categorized into tabulation to measure the level position of each brand of Low Cost Green Car (LCGC) in brand awareness: top of mind, brand recall, brand recognition