• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Karangsari. masyarakat Desa Karangsari yang meliputi antara lain kondisi geografis,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN. A. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Karangsari. masyarakat Desa Karangsari yang meliputi antara lain kondisi geografis,"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

38 BAB IV

PEMBAHASAN

A. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Karangsari

Penelitian dalam skripsi di Desa Karangsari Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar ini akan membahas mengenai kondisi sosial budaya masyarakat Desa Karangsari yang meliputi antara lain kondisi geografis, kependudukan masyarakat Desa Karangsari berdasarkan usia, mata pencaharian, - pendidikan, agama dan kepercayaan serta tradisi yang masih dijalankan di Desa Karangsari.

1. Kondisi Geografis

Desa Karangsari terletak di Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar.

Secara geografis Desa Karangsari berada pada 7°41'43"S 111°4'22"E. Luas wilayah Desa Karangsari adalah sebesar 180,59 km, yang diapit oleh beberapa perbukitan dan Gunung Lawu. Desa Karangsari terdiri dari empat RW (Rukun Warga) dan tujuh RT (Rukun Tetangga). Permukaan tanah di Desa Karangsari berada pada ketinggian terendah 800 meter dan tertinggi 1.800 meter dari permukaan air laut. Susunan tanahnya terdiri dari 56 % tanah gromosol, 39 % tanah mediteran dan 5 % tanah aluvial. Penggunaan tanah berdasarkan prosentase luas wilayah adalah sebagai berikut: hutan 49,66 %, sawah 25,31 %, tegalan 14,41

%, pekarangan 9,27 %, dan lain-lain 1,35 % (Berdasarkan hasil catatan dari sekretaris Desa Karangsari). Dikarenakan dataran berada di daerah dataran tinggi maka bentuk tanah tidak stabil dan naik turun.

commit to user

(2)

Secara administrasi, Desa Karangsari di bagian Utara berbatasan dengan wilayah Desa Wukirsawit, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Beruk dan Desa Wonorejo, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tlobo, dan sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Ndawe. Desa Karangsari dipimpin oleh seorang Kadus (Kepala Dusun) yang bernama Bapak Hartono dan dianggap sebagai

pemimpin atau dan disebut kadus (Kepala Dusun) dan pengayom warga Desa Karangsari. Desa Karangsari terdapat satu pasar yang dipakai masyarakat sebagai pusat perbelanjaan dikarenakan Desa Karangsari sendiri berada jauh dari pusat Kota Karanganyar.

Desa Karangsari adalah desa yang berada di Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. Desa Karangsari terletak di bagian timur kabupaten Karanganyar. Desa Karangsari berada pada ketinggian 1800 m dari permukaan air laut sehingga menyebabkan suhu rata-rata di desa tersebut adalah 18°. Bentang wilayah Desa Karangsari adalah perbukitan sehingga cocok untuk bercocok tanam. Di samping kehidupan bertani sebagian memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, pegawai negeri sipil, penjahit, montir, tukang kayu, tukang batu dan guru. Petani merupakan mata pencaharian yang mendominasi di desa tersebut. Hal tersebut disebabkan karena tanahnya subur dan cocok untuk pertanian.

Desa Karangsari termasuk desa yang masih susah dijangkau dengan transportasi umum, walaupun desa tersebut memiliki akses jalan yang dibilang cukup bagus akan tetapi sampai sekarang belum ada transportasi umum yang bisa menjangkau Desa Karangsari. Untuk menuju Desa Karangsari diperlukan

commit to user

(3)

kendaraan pribadi. Dari Solo menuju Desa Karangsari dibutuhkan waktu kira- kira 1, 5 jam.

Gambar 1.

PETA DESA KARANGSARI dalam PETA KECAMATAN JATIYOSO

Sumber: www. gogle. Kecamatanjatiyoso. co.id

2. Demografi Masyarakat Desa Karangsari a. Jumlah Penduduk

Desa Karangsari memiliki penduduk berjumlah 2887 orang, laki-laki 1676 orang, perempuan 1211 orang, serta memiliki kepala keluarga berjumlah 594 KK (Wawancara dengan Kepala Desa Karangsari, Bapak Bambang Suhari).

Tabel 1. Jumlah penduduk Desa Karangsari menurut tingkat umur.

No. Usia Jumlah

1. 0 – 4 tahun 47 orang

commit to user

(4)

2. 5 – 9 tahun 196 orang

3. 10 – 14 tahun 112 orang

4. 15 – 19 tahun 60 orang

5. 20 – 24 tahun 457 orang

6. 25 – 29 tahun 329 orang

7. 30 - 34 tahun 362 orang

8. 35 – 39 tahun 214 orang

9. 40 – 44 tahun 222 orang

10. 45 – 49 tahun 257 orang

11. 50 – 54 tahun 113 orang

12. 55 – 59 tahun 115 orang

13. 60 – 64 tahun 198 orang

14. 65 – 69 tahun 74 orang

15. 70 – 74 tahun 48 orang

16. 75 – 79 tahun 41 orang

17. 80 tahun keatas 32 orang

Jumlah 2887 orang

Sumber: Data Monografi Desa Karangsari tahun 2012

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa penduduk usia 20 – 24 tahun mendominasi Desa Karangsari. Kondisi demikian menunjukan bahwa masyarakat Desa Karangsari memahami dan melaksanakan program KB (Keluarga Berencana) sebagai upaya pemerintah dalam mengendalikan jumlah penduduk dan pemberantasan kemiskinan commit to user

(5)

b. Mata Pencaharian Penduduk Desa Karangsari

Mata pencaharian penduduk Desa Karangsari sebagian besar adalah petani. Desa Karangsari berada pada areal pegunungan yang subur yang dikelilingi oleh hutan dan perbukitan sehingga masih terasa sangat sejuk. Desa Karangsari berada pada ketinggian 1.800 meter dari permukaan air laut sehingga disana cocok untuk berbagai macam tanaman, contoh dari hasil pertanian itu adalah berupa cengkeh, coklat, pisang, umbi-umbian, dan padi.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Karangsari menurut jenis mata pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah

1. Guru/PNS 56 orang

2. Petugas Kesehatan 57 orang

3. Merantau 589 orang

4. Buruh 643 orang

5. Petani 1218 orang

6. Tidak Bekerja 161 orang

7. Penjahit 24 orang

8. Tukang Kayu 139 orang

Jumlah 2887 orang

Sumber: Data Monografi Desa Karangsari tahun 2012

Berdasarkan pada data tabel 2, sebagian besar masyarakat Desa Karangsari bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut didasarkan pada karena desa

commit to user

(6)

tersebut berada didaerah dataran tinggi sehingga banyak masyarakat yang mengantungkan hidupnya sebagai petani.

Gambar 2 . Cengkeh sebagai Komoditas Utama

Sumber: Diambil di Desa Karangsari

3. Sosial Budaya Masyarakat Desa Karangsari.

Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang hidup dalam suatu daerah yang memiliki aturan berupa norma-norma atau aturan yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu hubungan manusia dengan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada manusia yang tidak memiliki kebudayaan, begitu pula sebaliknya, kebudayaan tidak dapat berkembang tanpa campur tangan masyarakatnya.

Dalam kehidupan bermasyarakat setidaknya harus ada sistem sosial yang harus dilaksanakan. Yang dimaksud dengan sistem sosial adalah sesuatu yang menunjukan cara kehidupan sosial dalam suatu masyarakat diatur dan diorganisasikan. Sistem sosial tersebut dibagi ke dalam subsistem yang lebih commit to user

(7)

kecil, antara lain aspek pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Berikut uraian mengenai kondisi sosial masyarakat Desa Karangsari.

a) Tingkat Pendidikan

Sarana pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam menunjang perkembangan pendidikan dalam suatu masyarakat. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pola sikap dan tingkah laku masyarakatnya. Adanya sarana pendidikan memungkinkan perkembangan pendidikan masyarakat semakin baik.

Tabel 3. Prasarana Pendidikan di Desa Karangsari

No. Jenjang Pendidikan Jumlah

1. TPA 3 buah

2. TK 1 buah

3. SD 2 buah

4. SMP 1 buah

5. SMA 1 buah

6. Lembaga Pendidikan -

7. Perpustakaan -

Sumber: Data Monografi Desa Karangsari tahun 2012

Dalam bidang pendidikan tersedian berbagai sarana dan prasarana mulai dari pendidikan paling dasar hingga SMA,akan tetapi tidak ada prasarana yang lebih tinggi dikarenakan letak Desa Karangsari, sehingga banyak masyarakat yang menyekolahkan putra-putrinya disekolah menengah di kabupaten. Alasan selain gengsi, jarak yang ditempuh juga tidak terlalu jauh dari desa. commit to user

(8)

Penduduk Desa Karangsari sebagian besar penduduknya termasuk dalam penduduk yang terlepas dari buta huruf. Dengan adanya wajib belajar sembilan tahun oleh pemerintah sebagai pendidikan dasar, serta diadakannya program- program belajar seperti kejar paket A, kejar paket B, yang diadakan masyarakat untuk melanjutkan sekolahnya.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Menurut Tingkat Pendidikan

No. Jenjang Pendidikan Jumlah

1. Belum Sekolah 76 orang

2. Usia 7 – 45 thn tidak pernah sekolah 150 orang 3. Pernah sekolah SD tapi tidak tamat 305 orang

4. TK 75 orang

5. Tamat SD 1204 orang

6. Tamat SMP 657 orang

7. Tamat SMA 362 orang

9. D1 2 orang

10. D2 -

11. D3 29 orang

12. S1 27 orang

Jumlah 2887 orang

Sumber: Data Monografi Desa Karangsari tahun 2012

Tabel 4. menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Karangsari telah mendapat pendidikan yang layak. Hal tersebut juga menyebabkan pola commit to user

(9)

berpikir masyarakatnya berkembang seiring perkembangan jaman. Dengan demikian diharapkan mampu menghadapi tantangan dunia.

b) Sarana Perhubungan

Sarana perhubungan dimaksudkan untuk kelancaran ekonomi dan kemajuan wilayah akan lancar jika didukung adanaya sarana dan prasarana transpotasi yang memadai. Alat-alat yang digunakan tersebut adalah sepeda, sepeda motor, mobil, dan truk.

Tabel 5. Sarana Transportasi Desa Karangsari

No. Jenis Transportasi Jumlah

1. Sepeda 94 unit

2. Sepeda motor 337 unit

3. Mobil 113 unit

4. Truk 23 unit

Sumber: Data Monografi Desa Karangsari tahun 2012

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa sarana transportasi yang paling banyak digunakan adalah sepeda motor, karena sepeda motor dianggap transportasi pling praktis digunakan di daerah Desa Karangsari.

4. Agama dan Kepercayaan.

Tabel 6. Jumlah Penduduk menurut Agama

No. Agama Penganut

1. Islam commit to user 2843 orang

(10)

2. Kristen 44 orang

3. Katolik 4 orang

4. Hindu 5 orang

5. Budha -

Jumlah 2887 orang

Sumber: Data Monografi Desa Karangsari tahun 2012

Penduduk Desa Karangsari mayoritas penduduknya adalah beragama Islam sehingga banyak diadakan kegiatan keagamaan seperti pengajian, TPA, tahlilan, dan lain-lain. Namun meskipun sebagian besar warganya beragama Islam mereka juga masih melaksanakan dan mempercayai ritual orang Jawa (Kejawen) misalnya saja bersih desa dan berziarah kubur dengan menaburkan bunga dan sebagainya

Menurut Bapak Hartono selaku bayan di Desa Karangsari (Wawancara tanggal 24 Juni 2013) masyarakat Desa Karangsari sendiri masih melaksanakan dan mempercayai adanya pengaruh tradisi Jawa bagi kehidupan mereka dari leluhur mereka terdahulu. Upacara yang masih dilakukan tersebut adalah upacara kelahiran, upacara pernikahan dan upacara kematian. Upacara kelahiran yang biasanya masih digunakan adalah upacara mitoni atau sering disebut dengan tingkepan yang biasanya dilaksankan pada usia kehamilan tujuh bulan.

Selanjutnya pada usia kehamilan sembilan bulan, biasanya masyarakat mengadakan upacara procotan, upacara tersebut dilakukan sebagai bentuk simbolisasi agar bayi yang dikandung dapat lahir dengan mudah tanpa halangan

apapun. commit to user

(11)

Selain upacara kelahiran, masyarakat Desa Karangsari masih mempercayai adanya beberapa upacara yang harus dilaksanakan pada saat menjalankan pernikahan, upacara tersebut adalah upacara midodareni, upacara tersebut diartikan agar calon pengantin tersebut bisa seperti bidadari. Yang terakhir adalah upacara kematian, dalam pemahaman orang Jawa, bahwa nyawa orang yang telah mati itu sampai dengan waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya.

Oleh karena itu kita sering mendengar istilah selametan yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal. Berikut diantaranya ritual yang dilakukan yaitu upacara ngesur tanah, upacara tigang dinten (tiga hari), upacara pitung dinten (tujuh hari), upacara sekawan dasa dinten (empat puluh hari), upacara nyatus (seratus hari), upacara mendhak pisan (setahun pertama), upacara mendhak pindho (tahun kedua), upacara mendhak katelu (nyewu), dan yang terakhir adalah nyadran. Nyadran adalah kegiatan berkunjung ke makam para leluhur/kerabat yang telah meninggal. Nyadran biasanya dilaksanakan pada bulan Ruwah atau bertepatan dengan saat menjelang puasa bagi umat Islam. Adat tersebut sudah menjadi tradisi turun temurun sejak zaman dahulu, terbukti sampai saat ini masih terus dipilihara keberadaannya sebagai wujud penghormatan kepada arwah leluhur yang telah meninggal dunia.

B. Prosesi Upacara Adat Bersih Desa di Desa Karangsari Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar

Masyarakat Jawa begitu terkenal sebagai masyarakat yang sangat peduli akan hal-hal yang diluar lingkup nalar manusia. Manusia akan selalu berusaha commit to user

(12)

manjaga agar hidupnya terbebas dari acaman dalam bentuk apapun, termasuk hal- hal gaib. Untuk itu, manusia secara perorangan atau kelompok mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia lain, atau dengan kekuatan-kekuatan gaib diluar dirinya, melalui upacara adat. Upacara adat tradisional mempunyai peranan penting dalam pelestarian kebudayaan. Upacara adat tradisional memiliki pengertian yaitu upacara yang pada dasarnya disebarkan secara lisan dan diwariskan secara turun temurun yang masih dijalankan masyarakat, yang pewarisannya secara lisan. Upacara ini mempunyai tujuan untuk menggalang rasa kesetiakawanan dan kesatuan serta alat memperkuat nilai-nilai sosial budaya yang ada dan berlaku dalam masyarakat.

Upacara adat tradisional juga merupakan kegiatan sosial yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama, yang dilakukan secara turun temurun. Upacara tradisional merupakan kegiatan bagian dari kebudayaan masyarakat pendukungnya dan kelestarian hidup upacara tradisional dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional akan mengalami kepunahan jika tidak memiliki fungsi sama sekali di dalam kehidupan masyarakat pendukungnya.

Salah satu bentuk upacara adat tersebut yaitu tradisi bersih desa merupakan sebuah peristiwa budaya yang didalam pelaksanaanya mengandung aturan, tata tertib dan norma yang berlaku serta dipatuhi dan dilaksankan oleh masyarakat pendukungnya. Adapun pelaksanaannya secara lengkap adalah sebagai berikut:

commit to user

(13)

1. Latar Belakang Tradisi Bersih Desa di Desa Karangsari

Upacara adat Bersih Desa pada umumnya adalah di daerah pedesaan yang masih terus dipelihara kelestariannya hingga saat ini. Bersih Desa sendiri adalah salah satu tradisi Jawa yang sampai saat ini masih terus dipertahankan oleh masyarakatnya. Sebagian orang Jawa meyakini apabila tradisi Bersih Desa tidak diadakan, maka akan terjadi berbagai macam bala (bencana) seperti musim kering yang panjang, wabah penyakit, gagal panen, dan berbagai macam bentuk bencana yang lain. Upacara Bersih Desa yang dilakukan di Desa Karangsari Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar melibatkan pementasan kesenian Tayub Sredeg, dimana peran penari Tayub Sredeg yaitu Mbah Sredeg sendiri sebagai pemimpin jalannya ritual Bersih Desa dan meminta keselamatan penduduk kepada dhanyang-dhanyang penunggu Desa Karangsari agar penduduk terhindar dari segala macam bala (bencana).

Pertunjukan Tayub Sredeg dalam upacara adat bersih desa di Desa Karangsari yang dipertunjukkan terkait dengan ritus atau yang menyangkut dengan upacara keagamaan atau kepercayaan masyarakat Desa Karangsari. Dalam hal ini, waktu pelaksanaan tidak boleh diulur-ulur waktunya dan harus mementaskan Tayub Sredeg. Sudah menjadi keyakinan kalau pelaksaannya diulur-ulur, akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan oleh masyarakat Desa Karangsari.

Pelaksanaan upacara bersih desa dengan mementaskan pertunjukan Tayub berkaitan erat dengan mitos yang berlaku dan masih diyakini oleh masyarakat Desa Karangsari. Mitos yang berlaku di Desa Karangsari tersebut adalah bahwa penari Tayub dianggap sebagai perantara antara masyarakat desa dengan ”Dewi

commit to user

(14)

Kesuburan ” karena salah satu tujuan masyarakat mengadakan upacara bersih desa agar desanya mendapatkan berkah, ketenangan lahir batin, kesehatan, murah sandang pangan lewat “Dewi Kesuburan”. Melalui upacara besih desa, Tayub Sredeg merupakan aktifitas yang sangat penting dan harus dilaksanakan oleh masyarakat Desa Karangsari. Apabila tidak dilaksanakan seluruh warga akan terkena akibatnya dan hal-hal negatif selalu membayangi mereka. Oleh karena itu dalam upacara adat bersih desa di Desa Karangsari, Tayub Sredeg harus ada, dan menjadi hal wajib untuk dilakukan. Dari sini dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Karangsari sebagian besar masih percaya akan kekuatan dhanyang (roh halus penunggu) yang berada di desa mereka dan percaya bahwa upacara bersih desa yang dilakukan akan menjadikan desa Karangsari selamat dari bencana lewat pertunjukan Tayub Sredeg.

Masyarakat Desa Karangsari memahami makna Bersih Desa sebagai suatu cara untuk menjaga kehidupan yang seimbang dan selaras antara manusia, alam dan roh-roh dengan cara membersihkan desa atau jagad dari berbagai kotoran yang bersifat fisik dan roh-roh jahat yang mengganggu. Selain itu makna lain dalam upacara Bersih Desa di Desa Karangsari adalah kegiatan berkumpulnya masyarakat desa bersama pejabat setempat untuk membina silahturahmi diantara mereka agar tercapai hubungan yang selaras antar masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Franz Magnis Suseno, bahwa relasi kehidupan masyarakat jawa dengan alam terbina erat. Kehidupan masyarakat jawa, bermula dari alam. Hal ini terbukti dengan mata pencaharian masyarakat yang erat kaitannya dengan alam, katakan saja seperti petani, peternak. Petani hidup dari alam dan petani mengolah alam untuk menghasilkan bahan makanan. Lalu,

commit to user

(15)

kehidupan yang selaras ini mampu menguatkan sensifitas spiritual. Masyarakat jawa memang hidup di tengah berbagai simbolisme, sebagai wujud spiritual.

Kepercayaan terhadap sesuatu “diluar” manusia inilah yang memunculkan simbol-simbol yang mampu menjaga relasi hubungan manusia dengan alam.

Salah satunya ialah ritual bersih desa.

2. Waktu Pelaksanaan Tradisi Bersih Desa di Desa Karangsari Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar

Kegiatan bersih desa di Desa Karangsari dilaksanakan secara rutin setiap setahun sekali perayaan sederhana atau masyarakat Desa Karangsari menyebutnya dengan upacara paesan dan tahun kedua dengan perayaan besar-besaran setiap bulan Ruwah (Kalender Jawa) pada hari Jumat Legi. Menurut masyarakat Desa Karangsari, bulan tersebut dianggap sakral serta baik digunakan untuk membersihkan kotoran yang tidak hanya dalam wujud fisik saja, akan tetapi kegiatan pembersihan juga berlaku untuk membersihkan komunitas warga dan desa dari roh-roh jahat yang dapat mengganggu dan tentunya lebih mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Ritual slametan (selamatan) bersih desa tidaklah sesingkat seperti bentuk slametan yang lain. Paling tidak, ritual bersih desa membutuhkan waktu kurang lebih dua hari satu malam.

Masyarakat Desa Karangsari mempunyai kepercayaan bahwa penari Tayub Sredeg yaitu Mbah Sredeg telah berhasil membawa masyarakat Karangsari meningkat lebih baik lagi taraf kehidupannya. Kepercayaan tayub sebagai lambang kesuburan tanaman oleh petani Desa Karangsari, tayub dipersembahkan kepada dhanyang (roh halus penunggu) desa setempat yang menempati tempat- tempat tertentu. Tempat tersebut sangat dihormati, terbukti selalu dibersihkan commit to user

(16)

secara rutin, walaupun upacara adat bersih desa di Desa Karangsari hanya dilakukan dalam waktu setahun sekali. Tempat itu biasanya berada di pojok sudut persawahan mereka.

Kegiatan bersih desa merupakan kegiatan yang diturunkan dari leluhur mereka yang sampai saat ini masih dilaksanakan dan terus dipelihara kelestariannya agar tetap hidup dan berkembang di dalam masyarakatnya. Tradisi bersih desa dengan mementaskan Tayub Sredeg merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki Desa Karangsari dan menjadi aset desa mereka yang perlu dilestarikan agar keunikan dan kekhasan kebudayaan yang ada di Desa Karangsari dapat terpelihara kelestariannya.

3. Urutan Acara Bersih Desa di Desa Karangsari.

Dalam kegiatan upacara adat bersih desa di Desa Karangsari, terdapat berbagai urutan tata cara bersih desa, bersih desa tersebut dimulai dari:

a. Membersihkan Jalan-Jalan Desa dan Halaman Rumah Masing-Masing Penduduk Desa Karangsari.

Kegiatan tersebut dilakukan pagi hari sebelum dimulai rangkaian puncak acara bersih desa dengan membersihkan tempat-tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat Desa Karangsari, misalnya saja punden, sendhang, dan empat pojok Desa yang dianggap sakral oleh warga Desa Karangsari. Dalam kegiatan tersebut juga disiapkan berbagai macam sesaji yang diletakkan diempat penjuru desa. Sesaji tersebut berupa bunga setaman, cabe merah, bawang puting dan beras kuning yang dicampur dengan uang recehan dan dimasukkan dalam takir yang terbuat dari daun pisang. Selain pembersihan desa biasanya masyarakat melakukan tradisi commit to user

(17)

nyekar (tabur bunga) pada makam saudara dan leluhur mereka yang sudah

meninggal.

b. Sredegan.

Sredegan menjadi acara yang ditunggu-tunggu masyarakat Desa Karangsari karena Tayub Sredeg diibaratkan sebagai rangkaian upacara kegembiraan karena disana pula mereka bisa berkumpul bersama seluruh warga masyarakat Desa Karangsari. Sredegan menjadi bukti bahwa kehidupan masyarakat Desa Karangsari sejahtera, panen melimpah, dan jauh dari segala macam bala (bencana). Upacara Sredegan sendiri dilaksanakan pada malam hari, dimulai sekitar pukul 19.00 WIB. Dalam upacara Sredegan, Mbah Sredeg menghadirkan kesenian Tayub Sredeg dengan harapan kehidupan warga masyarakat Desa Karangsari lebih baik, lebih ayem tentrem (sejahtera) sehingga jauh dari segala bala (bencana) dan melimpah hasil pertaniannya.

Sredegan sendiri dipimpin oleh oleh Mbah Sredeg, karena kepercayaan masyarakat Desa Karangsari bahwa Mbah Sredeglah yang menjadi kepercayaan dhanyang (roh halus penunggu), sehingga Mbah Sredeg melakukan ritual yang ditujukan kepada dhanyang Desa Karangsari.

Dalam ritual tersebut terdapat beberapa sesaji yang digunakan, sesaji tersebut berupa:

1) Kupat Luwar, kupat ini tidak berbentuk barang yang matang akan tetapi kupat ini berisi beras kuning yang dimasukan kedalam rangkaian kupat dan terdapat lima sisi. Sisi-sisi tersebut dipegang oleh sesepuh Desa Karangsari bersama Mbah Sredeg, dalam waktu bersamaan kupat tersebut

commit to user

(18)

ditarik kelima sisinya secara bersamaan sehingga beras kuning yang berada dalam rangkaian kupat tersebut jatuh berhamburan dan menjadi rebutan warga Desa Karangsari karena dipercayai membawa berkah bagi yang mendapatkannya.

Gambar 3. Kupat Luwar

Sumber: Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari (6 Juli 2012)

2) Dupa atau Kemenyan, Dupa adalah wewangian yang terbuat dari tumbuhan, cara penggunaanya dengan cara dibakar. Makna dupa bagi masyarakat Desa Karangsari adalah menghormati roh supaya tidak mengganggu jalannya tradisi upacara. Dupa biasnya disandingkan dengan bunga setaman.

3) Bunga Setaman, Bunga Setaman atau orang Jawa sering menyebutnya dengan kembang setaman adalah beberapa macam bunga, yaitu melati, mawar kantil serta kenangga.

commit to user

(19)

4) Bubur Beras, Bubur ini terdiri dari tujuh warna, yaitu: merah, putih, coklat muda, coklat tua, hitam, dan lain-lain.

5) Sesaji Gedhang Raja (pisang raja), Sesaji ini diwujudkan dalam bentuk pisang raja dua sisir, kinang komplit, kembang setaman (mawar, melati, kenanga, dan kantil), dan uang wajib lima ratus.

6) Sesaji Jajan Pasar, Sesaji ini diwujudkan dalam bentuk pisang raja dan pulut, kendi di atas daun dadap serep, kremukan, cerutu, sambel gepeng, nasi putih, jenang abang putih (merah putih), jajan pasar (srabi setangkep, getuk, wajik, jadah, arem-arem, geplak, lempeng, rengginang, jambu, jeruk, salak, kacang godhog, nangka, blimbing, ketela pohon, dan ketela rambat)

7) Sesaji Sega Ambengan, Sesaji tersebut diwujudkan dalam bentuk nasi putih, krupuk, peyek, telur dadar, tempe dan tahu goreng atau bacem, sayur tempe pedas, dan bihun.

8) Sesaji Sega Gurih, Sesaji tersebut diwujudkan dalam bentuk nasi gurih yang berbentuk keruncut dimaksudkan agar masyarakat Desa Karangsari hanya menuju pada satu tujuan yang sama dan ingkung ayam jago yang merupakan suatu simbol yang bermakna mewujudkan suatu pengorbanan. Nasi dan ingkung ditempatkan dalam maron atau kwali.

commit to user

(20)

Gambar 4. Sesaji Bersih Desa

Sumber: Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari (6 Juli 2012)

Selain sesaji, dalam upacara bersih desa yang berupa kesenian Tayub Sredeg atau sering disebut sredegan, peran penari tayub dalam hal ini kostum atau busana dan tata panggung, makna tarian serta kelompok karawitan yang mengiringinya juga diamati. Dari sini peneliti menjabarkannya sebagai berikut:

1) Busana, Aksesoris dan Tata Panggung.

Dalam pementasanya Mbah Sredeg menggunakan busana dan aksesoris yang dikenakan tersebut berupa kemben dan dibagian dada diberi ilat-ilat atau selembar kain beludru berhiaskan manik-manik, jarit atau kain batik yang diwiru, setagen, selendang yang disampirkan menutupi salah satu atau kedua bahu dan hiasan kepala atau disebut jamang. Di dalam pertunjukan Tayub Sredeg pada rangkaian upacara bersih desa tata panggung yang digunakan adalah melingkar. Dalam rangkaian upacara tersebut dideskripsikan bahwa masyarakat Desa Karangsari menyaksikan pertunjukan Tayub Sredeg dengan cara duduk melingkar dan Mbah Sredeg berada commit to user

(21)

ditengah-tengah. Kesan tersebut dimaksudkan agar masyarakat lebih rumaket (terasa lebih dekat diantara masyarakat)

Gambar 5. Tayub Sredeg

Sumber: Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari (6 Juli 2012)

2) Makna Tarian

Pada rangkaian upacara bersih desa yang dalam hal ini yaitu acara sredegan, Mbah Sredeg menghadirkan dua tarian, tarian pertama berjiwa

perempuan, tarian ini sifatnya lebih feminim yang menunjukan watak para wanita Jawa Tengah yang identik dengan lemah gemulai. Kesan tersendiri juga ditemukan pada penari tayub yang menampilkan perpaduan gerak tangan dan kaki sambil memainkan sehelai selendang yang dikalungkan dileher, tarian tersebut seperti halnya tari gambyong, makna dari tarian pertama adalah simbol kesuburan. Sedangkan tarian kedua berjiwa laki-laki, tarian ini lebih bersifat gagah seperti pengungkapan Mbah Sredeg dalam lakonnya

commit to user

(22)

yaitu ditarikan dalam lakon Gatotkaca, makna dalam tarian tersebut adalah simbol kegagahan.

Gambar 6. Salah Satu Tarian sebagai Simbol Kegagahan

Sumber: Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari (6 Juli 2012)

3) Kelompok Karawitan.

Di dalam pertunjukan Tayub Sredeg pada rangkaian upacara bersih desa, karawitan yang digunakan adalah kelompok Karawitan Tali Jiwo.

Kelompok tersebut menggunakan seperangkat gamelan Jawa yang terdiri dari gong, gambang, kendang, serta kenong menjadi musik pengiring pertunjukan Tari Gambyong. Dari sekian banyak alat musik, yang dianggap sebagai otot tarian tayub yakni Kendang. Karena selama pertunjukan berlangsung, kendang yang menuntun penari tayub untuk menari mengikuti lantunan tembang atau lagu berbahasa Jawa yang dalam kelompok tersebut terdiri dari dua pesinden dan sepuluh penabuh. Kelompok karawitan tersebut

commit to user

(23)

menggunakan laras slendro, gendhing yang digunakan adalah gendhing petalon.

Gambar 7. Karawitan Tali Jiwo

Sumber: Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari (6 Juli 2012)

c. Tirakatan.

Tirakatan pada rangkaian upacara bersih desa “rasulan” di Desa Karangsari dilaksanakan pada malam jumat legi setelah acara sredegan.

Dalam kegiatan ini masyarakat berkumpul untuk lek-lekan (begadang) bersama dirumah kadus Desa Karangsari.

Masyarakat yang hadir dalam acara ini sebagian besar berasal dari golongan laki-laki. Kebanyakan masyarakat dari kalangan bapak-bapak dan pemuda, sedikit sekali wanita maupun anak-anak yang hadir dalam acara ini.

Ibu-ibu yang hadir dalam acara ini hanya beberapa saja, dan itupun hanya beberapa yang ditunjuk oleh kadus sebagai penyedia hidangan untuk bapak- bapak maupun pemuda yang hadir dalam acara tersebut.

commit to user

(24)

Sambutan-sambutan dari para tokoh masyarakat mengawali kegiatan tersebut, seperti halnya sambutan dari kepala desa maupun kepala dusun.

Dalam sambutan ini, berbagai pesan disampaikan oleh pemimpin desa atau dusun kepada warga masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan tradisi yang hidup di wilayah mereka. Kegiatan ini dirasa sangat berguna bagi masyarakat di desa tersebut.

Selain sambutan dari para tokoh masyarakat, doa menjadi bagian terpenting dalam kegiatan ini. Doa disampaikan oleh seorang kyai atau seorang tokoh agama dalam masyarakat di dusun tersebut. Do’a yang disampaikan merupakan permohonan-permohonan serta harapan masyarakat di dalam kehidupan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Doa disampaikan denga cara atau adat Islam dalam acara tirakatan ini.

Acara dilanjutkan dengan lek-lekan (begadang) bersama-sama oleh para warga masyarakat Desa Karangsari. Dalam kegiatan ini jika masyarakat menghendaki akan dihadirkan sebuah pertunjukan hiburan. Seperti halnya menghadirkan kesenian campursari di dalamnya. Di dalam kegiatan ini, masyarakat memiliki tujuan untuk dapat berbahagia bersama-sama. Jika tidak menghadirkan hiburan, masyarakat biasanya mengisi kegiatan ini dengan berjudi, atau mungkin hanya mengisinya dengan mengobrol saja.

Kegiatan ini tidak berlangsung hingga matahari terbit. Biasanya, kebanyakan masyarakat undur diri dari kegiatan ini setelah hidangan disajikan., meskipun tidak semuanya beranjak pergi. Hanya beberapa orang saja yang masih tinggal hingga acara tersebut selesai. Acara tirakatan ini diakhiri pada pkl 02.00 dini hari.

commit to user

(25)

d. Sedekahan

Acara sedekahan dilaksanakan di rumah kadus Desa Karangsari, seperti halnya sedekahan yang berlangsung di Desa Karangsari yang diselenggarakan di rumah Bapak Hartono atau yang lebih akrab dengan panggilan Mas Har. Dalam kegiatan ini setiap warga yang hadir membawa hidangan. Bentuk hidangan yang dihadirkan merupakan suatu simbol ungkapan rasa syukur masyarakat atas rejeki yang telah didapatkan. Adapun hidangan yang dihadirkan antara lain;

1) Tumpeng, berupa hidangan nasi yang yang berbentuk kerucut. Namun, bentuk tumpeng tersebut kecil, dan disertakan juga sayur serta lauk di dalamnya.

2) Panggang, hidangan yang berupa satu ayam utuh ditusuk dengan bambu yang dibakar (dipanggang).

Acara ini sebagian besar dihadiri oleh ibu-ibu dan anak-anak. Hal tersebut dikarenakan bapak-bapak sudah merasa lelah dengan kegiatan tirakatan yang berlangsung pada malam hari sebelum sedekahan dilaksanakan.

Kegiatan yang dilakukan adalah saling berbagi tumpeng dan panggang antara warga satu dengan yang lainnya. Dalam kegiatan ini setiap warga masyarakat dapat merasakan hidangan (tumpeng dan panggang) yang dibawa oleh masing-masing dari mereka. Rasa kebersamaan dan kekeluargaan tampak dan terwujud dalam kegiatan ini.

Selanjutnya acara dilanjutkan menuju ke Punden Mertosejati di yang ada di Desa Karangsari. Bambu yang habis digunakan untuk menusuk panggang

commit to user

(26)

dibakar di punden dengan menyajikan sesaji. Adapun isi sesaji yang diletakkan di punden antara lain:

1. Bawang merah, perbuatan harus ada pertimbangan.

2. Bawang putih (bawang lanang) 3. Daun sirih

4. Injet, batu kapur yang telah diendapkan dengan air.

5. Bunga setaman 6. Beras

7. Uang receh

8. Telur, lambang benih terjadinya manusia.

9. Tambir, pecahan genteng.

Sesaji ini disajikan bersama dengan pembakaran bekas tusuk panggang di punden yang masyarakat Desa Karangsari beri nama Punden Mertosejati.

Sifat-sifat hidup gotong royong yang merupakan penerus dari pola hidup kekeluargaan itu tetap dihargai dan bernilai guna sebagai kelanjutan dari naluri (tradisi spiritual) yang tetap harus dipertahankan dari generasi ke generasi berikutnya. Adat ini merupakan suatu aktivitas upacara yang sangat penting dalam religi orang jawa. Ada kalanya, mereka juga membawa beberapa jenis bunga untuk ditaburkan, sesajian seperlunya dan dilanjutkan dengan doa sambil membakar dupa.

Pandangan dunia Jawa tentang kehidupan mengatakan bahwa antara masyarakat dan alam merupakan ruang lingkup kehidupan orang Jawa sejak lahir. Masyarakat sebagai perwujudan kumpulan keluarga yang besar,

commit to user

(27)

terjadinya mula-mula dari keluarga kecil (sendiri), keluarga tetangga, baik dekat maupun jauh, dan akhirnya seluruh desa. Lingkungan ini diatur dengan berbagai norma, dan adat sehingga akhirnya nanti setiap anggota masyarakat terpisah dari aturan, maka mereka merasa dikucilkan. Untuk mencapai keselarasan dengan dunia maka masyarakat harus memegang kunci selamet (selamat)

Ritual puncak dalam upacara bersih desa yang ada di Desa Karangsari diadakan pada malam hari dan di lakukan yang disebut rasulan oleh seorang penari Tayub yang disebut Mbah Sredeg. Mbah Sredeg memimpin jalannya ritual bersama sesepuh dan kepala desa dengan dikelilingi penduduk Desa Karangsari, mereka bersama-sama berdoa (dalam Bahasa Arab) kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk meminta keselamatan agar penduduk terhindar dari segala macam bencana.

Aktifitas religius yang dilakukan masyarakat Desa Karangsari dalam upacara adat bersih desa adalah slametan (selamatan), sebab slametan adalah rangkaian upacara yang bertujuan memberi tumbal kepada dhanyang penunggu Desa Karangsari untuk mencapai keharmonisan dua alam hidup manusia yang akan menyebabkan ketentramaan hidup. Perpaduan antara makrokosmos dan mikrokosmos dapat terlaksana apabila manusia menjalankan: ngangkah, artinya berniat dengan sungguh-sungguh, ngukut artinya menghentikan pakartinya jiwa dan raga, ngiket, artinya mengikat dan memusatkan jiwa pada tujuan satu, dan ngruket triloka, kakukut, artinya merangkul dan memegang erat-erat sehingga tiga alam semesta (janaloka, endraloka, dan guruloka) bersatu dalam diri manusia. Pada waktu manusia

commit to user

(28)

mampu menyatukan dengan alam semesta, berarti mereka tahu tujuan hidupnya.

Pada umumnya bentuk upacara rasulan yang dilaksanakan masing masing dusun adalah sama. Hanya saja pemilihan waktu maupun sajian yang diperuntukkan bagi sang danyang yang berbeda. Seperti halnya yang terjadi di dusun Karangsari, upacara diadakan pada setiap hari jum’at legi pada bulan ruwah penanggalan tahun Jawa. Upacara diadakan setiap tahun sekali dengan perayaan sederhana. Sedangkan pada dua tahun sekali upacara diadakan secara besar-besaraan dengan mempertunjukan Tayub Sredeg.

C. Unsur Religius Pertunjukan Tayub Sredeg sebagai Sarana Upacara Ritual di Desa Karangsari

Masyarakat Desa Karangsari mempunyai pandangan dalam kehidupannya bahwa Tayub Sredeg mempunyai fungsi utama sebagai sarana ritual. Tayub Sredeg dipercayai masyarakat Desa Karangsari dapat membawa kedamaian bagi kehidupannya pada rangkaian upacara ritual yang diselengarakan di desa tersebut.

Upacara ritual di Desa Karangsari terdiri dari upacara bersih desa, upacara pelunasan nazar, dan upacara hajat perkawinan. Tayub sebagai seni ritual, yang diutamakan bukan kadar estetikanya melainkan makna yang terkandung di dalamnya. Biasanya tayub untuk keperluan ritual kadang-kadang banyak terikat oleh berbagai aturan yang harus dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan.

Memang jika diperhatikan dengan seksama di dalam kesenian tayub ritual terkandung harapan agar masyarakat menjadi kompak dan lebih memiliki jiwa sosial diantara masyarakatnya karena masyarakat Desa Karangsari mengutamakan commit to user

(29)

rasa saling hormat menghormati di antara sesama manusia sehingga dicapai kehidupan masyarakat yang rukun, damai, dan sejahtera.

Pada pertunjukan Tayub Sredeg yang diutamakan dalam pementasaanya bukan pada keindahan ataupun penataan tarianya melainkan kesakralan dari penampilan Mbah Sredeg yang diyakini dapat membawa mereka dalam kesejahteraan. Dalam pementasan Tayub Sredeg, faktor utama dalam pertunjukan bukan pada keindahan tarianya melainkan harus memperhatikan nilai ritual yang sudah menjadi tradisi sejak zaman dahulu dan tradisi itu sudah menjadi hal yang paten dan wajib untuk dilaksanakan. Tayub untuk keperluan upacara ritual di Desa Karangsari banyak terikat oleh berbagai aturan yang tidak boleh ditinggalkan, salah satunya adalah pemilihan kelompok kesenian tayub yaitu hanya Tayub Sredeg. Tayub Sredeg dianggap religius karena sebagai media penghubung masyarakat dengan dunia gaib. Masyarakat Desa Karangsari meyakini bahwa dhanyang (roh halus penunggu) Desa Karangsari hanya mau diberi tumbal Tayub Sredeg. Oleh sebab itu sudah menjadi keyakinan masyarakat Desa Karangsari bahwa dengan mementaskan Tayub Sredeg bisa membawa mereka dalam kesejahteraan dan terhindar dari bencana.

Masyarakat Desa Karangsari menghadirkan tayub dalam kegiatan ritual sebagai bagian dari upacara yang terkait dengan simbol kesuburan. Disamping itu, penyajian tayub juga bertujuan agar acara yang diselenggarakan lebih meriah. Hal ini menjadi kebiasaan yang lumrah dan menjadi hal yang wajib, misalnya pada upacara bersih desa di Desa Karangsari yang mengambarkan pesta rakyat yang luar biasa meriah dengan acara puncak yang disebut sredegan. Kaitan pertunjukan Tayub dengan upacara ritual itu mewujudkan keselarasan antara manusia dan

commit to user

(30)

TuhanYang Maha Esa, manusia dan alam semesta, serta manusia dan manusia atau antar sesama anggota masyarakat. Dapat dikatakan bahwa kehadiran Tayub Sredeg dalam upacara ritual di Desa Karangsari memiliki kedudukan penting, antara lain karena berperan sebagai pendukung dan penunjang kebutuhan upacara itu sendiri.

Seluruh warga masyarakat menghentikan seluruh aktifitas keseharianya untuk menyaksikan dan mengikuti acara bersih desa itu, utamanya adalah sredegan. Dilihat dari sudut pandang budaya, ritual bersih desa dilakukan sebagai

langkah untuk mempertahankan tradisi turun temurun yang sudah ada sejak dahulu dan diterima warga Desa Karangsari untuk dilestarikan. Tujuan upacara ritual itu antara lain untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Dewi Sri dan dhanyang setempat, atas panen padi yang telah dicapai, juga memohon keselamatan bagi seluruh warga termasuk tanaman pokok mereka agar terhindar dari hama dan segala penyakit, sehingga panen padi dapat tercapai.

Maka dari itu, dalam upacara ritual di Desa Karangsari selalu dihadirkan pertunjukan Tayub Sredeg sebagai tari penghormatan atau persembahan kepada TuhanYang Maha Esa, Dewi Sri dan dhanyang desa setempat.

Pertunjukan tayub sebagai sarana upacara ritual adalah tayub yang dipertunjukan terkait dengan ritus atau menyangkut dengan kepercayan masyarakat Desa Karangsari. Upacara-upacara ritual yang diselenggarakan masyarakat Desa Karangsari mengakibatkan Tayub Sredeg berkembang pesat di Kecamatan Jatiyoso. Tayub Sredeg tidak hanya terkenal di Desa Karangsari saja akan tetapi di desa lain yang masih masuk dalam lingkup wilayah Kecamatan Jatiyoso diantaranya adalah di Desa Tlobo dan Desa Druju bahkan Tayub Sredeg

commit to user

(31)

mampu berkembang menjadi pertunjukan yang lebih menarik di Kecamatan Jatiyoso dari pada kesenian lain.

Tayub Sredeg menarik untuk diteliti dikarenakan keunikan dalam Tayub Sredeg jarang ditemui bahkan tidak ada pada tayub-tayub lain. Keunikan tersebut dapat terlihat dari pementasan Tayub Sredeg yang jauh dari nilai-nilai negatif. Hal itu bertolak belakang dari kebanyakan tayub lain yang tidak mencerminkan unsur kesakralan dalam pementasannya. Tayub Sredeg dibutuhkan masyarakat Desa Karangsari sebagai bagian dari ritualisme sejak zaman dahulu. Dengan demikian masyarakat tidak berani meninggalkan Tayub Sredeg dan menjadi kegiatan wajib pada saat penyelenggaraan upacara ritual di Desa Karangsari.

Tayub ritual yang dalam hal ini adalah Tayub Sredeg sangat berbeda dengan tayub kebanyakan yang lebih terkesan negatif dan arogan. Tayub Sredeg terbebas dari suwelan (pemberian uang disela-sela dada penari) dan minum- minuman keras pada saat pementasannya, karena Mbah Sredeg lebih mementingkan kesakralan dalam pementasanya. Hal tersebut dilakukan Mbah Sredeg selain Mbah Sredeg sendiri sudah tua, bukan merupakan kebiasaan Mbah Sredeg dalam membawakan tari tayub sejak pertama kali pementasanya hingga sekarang yang sudah dikenal oleh sebagian masyarakarakat Kabupaten Karanganyar.

commit to user

(32)

Gambar 8. Tayub Ritual

Sumber: Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari (6 Juli 2012)

Munculnya Tayub Sredeg sebagai tayub ritual tersebut antara lain karena pola kehidupan masyarakat Desa Karangsari sebagian besar adalah petani, kepercayaan akan tradisi dari pendahulu mereka, sikap mengakrabi alam, kebersamaan, kerukunan, dan gotong royong. Pertunjukan Tayub Sredeg dalam upacara ritual merupakan penghormatan atau persembahan yang berfungsi untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Dewi Sri, dan dhanyang penunggu desa, atas keberhasilan pertanian masyarakat, dan memohon keselamatan bagi seluruh warga beserta hasil pertanian mereka untuk masa-masa berikutnya.

Pertunjukan tayub ritual yang terdapat di Desa Karangsari terkait dengan fungsinya sebagai sarana upacara ritual yang memuat unsur-unsur religius disebutkan diatas dikelompokan menjadi tiga, yaitu (1) tayub dalam upacara bersih desa; (2) tayub dalam ritual melunasi nazar; dan (3) tayub dalam hajat

perkawinan. commit to user

(33)

1. Tayub dalam Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari.

Masyarakat Desa Karangsari selalu mempertunjukan Tayub Sredeg sebagai rangkaian acara bersih desa yang biasanya dilaksanakan dua tahun sekali, karena di tahun pertama diadakan upacara sederhana yang disebut paesan. Acara bersih desa ini biasanya dilaksanakan pada Bulan Ruwah, pada hari jumat legi (Kalau tidak ada hari Jumat Legi pada Bulan Ruwah, biasanya diadakan pada minggu ke-3 pada hari Jumat di Bulan Ruwah tersebut) . Upacara bersih desa di Desa Karangsari biasanya selalu menghadirkan kesenian Tayub Sredeg pada rangkaian acaranya, karena upacara tersebut berperan penting dalam kehidupan masyarakat Desa Karangsrai. Tayub diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur dan keselamatan dalam kaitannya dengan keberhasilan bercocok tanam yang diwujudkan dalam melimpahnya hasil pertanian penduduk.

Tayub Sredeg sendiri dianggap religius karena sebagai media penghubung dunia spiritual antara masyarakat serta kekuatan gaib penunggu Desa Karangsari.

Oleh karena itu, masyarakat masih menyelenggarakan upacara ritual dengan mempertunjukan Tayub Sredeg sebagai syarat penting dalam rangkaian upacara bersih desa, dengan tujuan agar harapan masyarakat mendapatkan kesuburan tanah dan hasil panen yang melimpah akan terwujud. Pandangan masyarakat terkait Tayub Sredeg adalah bahwa Tayub Sredeg telah berhasil membawa mereka menuju kehidupan sejahtera, tanpa kehadiran Tayub Sredeg ditengah- tengah masyarakat Desa Karangsari dirasa ada yang kurang dan seperti menjadi hal wajib bagi masyarakat Desa Karangsari untuk mempertontonkan Tayub Sredeg pada saat upacara ritual bersih desa.

commit to user

(34)

Pelaksanaan upacara bersih desa dengan mempertunjukan Tayub Sredeg terkait erat dengan mitos yang masih diyakini oleh masyarakat di Desa Karangsari. Mitos yang selama ini diyakini adalah, bahwa penari Tayub Sredeg dianggap sebagai perantara antara masyarakat dengan Dewi Sri (Dewi Kesuburan). Mitos itu masih dipercayai dikalangan masyarakat Desa Karangsari, masyarakat beranggapan kalau mereka mementaskan Tayub Sredeg hasil panen mereka melimpah. Masyarakat Desa Karangsari tidak berani melanggar ketentuan yang sudah ada untuk mementaskan Tayub Sredeg dikarenakan masyarakat tidak mau ambil resiko, mereka hanya menjalankan dan memelihara tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu.

Pertunjukan Tayub Sredeg dalam upacara adat bersih desa berperan sangat penting bagi masyarakat Desa Karangsari karena dipercayai sebagai upacara kesuburan yang diharapkan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, melimpahnya hasil panen, terhindar dari berbagai hama tanaman dan keselamatan serta kesejahteran masyarakat desa setempat. Masyarakat Desa Karangsari sendiri masih percaya perlunya upacara bersih desa, karena takut mendapatkan musibah atau malapetaka, juga takut untuk manyalahi tradisi dari nenek moyang yang selama ini sudah menjadi kewajiban dan harus dilakukan.

Tujuan masyarakat Desa Karangsari menyelenggarakan upacara bersih desa dengan pertunjukan Tayub Sredeg pada dasarnya adalah suatu aktifitas religius untuk mencari ketenangan dengan memahami tatanan alam dan kehidupan yang harmonis dengan alam. Aktifitas religius ini menjadi proses untuk lebih memahami dan menghayati kehidupan dan lebih mendekatkan diri dengan alam, yang pada akhirnya dapat muncul kesadaran bahwa mereka adalah bagian

commit to user

(35)

dari alam dan Tuhan Yang Maha Esa. Makna yang hakiki yang disampaikan adalah manusia menjadi sumber daya alam untuk tujuan keharmonisan alam, manusia, dan Tuhan. Untuk itu Tayub Sredeg sebagai tari ritual yang memiliki aktifitas religius diharapkan mampu menumbuhkan budaya spiritual di masyarakat dengan harapan dapat menjadi sarana meruwat desa agar tentram dan terwujud kemakmuran yang dicita-citakan masyarakatnya.

Penyelenggaraan upacara bersih desa bagi masyarakat Desa Karangsari juga dapat dimaknai sebagai cara untuk menyampaikan rasa syukur terhadap alam dan Tuhan Yang Maha Esa atas melimpahnya hasil panen yang didapatkan. Hal ini didasari pula oleh adanya pandangan, bahwa terjadi hubungan yang erat antara kehidupan manusia, alam dan Tuhan. Pertunjukan Tayub Sredeg pada dasarnya mempunyai konsep manunggaling kawula Gusti, bagi masyarakat Desa Karangsari yang penting dalam menari tayub itu adalah hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan aktifitas religius dalam pementasan Tayub Sredeg.

Upacara bersih desa selalu melibatkan seluruh anggota masyarakat dalam rangkaian kegiatan, dari perencanaan, persiapan, sampai dengan pelaksanaan.

Rangkaian kegiatan bersih desa di Desa Karangsari biasanya terdiri dari: (1) kerja bakti atau membersihkan jalan, pundhen atau sendhang; (2) sredegan; (3) tirakatan; dan (4) sedekahan. Kerja bakti untuk membersihkan jalan-jalan utama di Desa Karangsari dan pundhen atau sendhang yang dikeramatkan dilakukan oleh seluruh warga Desa Karangsari untuk mengawali upacara bersih desa. Hal itu sebagai partisipasi masyarakat terhadap penyelamatan sumber daya alam,

commit to user

(36)

terutama pelestarian terhadap sumber mata air selain penghormatan terhadap dhanyang desa tersebut.

Tahap kedua dari upacara bersih desa di Desa Karangsari adalah sredegan, tentunya dengan pementasan Tayub Sredeg pada rangkaian acaranya. Acara tersebut dimulai pada pukul 20.00 WIB di halaman rumah Kadus Desa Karangsari. Pada acara tersebut, pertama-tama dimulai dengan pembacaan Al- faatihah sebagai doa kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh modin yang bertugas selanjutnya Mbah Sredeg bertugas memimpin jalannya ritual bersama kepala desa dan sesepuh desa meminta kepada dhanyang (roh halus penunggu) desa sekitar untuk meminta perlindungan agar Desa Karangsari terhindar dari bencana, hal tersebut sebagai aktifitas religius masyarakat Desa Karangsari kepada dhanyang Desa Karangsari. Pada acara sredegan masyarakat harus menghadirkan Tayub Sredeg hal itu dipercayai seluruh masyarakat Desa Karangsari, sehingga pelaksanaan acara sredegan dengan mementaskan Tayub Sredeg menjadi hal wajib walaupun hanya dilakukan dua tahun sekali.

Pada acara sredegan, masyarakat Desa Karangsari mulai dari yang masih anak-anak hingga orang dewasa berbondong-bondong menghadiri acara tersebut dikarenakan acara tersebut merupakan acara puncak dalam pelaksanaan upacara bersih desa di Desa Karangsari. Pada Acara tersebut Mbah Sredeg juga memercikan air putih yang dimasukan kedalam gelas yang berisi bunga setaman, setelah pembacaan doa usai, air tersebut dipercikan Mbah Sredeg kepada warga Desa Karangsari dengan menggunakan daun salam, tujuannya agar mendapat berkah lewat air tersebut. Setelah acara sredegan selesai seluruh warga Desa Karangsari diberikan hidangan dan makan bersama-sama sambil melihat

commit to user

(37)

pertunjukan Tayub Sredeg yang dihadirkan Mbah Sredeg sebagai acara puncak karena diyakini pertunjukan tayub dapat menghadirkan Dewi Sri (Dewi Kesuburan) untuk memberikan kesuburan dan kemakmuran bagi masyarakat yang menyelenggarakan upacara itu. Sredegan menjadi acara yang wajib dihadiri oleh seluruh masyarakat dikarenakan sebagai ajang berkumpul dan silahturahmi diantara masyarakat Desa Karangsari agar tercipta keharmonisan diantara masyarakatnya.

Gambar 9. Perebutan Air Suci

Sumber: Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari (6 Juli 2012)

Tahap ketiga adalah tirakatan, tirakatan dilaksanakan pada hari yang sama setelah acara sredegan. Tirakatan biasanya hanya dilakukan oleh kaum laki-laki biasanya bapak-bapak dan pemuda desa dikarenakan ibu-ibu dan anak-anak capek apabila diharuskan untuk mengahdiri acara tersebut. Tirakatan biasanya dilakukan dengan cara berkumpul bersama di rumah Kadus Desa Karangsari. Acara tersebut biasanya dilaksanakan sampai matahari terbit. Pada acara Tirakatan aktifitas religius yang dilakukan masyarakat Desa Karangsari adalah menjaga desa mereka dari gangguan dhanyang yang mengganggu. Rangkaian acara tirakatan tersebut commit to user

(38)

juga ada sambutan dan doa, akan tetapi lebih terkesan santai dan kekeluargaan.

Apabila masyarakat menghendaki agar acaranya rame maka menghadirkan campursari untuk menghibur.

Tahap keempat atau terakhir dalam upacara bersih desa di Desa Karangsari adalah sedekahan. Acara sedekahan dilaksanakan keesokan harinya di rumah Bapak Hartono sekitar pukul 06.00 WIB. Pada kegiatan ini setiap warga hadir dengan membawa hidangan berupa tumpeng dan panggang sebagai simbol ungkapan rasa syukur atas rejeki yang telah didapat. Acara ini sebagian besar dihadiri ibu-ibu dan anak-anak dikarenakan bapak-bapak sudah lelah dengan kegiatan tirakatan. Kegiatan sedekahan ini dilakukan masyarakat Desa Karangsari dengan saling berbagi tumpeng dan panggang antara warga satu dengan warga yang lain sehingga masyarakat dapat saling merasakan hidangan yang dibawa oleh masing-masing dari mereka.

Pada rangkaian acara sedekahan yang dilakukan di rumah Bapak Hartono, selanjutnya dilakukan di pundhen, masyarakat Desa Karangsari menyebutnya dengan Pundhen Mertosejati. Masyarakat Desa Karangsari meyakini bahwa Punden Mertosejati dihuni oleh Eyang Singowijoyo, Eyang Singowijoyo diyakini sebagai penunggu Desa Karangsari yang membantu masyarakat untuk hidup mencapai sejahtera dan menjaga mereka dari segala macam bahaya. Menurut cerita Masyarakat Desa Karangsari, sosok Eyang Singowijoyo adalah macan putih yang menunggu disekitar pundhen tersebut.

Sedekahan yang dilaksanakan di Pundhen Mertowijaya, masyarakat menyiapkan berbagai macam sesaji (bawang merah, bawang putih, daun sirih, injet, bunga setaman, beras, uang receh, telur, dan tambir) dan bambu bekas tusuk

commit to user

(39)

panggang yang dibakar di Pundhen Mertosejati sebagai penghormatan terhadap Eyang Singowijoyo sebagai penunggu pundhen yang dipercayai masyarakat menjaga Desa Karangsari dari segala ancaman bahaya.

Dari seluruh uraian diatas, unsur religius pada upacara bersih desa di Desa Karangsari adalah keyakinan dan kepercayaan masyarakat akan sosok Mbah Sredeg yang telah mampu membawa mereka hidup sejahtera, jauh dari bencana, dan hasil panen melimpah. Niat doa dari Mbah Sredeg dirasa menjadi kesukaan dhanyang desa setempat. Tampaknya upacara bersih desa di Desa Karangsari

merupakan peninggalan ajaran agama Hindu, akan tetapi setelah masyarakat mengenal agama Islam, terjadi sinkritisme sehingga ajaran atau tradisi yang berlaku sebelumnya tetap diadopsi oleh masyarakat. Hal ini tampak jelas dalam acara bersih desa pada acara selamatan yang diawali dengan doa-doa sesuai ajaran agama Islam. Setelah doa dengan agama Islam selesai, dilanjutkan menyampaikan mantera-mantera yang isinya memanggil roh-roh yang menjaga tanah tempat berpijak dan bekerja. Tradisi yang kadang-kadang dianggap syirik oleh sebagian kalangan muslim itu, menjadi bagian dari tradisi masyarakat Desa Karangsari yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya.

Tayub dalam upacara bersih desa bukan sekedar masalah kepercayaan, melainkan masalah budaya yang terkait dengan pertanian, karena mereka adalah masyarakat agraris. Oleh karena itu tayub bukan hanya milik agama tertentu, melainkan milik semua warga masyarakat desa yang hidup dari bertani. Tradisi bersih desa dengan rangkaian kegiatannya mengutamakan kerukunan antar umat beragama, kebersamaan, kegotongroyongan, dan sarana silahturahmi antar warga

commit to user

(40)

desa. Hal itu merupakan kearifan lokal yang perlu dipertahankan oleh masyarakat Desa Karangsari.

2. Tayub dalam Ritual Melunasi Nazar

Dalam upacara bersih desa yang terkait dengan melunasi nazar, seorang penari tayub diharapkan dapat melepaskan nasib sial. Tayub dalam acara ritual bersih desa sering pula digunakan untuk membayar nazar. Sama halnya dengan yang dilakukan di Desa Karangsari, karena masyarakat merasakan ada kecocokan dengan mempertunjukan Tayub Sredeg pada rangkaian acara bersih desa di daerahnya. Maka Masyarakat Desa Karangsari kembali mempertunjukan Tayub Sredeg pada rangkaian upacara bersih desa di dua tahun selanjutnya pada salah satu rangkaian acaranya yaitu sredegan. Nazar tersebut dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Desa Karangsari dengan mementaskan Tayub Sredeg dengan harapan masyarakat Desa Karangsari kembali mendapatkan berkah dengan hasil panen melimpah, dan terbebas dari bencana seperti pada tahun sebelumnya yang juga mementaskan Tayub Sredeg. Kepercayaan bahwa Tayub Sredeg menjadi pembayaran nazar bagi dhanyang penunggu Desa Karangsari oleh masyarakat Desa Karangsari sudah mendarah daging dan menjadi tradisi yang terus dilaksanakan oleh masyarakat Desa Karangssari. Nazar sendiri merupakan suatu keinginan yang dapat dilakukan apabila sesuatu yang diharapkan dapat terlaksana atau tercapai. Nazar merupakan janji seseorang yang harus dilaksanakan. Pada dasarnya nazar adalah kewajiban yang harus dilaksanakan, yang dipercaya akan menjadi dosa jika tidak dilaksanakan. Hal tersebut juga tergantung pada kondisi yang berangkutan, untuk memenuhi syarat yang diperlukan. Pernah juga ditemui seorang ibu warga Desa Karangsari yang mempunyai nazar akan menanggap commit to user

(41)

Tayub Sredeg apabila anak perempuannya sembuh dari sakit yang diderita selama beberapa bulan, akan tetapi ibu itu ternyata tidak mampu untuk menanggap tayub dengan biaya sendiri, maka untuk melepas nazar itu dilakukan bersamaan dengan upacara bersih desa. Sebagai bukti ibu itu telah melepas nazar ditandai dengan aktivitas ibu beserta anaknya menari tayub dalam upacara bersih desa.

Hubungan itu dimanifestasikan dengan melepas kupat luwar yang bersisi beras kuning sambil diiringi dengan pembacaan doa oleh Mbah Sredeg yang dimintai melunasi nazar. Lepasnya kupat luwar dan menyebarnya beras kuning ke bumi sebagai simbol telah dilaksankan nazar yang pernah dijanjikan yaitu dilakukan hajatan dengan menanggap Tayub Sredeg sebagai sarana untuk melunasi nazar masyarakat Desa Karangsari yang telah hidup sejahtera dan melimpahnya hasil panen.

Gambar 10. Kupat Luwar

Sumber: Upacara Bersih Desa di Desa Karangsari (6 Juli 2012)

Penari (ledhek) dalam pertunjukan tayub untuk bersih desa kadang-kadang dianggap sebagai dukun. Dukun adalah seseorang yang dianggap memiliki

commit to user

(42)

kekuatan khusus. Dalam masyarakat pedesaan, dukun memegang peranan penting dalam upacara-upacara tertentu. Pada upacara bersih desa, dukun berpartisipasi dalam kesucian sebagai mediator yang menyampaikan doa-doa kepada yang gaib, yaitu memohon agar diberikan keselamatan dan kemakmuran. Masyarakat pedesaan menganggap seorang dukun sebagai orang suci yang memiliki kemampuan luar biasa, serta erat hubungannya dengan yang Maha Kuasa.

3. Tayub dalam Hajat Perkawinan

Sebagian kecil masyarakat Desa Karangsari masih memegang teguh adat dan kepercayaan dari pendahulu mereka dengan mempertunjukan Tayub Sredeg dalam rangkaian upacara hajatan perkawinan. Tayub yang dipertunjukan tidak sekedar untuk menghibur para tamu undangan dan masyarakat, tetapi juga memiliki makna tertentu yang terkait dengan fungsinya sebagai sarana upacara ritual kesuburan. Tayub pada upacara hajat perkawinan berperan sangat penting untuk menjaga keselamatan dan kesejahteran pasangan pengantin, juga terkandung harapan pasangan pengantin yang melaksanakan perkawinan mendapat berkah dan akan segera mendapatkan anak. Hal ini melambangkan sebuah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang secara ritual dipercayai akan melahirkan seorang bayi. Oleh karena itu, mereka beranggapan perlu menyajikan tayub pada hajat perkawinan yang diselenggarakan. Masyarakat Desa Karangsari yang mementaskan Tayub Sredeg dalam hajatan perkawinan tidak banyak, karena hanya orang-orang tertentu yang masih melaksanakan kegiatan tersebut.

Makna simbolis itu menyebabkan pandangan masyarakat perlu menyelenggarakan pertunjukan tayub, walaupun biaya yang dikeluarkan cukup commit to user

(43)

besar dalam satu pementasan tayub. Sebagian masyarakat Desa Karangsari mempercayai tayub bertuah sebagai upacara kesuburan, sehingga mereka berusaha mempertunjukan tayub dalam hajat pernikahan yang telah diselenggarakannya. Dengan harapan kedua pengantin tersebut segera mendapatkan momongan.

Kehadiran tayub dalam hajat perkawinan juga terkait dengan aspek ekonomi. Hal itu disebabkan adanya kecenderungan bahwa dengan mempertunjukan tayub dalam hajatan akan berpengaruh pada jumlah tamu yang hadir dalam acara tersebut. Pertunjukan tayub, terutama yang menghadirkan penari tayub yang dianggap bisa membawa mereka dalam kesejahteraan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk menonton. Hadirnya penari tayub dalam upacara perkawinan menyebabkan para tamu yang tidak diundangpun juga datang berbondong-bondong, sehingga sangat berpengaruh pada jumlah sumbangan yang didapat pada penyelenggaran hajatan tersebut.

Dari pernyataan di atas, tayub sebagai sarana ritual cukup mendominasi dalam pelaksanaan pertunjukan, terutama sebagai simbol kesuburan. Masyarakat Desa Karangsari percaya, Tayub Sredeg mampu memberikan keselamatan, ketenangan, dan kebahagiaan. Selain itu, tayub mampu menjadi media yang dapat mempersatukan masyarakat Desa Karangsari melalui interaksi sosial, gotong royong, tenggang-rasa, saling menghormati, dan saling memelihara, sehingga tayub terutama Tayub Sredeg tetap berkembang dalam kehidupan masyarakat.

Tayub Sredeg sebagai bagian masyarakat Desa Karangsari tidak pernah mengalami kondisi surut. Keberadaan yang dimiliki sesungguhnya tidak terlepas dari beragam fungsi yang masih penting dan dibutuhkan masyarakat. Selain itu

commit to user

(44)

fungsi-fungsi yang dimiliki tersebut diimbangi pula adanya kemampuan tarian ini untuk melakukan berbagai macam adaptasi. Justru berkembangnya modernisasi dan komersialisasi bisa ditanggapi secara positif oleh tayub dengan cara mengubah makna dari fungsi-fungsi yang ada. Tayub bukan hanya sekedar tarian yang memuat nilai hiburan saja, tetapi mengandung nilai magis sebagai panutan bagi masyarakatnya.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

AdaJah usaha yang ditujukan untuk mengamankan kawasan yang mengandung sumberdaya arkeologi dari perubahan-perubahan bentuk lahan maupun pemanfaatan akibat

Mata kuliah ini mempelajari dan mempraktekkan bagaimana menyelesaikan persoalan struktur data dengan menggunakan berbagai algoritma struktur data dalam pemrograman, meliputi

Daftar Primer adalah data yang bersumber dari lapangan penelitian yaitu hasil wawancara dengan masyarakat Islam di Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara

Apabila Pemohon tidak mengindikasikan limit & mandat persetujuan pada Bagian 8, pengaturan standar akan menjadi “Salah SATU dari Penandatangan” yang dianggap disahkan

Dari hasil perhitungan unit cost, untuk mengangkut batubara sejauh 710 km dari Muarateweh menuju Taboneo, biaya yang diperlukan adalah $ 72.28 per tonnya

Pengaruh penggunaan media sosial terhadap pelaksanaan shalat lima waktu dirasakan oleh para remaja desa ngancar yang bersekolah di MTs N 1 Bantul, mereka

Hasil kegiatan kerjasama litbang yang telah dicapai antara lain : dari RISTEK kegiatan litbang pangan olahan siap saji telah mendapatkan program insentif peningkatan

Hasil penelitian dari Andriyani dan Noor (2015) menyatakan masalah kedisiplinan karyawan seperti sering datang terlambat dan pulang kerja lebih awal dikarenakan karyawan